//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Boleh gak Oral Sex?  (Read 58560 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #75 on: 08 April 2008, 09:01:42 AM »
Jadi panjang ya?  ;D

Memang yang terbaik adalah mengikis tanha sampai habis  ;D

Saya gak pernah beranggapan Samanera mengatur. Cuma saya takut ada pihak lain yang salah paham.

Buddhisme berkembang 2500 tahun, tentu ada pandangan yang berbeda-beda. Itu hal yang wajar bagi saya. Saya setuju yang utama adalah 4 kebenaran mulia, entah dalam bungkus apapun. Cuma kita tidak bisa mengesampingkan adanya perbedaan, dalam hal-hal kecil.

Mengapa saya bertahan sekali waktu Samanera mengatakan bahwa di Theravada tidak boleh? Karena tidak pernah saya temukan ada Sutta Theravada. Bukan karena alasan fanatik atau kolot. Bagi Theravada yang kebijaksanaannya sempurna adalah Sammasambuddha. Kebijaksanaan Arahat tidak sempurna seperti Sammasambuddha, tetapi masih memiliki otoritas lebih tinggi daripada putujhana, sehingga yang kedua menjadi patokan adalah kebijaksanaan Arahat yang berusaha mengawetkan Dhamma yang dibabarkan Sammasambuddha dalam konsili-konsili. Dhamma semakin lama semakin terdegradasi. Sang Buddha mengatakan ada 2 kesalahan dalam penanganan Sutta, yaitu dalam tulisan (harafiah) dan dalam makna. 2 kesalahan ini akan berakibat mengurangi umur Dhamma. Karena itu Theravada klasik berusaha tidak mengubah isi Sutta, dan tidak menerima pandangan kebijaksanaan lain bisa memutuskan sesuatu. Otoritas tertinggi berada di Sutta, dan kemudian kitab komentar karena dianggap disusun oleh para Arahat. Ada Bhikkhu yang mati-matian menjalankan Vinaya sampai titik darah penghabisan, bukan karena kolot atau terikat tradisi, tetapi berusaha sebaik mungkin mengawetkan Dhamma. Di Theravada klasik hak untuk menghapus peraturan kecil dalam Vinaya dianggap telah ditolak di konsili, demi keberlangsungan Dhamma. Bhante Bodhi, yang karyanya sangat terkenal, baik terjemahan Sutta, Vinaya, Abhidhamma, maupun tulisan beliau sendiri tetap membedakan mana pandangan beliau sendiri, mana yang pandangan Theravada klasik dalam tulisannya.

Pandangan klasik bukan kolot dan mengikuti tradisi tidak mau berubah, tetapi dengan cinta kasih berusaha agar Dhamma tetap ada di dunia, dengan mengawetkan baik dalam penulisan, penerjemahan dan maknanya. Kalau memang tidak ada di Sutta, Vinaya, Abhidhamma, dan kitab-kitab komentar, saya gak berani mengada-adakan.

Ini salah satu nilai yang saya pegang dalam Buddhisme, tetapi bukan berarti saya tidak menghargai aliran lain, bukan berarti aliran lain tidak ada kebijaksanaan. Bagi saya yang utama adalah 4 kebenaran mulia, selama masih ada jalan mulia beruas delapan akan bisa ditemukan Nibanna. Hal itu bagi saya adalah toleransi.

Tetapi cara memandangnya berbeda, hal-hal yang tidak ada di Sutta, Vinaya, Abhidhamma, dan kitab-kitab komentar, tidak bersifat benar atau salah, tetapi tidak otoritatif, bukan untuk mengambil keputusan. Mengenai pihak lain berpandangan lain, silahkan, saya tidak ada masalah, karena itu saya sudah sebutkan dari awal. Bukan saya yang mengatakan di semua aliran oral sex melanggar sila.

Secara makna saya setuju dengan Samanera bahwa yang terbaik adalah sesuai dengan Dhamma, mengurangi tanha sampai habis.
Tetapi secara tulisan saya tidak bisa menerima kalau Samanera mengatakan di Theravada oral sex melanggar sila dalam konteks pancasila dan perumah tangga.

Dan di Mahayana, saya pernah membaca suatu artikel, tetapi sepertinya artikel tersebut mengambil penjelasan dari kitab komentar Theravada (tetapi ada huruf mandarinnya juga). Masalahnya Mahayana itu luas sekali.

