//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA  (Read 54062 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA
« on: 06 March 2012, 06:17:29 PM »
Berikut ini adalah terjemahan Vinaya Pitaka V, Cullavagga, bersumber dari Pali Text Society.

diterjemahkan apa adanya, termasuk gaya bahasa yg kaku khas PTS.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB I)
« Reply #1 on: 06 March 2012, 06:20:35 PM »
CULLAVAGGA
Tindakan Resmi


Terpujilah Sang Bhagavā, Yang Sempurna, Yang Tercerahkan Sempurna

Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di hutan Jeta di Vihara Anāthapindika. Pada saat itu para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka  dan yang adalah pembuat pertikaian, pembuat pertengkaran, pembuat perdebatan, pembuat perselisihan, pembuat pertanyaan resmi kepada Saṅgha,  setelah mendekati para bhikkhu yang juga adalah pembuat pertikaian … pembuat pertanyaan resmi kepada Saṅgha, berkata kepada mereka sebagai berikut: “Tidakkah kalian, Yang Mulia, membiarkan orang ini mengalahkan  kalian; berdebat keras dan lama, karena kalian lebih bijaksana dan lebih berpengalaman dan mendengar lebih banyak dan lebih cerdas daripada dia, jangan takut padanya, dan kami akan memihak kalian.” Karena ini, bukan saja memunculkan pertikaian yang belum ada sebelumnya, tetapi juga pertikaian yang telah ada menjadi meningkat dan membesar. ||1||

Para bhikkhu lain merendahkan, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka dan yang adalah pembuat pertikaian, pembuat pertengkaran, pembuat perdebatan, pembuat perselisihan, pembuat pertanyaan resmi kepada Saṅgha, setelah mendekati para bhikkhu yang juga adalah pembuat pertikaian … pembuat pertanyaan resmi kepada Saṅgha, berkata kepada mereka sebagai berikut: ‘Tidakkah kalian … dan kami akan memihak kalian.’ Karena ini … tetapi juga pertikaian yang telah ada menjadi meningkat dan membesar.” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah mengumpulkan para bhikkhu, bertanya kepada para bhikkhu: “Benarkah, dikatakan, para bhikkhu, bahwa para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka [1] dan yang adalah pembuat pertikaian … setelah mendekati para bhikkhu yang juga adalah pembuat pertikaian … berkata kepada mereka sebagai berikut: ‘Tidakkah kalian … dan kami akan memihak kalian’? Dan karena ini … tetapi juga pertikaian yang telah ada menjadi meningkat dan membesar?”

“Benar, Bhagavā.” Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, menegur mereka dengan mengatakan:

“Tidaklah sewajarnya, para bhikkhu, tidaklah sepantasnya bagi orang-orang dungu ini, tidaklah tepat, tidaklah selayaknya seorang petapa, tidak diperbolehkan, tidak boleh dilakukan. Bagaimana mungkin, para bhikkhu, orang-orang dungu ini yang adalah pebuat pertikaian … pembuat pertanyaan resmi kepada Saṅgha, berkata: ‘Tidakkah kalian … dan kami akan memihak kalian.’? Dan karena ini … tetapi juga pertikaian yang telah ada menjadi meningkat dan membesar. Itu bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang juga bukan untuk meningkatkan jumlah dari mereka yang senang, tetapi, para bhikkhu, itu membuat mereka yang senang serta tidak senang menjadi tidak senang, dan ini menyebabkan keraguan dalam beberapa orang.” ||2||

Kemudian Sang Bhagavā, setelah menegur para bhikkhu ini, setelah dalam berbagai cara mencela sulitnya menyokong dan memelihara diri sendiri, mencela keinginan yang banyak, mencela kurangnya kepuasan, mencela kemelekatan (pada rintangan), mencela kelambanan; setelah dalam berbagai cara memuji mudahnya menyokong dan memelihara diri sendiri, memuji keinginan yang sedikit, memuji kepuasan, memuji penghapusan (kejahatan), memuji kehati-hatian, memuji keramahan, memuji pengurangan (rintangan), memuji pengerahan usaha,  setelah membabarkan khotbah mengenai apa yang selayaknya, mengenai apa yang sepantasnya untuk mereka, berkata kepada para bhikkhu:

“Baiklah sekarang, para bhikkhu, Saṅgha harus memberlakukan tindakan (resmi) pengecaman  terhadap para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka. ||3||

“Dan beginilah, para bhikkhu, hal itu dilakukan; pertama, para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka harus dikecam; setelah mengecam mereka, mereka harus diminta untuk mengingat; setelah ingat, mereka harus dituduh melakukan pelanggaran; setelah menuduh mereka atas suat pelanggaran, Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan berkompeten, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka ini yang adalah pembuat pertikaian … pembuat pertanyaan resmi kepada Saṅgha, setelah mendekati para bhikkhu yang juga adalah pembuat pertikaian … pembuat pertanyaan resmi kepada Saṅgha, berkata kepada mereka sebagai berikut: “Tidakkah kalian … dan kami akan memihak kalian.” Karena ini, bukan saja memunculkan pertikaian yang belum ada sebelumnya, tetapi juga pertikaian yang telah ada menjadi meningkat dan membesar.  Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha harus memberlakukan tindakan (resmi) pengecaman terhadap para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka ini yang adalah pembuat pertikaian … menjadi meningkat dan membesar. Saṅgha memberlakukan tindakan (resmi) pengecaman terhadap para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka. Jika tindakan (resmi) pengecaman terhadap para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka sesuai keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk kedua kalinya, saya menyampaikan persoalan ini … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini: Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka ini yang adalah pembuat pertikaian … ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Tindakan (resmi) pengecaman terhadap para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka dilakukan oleh Saṅgha. Ini sesuai keinginan Sangha, karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||4||1|| [2]

“Para bhikkhu, jika terdapat tiga kualitas ini maka suatu tindakan (formal) pengecaman menjadi tidak sah dan tidak sah secara disiplin dan merupakan yang sulit diselesaikan: (yaitu) jika dilakukan tanpa kehadiran,  jika dilakukan ketika tidak ada interogasi, jika dilakukan tanpa pernyataan.  Para bhikkhu, jika terdapat tiga kualitas ini maka suatu tindakan (formal) pengecaman menjadi tidak sah dan tidak sah secara disiplin dan merupakan yang sulit diselesaikan. Dan, para bhikkhu, jika terdapat tiga kualitas lainnya ini maka suatu tindakan (formal) pengecaman menjadi … dan merupakan yang sulit diselesaikan: (yaitu) jika dilakukan ketika tidak ada pelanggaran, jika dilakukan atas suatu pelanggaran yang tidak memerlukan adanya pengakuan,  jika dilakukan atas suatu pelanggaran yang telah diakui. Para bhikkhu, jika terdapat tiga kualitas ini maka suatu tindakan (formal) pengecaman menjadi tidak sah dan tidak sah secara disiplin dan merupakan yang sulit diselesaikan. Dan, para bhikkhu, jika terdapat tiga kualitas lainnya ini maka suatu tindakan (formal) pengecaman menjadi … dan merupakan yang sulit diselesaikan: (yaitu) jika dilakukan tanpa terlebih dulu menegurnya, jika dilakukan tanpa terlebih dulu membuatnya mengingat, jika dilakukan tanpa terlebih dulu menuduhnya atas suatu pelanggaran. Para bhikkhu, jika terdapat tiga kualitas ini maka suatu tindakan (formal) pengecaman menjadi tidak sah dan tidak sah secara disiplin dan merupakan yang sulit diselesaikan. Dan, para bhikkhu, jika terdapat tiga kualitas lainnya ini maka suatu tindakan (formal) pengecaman menjadi … dan merupakan yang sulit diselesaikan: (yaitu) jika dilakukan tanpa kehadiran, jika dilakukan tidak menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang tidak lengkap. Para bhikkhu, jika terdapat tiga kualitas ini maka suatu tindakan (formal) pengecaman menjadi tidak sah dan tidak sah secara disiplin dan merupakan yang sulit diselesaikan. Dan, para bhikkhu, jika terdapat tiga kualitas lainnya ini maka suatu tindakan (formal) pengecaman menjadi … dan merupakan yang sulit diselesaikan: (yaitu) jika dilakukan ketika tidak ada  interogasi, jika dilakukan tidak menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang tidak lengkap. Para bhikkhu, jika terdapat tiga kualitas ini maka suatu tindakan (formal) pengecaman menjadi tidak sah dan tidak sah secara disiplin dan merupakan yang sulit diselesaikan. Dan, para bhikkhu, jika terdapat tiga kualitas lainnya ini maka suatu tindakan (formal) pengecaman menjadi … dan merupakan yang sulit diselesaikan: (yaitu) jika dilakukan tanpa pernyataan, jika dilakukan tidak menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang tidak lengkap … jika dilakukan ketika tidak ada pelanggaran, jika dilakukan tidak menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang tidak lengkap … jika dilakukan atas pelanggaran yang tidak memerlukan adanya pengakuan, jika dilakukan tidak menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang tidak lengkap …jika dilakukan atas pelanggaran yang telah diakui, jika dilakukan tidak menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang tidak lengkap … jika dilakukan tanpa terlebih dulu menegurnya, jika dilakukan tidak menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang tidak lengkap … jika dilakukan tanpa terlebih dulu membuatnya mengingat, jika dilakukan tidak menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang tidak lengkap … jika dilakukan tanpa terlebih dulu menuduhnya telah melakukan pelanggaran, jika dilakukan tidak menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang tidak lengkap. Jika, para bhikkhu, suatu tindakan (resmi) pengecaman memiliki tiga kualitas ini maka suatu tindakan (formal) pengecaman menjadi tidak sah dan tidak sah secara disiplin dan merupakan yang sulit diselesaikan. ||1||

Demikianlah dua belas kasus tindakan (resmi) yang tidak sah. ||2||

“Para bhikkhu, jika memiliki tiga kualitas maka suatu tindakan (resmi) pengecaman menjadi suatu tindakan (resmi) yang sah dan suatu tindakan (resmi) yang sah secara disiplin dan merupakan yang mudah diselesaikan: (yaitu) jika dilakukan dengan kehadiran, jika dilakukan ketika ada interogasi, jika dilakukan dengan pernyataan. Para bhikkhu, jika memiliki tiga kualitas ini … mudah diselesaikan. Dan, para bhikkhu, jika memiliki tiga kualiats lainnya ini … mudah diselesaikan: (yaitu) jika dilakukan ketika ada pelanggaran, jika dilakukan ketika ada pelanggaran yang menuntut adanya pengakuan, [3] jika dilakukan ketika ada pelanggaran yang belum diakui … jika dilakukan setelah menegurnya, jika dilakukan setelah membuatnya mengingat, jika dilakukan setelah menuduhnya atas suatu pelanggaran … jika dilakukan dengan kehadiran, jika dilakukan menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang lengkap … jika dilakukan ketika ada interogasi, jika dilakukan menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang lengkap … jika dilakuken dengan pernyataan, jika dilakukan menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang lengkap … jika dilakukan ketika ada pelanggaran, jika dilakukan menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang lengkap … jika dilakukan ketika ada pelanggaran yang menuntut adanya pengakuan, jika dilakukan menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang lengkap … jika dilakukan ketika ada pelanggaran yang belum diakui, jika dilakukan menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang lengkap … jika dilakukan setelah menegurnya, jika dilakukan menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang lengkap … jika dilakukan setelah membuatnya mengingat, jika dilakukan menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang lengkap … jika dilakukan setelah menuduhnya atas suatu pelanggaran, jika dilakukan menuruti aturan, jika dilakukan oleh kelompok yang lengkap. Jika, para bhikkhu, suatu tindakan (resmi) pengecaman memiliki tiga kualitas ini maka suatu tindakan (resmi) pengecaman menjadi suatu tindakan (resmi) yang sah dan suatu tindakan (resmi) yang sah secara disiplin dan merupakan yang mudah diselesaikan. ||1||

Demikianlah dua belas kasus tindakan (resmi) yang tidak sah. ||3||

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas, maka Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengecaman terhadapnya: jika ia adalah seorang pembuat pertikaian, seorang pembuat pertengkaran, seorang pembuat perselisihan, seorang pembuat perdebatan, seorang pembuat pertanyaan resmi kepada Saṅgha; jika ia dungu, tidak berpengalaman, banyak melakukan pelanggaran, tidak meninggalkannya ; jika ia menetap bersama dengan para perumah tangga dalam pergaulan yang tidak selayaknya dengan para perumah tangga.  Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas ini, maka Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengecaman terhadapnya. Dan, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas lainnya, maka Saṅgha … terhadapnya: jika, sehubungan dengan kebiasaan bermoral, ia jatuh dari kebiasaan bermoral ; jika, sehubungan dengan kebiasaan baik, ia jatuh dari kebiasaan baik; jika, sehubungan dengan pandangan (benar), ia jatuh dari pandangan (benar). Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki … terhadapnya. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas lainnya, maka Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengecaman terhadapnya: jika ia mencela Yang Tercerahkan, jika ia mencela dhamma, jika ia mencela Saṅgha. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas, maka Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengecaman terhadapnya. ||1||

Para bhikkhu jika Saṅgha menghendaki, Saṅgha boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengecaman terhadap tiga (jenis) bhikkhu: terhadap seorang pembuat pertikaian … seorang pembuat pertanyaan resmi kepada Saṅgha; terhadap seorang dungu, tidak berpengalaman, banyak melakukan pelanggaran, tidak meninggalkannya; terhadap seorang menetap bersama dengan para perumah tangga dalam pergaulan yang tidak selayaknya dengan para perumah tangga. Para bhikkhu jika Saṅgha menghendaki, Saṅgha boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengecaman terhadap tiga (jenis) bhikkhu ini. Dan, para bhikkhu, jika Saṅgha menghendaki, Saṅgha boleh melakukan … terhadap tiga (jenis) bhikkhu lainnya: terhadap seorang yang, sehubungan dengan kebiasaan bermoral, ia jatuh dari kebiasaan bermoral; terhadap seorang yang, sehubungan dengan kebiasaan baik, ia jatuh dari kebiasaan baik; terhadap seorang yang, sehubungan dengan pandangan (benar), ia jatuh dari pandangan (benar). Para bhikkhu, jika Saṅgha menghendaki … terhadap tiga (jenis) bhikkhu ini. Dan, para bhikkhu, jika Saṅgha menghendaki, Saṅgha boleh melakukan … terhadap tiga (jenis) bhikkhu lainnya: [4] terhadap seorang yang mencela Yang Tercerahkan, terhadap seorang yang mencela dhamma, terhadap seorang yang mencela Saṅgha. Para bhikkhu jika Saṅgha menghendaki, Saṅgha boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengecaman terhadap tiga (jenis) bhikkhu ini. ||2||

Demikianlah enam kasus jika menghendaki. ||4||

“Para bhikkhu, ketika suatu tindakan (resmi) pengecaman telah dilakukan terhadap seorang bhikkhu, ia harus berperilaku selayaknya. Ini adalah perilaku  selayaknya dalam kasus ini : ia tidak boleh menahbiskan, ia tidak boleh memberikan bimbingan,  samaṇera tidak boleh melayaninya,  penunjukan dirinya untuk menasihati bhikkhunã  tidak boleh diterima, dan bahkan jika ia ditunjuk, para bhikkhunã tidak boleh dinasihati (olehnya), ia tidak boleh melakukan pelanggaran (yang sama) yang karenanya suatu tindakan (resmi) pengecaman dilakukan oleh Saṅgha terhadapnya, juga tidak melakukan pelanggaran lain yang serupa, juga tidak melakukan pelanggaran yang lebih berat, ia tidak boleh mengkritik suatu tindakan (resmi),  ia tidak boleh mengkritik mereka yang memberlakukan tindakan (resmi), ia tidak boleh menangguhkan pelaksanaan Uposatha seorang bhikkhu biasa,  ia tidak boleh menangguhkan Undangannya,  ia tidak boleh menurunkan perintah,  ia tidak boleh meminta izin untuk pergi, ia tidak boleh menetapkan kekuasaan,  ia tidak boleh menegur,  ia tidak boleh mengingatkan, ia tidak boleh bertengkar  dengan para bhikkhu.” ||1||

Demikianlah Delapan belas Pelaksanaan sehubungan dengan tindakan (resmi) pengecaman. ||5||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB I)
« Reply #2 on: 06 March 2012, 06:25:55 PM »
Kemudian Saṅgha memberlakukan tindakan (resmi) pengecaman terhadap para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka. Para bhikkhu ini, ketika tindakan (resmi) pengecaman telah dilakukan terhadap mereka oleh Saṅgha, berperiaku selayaknya, menjadi lebih baik, memperbaiki sikap mereka, dan setelah menghadap para bhikkhu, mereka berkata: “Kami, Yang Mulia, yang telah menerima tindakan (resmi) pengecaman yang dilakukan oleh Saṅgha, telah berperilaku selayaknya, kami menjadi lebih baik, kami memperbaiki sikap kami. Sekarang, peraturan apakah yang harus kami ikuti?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Baiklah, para bhikkhu, Saṅgha harus mencabut tindakan (resmi) pengecaman terhadap para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka. ||1||

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas maka suatu tindakan (resmi) pengecaman tidak boleh dicabut: jika ia menahbiskan, jika ia memberikan bimbingan, jika seorang samaṇera melayaninya, jika ia menerima penunjukan untuk menasihati para bhikkhunã, jika ia menasihati para bhikkhunã walaupun ditunjuk. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas ini maka suatu tindakan (resmi) pengecaman tidak boleh dicabut. Dan, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas lainnya maka suatu tindakan (resmi) pengecaman tidak boleh dicabut: jika ia melakukan pelanggaran (yang sama) yang karenanya suatu tindakan (resmi) pengecaman dilakukan terhadapnya oleh Saṅgha, atau pelanggaran lain yang serupa, atau pelanggaran yang lebih berat, jika ia mengkritik tindakan (resmi), jika ia mengkritik mereka yang memberlakukan tindakan (resmi). Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas ini maka suatu tindakan (resmi) pengecaman tidak boleh dicabut.

