//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Studi tentang Citta dan Viññaṇa  (Read 28024 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« on: 02 November 2013, 08:09:06 AM »
Dalam bahasa Pali, kata “citta” sering diterjemahkan sebagai “pikiran” dan “viññāṇa” diterjemahkan sebagai “kesadaran”. Kata “citta” juga bersinonim dengan “mano” atau “manas” (yang juga diterjemahkan sebagai “pikiran”). Namun tulisan ini hanya akan membatasi diri membahas tentang istilah “citta” dan “viññāṇa”.
 
 Sebelum kita meninjau penggunaan dua istilah ini dalam ajaran Buddha, terlebih dahulu kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) untuk melihat pengertian keduanya dalam kehidupan sehari-hari:
 
 pi•kir•an n 1 hasil berpikir (memikirkan): ia pandai menangkap ~ dan perasaan orang lain; 2 akal; ingatan; 3 akal (dl arti daya upaya): mendapat ~; 4 angan-angan; gagasan: ~ baru; 5 niat; maksud: tidak ada ~ akan berhenti bersekolah;
 
 ke•sa•dar•an n 1 keinsafan; keadaan mengerti: - akan harga dirinya timbul krn ia diperlakukan secara tidak adil; 2 hal yg dirasakan atau dialami oleh seseorang;
 
 Dalam hal ini, pikiran dan kesadaran menunjuk pada dua aspek yang berbeda dari fungsi mental atau keadaan batin itu sendiri; pikiran merupakan fungsi intelektual dan rasional dari batin, sedangkan kesadaran merupakan fungsi kognitif dan emosionalnya.
 
 Sekarang kita akan mengkaji penggunaan kedua istilah ini dalam kotbah-kotbah Sang Buddha (sutta), penjelasan dalam komentar kuno dan Abhidhamma, serta pendapat para sarjana Buddhis masa kini.

A. Menurut Sutta-Sutta
 
 Dalam sutta-sutta, kata “viññāṇa” lebih sering digunakan, terutama untuk menunjuk pada salah satu unsur (khandha) yang membentuk sistem fisio-psikologis kehidupan (pañcakkhandha). Beberapa kutipan kotbah Sang Buddha di bawah ini memberikan definisi kesadaran ini:
 
 “Dan apakah, para bhikkhu, kesadaran (viññāṇa) itu? Ada enam kelompok kesadaran: kesadaran-mata, kesadaran-telinga, kesadaran-hidung, kesadaran-lidah, kesadaran-badan, kesadaran-pikiran (manoviññāṇa). Ini disebut kesadaran. Dengan munculnya batin-dan-bentuk (nāma-rūpa), maka muncul pula kesadaran. Dengan lenyapnya batin-dan-bentuk, maka lenyap pula kesadaran. Jalan Mulia Berunsur Delapan ini adalah jalan menuju lenyapnya kesadaran, yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.” (SN 22:56)
 
 “Kesadaran apapun juga, bhikkhu, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat: ini disebut kelompok unsur kesadaran (viññāṇakkhandha).” (SN 22:82 / MN 109)
 
 “Dan mengapakah, para bhikkhu, engkau menyebutnya kesadaran? ‘Ia menyadari (vijānāti),’ para bhikkhu, oleh karena itu disebut kesadaran. Dan apakah yang ia sadari? Ia menyadari rasa asam, ia menyadari rasa pahit, ia menyadari rasa pedas, ia menyadari rasa manis, ia menyadari rasa sangat pedas, ia menyadari rasa lembut, ia menyadari rasa asin, ia menyadari lunak. ‘Ia menyadari,’ para bhikkhu, oleh karena itu disebut kesadaran.” (SN 22:79)
 
 [Yang Mulia Mahā Koṭṭhita bertanya:] “’Kesadaran, kesadaran’ dikatakan, teman. Sehubungan dengan apakah ‘kesadaran’ dikatakan?”
 [Yang Mulia Sāriputta menjawab:] “’Kesadaran menyadari (vijānātī), kesadaran menyadari,’ teman; itulah mengapa ‘kesadaran’ dikatakan. Apakah yang disadari? Kesadaran menyadari ‘[Ini] menyenangkan’; kesadaran menyadari: ‘[Ini] menyakitkan’; kesadaran menyadari: ‘[Ini] bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.’; ‘Kesadaran menyadari, kesadaran menyadari,’ teman; itulah mengapa ‘kesadaran’ dikatakan.” (MN 43)
 
 Sedangkan istilah “citta” walau banyak digunakan dalam sutta-sutta, namun Sang Buddha tidak memberikan definisinya seperti halnya terhadap istilah “viññāṇa”. Berikut beberapa kutipan sutta yang membahas tentang citta:
 
 1. “Aku tidak melihat bahkan satu hal lain, O para bhikkhu, yang begitu kaku seperti halnya pikiran yang tidak terkembang. Pikiran yang tidak terkembang adalah sungguh kaku.
 2. “Aku tidak melihat bahkan satu hal lain, O para bhikkhu, yang begitu lentur seperti halnya pikiran yang terkembang. Pikiran yang terkembang adalah sungguh lentur.
 3.  “Aku tidak melihat bahkan satu hal lain, O para bhikkhu, yang mengarah menuju bahaya besar seperti halnya pikiran yang tidak terkembang. Pikiran yang tidak terkembang mengarah menuju bahaya besar.
 4. “Aku tidak melihat bahkan satu hal lain, O para bhikkhu, yang mengarah menuju manfaat besar seperti halnya pikiran yang terkembang. Pikiran yang  terkembang mengarah menuju manfaat besar.
 9. “Aku tidak melihat bahkan satu hal lain, O para bhikkhu, yang jika tidak dikembangkan dan tidak dilatih akan membawa penderitaan luar biasa seperti halnya pikiran. Pikiran jika tidak dikembangkan dan tidak dilatih akan membawa penderitaan luar biasa.
 10. “Aku tidak melihat bahkan satu hal lain, O para bhikkhu, yang jika dikembangkan dan dilatih akan membawa kebahagiaan luar biasa seperti halnya pikiran. Pikiran jika dikembangkan dan dilatih akan membawa kebahagiaan luar biasa.”
 (AN 1: iii, 1, 2, 3, 4, 9, 10; bandingkan juga dengan Dhammapada bab III Citta-vagga)
 
 “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu berdiam merenungkan pikiran di dalam pikiran? Di sini seorang bhikkhu memahami pikiran yang terpengaruh nafsu sebagai pikiran yang terpengaruh nafsu dan pikiran yang tidak terpengaruh nafsu sebagai pikiran yang tidak terpengaruh nafsu. Ia memahami pikiran yang terpengaruh kebencian sebagai pikiran yang terpengaruh kebencian dan pikiran yang tidak terpengaruh kebencian sebagai pikiran yang tidak terpengaruh kebencian. Ia memahami pikiran yang terpengaruh kebodohan sebagai pikiran yang terpengaruh kebodohan dan pikiran yang tidak terpengaruh kebodohan sebagai pikiran yang tidak terpengaruh kebodohan. Ia memahami pikiran yang mengerut sebagai mengerut dan pikiran yang kacau sebagai kacau. Ia memahami pikiran yang luhur sebagai luhur dan pikiran yang tidak luhur sebagai tidak luhur. Ia memahami pikiran yang terbatas sebagai terbatas dan pikiran yang tidak terbatas sebagai tidak terbatas. Ia memahami pikiran terkonsentrasi sebagai terkonsentrasi dan pikiran tidak terkonsentrasi sebagai tidak terkonsentrasi. Ia memahami pikiran yang terbebaskan sebagai terbebaskan dan pikiran yang tidak terbebaskan sebagai tidak terbebaskan.”
 “Dengan cara ini ia berdiam merenungkan pikiran di dalam pikiran secara internal, atau ia berdiam merenungkan pikiran di dalam pikiran secara eksternal, atau ia berdiam merenungkan pikiran di dalam pikiran secara internal dan eksternal. Atau ia berdiam merenungkan sifat munculnya di dalam pikiran, atau ia berdiam merenungkan sifat lenyapnya di dalam pikiran, atau ia berdiam merenungkan sifat muncul dan lenyapnya di dalam pikiran. Atau penuh perhatian bahwa ‘ada pikiran’ muncul dalam dirinya hanya sejauh yang diperlukan bagi pengetahuan dan perhatian berulang-ulang. Dan ia berdiam tanpa bergantung, tidak melekat pada apapun di dunia ini. Itu adalah bagaimana seorang bhikkhu berdiam merenungkan pikiran di dalam pikiran.” (DN 22 / MN 10 Satipaṭṭhāna Sutta)
 
 “Para bhikkhu, Aku tidak melihat kelompok makhluk hidup lain yang begitu beragam seperti kelompok makhluk di alam binatang. Bahkan makhluk-makhluk di alam binatang itu telah diberagamkan oleh pikiran, namun pikiran bahkan lebih beragam daripada makhluk-makhluk di alam binatang itu.”
 “Oleh karena itu, para bhikkhu, seseorang harus sering merenungkan pikirannya sebagai: ‘Sejak lama pikiran ini telah dikotori oleh nafsu, kebencian, dan kebodohan.’ Melalui kekotoran pikiran makhluk-makhluk dikotori; dengan pemurnian pikiran makhluk-makhluk dimurnikan.” (SN 22:100)
 
 [Sang Buddha bertanya:] “Pikiran cenderung mengarah kepada pengetahuan dan penglihatan. Sekarang, bagi seseorang yang mengetahui dan melihat, apakah tepat mengatakan: ‘Jiwa adalah sama dengan badan’ atau ‘Jiwa berbeda dengan badan’?” [Pertapa Maṇḍisa dan Jāliya menjawab:] “Tidak, Teman.” (DN 6)
 
 “Tetapi, para bhikkhu, sehubungan dengan apa yang disebut dengan ‘batin’ (citta) atau ‘pikiran’ (mano) atau ‘kesadaran’(viññāṇa) [Cittaṃ iti pi mano iti pi viññāṇaṃ iti pi; di sini baik “citta” maupun “mano” bermakna sama/sinonim (pikiran), tetapi untuk membedakannya “citta” diterjemahkan sebagai “batin”] – kaum duniawi yang tidak terlatih tidak bisa mengalami kejijikan terhadapnya; tidak bisa menjadi bosan terhadapnya dan terbebaskan darinya. Karena alasan apakah? Karena telah sejak lama digenggam olehnya, pantas, dan dicengkeram sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku.’ Oleh karena itu, kaum duniawi yang tidak terlatih tidak bisa mengalami kejijikan terhadapnya; tidak bisa menjadi bosan terhadapnya dan terbebaskan darinya.”
 “Adalah lebih baik, para bhikkhu, bagi kaum duniawi yang tidak terlatih untuk menganggap jasmani yang terdiri dari empat unsur utama ini sebagai diri daripada batin. Karena alasan apakah? Karena jasmani yang terdiri dari empat unsur utama ini terlihat ada selama satu tahun, selama dua tahun, selama tiga, empat, lima atau sepuluh tahun, selama dua puluh, tiga puluh, empat puluh, atau lima puluh, selama seratus tahun, atau lebih. Tetapi apa yang disebut dengan ‘batin’ atau ‘pikiran’ atau ‘kesadaran’ muncul sebagai sesuatu dan lenyap sebagai yang lainnya siang dan malam. Bagaikan seekor monyet yang berkeliaran di hutan berpegangan pada satu dahan, melepaskan dan memegang dahan lainnya, kemudian melepaskannya lagi dan memegang yang lainnya lagi, demikian pula apa yang disebut ‘batin’ atau ‘pikiran’ atau ‘kesadaran’ muncul sebagai sesuatu dan lenyap sebagai yang lainnya siang dan malam.” (SN 12:61)
 
 Tampak bahwa dari beberapa kutipan sutta tentang citta di atas seakan-akan menyatakan bahwa citta berbeda dari viññāṇa, namun dari kutipan terakhir (SN 12:61) Sang Buddha menggunakan istilah “citta” dan “viññāṇa” (termasuk “mano”) untuk menunjuk pada hal yang sama.
 
 B. Menurut Komentar dan Abhidhamma
 
 Kitab komentar menganggap kedua istilah ini menunjuk pada hal yang sama:
 
 “Dikatakan di atas: ‘Apa pun yang memiliki karakteristik menyadari harus dipahami, semuanya bersama-sama, sebagai kelompok unsur kesadaran (viññāṇakkhandha)’. Dan apakah yang memiliki karakteristik menyadari itu? Kesadaran (viññāṇa); berdasarkan hal ini dikatakan: ‘Ia menyadari, teman, itulah mengapa ‘kesadaran’ dikatakan.’ (MN 43). Kata viññāṇa (kesadaran), citta (pikiran/batin), dan mano (pikiran) adalah satu dalam makna.” (Visuddhimagga XIV:82)
 
 “Citta, mano, dan viññāṇa adalah sinonim untuk pikiran (cittaṃ manoviññāṇaṃ ti cittassa etaṃ vevacanaṃ).” (Nettippakarana 54)
 
 Menurut Abhidhamma:
 
 “Apakah pikiran (citta) itu? Pemikiran di mana merupakan gagasan, pikiran, hati, yang jernih, gagasan sebagai landasan pikiran, kemampuan pikiran, kesadaran, kelompok unsur kesadaran, unsur yang sesuai mewakili kesadaran – inilah pikiran yang ada di sana.” (Dhammasangani I:6)
 
 Penjelasan Abhidhammattha Sangaha menyatakan: “Kelompok kesadaran (viññāṇakkhanda) di sini dimasukkan ke dalam kesadaran (citta), kata “citta” umumnya digunakan untuk menunjuk pada kelompok-kelompok kesadaran yang berbeda-beda yang dibedakan dengan yang menyertainya.”
 