Sedikit curhat...
Di forum perbandingan Buddhis dengan tradisi lain saya menghargai semua pihak, bahkan termasuk El Sol. Karena itu saya berpikir beberapa kali sebelum mengubah judul Topik yang beliau tulis "SESAT". Dari sudut pandang Buddhis, aliran lain di luar 4 kebenaran mulia = tidak benar. Menilik dari kata "SESAT" = salah jalan, saya tidak mau mengubah judul topik beliau. Meskipun kata "SESAT" bisa berkonotasi negatif, saya tidak mau mengubah begitu saja... tetapi akhirnya setelah diskusi dengan Fox saya akhirnya setuju mengubah judul topik... bukan karena El Sol benar atau salah, tetapi menimbang bahwa hal negatif yang muncul bisa lebih besar dari hal positifnya...
Di post kata sesat tidak akan saya ubah, hanya di judul saja. Demikian juga dengan kata-kata member yang lain, egois..., dll, tidak saya hapus begitu saja, tetapi saya pertimbangkan dulu.

 _/\_ _/\_ _/\_
« Last Edit: 08 April 2008, 09:17:21 AM by karuna_murti »
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

nyanabhadra

  • Guest
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #76 on: 08 April 2008, 09:27:53 AM »
Kesimpulan?
Theravada -> Boleh
Mahayana Tibetan -> Tidak
Mahayana Lain (Chan/Zen, Pureland, dst) ->  ???

Waduh......kesimpulan yg mewakili Theravada siapa yg tanggung jawab ya?
kalau yg tibetan Mahayana, saya berani maju untuk mempertanggungjawabkan, karena sy ngomong berdasarkan tripitaka (Ka-gyur) dan kitab komentar (ta-gyur), sumbernya dari terjemahan dari Universitas Nalanda zaman dulu.

bow and respect,

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #77 on: 08 April 2008, 09:37:51 AM »
Theravada... saya pernah membaca tulisan 3 orang Bhikkhu dan 1 orang bekas Bhikkhu pada kesempatan yang berbeda, memang tidak ada oral sex pasangan yang sah melanggar kamesumicacchara, tetapi memang melanggar abrahmacariya. Saya akan pastikan sekali lagi, mohon bersabar. Sebenarnya sudah lebih dari 5x saya pastikan, tapi saya coba sekali lagi.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #78 on: 08 April 2008, 09:40:59 AM »
 _/\_ bukan boleh atau tidak boleh, peraturan Buddhism bukan seperti agama lain yang menyatakan ini ngga ya ngga ini boleh ya boleh melainkan
ini bijaksana atau tidak bijaksana dilakukan?
ini membawa kemajuan batin atau kemunduran?
ini membawa penderitaan atau kebahagiaan?
ini sehat atau membawa penyakit buruk?

Dengan selalu mereview setiap tindakan dengan pertanyaan seperti ini maka kita bisa tahu apakah yang kita lakukan adalah bijaksana atau tidak bijaksana.

Kalo menurut diri sendiri tidak boleh maka jangan lakukan,bila menurut diri sendiri boleh,di cross check ulang dulu dengan beberapa faktor diatas.selama dirimu dan orang lain mendapat manfaat baik.

Oral sex dan sex menuju lubang lain selain genital memiliki resiko kesehatan kecuali anda yakin bahwa pasangan anda bersih.dalam hal ini saya ingin kembalikan lagi kepada sila seorang upasaka dengan 8 sila dan sila vinaya.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #79 on: 08 April 2008, 09:43:23 AM »
Saya juga tidak bicara boleh atau tidak boleh, tetapi definisi... seperti tidak tahu menginjak semut tidak sama dengan pelanggaran sila.

Saya juga tidak bermaksud HH Dalai Lama vs Ajahn Brahm lagi. Mereka punya contekan masing-masing. Yang jadi masalah adalah mereka yang tidak tahu mencampur begitu saja. Yang jadi masalah kalau ada yang menuduh yang satu lebih benar dari yang lain.