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki delapan kualitas ini maka suatu tindakan (resmi) pengecaman tidak boleh dicabut: jika ia menangguhkan pelaksanaan Uposatha seorang bhikkhu biasa, jika ia menangguhkan Undangannya, jika ia menurunkan perintah, jika ia menetapkan kekuasaan, jika ia meminta izin untuk pergi, jika ia menegur, jika ia mengingatkan, jika ia bertengkar dengan para bhikkhu.” ||2||

Demikianlah Delapan belas kasus di mana (suatu Tindakan Resmi Pengecaman) tidak boleh dicabut ||6||

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas maka suatu tindakan (resmi) pengecaman boleh dicabut: jika ia tidak menahbiskan, jika ia tidak memberikan bimbingan, jika seorang samaṇera tidak melayaninya, jika ia tidak menerima penunjukan untuk menasihati para bhikkhunã, jika ia tidak menasihati para bhikkhunã walaupun ditunjuk. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki … boleh dicabut. Dan, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas lainnya maka suatu tindakan (resmi) pengecaman boleh dicabut: jika ia tidak melakukan pelanggaran (yang sama) yang karenanya suatu tindakan (resmi) pengecaman dilakukan terhadapnya oleh Saṅgha, juga tidak melakukan pelanggaran lain yang serupa, juga tidak melakukan pelanggaran yang lebih berat, jika ia tidak mengkritik tindakan (resmi), jika ia tidak mengkritik mereka yang memberlakukan tindakan (resmi). Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu … boleh dicabut.

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki delapan kualitas ini maka suatu tindakan (resmi) pengecaman boleh dicabut: jika ia tidak menangguhkan pelaksanaan Uposatha seorang bhikkhu biasa, jika ia tidak menangguhkan Undangannya, jika ia tidak menurunkan perintah, jika ia tidak menetapkan kekuasaan, jika ia tidak meminta izin untuk pergi, jika ia tidak menegur, jika ia tidak mengingatkan, jika ia tidak bertengkar dengan para bhikkhu. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki delapan kualitas ini maka suatu tindakan (resmi) pengecaman  boleh dicabut.” ||1||

Demikianlah Delapan belas kasus di mana (suatu Tindakan Resmi Pengecaman) boleh dicabut ||7||

“Dan baginilah, para bhikkhu, pencabutan itu dilakukan: para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka, setelah menghadap Saṅgha, setelah (masing-masing) merapikan jubahnya di salah satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu senior, setelah duduk bersila, setelah merangkapkan tangannya, harus berkata: ‘Suatu tindakan (resmi) pengecaman, Yang Mulia, telah dilakukan terhadap kami oleh Saṅgha; tetapi kami telah berperilaku selayaknya, kami menjadi lebih baik, kami memperbaiki sikap kami; dan kami memohon pencabutan tindakan (resmi) pengecaman’. Dan untuk ke dua kalinya permohonan diajukan… dan untuk ke tiga kalinya permohonan diajukan … Saṅgha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ||1||

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Para bhikkhu ini, pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka, yang kepada mereka suatu tindakan (resmi) pengecaman telah dilakukan oleh Saṅgha, telah berperilaku selayaknya, mereka menjadi lebih baik, mereka memperbaiki sikap mereka, [6] dan mereka memohon pencabutan tindakan (resmi) pengecaman. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha harus mencabut tindakan (resmi) pengecaman terhadap para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Para bhikkhu ini, pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka, yang kepada mereka suatu tindakan (resmi) pengecaman telah dilakukan oleh Saṅgha, telah berperilaku selayaknya, mereka menjadi lebih baik, mereka memperbaiki sikap mereka, dan mereka memohon pencabutan tindakan (resmi) pengecaman. Saṅgha mencabut tindakan (resmi) pengecaman terhadap para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka. Jika pencabutan tindakan (resmi) pengecaman terhadap para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka ini sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk kedua kalinya, saya menyampaikan persoalan ini … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … silahkan berbicara. Tindakan (resmi) pengecaman dicabut oleh Saṅgha terhadap para bhikkhu pengikut Paṇḍuka dan Lohitaka. Ini sesuai keinginan Sangha, karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||2||8||

Demikianlah Tindakan (Resmi) Pertama : Pengecaman

Pada saat itu Yang Mulia Seyyasaka  adalah seorang dungu, tidak berpengalaman, banyak melakukan pelanggaran, tidak meninggalkannya; ia menetap bersama para perumah tangga dalam pergaulan yang tidak selayaknya dengan para perumah tangga.  Sedemikian sehingga para bhikkhu bosan  memberinya masa percobaan, mengembalikannya ke awal, menjatuhkan mānatta, merehabilitasinya.  Para bhikkhu lain merendahkan, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Yang Mulia Seyyasaka, dungu, tidak berpengalaman … merehabilitasinya?” kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā, pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah mengumpulkan para bhikkhu, bertanya kepada para bhikkhu: “Benarkah, dikatakan, para bhikkhu, bahwa, Seyyasaka, dungu, tidak berpengalaman … merehabilitasinya?”

“Benar, Bhagavā.” Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, menegur mereka dengan mengatakan:

“Tidaklah sewajarnya, para bhikkhu, tidaklah sepantasnya bagi orang dungu ini, tidaklah tepat, tidaklah selayaknya seorang petapa, tidak diperbolehkan, tidak boleh dilakukan. Karena, bagaimana mungkin, para bhikkhu, orang dungu ini, dungu, tidak berpengalaman … merehabilitasinya? Itu bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang, juga bukan untuk meningkatkan jumlah dari mereka yang senang …” Dan setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu: [7]

“Baiklah, para bhikkhu, Saṅgha harus memberlakukan tindakan (resmi) pembimbingan  kepada Bhikkhu Seyyasaka, dengan mengatakan: ‘Engkau harus hidup dengan bergantung’ . ||2||

“Dan beginilah, para bhikkhu, hal ini dilakukan: Pertama, Bhikkhu Seyyasaka harus ditegur; setelah menegurnya, ia harus diingatkan; setelah mebuatnya mengingat, ia harus dituduh atas suatu pelanggaran; setelah menuduhnya atas suatu pelanggaran, Saṅgha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Bhikkhu Seyyasaka ini, dungu, tidak berpengalaman … merehabilitasinya. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha harus memberlakukan tindakan (resmi) pembimbingan kepada Bhikkhu Seyyasaka, dengan mengatakan: ‘Engkau harus hidup dengan bergantung’. Ini adalah usul. mohon Saṅgha mendengarkan saya. Bhikkhu Seyyasaka ini, dungu, tidak berpengalaman … merehabilitasinya. Saṅgha memberlakukan tindakan (resmi) pembimbingan kepada Bhikkhu Seyyasaka, dengan mengatakan: ‘Engkau harus hidup dengan bergantung’. Jika tindakan (resmi) pembimbingan, dengan mengatakan: ‘Engkau harus hidup dengan bergantung’, kepada Bhikkhu Seyyasaka sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk kedua kalinya, saya menyampaikan persoalan ini … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Tindakan (resmi) pembimbingan dengan mengatakan: ‘Engkau harus hidup dengan bergantung’, dilakukan oleh Saṅgha kepada Bhikkhu Seyyasaka. Ini sesuai keinginan Sangha, karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||2||9||

“jika seorang bhikkhu, para bhikkhu, memiliki tiga kualitas … ( = Bab 2-5. dengan menggantikan tindakan (resmi) pengecaman, dengan memberlakukan tindakan (resmi) pengecaman dengan tindakan (resmi) pembimbingan, dengan memberlakukan tindakan (resmi) pembimbingan) … ia tidak boleh bertengkar dengan para bhikkhu.” ||1||

Demikianlah Delapan belas Pelaksanaan sehubungan dengan tindakan (resmi) Pembimbingan. ||10||

Kemudian Saṅgha memberlakukan tindakan (resmi) pembimbingan kepada Bhikkhu Seyyasaka, dengan mengatakan: “Engkau harus hidup dengan bergantung.” Setelah tindakan (resmi) pembimbingan telah dilakukan oleh Saṅgha, ia, memilih, bergaul dengan, mengunjungi teman-teman yang baik (dalam perbuatan), meminta mereka membacakan, menanyai mereka, menjadi seorang yang banyak mendengar,  seorang yang kepadanya tradisi diturunkan; seorang ahli dhamma, seorang ahli disiplin, seorang yang ahli dalam pengelompokan; berpengalaman, bijaksana, rendah hati, takut melakukan pelanggaran, berkeinginan untuk berlatih; ia berperilaku selayaknya, menjadi lebih baik, dan memperbaiki sikapnya; dan, setelah menghadap para bhikkhu, ia berkata: “Saya, Yang Mulia, yang telah menerima tindakan (resmi) pembimbingan yang dilakukan oleh Saṅgha, telah berperilaku baik, aku menjadi lebih baik, dan telah memperbaiki sikapku. Peraturan apakah yang harus kuikuti?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Saṅgha harus mencabut tindakan (resmi) pembimbingan dari Bhikkhu Seyyasaka. ||1||

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas [8] … (=1. 6.2 – 7 dengan menggantikan tindakan (resmi) pengecaman menjadi tindakan (resmi) pembimbingan) … boleh dicabut. ||2||

Demikianlah Delapan belas kasus di mana (suatu Tindakan Resmi Pembimbingan) boleh dicabut ||8||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB I)
« Reply #3 on: 06 March 2012, 06:26:54 PM »

“Dan baginilah, para bhikkhu, pencabutan itu dilakukan: Para bhikkhu, Bhikkhu Seyyasaka, setelah menghadap Saṅgha, setelah merapikan jubahnya di salah satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu senior, setelah duduk bersila, setelah merangkapkan tangannya, harus berkata: ‘Saya, Yang Mulia, yang telah menerima tindakan (resmi) pembimbingan yang dilakukan oleh Saṅgha, telah berperilaku baik, aku menjadi lebih baik, dan telah memperbaiki sikapku; saya memohon pencabutan tindakan (resmi) pembimbingan. Dan untuk ke dua kalinya permohonan diajukan… dan untuk ke tiga kalinya permohonan diajukan ||1||

“Saṅgha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Bhikkhu Seyyasaka ini, yang kepadanya suatu tindakan (resmi) pembimbingan telah dilakukan oleh Saṅgha, telah berperilaku selayaknya, telah menjadi lebih baik, telah memperbaiki sikapnya, ia memohon pencabutan tindakan (resmi) pembimbingan. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha harus mencabut tindakan (resmi) pembimbingan terhadap bhikkhu Seyyasaka. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Bhikkhu Seyyasaka ini, yang kepadanya suatu tindakan (resmi) pembimbingan telah dilakukan oleh Saṅgha, telah berperilaku selayaknya, telah menjadi lebih baik, telah memperbaiki sikapnya, ia memohon pencabutan tindakan (resmi) pembimbingan. Jika pencabutan tindakan (resmi) pembimbingan terhadap bhikkhu Seyyasaka ini sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk kedua kalinya, saya menyampaikan persoalan ini … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Tindakan (resmi) pembimbingan dicabut oleh Saṅgha dari Bhikkhu Seyyasaka. Ini sesuai keinginan Sangha, karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||2||12||

Demikianlah Tindakan (Resmi) Ke dua : Pembimbingan

Pada saat itu  para bhikkhu yang tidak bermoral dan tidak takut melakukan pelanggaran yang adalah para pengikut Assajã dan Punabbasu sedang menetap di Kiṭāgiri. Mereka terlibat dalam kebiasaan buruk berikut ini: mereka menanam atau menyuruh menanam pohon bunga-bungaan; mereka menyiraminya; mereka memetiknya; mereka merangkainya menjadi (kalung bunga); mereka membuat kalung bunga dengan tangkai di satu sisinya; mereka membuat kalung bunga dengan tangkai di kedua sisinya; mereka membuat rumpun bunga ber tangkai bunga; mereka membuat rangkaian bunga; mereka membuat kalung bunga untuk dikenakan mengelilingi kening; mereka membuat anting-anting; [9] mereka membuat hiasan dada. (Para bhikkhu) ini membawa atau mengirimkan kalung bunga dengan tangkai di satu sisinya kepada istri-istri dari keluarga terhormat, kepada puteri-puteri dari keluarga terhormat, kepada gadis-gadis dari keluarga terhormat, kepada menantu-menantu perempuan dari keluarga terhormat, kepada budak-budak perempuan dari keluarga terhormat. Mereka membawa atau mengirimkan rumpun bunga bertangkai; mereka membawa atau mengirimkan rangkaian bunga … kalung bunga yang dikenakan mengelilingi kening … anting-anting … hiasan dada. Para bhikkhu ini makan dari satu piring yang sama dengan istri-istri dari keluarga terhormat, dengan puteri-puteri dari keluarga terhormat, dengan gadis-gadis dari keluarga terhormat, dengan menantu-menantu perempuan dari keluarga terhormat, dengan budak-budak perempuan dari keluarga terhormat; dan mereka minum dari cangkir yang sama; mereka duduk di matras yang sama; mereka duduk di dipan yang sama; mereka saling berbagi satu matras dan selimut yang sama. Dan mereka makan di waktu yang salah; dan mereka meminum minuman keras; dan mereka mengenakan kalung bunga dan menggunakan pengharum dan kosmetik; mereka menari dan bernyanyi dan memainkan alat musik, dan mereka berolah raga. Mereka menari ketika perempuan menari; mereka bernyanyi ketika perempuan menari; mereka bermain musik ketika perempuan menari; mereka berolah raga ketika perempuan menari; mereka menari ketika perempuan bernyanyi … mereka menari ketika perempuan bermain musik … mereka menari ketika perempuan berolah raga … mereka berolah raga ketika perempuan berolah raga. ||1||

Mereka bermain catur untuk berjudi; mereka bermain dengan membayangkan papan catur di udara; mereka memainkan permainan dengan menginjak gambar bagan; mereka bermain dengan biji-bijian … dadu …memukul sepotong kayu … sikat tangan … dengan bola … meniup melalui mainan pipa daun … dengan bajak mainan … berjungkir balik … kincir angin mainan … mainan mengkur daun … kereta mainan … busur mainan … mereka bermain menebak huruf … mainan membaca pikiran … permainan meniru orang cacat … mereka berlatih ilmu pengetahuan gajah … ilmu pengetahuan kuda … ilmu pengetahuan kereta … memanah … berpedang … kemudian mereka berlari di depan gajah … kuda … kereta ; mereka berlari mundur, mereka berlari maju, dan mereka bersiul dan mereka menjentikkan jari dan mereka bergulat dan mereka bertinju; dan setelah menghamparkan jubah luar sebagai panggung, mereka berkata kepada gadis penari: “Menarilah di sini, saudari.” Dan mereka bersorak, dan mereka terlibat dalam bermacam kebiasaan buruk. ||2||

Pada saat itu seorang bhikkhu, setelah melewatkan musim hujan di atara penduduk Kāsã, sewaktu pergi ke Sāvatthã untuk menemui Sang Bhagavā, tiba di Kiṭāgiri. Kemudian bhikkhu ini, merapikan jubahnya di pagi hari dan membawa mangkuk dan jubahnya memasuki Kiṭāgiri untuk menerima dana makanan. Ia terlihat menyenangkan ketika datang atau pergi, ketika ia melihat ke depan atau melihat ke belakang, ketika ia menarik atau merentangkan (tangannya), matanya menatap ke bawah, ia memiliki penampilan yang menyenangkan. Orang-orang, setelah melihat bhikkhu ini, berkata sebagai berikut: [10]

“Siapakah ini yang seperti orang bodoh dari orang-orang bodoh, seperti seorang dungu dari orang-orang dungu, seperti orang yang sangat sombong? Siapakah yang akan mendatanginya dan memberinya dana makanan? Guru-guru kami, para pengikut Assaji dan Punabbasu sopan, ramah, menyenangkan dalam berbicara, selalu tersenyum dan berkata: “Mari, engkau disambut’. Mereka tidak sombong, mereka mudah didekati, mereka yang akan berbicara duluan. Karena itu dana makanan harus diberikan kepada mereka.”

Seorang umat awam melihat bhikkhu itu berjalan menerima dana makanan di Kiṭāgiri; melihat bhikkhu itu, ia mendatanginya, dan setelah mendatanginya dan menyapanya, ia berkata: “Yang Mulia, apakah dana makanan telah diperoleh?”

“Belum, Tuan, dana makanan belum diperoleh.”

“Marilah, Yang Mulia, kita ke rumah (ku).” ||3||

Kemudian umat awam itu, setelah mengajak bhikkhu itu ke rumahnya dan memberinya makan, berkata:

“Kemanakah, Yang Mulia, hendak pergi?”

“Aku akan pergi ke Sāvatthã, untuk menemui Sang Bhagavā.”

“Kalau begitu, Yang Mulia, atas namaku bersujudlah di kaki Sang Bhagavā dengan kepalamu dan katakan: “Bhagavā, penduduk Kaṭāgiri telah rusak. Di Kaṭāgiri menetap para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu yang tidak takut melakukan pelanggaran, bejad. Mereka terlibat dalam berbagai kebiasaan buruk … mereka terlibat dalam bermacam kebiasaan buruk. Bhagavā, orang-orang yang sebelumnya memiliki keyakinan dan kepercayaan sekarang tidak lagi memiliki keyakinan dan kepercayaan. Mereka yang sebelumnya menjadi sumber persembahan bagi Saṅgha sekarang memotongnya; mereka mengabaikan para bhikkhu yang berperilaku baik, dan para bhikkhu bejad diterima. Baik sekali, Bhagavā, jika Sang Bhagavā mengutus para bhikkhu ke Kiṭāgiri, sehingga permasalahan di Kiṭāgiri ini dapat diselesaikan.”

“Baiklah, Tuan.” Dan bhikkhu itu setelah menjawab si umat awam bangkit dari duduknya dan pergi ke Sāvatthã. Perlahan ia mendekati Sāvatthã, Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika dan Sang Bhagavā; setelah medekat dan menyapa Sang Bhagavā, ia duduk pada jarak yang selayaknya. Adalah kebiasaan Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā untuk saling bertukar sapa dengan para bhikkhu yang baru datang. Maka Sang Bhagavā berkata kepada bhikkhu itu:

“Kuharap, bhikkhu, segalanya berjalan dengan baik bagimu, Kuharap engkau terus memperoleh kemajuan. Kuharap engkau menyelesaikan perjalananmu dengan sedikit kelelahan. Dan dari manakah engkau datang, bhikkhu?”