 Beberapa kutipan kitab komentar dan Abhidhamma di atas menyatakan bahwa setidaknya dalam tradisi Theravada yang belakangan, citta dan viññāṇa menunjuk pada hal yang sama.
 
 C. Menurut Para Sarjana Buddhis Modern
 
 Mengikuti tradisi komentar dan Abhidhamma, Bhikkhu Nyanaponika memberikan definisi citta sama dengan viññāṇa dalam kamus istilah Pali-nya (Buddhist Dictionary: Manual of Buddhist Terms and Doctrines) sbb:
 
 Citta: “pikiran”, “kesadaran”, “keadaan kesadaran”, adalah suatu sinonim dari mano and viññāna.
 
 Mengomentari penggunaan ketiga istilah citta, mano, dan viññāṇa dalam SN 12:61 (lihat di atas), Bhikkhu Bodhi menulis:
 
 Sementara ketiga istilah menunjuk pada hal yang sama, dalam Nikāya sering kali digunakan dalam konteks yang berbeda. Sebagai generalisasi kasar, viññāṇa menyiratkan kesadaran pada bagian tertentu melalui organ indria (seperti dalam enam pembagian standar atas viññāṇa menjadi kesadaran-mata, dan seterusnya) serta arus kesadaran di bawahnya, yang mempertahankan kelangsungan personal melalui satu kehidupan dan merangkai kehidupan demi kehidupan (ditekankan pada 12:38-40). Mano berfungsi sebagai pintu perbuatan ke tiga (bersama dengan jasmani dan ucapan) dan sebagai landasan indria internal ke enam (bersama dengan lima landasan indria fisik); sebagai landasan pikiran yang mengkoordinasikan data dari lima indria lainnya dan juga mengenali fenomena batin (dhammā), kelompok objek khususnya sendiri. Citta menyiratkan pikiran sebagai pusat pengalaman pribadi, sebagai subjek pikiran, kehendak, dan emosi. Adalah citta yang harus dipahami, dilatih, dan dibebaskan. (catatan kaki no.154 dalam terjemahan Samyutta Nikaya buku 2 Nidana Vagga oleh Bhikkhu Bodhi)
 
 Sementara itu K. Nizamis menulis dalam terjemahannya atas sutta yang sama:
 
 Cukuplah untuk mengatakan bahwa saya tidak menyatakan bahwa citta, mano, dan viññāṇa adalah “hal” yang berbeda dan terpisah, tetapi bahwa ketiganya menunjuk pada fungsi dan sifat yang agak berbeda dan tidak dapat diturunkan dari “pikiran” seperti demikian. Menyatakan bahwa ketiganya “hanyalah sinonim” adalah, kasarnya, agaknya seperti menyatakan bahwa kata-kata “uap”, “cairan”, dan “es” semuanya adalah “hanya sinonim”. Secara pastinya, ketiganya menunjuk pada bentuk-bentuk “air”; tetapi sangat salah untuk menyatakan bahwa ketiganya oleh sebab itu hanyalah “bersinonim”. (SN 12.61 Assutava Sutta: The Spiritually-Unlearned)
 
 Dalam bukunya Satipatthana: Jalan Langsung Menuju Tujuan, Bhikkhu Analayo menulis:
 
 Dalam sutta-sutta Pali, citta biasanya mengacu pada “pikiran” dalam konteks konatif dan afektif, yaitu suasana hati atau keadaan pikiran. (hal. 254)
 Meskipun dalam sutta, kata “kesadaran” (viññāṇa) digunakan untuk mewakili kata “citta” secara umum, namun dalam konteks klasifikasi khandha, kesadaran adalah menyadari sesuatu. Tindakan menyadari ini terutama menyebabkan rasa “keterpaduan diri” (subjective cohesiveness) yaitu adanya “aku” yang hakiki dalam pengalaman. (hal. 297)
 
 Berdasarkan kajian dari berbagai sumber ini, dapat disimpulkan bahwa citta dan viññāṇa adalah dua hal yang serupa tetapi tidak sama, walaupun dalam terminologi Pali kedua istilah ini bersinonim. Karena ini bersifat kajian atau studi teoritis terhadap berbagai literatur Buddhis yang ada, kesimpulan ini belum tentu benar dan patut diselidiki kembali, mengingat para cendikiawan Buddhis masa kini pun masih berbeda pendapat dalam hal ini.
 
 Seperti yang dikatakan Sang Buddha dalam AN 8:2, setelah seseorang mempelajari (pariyatti) Dhamma serta menembusnya dengan pikiran dan pandangannya, ia melakukan praktek (patipatti) dan realisasi (pativedha) Dhamma dengan mengembangkan perenungan terhadap muncul dan lenyapnya unsur-unsur kehidupan (pañcakkhandha). Demikian juga, mempelajari tentang citta dan viññāṇa ini hanyalah langkah awal untuk mengembangkan praktek yang sebenarnya guna memahami sesungguhnya kedua fenomena kehidupan ini. Setelah lengkap ketiga unsur Dhamma (pariyatti, patipatti, dan pativedha) ini, barulah pemahaman yang benar atas keduanya diperoleh.
 
 Semoga bermanfaat _/\_
« Last Edit: 26 November 2017, 08:47:30 AM by Sumedho »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Studi tentang Citta dan Viññ??a
« Reply #1 on: 02 November 2013, 08:14:32 AM »
Tambahan: Pendapat Para Guru Meditasi Buddhis Masa Kini

Karena keterbatasan literatur dan keterbatasan waktu, di sini hanya diberikan pendapat dua guru meditasi Buddhis yang terkemuka:
 
 1. Ajahn Chah
 
 Dalam banyak ceramahnya (yang dituliskan dan beredar di kalangan Buddhis) Ajahn Chah lebih sering menggunakan istilah pikiran dan hati (citta?) daripada kesadaran (vinnana?). Beliau tidak memberikan perbedaan pikiran dan kesadaran, tetapi ada kutipan yang seakan-akan beliau menyamakan pikiran dan kesadaran:
 
   
Quote
We truly have to look deeply into our own hearts if we want to experience the fruits of this practice. Attempting to describe the psychology of the mind in terms of the numerous separate moments of consciousness and their different characteristics is, in my opinion, not taking the practice far enough. There's still a lot more to it. If we are going to studya these things, then know them absolutely, with clarity and penetrative understanding. Without clarity of insight, how will we ever be finished with them? There's no end to it. We'll never complete our studies.
 
 Kita sebenarnya harus melihat ke dalam hati kita sendiri jika kita ingin mengalami buah praktek ini. Berusaha menjelaskan psikologi pikiran sehubungan dengan berbagai momen kesadaran dan karakteristik-karakteristiknya yang berbeda, menurut pendapat saya, tidak membawa praktek cukup jauh. Terdapat masih lebih banyak untuk [melaksanakan] ini. Jika kita akan mempelajari hal-hal ini, maka ketahuilah mereka secara mutla, dengan kejernihan dan pemahaman yang menembus. Tanpa kejernihan pandangan terang, bagaimana kita akan pernah menyelesaikannya? Tidak ada akhirnya. Kita tidak akan pernah menyelesaikan studi kita.
 
 Unshakeable Peace

   Namun dalam salah satu ceramahnya tentang pikiran, Ajahn Chah menunjuk pikiran sebagai fungsi kesadaran:
 
   
Quote
What is the mind? The mind isn't really any ''thing''. Conventionally speaking, it's that which feels or senses. That which senses, receives and experiences all mental impressions is called ''mind''. Right at this moment there is mind. As I am speaking to you, the mind acknowledges what I am saying. Sounds enter through the ear and you know what is being said. That which experiences this is called ''mind''.
 
 This mind doesn't have any self or substance. It doesn't have any form. It just experiences mental activities, that's all! If we teach this mind to have right view, this mind won't have any problems. It will be at ease.
 
 The mind is mind. Mental objects are mental objects. Mental objects are not the mind, the mind is not mental objects. In order to clearly understand our minds and the mental objects in our minds, we say that the mind is that which receives the mental objects which pop into it.
 
 When these two things, mind and its object, come into contact with each other, they give rise to feelings. Some are good, some bad, some cold, some hot, all kinds! Without wisdom to deal with these feelings, however, the mind will be troubled.
 
 Apakah pikiran? Pikiran bukanlah sesuatu "hal" yang sesungguhnya. Secara konvensional berbicara, ia adalah yang merasakan atau menyadari. Yang merasakan, menerima dan mengalamai semua kesan mental yang disebut "pikiran". Tepat pada saat ini terdapat pikiran. Ketika saya berbicara kepada anda, pikiran mengetahui apa yang saya katakan. Suara masuk melalui telinga dan anda mengetahui apa yang sedang dikatakan. Yang mengalami pengalaman inilah yang disebut "pikiran".
 
 Pikiran tidak memiliki diri atau inti apa pun. Ia tidak memiliki bentuk apa pun. Ia hanya mengalami aktivitas-aktivitas mental, itu saja! Jika kita mengajari pikiran ini untuk memiliki pandangan benar, pikiran tidak akan memiliki masalah apa pun. Ia akan tenang.
 
 Pikiran adalah pikiran. Objek-objek mental adalah objek-objek mental. Objek-objek mental bukanlah pikiran, pikiran bukanlah objek-objek mental. Agar dengan jelas memahami pikiran kita dan objek-objek mental dalam pikiran kita, kita katakan bahwa pikiran adalah apa yang menerima objek-objek mental yang bermunculan padanya.
 
 Ketika kedua hal ini, pikiran dan objeknya, muncul dalam kontak satu sama lain, mereka memunculkan perasaan. Beberapa menyenangkan, beberapa tidak menyenangkan, beberapa dingin, beberapa panas, berbagai jenis! Namun tanpa kebijaksanaan dalam menghadapi perasaan-perasaan ini, pikiran akan bermasalah

 
 A Gift of Dhamma.

2. Mahasi Sayadaw
 
 Mahasi Sayadaw menulis tentang pikiran dan kesadaran dalam buku beliau tentang Paticcasamuppada (A Discourse on Paticcasamuppada by Venerable Mahasi Sayadaw - Wisdom Library). Di sini saya belum membaca habis semua isi buku ini (yang terdiri dari 10 bagian yang maisng-masing terdiri dari lebih dari 10 bab), tetapi secara umum dalam buku ini dibahas tentang proses fungsi fisik dan mental dalam perspekti hukum sebab akibat yang saling bergantungan.
 
 Dalam banyak penjelasan tentang kesadaran, Mahasi Sayadaw menggunakan istilah citta dan vinnana secara bergantingan. Walaupun tidak memberikan definisi keduanya, namun karena beliau menulis berdasarkan Abhidhamma yang menyamakan keduanya, tampaknya beliau menganggap keduanya hal yang sama, misalnya dalam bab tentang batin-jasmani dan enam landasan indera (A Discourse on Paticcasamuppada: Chapter 1 - Nama-rupa And Salayatana - Wisdom Library)
« Last Edit: 02 November 2013, 08:39:54 AM by Shinichi »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Studi tentang Citta dan Viññ??a
« Reply #2 on: 02 November 2013, 08:18:36 AM »
Kesimpulan

Setelah mengkaji berbagai sumber di atas, tampak bahwa kenapa terjadi banyak interpretasi tentang citta dan vinnana ini adalah karena dalam teks-teks Buddhisme awal (sutta-sutta) tidak memberikan definisi "apakah pikiran (citta) itu?" seperti halnya banyak sutta menjelaskan "apakah kesadaran (vinnana) itu?" (spt dlm SN 22:56 di atas). Ini menyebabkan para komentator kuno dan Abhidhammika dalam tradisi Theravada menganggap citta dan vinnana adalah sama.
 
 Setelah mengkaji berbagai kutipan sutta tentang citta di atas, saya cenderung menganggap citta tak lain adalah nama (batin), istilah lain yang banyak digunakan Sang Buddha dalam sutta-sutta dan telah diberikan definisinya dengan sangat jelas, salah satunya dalam Paticcasamuppada-vibhanga Sutta (SN 12.2):
 
 “Dan apakah, para bhikkhu, batin-dan-bentuk (nāmarūpa)? Perasaan (vedanā), persepsi (saññā), kehendak (cetanā), kontak (phassa), perhatian (manasikāra): ini disebut batin (nāma). Empat unsur utama dan bentuk yang diturunkan dari empat unsur utama: ini disebut bentuk. Demikianlah nama ini dan bentuk ini bersama-sama disebut nama-dan-bentuk."
 