Tetapi Samanera pernah mengatakan hal itu melanggar sila dalam Theravada. Hal ini yang menjadi masalah bagi saya. Bukan saya sektarian atau egois, bagi saya Theravada berusaha sebaik mungkin (walaupun saya akui tidak sempurna) mempertahankan Dhamma, walaupun kelihatan kolot ortodox tidak mau berubah keras kepala demi kebaikan semua makhluk.
« Last Edit: 08 April 2008, 09:58:33 AM by karuna_murti »
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

nyanabhadra

  • Guest
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #80 on: 08 April 2008, 10:05:45 AM »
Jadi panjang ya?  ;D

Memang yang terbaik adalah mengikis tanha sampai habis  ;D

Saya gak pernah beranggapan Samanera mengatur. Cuma saya takut ada pihak lain yang salah paham.


mohon baca pelan-pelan, walaupun rada panjang, karena kalau bacanya super cepat.....yg ada hanyalah kebinggunggan dan salah paham, gunakan kesabaran okeh  ;)

Kalau ada anak kecil yg membaca tulisan ini dan telan mentah-mentah, saya bertanggung jawab atas tulisan saya, dan tidak ada pilihan saya akan membenahinya, kalau orangnya bertanya langsung kepada saya, kalau mereka tidak konfirmasi ke saya, saya jg tidak bisa berbuat apapaun, namun mereka yg merujuk ke Sutra dan kitab komentar yg sama, sy yakin sekali dengan intisari pembiraanya, yaitu sesuai dgn yg saya pahami. Semoga ini kekuatiran yang eksesif.

Quote
*******
Mengapa saya bertahan sekali waktu Samanera mengatakan bahwa di Theravada tidak boleh? Karena tidak pernah saya temukan ada Sutta Theravada.

Tidak menemukan tidak berarti tidak ada, sebaiknya anda coba tanyakan kepada ahli yg bisa akses langsung ke bahasa Pali, atau ahli dalam Sila dan Vinaya, kita tidak bisa mengarang dan menulis sesuka hati dan sesuai dengan informasi yg ada, namun kita berusha merujuk pada tulisan yg ada, kita pelajari dan renungkan, kemudian baru tahu apakah tindakan oral seks itu termasuk tindakan seksual abnormal, termasuk pelanggaran, atau tidak.

sy sgt yakin, sutta theravada sgt byk dan luas, kalau memang mau memberi manfaat, temukanlah sesuatu yg bisa memberi manfaat, seperti dlm pembahasan seksual dan oral seks ini. Saya bukan braggging tentang pengetahuan saya, saya tetap merasa tidak punya informasi yang memadai, oleh karena itu sy belajar bhs tibet dan agar bisa masuk ke dalam kitab Sutra dan Kitab komentar Tripitaka yg ada hingga saat ini, tidak ada cara lain....dan tidak ada tempat untuk berspekulasi, ini yg aku rasakan, karena aku blom sempurna, cuman tampak luar saja yg memakai jubah, namun isi kepala, tindakan, dan ucapan belum tentu benar, ini perlu di catat baik2 oleh semua org yg membaca tulisan di forum, byk org terjebak dgn "otoritas" tulisan, contoh seorang monastik...maka semua umat langsung percaya, dan meganggap itu benar dan tidak mungkin salah, ini yang perlu kita sampaikan kepada khalayak ramai, kadang umat yg rajin belajar dan praktik...kualitas mereka jauh di atas para monastik yang bermalas-malasan.

Quote
Bukan karena alasan fanatik atau kolot. Bagi Theravada yang kebijaksanaannya sempurna adalah Sammasambuddha. Kebijaksanaan Arahat tidak sempurna seperti Sammasambuddha, tetapi masih memiliki otoritas lebih tinggi daripada putujhana, sehingga yang kedua menjadi patokan adalah kebijaksanaan Arahat yang berusaha mengawetkan Dhamma yang dibabarkan Sammasambuddha dalam konsili-konsili. Dhamma semakin lama semakin terdegradasi.
Anda pernah membaca tulisan Eks Bhikkhu Mettanando tentang konsili? banyak hal yg kita telan mentah-mentah, dan byk informasi baru yg beliau temukan dalam kitab Tipitaka Theravada, lumayan buat informasi berimbang, sekedar informasi saja, berhubungan saya sendiri jg blum sanggup masuk ke dalam Tipitaka theravada, karena alasan bahasa.