“Segalanya berjalan dengan baik, Bhagavā, aku memperoleh kemajuan, Bhagavā, dan Aku, Bhagavā, menyelesaikan perjalananmu dengan sedikit kelelahan. Sekarang, aku, setelah melewatkan musim hujan di antara penduduk Kāsã, dan sewaktu menuju ke Sāvatthã untuk menemui Bhagavā, tiba di Kiṭāgiri. Kemudian aku, Bhagavā, merapikan jubah, dan membawa mangkuk dan jubahku, memasuki Kiṭāgiri untuk menerima dana makanan. Kemudian, Bhagavā, seorang umat awam melihatku ketika aku bejalan menerima dana makanan, [11] dan ketika melihatku, ia mendekat, dan setelah mendekat, ia menyapaku dan berkata: “Yang Mulia, apakah dana makanan telah diperoleh?” “Belum, Tuan, dana makanan belum diperoleh”, aku berkata. “Marilah, Yang Mulia, kita ke rumah (ku),” ia berkata. Kemudian, Bhagavā,  umat awam itu, setelah mengajakkuitu ke rumahnya dan memberiku makan, berkata:

“Kemanakah, Yang Mulia, hendak pergi?”

“Aku akan pergi ke Sāvatthã, untuk menemui Sang Bhagavā.”

“Kalau begitu, Yang Mulia, … dapat diselesaikan’. Oleh karena itu, Bhagavā, aku datang.” ||5||

Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini sehubungan dengan hal ini, setelah mengumpulkan para bhikkhu, berkata:

“Para bhikkhu, benarkah, dikatakan, bahwa para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu, yang menetap di Kiṭāgiri, tidak takut melakukan pelanggaran dan bejad dan melibatkan diri dalam kebiasaan buruk berikut ini: mereka menanam pohon bunga-bungaan … terlibat dalam bermacam kebiasaan buruk … dan orang-orang … dan para bhikkhu bejad diterima?”

“Benar, bhagavā.”

Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, menegur mereka dengan berkata:

“Bagaimana mungkin, para bhikkhu, orang-orang dungu ini terlibat dalam kebiasaan-kebiasaan buruk seperti ini? bagaimana mungkin mereka menanam bunga, dan menyiraminya, dan memetiknya, dan bagaimana mungkin mereka membuatnya menjadi kalung bunga … ? Bagaimana mungkin mereka membawa atau mengirimkan …? Bagaimana mungkin mereka makan … minum … duduk … berdiri … makan … minum … berlari … menari … bernyanyi … dan bermain musik dan berolah raga … bermain … mereka berlatih … berlari … berlari dengan menghadap …? Bagaimana mungkin mereka bersiul dan menjentikkan jari dan bergulat dan bertinju, dan setelah menghamparkan jubah luar sebagai panggung, mereka berkata kepada gadis penari: “Menarilah di sini, saudari.” Dan mereka bersorak, dan mereka terlibat dalam bermacam kebiasaan buruk? Itu bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …”, dan setelah menegur mereka dan membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada Sāriputta dan Moggallāna:

“Pergilah, Sāriputta dan Moggallāna, dan setelah sampai di Kiṭāgiri, lakukanlah tindakan (resmi) pengusiran  dari Kiṭāgiri terhadap para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu; ini adalah mereka yang berbagi kamarmu.”

“Bagaimanakah, Bhagavā, kami memberlakukan tindakan (resmi) pengusiran terhadap para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu? Para bhikkhu itu kejam dan kasar.”

“Baiklah, Sāriputta dan Moggallāna, pergilah bersama dengan banyak bhikkhu.”

“Baik, Bhagavā.” Sāriputta dan Moggallāna menjawab ||6||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB I)
« Reply #4 on: 06 March 2012, 06:28:00 PM »
“Dan beginilah, para bhikkhu, hal itu dilakukan. Pertama, para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu [12] harus ditegur; setelah ditegur mereka harus diingatkan; setelah diingatkan mereka harus dituduh telah melakukan suatu pelanggaran, setelah menuduh mereka atas suatu pelanggaran, Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan berkata: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu ini menjatuhkan reputasi para keluarga dan berperilaku buruk; perilaku buruk mereka terlihat dan terdengar dan keluarga terhormat yang rusak karena mereka juga terlihat dan terdengar. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha harus melakukan tindkan (resmi) pengusiran dari Kiṭāgiri terhadap para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu yang karenanya para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu tidak boleh menetap di Kiṭāgiri. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Para bhikkhu … terlihat dan juga terdengar. Saṅgha memberlakukan tindakan (resmi) pengusiran dari Kiṭāgiri terhadap para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu yang karenanya para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu tidak boleh menetap di Kiṭāgiri. Jika tindakan (resmi) pengusiran dari Kiṭāgiri terhadap para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu yang karenanya para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu tidak boleh menetap di Kiṭāgiri ini sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, mereka yang tidak menginginkan, silahkan berbicara. Dan untuk ke dua kalinya saya menyampaikan hal ini … Dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan hal ini. tindakan (resmi) pengusiran dari Kiṭāgiri terhadap para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu yang karenanya para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu tidak boleh menetap di Kiṭāgiri dilakukan oleh Saṅgha. Ini sesuai keinginan Saṅgha, oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’ ||7||13||

“Para bhikkhu, jika memiliki tiga kualitas maka suatu tindakan (resmi) pengusiran menjadi tidak sah, tidak sah secara disiplin dan merupakan sesuatu yang sulit diselesaikan …  terhadap seorang yang mencela Saṅgha. Para bhikkhu, jika Saṅgha menghendaki, Saṅgha boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengusiran tehadap tiga (jenis) bhikkhu ini.

“Dan, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas lainnya maka Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengusiran terhadpnya: jika ia memiliki perbuatan yang sembrono,  jika ia memiliki ucapan yang sembrono, jika ia memiliki perbuatan dan ucapan yang sembrono. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas ini maka Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengusiran terhadapnya. Dan, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas lainnya … terhadapnya: jika ia memiliki kebiasaan perbuatan buruk, jika ia memiliki kebiasaan ucapan buruk, jika ia memiliki kebiasaan perbuatan dan ucapan buruk. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu … tindakan (resmi) pengusiran terhadapnya. Jika ia memiliki sifat mencelakai melalui perbuatan, jika ia memiliki sifat mencelakai melalui ucapan, jika ia memiliki sifat mencelakai melalui perbuatan dan ucapan. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu … tindakan (resmi) pengusiran terhadapnya. Dan, Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas lainnya maka Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengusiran terhadapnya: jika ia memiliki penghidupan salah melalui perbuatan, jika ia memiliki penghidupan salah melalui ucapan, jika ia memiliki penghidupan salah melalui perbuatan dan ucapan. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas ini maka Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengusiran terhadapnya. ||1|| [13]

“Para bhikkhu, Jika Saṅgha menghendaki, maka Saṅgha boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengusiran terhadap tiga (jenis) bhikkhu: terhadap seorang yang adalah pembuat pertikaian … (seperti pada I.4.2) … terhadap seorang yang mencela Saṅgha. Para bhikkhu, Jika Saṅgha menghendaki, maka Saṅgha boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengusiran terhadap tiga (jenis) bhikkhu ini. Dan, para bhikkhu, Jika Saṅgha menghendaki, maka Saṅgha boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengusiran terhadap tiga (jenis) bhikkhu: jika ia memiliki perbuatan yang sembrono, jika ia memiliki ucapan yang sembrono, jika ia memiliki perbuatan dan ucapan yang sembrono … terhadap seorang yang memiliki penghidupan salah melalui perbuatan dan ucapan. Para bhikkhu, Jika Saṅgha menghendaki, maka Saṅgha boleh memberlakukan tindakan (resmi) pengusiran terhadap tiga (jenis) bhikkhu ini. ||2||14||

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang menerima tindakan (resmi) pengusiran harus berperilaku selayaknya. Ini adalah perilaku selayaknya dalam kasus ini … (seperti pada CV. I.5) … ia tidak boleh bertengkar dengan para bhikkhu.” ||1||

Demikianlah Delapan belas Pelaksanaan sehubungan dengan tindakan (resmi) Pengusiran. ||15||

Kemudian Sāriputta dan Moggallāna memimpin Saṅgha, setelah tiba di Kiṭāgiri,  memberlakukan tindakan (resmi) pengusiran dari Kiṭāgiri terhadap para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu, yang karenanya para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu tidak boleh menetap di Kiṭāgiri. Ketika tindakan (resmi) pengusiran telah dilakukan oleh Saṅgha, mereka masih tidak berperilaku selayaknya, mereka tidak menjadi lebih baik, mereka tidak memperbaiki sikap mereka, mereka tidak meminta maaf kepada para bhikkhu, mereka menghina para bhikkhu, mereka mencela para bhikkhu, mereka bersikap buruk dengan mengikuti cara yang salah melalui keinginan, dengan mengikuti cara yang salah melalui kebencian, dengan mengikuti cara yang salah melalui kebodohan, dengan mengikuti cara yang salah melalui ketakutan; dan mereka pergi begitu saja dan mereka meninggalkan Saṅgha. Para bhikkhu lain merendahkan, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu ini, yang kepada mereka tindakan (resmi) pengusiran dilakukan oleh Saṅgha, tidak berperilaku selayaknya, tidak menjadi lebih baik, tidak memperbaiki sikap mereka? Mengapa mereka tidak meminta maaf kepada para bhikkhu? Mengapa mereka menghina dan mencela para bhikkhu? Mengapa mereka mengikuti cara yang salah melalui keinginan … kebencian … kebodohan … ketakutan, pergi dan meninggalkan Saṅgha?” kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah mengumpulkan para bhikkhu, berkata:

“Benarkah, dikatakan, para bhikkhu, bahwa para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasu, yang terhadapnya suatu tindakan (resmi) pengusiran telah dilakukan oleh Saṅgha, tidak berperilaku selayaknya, tidak menjadi lebih baik … dan meninggalkan Saṅgha?”

“Benar, Bhagavā.”

“Bagaimana mungkin, para bhikkhu, orang-orang dungu ini, yang terhadapnya suatu tindakan (resmi) pengusiran telah dilakukan oleh Saṅgha, tidak berperilaku selayaknya … dan meninggalkan Saṅgha? Itu bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” Dan setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Baiklah, para bhikkhu, Saṅgha jangan mencabut tindakan (resmi) pengusiran terhadap mereka. ||1||

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas [14] tindakan (resmi) pengusiran terhadapnya tidak boleh dicabut: jika ia menahbiskan … (seperti pada 1.6.2-7) … jika ia tidak bertengkar dengan para bhikkhu. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki delapan kualitas ini maka tindakan (resmi) pengusiran tidak boleh dicabut. ||16||

Demikianlah Delapan belas kasus di mana suatu Tindakan (Resmi) Pengusiran boleh dicabut ||16||

“Dan baginilah, para bhikkhu, pencabutan itu dilakukan: Para bhikkhu, para bhikkhu yang kepadanya suatu tindakan (resmi) pengusiran telah dilakukan, setelah menghadap Saṅgha, setelah merapikan jubahnya di salah satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu senior, setelah duduk bersila, setelah merangkapkan tangannya, harus berkata: ‘Tindakan (resmi) pengusiran, Yang Mulia, telah diberlakukan terhadapku oleh Saṅgha, tetapi aku telah berperilaku selayaknya, aku menjadi lebih baik, aku telah memperbaiki sikapku; saya memohon pencabutan tindakan (resmi) pengusiran’. Dan untuk ke dua kalinya permohonan diajukan, dan untuk ke tiga kalinya permohonan diajukan.

“Saṅgha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ||1||

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Bhikkhu ini, yang kepadanya suatu tindakan (resmi) pengusiran telah diberlakukan oleh Saṅgha, telah berperilaku selayaknya, telah menjadi lebih baik, telah memperbaiki sikapnya, dan ia memohon pencabutan tindakan (resmi) pembimbingan. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha harus mencabut tindakan (resmi) pengusiran terhadap bhikkhu ini. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Bhikkhu ini … dan ia memohon pencabutan tindakan (resmi) pembimbingan. Saṅgha mencabut tindakan (resmi) pengusiran terhadap bhikkhu ini. Jika pencabutan tindakan (resmi) pengusiran terhadap bhikkhu ini sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk kedua kalinya, saya menyampaikan persoalan ini … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Ini sesuai keinginan Sangha, karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||2||17||

Demikianlah Tindakan (Resmi) Ke tiga : Pengusiran

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB I)
« Reply #5 on: 06 March 2012, 06:28:28 PM »
Pada saat itu Yang Mulia Sudhamma  adalah seorang penghuni Macchikāsaṇḍa  milik perumah tangga Citta,  seorang pengawas bangunan, seorang penasihat.  Kapan saja perumah tangga Citta ingin mengundang Saṅgha atau sekelompok atau seseorang,  ia tidak mengundang tanpa meminta izin dari Yang Mulia Sudhamma. Pada saat itu beberapa bhikkhu senior – Yang Mulia Sāriputta dan Yang Mulia Moggallāna yang agung dan Yang Mulia Kaccāna yang agung dan Yang Mulia [15] Koṭṭhita yang agung dan Yang Mulia Kappina yang agung dan Yang Mulia Cunda yang agung dan Yang Mulia Anuruddha dan Yang Mulia Revata dan Yang Mulia Upāli dan Yang Mulia Ānanda dan Yang Mulia Rāhula  - melakukan perjalanan di Kāsi dan tiba di Macchikāsaṇḍa. perumah tangga Citta mendengar bahwa para bhikkhu senior ini telah tiba di Macchikāsaṇḍa. kemudian perumah tangga Citta menemui para bhikkhu senior ini; setelah bertemu, setelah menyapa para bhikkhu senior ini, ia duduk pada jarak yang selayaknya. Ketika perumah tangga Citta sedang duduk pada jarak yang selayaknya, Yang Mulia Sāriputta menyenangkan, menggembirakan, membangkitkan semangatnya dengan khotbah dhamma. Kemudian perumah tangga Citta, senang … terbangkitkan semangatnya oleh khotbah dhamma dari Yang Mulia Sāriputta, berkata kepada para bhikkhu senior: “Yang Mulia, sudilah para Mulia menerima persembahan makan dariku besok.” Para bhikkhu  senior menerimanya dengan berdiam diri. ||1||

Kemudian perumah tangga Citta, setelah memahami penerimaan para bhikkhu senior, bangkit dari duduknya, setelah berpamitan dengan para bhikkhu senior, dengan mereka di sisi kanannya, ia mendatangi Yang Mulia Sudhamma, setelah datang, setelah menyapa Yang Mulia Sudhamma, ia berdiri pada jarak yang selayaknya. Sambil berdiri pada jarak yang selayaknya, perumah tangga Citta berkata kepada Yang Mulia Sudhamma:

“Yang Mulia, sudilah Guru Sudhamma menerima persembahan makan dariku besok bersama dengan para bhikkhu senior.”

Kemudian Yang Mulia Sudhamma berpikir: “Sebelumnya ketika perumah tangga Citta ingin mengundang Saṅgha atau sekelompok atau seseorang, ia tidak mengundang tanpa meminta izin dariku; tetapi sekarang ia mengundang para bhikkhu senior tanpa meminta izin dariku. Perumah tangga Citta telah rusak, ia tidak menghargaiku, melepaskan diri dariku”, dan ia berkata kepada perumah tangga Citta: “Tidak, perumah tangga, aku tidak menerima.” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya perumah tangga Citta berkata kepada Yang Mulia Sudhamma: “Yang Mulia, sudilah Guru Sudhamma menerima persembahan makan dariku besok bersama dengan para bhikkhu senior.”

“Tidak, perumah tangga, aku tidak menerima.”

Kemudian perumah tangga Citta berpikir: “Apa yang dapat dilakukan Guru Sudhamma kepadaku dengan menerima atau tidak menerima?” setelah berpamitan dengan Yang Mulia Sudhamma, ia pergi dengan Yang Mulia Sudhamma di sisi kanannya. ||2||

Kemudian, menjelang malam berlalu, perumah tangga Citta mempersiapkan makanan-makanan mewah, keras dan lunak untuk para bhikkhu senior. Kemudian Yang Mulia Sudhamma, berpikir: “Bagaimana jika aku melihat apa yang telah dipersiapkan mewakili perumah tangga Citta untuk para bhikkhu senior?” [16] Setelah merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, ia mendatangi tempat kediaman perumah tangga Citta; setelah datang, ia duduk pada tempat yang telah disediakan. Kemudian perumah tangga Citta menemui Yang Mulia Sudhamma; setelah menyapa Yang Mulia Sudhamma, ia duduk pada jarak yang selayaknya. Yang Mulia Sudhamma berkata kepada perumah tangga Citta selagi ia duduk pada jarak yang selayaknya:

“Sungguh berlimpah, perumah tangga, makanan keras dan lunak yang engkau persiapkan, tetapi satu hal yang tidak ada di sini, yaitu, kue wijen.”

“Walaupun, Yang Mulia, begitu banyak harta berharga ditemukan dalam kata-kata Yang Tercerahkan, namun hanya ini yang diucapkan oleh Guru Sudhamma, yaitu kue wijen. Sebelumnya, Yang Mulia, beberapa pedagang dari Deccan  pergi ke wilayah timur  untuk berdagang dan dari sana mereka membeli seekor ayam. Kemudian, Yang Mulia, ayam itu kawin dengan seekor gagak dan melahirkan seekor anak ayam. Dan ketika, Yang Mulia, anak ayam itu ingin menyuarakan kaokan gagak, ia menyuarakan kotekan ayam, ketika ia ingin menyuarakan kotekan ayam, ia menyuarakan kaokan gagak. Demikian pula, Yang Mulia, walaupun begitu banyak harta berharga ditemukan dalam kata-kata Yang Tercerahkan, namun hanya ini yang diucapkan oleh Guru Sudhamma, yaitu kue wijen.”

“Engkau, perumah tangga, menghinaku, engkau, perumah tangga, mencercaku ; ini kediamanmu, perumah tangga, aku akan pergi dari sini.”