 Perhatikan bahwa batin merupakan fungsi mental yg terdiri dari:
 1. Perasaan: yang merasakan sensasi menyenangkan, tidak menyenangkan dan netral.
 2. Persepsi: yang mengenali objek yang ditanggapi indera.
 3. Kehendak: yang mengarahkan tindakan (ucapan dan perbuatan) terhadap objek.
 4. Kontak: ketika indera menanggapi objeknya menimbulkan kesadaran indera, pertemuan indera, objeknya, dan kesadran indera disebut kontak.
 5. Perhatian: yang mengarahkan faktor-faktor mental lainnya ke objek yang ditanggapi indera.
 
 Di sini kelima faktor mental yang disebutkan di atas itulah yang membentuk pikiran (citta), bahkan dalam tingkat kesadaran yang terendah. Namun secara umum kita mengetahui bahwa batin/pikiran terdiri atas perasaan, persepsi, bentukan mental (yang di dalamnya termasuk faktor mental kehendak, kontak, dan perhatian) dan kesadaran. Tetapi sutta-sutta tidak memasukkan kesadaran karena kesadaran adalah kondisi bagi batin dan jasmani. Ini dijelaskan dalam Paticcasamuppada-vibhanga Sutta (spt juga dlm SN 22:56 di atas):
 
 "Dengan kesadaran sebagai kondisi, muncul batin-dan-bentuk (viññāṇapaccayā nāmarūpaṃ)."
 
 Kesadaran hanya dapat beroperasi dengan bergantung pada tubuh fisik (rūpa) dan bersama-sama dengan sekumpulan pendampingnya (nāma). Sebaliknya tanpa tubuh fisik dan faktor mental lainnya, kesadaran juga tidak dapat bekerja:
 
 "Aku mengatakan: 'Kesadaran mengkondisikan batin dan jasmani.' … jika kesadaran tidak masuk ke dlm rahim ibu, akankah batin dan jasmani berkembang di sana?" "Tidak, Bhagava."
 
 "Atau jika kesadaran, stlh memasuki rahim ibu, kemudian dibelokkan, akankah batin dan jasmani itu dilahirkan dlm kehidupan ini?" "Tidak Bhagava."
 
 "Dan jika kesadaran dari makhluk muda tersebut, laki-laki atau perempuan, dipotong, akankah batin dan jasmani tumbuh, berkembang dan dewasa?" "Tidak, Bhagava."
 
 "Aku mengatakan: 'Batin-dan-jasmani mengondisikan kesadaran.' … jika kesadaran tdk menemukan tempat bersandar dlm batin dan jasmani, akankah selanjutnya ada kelahiran, kematian, dan penderitaan?" "Tidak, Bhagava."
 
 "Oleh karena itu, Ananda, batin-dan-jasmani ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi kesadaran. Sejauh itulah, Ananda, kita dapat melacak kelahiran dan kerusakan, kematian dan kejatuhan ke alam-alam lain dan terlahir kembali, sedemikian jauhlah jalan pembentukan, konsep, sedemikian jauhlah, bidang pemahaman, sedemikian jauhlah lingkaran berputar sejauh yang bisa dilihat dalam kehidupan ini, yaitu batin dan jasmani bersama dengan kesadaran."
(DN 15 Mahanidana Sutta)
 
 Dengan demikian, kesadaran dan batin/pikiran adalah saling bergantung, bagaikan dua ikat buluh yang saling bersandar satu sama lain. Hal ini lebih diperjelas lagi karena dikatakan bahwa perasaan dan persepsi (dua komponen utama batin/pikiran) adalah tidak terpisahkan dari kesadaran dalam MN 43 Mahavedalla Sutta:
 
 “Perasaan, persepsi, dan kesadaran, teman - kondisi-kondisi ini adalah tergabung, bukan terpisah, dan adalah tidak mungkin untuk memisahkan kondisi-kondisi ini satu sama lain untuk menggambarkan perbedaan antara ketiganya. Karena apa yang seseorang rasakan, itulah yang ia persepsikan; dan apa yang ia persepsikan, itulah yang ia sadari. Itulah mengapa kondisi-kondisi ini adalah tergabung, bukan terpisah, dan adalah tidak mungkin untuk memisahkan kondisi-kondisi ini satu sama lain untuk menggambarkan perbedaan antara ketiganya.”
 
 Karena ketidakterpisahan keduanya seperti yang dijelaskan di atas, dalam Abhidhamma dikatakan citta = vinnana, misalnya dalam penjelasan Abhidhammattha Sangaha tentang citta:
 
   
Quote
Kata Pali “citta” berasal dari akar kata kerja, “citi”, menyadari, mengetahui. Para komentator [pengulas teks Buddhis] mendefinisikan citta dalam tiga cara: sebagai agen [pelaku], sebagai alat, dan sebagai aktivitas. Sebagai agen, citta adalah yang menyadari suatu objek. Sebagai alat, citta adalah alat di mana faktor-faktor mental yang menyertainnya menyadari objek tersebut. Sebagai aktivitas, citta itu sendiri tak lain merupakan proses menyadari objek tersebut.
 
 Definisi ketiga, dalam pengertian aktivitas semata, dianggap sebagai yang paling cocok di antara ketiganya: yaitu, citta pada dasarnya suatu aktivitas atau proses menyadari atau mengetahui suatu objek. Ia bukan agen atau alat yang memiliki keberadaan yang sebenarnya di dalam dirinya sendiri terpisah dari aktivitas menyadari. Definisi dalam pengertian agen dan alat diberikan untuk menyangkal pandangan salah dari mereka yang menyatakan bahwa suatu diri atau ego yang kekal adalah agen dan alat kesadaran. Para pemikir Buddhis menunjukkan, dengan cara definisi ini, bahwa bukanlah suatu diri yang melakukan tindakan menyadari, tetapi citta atau kesadaran. Citta ini tak lain adalah tindakan menyadari, dan tindakan itu sesungguhnya tidak kekal, dicirikan dengan muncul dan lenyapnya.
 
 Untuk menjelaskan sifat dari semua realitas tertinggi, para komentator Pali memberikan empat alat pendefinisian dengan cara di mana ia dapat dibatasi. Keempat alat itu adalah: (1) karakteristiknya (lakkhana), yaitu sifat fenomena yang menonjol; (2) fungsinya (rasa), pelaksanaan dari suatu tugas yang konkret (kicca) atau pencapaian dari suatu tujuan (sampatti); (3) perwujudannya (paccupatthana), cara ia menghadirkan dirinya di dalam pengalaman; dan (4) sebab terdekatnya (padatthana), kondisi utama di mana ia bergantung.
 
 Dalam hal citta, karakteristiknya adalah mengetahui suatu objek (vijanana). Fungsinya adalah menjadi “pelopor” (pubbangama) dari faktor-faktor mental di mana ia memimpin faktor-faktor mental dan selalu disertai oleh faktor-faktor mental ini. Perwujudannya – cara ia muncul dalam pengalaman meditator – adalah suatu kelanjutan dari proses-proses (sandhana). Sebab terdekatnya adalah pikiran-dan-materi (namarupa), karena kesadaran tidak dapat muncul sendiri, tanpa kehadiran faktor-faktor mental dan fenomena materi.

   Tentu saja baik berdasarkan penjelasan sutta maupun Abhidhamma di atas, tidak tepat mengatakan citta persis sama dengan vinnana, juga tidak tepat mengatakan citta berbeda sepenuhnya dari vinnana. Kesimpulan yang tepat adalah pikiran (citta) atau batin (nama) dan kesadaran (vinnana) adalah hal yang serupa tetapi tidak sama.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Studi tentang Citta dan Viññ??a
« Reply #3 on: 02 November 2013, 08:21:27 AM »
Catatan Akhir: Mengapa Orang-Orang Menganggap Pikiran Berbeda dari Kesadaran?

Kenapa orang-orang cenderung membedakan pikiran dan kesadaran, menurut saya, karena definisi pikiran dalam pengertian sehari-hari adalah faktor mental yang berpikir. Dalam bahasa Pali, faktor mental yang berperan penting dalam proses berpikir disebut vitakka dan vicāra. Dalam sutta-sutta, istilah "vitakka" diterjemahan sebagai "pemikiran" secara umum, yaitu ketika seseorang memikirkan tentang sesuatu. Dalam pengertian yang lebih sempit, vitakka (sering diterjemahkan sebagai "awal pikiran") merupakan faktor mental yang mengarahkan pikiran (citta) ke objeknya. Sedangkan vicāra (sering diterjemahkan sebagai "kelangsungan pikiran") merupakan faktor mental yang melanjutkan fungsi vitakka, yaitu menyelidiki objek pikiran tadi.
 
 Keduanya hanyalah sebagian fungsi dari citta yang juga kita alami dalam kehidupan sehari-hari, tetapi menjadi penting jika dikembangkan dalam konsentrasi hingga mencapai jhana:
 
 “Di sini, teman, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran (vitakka) dan kelangsungan pikiran (vicāra), dengan kegembiraan (sukha) dan kenikmatan (piti) yang muncul dari keterasingan. Ini disebut jhāna pertama.”
 [...]
 “Teman, jhāna pertama memiliki lima faktor. Di sini, ketika seorang bhikkhu telah masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, di sana muncul awal pikiran, kelangsungan pikiran, kegembiraan, kenikmatan, dan keterpusatan pikiran (ekagatta). Ini adalah bagaimana jhāna pertama memiliki lima faktor.”
(MN 43)
 
 Tentu saja, pemikiran vitakka dan vicara ini harus ditinggalkan/dilenyapkan untuk mencapai jhana II (yang sering disebut "noble silence (keheningan luhur" dalam sutta-sutta) :
 
 ‘Kemudian, seorang bhikkhu, dengan melenyapkan awal-pikiran dan kelangsungan-pikiran, dengan memperoleh ketenangan di dalam dan keterpusatan pikiran, memasuki dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang tanpa awal-pikiran dan kelangsungan-pikiran, muncul dari konsentrasi, dipenuhi dengan kegirangan/kenikmatan dan kegembiraan. (DN 2 Samannaphala Sutta)
 
 Meninggalkan kenikmatan/kegirangan, seorang meditator memasuki jhana III yg dibentuk oleh faktor mental yg tersisa, yaitu kegembiraan dan keterpusatan pikiran. Ketika kegembiraan ditinggalkan dan digantikan dg keseimbangan batin (upekkha), maka hanya terdpt keseimbangan batin dan keterpusatan pikiran, yg membawa sang meditator memasuki jhana IV:
 
 ‘Kemudian, seorang bhikkhu, setelah meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan lenyapnya kegembiraan dan kesedihan sebelumnya, memasuki dan berdiam dalam jhāna ke empat yang melampaui kenikmatan dan kesakitan, dan dimurnikan oleh keseimbangan dan perhatian murni. (DN 2)
 
 Dari sinilah dengan pikiran yang seimbang sepenuhnya, seseorang mengembangkan konsentrasi yang lebih tinggi untuk mengetahui bagaimanakah kesadaran itu:
 
 ‘Dan demikianlah, dengan pikiran terkonsentrasi, dimurnikan dan dibersihkan, tidak ternoda, bebas dari kekotoran,[34] lentur, mudah dibentuk, kokoh, dan setelah mendapatkan kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkan dan mencondongkan pikirannya ke arah mengetahui dan melihat, dan ia mengetahui: “Jasmaniku ini adalah materi, tersusun dari empat unsur utama, lahir dari ibu dan ayah, mendapatkan makanan berupa nasi dan bubur, tidak kekal, dapat mengalami luka dan usang, rusak dan hancur, dan ini adalah kesadaranku yang melekat padanya dan bergantung padanya. (DN 2)
 
 Dan seterusnya hingga tercapainya Pencerahan melalui pandangan terang (vipassana) terhadap segala sesuatu sebagaimana adanya:
 
 Dan ia dengan pikiran terkonsentrasi, murni dan bersih, tanpa noda, bebas dari kekotoran, lentur, mudah dibentuk, kokoh, dan setelah mendapatkan kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkan pikirannya kepada pengetahuan hancurnya kekotoran. Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah penderitaan”, ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah asal-mula penderitaan”, ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah lenyapnya penderitaan”, ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan”. Dan ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah kekotoran”, “Ini adalah asal-mula kekotoran”, “Ini adalah lenyapnya kekotoran”, “Ini adalah jalan menuju lenyapnya kekotoran.” Dan melalui pengetahuannya dan penglihatannya, pikirannya bebas dari kekotoran kenikmatan-indria, dari kekotoran penjelmaan, dari kekotoran kebodohan, dan pengetahuan muncul dalam dirinya: “Ini adalah pembebasan!”, dan ia mengetahui: “Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi yang lebih jauh di sini.”’ (DN 2)
 
 Jadi, pemikiran vitakka-vicara memang benar tidak sama dengan kesadaran, karena hanya sebagian fungsi dari citta itu sendiri, dan harus ditinggalkan untuk mencapai tingkat konsentrasi yang lebih tinggi dan pandangan terang.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Shasika

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.152
  • Reputasi: 101
  • Gender: Female
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Studi tentang Citta dan Viññ??a
« Reply #4 on: 16 December 2013, 02:36:42 PM »
 :jempol: :jempol:
+1 nya kecantol maaf ya bro, blom 720 jam soalnya.... ^:)^

Selama ini oma hny ngertinya juga Citta, Mano dan Vinnana sama, tanpa pernah melakukan penelusuran berbagai info, pokoknya dosen ngajarin itu, trus sesuai sutta2 referensinya, ya udah...gitu aja. Ternyata anda melakukan penelusuran sampe jauh, hebat bro... ^:)^
I'm an ordinary human only

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Studi tentang Citta dan Viññ??a
« Reply #5 on: 25 November 2017, 09:08:48 PM »
 _/\_
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Hanni_Tan

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 38
  • Reputasi: 2
  • Everything dependently arising
Re: Studi tentang Citta dan Viññ??a
« Reply #6 on: 25 November 2017, 10:32:11 PM »
👍👍👍🙏🙏🙏

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Studi tentang Citta dan Viññ??a
« Reply #7 on: 26 November 2017, 08:21:11 AM »
vinnana itu kesadaran, sudah cukup jelas (batin)
mano = pikiran (bagian 6 landasan indria/jasmani)
citta = javana dari mano = pemikiran.
Manas = akal = ide

Mano itu pikiran atau dengan kata lain: akal,
Manas itu akal, bukan pikiran, tetapi ide (idea),
kalau citta, javana (proses keberlangsungan) dari pikiran, yaitu pemikiran (proses/hasil dari mano).