Quote
Sang Buddha mengatakan ada 2 kesalahan dalam penanganan Sutta, yaitu dalam tulisan (harafiah) dan dalam makna. 2 kesalahan ini akan berakibat mengurangi umur Dhamma. Karena itu Theravada klasik berusaha tidak mengubah isi Sutta, dan tidak menerima pandangan kebijaksanaan lain bisa memutuskan sesuatu. Otoritas tertinggi berada di Sutta, dan kemudian kitab komentar karena dianggap disusun oleh para Arahat. Ada Bhikkhu yang mati-matian menjalankan Vinaya sampai titik darah penghabisan, bukan karena kolot atau terikat tradisi, tetapi berusaha sebaik mungkin mengawetkan Dhamma. Di Theravada klasik hak untuk menghapus peraturan kecil dalam Vinaya dianggap telah ditolak di konsili, demi keberlangsungan Dhamma. Bhante Bodhi, yang karyanya sangat terkenal, baik terjemahan Sutta, Vinaya, Abhidhamma, maupun tulisan beliau sendiri tetap membedakan mana pandangan beliau sendiri, mana yang pandangan Theravada klasik dalam tulisannya.

Pandangan klasik bukan kolot dan mengikuti tradisi tidak mau berubah, tetapi dengan cinta kasih berusaha agar Dhamma tetap ada di dunia, dengan mengawetkan baik dalam penulisan, penerjemahan dan maknanya. Kalau memang tidak ada di Sutta, Vinaya, Abhidhamma, dan kitab-kitab komentar, saya gak berani mengada-adakan.

Kita kagyur yg merupakan terjemahan2 dari zaman dulu, merupakan sutra otentik, dan ini yg setara dengan Tipitaka pali, kemudian kitab tagyur yang isinya komentar atas Kagyur oleh guru2 pada zaman itu.

utk melestarikan dharma yg kami anggap sumber ajaran, tidak ada cara lain yaitu dgn belajar, mengerti, memahami, merenungkan, memeditasikan, kemudian menerapkannya, sesuai dengan berbagai nasihat Buddha maupun ehipasiko.

Quote
*****
Tetapi cara memandangnya berbeda, hal-hal yang tidak ada di Sutta, Vinaya, Abhidhamma, dan kitab-kitab komentar, tidak bersifat benar atau salah, tetapi tidak otoritatif, bukan untuk mengambil keputusan. Mengenai pihak lain berpandangan lain, silahkan, saya tidak ada masalah, karena itu saya sudah sebutkan dari awal. Bukan saya yang mengatakan di semua aliran oral sex melanggar sila.

Saya berbicara sesuai jalur yg sy tempuh, yaitu dari turun temurun aliran Mulasarvastivada, yang merupakan kelanjutan dari Tradisi Universitas Monastik Nalanda di zaman India kuno, karena secara personal sy yakin atas jalur ini, sy memaparkan apa yg saya tahu, tidak menjadikan itu suatu tulisan otoritatif maupun mengambil keputusan utk aliran lain. sy jg sangat menghargai hal2 yg kurang selaras, bahkan yg bertolak belakang, tampaknya karena kita yg kurang mengerti sehingga menganggap sesuatu itu boleh dilakukan, menganggap sesuatu itu bertolak belakang, dll......semoga kita menemukan harmonis dlm semua aliran, yg sesungguhnya adalah kendaraan Buddha.

Quote
Secara makna saya setuju dengan Samanera bahwa yang terbaik adalah sesuai dengan Dhamma, mengurangi tanha sampai habis.
Tetapi secara tulisan saya tidak bisa menerima kalau Samanera mengatakan di Theravada oral sex melanggar sila dalam konteks pancasila dan perumah tangga.

Oleh karena itu, sy mengdukung teman2 yg bisa eksplorasi ke Tipitaka Theravada, tentu saja sgt baik, karena sekali lagi, tidak ada tempat utk berspekulasi, sy yakin Pali Pitaka sudah di lestarikan sejak ribuan tahun kebelakang, dan jumlahnya begitu byk, memang ada baiknya kita mengacu pada tulisan otentik, daripada sekedar memberi kesimpulan berlandaskan informasi yg serba kekurangan ini.

Quote
Dan di Mahayana, saya pernah membaca suatu artikel, tetapi sepertinya artikel tersebut mengambil penjelasan dari kitab komentar Theravada (tetapi ada huruf mandarinnya juga). Masalahnya Mahayana itu luas sekali.

