“Para bhikkhu, Aku katakan bahwa ada dua orang yang tidak dapat dibalas budinya. Apakah dua ini? Ibu dan ayah seseorang.
“Bahkan jika seseorang menggendong ibunya di satu bahunya dan ayahnya di bahu yang lain, dan sambil melakukan itu ia hidup selama seratus tahun, mencapai usia seratus tahun; dan jika ia melayani mereka dengan mengoleskan minyak, dengan memijat, memandikan, dan menggosok bagian-bagian tubuh mereka, dan mereka bahkan buang air di sana – bahkan dengan melakukan hal-hal itu ia masih belum melakukan hal yang cukup untuk orangtuanya, juga belum membalas budi mereka. Bahkan jika ia mengangkat orang tuanya sebagai raja dan penguasa tertinggi di dunia ini, ia masih belum melakukan hal yang cukup untuk orang tuanya, juga belum membalas budi mereka. Karena alasan apakah? Orang tua adalah bantuan besar bagi anak-anaknya; mereka membesarkan mereka, memberi mereka makan, dan menunjukkan dunia kepada mereka.
“Tetapi, para bhikkhu, seseorang yang mendorong orang tuanya yang tidak percaya, menegakkan dan mengokohkan mereka dalam keyakinan; yang mendorong orang tuanya yang tidak bermoral, menegakkan dan mengokohkan mereka dalam disiplin bermoral; yang mendorong orang tuanya yang kikir, menegakkan dan mengokohkan mereka dalam kedermawanan; yang mendorong orang tuanya yang bodoh, menegakkan dan mengokohkan mereka dalam kebijaksanaan – seorang demikian, para bhikkhu, melakukan hal yang cukup untuk orang tuanya; ia membalas budi mereka dan membalas mereka lebih dari apa yang telah mereka lakukan.”
(AN 2: iv, 2; I 61-62)
Inilah yang dikatakan bahkan seumur hidup pun sebagai anak yang dirawat oleh ortunya dengan baik tidak akan pernah lunas hutang budinya dengan ortu... Setahu saya untuk jadi seorang bhikku pun harus dapat persetujuan ortunya sebelum tahbisan, CMIIW. Ini yang dialami oleh teman saya yang samanera. Bagi semuanya yang pernah mengalami fase bayi sampai ke tahap bisa berpikir logis alias dewasa alangkah baiknya jika kita bisa merawat ortu kita secara tulus ikhlas mau seburuk apapun pemikiran kita tentang sifat ortu kita (klo ada yang mikir gitu) kita tetap harus menghormati beliau berdua ingatlah kalian masih hutang ASI yang jika dijemur akan jadi darah, dan kotoran kita beliaulah berdua yang bersihin, kalau kita sakit mereka yang repot, kalau mereka tidak bekerja darimana uang untuk kita makan dan sebaginya...
kasian sekali manusia bodoh teman anda chan ming, tapi saya juga sama dengan dia agak "extreme", saya pernah berkata kepada teman-teman dekat budhis saya di grup bbm beberapa hari menjelang imlek tahun 2015 ini, saya berkata "percuma namaskara di rupang sang buddha" kalau kita belum pernah namaskara di depan mamah n papah kita yang hidup, atau di kuburannya, atau meja abunya. karena waktu itu saya mengajak untuk namaskara/pai kwi pada mamah papah pada moment tahun baru imlek.
for all >> Sudahkah anda ber namaskara kepada mamah n papah anda???
memang tradisi namaskara ini saya lakukan belum lama baru sekitar 10 tahun yang lalu seinget saya dan itupun hanya setahun sekali di moment tahun baru imlek dan action ini sajapun tidak ada artinya jika dibanding jasa orang tua kita
seinget saya (dhammadesana bhante pannavaro) tidak ada action apapun yang bisa membalas budi orang tua, kecuali kita mengenalkan triratna pada orang tua kita, lalu orang tua kita menyatakan berlindung pada triratna, lalu orang tua kita melaksanakan dhamma dengan sungguh-sungguh.
Bersyukur banget bro jika masih bisa namaskara didepan ortu kita setiap tahunnya dimana beliau berdua masih hidup dan sehat walafiat, jangan seperti saya yang cuma bisa bernamaskara didepan mama dan FOTO almarhum papa.