Contoh kalimat:
Saya punya mano (Benar), artinya saya mempunyai pikiran, saya punya otak
Saya punya manas (Benar), artinya saya punya akal (ide)
Saya punya citta (salah), artinya citta-nya adalah otaknya

Itu adalah hasil dari citta yang baik (benar), artinya itu merupakan pemikiran yang baik
Itu adalah hasil dari manas yang baik (benar), artinya itu ide (akal) yang bagus
Itu adalah hasil dari mano yang baik (salah), artinya pikirannya atau otaknya punya nilai

Kalau orang berantam maka seperti ini:
Mana mano-mu? Artinya, mana pikiranmu? (akal, otak)
Mana manas-mu? Artinya, mana akalmu (ide)? = ini mungkin salah ide kali ye ..
Mana citta-mu? Artinya, mana pemikiranmu? Mana kelangsungan pikiranmu (akal/otak) = ini mungkin orang gila kali ya ...


Ibaratnya ada aksi ada reaksi, ada reaksi berarti ada aksi (Kimia)
Atau dalam Ajaran Buddha, ada sebab ada akibat, ada akibat berarti ada sebab.

Ada mano ada citta, ada citta berarti ada mano

Mano (berhubungan dengan) otak seseorang,
Otak seseorang kalau dapat berfungsi, nah, fungsinya itulah "citta".

Atau ibaratnya "awal pikiran" dan "kelangsungan pikiran".

Mano itu ibaratnya awal pikiran
Citta itu ibaratnya kelangsungan pikiran.
« Last Edit: 26 November 2017, 08:34:57 AM by Gwi Cool »
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #8 on: 27 November 2017, 07:35:02 AM »
vinnana itu kesadaran, sudah cukup jelas (batin)
mano = pikiran (bagian 6 landasan indria/jasmani)
citta = javana dari mano = pemikiran.
Manas = akal = ide

Kalo anda membuka kamus Pali, kata mano dan manas itu bersinonim dan bermakna sama dengan citta juga.

Quote
Mano itu pikiran atau dengan kata lain: akal,
Manas itu akal, bukan pikiran, tetapi ide (idea),
kalau citta, javana (proses keberlangsungan) dari pikiran, yaitu pemikiran (proses/hasil dari mano).

Contoh kalimat:
Saya punya mano (Benar), artinya saya mempunyai pikiran, saya punya otak
Saya punya manas (Benar), artinya saya punya akal (ide)
Saya punya citta (salah), artinya citta-nya adalah otaknya

Itu adalah hasil dari citta yang baik (benar), artinya itu merupakan pemikiran yang baik
Itu adalah hasil dari manas yang baik (benar), artinya itu ide (akal) yang bagus
Itu adalah hasil dari mano yang baik (salah), artinya pikirannya atau otaknya punya nilai

Kalau orang berantam maka seperti ini:
Mana mano-mu? Artinya, mana pikiranmu? (akal, otak)
Mana manas-mu? Artinya, mana akalmu (ide)? = ini mungkin salah ide kali ye ..
Mana citta-mu? Artinya, mana pemikiranmu? Mana kelangsungan pikiranmu (akal/otak) = ini mungkin orang gila kali ya ...


Ibaratnya ada aksi ada reaksi, ada reaksi berarti ada aksi (Kimia)
Atau dalam Ajaran Buddha, ada sebab ada akibat, ada akibat berarti ada sebab.

Ada mano ada citta, ada citta berarti ada mano

Mano (berhubungan dengan) otak seseorang,
Otak seseorang kalau dapat berfungsi, nah, fungsinya itulah "citta".

Apakah anda beranggapan dalam Buddhis pikiran/kesadaran terletak di otak?

Quote
Atau ibaratnya "awal pikiran" dan "kelangsungan pikiran".

Mano itu ibaratnya awal pikiran
Citta itu ibaratnya kelangsungan pikiran.

Seperti yang saya tulis di atas, awal dan kelangsungan pikiran (vitakka dan vicara) itu hanyalah fungsi dari citta....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #9 on: 27 November 2017, 11:22:00 AM »
Kalo anda membuka kamus Pali, kata mano dan manas itu bersinonim dan bermakna sama dengan citta juga.

Apakah anda beranggapan dalam Buddhis pikiran/kesadaran terletak di otak?

Seperti yang saya tulis di atas, awal dan kelangsungan pikiran (vitakka dan vicara) itu hanyalah fungsi dari citta....
Jika mano dan citta adalah sinonim, kalau begitu kalimat manapun, mano bisa masuk donk jika citta bsa masuk?

Dhammacitta dan Dhammamano = sama?

atau bisa berikan contoh, baik mano dan citta sama-sama bisa digunakan sebagai sinonim?

Tentu saja mano berhubungan dengan otak, mano hasil dari indria (jasmani), jika mata bisa berpikir, atau telinga, atau hidung, lidah maka itu saya sebut pikiran, tetapi jawabnnya melalui otak, bukan 5 indria lainnya.

Saya tidak mengomentari "Kesadaran", kecuali hanya mengatakan "Kesadaran = sadar (batin). Karena, batin cukup halus untuk diteliti, dimana seseorang dapat menyadari (sadar), di situlah kesadaran muncul, ia memiliki kesadaran, di manapun seseorang merasa (perasaan), di sanalah perasaan muncul, perasaan muncul dari kontak.
« Last Edit: 27 November 2017, 11:23:31 AM by Gwi Cool »
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #10 on: 28 November 2017, 07:33:44 AM »
Jika mano dan citta adalah sinonim, kalau begitu kalimat manapun, mano bisa masuk donk jika citta bsa masuk?

Dhammacitta dan Dhammamano = sama?

atau bisa berikan contoh, baik mano dan citta sama-sama bisa digunakan sebagai sinonim?

Tentu saja, sinonim artinya maknanya sama tetapi belum tentu penggunaannya sama.

Quote
Tentu saja mano berhubungan dengan otak, mano hasil dari indria (jasmani), jika mata bisa berpikir, atau telinga, atau hidung, lidah maka itu saya sebut pikiran, tetapi jawabnnya melalui otak, bukan 5 indria lainnya.

Ref sutta atau komentar manakah yg menyatakan indera pikiran ada di otak?

Quote
Saya tidak mengomentari "Kesadaran", kecuali hanya mengatakan "Kesadaran = sadar (batin). Karena, batin cukup halus untuk diteliti, dimana seseorang dapat menyadari (sadar), di situlah kesadaran muncul, ia memiliki kesadaran, di manapun seseorang merasa (perasaan), di sanalah perasaan muncul, perasaan muncul dari kontak.

Jadi, menurut anda apakah beda kesadaran (vinnana) dan pikiran (citta)?
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #11 on: 28 November 2017, 09:06:44 AM »
Tentu saja, sinonim artinya maknanya sama tetapi belum tentu penggunaannya sama.

Ref sutta atau komentar manakah yg menyatakan indera pikiran ada di otak?

Jadi, menurut anda apakah beda kesadaran (vinnana) dan pikiran (citta)?
Kalau begitu, bisakah saya tahu, bagaimana Tuan Seniya, berpikir? Melalui apakah?

Bagaimana mungkin saya dapat mengatakan kesadaran dan citta 'pemikiran' itu sama? Bukankah jelas pernyataan saya itu, berbeda (jawabannya).
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #12 on: 28 November 2017, 10:14:36 AM »
Kalau begitu, bisakah saya tahu, bagaimana Tuan Seniya, berpikir? Melalui apakah?

Bagaimana mungkin saya dapat mengatakan kesadaran dan citta 'pemikiran' itu sama? Bukankah jelas pernyataan saya itu, berbeda (jawabannya).
Ga ada yg bilang sama.. justru kamu ditanya bedanya citta vinnana apa...
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #13 on: 28 November 2017, 01:31:22 PM »
Kalau begitu, bisakah saya tahu, bagaimana Tuan Seniya, berpikir? Melalui apakah?

Saya tidak dalam posisi menjawab pertanyaan anda krn saya sedang bertanya kepada anda, dari sumber referensi Buddhis mana yang mengatakan indera pikiran ada di otak?

Quote
Bagaimana mungkin saya dapat mengatakan kesadaran dan citta 'pemikiran' itu sama? Bukankah jelas pernyataan saya itu, berbeda (jawabannya).

Justru itu, saya bertanya apa perbedaannya?
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #14 on: 28 November 2017, 02:28:46 PM »
Saya tidak dalam posisi menjawab pertanyaan anda krn saya sedang bertanya kepada anda, dari sumber referensi Buddhis mana yang mengatakan indera pikiran ada di otak?

Justru itu, saya bertanya apa perbedaannya?
Semua orang tahu, otak yang berpikir, jika logika masuk, mengapa Ajaran Buddha tidak masuk? Jika logika tidak masuk, bagaimana mungkin itu disebut Ajaran Buddha?

Jelas saya katakan berbeda.
Kesadaran = batin
Citta = jasmani.

Anda tentu tidak menyuruh saya memisah-misahkan sesuatu bukan? Segala sesuatu adalah saling bergantungan, muncul bergantungan satu sama lain.

Dengan bergantung pada pikiran (mano) dan fenomena pikiran maka terjadilah "kesadaran pikiran". Dapatkan disamakan? Bukankah telah jelas berbeda? Namun muncul bergantungan.
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #15 on: 28 November 2017, 03:36:48 PM »
Semua orang tahu, otak yang berpikir, jika logika masuk, mengapa Ajaran Buddha tidak masuk? Jika logika tidak masuk, bagaimana mungkin itu disebut Ajaran Buddha?

Jelas saya katakan berbeda.
Kesadaran = batin
Citta = jasmani.

Anda tentu tidak menyuruh saya memisah-misahkan sesuatu bukan? Segala sesuatu adalah saling bergantungan, muncul bergantungan satu sama lain.

Dengan bergantung pada pikiran (mano) dan fenomena pikiran maka terjadilah "kesadaran pikiran". Dapatkan disamakan? Bukankah telah jelas berbeda? Namun muncul bergantungan.

orang zaman dulu tau ndak otak buat mikir?
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #16 on: 28 November 2017, 04:48:57 PM »
Semua orang tahu, otak yang berpikir, jika logika masuk, mengapa Ajaran Buddha tidak masuk? Jika logika tidak masuk, bagaimana mungkin itu disebut Ajaran Buddha?

Seperti yang dikatakan will_i_am, pada zaman dahulu ketika ajaran Buddha berkembang di India, apakah orang2 pada masa itu bisa mengetahui otak sebagai pusat pikiran/kesadaran, sedangkan pengetahuan medis tentang fungsi organ tubuh belum ditemukan?

Quote
Jelas saya katakan berbeda.
Kesadaran = batin
Citta = jasmani.

Anda tentu tidak menyuruh saya memisah-misahkan sesuatu bukan? Segala sesuatu adalah saling bergantungan, muncul bergantungan satu sama lain.

Dengan bergantung pada pikiran (mano) dan fenomena pikiran maka terjadilah "kesadaran pikiran". Dapatkan disamakan? Bukankah telah jelas berbeda? Namun muncul bergantungan.

Jadi, sekarang anda mengatakan citta itu jasmani dan sama dengan otak?
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #17 on: 28 November 2017, 05:03:36 PM »
Seperti yang dikatakan will_i_am, pada zaman dahulu ketika ajaran Buddha berkembang di India, apakah orang2 pada masa itu bisa mengetahui otak sebagai pusat pikiran/kesadaran, sedangkan pengetahuan medis tentang fungsi organ tubuh belum ditemukan?

Jadi, sekarang anda mengatakan citta itu jasmani dan sama dengan otak?
Orang lain menganggap atta, pikirannya melenceng ke atta. Sekarang logikanya seperti ini. Bagaimana seseorang berpikir? Melalui apa? Tanpa otak bisakah seseorang berpikir? Mata untuk melihat, tetapi jika kornea atau apalah itu yang berfungsi untuk melihat, mengalami kerusakan, dapatkah ia melihat? Sementara matanya masih ada.

Pikiran muncul karena ada naungannya, otak. Komputer punya otak, gak ada listrik bisakah menyala? Otak tanpa pikiran ya gak bisa berfungsi. Pertanyaan Anda seolah-olah mengatakan saya mengatakan otak = pikiran.