So, dari sisi Mahayana, anda juga tidak memiliki kepastian. satu hal yg berani saya katakan kepada anda, ambil contoh Dhammapada, aliran Mulasarvastivada tidak ada kitab yg namanya Dhammapada, namun karena sangat terkesan dgn naskah ini, maka zaman dulu naskah yang dikompilasi oleh Dharmatrata, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Tibet sejak ribuan tahun yg lalu juga, jadi Tibetan jg punya versi Dhammapada yg mirip dng Theravada, namun dalam urutan yg berbeda. Bagiku, semua ajaran di setiap aliran merupakan satu kesatuan, dan tidak ada pertentangan, pertentangan muncul dari batin kita karena kita yang belum sanggup mencerna dengan baik, atau kesalahan kita dalam mencerna, setidaknya itu yg aku rasakan hingga saat ini.

bahkan perbedaan dalam hal oral seks dlm diskusi ini, aku tidak merasa berbeda, namun saya lebih melihat, tidak sama persis, dan tidak bertolak belakang.
bagi sy yg mengikuti jalur mulasarvastivada, sy ikuti definisi yg ada, dan bagi yg Theravada, silakan ikuti definis sementara yg ada (Karena asumsi saya, di forum ini belum ada yg bisa masuk ke dlm Sutta atau Vinaya Pali Pitaka untuk mengakurkan pendapat yg beredar secara umum dan catatan warisan yg ada di Pali Pitaka).

Terima kasih, dan semoga menjadi lebih terang dan jelas, tetap semangat berlatih, dan kita sambung lagi di topik yg lain, kalau sy ada waktu utk membalas.

as usual, bow and respect,

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #81 on: 08 April 2008, 10:55:33 AM »
Quote from: nyanabhadra
Tidak menemukan tidak berarti tidak ada, sebaiknya anda coba tanyakan kepada ahli yg bisa akses langsung ke bahasa Pali, atau ahli dalam Sila dan Vinaya, kita tidak bisa mengarang dan menulis sesuka hati dan sesuai dengan informasi yg ada, namun kita berusha merujuk pada tulisan yg ada, kita pelajari dan renungkan, kemudian baru tahu apakah tindakan oral seks itu termasuk tindakan seksual abnormal, termasuk pelanggaran, atau tidak.
Demikian juga samanera, kalau tidak ketemu bukan berarti ada.

Jika memang dilarang, tentu para tipitaka dhara dan para ahli pasti tidak menyembunyikan dan tentu kita semua akan tahu juga sekarang.

Terlepas dari ada atau tidaknya. Saya pribadi, melakukan seks oral atau normal, sama saja, sama2x untuk kepuasan, sama seperti makan eskrim, sama seperti nonton film, dst. Kehendak lah yang menentukannya.
There is no place like 127.0.0.1

nyanabhadra

  • Guest
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #82 on: 08 April 2008, 11:10:06 AM »
Quote from: nyanabhadra
Tidak menemukan tidak berarti tidak ada, sebaiknya anda coba tanyakan kepada ahli yg bisa akses langsung ke bahasa Pali, atau ahli dalam Sila dan Vinaya, kita tidak bisa mengarang dan menulis sesuka hati dan sesuai dengan informasi yg ada, namun kita berusha merujuk pada tulisan yg ada, kita pelajari dan renungkan, kemudian baru tahu apakah tindakan oral seks itu termasuk tindakan seksual abnormal, termasuk pelanggaran, atau tidak.
Demikian juga samanera, kalau tidak ketemu bukan berarti ada.

Kalau sudah menelusuri dan tidak ditemukan, tentu saja baru bisa ambil kesimpulan bro, ada tidak ada bukan keputusan kita :)
Ingat, tidak ada ruang untuk spekulasi, apalagi bespekulasi dgn kata-kata  :D apalagi spekulasi dengan membolak-balikkan kata-kata  ;) peace.......terkesan cerdas.....salut utk bro Sumedho


Quote
Jika memang dilarang, tentu para tipitaka dhara dan para ahli pasti tidak menyembunyikan dan tentu kita semua akan tahu juga sekarang.

