bagian yg saya tidak sertakan adalah [apa adanya]. ini tidak saya sertakan bukan dengan tujuan untuk membelokkan maknanya, melainkan karena saya sudah sepakat dgn anda bahwa kata dalam kurung itu memang bermakna sama dengan kata yg mendahuluinya sehingga tidak perlu diulang. baiklah agar tidak berbelok kemana2, saya akan ulangi lagi dengan lengkap
saya yakin dari ribuan member di sini tidak ada satupun yang hapal semua sutta/sutra, tapi hal itu bukan berarti kita tidak boleh mencari dari sumber yg sudah tersedia di mana2, online maupun offline. anda mengatakan menerima diskusi yg pedas sekalipun yang penting benar [apa adanya]. benar [apa adanya] yang bagaimana jika tanpa pembanding yang dapat dijadikan acuan?
Silakan ditanggapi
Jawab:Diskusi yang pedas sekalipun, yang penting benar (apa adanya). Maksudnya: walaupun ia mencela saya, jika hal itu pantas, saya terima karena apa adanya (benar).
Misalnya:
A: Anda tolol, Anda sebelumnya mengatakan ini kemudian itu dan sekarang beda lagi isinya.
Saya: Baiklah saya akui kesalahan saya, saya keliru (seandainya saya salah).
Kata "Tolol" itu kan "pedas", jika saya salah, saya terima. Inilah apa adanya. Jika ia mencoba mencela namun saya yang benar (saya tidak salah namun ia cukup kasar dan salah) maka saya diam, ia pasti ingin berdebat walaupun berkata "Saya tidak ingin berdebat". Karena, saya tidak ingin berdebat. Jika memungkinkan, saya kasih tahu kalau ia yang keliru. Jika ia menolak atau salah menafsirkan "lagi" maka saya diam, "dialah pemenangnya".
Seseorang boleh saja mengatakan: "Saya tidak ingin debat." Akan tetapi, jika isinya debat, ia ingin debat. Seseorang boleh saja mengatakan "Saya menghindari debat." Akan tetapi, jika isinya debat, ia ingin debat.
Jika hampir semua yg anda jelaskan telah keliru saya pahami, bukankah itu juga bisa terjadi dengan para pembaca lainnya. Apakah anda tidak merasa berkewajiban untuk meluruskan apa yg telah keliru dipahami itu yang bersumber dari pernyataan2 yang anda buat? dan jika hampir semua yg anda jelaskan telah keliru saya pahami, bukankah anda seharusnya menggunakan bahasa yang lebih mudah untuk dipahami saya dan mungkin para pembaca lainnya juga? dalam hal berdiskusi, saya ingat terjadi diskusi panas puluhan tahun lalu yang pernah saya baca, diksusi/debat itu berlangsung melalui majalah buddhism antara Bhikkhu Myanmar dan Srilanka, kalau gak salah majalah ini terbit 3 bulan sekali, dan debat itu berlangsung tiap terbit selama bertahun2 (3 tahun kalo gak salah), jadi soal online atau offline tidak ada masalah untuk berdiskusi, hanya mungkin cara penyampaiannya memerlukan usaha lebih banyak tapi bukan tidak bisa.
Jawab: Oleh karena itu, saya punya signature: tidak menerima debat.
Diskusi adalah satu hal, debat adalah hal lainnya, diskusi dan debat adalah berbeda dalam makna dan berbeda dalam kata. di sini Tuan juga keliru akan makna diskusi dan debat.
anda mulai berputar-putar, sebelumnya anda secara jelas mengatakan "apakah saya boleh membantu pencuri? silakan dilihat lagi ke atas kalau anda merasa perlu berkelit, awalnya anda memang mengatakan hanya saja maukah kita membagi jasa kebajikan kepada orang jahat? tapi kemudian anda memberikan contoh dengan kalimat apakah saya boleh membantu pencuri?, silakan dibaca kembali secara kronologis, respon saya dengan kasus Angulimala itu adalah tanggapan atas membantu pencuri itu, bukan atas membagi jasa kebaikan yang memang tentu saja tidak apple to apple.
Dan persamaan "Apakah saya boleh membantu pencuri?" = "Apakah saya boleh ikut mencuri?" sptnya agak terlalu dipaksakan, karena bahkan seorang tolol pun akan dapat memahami perbedaannya.
Jawab:
(a) hanya saja maukah kita membagi jasa kebajikan kepada orang jahat?
Maknanya: mau gak situ ikut berbuat jahat.
(b) apakah saya baik, boleh membantu pencuri?
Maknanya juga sama: mau gak situ ikut berbuat jahat.