Otak tempat naungan bagi pikiran. Seperti halnya jasmani tempat naungan batin, tanpa batin apalah gunanya atau apalah fungsi enam landasan indria? Gak berfungsi.

Apalah fungsi citta kalau tidak ada kesadaran? Kesadaran tanpa citta juga mau apa? Berdiam diri kayak makhluk arupa. Di sini kan sudah jelas berbeda.
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #18 on: 28 November 2017, 05:04:52 PM »
Entah saya lupa pernah dengar dari mana bahwa sesungguh nya kesadaran pikiran itu berasal dari jantung kalau ga salah di abhidamma saya lupa lupa ingat,... Karena udah lama ga belajar abhidamma lagi. Jadi kalau ga salah setiap proses semburan darah baru mengandung kesadaran pikiran yang bermiliyar miliar kali. Benar ga ya? Sampai sekarang sih masih ini yang saya buat acuan maka dari itu manusia bisa hidup tanpa otak tapi tidak bisa hidup tanpa jantung.
Maaf kalau salah ya nama juga masih belajar ,,😚😀😀😀
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #19 on: 28 November 2017, 05:35:08 PM »
Entah saya lupa pernah dengar dari mana bahwa sesungguh nya kesadaran pikiran itu berasal dari jantung kalau ga salah di abhidamma saya lupa lupa ingat,... Karena udah lama ga belajar abhidamma lagi. Jadi kalau ga salah setiap proses semburan darah baru mengandung kesadaran pikiran yang bermiliyar miliar kali. Benar ga ya? Sampai sekarang sih masih ini yang saya buat acuan maka dari itu manusia bisa hidup tanpa otak tapi tidak bisa hidup tanpa jantung.
Maaf kalau salah ya nama juga masih belajar ,,😚😀😀😀
Ya, ini pandangan rupa kalapa yg berasal dari abhidhamma..
Tapi secara medis, orang dinyatakan mati kalau batang otaknya berhenti berfungsi, bukan ketila jantungnya berhenti
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #20 on: 28 November 2017, 05:35:57 PM »
Entah saya lupa pernah dengar dari mana bahwa sesungguh nya kesadaran pikiran itu berasal dari jantung kalau ga salah di abhidamma saya lupa lupa ingat,... Karena udah lama ga belajar abhidamma lagi. Jadi kalau ga salah setiap proses semburan darah baru mengandung kesadaran pikiran yang bermiliyar miliar kali. Benar ga ya? Sampai sekarang sih masih ini yang saya buat acuan maka dari itu manusia bisa hidup tanpa otak tapi tidak bisa hidup tanpa jantung.
Maaf kalau salah ya nama juga masih belajar ,,😚😀😀😀
Saya tidak mengatakan pikiran = otak, tetapi melalui otak, pikiran itu dapat berfungsi. Mata bisa melihat, tetapi bukan karena matalah seseorang bisa melihat, tetapi melalui mata, dimana pikiran yang memberinya penglihatan.

Saya pernah baca di google sebelumnya, memang dibuktikan ketika kepala dipenggal, seseorang masih dapat hidup, jantungnya masih berfungsi, ia masih hidup, tetapi ketika jantungnya diserang, kematian segera menyusul.

Thanks infonya, selama ini saya meditasi malah menjaga otak saya, pernah Tuan, ketika saya mengalami kemajuan, jantung saya berdebar kuat dan kemudian perlahan begitu tenang, dan nafas begitu nyaman, tetapi saya malah pindah ke kepala. Jadinya hancurlah, kembali down.

Jadi, pikiran itu letaknya di (melalui) jantung bedasarkan penelitian yang telah dibuktikan.

Aduh sedih, 2 tahun meditasi, tetapi pikiran diarahkan ke kepala :'(

Sekali lagi, saya tidak pernah menganggap pikiran = otak yang bentuknya kayak usus itu, saya mengatakan melalui.

Berarti yang benar, pikiran muncul melalui jantung. Jantung bukan pikiran, seperti halnya yang saya katakan pikiran bukan otak, tetapi melalui.

Thanks ya, Tuan Alucard.
« Last Edit: 28 November 2017, 05:47:01 PM by Gwi Cool »
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #21 on: 28 November 2017, 06:11:02 PM »
Saya tidak mengatakan pikiran = otak, tetapi melalui otak, pikiran itu dapat berfungsi. Mata bisa melihat, tetapi bukan karena matalah seseorang bisa melihat, tetapi melalui mata, dimana pikiran yang memberinya penglihatan.

Saya pernah baca di google sebelumnya, memang dibuktikan ketika kepala dipenggal, seseorang masih dapat hidup, jantungnya masih berfungsi, ia masih hidup, tetapi ketika jantungnya diserang, kematian segera menyusul.

Thanks infonya, selama ini saya meditasi malah menjaga otak saya, pernah Tuan, ketika saya mengalami kemajuan, jantung saya berdebar kuat dan kemudian perlahan begitu tenang, dan nafas begitu nyaman, tetapi saya malah pindah ke kepala. Jadinya hancurlah, kembali down.

Jadi, pikiran itu letaknya di (melalui) jantung bedasarkan penelitian yang telah dibuktikan.

Aduh sedih, 2 tahun meditasi, tetapi pikiran diarahkan ke kepala :'(

Sekali lagi, saya tidak pernah menganggap pikiran = otak yang bentuknya kayak usus itu, saya mengatakan melalui.

Berarti yang benar, pikiran muncul melalui jantung. Jantung bukan pikiran, seperti halnya yang saya katakan pikiran bukan otak, tetapi melalui.

Thanks ya, Tuan Alucard.
nah gimana kalo misal kepala seorang arahant ditransplantasi ke kepala pembunuh? apakah si pembunuh dapet jackpot nibbana gratis? dimana letak si arahant? kepala ato tubuh?
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline DeNova

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.067
  • Reputasi: 106
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #22 on: 28 November 2017, 06:53:46 PM »
Ya, ini pandangan rupa kalapa yg berasal dari abhidhamma..
Tapi secara medis, orang dinyatakan mati kalau batang otaknya berhenti berfungsi, bukan ketika jantungnya berhenti

 orang dinyatakan mati kalau batang otaknya berhenti berfungsi;) ;)

Saya tidak mengatakan pikiran = otak, tetapi melalui otak, pikiran itu dapat berfungsi. Mata bisa melihat, tetapi bukan karena matalah seseorang bisa melihat, tetapi melalui mata, dimana pikiran yang memberinya penglihatan.

Saya pernah baca di google sebelumnya, memang dibuktikan ketika kepala dipenggal, seseorang masih dapat hidup, jantungnya masih berfungsi, ia masih hidup, tetapi ketika jantungnya diserang, kematian segera menyusul.
Referensi jurnal penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa kepala dipenggal seseorg bisa hidup,  plz....
Barangkali anda bisa menghebohkan dunia kedokteran modern daripada cuma komen disini _/\_


Thanks infonya, selama ini saya meditasi malah menjaga otak saya, pernah Tuan, ketika saya mengalami kemajuan, jantung saya berdebar kuat dan kemudian perlahan begitu tenang, dan nafas begitu nyaman, tetapi saya malah pindah ke kepala. Jadinya hancurlah, kembali down.

Jadi, pikiran itu letaknya di (melalui) jantung bedasarkan penelitian yang telah dibuktikan.

Aduh sedih, 2 tahun meditasi, tetapi pikiran diarahkan ke kepala :'(

Sekali lagi, saya tidak pernah menganggap pikiran = otak yang bentuknya kayak usus itu, saya mengatakan melalui.

tolong bedakan anatomis otak dan usus,  agar tidak menyesatkan pembaca karena letaknya yg berbeda

Berarti yang benar, pikiran muncul melalui jantung. Jantung bukan pikiran, seperti halnya yang saya katakan pikiran bukan otak, tetapi melalui.

Thanks ya, Tuan Alucard.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #23 on: 28 November 2017, 07:07:07 PM »
Orang lain menganggap atta, pikirannya melenceng ke atta. Sekarang logikanya seperti ini. Bagaimana seseorang berpikir? Melalui apa? Tanpa otak bisakah seseorang berpikir? Mata untuk melihat, tetapi jika kornea atau apalah itu yang berfungsi untuk melihat, mengalami kerusakan, dapatkah ia melihat? Sementara matanya masih ada.

Pikiran muncul karena ada naungannya, otak. Komputer punya otak, gak ada listrik bisakah menyala? Otak tanpa pikiran ya gak bisa berfungsi. Pertanyaan Anda seolah-olah mengatakan saya mengatakan otak = pikiran.

Otak tempat naungan bagi pikiran. Seperti halnya jasmani tempat naungan batin, tanpa batin apalah gunanya atau apalah fungsi enam landasan indria? Gak berfungsi.

Apalah fungsi citta kalau tidak ada kesadaran? Kesadaran tanpa citta juga mau apa? Berdiam diri kayak makhluk arupa. Di sini kan sudah jelas berbeda.

Saya tidak mengatakan pikiran = otak, tetapi melalui otak, pikiran itu dapat berfungsi. Mata bisa melihat, tetapi bukan karena matalah seseorang bisa melihat, tetapi melalui mata, dimana pikiran yang memberinya penglihatan.

Saya pernah baca di google sebelumnya, memang dibuktikan ketika kepala dipenggal, seseorang masih dapat hidup, jantungnya masih berfungsi, ia masih hidup, tetapi ketika jantungnya diserang, kematian segera menyusul.

Thanks infonya, selama ini saya meditasi malah menjaga otak saya, pernah Tuan, ketika saya mengalami kemajuan, jantung saya berdebar kuat dan kemudian perlahan begitu tenang, dan nafas begitu nyaman, tetapi saya malah pindah ke kepala. Jadinya hancurlah, kembali down.

Jadi, pikiran itu letaknya di (melalui) jantung bedasarkan penelitian yang telah dibuktikan.

Aduh sedih, 2 tahun meditasi, tetapi pikiran diarahkan ke kepala :'(

Sekali lagi, saya tidak pernah menganggap pikiran = otak yang bentuknya kayak usus itu, saya mengatakan melalui.

Berarti yang benar, pikiran muncul melalui jantung. Jantung bukan pikiran, seperti halnya yang saya katakan pikiran bukan otak, tetapi melalui.

Thanks ya, Tuan Alucard.

Sebelumnya mengatakan pikiran ada di otak, kemudian berubah mengatakan pikiran ada di jantung. Tampaknya anda masih bingung dengan teori anda sendiri....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #24 on: 28 November 2017, 07:16:48 PM »
otak
jantung
usus

Pokoknya intinya di situ pikiran berfungsi (3), memang sebelumnya saya bilang melalui otak, kan saya da bilang saya salah, da saya perbaiki. Apa perlu saya bilang maaf? Ya sudah maaf. Tetap saja saya tidak mengatakan pikiran = otak.

Pindah kepala jadi Arahat, nice.

Maksudnya kepala dipenggal, ia masih bisa idup bentar, ya pasti matilah, cuman jantung masih bisa hidup sejenak, pasti KO juga.
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #25 on: 28 November 2017, 09:27:53 PM »
otak
jantung
usus

Pokoknya intinya di situ pikiran berfungsi (3), memang sebelumnya saya bilang melalui otak, kan saya da bilang saya salah, da saya perbaiki. Apa perlu saya bilang maaf? Ya sudah maaf. Tetap saja saya tidak mengatakan pikiran = otak.


Ok gpp, wajar bisa salah krn anda tidak merujuk pada referensi yang valid. Namun perlu diketahui bahwa dalam sutta2 awal tidak pernah dikatakan kesadaran bergantung pada suatu organ fisik apakah jantung atau otak (apalagi usus), namun dalam komentar seperti Visudhimagga dikatakan kesadaran bergantung pada suatu organ khusus yang disebut hadayavatthu (landasan jantung) yang berada di dekat jantung (tapi bukan jantung).
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #26 on: 28 November 2017, 09:40:21 PM »
Ananda, beberapa saat yang lalu Kamu mengatakan bahwa Kamu melihat genggaman tangan Saya bersinar. katakan pada Saya, bagaimana kecerahannya terjadi, apa yang menyebabkannya menjadi bentuk genggaman tangan dan dengan apa Kamu melihatnya?'

Ananda menjawab : 'Tubuh Buddha berwarna emas adalah seperti bukit indah berharga dan menunjukkan kemurnian dan kebersihan, sehingga genggaman tangan bersinar. Itu benar-benar mata Saya yang melihat Dia membungkukan jari-jari dan membentuk sebuah genggaman yang diperlihatkan untuk Kami semua.'

Sang Buddha berkata: "Sesungguhnya orang-orang bijak harus dibangunkan oleh contoh dan persamaan (analogi). Ananda, jika Saya tidak memiliki tangan, Saya tidak akan memiliki genggaman dan jika Kamu tidak memiliki mata, Kamu tidak akan memiliki penglihatan. Apakah ada hubungan antara organ alat tubuh penglihatan Kamu dan genggaman Saya?"

Ananda menjawab : 'Ya, Yang Dimuliakan Dunia. Jika Saya tidak memiliki mata, Saya tidak akan memiliki penglihatan, jadi ada persamaan dasar antara organ alat tubuh penglihatan dan genggaman Sang Buddha.'