Sudah pernah menanyakan kepada Tipitaka Dhara? kalau beliau2 yg ahli Tipitaka juga bilang tidak ada, saya juga semakin yakin :), paling tidak mengandalakan orang yg konon menghafal seluruh isi Tipitaka :) lebih reliable.....

Quote
Terlepas dari ada atau tidaknya. Saya pribadi, melakukan seks oral atau normal, sama saja, sama2x untuk kepuasan, sama seperti makan eskrim, sama seperti nonton film, dst. Kehendak lah yang menentukannya.

Pernyataan ini sudah menjadi kesepakatan umum di forum ini, silakan lakukan sesuai dengan pemahaman maksimal yg kita punya masing-masing, informasi sudah disampaikan, tak ada rasa tertekan, tak ada rasa tidak enak, tidak ada rasa dibatas-batasi oleh definisi, semua adalah pilihan masing-masing, demikian kan cara Buddha menurunkan aturan utk para umat biasa? tidak ada unsur paksaan....

bagi monastik, aturan memang lebih ketat, tidak mau melaksankan aturan yg sudah digariskan, sebaiknya "out from the sangha", ini lebih bersifat tegas.

bow and respect,

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #83 on: 08 April 2008, 11:21:08 AM »
 _/\_ mohon praktekan dengan bijaksana.
secara tibetan mungkin kita mengetahui bahwa praktik Buddhism versi Tibetan Tantra memang lebih tegas mengenai ya dan tidaknya. namun saya pikir pembahasan ini cukup sampai disini. terdapat sebuah jarak antara samana dengan praktisi rumah tangga.

Selama tidak membawa kerugian dalam arti kesehatan,perselingkuhan,praktekan dengan bijaksana. mungkin pertanyaan konyol yang perlu dibantai adalah apakah boleh memasukkan ke lobang hidung atau telinga(got my point?),nah baru kita bilang gile masuk aja kaga bisa,malah bisa infeksi kalo dipaksain.gitu. Dhamma perlu dipahami sebagai Jalan Tengah. thanks
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #84 on: 08 April 2008, 11:24:39 AM »
Quote
Kalau sudah menelusuri dan tidak ditemukan, tentu saja baru bisa ambil kesimpulan bro, ada tidak ada bukan keputusan kita
Ingat, tidak ada ruang untuk spekulasi, apalagi bespekulasi dgn kata-kata   apalagi spekulasi dengan membolak-balikkan kata-kata   peace.......terkesan cerdas.....salut utk bro Sumedho
Maap nih samanera ^:)^, saya cuma menggunakan kembali kata2x dari samanera yg di revisi dikit :P , spekulasi dijawab pake spekulasi juga  ;D

Quote
Sudah pernah menanyakan kepada Tipitaka Dhara? kalau beliau2 yg ahli Tipitaka juga bilang tidak ada, saya juga semakin yakin , paling tidak mengandalakan orang yg konon menghafal seluruh isi Tipitaka  lebih reliable.....
Sayangnya saya belum pernah ketemu Tipitakadhara nih. Mau jadi tipitaka dhara juga nga mampu heheheh. Tapi dari sejauh yang saya pelajari, dari pola2xnya, demikianlah apa yang saya mengerti.

There is no place like 127.0.0.1

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #85 on: 08 April 2008, 12:08:07 PM »
Quote
Anda pernah membaca tulisan Eks Bhikkhu Mettanando tentang konsili? banyak hal yg kita telan mentah-mentah, dan byk informasi baru yg beliau temukan dalam kitab Tipitaka Theravada, lumayan buat informasi berimbang, sekedar informasi saja, berhubungan saya sendiri jg blum sanggup masuk ke dalam Tipitaka theravada, karena alasan bahasa.

Kita kagyur yg merupakan terjemahan2 dari zaman dulu, merupakan sutra otentik, dan ini yg setara dengan Tipitaka pali, kemudian kitab tagyur yang isinya komentar atas Kagyur oleh guru2 pada zaman itu.

utk melestarikan dharma yg kami anggap sumber ajaran, tidak ada cara lain yaitu dgn belajar, mengerti, memahami, merenungkan, memeditasikan, kemudian menerapkannya, sesuai dengan berbagai nasihat Buddha maupun ehipasiko.