“Yang Mulia, aku tidak menghina dan mencercamu Guru Sudhamma; Yang Mulia, mohon Guru Sudhamma tetap di Macchikāsaṇḍa, Hutan Mangga yang menyenangkan ; aku akan berusaha memenuhi kebutuhan jubah, makanan, tempat tinggal dan obat-obatan bagi yang sakit.” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Sudhamma berkata kepada perumah tangga Citta: “Engkau, perumah tangga, menghinaku … aku akan pergi dari sini.”

“Kemanakah, Yang Mulia, Guru Sudhamma akan pergi?”

“Aku, perumah tangga, akan pergi ke Sāvatthã menemui Sang Bhagavā.”

“Baiklah, Yang Mulia, beritahukan kepada Sang Bhagavā segala apa yang engkau katakan dan apa yang kukatakan. Tetapi hal ini, Yang Mulia, tidak akan mengejutkan: bahwa Guru Sudhamma akan kembali ke sini ke Macchikāsaṇḍa.” ||4||

Kemudian Yang Mulia Sudhamma, setelah merapikan tempat tinggalnya, membawa mangkuk dan jubahnya, pergi menuju Sāvatthã. Akhirnya ia tiba di Sāvatthã, Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika, Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk pada jarak yang selayaknya. Sambil duduk pada jarak yang semestinya, Yang Mulia Sudhamma [17] memberitahukan kepada Sang Bhagavā segala yang telah ia katakan dan segala yang dikatakan oleh perumah tangga Citta. Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā menegurnya:

“Tidaklah sesuai, orang dungu, tidaklah selayaknya, tidaklah sepantasnya, bukan layaknya seorang petapa, tidak diperbolehkan, tidak boleh dilakukan. Bagaimana mungkin engkau, orang dungu, mencemooh  perumah tangga Citta, yang memiliki keyakinan dan kepercayaan, yang adalah seorang dermawan, seorang pekerja, seorang penyokong Saṅgha, dengan hal rendah, dan mengejeknya dengan hal rendah? Itu bukanlah, orang dungu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” Dan setelah menegurnya, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Baiklah, para bhikkhu, Saṅgha harus memnerlakukan tindakan (resmi) pendamaian  untuk Bhikkhu Sudhamma, dengan mengatakan: ‘Perumah tangga Citta harus diminta untuk memaafkan engkau.’ ||5||

“Dan beginilah, para bhikkhu hal itu dilakukan: Pertama, Bhikkhu Sudhamma harus ditegur, setelah menegurnya, ia harus diingatkan, setelah megingatkannya, ia harus dituduh telah melakukan suatu pelanggaran, setelah menuduhnya melakukan pelanggaran, Saṅgha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Bhikkhu Sudhamma ini telah mencemooh perumah tangga Citta yang memiliki keyakinan dan kepercayaan, yang adalah seorang dermawan, seorang pekerja, seorang penyokong Saṅgha, dengan hal rendah, dan mengejeknya dengan hal rendah. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha harus memberlakukan tindakan (resmi) pendamaian kepada Bhikkhu Sudhamma, dengan mengatakan: “Perumah tangga Citta harus diminta untuk memaafkan engkau.” Ini adalah usul.Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Bhikkhu Sudhamma ini telah mencemooh perumah tangga Citta … mengejeknya dengan hal rendah. Saṅgha memberlakukan tindakan (resmi) pendamaian kepada Bhikkhu Sudhamma, dengan mengatakan: “Perumah tangga Citta harus diminta untuk memaafkan engkau.” Jika tindakan (resmi) pendamaian kepada Bhikkhu Sudhamma, dengan mengatakan: “Perumah tangga Citta harus diminta untuk memaafkan engkau.” Ini sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk ke dua kalinya saya menyampaikan hal ini … Dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan hal ini … silahkan berbicara. Tindakan (resmi) pendamaian kepada Bhikkhu Sudhamma, dengan mengatakan: “Perumah tangga Citta harus diminta untuk memaafkan engkau.” Diberlakukan oleh Saṅgha. Ini sesuai keinginan Saṅgha, oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini. ||6||18||

“Para bhikkhu, jika memiliki tiga kualitas, maka suatu tindakan (resmi) pendamaian … (=1.2,3) … dan mudah diselesaikan. ||1||19||

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas, Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) pendamaian kepadanya : jika ia berusaha agar perumah tangga tidak menerima (perolehan); jika ia berusaha agar perumah tangga tidak memperoleh keuntungan; jika ia berusaha agar perumah tangga tidak memperoleh tempat tinggal; jika ia mencela dan menghina perumah tangga; [18] jika ia menyebabkan perpecahan di antara para perumah tangga. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas ini … tindakan (resmi) pendamaian kepadanya. Dan, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas lainnya, Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) pendamaian kepadanya: jika ia mencela Yang Tercerahkan di depan perumah tangga; Jika ia mencela dhamma di depan perumah tangga; Jika ia mencela Saṅgha di depan perumah tangga; jika ia mencemooh perumah tangga dengan hal rendah, jika ia mengejeknya dengan hal rendah, jika ia tidak memenuhi, menurut aturan, persetujuannya (yang diberikan) kepada perumah tangga.  Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu … tindakan (resmi) pendamaian kepadanya. Dan, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas lainnya, Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) kepada lima (jenis) bhikkhu ini: untuk ia yang berusaha agar perumah tangga tidak menerima (perolehan); untuk ia yang berusaha agar perumah tangga tidak memperoleh keuntungan; untuk ia yang berusaha agar perumah tangga tidak memperoleh tempat tinggal; untuk ia yang mencela dan menghina perumah tangga; untuk ia yang menyebabkan perpecahan di antara para perumah tangga. Para bhikkhu, Saṅgha … utuk lima (jenis) bhikkhu ini. Dan, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas lainnya, Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) kepada lima (jenis) bhikkhu lainnya: untuk ia yang mencela Yang Tercerahkan di depan perumah tangga … dhamma di depan perumah tangga … Saṅgha di depan perumah tangga; untuk ia yang mencemooh perumah tangga dengan hal rendah, mengejeknya dengan hal rendah, untuk ia yang, tidak memenuhi, menurut aturan, persetujuannya (yang diberikan) kepada perumah tangga. Para bhikkhu, Saṅgha, jika menghendaki, boleh memberlakukan tindakan (resmi) pendamaian kepada lima (jenis) bhikkhu ini. ||1||
 
Demikianlah empat kali lima kasus jika menghendaki. ||20||

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang kepadanya suatu tindakan (resmi) pendamaian diberlakukan harus berperilaku selayaknya … ( = 1.5, dengan menggantikan pengecaman menjadi pendamaian) … ia tidak boleh bertengkar dengan para bhikkhu.” ||1||

Demikianlah Delapan belas Pelaksanaan sehubungan dengan tindakan (resmi) Pendamaian. ||21||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB I)
« Reply #6 on: 06 March 2012, 06:29:19 PM »
Kemudian Saṅgha memberlakukan tindakan (resmi) pendamaian kepada Bhikkhu Sudhamma, dengan mengatakan: “Perumah tangga Citta harus diminta untuk memaafkan engkau.” Ia, setelah pergi ke Macchikāsaṇḍa ketika tindakan (resmi) pendamaian tealh diberlakukan oleh Saṅgha, menjadi malu, tidak mampu meminta maaf kepada perumah tangga Citta, dan ia kembali ke Sāvatthã. Para bhikkhu berkata: “Sudahkah engkau meminta maaf kepada perumah tangga Citta?”

“Sekarang, aku, Yang mulia, setelah pergi ke Macchikāsaṇḍa, menjadi malu, tidak mampu meminta maaf kepada perumah tangga Citta.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. ||1||

Ia berkata: “Baiklah, para bhikkhu, biarlah Saṅgha memberikan seorang utusan pendamping bagi Bhikkhu Sudhamma untuk meminta maaf kepada perumah tangga Citta. Dan beginilah, para bhikkhu, hal itu diberikan: Pertama, seorang bhikkhu harus diminta; setelah memintanya, Saṅgha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan berkompeten, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya, Saṅgha boleh memberikan utusan pendamping bagi Bhikkhu Sudhamma untuk meminta maaf kepada perumah tangga Citta. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Saṅgha [19] memberikan seorang bhikkhu sebagai utusan pendamping bagi Bhikkhu Sudhamma untuk meminta maaf kepada perumah tangga Citta. Jika pemberian seorang bhikkhu sebagai utusan pendamping bagi Bhikkhu Sudhamma untuk meminta maaf kepada perumah tangga Citta sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Seorang bhikkhu diberikan oleh Saṅgha sebagai utusan pendamping bagi Bhikkhu Sudhamma untuk meminta maaf kepada perumah tangga Citta. Ini sesuai keinginan Saṅgha; oleh karena itu Saṅgha berdia diri. Demikianlah saya memahami hal ini. ||2||

“Para bhikkhu, ketika Bhikkhu Sudhamma, bersama dengan utusan pendamping, tiba di Macchikāsaṇḍa, perumah tangga Citta harus diminta untuk memaafkannya (Sudhamma dengan mengatakan), “Maafkan saya, perumah tangga, aku berdamai denganmu’. Jika, ketika ia mengatakan itu, ia memaafkannya, maka itu bagus; jika ia tidak memaafkan, si utusan pendamping harus berkata: ‘Maafkanlah dia, perumah tangga, ia berdamai denganmu.’ Jika, ketika ia mengatakan itu, ia memaafkannya, maka itu bagus; jika ia tidak memaafkan, si utusan pendamping harus berkata: ‘Maafkanlah dia, perumah tangga, ia berdamai denganmu.’ Jika … itu bagus; jika ia tidak memaafkan, si utusan pendamping harus berkata: ‘Maafkanlah bhikkhu ini, perumah tangga, (aku mohon) atas nama Saṅgha’. Jika … itu bagus; jika ia tidak memaafkan, si utusan pendamping, tanpa menyuruh Bhikkhu Sudhamma pergi dari penglihatan  perumah tangga Citta, tanpa menyuruhnya pergi melampaui jarak pendengaran, setelah menyuruhnya merapikan jubahnya di salah satu bahunya, setelah menyuruhnya duduk berlutut, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan,  harus mengakui pelanggarannya.” ||3||22||

Kemudian Bhikkhu Sudhamma, bersama dengan utusan pendamping, setelah tiba di Macchikāsaṇḍa, memohon kepada perumah tangga Citta agar memaafkannya. Ia berperilaku selayaknya, ia menjadi lebih baik, ia memperbaiki sikapnya, dan setelah mendatangi para bhikkhu, ia berkata: “Saya, Yang Mulia, yang telah menerima pemberlakukan tindakan (resmi) pendamaian dari Saṅgha, telah berperilaku selayaknya, telah menjadi lebih baik, telah memperbaiki sikapku. Sekarang, aturan apakah yang harus kuikuti?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Saṅgha harus mencabut tindakan (resmi) pendamaian kepada Bhikkhu Sudhamma. ||1||

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas, maka tindakan (resmi) pendamaian tidak boleh dicabut … ( = Bab. 6. 2 – 7) … tidak bertengkar dengan para bhikkhu. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki delapan kualitas ini maka tindakan (resmi) pendamaian boleh dicabut. ||2||

Demikianlah Delapan belas kasus di mana suatu Tindakan (Resmi) Pendamaian boleh dicabut ||23||

“Dan beginilah, para bhikkhu, pencabutan itu: Para bhikkhu, Bhikkhu Sudhamma, setelah menghadap Saṅgha … (baca Bab. 12) …’ … Demikianlah saya memahami hal ini.’ ||1||24||

Demikianlah Tindakan (Resmi) Ke empat : Pendamaian

Pada suatu ketika Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā sedang berdiam di Kosambi di Vihara Ghosita. Pada saat itu Yang Mulia Channa  setelah melakukan suatu pelanggaran, tidak mau melihat pelanggaran itu.  Para bhikkhu lain merendahkan, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Yang Mulia Channa, setelah melakukan suatu pelanggaran, tidak mau melihat pelanggaran itu?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan itu, sehubungan dengan hal itu, setelah mengumpulkan para bhikkhu, bertanya kepada para bhikkhu:

“Benarkah, sikatakan, para bhikkhu, bahwa Bhikkhu Channa … tidak mau melihat pelanggaran itu?”

“Benar, Bhagavā.” Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā menegurnya dengan berkata:

“Bagaimana mungkin, para bhikkhu, orang dungu ini, setelah melakukan pelanggaran, tidak mau melihat pelanggaran itu? itu bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” Dan setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Baiklah, para bhikkhu, Saṅgha harus memberlakukan tindakan (resmi) penangguhan  kepada Bhikkhu Channa karena tidak melihat pelanggarannya, (dan) ia tidak boleh makan bersama Saṅgha.  ||1||

“Dan beginilah, hal itu dilakukan. Pertama, Bhikkhu Channa harus ditegur, setelah ditegur, ia harus diingatkan, setelah diingatkan, ia harus dituduh telah melakukan suatu pelanggaran; setelah menuduhnya atas suatu pelanggaran, Saṅgha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Bhikkhu Channa ini, setelah melakukan pelanggaran, tidak mau melihat pelanggarannya. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha harus memberlakukan tindakan (resmi) penangguhan kepada Bhikkhu Channa karena tidak melihat pelanggarannya (dan ia) tidak boleh makan bersama Saṅgha. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Bhikkhu Channa ini, setelah melakukan pelanggaran, tidak mau melihat pelanggarannya. Saṅgha memberlakukan tindakan (resmi) penangguhan kepada Bhikkhu Channa karena tidak melihat pelanggarannya (dan ia) tidak boleh makan bersama Saṅgha. Jika tindakan (resmi) penangguhan kepada Bhikkhu Channa karena tidak melihat pelanggarannya (dan) tidak boleh makan bersama Saṅgha ini sesuai keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk ke dua kalinya saya menyampaikan persoalan ini … dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini: Yang Mulia … [21] silahkan berbicara. Tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggarannya (dan) tidak makan bersama Saṅgha, diberlakukan oleh Saṅgha kepada Bhikkhu Channa. Ini sesuai keinginan Saṅgha; oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’ Dan, para bhikkhu, umumkan dari satu tempat tinggal ke tempat tinggal lainnya: ‘Tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggarannya (dan) tidak makan bersama Saṅgha telah diberlakukan terhadap Bhikkhu Channa.’ ||2||25||

“Para bhikkhu, jika tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggarannya memiliki tiga kualitas maka itu menjadi tindakan (resmi) yang tidak menuruti aturan … (baca Bab 2-4) … Para bhikkhu, jika Saṅgha menghendaki, maka Saṅgha boleh memberlakukan tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggaran kepada tiga (jenis) bhikkhu.” ||1||

Demikianlah enam kasus Jika Menghendaki sehubungan dengan Tindakan (resmi) Penangguhan karena tidak melihat pelanggaran. ||26||

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang kepadanya suatu tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggarannya diberlakukan harus berperilaku selayaknya. Berikut ini adalah perilaku selayaknya dalam kasus ini : ia tidak boleh menahbiskan, ia tidak boleh memberikan bimbingan, samaṇera tidak boleh melayaninya, penunjukan untuk menasihati bhikkhunã tidak boleh ia terima, bahkan jika ia ditunjuk untuk menasihati bhikkhunã, ia tidak boleh menasihati bhikkhunã, ia tidak boleh melakukan pelanggaran yang sama yang karenanya suatu tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggaran dberlakukan kepadanya oleh Saṅgha, atau pelanggaran sejenis, atau pelanggaran yang lebih berat, ia tidak boleh mengkritik tindakan (resmi), ia tidak boleh mengkritik mereka yang memberlakukan tindakan (resmi), ia tidak boleh menerima sapaan dari bhikkhu biasa, berdiri di depannya, memberikan hormat dengan merangkapkan tangan, melakukan tugas-tugas selayaknya, mengambilkan tempat duduk, membawakan tempat tidur, air untuk (mencuci) kaki, bangku injakan kaki, bangku untuk meletakkan kaki, menerima mangkuk dan jubah, memijat punggung, ia tidak boleh memfitnah bhikkhu lain dengan tuduhan jatuh dari kebiasaan bermoral, ia tidak boleh memfitnahnya dengan tuduhan jatuh dari kebiasaan baik, ia tidak boleh memfitnahnya dengan tuduhan jatuh dari pandangan (benar), ia tidak boleh memfitnahnya dengan tuduhan jatuh dari penghidupan benar, ia tidak boleh menyebabkan perpecahan di antara para bhikkhu, ia tidak boleh mengenakan simbol-simbol perumah tangga, ia tidak boleh mengenakan simbol-simbol anggota sekte lain, ia harus mengikuti para bhikkhu, ia harus berlatih dalam pelatihan untuk para bhikkhu, ia tidak boleh menetap  di bawah satu atap dengan bhikkhu biasa, ia tidak boleh menetap dalam apa yang bukan tempat tinggal  di bawah satu atap dengan bhikkhu biasa, setelah melihat seorang bhikkhu biasa ia harus bangkit dari duduknya, ia tidak boleh mencela seorang bhikkhu biasa apakah di dalam maupun di luar,  ia tidak boleh menangguhkan pelaksanaan Uposatha seorang bhikkhu biasa,  ia tidak boleh menangguhkan Undangannya, ia tidak boleh menurunkan perintah, [22] ia tidak boleh menetapkan kekuasaan, ia tidak boleh meminta izin untuk pergi, ia tidak boleh menegur, ia tidak boleh mengingatkan, ia tidak boleh bertengkar dengan para bhikkhu.” ||1||

Demikianlah Empat puluh tiga Pelaksanaan sehubungan dengan tindakan (resmi) Penangguhan karena Tidak Melihat Pelanggaran. ||27||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB I)
« Reply #7 on: 06 March 2012, 06:30:14 PM »
Kemudian Saṅgha memberlakukan tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggaran kepada Bhikkhu Channa (dan) tidak boleh makan bersama Saṅgha. Ia, ketika tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggaran telah diberlakukan kepadanya oleh Saṅgha, mendatangi dari satu tempat tinggal ke tempat tinggal lainnya; para bhikkhu tidak menyapanya, juga tidak berdiri di hadapannya, juga tidak memberi hormat dengan merangkapkan tangan, juga tidak melakukan tugas-tugas selayaknya, tidak menghormat, menghargai, menyembahnya.  Ia, karena tidak dihormati, dihargai atau disembah oleh para bhikkhu ini, pergi dari tempat tinggal itu menuju tempat tinggal lainnya; di sana juga para bhikkhu tidak menyapanya … Ia kemudian pergi dari tempat tinggal itu menuju tempat tinggal lainnya; di sana juga para bhikkhu tidak menyapanya … Ia, karena tidak dihormati, kembli ke Kosambi. Ia berperilaku selayaknya, ia menjadi lebih baikm, ia memperbaiki sikapnya; setelah mendatangi para bhikkhu, ia berkata: “Aku, Yang Mulia, yang telah menerima tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggaran yang diberlakukan oleh Saṅgha, telah berperilaku selayaknya, aku telah menjadi lebih baik, aku telah memperbaiki sikapku. Aturan apakah yang harus kuikuti?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Saṅgha harus mencabut tindakan (resmi) karena tidak melihat pelanggaran kepada Bhikkhu Channa. ||1||

“Jika, para bhikkhu, seorang bhikkhu memiliki lima kualitas, maka suatu tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggaran tidak boleh dicabut: jika ia menahbiskan, jika ia memberikan bimbingan, jika samaṇera melayaninya, jika ia menerima penunjukan untuk menasihati bhikkhunã, jika walaupun ditunjuk ia tetap menasihati bhikkhunã. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas ini … tidak boleh dicabut. Dan pra bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas lainnya, maka … tidak boleh dicabut: jika ia melakukan pelanggaran yang sama yang karenanya suatu tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggaran dberlakukan kepadanya oleh Saṅgha, atau pelanggaran sejenis, atau pelanggaran yang lebih berat, ia tidak boleh mengkritik tindakan (resmi), ia tidak boleh mengkritik mereka yang memberlakukan tindakan (resmi). Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas ini … tidak boleh dicabut. Dan para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas lainnya, maka … tidak boleh dicabut: jika ia menerima sapaan dari seorang bhikkhu biasa, berdiri di hadapannya, memberi hormat dengan merangkapkan tangan, melakukan tugas-tugas selayaknya, membawakan tempat duduk. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu … tidak boleh dicabut. Dan para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas lainnya, maka … tidak boleh dicabut: [23] jika ia menerima seorang bhikkhu biasa yang mengambilkan tempat tidur, air untuk (mencuci) kaki, bangku injakan kaki, bangku untuk meletakkan kaki, menerima mangkuk dan jubah, memijat punggung. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas ini, maka suatu tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggaran tidak boleh dicabut.