Sang Buddha berkata: 'Penalaran Kamu tidak benar. Misalnya, seorang laki-laki yang tidak memiliki tangan tidak memiliki genggaman, tapi seorang laki-laki tanpa mata masih memiliki (kemampuan) penglihatannya. Ketika Kamu bertemu dengan laki-laki yang buta dan bertanya kepadanya apa yang dilihatnya, dia akan memberitahu Kamu tidak ada apapun tapi kegelapan yang ada dihadapannya. Oleh karena itu, meskipun hal-hal mungkin ditutupi dari (kemampuan) penglihatan, penglihatan terus berlanjut.'

Ananda berkata : 'Jika seorang laki-kali buta yang melihat tiada apapun tapi kegelapan dihadapannya, bagaimana dapat ini disebut penglihatan?

Sang Buddha bertanya : 'Apakah ada perbedaan apa saja antara kegelapan yang dilihat lelaki buta dihadapannya dan yang dilihat oleh lelaki yang tidak buta ketika dia di dalam sebuah ruangan gelap?'

(Ananda menjawab) : 'Yang Dimuliakan Dunia, tidak ada perbedaan.'

Sang Buddha berkata: 'Ananda, ketika lelaki buta yang biasanya melihat hanya kegelapan tiba-tiba sembuh memperoleh kembali penglihatannya dan melihat segala sesuatu dengan jelas, Jika Kamu mengatakan bahwa itu adalah mata dia yang melihat, lalu ketika seorang laki-laki yang melihat kegelapan didalam sebuah ruangan gelap tiba-tiba menyalakan lampu yang memungkinkan dia untuk melihat apa yang ada disana, Kamu akan mengatakan bahwa itu adalah lampu yang melihat. Jika lampu dapat melihat
sesuatu, dia seharusnya memiliki organ penglihatan dan seharusnya tidak dinamakan sebuah lampu; Jika dia sungguh melihat, dia tidak memiliki hubungan dengan Kamu. Oleh karena itu, Kamu seharusnya tahu bahwa saat lampu dapat menampakkan wujud, penglihatan berasal dari mata tapi bukan dari lampu.

Demikian juga, saat mata Kamu dapat menampakkan wujud, sifat alami dari penglihatan berasal dari pikiran tapi bukan dari mata.'

Surangama Sutra
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #27 on: 28 November 2017, 09:41:24 PM »
Sang Buddha melanjutkan : 'Seperti yang baru saja Kamu katakan, cinta Kamu disebabkan oleh pikiran dan mata Kamu tapi jika Kamu tidak tahu dimana pikiran dan mata Kamu sebenarnya, Kamu tidak akan pernah mampu menghancurkan angan-angan. Sebagai contoh, ketika negara itu dijajah oleh penjahat, sang Raja, sebelum mengirim tentaranya untuk menghancurkan mereka, pertama-tama harus tahu dimana mereka berada. Itu yang menyebabkan Kamu berpindah tanpa gangguan, datang dari cela cacat didalam pikiran dan mata Kamu. Sekarang beritahukan Saya dimana pikiran dan mata Kamu berada.'

Ananda menjawab : 'Yang dimuliakan dunia, semua mahluk hidup terlahir dalam dunia melalui sepuluh jenis kelahiran berpendapat bahwa pikiran yang mengetahui ini ada didalam tubuh. Saat Saya melihat mata berwarna teratai biru dari Sang Buddha, Saya melihat bahwa Mereka (Mata Sang Buddha) ada di Wajah-Nya (ada di Wajah Sang Buddha). Oleh karena itu, pemahaman Saya bahwa mata Saya ada di wajah Saya sementara pikiran saya yang mengetahui ada didalam tubuh Saya.'

Sang Buddha bertanya : 'Sekarang Kamu duduk didalam ruangan ini, dimana Kamu melihat taman Jetavana?'

Ananda menjawab : 'Yang dimuliakan dunia, ruangan besar ini ada didalam taman Jetavana yang, oleh karena itu, diluar ruangan.'

Sang Buddha bertanya : 'Apa yang pertama Kamu lihat didalam ruangan ini?'

Ananda menjawab : 'Yang dimuliakan dunia, dalam ruangan ini,  Saya pertama melihat Sang Tathagata, lalu Perkumpulan, dan hanya ketika melihat luar Saya melihat taman itu.'

Sang Buddha bertanya : 'Ketika Kamu melihat Taman itu, apa yang menyebabkan Kamu untuk melakukannya?'

Ananda menjawab : 'Itu karena pintu dan jendela terbuka bahwa Saya, meskipun duduk didalam ruangan ini, lihat taman itu diluar.'

Sang Buddha lalu membentangkan Lengan Emas Warna-Warni-Nya dan menyentuh Kepala Ananda dengan Tangan-Nya, berkata : 'Ada sebuah samadhi (ketenangan dalam yang terbebas dari semua perasaan luar yang merupakan pendahuluan pencapaian Ke-Buddhaan.) yang bernama "Semua Yang Mencakup Surangama (Yang tahan lama dan tidak dapat dihancurkan) ", sebuah pintu gerbang melalui yang Semua Buddha didalam sepuluh penjuru capai ke Jalan Agung Yang Menakjubkan. Ananda, dengarkan dengan penuh perhatian sekarang.'

Ananda mensujudkan diri-Nya di Kaki Sang Buddha dan berlutut untuk menerima Pengajaran Suci.

Sang Buddha berkata : 'Jika Kamu benar bahwa, sambil duduk dalam ruangan ini, Kamu melihat taman diluar melalui pintu dan jendela yang terbuka akan mungkin bagi seseorang yang sedang duduk disini untuk hanya melihat hal-hal diluar tanpa melihat Sang Buddha didalam.'

Ananda menjawab : 'Orang tidak dapat melihat hutan belukar kecil dan sungai diluar tanpa melihat Sang Buddha disini.'

Sang Buddha berkata : 'Ananda, itu sama dengan Kamu (Jika pikiran Kamu tidak tertipu) Maka akan menjadi jelas tentang semua ini. Namun, jika pikiran berpengetahuan Kamu sungguh didalam tubuh Kamu, Kamu pertama harus jelas tentang segala sesuatu di dalamnya. Kamu harus, oleh karena itu, melihat segala sesuatu di dalam tubuh Kamu sebelum hal-hal diluar dari itu. Bahkan jika Kamu tidak dapat melihat jantung, hati, limpa, dan perut Kamu, setidaknya Kamu harus jelas tentang kuku dan rambut Kamu yang bertumbuh, tentang itu yang bergerak sepanjang syaraf-syaraf Anda dan denyutan dari pembuluh darah Anda. Mengapa Kamu tidak jelas tentang semua ini? Jika Kamu tidak melihat hal-hal yang di dalam, bagaimana Kamu dapat melihat itu diluar? Oleh karena itu, pendapat Anda bahwa pikiran berpengetahuan Kamu ada didalam tubuh Kamu adalah tak beralasan.'

Ananda membungkuk dan berkata : 'Setelah mendengar Suara Dharma Buddha, Saya sekarang mengerti bahwa pikiran Saya adalah sungguh diluar dari tubuh Saya. Misalnya, sebuah lampu harusnya menyala menerangi segala sesuatu didalam ruangan sebelum halaman luar melalui pintu yang terbuka. Jika Saya tidak melihat apa yang ada didalam tubuh Saya tapi melihat hal-hal diluarnya, ini seperti sebuah lampu yang diletakkan diluar ruangan yang tidak dapat menerangi apa yang ada didalamnya. Hal ini menjadi begitu jelas bahwa tidak mungkin diragukan lagi, apakah Saya masih salah tentang apa yang Sang Buddha maksudkan?'

Sang Buddha berkata : 'Semua Bhikkhu yang mengikuti Saya ke Sravasti untuk mengumpulkan makanan dan sekarang telah kembali ke taman Jetavana. Saya telah mengambil makanan Saya, tapi sebagaimana seorang Bhikkhu masih sedang makan, apakah semua himpunan masyarakat cukup makan?'

Ananda menjawab : 'Tidak, Yang dimuliakan dunia, meskipun Mereka Arhat, Mereka tidak memiliki tubuh yang sama atau rentang kehidupan yang sama maka bagaimana bisa seorang yang dengan makan menyebabkan semua yang lainnya memuaskan rasa lapar mereka?'

Sang Buddha berkata : 'Jika pikiran berpengetahuan milik Kamu adalah diluar dari tubuh Kamu, keduanya terpisah. Jadi ketika pikiran Kamu mengetahui sesuatu, tubuh Kamu tidak seharusnya merasakannya dan ketika tubuh Kamu merasakan sesuatu, pikiran Kamu seharusnya tidak menyadarinya. Sekarang saat Saya memperlihatkan Tangan Saya kepada Kamu, ketika mata Kamu melihat-Nya (Tangan Sang Buddha), apakah pikiran Anda memahami-Nya (memahami Tangan Sang Buddha) ?'

Ananda menjawab : 'Ya, Yang dimuliakan dunia, pikiran Saya memahami-Nya.'

Sang Buddha berkata : 'Jika demikian, bagaimana bisa pikiran Kamu diluar dari tubuh? Oleh karena itu, pendapat Kamu bahwa pikiran yang berpengetahuan dan yang memahami milik kamu berada diluar tubuh Kamu adalah tak beralasan.'

Ananda berkata : 'Yang dimuliakan dunia, seperti yang Anda telah katakan, Jika pikiran Saya tidak melihat apa yang ada didalam tubuh Saya, itu tidak ada didalamnya, dan jika tubuh dan pikiran Saya saling mengenal, mereka tidak terpisah dan pikiran Saya adalah, oleh karena itu, tidak diluar dari tubuh Saya. Sekarang setelah berpikir tentang ini, Saya tahu dimana pikiran Saya berada.'

Sang Buddha bertanya : 'Dimana itu?'

Ananda menjawab : 'Karena pikiran berpengetahuan dari Saya tidak melihat apa yang ada didalam tubuh Saya tetapi dapat melihat hal-hal diluar, Saya pikir itu tersembunyi didalam organ indera perasaan Saya. Misalnya, Jika seseorang menutup matanya dengan sebuah mangkok kristal, yang terakhir itu tidak menghalangi organ indera perasaan ini, yang hanya mengikuti indera penglihatan untuk membedakan semua hal yang terlihat. Jadi jika pikiran berpengetahuan Saya tidak melihat apa yang ada didalam tubuh, itu karena itu ada didalam organ indera perasaan dan jika itu melihat dengan jelas apa yang ada diluar tanpa terhalangi,
itu karena dia tersembunyi didalam organ tersebut.'

Sang Buddha bertanya : 'Seperti yang baru Kamu katakan, pikiran tersembunyi dalam cara yang sama dengan mata yang tertutup oleh mangkok kristal : sekarang ketika seorang menutup matanya demikian dan melihat gunung dan sungai, apakah orang juga melihat mangkok itu?'

Ananda menjawab : 'Ya, Yang dimuliakan dunia, orang juga melihat mangkok itu.'

Sang Buddha berkata : 'Jika pikiran Kamu seperti mangkok Kristal itu, ketika Kamu melihat gunung dan sungai, mengapa Kamu tidak melihat mata Kamu sendiri? Jika Kamu tahu mereka seharusnya ada diluar dan tidak seharusnya mengikuti indera penglihatan Kamu. Jika mereka tidak bisa dilihat, bagaimana bisa Kamu katakan bahwa pikiran yang berpengetahuan ini tersembunyi di dalam organ indera perasaan, seperti mata yang ditutupi mangkok kristal? Oleh karena itu, pendapat Kamu bahwa pikiran berpengetahuan milik kamu berada tersembunyi didalam organ indera perasaan adalah tak beralasan.'

Ananda bertanya : 'Yang dimuliakan dunia, Saya sekarang berpikir tentang isi perut yang tersembunyi di dalam tubuh dan tentang lubang-lubang di atas permukaannya. Oleh karena itu, dimana ada persembunyian disana ada kegelapan dan dimana ada pembukaan disana ada cahaya. Karena Saya sekarang dihadapan Sang Buddha, Saya membuka mata Saya dan melihat dengan jelas dan ini dinamakan penglihatan luar, dan ketika Saya menutup mata, Saya hanya melihat kegelapan, dan ini dinamakan penglihatan dalam. Apa yang Sang Buddha pikirkan tentang hal ini?'