Saya berbicara sesuai jalur yg sy tempuh, yaitu dari turun temurun aliran Mulasarvastivada, yang merupakan kelanjutan dari Tradisi Universitas Monastik Nalanda di zaman India kuno, karena secara personal sy yakin atas jalur ini, sy memaparkan apa yg saya tahu, tidak menjadikan itu suatu tulisan otoritatif maupun mengambil keputusan utk aliran lain. sy jg sangat menghargai hal2 yg kurang selaras, bahkan yg bertolak belakang, tampaknya karena kita yg kurang mengerti sehingga menganggap sesuatu itu boleh dilakukan, menganggap sesuatu itu bertolak belakang, dll......semoga kita menemukan harmonis dlm semua aliran, yg sesungguhnya adalah kendaraan Buddha.

Betul Samanera. Saya belum baca tulisan Bhikkhu Mettanando, tapi saya baca tulisan lain General Integrated Sutta Theory karangan Bhante Sujato isinya antara lain Kitab Agama Mandarin dan Pali Canon (Sutta dan Vinaya) itu hampir identik dengan garis besar sama, kecuali ada satu Sutta yang hilang dari Kitab Agama Mandarin, mengenai makan daging.

Saya dulu pernah bilang ke bro El Sol kalau Tibetan dan Theravada hampir mirip, karena Tibetan berakar pada Mula-Sarvastivada, daripada aliran yang mengambil akar dari Mahasanghika. Tetapi  Mahasanghika juga tidak saya anggap sesat, semua berakar dari ajaran Sang Buddha.

Dan diantara ketiga aliran, Mahayana, Theravada dan Tantrayana memang satu akar, bisa dilihat dari Vinaya 6 aliran yang isinya tidak jauh berbeda.

Saya tidak pernah menganggap salah satu aliran sesat, tapi diantara 3 aliran saya memilih satu jalan, yaitu Theravada. Theravada sendiri cukup luas, banyak hal-hal yang kontroversial. Antara lain citta yang berubah-ubah atau muncul dan hilang, teori anatta, Nibanna bisa dicapai dalam jhana atau jhana tidak diperlukan, metode Mahasi atau metode Goenka, menerima Abhidhamma sebagai asli atau tambahan, dll dll dll. Karena itu saya juga tidak pernah menelan mentah-mentah pendapat satu pihak. Saya memilih Theravada klasik sebagaimana dikumpulkan oleh Mahavihara semata-mata karena saya melihat sebagai jalan yang paling otentik. Bahkan Bodhicitta, Dhammakaya, Samboghakaya, Nirmanakaya juga ada disinggung dalam kitab komentar Theravada, tetapi dengan isi yang berbeda.

Tetapi saya tidak pernah melihat aliran lain sebagai sesat. Ini hanya pendapat sementara saya karena saya belum tercerahkan.

Bila ada suatu pendapat, biasanya saya mencoba melihat dari sisi lain.

Kalau Samanera melihat 84000 aliran sungai bermuara ke laut yang sama, saya melihat 100000 aliran sungai, 84000 mungkin bermuara ke laut, sisanya 16000 belum tentu, saya tidak tahu.

Saya setuju koq kalau pemuasan nafsu indera akan ada akibatnya. Sila sejati dengan sila sebagai definisi memang berbeda. Bahkan diantara Para Murid hanya satu yang terunggul dalam pelaksanaan Vinaya, bukan karena kebodohan atau salah, tetapi karena kondisi yang sesuai.

4 kebenaran mulia, ada sebab ada akibat, jalan mulia beruas delapan, tumimbal lahir, dukkha, anicca, anatta, sebab musabab yang saling bergantung, itulah inti yang saya terima.

Terus terang saya senang berdiskusi yang sehat seperti ini. Yang saya tidak senangi adalah yang mencampur, yang mengatakan semua hal sebagai hal yang benar, semua agama membawa kebaikan, semua aliran sama, ada hal-hal berbeda yang tidak bisa disatukan. Ini pandangan saya, kalau ada orang berpandangan lain silahkan.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #86 on: 09 April 2008, 03:14:10 PM »
GURU SAYA AKAN SELALU 1..

GURU SAYA GURU PARA GURU..

GURU SAYA GURU PARA DEWA..

GURU SAYA GURU PARA MANUSIA..

GURU SAYA GURU PARA MAKHLUK..