“Dan, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas lainnya, maka … tidak boleh dicabut: jika ia memfitnah seorang bhikkhu biasa dengan tuduhan telah jatuh dari kebiasaan bermoral, jika ia memfitnah seorang bhikkhu biasa dengan tuduhan telah jatuh dari kebiasaan baik, jika ia memfitnah seorang bhikkhu biasa dengan tuduhan telah jatuh dari pandangan (benar), jika ia memfitnah seorang bhikkhu biasa dengan tuduhan telah jatuh dari penghidupan benar, jika ia menyebabkan perpecahan di antara para bhikkhu. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu … tidak boleh dicabut. Dan, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas lainnya, maka … tidak boleh dicabut: jika ia mengenakan simbol-simbol perumah tangga, jika ia mengenakan simbol-simbol anggota sekte lain, jika ia mengikuti anggota sekte lain, jika ia tidak mengikuti para bhikkhu, jika ia tidak berlatih dalam pelatihan untuk para bhikkhu. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu … tidak boleh dicabut. Dan, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas lainnya, maka … tidak boleh dicabut: jika, dalam suatu tempat tinggal, ia menetap di bawah satu atap dengan bhikkhu biasa, jika di dalam apa yang bukan tempat tinggal, ia menetap di bawah satu atap dengan bhikkhu biasa, jika di dalam suatu tempat tinggal ataupun bukan tempat tinggal, ia menetap di bawah satu atap dengan bhikkhu biasa, jika, setelah melihat seorang bhikkhu, ia tidak bangkit dari duduknya, jika ia mencela bhikkhu biasa baik di dalam maupun di luar. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu … tidak boleh dicabut. Dan, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki delapan kualitas, maka … tidak boleh dicabut: jika ia menangguhkan pelaksanaan Uposatha seorang bhikkhu biasa, jika ia menangguhkan Undangannya, jika ia menurunkan perintah, jika ia menetapkan kekuasaan, jika ia meminta izin untuk pergi, jika ia menegur, jika ia mengingatkan, jika ia bertengkar dengan para bhikkhu. Para bhikkhu, seorang bhikkhu memiliki delapan kualitas ini, maka suatu tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggaran tidak boleh dicabut. ||2||

Demikianlah Empat puluh tiga Pelaksanaan (di mana suatu tindakan (resmi) Penangguhan karena Tidak Melihat Pelanggaran tidak boleh dicabut. ||28||

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas, maka suatu tindakan (resmi) penaangguhan karena tidak melihat pelanggaran boleh dicabut: jika ia tidak menahbiskan … (bab ini berlawanan dengan 28.2) … jika ia tidak bertengkar dengan para bhikkhu. Para bhikkhu, seorang bhikkhu memiliki delapan kualitas ini, maka suatu tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggaran boleh dicabut. ||1||

Demikianlah Empat puluh tiga Pelaksanaan (di mana suatu tindakan (resmi) Penangguhan karena Tidak Melihat Pelanggaran boleh dicabut. ||29||

“Dan beginilah, para bhikkhu, tindakan (resmi) itu dicabut: Bhikkhu Channa setelah mendatangi para bhikkhu … (baca Bab 12 dengan menggantikan tindakan (resmi) pengecaman menjadi tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggarannya)… ‘ … Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||1||30||

Demikianlah Tindakan (Resmi) Ke lima : Penangguhan karena tidak melihat pelanggaran. [24]

Pada saat itu Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā sedang berdiam di Kosambi di Vihara Ghosita. Pada saat itu Yang Mulia Channa, setelah melakukan pelanggaran, tidak mau memperbaiki pelanggarannya.  … ( = Bab. 25-30. dengan menggantikan melihat menjadi memperbaiki; dengan menggantikan tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melihat pelanggarannya menjadi tindakan (resmi) penangguhan karena tidak memperbaiki) … ‘ … Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||31||

Demikianlah Tindakan (Resmi) Ke enam : Penangguhan karena tidak memperbaiki pelanggaran.

Pada suatu ketika Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthã di Hutan Jeta di Vihara Anāthapiṇḍika. Pada saat itu suatu pandangan salah telah muncul pada seorang bhikkhu bernama Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar, seperti berikut :

“Sejauh yang kupahami dari dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagavā, adalah dalam mengikuti hal-hal yang disebut rintangan oleh Sang Bhagavā, sebenarnya tidak ada rintangan sama sekali.”

Beberapa bhikkhu mendengar: “Suatu pandangan salah telah muncul pada bhikkhu bernama Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar, seperti berikut: “Sejauh yang kupahami … tidak ada rintangan sama sekali.”

Kemudian para bhikkhu ini mendatangi Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar, dan setelah bertemu, mereka berkata kepada Bhikkhu Ariṭṭha sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar:

“Benarkah, dikatakan, Yang Mulia Ariṭṭha, bahwa suatu pandangan salah telah muncul dalam dirimu, seperti ini: “Sejauh yang kupahami … tidak ada rintangan sama sekali.”

“Tidak diragukan, Yang Mulia, seperti yang kupahami dari dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagavā, adalah dalam mengikuti hal-hal yang disebut rintangan oleh Sang Bhagavā, sebenarnya tidak ada rintangan sama sekali.” ||1||

“Jangan berkata seperti itu, Yang Mulia Ariṭṭha, jangan salah menafsirkan Sang Bhagavā; kesalahan dalam menafsirkan Sang Bhagavā tidaklah pantas, dan Sang Bhagavā tentu saja tidak berkata seperti itu. Yang Mulia Ariṭṭha hal-hal yang merupakan rintangan disebut rintangan oleh Sang Bhagavā, dan dalam mengikuti hal-hal ini sesungguhnya benar-benar ada rintangan. Kenikmatan-kenikmatan indria dinyatakan oleh Sang Bhagavā sebagai (hal-hal) yang menghasilkan sedikit kepuasan, lebih banyak kesakitan, lebih banyak kesengsaraan, yang mana lebih banyak bahaya. Kenikmatan-kenikmatan indria dinyatakan oleh Sang Bhagavā sebagai tulang-belulang, lebih banyak kesakitan, lebih banyak kesengsaraan, yang mana lebih banyak bahaya. Kenikmatan-kenikmatan indria dinyatakan oleh Sang Bhagavā sebagai segumpal daging … sebagai setitik api dalam rumput kering … sebagai celah arang menyala … sebagai mimpi … sebagai sesuatu yang dipinjam … sebagai buah-buahan dari sebatang pohon [25] … sebagai rumah jagal … sebagai tombak … Kenikmatan-kenikmatan indria dinyatakan oleh Sang Bhagavā sebagai kepala ular, lebih banyak kesakitan, lebih banyak kesengsaraan, yang mana lebih banyak bahaya.”

Namun Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar, ketika dinasihati demikian oleh para bhikkhu ini, mengungkapkan pandangan salahnya seperti sebelumnya, tetap bersikeras menggenggamnya, terikat padanya: “Tidak diragukan, Yang Mulia, seperti yang kupahami dari dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagavā, adalah dalam mengikuti hal-hal yang disebut rintangan oleh Sang Bhagavā, sebenarnya tidak ada rintangan sama sekali.” ||2||

Dan karena para bhikkhu itu tidak mampu menasihati Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar dari pandangan salah itu, maka para bhikkhu ini menghadap Sang Bhagavā; dan setelah menghadap, mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, telah mengumpulkan para bhikkhu, bertanya kepada Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar:

“Benarkah, dikatakan, bahwa padamu, Ariṭṭha, suatu pandangan salah ini muncul: ‘Sejauh yang kupahami dari dhamma … tidak ada rintangan sama sekali.’

“Tidak diragukan, Bhagavā, sejauh yang kupahami dari dhamma … tidak ada rintangan sama sekali.”

“Dari siapakah engkau, orang dungu, memahami bahwa dhamma diajarkan demikian olehKu? Bukankah, orang dungu, hal-hal yang merupakan rintangan disebut rintangan olehKu dan dalam mengikuti hal-hal ini sesungguhnya benar-benar ada rintangan. Kenikmatan-kenikmatan indria dinyatakan olehKu sebagai (hal-hal) yang menghasilkan sedikit kepuasan, lebih banyak kesakitan, lebih banyak kesengsaraan, yang mana lebih banyak bahaya … Kenikmatan-kenikmatan indria dinyatakan olehKu sebagai kepala ular, lebih banyak kesakitan, lebih banyak kesengsaraan, yang mana lebih banyak bahaya. Tetapi engkau, orang dungu, bukan hanya salah menafsirkanku karena pandangan salahmu sendiri, tetapi engkau juga melukai dirimu, dan memunculkan banyak keburukan yang dalam waktu yang lama akan memberimu, orang dungu, kesengsaraan dan kesakitan. Itu bukanlah, orang dungu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” Dan setelah menegurnya, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Baiklah, para bhikkhu, Saṅgha harus memberlakukan tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah  kepada Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar, (dan) tidak boleh makan bersama Saṅgha. ||3||

“Dan beginilah, para bhikkhu, tindakan ini dilakukan: Pertama, Bhikkhu Ariṭṭha harus ditegur, setelah ditegur, ia harus diingatkan, setelah diingatkan, ia harus dituduh telah melakukan suatu pelanggaran; setelah menuduhnya atas suatu pelanggaran, Saṅgha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Suatu pandangan salah telah muncul dalam diri Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar seperi ini: sejauh yang kupahami dari dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagavā… tidak ada rintangan sama sekali. Ia tidak melepaskan pandangan ini. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha harus memberlakukan tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepakan pandangan salah kepada Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar (dan ia) tidak boleh makan bersama Saṅgha. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Suatu pandangan salah … ia tidak melepaskan pandangan salahnya. Saṅgha memberlakukan tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah kepada Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar (dan ia) tidak boleh makan bersama Saṅgha. Jika tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah kepada Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar (dan) tidak boleh makan bersama Saṅgha ini sesuai keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk ke dua kalinya saya menyampaikan persoalan ini … dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini: Yang Mulia … silahkan berbicara. Ini sesuai keinginan Saṅgha; oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’ Dan, para bhikkhu, umumkan dari satu tempat tinggal ke tempat tinggal lainnya: ‘Tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah telah diberlakukan kepada Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar (dan) tidak makan bersama Saṅgha.’ ||4||32||

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas … ( = 1.2.5 dengan menggantikan tindakan (resmi) pengecaman menjadi tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah) … jika ia tidak bertengkar dengan para bhikkhu.”

Demikianlah Delapan belas Pelaksanaan sehubungan dengan tindakan (resmi) Penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah. ||33||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB I)
« Reply #8 on: 06 March 2012, 06:30:52 PM »
Kemudian Saṅgha memberlakukan tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah kepada Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar, (dan) tidak makan bersama Saṅgha. Ia, ketika tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah telah diberlakukan kepadanya oleh Saṅgha, meninggalkan Saṅgha. Para bhikkhu lain merendahkan, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar, meninggalkan Saṅgha ketika suatu tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah diberlakukan kepadanya oleh Saṅgha?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah mengumpulkan para bhikkhu, bertanya kepada para bhikkhu:

“Benarkah, dikatakan, para bhikkhu, bahwa Bhikkhu Ariṭṭha yang sebelumnya adalah seorang pelatih-nasar meninggalkan Saṅgha ketika suatu tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah diberlakukan kepadanya oleh Saṅgha?” [27]

“Benar, Bhagavā.” Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā menegur mereka dengan mengatakan:

“Bagaimana mungkin, para bhikkhu, orang dungu ini meninggalkan Saṅgha ketika suatu tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah diberlakukan kepadanya oleh Saṅgha? Itu bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” Dan setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Baiklah, para bhikkhu, Saṅgha harus mencabut  tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah. ||1||

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki lima kualitas … ( = 1. 6. 2-7) … maka tindakan resmi penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah boleh dicabut. ||2||

Demikianlah Delapan belas Pelaksanaan (di mana suatu tindakan (resmi) Penangguhan karena Tidak melepaskan pandangan salah boleh dicabut. ||34||

“Dan beginilah, para bhikkhu, pencabutan itu. para bhikkhu, bhikkhu yang kepadanya suatu tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah telah diberlakukan, setelah mendatangi Saṅgha … ( baca 1. 12 dengan menggantikan tindakan (resmi) pengecaman menjadi tindakan (resmi) penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah, dan menggantikan Seyyasaka menjadi  seorang bhikkhu tertentu) … ’ … Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||1||35||

Demikianlah Tindakan (Resmi) Ke tujuh : Penangguhan karena tidak melepaskan pandangan salah.

Demikianlah bagian pertama: Tentang Tindakan (Resmi)

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB II)
« Reply #9 on: 06 March 2012, 06:32:16 PM »
CULLAVAGGA II
Masa Percobaan



Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di hutan Jeta di Vihara Anāthapindika. Pada saat itu beberapa bhikkhu yang berada dalam masa percobaan  menyetujui perbuatan bhikkhu-bhikkhu biasa untuk menyapa mereka, berdiri di depan mereka, memberi hormat dengan merangkapkan tangan, melakukan kewajiban-kewajiban selayaknya, mengambilkan tempat duduk, mengambilkan tempat tidur, air (untuk mencuci) kaki, bangku, pijakan kaki, menerima mangkuk dan jubah, memijat punggung mereka. Para bhikkhu lainnya mencela, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhu ini yang sedang dalam masa percobaan menyetujui perbuatan bhikkhu-bhikkhu biasa untuk menyapa mereka … memijat punggung mereka?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan persoalan ini, setelah mengumpulkan para bhikkhu, menanyai para bhikkhu:

“Benarkah, seperti dikatakan, para bhikkhu, bahwa para bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan menyetujui perbuatan bhikkhu-bhikkhu biasa untuk menyapa mereka … memijat punggung mereka?”