Sang Buddha berkata : 'Ketika Kamu menutup mata Kamu dan melihat kegelapan, apakah kegelapan ini berhadapan dengan mata Kamu atau tidak? Jika iya, itu adalah didepan mereka, maka bagaimana bisa ini menjadi penglihatan dalam? Bahkan jika sungguh ada penglihatan dalam seperti itu, ketika Kamu duduk di ruangan yang gelap tanpa cahaya dari matahari, bulan, atau lampu, kegelapan ini harusnya juga ada didalam isi perut Kamu. jika itu tidak berhadapan dengan mata Kamu, bagaimana bisa ada penglihatan? Sekarang mari Kita lupakan yang Kamu sebut penglihatan luar dan menganggap bahwa ada penglihatan dalam, maka ketika Kamu menutup mata Kamu dan hanya melihat kegelapan, yang Kamu sebut melihat apa yang ada di dalam tubuh Kamu, mengapa ketika Kamu membuka mata dan melihat dengan jelas, Kamu tidak melihat wajah Kamu? Jika Kamu tidak, tidak ada penglihatan dalam itu. Sekarang anggaplah bahwa Kamu dapat melihat wajah Kamu, pikiran berpengetahuan dan organ penglihatan Kamu seharusnya ada didalam udara, maka bagaimana bisa ada penglihatan dalam? Jika mereka berada di udara, mereka seharusnya bukan milik tubuh Kamu, dan Sang Buddha yang sekarang melihat wajah Kamu, seharusnya adalah tubuh Kamu juga. Jadi ketika mata Kamu melihat sesuatu, tubuh Kamu seharusnya tidak memiliki perasaan lagi,  Jika Kamu bersikeras bahwa baik tubuh dan pikiran Kamu memiliki perasaan yang terpisah, harusnya ada dua tanggapan terpisah dan kemudian tubuh Kamu harusnya menjadi dua Buddha. Oleh karena itu, pendapat Kamu bahwa melihat kegelapan adalah penglihatan dalam adalah tak beralasan.'

Ananda berkata : 'Saya selalu mendengar Sang Buddha saat sedang mengajar biarawan, biarawati, dan umat pemuja laki-laki dan perempuan berkata : "Ketika pikiran membangkitkan semua macam hal diciptakan, dan kemudian semua jenis dari pikiran muncul." Saya sekarang berpikir bahwa zat dari pikiran Saya adalah sifat alami dari pikiran yang muncul ketika itu bersatu dengan luar dan yang bukan didalam atau bukan diluar atau bukan juga diantara.'

Sang Buddha berkata : 'Kamu baru saja mengatakan bahwa karena rangkaian peristiwa yang dapat diamati (fenomena) tercipta, semua jenis dari pikiran muncul ketika bersatu dengan mereka (bersatu dengan fenomena). Jadi pikiran ini tidak memiliki zat dan tidak dapat bersatu dengan apapun. Jika itu yang tidak memiliki zat dapat bersatu dengan luar, ini adalah persatuan dari dunia ke 19 dari indera dengan fakta indera ke 7. Ini adalah omong kosong belaka. Jika pikiran memiliki zat, ketika tangan Kamu menggenggam tubuh Kamu, apakah pikiran Kamu merasakan (sentuhan) ini datang dari dalam atau luar? Jika dari dalam, Kamu harusnya melihat apa yang ada didalam tubuh Kamu dan jika itu dari luar, kamu harusnya melihat wajah Kamu.'

Ananda berkata : 'Itu adalah mata yang melihat dan pikiran yang mengetahui bukan mata: mengatakan bahwa itu melihat adalah salah.'

Sang Buddha berkata : 'Jika mata dapat melihat, ketika Kamu berada didalam ruangan, apakah Kamu melihat pintu itu (diluar)? Mereka yang telah meninggal dan masih memiliki mata, seharusnya melihat benda-benda jika mereka masih melihat, bagaimana bisa mereka mati? Ananda, jika pikiran berpengetahuan milik Kamu memiliki zat, apakah zat tersebut tunggal atau bermacam-macam? Seperti itu ada didalam tubuh Kamu, apakah itu menyebar ke setiap bagian dari itu atau tidak? Jika itu adalah satu zat, ketika Kamu memegang anggota tubuh, semua empat harusnya merasakan bahwa mereka dipegang. Jika demikian, tidak akan ada genggaman (di setaip anggota tubuh tertentu). Jika ada, pendapat tentang zat tunggal tidak bertahan baik. Jika itu adalah  bermacam-macam zat harusnya ada banyak orang; maka zat manakah milikmu jika itu menyebar ke setiap bagian dari tubuh Kamu, ini sama seperti kasus genggaman sebelumnya. Jika itu tidak menyebar, maka ketika Kamu menyentuh kepala Kamu dan kaki Kamu di saat yang bersamaan, sementara kepala Kamu merasakan dipegang, Kaki kamu harusnya tidak, tapi ini tidak begitu. Oleh karena itu, pendapat Kamu bahwa pikiran muncul dimana ada persatuan dengan luar adalah tak beralasan.'

Ananda berkata : 'Yang dimuliakan dunia, Saya telah mendengar Sang Buddha membicarakan kenyataan dengan Anak-Anak lain dari Raja Hukum (dalam kata lain: Para Bodhisattva); Dia juga mengatakan bahwa pikiran adalah bukan didalam juga bukan diluar. Saya sekarang menarik kesimpulan bahwa jika pikiran ada didalam tubuh, ia (pikiran) tidak melihat apapun yang didalam, dan jika ia (pikiran) ada diluar, mereka (tubuh dan pikiran) berdua berhenti saling merasakan. Mengatakan bahwa ia ada didalam adalah salah sebab ia tidak mengetahui apapun didalam tubuh. Mengatakan bahwa ia ada diluar juga salah karena tubuh dan pikiran dapat saling merasakan,.Seperti mereka (tubuh dan pikiran) demikian dan karena tidak ada yang terlihat didalam tubuh, pikiran harusnya berada diantara dua itu (antara didalam dan diluar).'

Sang Buddha berkata : 'Jika pendapat Kamu tentang pikiran "berada diantara" adalah benar, itu berarti sebuah posisi untuknya (untuk pikiran). Sekarang menurut kesimpulan Kamu, dimanakah posisi menengah ini? Apakah maksud Kamu itu adalah (dalam atau luar) tubuh? Jika ia ada di atas permukaan tubuh, ia tidak dapat berada di pusat tengah, dan pendapat tentang pikiran berada di pusat tengah tidaklah berbeda dengan pikiran didalam tubuh (yang ditolak sebelumnya). (Selain itu), apakah posisinya nyata atau tidak? Jika tidak, ia tidak ada. Jika iya, ia tidak tetap. Mengapa? Sebagai contoh, Jika sebuah tiang ditancapkan kedalam tanah untuk menandai pusat tengah, ketika terlihat dari timur itu ada di barat dan ketika terlihat dari selatan itu ada di utara. Seperti tiang ini yang hanya dapat mengakibatkan kebingungan, jadi apakah (pemahaman kamu tentang) pikiran berada diantara benar-benar kacau-balau?'

Ananda berkata : 'Posisi menengah yang saya sebutkan bukanlah dua ini. Seperti Yang dimuliakan dunia telah katakan, mata dan bentuk adalah penyebab dari gagasan muncul. Sementara mata dapat membedakan, bentuk tidak mengikuti apapun dan gagasan terletak diantara mereka (mata dan bentuk); maka pikiran muncul.'

Sang Buddha berkata : 'Jika pikiran terletak diantara organ indera dan data keterangan indera, apakah ia termasuk keduanya atau tidak? Jika ia demikian, zatnya dan apa yang ada diluar akan bercampur bersama-sama, dan karena pikiran merasakan sementara objeknya (benda tujuannya) tidak, dua yang berlawanan akan dibentuk; maka bagaimana bisa ada (posisi) menengah? Jika ia tidak inklusif, (yaitu jika ia bebas tidak tergantung kepada organ indera dan data keterangan indera),  dengan menjadi bukan sebagai yang tahu (subjek) dan bukan juga sebagai yang diketahui (objek), ia tidak memiliki zat, lalu apa itu menengah? Oleh karena itu, pendapat Kamu bahwa ia berada diantara adalah tak beralasan.'

Ananda berkata : 'Yang dimuliakan dunia, sebelumnya ketika Saya melihat Sang Buddha, dengan Empat Murid Utama-Nya, Maha-Maudgalyayana, Subhuti, Purnamaitrayaniputra dan Sariputra, memutar Roda Hukum Kesunyataan, Dia selalu bilang bahwa sifat alami dari pikiran yang mengetahui dan membedakan adalah bukan didalam bukan diluar bukan juga diantara keduanya (bukan diantara luar dan dalam), tidak ada dimanapun juga, tidak menempel pada apapun, karena itu dinamakan pikiran. Apakah yang tidak menempel pada wujud disebut pikiran?'

Sang Buddha menjawab : 'Kamu baru saja berkata bahwa sifat alami dari pikiran yang mengetahui dan membedakan tidak ada dimanapun juga. Sekarang dalam dunia ini, segala sesuatu yang di udara, didalam air, dan di tanah, termasuk mereka yang terbang dan berjalan, membuat seluruhnya ada. Oleh yang tidak menempel (melekat) ke apapun, apakah maksud Kamu ia ada atau tidak? Jika ia tidak, itu hanya rambut seekor kura-kura atau tanduk dari seekor kelinci, maka bagaimana bisa ada tidak melekat? Jika tidak dapat dikatakan tidak ada bahwa yang tidak hanya tidak ada dan bahwa yang harus memiliki posisi; maka bagaimana bisa tidak ada kemelekatan? Oleh karena itu, pendapat Kamu bahwa yang tidak menempel pada apapun adalah pikiran berpengetahuan adalah tak beralasan.'

Surangama Sutra
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #28 on: 29 November 2017, 08:33:03 AM »
Jadi,
mata + bentuk = pikiran muncul (kesadaran mata)
telinga + suara-suara = pikiran muncul (kesadaran telinga)
hidung + bau-bauan= pikiran muncul (kesadaran hidung)
lidah + rasa kecapan= pikiran muncul (kesadaran lidah)
badan + objek sentuhan= pikiran muncul (kesadaran badan )
Karena ini disebut 5 utas kenikmatan.

Lalu, bagaimana dengan landasan indria ke enam?
Pikiran + fenomena pikiran = pikiran muncul (kesadaran pikiran).

Kalau begitu,
Kesadaran membentuk (memunculkan) batin jasmani = 5 landasan indria + pikiran (kesadaran itu??)
« Last Edit: 29 November 2017, 08:38:51 AM by Gwi Cool »
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #29 on: 29 November 2017, 09:08:02 AM »
Jadi,
mata + bentuk = pikiran muncul (kesadaran mata)
telinga + suara-suara = pikiran muncul (kesadaran telinga)
hidung + bau-bauan= pikiran muncul (kesadaran hidung)
lidah + rasa kecapan= pikiran muncul (kesadaran lidah)
badan + objek sentuhan= pikiran muncul (kesadaran badan )
Karena ini disebut 5 utas kenikmatan.

Lalu, bagaimana dengan landasan indria ke enam?
Pikiran + fenomena pikiran = pikiran muncul (kesadaran pikiran).

Kalau begitu,
Kesadaran membentuk (memunculkan) batin jasmani = 5 landasan indria + pikiran (kesadaran itu??)
kesadaran dan pikiran itu sama ya?
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #30 on: 29 November 2017, 09:10:07 AM »
Jadi,
mata + bentuk = pikiran muncul (kesadaran mata)
telinga + suara-suara = pikiran muncul (kesadaran telinga)
hidung + bau-bauan= pikiran muncul (kesadaran hidung)
lidah + rasa kecapan= pikiran muncul (kesadaran lidah)
badan + objek sentuhan= pikiran muncul (kesadaran badan )
Karena ini disebut 5 utas kenikmatan.

Lalu, bagaimana dengan landasan indria ke enam?
Pikiran + fenomena pikiran = pikiran muncul (kesadaran pikiran).

Kalau begitu,
Kesadaran membentuk (memunculkan) batin jasmani = 5 landasan indria + pikiran (kesadaran itu??)

Sedikit koreksi
Mata + bentuk bentuk + kesadaran mata dari ketiga ini maka terjadi kontak mata dari kontak mata terjadi perasaan mata dari perasaan mata terjadi persepsi mata dari persepsi mata terjadi pikiran mata. Dan selanjutnya dikatakan disini mata sebagai bola retina sedangkan bentuk bentuk adalah objek yang ada kesadaran mata sebagai indra mata ya itu melihat saja bagaikan kamera mengambil gambar. Jadi belum terjadi pikiran setelah ketiga nya lengkap baru terjadi kontak perasaan persepsi barulah pikiran terbentuk.
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #31 on: 29 November 2017, 11:01:01 AM »
Jadi,
mata + bentuk = pikiran muncul (kesadaran mata)
telinga + suara-suara = pikiran muncul (kesadaran telinga)
hidung + bau-bauan= pikiran muncul (kesadaran hidung)
lidah + rasa kecapan= pikiran muncul (kesadaran lidah)
badan + objek sentuhan= pikiran muncul (kesadaran badan )

“’Enam kelompok kesadaran harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?
(1) Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, muncul kesadaran-mata;
(2) Dengan bergantung pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-telinga;
(3) Dengan bergantung pada hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung;
(4) Dengan bergantung pada lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-lidah;
(5) Dengan bergantung pada badan dan obyek-obyek sentuhan, muncul kesadaran-badan;
(6) Dengan bergantung pada pikiran dan obyek-obyek pikiran, muncul kesadaran-pikiran.
Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ’Enam kelompok kesadaran harus dipahami.’ Ini adalah kelompok enam ketiga.
~ MN 148

Quote
Karena ini disebut 5 utas kenikmatan.

“Ānanda, terdapat lima utas kenikmatan indria ini. Apakah lima ini? Bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Suara-suara yang dikenali oleh telinga … bau-bauan yang dikenali oleh hidung … rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … objek-objek sentuhan yang dikenali oleh badan yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Ini adalah lima utas kenikmatan indria.
~ MN 122

Quote
Lalu, bagaimana dengan landasan indria ke enam?
Pikiran + fenomena pikiran = pikiran muncul (kesadaran pikiran).