Di sini anda membuat pernyataan baru lagi yg saya perlu minta klarifikasi, Jasa = menginginkan perbuatan baik berbuah., jadi menurut anda dari kalimat itu jasa adalah sebuah keinginanItulah sebabnya saya minta penjelasan dari anda agar saya tidak salah memahami.sudah menjadi kebiasaan kami untuk membaca sebelum mengajukan atau menanggapi dengan pertanyaan. dan setelah membaca dan ternyata salah memahami, adalah kewajiban pemberi pernyataan untuk menjelaskan sejelas2nya.
Jawab: ini saya jelaskan di poin utama (di bawah) atau dengan kata lain, yang paling utama harus Tuan pahami (seharusnya).
Poin utama:
Karena Tuan tidak memahami arti pelimpahan jasa maka ini harusnya dipahami terlebih dahulu, jika tidak maka akan berputar-putar terus. Seperti yang saya katakan, komentar pertama saya sudah cukup jelas.
Pelimpahan jasaPelimpahan jasa adalah seseorang melimpahkan kebaikannya kepada seseorang (bisa satu atau lebih). Ini seperti halnya seseorang mengkopi file dan memindahkannya ke flashdisk seseorang. Tidak ada yang berkurang, kebajikan yang diterima orang pertama walaupun dibagi, tidak akan berkurang.
Ini berbeda dengan
menolong seseorang. Misalnya orang itu orang jahat, kita ingin dia menjadi baik, "pelimpahan jasa" belum tentu membuatnya menjadi baik, sekali lagi, belum tentu. Pelimpahan jasa melimpahkan jasa kebajikan agar limpahan itu berbuah untuk si penerima, bukan berarti si penerima langsung jadi baik. Artinya, jika si penerima memiliki perbuatan jahat, perbuatan jahat itu akan berbuah padanya, dengan bantuan pelimpahan jasa, ia memiliki kebajikan baru, kebajikan tambahan. Seperti halnya jika warisan, pelimpahan jasa itu seperti warisan yang diberikan, jika seseorang miskin, itu akibat perbuatan buruknya, pelimpahan jasa adalah untuk meringankannya, tergantung limpahan itu, seperti tergantung jumlah warisan. jumlah warisan bisa saja cuman (katakanlah) sejuta, (jika) ia memiliki hutang besar (misalnya) maka ia hanya terbantu sedikit.
hutang besar = kamma buruk
sejuta = pelimpahan jasa.
Pelimpahan jasa = untuk meringankan seseorang, jika ia (si penerima) bermoral, itu bisa sangat bagus, jika tidak bermoral, ya, kamma buruk tidak cukup untuk limpahan yang ada.
JasaJasa = hasil dari perbuatan baik.
Siapa yang tidak mau perbuatan baik menjadi berbuah? Kita kesampingkan para Arahanta.
Jasa adalah akibat dari perbuatan baik. walaupun ia mengatakan saya tidak mau jasa, tetap saja jika ia berbuat baik maka "pikirannya" mau jasa, mau perbuatan baik itu berbuah. Kita kesampingkan para Arahanta.
Perbuatan baik berbuah, inilah jasa.
Beda "pelimpahan jasa", "membantu seseorang", dan "jasa"
Contoh kalimat:
1. Saya limpahkan jasa saya kepada si "A"
Artinya: ia ingin berbagi kebaikan dari hasil perbuatannya. Seperti halnya orangtua mewariskan warisan kepada anaknya. Baik anaknya jahat ataupun baik, si anak akan menerima warisan, tetapi orangtua mana yang mau memberikan warisan
yang banyak kepada anak yang jahat? Jika orangtua itu bijak? Kecuali mungkin anak satu-satunya, atau mungkin kasihan/belas kasih.
Tetap saja, orangtua yang bijak, tidak akan memberikan warisan yang banyak kepada anaknya yang jahat.
2. Saya membantu si "A"
Artinya: si "A" kurang baik atau pelaku kejahatan, saya membantunya agar ia menjadi baik, tidak terjerumus ke yang jahat karena itu akan menuntun pada kesengsaraannya. Saya akan membantunya di jalan yang baik karena itu akan menuntunnya kepada kesejahteraannya. Saya kira ini cukup jelas, tidak perlu panjang lebar.
3. Saya mau perbuatan baik saya berbuah.
Saya berbuat baik, saya menolong seseorang, saya menjalankan sila, saya menghormati mereka yang pantas, "Semoga saya terlahir di alam yang baik"; "Semoga perbuatan baik menuntunku pada kesejahteraanku." Inilah "jasa". Ketika dikatakan para deva ingin "jasa", inilah maksudnya.