“Benar, Bhagavā.” Sang Bhagavā menegur mereka dengam berkata:

“Bagaimana mungkin, para bhikkhu, para bhikkhu ini yang sedang dalam masa percobaan menyetujui perbuatan bhikkhu-bhikkhu biasa … memijat punggung mereka? Itu bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” dan setelah mencela mereka, setelah membabarkan khotbah yang besesuaian. Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan, para bhikkhu, seharusnya tidak menyetujui perbuatan para bhikkhu biasa menyapa mereka … memijat punggung mereka. Siapapun yang menyetujui (satu dari perbuatan-perbuatan ini) adalah pelanggaran perbuatan salah. Aku mengijinkan, para bhikkhu, saling  menyapa, berdiri … memijat punggung antara sesama bhikkhu yang berada dalam masa percobaan menurut senioritas. Aku megijinkan, para bhikkhu, lima hal bagi para bhikkhu yang berada dalam masa percobaan, menurut senioritasnya: pelaksanaan, undangan, jubah hujan, pemberian (kepada Sangha ), nasi. ||1||

“Baiklah, para bhikkhu, sekarang Aku akan menetapkan peraturan berperilaku  bagi para bhikkhu yang berada dalam masa percobaan, agar para bhikkhu yang berada dalam masa percobaan [31] dapat berperilaku dengan benar.  Ini adalah perilaku benar  dalam kasus ini : Ia tidak boleh menahbiskan, ia tidak boleh memberikan nasehat, seorang samaṇera tidak boleh melayaninya, ia tidak boleh menyetujui permintaan untuk menasehati bhikkhunī, bahkan jika ia menyetujuinya, ia tidak boleh menasehati bhikkhunī, ia tidak boleh melakukan pelanggaran yang sama dengan yang menyebabkan ia menerima masa percobaan, juga tidak boleh melakukan pelanggaran serupa, juga tidak boleh yang lebih berat, ia tidak boleh, ia tidak boleh mengajukan pertanyaan dalam suatu sidang (formal), ia tidak boleh mengajukan pertanyaan bersama mereka yang mengadakan sidang (resmi), ia tidak boleh menghentikan pelaksanaan peraturan seorang bhikkhu biasa, ia tidak boleh menghalangi undangannya, ia tidak boleh memberikan perintah, tidak boleh bersikap berkuasa, ia tidak boleh meminta ijin untuk pergi, ia tidak boleh memarahi, ia tidak boleh mengingatkan, ia tidak boleh bertengkar dengan bhikkhu lainnya. Juga tidak boleh, para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang berada dalam masa percobaan, berjalan di depan seorang bhikkhu biasa, juga tidak boleh duduk di depannya.  Apapun tempat duduk terakhir, tempat tidur terakhir, tempat tinggal  terakhir dari Sangha – itu harus diberikan kepadanya dan ia harus menerimanya. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak boleh mendekati anggota keluarga dari bhikkhu biasa  apakah sebagai samanera yang berjalan di depannya atau sebagai samanera yang berjalan di belakangnya. Ia tidak boleh menjalankan latihan-hutan, ia tidak boleh menjalankan latihan penerimaan makanan,  ia tidak boleh, karena alasan ini membawa pulang makanan  yang diterima:  dengan beranggapan, ‘Jangan sampai mereka tahu tentang aku.’  Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan harus mengumumkan  kedatangannya, ia harus mengumumkannya kepada (bhikkhu lain) yang datang, ia harus mengumumkannya pada upacara Uposatha, ia harus mengumumkannya pada suatu undangan, jika ia sakit maka ia juga harus mengumumkannya melalui seorang utusan.  ||2||

Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke tempat tinggal dimana tidak ada bhikkhu, kecuali bersama dengan seorang bhikkhu biasa, jika tidak dalam keadaan bahaya.  Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana tidak ada bhikkhu, kecuali bersama dengan seorang bhikkhu biasa, jika tidak dalam keadaan bahaya. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak boleh pergi dari suatu tempat dimana terdapat bhikkhu ke suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana tidak ada bhikkhu, kecuali bersama dengan seorang bhikkhu biasa, jika tidak dalam keadaan bahaya. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak boleh pergi dari suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke suatu tempat tinggal dimana tidak ada bhikkhu … ke suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana tidak ada bhikkhu … ke suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana tidak ada bhikkhu, kecuali bersama dengan seorang bhikkhu biasa, jika tidak dalam keadaan bahaya. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak boleh pergi dari suatu tempat tinggal atau dari suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke suatu tempat tinggal dimana tidak ada bhikkhu … ke suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana tidak ada bhikkhu … ke suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana tidak ada bhikkhu, kecuali bersama dengan seorang bhikkhu biasa, jika tidak dalam keadaan bahaya.

Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu jika para bhikkhu di sana adalah berasal dari kelompok lain, kecuali bersama dengan seorang bhikkhu biasa, [32] jika tidak dalam keadaan bahaya. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana tidak terdapat bhikkhu … tidak boleh pergi dari suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu jika para bhikkhu di sana adalah berasal dari kelompok lain, kecuali bersama dengan seorang bhikkhu biasa, jika  tidak dalam keadaan bahaya.


“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu jika bhikkhu disana berasal dari kelompok yang sama dan jika ia mengetahui, ‘aku akan tiba di sana pada hari ini juga.’  Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu …  boleh pergi dari suatu tempat tinggal atau dari suatu tempat yang bukan tempat tinggal ke suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu jika para bhikkhu disana berasal dari kelompok yang sama dan jika ia mengetahui, ‘aku akan tiba di sana pada hari ini juga.’  ||3||

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak boleh menetap di suatu tempat tinggal  di bawah satu atap dengan bhikkhu biasa, ia tidak boleh menetap di suatu tempat yang bukan tempat tinggal  di bawah satu atap dengan bhikkhu biasa (bersamanya), ia tidak boleh menetap di suatu tempat yang bukan tempat tinggal di bawah satu atap dengan bhikkhu biasa (bersamanya), ia tidak boleh menetap di suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal di bawah satu atap dengan bhikkhu biasa (bersamanya).  Melihat seorang bhikkhu biasa, ia harus bangkit dari duduknya. Ia harus mempersembahkan tempat duduknya kepada bhikkhu biasa tersebut. seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak boleh duduk di tempat duduk yang sama dengan seorang bhikkhu biasa, ia tidak boleh duduk lebih tinggi jika bhikkhu biasa tersebut duduk di tempat yang lebih rendah,  ia tidak boleh duduk di tempat duduk jika bhikkhu biasa tersebut duduk di atas tanah, ia tidak boleh berjalan bolak-balik di tempat jalan bolak-balik  yang sama, ia tidak boleh berjalan bolak-balik di tempat jalan bolak-balik yang lebih tinggi jika seorang bhikkhu biasa sedang berjalan bolak-balik di tempat jalan bolak-balik yang lebih rendah, ia tidak boleh berjalan bolak-balik di tempat jalan bolak-balik jika seorang bhikkhu biasa sedang berjalan bolak-balik di atas tanah biasa.    

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak boleh menetap di bawah satu atap dengan seorang bhikkhu senior yang sedang dalam masa percobaan … dengan seorang bhikkhu yang layak dikembalikan ke awal … dengan seorang bhikkhu yang layak menerima mānatta (disiplin) … dengan seorang bhikkhu yang sedang menjalankan mānatta (disiplin) … dengan seorang bhikkhu yang layak memperoleh rehabilitasi, ia tidak boleh menetap di suatu tempat yang bukan tempat tinggal di bawah satu atap (bersamanya) … ia tidak boleh berjalan bolak-balik di tempat jalan bolak-balik jika bhikkhu itu sedang berjalan bolak-balik di atas tanah biasa.

Jika, para bhikkhu, seorang dalam masa percobaan sebagai (anggota) keempat  memberikan masa percobaan, mengembalikan ke awal, memberikan mānatta (disiplin). Jika, sebagai (anggota) ke dua puluh ia merehabilitasi, itu bukanlah sidang pelanggaran dan tidak perlu dilaksanakan.”  ||4||

Demikianlah sembilan puluh empat pelaksanaan bagi seorang yang sedang dalam masa percobaan. ||1||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB II)
« Reply #10 on: 06 March 2012, 06:32:52 PM »
Kemudian Yang Mulia Upāli mendatangi Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak yang selayaknya. Ketika ia duduk dalam jarak yang selayaknya, Yang Mulia Upāli berkata kepada Sang Bahgavā: “Sekarang, Bhagavā, berapa (jenis)kah rintangan  bagi seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan?”

“Ada tiga (jenis) rintangan, Upāli, bagi seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan: [33] menetap dengan ; menetap jauh dari, terpisah dari; tidak mengumumkan . Ini Upāli, adalah tiga (jenis) rintangan bagi seorang bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan.” ||1|| 2||

Pada saat itu sekelompok besar para bhikkhu berkumpul di Sāvatthi; para bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak sanggup menjalani  masa percobaannya. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengijinkan kalian, para bhikkhu, untuk menunda  masa percobaan. Dan beginilah, para bhikkhu, cara menundanya: bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan, setelah mendatangi seorang bhikkhu, setelah merapikan jubahnya, setelah duduk bersimpuh, setelah menyapa dengan merangkapkan tangan, berkata sebagai berikut: ‘Saya menunda masa percobaan’ – masa percobaan ditunda; ‘Aku menunda pelaksanaan masa percobaan’,  - masa percobaan ditunda.”  ||1||

Pada saat itu para bhikkhu pergi dari Sāvatthī ke berbagai tempat ; para bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan tidak sanggup menjalani masa percobaannya. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengijinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjalani  masa percobaan. Dan beginilah, para bhikkhu, cara menjalaninya: bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan, setelah mendatangi seorang bhikkhu, … setelah menyapa dengan merangkapkan tangan, berkata sebagai berikut: ‘Saya akan menjalani masa percobaan’ – masa percobaan akan dijalani; ‘Saya akan menjalani pelaksanaan masa percobaan’ – masa percobaan akan dijalani.” ||2||3||

Demikianlah pelaksanaan bagi seorang yang sedang dalam masa percobaan.

Pada saat itu para bhikkhu yang layak dikembalikan ke awal  menyetujui perbuatan para bhikkhu biasa yang menyapa mereka … (=II.1.I, 2. bukannya para bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan baca  para bhikkhu yang layak dikembalikan ke awal) … ‘Jangan sampai mereka tahu tentangku.’ Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang layak dikembalikan ke awal tidak boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu, kecuali bersama seorang (bhikkhu) biasa, jika tidak dalam keadaan bahaya … dari suatu tempat tinggal atau dari suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu, kecuali bersama seorang (bhikkhu) biasa, jika tidak dalam keadaan bahaya. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang layak dikembalikan ke awal boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu, … dari suatu tempat tinggal atau dari suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu, jika para bhikkhu di sana berasal dari kelompok yang sama dan jika ia mengetahui, ‘Aku akan tiba di sana pada hari ini juga.’

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang layak dikembalikan ke awal tidak boleh menetap di suatu tempat tinggal di bawah satu atap dengan bhikkhu biasa … (= CV. II.1.4) … ia tidak boleh berjalan bolak-balik di tempat jalan bolak-balik jika bhikkhu itu sedang berjalan bolak-balik di atas tanah biasa. [34]

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang layak dikembalikan ke awal tidak boleh menetap di suatu tempat tinggal di bawah satu atap dengan bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan … dengan seorang bhikkhu senior  … dengan seorang bhikkhu yang layak menerima mānatta (disiplin) … dengan seorang bhikkhu yang sedang menjalankan mānatta (disiplin) … dengan seorang bhikkhu yang layak menerima rehabilitasi … ia tidak boleh berjalan bolak-balik di tempat jalan bolak-balik jika bhikkhu itu sedang berjalan bolak-balik di atas tanah biasa.

Jika, para bhikkhu, seorang yang layak dikembalikan ke awal sebagai (anggota) keempat memberikan masa percobaan, mengembalikan ke awal, memberikan mānatta (disiplin). Jika, sebagai (anggota) ke dua puluh ia merehabilitasi, itu bukanlah sidang pelanggaran dan tidak perlu dilaksanakan.”  ||1||4||

Pada saat itu para bhikkhu yang layak menerima mānatta (disiplin)  menyetujui perbuatan para bhikkhu biasa yang menyapa mereka … (=II.1.I, 2.) “ … ‘Jangan sampai mereka tahu tentangku’. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang layak menerima mānatta (disiplin) tidak boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke tempat tinggal dimana tidak terdapat bhikkhu, kecuali bersama seorang (bhikkhu) biasa, jika tidak dalam keadaan bahaya … (=1.3.4) … ia tidak boleh berjalan bolak-balik di tempat jalan bolak-balik jika bhikkhu itu sedang berjalan bolak-balik di atas tanah biasa. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang layak menerima mānatta (disiplin) tidak boleh menetap di suatu tempat tinggal di bawah satu atap dengan bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan … dengan seorang bhikkhu yang layak dikembalikan ke awal … dengan seorang bhikkhu senior yang layak menerima mānatta (disiplin) … dengan seorang bhikkhu yang sedang menjalankan mānatta (disiplin) … dengan seorang bhikkhu yang layak menerima rehabilitasi … dan tidak perlu dilaksanakan.” ||1||5||

Pada saat itu para bhikkhu yang sedang menjalani mānatta (disiplin) menyetujui perbuatan para bhikkhu biasa yang menyapa mereka … (=II.1.I, 2. bukannya para bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan baca  para bhikkhu yang menjalani mānatta (disiplin))” … ‘Jangan sampai mereka tahu tentangku’. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang menjalani mānatta (disiplin) harus megumumkannya ketika ia datang, ia harus mengumumkannya kepada (bhikkhu lain yang) datang, ia harus mengumumkannya pada upacara Uposattha, ia harus mengumumkannya pada suatu undangan, ia harus mengumumkannya setiap hari,  jika ia sakit maka ia harus mengumumkannya melalui seorang utusan.

Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang menjalani mānatta (disiplin) tidak boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke tempat tinggal dimana tidak terdapat bhikkhu, kecuali bersama kelompoknya,  jika tidak dalam keadaan bahaya … tidak boleh pergi dari suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana tidak terdapat bhikkhu, kecuali bersama kelompoknya, jika tidak dalam keadaan bahaya … tidak boleh pergi dari suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu [35] ke tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu, jika para bhikkhu di sana berasal dari kelompok yang berbeda, kecuali bersama kelompoknya, jika tidak dalam keadaan bahaya. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang menjalani mānatta (disiplin) boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu, dari suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu, jika para bhikkhu di sana berasal dari kelompok yang sama dan jika ia mengetahui, ‘Aku akan tiba di sana pada hari ini juga.’

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang menjalani mānatta (disiplin) tidak boleh menetap di suatu tempat tinggal di bawah satu atap dengan bhikkhu biasa … (=II.1.4) … ia tidak boleh berjalan bolak-balik di tempat jalan bolak-balik jika bhikkhu itu sedang berjalan bolak-balik di atas tanah biasa. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang menjalani mānatta (disiplin) tidak boleh menetap di suatu tempat tinggal di bawah satu atap dengan bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan … dengan bhikkhu yang layak dikembalikan ke awal … dengan bhikkhu yang layak menerima mānatta (disiplin) … dengan bhikkhu senior yang sedang menjalani mānatta (disiplin) … dengan bhikkhu yang layak menerima rehabilitasi … dan tidak perlu dilaksanakan.” ||1||6||

Kemudian Yang Mulia Upāli mendatangi Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak yang selayaknya. Ketika ia duduk dalam jarak yang selayaknya, Yang Mulia Upāli berkata kepada Sang Bahgavā: “Sekarang, Bhagavā, berapa (jenis)kah rintangan bagi seorang bhikkhu yang sedang menjalani mānatta (disiplin)?”

“Ada empat (jenis) rintangan, Upāli, bagi seorang bhikkhu yang sedang menjalani mānatta (disiplin): menetap dengan; menetap jauh dari, terpisah dari; tidak mengumumkan; bepergian bersama kurang dari sekelompok bhikkhu.  Ini, Upāli, adalah empat (jenis) rintangan bagi seorang bhikkhu yang sedang menjalani mānatta (disiplin).” ||1||7||

Pada saat itu sekelompok besar bhikkhu berkumpul di Sāvatthī; para bhikkhu yang sedang menjalani mānatta (dsiplin) tidak mampu melaksanakan mānatta (disipln) … (baca II.3.1.2) … mānatta (disiplin) dijalankan.” ||1||8||

Pada saat itu para bhikkhu yang layak menerima rehabilitasi menyetujui perbuatan para bhikkhu biasa yang menyapa mereka … (=II.1.I, 2) “ … ” ‘Jangan sampai mereka tahu tentangku.’ Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang layak menerima rehabilitasi tidak boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke tempat tinggal dimana tidak terdapat bhikkhu, kecuali bersama seorang (bhikkhu) biasa, jika tidak dalam keadaan bahaya. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang layak menerima Rehabilitasi boleh pergi dari suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke [36] suatu tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu … boleh pergi dari suatu tempat tinggal atau dari suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu ke suatu tempat tinggal atau suatu tempat yang bukan tempat tinggal dimana terdapat bhikkhu, jika para bhikkhu di sana berasal dari kelompok yang sama dan jika ia mengetahui, ‘Aku akan tiba di sana pada hari ini juga.’ Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang layak menerima rehabilitasi tidak boleh menetap di suatu tempat tinggal di bawah satu atap dengan bhikkhu biasa … ia tidak boleh berjalan bolak-balik di tempat jalan bolak-balik jika bhikkhu itu sedang berjalan bolak-balik di atas tanah biasa. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang layak menerima rehabilitasi tidak boleh menetap di suatu tempat tinggal di bawah satu atap dengan bhikkhu yang sedang dalam masa percobaan … dengan seorang bhikkhu yang layak dikembalikan ke awal … dengan seorang bhikkhu yang layak menerima mānatta (disiplin) … dengan seorang bhikkhu yang sedang menjalankan mānatta (disiplin) … dengan seorang bhikkhu senior yang layak menerima rehabilitasi … dan tidak perlu dilaksanakan.”  ||1||9||

Demikianlah bagian kedua: Tentang masa percobaan.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB III)
« Reply #11 on: 06 March 2012, 06:34:09 PM »
CULLAVAGGA III
Akumulasi (Pelanggaran)



Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di hutan Jeta di Vihara Anāthapindika. Pada saat itu Yang Mulia Udāyin  melakukan satu pelanggaran: dengan sengaja mengeluarkan mani,  tanpa menyembunyikannya. Ia mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, telah melakukan pelanggaran … tidak disembunyikan. Sekarang peraturan apakah yang harus saya jalankan?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, biarlah Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam  pada Bhikkhu Udāyin untuk satu pelanggaran … yang tidak disembunyikan. ||1||

“Dan demikianlah, para bhikkhu, penjatuhan itu diberikan: Para bhikkhu, Bhikkhu Udāyin, setelah menghadap Sangha, setelah merapikan jubahnya, setelah memberi hormat dengan menyentuh kaki para bhikkhu senior, setelah duduk bersimpuh, setelah menyapa dengan merangkapkan tangan, harus mengucapkan sebagai berikut: ‘Yang Mulia, saya telah melakukan satu pelanggaran … tidak disembunyikan. Karena itu saya, memohon mānatta (disiplin) dari Sangha selama enam hari sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan. Saya, Yang Mulia, telah melakukan pelanggaran … tidak disembunyikan. Dan untuk kedua kalinya, saya memohon mānatta (disiplin) dari Sangha … tidak disembunyikan. Saya, Yang Mulia, telah melakukan pelanggaran … tidak disembunyikan. Dan untuk ketiga kalinya saya memohon mānatta (disiplin) dari Sangha selama enam hari sehubungan dengan satu pelanggaran itu: dengan sengaja mengeluarkan mani, tidak disembunyikan. ||2||

Seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman harus memberitahukan kepada Sangha, dengan berkata: ‘Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Udāyin telah melakukan satu pelanggaran … tidak disembunyikan. Ia memohon mānatta (disiplin) dari Sangha selama enam malam sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan. Jika baik menurut Sangha, biarlah Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam pada Bhikkhu Udāyin sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan. [38] ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Udāyin telah melakukan satu pelanggaran … tidak disembunyikan. Ia memohon mānatta (disiplin) dari Sangha … tidak disembunyikan. Jika baik menurut Sangha, biarlah Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam pada Bhikkhu Udāyin sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan. Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam kepada Bhikkhu Udāyin sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan. Jika penjatuhan mānatta (disiplin) selama enam malam kepada Bhikkhu Udāyin sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan, sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk kedua kalinya, saya menyampaikan persoalan ini … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini: Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Udāyin … silahkan berbicara. Mānatta (disiplin) sedang dijatuhkan oleh Sangha kepada Bhikkhu Udāyin atas satu pelanggaran ini: dengan sengaja mengeluarkan mani, tidak disembunyikan. Ini sesuai keinginan Sangha, karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||3||1||

Ia, setelah melakukan mānatta (disiplin), mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, telah melakukan satu pelanggaran: dengan sengaja mengeluarkan mani, tidak disembunyikan; maka saya memohon mānatta dari Sangha selama enam malam sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan; demikianlah Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam terhadap saya sehubungan dengan satu pelanggaran itu. Sekarang saya telah menjalankan mānatta (disiplin) itu. Sekarang apakah yang harus saya lakukan selanjutnya?” mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus merehabilitasi Bhikkhu Udāyin. ||1||

“Dan seperti inilah, para bhikkhu, rehabilitasi itu dilakukan: Bhikkhu Udāyin, setelah menghadap Sangha, setelah merapikan jubahnya, setelah memberi hormat dengan menyentuh kaki para bhikkhu senior, setelah duduk bersimpuh, setelah menyapa dengan merangkapkan tangan, harus mengucapkan sebagai berikut: ‘Yang Mulia, saya telah melakukan satu pelanggaran … tidak disembunyikan; karena itu saya, memohon mānatta (disiplin) dari Sangha selama enam hari sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan; demikianlah Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam terhadap saya sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan. Sekarang saya, Yang Mulia, telah menjalankan mānatta (disiplin), memohon rehabilitasi dari Sangha. Saya, Yang Mulia, telah melakukan satu pelanggaran … maka, saya, setelah menjalankan mānatta (disiplin), untuk kedua kalinya memohon rehabilitasi dari Sangha. Saya, Yang Mulia, telah melakukan satu pelanggaran … maka, saya, setelah menjalankan mānatta (disiplin), untuk ketiga kalinya memohon rehabilitasi dari Sangha.’ ||2||

Seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman harus memberitahukan kepada Sangha, dengan berkata: [39] ‘Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Udāyin telah melakukan satu pelanggaran: dengan sengaja mengeluarkan mani, tidak disembunyikan; maka ia memohon mānatta (disiplin) dari Sangha selama enam malam sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan. Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam atas Bhikkhu Udāyin sehubungan dengan satu pelaggaran itu … tidak disembunyikan. Ia, setelah menjalankan mānatta (disiplin), memohon rehabilitasi dari Sangha. Jika baik menurut Sangha, sudilah Sangha merehabilitasi Bhikkhu Udāyin. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Udāyin telah melakukan satu pelanggaran … memohon rehabilitasi dari Sangha. Sangha merehabilitasi Bhikkhu Udāyin. Jika rehabilitasi Bhikkhu Udāyin ini sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk kedua kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini. Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya … silahkan berbicara. Bhikkhu Udāyin direhabilitasi oleh Sangha. Itu sesuai keinginan Sangha, karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||3||2||

Pada saat itu Yang Mulia Udāyin melakukan satu pelanggaran: dengan sengaja mengeluarkan mani, disembunyikan selama satu hari. Ia mengumumkannya kepada para bhikkhu, dengan berkata: “Saya, Yang Mulia, telah melakukan pelanggaran ,,, disembunyikan selama satu hari. Sekarang peraturan apakah yang harus saya jalankan?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, biarlah Sangha menjatuhkan masa percobaan selama satu hari kepada Bhikkhu Udāyin sehubungan dengan pelanggaran … disembunyikan selama satu hari. ||1||

“Dan seperti inilah, para bhikkhu, masa percobaan itu dijatuhkan … [40] (Selanjutnya sama persis dengan yang telah dijelaskan pada 1.,2,3 dengan penyesuaian dalam kata-kata (a) pelanggaran, (b) hukuman) … …” ||23||3||

Ia, setelah menjalani masa percobaan, mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, telah melakukan pelanggaran … disembunyikan selama satu hari; maka saya memohon masa percobaan selama satu hari dari Sangha sehubungan dengan satu pelanggaran … disembunyikan selama satu hari; demikianlah Sangha menjatuhkan masa percobaan selama satu hari terhadap saya sehubungan dengan pelanggaran … disembunyikan selama satu hari. Saya telah menjalani masa percobaan. Sekarang apakah yang harus saya lakukan selanjutnya?” mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā.

“Baiklah, para bhikkhu, Selanjutnya Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam hari atas Bhikkhu Udāyin sehubungan dengan satu pelanggaran … disembunyikan selama satu hari. ||1||

(Di sini mengikuti sama persis dengan materi yang terdapat pada 1,2,3 dengan mengganti  tidak disembunyikan dengan disembunyikan selama satu hari … [41] …)
||2,3||4||

Ia, setelah menjalani mānatta (disiplin), mengumumkan kepada para bhikkhu: ‘Saya, Yang Mulia, telah melakukan pelanggaran … (=III.4.1) … Saya, setelah menjalani masa percobaan, memohon mānatta (disiplin) dari Sangha selama enam hari sehubungan dengan satu pelanggaran … disembunyikan selama satu hari. Saya telah menjalani mānatta (disiplin) itu. Sekarang apakah yang harus saya lakukan selanjutnya?” mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus merehabilitasi Bhikkhu Udāyin. ||1||

(Di sini mengikuti sama persis dengan materi yang terdapat pada 2.,2,3 dengan mengganti  tidak disembunyikan dengan disembunyikan selama satu hari … [42] …)
||2,3||5||

Pada saat itu Yang Mulia Udāyin melakukan satu pelanggaran: dengan sengaja mengeluarkan mani, disembunyikan selama dua hari … tiga hari … empat hari … lima hari. Ia mengumumkan kepada para bhikkhu. “Saya, Yang Mulia, melakukan pelanggaran … disembunyikan selama dua … lima hari … (=III.3. dengan disembunyikan selama dua … lima hari, masa percobaan selama dua … lima hari menggantikan disembunyikan selama satu hari, masa percobaan selama satu hari) … Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||1||6||

Selagi ia masih menjalani masa percobaan, ia melakukan satu pelanggaran: dengan sengaja mengeluarkan mani, tidak disembunyikan. Ia mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, melakukan pelanggaran … disembunyikan selama lima hari; maka saya memohon masa percobaan dari Sangha sehubungan dengan pelanggaran itu … disembunyikan selama lima hari; demikianlah Sangha memberikan masa percobaan kepada saya selama lima hari sehubungan dengan satu pelanggaran itu … disembunyikan selama lima hari. Sekarang selagi saya sedang menjalani masa percobaan,  saya melakukan satu pelanggaran lagi … tidak disembunyikan. Sekarang peraturan apakah yang harus saya jalankan?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus mengembalikan Bhikkhu Udāyin ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan, selagi (ia sedang menjalani masa percobaan). ||1||

“Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia dikembalikan ke awal: Bhikkhu Udāyin setelah mendatangi Sangha … harus mengucapkan: ‘Saya, Yang Mulia, telah melakukan pelanggaran … disembunyikan selama lima hari. Maka saya memohon masa percobaan dari Sangha sehubungan dengan pelanggaran itu … disembunyikan selama lima hari; demikianlah Sangha memberikan masa percobaan kepada saya selama lima hari sehubungan dengan satu pelanggaran itu … disembunyikan selama lima hari. Selagi saya sedang menjalani masa percobaan,  saya melakukan satu pelanggaran lagi … tidak disembunyikan. Maka saya memohon Sangha mengembalikan ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan.’ [43] Dan untuk kedua kalinya Sangha harus diminta untuk … dan untuk ketiga kalinya Sangha harus diminta untuk … ||2||

“Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan berkompeten, yang berkata: ‘Yang Mulia, Mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Udāyin ini … memohon masa percobaan dari Sangha selama lima hari … (cf. III.2.3) … Sangha memberikan masa percobaan selama lima hari … Selagi ia sedang menjalani masa percobaan, ia melakukan pelanggaran lagi … tidak disembunyikan. Ia memohon agar Sangha mengembalikannya ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan, selagi (ia masih dalam masa percobaan). Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus mengembalikan Bhikkhu Udāyin ke awal sehubungan dengan … tidak disembunyikan, selagi (ia masih dalam masa percobaan). Ini adalah usul. Yang Mulia, Mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Udāyin ini … memohon agar Sangha mengembalikannya ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan, selagi (ia masih dalam masa percobaan). Jika pengembalian Bhikkhu Udāyin ke awal … sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silahkan berbicara. Dan untuk kedua kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Bhikkhu Udāyin dikembalikan ke awal oleh Sangha. Pengembalian Bhikkhu Udāyin ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran … tidak disembunyikan adalah sesuai dengan kehendak Sangha; karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||3||7||

Ia, Setelah berdiam dalam masa percobaan, selagi menerima mānatta (disiplin). Melakukan satu pelanggaran … tidak disembunyikan. Ia mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama lima hari; maka saya memohon Sangha … (=III. 7. 1). Sekarang selagi saya dalam masa percobaan, saya melakukan satu pelanggaran … tidak disembunyikan. Maka saya memohon Sangha mengembalikan ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran … tidak disembunyikan. Sangha mengembalikan saya ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan, selagi (saya sedang dalam masa percobaan). Sekarang saya, setelah berdiam dalam masa percobaan selagi saya layak menerima mānatta (disiplin), melakukan pelanggaran … tidak disembunyikan. Sekarang peraturan apakah yang harus saya jalankan?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus mengembalikan Bhikkhu Udāyin ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan, selagi (ia sedang menjalani masa percobaan). ||1||

“Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia dikembalikan ke awal : Bhikkhu Udāyin setelah mendatangi Sangha … harus mengucapkan: ‘Saya, Yang Mulia, telah melakukan pelanggaran … disembunyikan selama lima hari … Setelah berdiam dalam masa percobaan selagi saya layak menerima mānatta (disiplin), saya melakukan pelanggaran … [44] tidak disembunyikan. Maka saya, Yang Mulia, memohon Sangha mengembalikan ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan, setelah berdiam dalam masa percobaan dan selagi layak menerima mānatta (disiplin).’ Dan untuk kedua kalinya Sangha harus diminta untuk … Dan untuk ketiga kalinya Sangha harus diminta untuk … ||2||

“Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan berkompeten, yang berkata: ‘Yang Mulia, Mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Udāyin ini … memohon pengembalian ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … tidak disembunyikan, selagi ia layak menerima mānatta (disiplin), setelah berdiam dalam masa percobaan. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus mengembalikan Bhikkhu Udāyin ke awal … setelah berdiam dalam masa percobaan. Ini adalah usul: Yang Mulia, Mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Udāyin ini memohon … Sangha mengembalikan Bhikkhu Udāyin ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … Jika pengembalian Bhikkhu Udāyin ke awal sehubungan dengan … sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silahkan berbicara. Dan untuk kedua kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Bhikkhu Udāyin dikembalikan ke awal oleh Sangha. Pengembalian Bhikkhu Udāyin ke awal … adalah sesuai dengan kehendak Sangha; karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||3||8||

Ia, setelah berdiam dalam masa percobaan, mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, melakukan pelanggaran … disembunyikan selama lima hari … (seperti pada III. 4. 1) … Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, biarlah Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam pada Bhikkhu Udāyin sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini. ||1||

… (seperti pada  III.4.2,3) [45] … ‘… Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||2,3||9||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB III)
« Reply #12 on: 06 March 2012, 06:34:55 PM »
Selagi ia sedang menjalani mānatta (disiplin) ia melakukan satu pelanggaran … tidak disembunyikan. Ia mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama llima hari … (seperti pada III.8.1) …” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus, setelah mengembalikan Bhikkhu Udāyin ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … selagi ia sedang menjalani mānatta (disiplin), tidak disembunyikan, menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia dikembalikan ke awal … dan seperti inilah, para bhikkhu, mānatta (disiplin) selama enam malam dijatuhkan … Mānatta (disiplin) selama enam malam dijatuhkan oleh Sangha atas Bhikkhu Udāyin untuk satu pelanggaran itu … ini sesuai dengan kehendak Sangha; karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||1||10||

Ia, setelah menjalani mānatta (disiplin) dan selagi layak menerima rehabilitasi, melakukan satu pelanggaran … tidak disembunyikan. Ia mengumumkan kepada para bhikkhu … mereka mengadukan hal ini kepada paa bhikkhu. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus, setelah mengembalikan Bhikkhu Udāyin ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … ketika ia telah menjalani mānatta (disiplin) dan selagi ia layak menerima rehabilitasi, menjatuhkan mānatta (disiplin) atasnya selama enam malam. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia dikembalikan ke awal … dan seperti inilah, para bhikkhu, mānatta (disiplin) selama enam malam dijatuhkan …’ …. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||1||11||

Ia, setelah menjalani mānatta (disiplin), mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama lima hari, [46] … (seperti pada III. 2. 1). Sekarang saya telah menjalani mānatta (disiplin). Sekarang, peraturan apakah yang  harus saya jalankan?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus merehabilitasi Bhikkhu Udāyin. ||1||

“Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia direhabilitasi: Bhikkhu Udāyin, setelah menghadap Sangha, setelah merapikan jubahnya … harus mengucapkan sebagai berikut: ‘Yang Mulia, saya telah melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama lima hari. Maka saya memohon masa percobaan dari Sangha selama lima hari sehubungan dengan satu pelanggaran itu … disembunyikan selama lima hari. Karena itu Sangha memberikan masa percobaan selama lima hari kepada saya sehubungan dengan pelanggaran itu … disembunyikan selama lima hari. Selagi menjalani masa percobaan, saya melakukan satu pelanggaran … tidak disembunyikan. Maka saya memohon agar Sangha mengembalikan saya ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … selagi saya menjalani masa percobaan, tidak disembunyikan. Sangha mengembalikan saya ke awal … namun kemudian saya, setelah berdiam dalam masa percobaan dan selagi saya layak menerima mānatta (disiplin), saya melakukan satu pelanggaran … tidak disembunyikan. Maka, saya memohon agar Sangha mengembalikan saya ke awal … Sangha mengembalikan saya ke awal … tidak disembunyikan. Maka saya memohon mānatta (disiplin) dari Sangha selama enam malam sehubungan dengan tiga pelanggaran itu. Tetapi selagi saya sedang menjalani mānatta (disiplin) Saya melakukan satu pelanggaran … tidak disembunyikan. Maka saya memohon agar Sangha mengembalikan ke awal … Demikianlah Sangha mengembalikan saya ke awal … maka saya memohon mānatta (disiplin) dari Sangha selama enam malam sehubungan dengan satu pelanggaran itu … selagi saya sedang menjalani mānatta (disiplin), tidak disembunyikan. Sangha memberikan mānatta (disiplin) selama enam malam kepada saya. Ketika saya telah menjalankan mānatta (disiplin) dan selagi saya layak menerima rehabilitasi, saya melakukan satu pelanggaran … tidak disembunyikan. Maka saya agar Sangha mengembalikan ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … selagi saya layak menerima rehabilitasi, tidak disembunyikan. Demikianlah Sangha mengembalikan saya ke awal … Dan saya memohofn mānatta (disiplin) dari Sangha selama enam malam sehubungan dengan satu pelanggaran itu … selagi saya layak menerima rehabilitasi, tidak disembunyikan. Karena ini, Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam terhadap saya …, maka saya, Yang Mulia, setelah menjalankan mānatta (disiplin), memohon rehabiltasi dari Sangha.’ Dan untuk kedua kalinya Sangha diminta untuk … Dan untuk ketiga kalinya Sangha diminta untuk.’ ||2||

Seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman harus memberitahukan kepada Sangha, dengan berkata: [47] ‘Yang Mulia,  …(seperti pada 12.2) … Ia, setelah menjalankan mānatta (disiplin), memohon rehabilitasi dari Sangha. Jika baik menurut Sangha, … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini. … Bhikkhu Udāyin direhabilitasi oleh Sangha. Itu sesuai keinginan Sangha … Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||3||12||


Sekarang pada saat itu Yang Mulia Udāyin melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama setengah bulan … (seperti pada  III. 3 dengan menggantikan disembunyikan selama satu hari, masa percobaan selama satu hari menjadi disembunyikan selama setengah bulan, masa percobaan selama setengah bulan) …’… Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||1||13||

Selagi ia sedang dalam masa percobaan, ia melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama lima hari. Ia mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama setengah bulan. Maka saya memohon masa percobaan dari Sangha selama setengah bulan sehubungan dengan satu pelanggaran itu … disembunyikan selama setengah bulan. Karena itu Sangha memberikan masa percobaan kepada saya selama setengah bulan. Kemudian selagi saya menjalani masa percobaan, saya melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama lima hari. Sekarang peraturan apakah yang harus saya jalankan?” mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah para bhikkhu, Sangha, setelah mengembalikan Bhikkhu Udāin ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … disembunyikan selama lima hari, memberikan masa percobaan yang berbarengan  dengan pelanggaran sebelumnya. ||1||

“Dan seperti inilah, para bhikkhu, seharusnya ia dikembalikan ke awal: … (seperti pada III. 7. 2. 3, dengan penggantian disembunyikan selama setengah bulan, masa percobaan selama setengah bulan, dan kemudian disembunyikan selama lima hari, masa percobaan selama lima hari, dan kemudian tidak disembunyikan) … ‘… Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||2||