GURU SAYA BUDDHA GOTAMA...

dan beliau...menyatakan bahwa Pancasila upasaka dan upasika adalah...kamesumichacara..

beres tah..~~

 [at] karuna,
emank seh gw juga rasa seh Vajra ajaran intinya itu mirip ajaranne Theravada...n mereka mayan ketat Vinanyanya..

tapi yah gw tetep kurang suka ama Vajra karena..mereka menghina Hinayana!..-_-"

ajaran bagus..tapi menghina aliran lain..~~ bah!..makane aye menghina mereka juga..biar imbang dan alami jadine...~~ huehuehue
« Last Edit: 09 April 2008, 03:19:14 PM by El Sol »

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #87 on: 09 April 2008, 03:21:06 PM »
Quote
Di forum perbandingan Buddhis dengan tradisi lain saya menghargai semua pihak, bahkan termasuk El Sol. Karena itu saya berpikir beberapa kali sebelum mengubah judul Topik yang beliau tulis "SESAT". Dari sudut pandang Buddhis, aliran lain di luar 4 kebenaran mulia = tidak benar. Menilik dari kata "SESAT" = salah jalan, saya tidak mau mengubah judul topik beliau. Meskipun kata "SESAT" bisa berkonotasi negatif, saya tidak mau mengubah begitu saja... tetapi akhirnya setelah diskusi dengan Fox saya akhirnya setuju mengubah judul topik... bukan karena El Sol benar atau salah, tetapi menimbang bahwa hal negatif yang muncul bisa lebih besar dari hal positifnya...
Di post kata sesat tidak akan saya ubah, hanya di judul saja. Demikian juga dengan kata-kata member yang lain, egois..., dll, tidak saya hapus begitu saja, tetapi saya pertimbangkan dulu.
bagi gw ini gk msalah...^^

asal jangan kayak felix yg suka apus post gw...T_T

* Sekali lagi El Sol, yang di hapus pada saat itu sangat tidak pantas di tulis di forum ... Sekali lagi harap di mengerti dan seingat saya hanya satu kali di hapus postinganmu ... tetap jaga penulisan di forum yah, gunakan bahasa indonesia yang baik  :D ... _/\_
« Last Edit: 09 April 2008, 03:42:59 PM by Felix Thioris »

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #88 on: 10 April 2008, 12:02:33 AM »
saya sedang mengingatkan diri sendiri...  :)
akan wejangan Suhu Sumedho awal2 forum DC terbentuk...  ^:)^
memposting dengan Sati [sadar]...  _/\_
ingat baik2, agar tidak ada penyesalan nanti...  ::)
tidak ada kebahagiaan di atas penderitaan orang lain...  ;)
kematian akan datang menghampiri kita, jangan sampai ada penyesalan ketika saatnya tiba...  :)


By : Zen
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

nyanabhadra

  • Guest
Re: Boleh gak Oral Sex?
« Reply #89 on: 10 April 2008, 01:20:44 AM »
******

tapi yah gw tetep kurang suka ama Vajra karena..mereka menghina Hinayana!..-_-"

ajaran bagus..tapi menghina aliran lain..~~ bah!..makane aye menghina mereka juga..biar imbang dan alami jadine...~~ huehuehue

hak-hak-hak.......
Saya tidak pernah menemukan Ajaran Mahayana (Vajrayana) mengina aliran Hinayana. Coba buktikan kata-katamu :)
Yang ada hanya mereka yang mengaku (melabelkan) diri sebagai penganur Vajrayana (tidak mengerti inti mahayana maupun Vajrayana) sehingga dengan "bodohnya" menghina Hinayana.
Demikian juga sebaliknya, para penganut yg tak mengerti (Hinayana, Theravada, dll) kemudian dengan "bodohnya" menghinda Mahayana.

anyway, ini tidak berkaitan dgn topik ini, saya cukup segini saja, mohon pikir baik-baik sebelum mengetik sesuatu di forum, di tempat orang ramai, jaga mulut (dlm hal ini tulisan), dan di tempat sepi, sebaiknya jaga batinmu (pikiranmu).

Semua aliran yang mengalir, Theravada, Sukhavati, Zen, Vajrayana, semuanya begitu saya junjung tinggi dan hormati, aliran lain saya tidak berani komen.

peace,

bow and respect,