"Dengan bergantung pada pikiran dan obyek-obyek pikiran, muncul kesadaran-pikiran."

Vibhanga dari Abhidhamma Piṭaka mendefinisikan landasan/indera pikiran (manayatana) adalah mencakup semua kelompok kesadaran, dan landasan objek pikiran (dhammayatana) adalah mencakup tiga kelompok unsur batin lainnya (perasaan, persepsi, bentukan mental) bahkan unsur tidak terkondisi, Nibbana (Vibh 70-73).

Quote
Kalau begitu,
Kesadaran membentuk (memunculkan) batin jasmani = 5 landasan indria + pikiran (kesadaran itu??)

Kesadaran mengkondisikan batin-jasmani dan batin-jasmani mengkondisikan kesadaran, seperti yang disebutkan dlm DN 15 (yang telah saya bahas di bagian kesimpulan di atas)
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #32 on: 29 November 2017, 11:11:30 AM »
“’Enam kelompok kesadaran harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?
(1) Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, muncul kesadaran-mata;
(2) Dengan bergantung pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-telinga;
(3) Dengan bergantung pada hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung;
(4) Dengan bergantung pada lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-lidah;
(5) Dengan bergantung pada badan dan obyek-obyek sentuhan, muncul kesadaran-badan;
(6) Dengan bergantung pada pikiran dan obyek-obyek pikiran, muncul kesadaran-pikiran.
Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ’Enam kelompok kesadaran harus dipahami.’ Ini adalah kelompok enam ketiga.
~ MN 148

“Ānanda, terdapat lima utas kenikmatan indria ini. Apakah lima ini? Bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Suara-suara yang dikenali oleh telinga … bau-bauan yang dikenali oleh hidung … rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … objek-objek sentuhan yang dikenali oleh badan yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Ini adalah lima utas kenikmatan indria.
~ MN 122

"Dengan bergantung pada pikiran dan obyek-obyek pikiran, muncul kesadaran-pikiran."

Vibhanga dari Abhidhamma Piṭaka mendefinisikan landasan/indera pikiran (manayatana) adalah mencakup semua kelompok kesadaran, dan landasan objek pikiran (dhammayatana) adalah mencakup tiga kelompok unsur batin lainnya (perasaan, persepsi, bentukan mental) bahkan unsur tidak terkondisi, Nibbana (Vibh 70-73).

Kesadaran mengkondisikan batin-jasmani dan batin-jasmani mengkondisikan kesadaran, seperti yang disebutkan dlm DN 15 (yang telah saya bahas di bagian kesimpulan di atas)
Bagaimana persepsi dan bentukan mental dipahami?

Lalu bagaimana ini dapat dipahami?
delusi = bentukan-bentukan = kesadaran = batin jasmani = 6 landasan indria = kontak = perasaan = ketagihan = kemelekatan (yang saya pahami, di sini 3 belenggu, kemelekatan) ....
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #33 on: 29 November 2017, 11:28:25 AM »
Bagaimana persepsi dan bentukan mental dipahami?

Kelompok pencerapan/persepsi (sannakkandha) merupakan fungsi mental yang mengenali (kognisi) [bukan mengetahui] objek yang ditanggapi oleh indera, dengan menggunakan tanda-tanda atau ciri-ciri, seperti tukang kayu mengenali jenis-jenis kayu dari ciri-cirinya. Melalui persepsi terhadap suatu objek berulang-ulang, pengenalan kembali (rekognisi) terhadap ciri-ciri tertentu terjadi dan dari sinilah terbentuk ingatan.

Kelompok bentuk-bentuk pikiran (sankharakkandha) merupakan semua bentuk mental yang timbul karena kontak indera dengan objeknya, yang timbul dan lenyap bersama dengan pikiran/kesadaran, objek dan landasannya sama dengan objek dan landasan pikiran. Termasuk dalam kelompok ini antara lain kehendak, keputusan, keyakinan, kebijaksanaan, keinginan, keserakahan, dan kebencian.

Quote
Lalu bagaimana ini dapat dipahami?
delusi = bentukan-bentukan = kesadaran = batin jasmani = 6 landasan indria = kontak = perasaan = ketagihan = kemelekatan (yang saya pahami, di sini 3 belenggu, kemelekatan) ....

Bentukan (sankhara) dalam paticcasamupada itu menunjuk pada bentukan kehendak (cetana) yang dilandasi oleh ketidaktahuan (avijja) dan menghasilkan karma yang kemudian memunculkan kesadaran (vinnana) pada kehidupan berikutnya [yaitu, patisandhi-vinnana menurut komentar]
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #34 on: 29 November 2017, 11:44:37 AM »
Bagaimana persepsi dan bentukan mental dipahami?

Lalu bagaimana ini dapat dipahami?
delusi = bentukan-bentukan = kesadaran = batin jasmani = 6 landasan indria = kontak = perasaan = ketagihan = kemelekatan (yang saya pahami, di sini 3 belenggu, kemelekatan) ....

Ini adalah paticasamupada delusi disini diartikan karena tidak mengetahui pandangan benar karena delusi disini di artikan karena ada aku jadi tidak memahami akan tilakana begitu juga pemahaman akan empat kebenaran mulia.
Dalam paticasamupada agak sedikit bisa salah kaprah akan arti nama dan rupa disini diartikan bahtin dan jasmani sedang bila saya mendengarkan penjelasan bhante punnaji bhante dari Srilangka yang berdomisili di Malaysia sekarang kalau tidak salah bhante mengatakan bahwa nama itu ya nama dan rupa adalah bentuk jadi bukan sebagai jasmani dan bahtin kalau saya pribadi lebih setuju dengan penjelasan ini ( sementara ini) karena lebih bisa saya terapkan ilmu paticasamupada dalam kehidupan sehari hari. Jadi nama dan rupa adalah sebuah nama dari bentuk contoh meja makan bentuk nya meja nama nya meja makan.

Bila ada salah saya minta maaf masih belajar
Bila ada yg ingin liat ceramah bhante punnaji bisa liat di youtube saya juga ntn di youtube ,,😚😀😀😀
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #35 on: 29 November 2017, 11:50:08 AM »
Kelompok pencerapan/persepsi (sannakkandha) merupakan fungsi mental yang mengenali (kognisi) [bukan mengetahui] objek yang ditanggapi oleh indera, dengan menggunakan tanda-tanda atau ciri-ciri, seperti tukang kayu mengenali jenis-jenis kayu dari ciri-cirinya. Melalui persepsi terhadap suatu objek berulang-ulang, pengenalan kembali (rekognisi) terhadap ciri-ciri tertentu terjadi dan dari sinilah terbentuk ingatan.

Kelompok bentuk-bentuk pikiran (sankharakkandha) merupakan semua bentuk mental yang timbul karena kontak indera dengan objeknya, yang timbul dan lenyap bersama dengan pikiran/kesadaran, objek dan landasannya sama dengan objek dan landasan pikiran. Termasuk dalam kelompok ini antara lain kehendak, keputusan, keyakinan, kebijaksanaan, keinginan, keserakahan, dan kebencian.

Bentukan (sankhara) dalam paticcasamupada itu menunjuk pada bentukan kehendak (cetana) yang dilandasi oleh ketidaktahuan (avijja) dan menghasilkan karma yang kemudian memunculkan kesadaran (vinnana) pada kehidupan berikutnya [yaitu, patisandhi-vinnana menurut komentar]
Kalau begitu dalam meditasi anapanasati, nafas panjang dan pendek adalah persepsi, dengan pikiran mengarah pada nafas itu
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #36 on: 29 November 2017, 11:53:23 AM »
Ini adalah paticasamupada delusi disini diartikan karena tidak mengetahui pandangan benar karena delusi disini di artikan karena ada aku jadi tidak memahami akan tilakana begitu juga pemahaman akan empat kebenaran mulia.
Dalam paticasamupada agak sedikit bisa salah kaprah akan arti nama dan rupa disini diartikan bahtin dan jasmani sedang bila saya mendengarkan penjelasan bhante punnaji bhante dari Srilangka yang berdomisili di Malaysia sekarang kalau tidak salah bhante mengatakan bahwa nama itu ya nama dan rupa adalah bentuk jadi bukan sebagai jasmani dan bahtin kalau saya pribadi lebih setuju dengan penjelasan ini ( sementara ini) karena lebih bisa saya terapkan ilmu paticasamupada dalam kehidupan sehari hari. Jadi nama dan rupa adalah sebuah nama dari bentuk contoh meja makan bentuk nya meja nama nya meja makan.

Bila ada salah saya minta maaf masih belajar
Bila ada yg ingin liat ceramah bhante punnaji bisa liat di youtube saya juga ntn di youtube ,,😚😀😀😀
Nama itu bahasa Pali, artinya batin, bukan nama orang atau nama benda.
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline metra

  • dandakamma
  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 269
  • Reputasi: -11
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #37 on: 29 November 2017, 12:33:23 PM »
kesadaran dan pikiran itu sama ya?

Wil i am artinya cetana artinya akan menjadi dst dst

Tahu proses melihat adalah sadar melihat
Tahu proses mendengar adalah sadar mendengar

Dst u panca indria.

Bila tdk tahu dan proses melihat itu sdh menjadi itulah cetana atau will i am.

Cukup 5 indria saja. U indria ke 6, penjelasannya menuntut kemampuan lebih dari audience.
Tdk mungkin orang biasa bisa. Mungkin bisa.bisa pucing.




Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #38 on: 29 November 2017, 12:50:33 PM »
Ini adalah paticasamupada delusi disini diartikan karena tidak mengetahui pandangan benar karena delusi disini di artikan karena ada aku jadi tidak memahami akan tilakana begitu juga pemahaman akan empat kebenaran mulia.
Dalam paticasamupada agak sedikit bisa salah kaprah akan arti nama dan rupa disini diartikan bahtin dan jasmani sedang bila saya mendengarkan penjelasan bhante punnaji bhante dari Srilangka yang berdomisili di Malaysia sekarang kalau tidak salah bhante mengatakan bahwa nama itu ya nama dan rupa adalah bentuk jadi bukan sebagai jasmani dan bahtin kalau saya pribadi lebih setuju dengan penjelasan ini ( sementara ini) karena lebih bisa saya terapkan ilmu paticasamupada dalam kehidupan sehari hari. Jadi nama dan rupa adalah sebuah nama dari bentuk contoh meja makan bentuk nya meja nama nya meja makan.

Bila ada salah saya minta maaf masih belajar
Bila ada yg ingin liat ceramah bhante punnaji bisa liat di youtube saya juga ntn di youtube ,,😚😀😀😀

Soal nama-rupa memang ada beberapa penafsiran, namun definisi nama dan rupa dalam sutta sudah cukup jelas (misalnya dalam SN 12.2). Sebaiknya buat thread baru untuk membahas hal ini lebih lanjut.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #39 on: 29 November 2017, 12:55:08 PM »
Nama itu bahasa Pali, artinya batin, bukan nama orang atau nama benda.

Ya itu kan hasil transelet bahasa,... Saya dulu juga begitu sampai sekarang pun saya masih pakai acuan nama = bahtin.
Tetapi kan saya sudah kata itu dari hasil penjelasan bhante punnaji dan saya katakan dalam penerapan dalam kehidupan lebih gampang untuk saya mengerti.
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #40 on: 29 November 2017, 01:00:19 PM »
Soal nama-rupa memang ada beberapa penafsiran, namun definisi nama dan rupa dalam sutta sudah cukup jelas (misalnya dalam SN 12.2). Sebaiknya buat thread baru untuk membahas hal ini lebih lanjut.

Jangan nanti mana makin pucing,... Cukup sampai disini aja sebab saya katakan. Untuk teori ini saya lebih gampang praktek untuk saya dalam kehidupan sehari hari saya. Dan saya juga tidak ngotot bilang ini benar itu salah 😀

Jadi cukup bahasan nama dan rupa
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #41 on: 29 November 2017, 01:38:17 PM »
Ya itu kan hasil transelet bahasa,... Saya dulu juga begitu sampai sekarang pun saya masih pakai acuan nama = bahtin.
Tetapi kan saya sudah kata itu dari hasil penjelasan bhante punnaji dan saya katakan dalam penerapan dalam kehidupan lebih gampang untuk saya mengerti.
Oh.
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline metra

  • dandakamma
  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 269
  • Reputasi: -11
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #42 on: 29 November 2017, 05:47:26 PM »
u semua yg abhiseka melalui tantra.yg tidak tentu tdk terikat sumpah.
krn itu bhiksu tantra kalau upacara serius sekali.salah sedikit pasti diulang.upacaranya bisa lebih 2 jam.ya begitu.hukumannya juga dua rius.

Offline Brahma Gwi

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 7
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Bhagava
Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« Reply #43 on: 29 November 2017, 05:55:05 PM »
u semua yg abhiseka melalui tantra.yg tidak tentu tdk terikat sumpah.
krn itu bhiksu tantra kalau upacara serius sekali.salah sedikit pasti diulang.upacaranya bisa lebih 2 jam.ya begitu.hukumannya juga dua rius.
Salah tempat
Yang merusak image seseorang, dapat kamma buruk