“Dan seperti inilah, para bhikkhu, seharusnya masa percobaan yang berbarengan dengan pelanggaran sebelumnya diberikan: Bhikkhu Udāyin, setelah mendatangi Sangha … harus mengucapkan: ‘Saya, Yang Mulia, memohon agar Sangha mengembalikan ke awal … (= ||2||) … Karena itu Sangha mengembalikan saya ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … selagi saya sedang menjalani masa percobaan selama setengah bulan, disembunyikan selama lima hari. Maka saya, Yang Mulia, memohon agar Sangha memberikan masa percobaan yang berbarengan dengan pelanggaran sebelumnya … selagi saya sedang menjalani masa percobaan selama setengah bulan, disembunyikan selama lima hari.’ Dan untuk kedua kalinya … Dan untuk ketiga kalinya permohonan diucapkan. Sangha harus diberitahu oleh …’ … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … masa percobaan yang berbarengan dengan pelanggaran sebelumnya diberikan oleh Sangha kepada Bhikkhu Udāyin sehubungan dengan satu pelanggaran itu … selagi ia sedang menjalani masa percobaan selama setengah bulan, disembunyikan selama lima hari. Itu adalah sesuai dengan kehendak … demikianlah saya memahami hal ini.’ ‘ ||3||14||

Ia, setelah berdiam dalam masa percobaan, selagi layak menerima mānatta (disiplin), melakukan pelanggaran … disembunyikan selama lima hari … Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus, setelah mengembalikannya Bhikkhu Udāyin ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … disembunyikan selama lima hari, memberikan kepadanya masa percobaan yang berbarengan dengan pelanggaran sebelumnya. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia dikembalikan ke awal … (seperti pada 14. 2, 3) … Dan seperti inilah, masa percobaan yang berbarengan dengan pelanggaran sebelumnya diberikan …’ … Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||1||15||

ia, setelah menjalani masa percobaan, mengumumkan kepada para bhikkhu: … (seperti pada III. 4. 1 dengan menggantikan disembunyikan selama satu hari dengan disembunyikan selama lima hari) … Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: [49]

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam atas Bhikkhu Udāyin sehubungan dengan tiga pelanggaran. Dan seperti inilah, para bhikkhu, mānatta (disiplin) dijatuhkan: Bhikkhu Udāyin, setelah mendatangi Sangha … ‘ … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Māṅatta (disiplin) dijatuhkan oleh Sangha selama enam malam atas Bhikkhu Udāyin sehubungan dengan tiga pelanggaran. Ini sesuai dengan keinginan … Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||1||16||

Selagi ia sedang menjalani mānatta (disiplin) ia melakukan satu pelanggaran, disembunyikan selama lima hari. Ia mengumumkan kepada para bhikkhu: ‘Saya, Yang Mulia, melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama setengah bulan …’ (dan ia memberitahukan semua yang telah terjadi dimulai dari 13 dan seterusnya) … Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus, mengembalikan Bhikkhu udāyin ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … disembunyikan selama lima hari, setelah memberikan masa percobaan yang berbarengan dengan pelanggaran sebelumnya, menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam kepadanya selama enam malam. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia dikembalikan ke awal … dan seperti inilah, para bhikkhu, masa percobaan yang berbarengan dengan pelanggaran sebelumnya diberikan … Dan seperti inilah, para bhikkhu, mānatta (disiplin) selama enam malam dijatuhkan …’ Mānatta (disiplin) selama enam malam dijatuhkan oleh Sangha atas Bhikkhu Udāyin sehubungan dengan satu pelanggaran itu … selagi ia sedang menjalani mānatta (disiplin), disembunyikan selama lima hari. Itu adalah sesuai dengan kehendak … demikianlah saya memahami hal ini.’ ‘ ||3||17||

Ia, setelah menjalani mānatta (disiplin) dan selagi layak menerima rehabilitasi, melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama lima hari. Ia mengumumkan kepada para bhikkhu: ‘Saya, Yang Mulia, melakukan satu pelanggaran, disembunyikan selama setengah bulan … (ia mengulangi semuanya yang telah terjadi dari 13 dan seterusnya) … Ketika saya telah menjalani mānatta (disiplin) dan selagi saya layak menerima rehabilitasi, saya melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama lima hari. Sekarang, peraturan apakah yang harus saya jalankan?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus mengembalikan Bhikkhu Udāyin ke awal sehubungan dengan satu pelanggaran itu … disembunyikan selama lima hari, setelah memberikan masa percobaan yang berbarengan dengan pelanggaran sebelumnya, menjatuhkan mānatta (disiplin) selama enam malam atas dirinya … (seperti pada 17.1). ‘… Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||3||18||   [50]

Ia, setelah menjalani mānatta (disiplin), mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama setengah bulan … (seperti pada 13 dan seterusnya) sekarang saya telah menjalani mānatta (disiplin). Sekarang, peraturan apakah yang harus saya jalankan?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus merehabilitasi Bhikkhu Udāyin. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia direhabilitasi: Bhikkhu Udāyin setelah mendatangi Sangha, … harus mengucapkan: ‘Saya, Yang Mulia, melakukan satu pelanggaran … disembunyikan selama setengah bulan. Maka saya … Tetapi, Yang Mulia, setelah menjalani disiplin mānatta, memohon rehabilitasi dari Sangha …’ Dan untuk kedua kalinya … Dan untuk ketiga kalinya ia memohon rehabiltasi dari Sangha … Sangha harus diberitahukan … ‘ … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Bhikkhu Udāyin direhabilitasi oleh Sangha. Itu adalah sesuai dengan kehendak … demikianlah saya memahami hal ini.’ ‘ ||3||19||

Akhir dari (sehubungan dengan) dengan sengaja mengeluarkan mani.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB III)
« Reply #13 on: 06 March 2012, 06:35:55 PM »
Pada saat itu seorang bhikkhu tertentu telah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: satu pelanggaran disembunyikan selama satu hari, satu pelanggaran disembunyikan selama dua hari, … tiga … empat … lima … enam … tujuh … delapan … sembilan hari, satu pelanggaran disembunyikan selama sepuluh hari. Ia memgumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, telah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha; satu pelanggaran yang disembunyikan selama satu hari … satu pelanggaran yang disembunyikan selama sepuluh hari. Peraturan apakah yang harus saya jalankan?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus memberikan masa percobaan yang berbarengan kepada bhikkhu ini, lamanya tergantung  pada pelanggaran mana diantara pelanggaran ini yang disembunyikan selama sepuluh hari. ||1||

“Dan seperti inilah, para bhikkhu, masa percobaan itu diberikan: Bhikkhu itu, setelah mendatangi Sangha … harus berkata sebagai berikut: ‘Saya, Yang Mulia, telah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha; … satu pelanggaran yang disembunyikan selama sepuluh hari. Maka saya, Yang Mulia, memohon agar Sangha memberikan masa percobaan berbarengan, yang lamanya tergantung pada pelanggaran mana diantara pelanggaran ini yang disembunyikan selama sepuluh hari.’ Dan untuk kedua kalinya Sangha dimohon … Dan untuk ketiga kalinya Sangha dimohon … Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, sudilah Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu ini telah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha; [51] satu yang disembunyikan selama satu hari … sepuluh hari. Ia memohon Sangha memberikan masa percobaan berbarengan … selama sepuluh hari. Ini adalah usul … masa percobaan berbarengan diberikan oleh Sangha kepada bhikkhu tersebut, yang lamanya tergantung pada pelanggaran mana diantara pelanggaran ini yang disembunyikan selama sepuluh hari. Itu sesuai dengan kehendak … Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||2||20||

Pada saat itu, seorang bhikkhu tertentu telah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: satu pelanggaran disembunyikan selama satu hari, dua pelanggaran yang disembunyikan selama dua hari, tiga pelanggaran disembunyikan selama tiga hari, empat … selama empat hari, lima … lima hari … enam selama enam hari … tujuh selama tujuh hari, delapan … selama delapan hari, sembilan … selama sembilan hari, sepuluh pelanggaran disembunyikan selama sepuluh hari. Ia mengumumkan kepada para bhikkhu, dengan megatakan, “Saya, Yang Mulia, telah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: satu pelanggaran disembunyikan selama satu hari … sepuluh pelanggaran yang disembunyikan selama sepuluh hari. Sekarang, peraturan apakah yang harus saya jalankan?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus memberikan masa percobaan yang berbarengan kepada bhikkhu ini, lamanya tergantung pada pelanggaran mana diantara pelanggaran ini yang disembunyikan paling lama.  Dan seperti inilah, para bhikkhu, masa percobaan ini diberikan: Bhikkhu itu, setelah mendatangi Sangha … harus berkata sebagai berikut: ‘Saya, Yang Mulia, telah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha; satu pelanggaran yang disembunyikan selama satu hari… sepuluh pelanggaran yang disembunyikan selama sepuluh hari. Oleh karena itu saya, Yang Mulia, memohon agar Sangha memberikan masa percobaan berbarengan, yang lamanya tergantung pada pelanggaran mana diantara pelanggaran ini yang disembunyikan paling lama.’ Dan untuk kedua kalinya Sangha dimohon … Dan untuk ketiga kalinya Sangha dimohon … Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘… Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Masa percobaan berbarengan diberikan oleh Sangha kepada bhikkhu tersebut, yang lamanya tergantung pada pelanggaran mana diantara pelanggaran ini yang disembunyikan paling lama. Itu sesuai dengan kehendak … Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||2||21|| [52]

Pada saat itu seorang bhikkhu tertentu melakukan dua pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: pelanggaran itu disembunyikan selama dua bulan. Ia berpikir: “Saya telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: pelanggaran itu disembunyikan selama dua bulan. Bagaimana jika saya memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan untuk satu pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan?” maka ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan untuk satu pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan. Sangha memberikan masa percobaan kepadanya selama dua bulan untuk satu pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan. Selagi ia sedang dalam masa percobaan perasaan malu menguasai dirinya, dan ia berpikir: “Aku telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: pelanggaran itu disembunyikan selama dua bulan. Aku berpikir: “Saya telah melakukan dua pelanggaran … Bagaimana jika aku memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan untuk satu pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan? Aku memohon agar Sangha … Sangha memberikan masa percobaan kepadaku selama dua bulan untuk satu pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan. Selagi dalam masa percobaan, perasaan malu menguasaiku. Bagaimana jika aku memohon agar Sangha memberikan masa percobaan kepadaku selama dua bulan untuk pelanggaran lainnya yang disembunyikan selama dua bulan?” ||1||

Ia mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, melakukan dua pelanggaran …’ … Bagaimana jika saya juga memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan untuk pelanggaran lainnya yang disembunyikan selama dua bulan?’  Sekarang, peraturan apakah yang harus saya jalankan?” Mereka mengadukan persoalan itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: ||2||

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus memberikan kepada bhikkhu ini masa percobaan selama dua bulan sehubungan juga dengan pelanggaran lain yang disembunyikan selama dua bulan. Dan seperti inilah, para bhikkhu, masa percobaan itu diberikan: Bhikkhu itu setelah mendatangi Sangha, … harus mengucapkan: ‘Saya, Yang Mulia, telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha … (=||2||) … Bagaimana jika saya juga memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran lainnya yang disembunyikan selama dua bulan? maka Saya, Yang Mulia, juga memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran lainnya yang disembunyikan selama dua bulan.’ [53] Dan untuk kedua kalinya, Sangha harus dimohon … Dan untuk ketiga kalinya Sangha harus dimohon … ||3||

“Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan berkata: “Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu ini telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. Ia berpikir: … Ia juga memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran lainnya. Jika baik menurut Sangha, silahkan Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan kepada bhikkhu ini sehubungan dengan pelanggaran lainnya yang disembunyikan selama dua bulan. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu ini … Dan untuk ketiga kaliya saya menyampaikan persoalan ini. Masa percobaan juga diberikan oleh Sangha kepada bhikkhu ini selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran lainnya yang disembunyikan selama dua bulan. Itu sesuai dengan kehendak … Demikianlah saya memahami hal ini.’ Baiklah, para bhikkhu, bhikkhu itu harus menjalani masa percobaan selama dua bulan sejak hari itu.   ||4||22||

“Ini adalah suatu kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan … (seperti di atas) … Sangha memberikan kepadanya masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran lainnya itu yang disembunyikan selama dua bulan. Baiklah, para bhikkhu, bhikkhu itu harus menjalani masa percobaan selama dua bulan dimulai sejak hari itu. ||1||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. Ia mengetahui bahwa yang satu adalah pelanggaran, ia tidak mengetahui bahwa yang lainnya adalah juga pelanggaran. Ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran itu, yang disembunyikan selama dua bulan, yang ia ketahui sebagai pelanggaran. Sangha memberikan masa percobaan kepadanya selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran itu yang disembunyikan selama dua bulan. Selagi ia menjalani masa percobaan, ia mengetahui bahwa yang lainnya itu adalah juga pelanggaran. Ia berpikir: ‘Aku telah melakukan dua pelanggaran … aku tahu bahwa yang satu itu adalah pelanggaran, aku tidak tahu bahwa yang lainnya adalah juga pelanggaran. Maka aku memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran yang kuketahui sebagai pelanggaran, disembunyikan selama dua bulan. Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran, disembunyikan selama dua bulan. Bagaimana jika aku [54] juga memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran yang lain ini, disembunyikan selama dua bulan?’ Ia memohon masa percobaan dari Sangha … Sangha memberikan masa percobaan kepadanya selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran lainnya, disembunyikan selama dua bulan. Baiklah, para bhikkhu, bhikkhu itu harus menjalani masa percobaan selama dua bulan dimulai sejak hari itu. ||2||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. Ia mengingat satu pelanggaran, tidak mengingat pelanggaran lainnya. Ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran itu, yang disembunyikan selama dua bulan, yang ia ingat … (=||2|| dengan menggantikan mengetahui dengan mengingat) … selama dua bulan dimulai sejak hari itu. ||3||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. Ia tidak ragu bahwa salah satunya adalah pelanggaran, ia meragukan yang lainnya adalah juga pelanggaran. Ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran itu, yang disembunyikan selama dua bulan, yang tidak ia ragukan … (=||2|| dengan menggantikan tidak mengetahui dengan ragu) … selama dua bulan dimulai sejak hari itu. ||4||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. satu pelanggaran disembunyikan secara sengaja,  pelanggaran lainnya disembunyikan secara tidak sengaja. Ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran itu, yang disembunyikan selama dua bulan. Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran itu, yang disembunyikan selama dua bulan. Selagi ia sedang menjalani masa percobaan, satu bhikkhu tertentu tiba – seorang yang telah banyak mendengar, yang kepadanya tradisi telah diwariskan, ahli dalam dhamma, ahli dalam disiplin, ahli dalam rangkuman-rangkuman, cerdas, berpengalaman, bijaksana, mengetahui apa yang benar, waspada, mementingkan latihan. Ia berkata sebagai berikut: ‘Apakah, Yang Mulia, yang telah ia langgar? Mengapa ia menjalani masa percobaan?’ Mereka menjawab: ‘Bhikkhu ini, Yang Mulia, telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. Satu pelanggaran disembunyikan secara sengaja, pelanggaran lainnya disembunyikan secara tidak sengaja. Ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini yang disembunyikan selama dua bulan. Sangha memberikan masa percoabaan selama dua bulan sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini yang disembunyikan selama dua bulan. Bhikkhu ini, Yang Mulia, telah melakukan pelanggaran-pelanggaran ini, bhikkhu ini menjalani masa percobaan sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini.’ Ia berkata sebagai berikut: ‘Memberikan masa percobaan, Yang Mulia, untuk pelanggaran yang disembunyikan secara sengaja adalah ‘sah’ ; karena sah  maka efektif ; akan tetapi, memberikan masa percobaan, Yang Mulia, untuk pelanggaran yang disembunyikan secara tidak sengaja adalah tidak sah; karena tidak sah, maka tidak efektif. Untuk pelanggaran ini, Yang Mulia, bhikkhu itu layak menerima mānatta (disiplin).’ ||5||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB III)
« Reply #14 on: 06 March 2012, 06:36:42 PM »
“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. satu pelanggaran disembunyikan, ia mengingatnya, pelanggaran lainnya disembunyikan, namun ia tidak mengingatnya …  satu pelanggaran disembunyikan, ia tidak meragukannya, pelanggaran lainnya disembunyikan, namun ia meragukannya …’ … Untuk pelanggaran ini, Yang Mulia, bhikkhu itu layak menerima mānatta (disiplin).’ ||6||23|| [55]

Pada saat itu seorang bhikkhu tertentu melakukan dua pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: pelanggaran itu disembunyikan selama dua bulan. Ia berpikir: “Aku telah melakukan dua pelanggaran … disembunyikan selama dua bulan. Bagaimana jika aku memohon masa percobaan dari Sangha selama satu bulan sehubungan dengan dua pelanggran itu, disembunyikan selama dua bulan?” Ia memohon agar Sangha … Sangha memberikan masa percobaan kepadanya selama satu bulan sehubungan dengan dua pelanggaran, disembunyikan selam dua bulan. Selagi ia sedang menjalani masa percobaan, rasa malu menguasainya, dan ia berpikir: “Aku telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. Aku berpikir: … Aku memohon agar Sangha memberikan kepadaku masa percobaan selama satu bulan … Sangha memberikan kepadaku masa percobaan selama satu bulan sehubungan dengan dua pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan. Selagi aku sedang menjalani masa percobaan, rasa malu menguasaiku. Sekarang, bagaimana jika aku juga memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama satu bulan tambahan lagi sehubungan dengan dua pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan?” ||1||

Ia mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan: … saya berpikir … Sekarang, bagaimana jika aku juga memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama satu bulan tambahan lagi sehubungan dengan dua pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan? Sekarang peraturan apakah yang harus saya jalankan?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. ||2||

Beliau berkata: “Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus memberikan masa percobaan selama satu bulan tambahan lagi sehubungan dengan dua pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan. Dan seperti inilah, para bhikkhu, masa percobaan itu diberikan: Bhikkhu itu setelah mendatangi Sangha, … harus mengucapkan: ‘Saya, Yang Mulia, telah melakukan dua pelanggaran … Sekarang, bagaimana jika aku juga memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama satu bulan tambahan lagi sehubungan dengan dua pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan? maka saya, Yang Mulia, memohon lagi agar Sangha memberikan masa percobaan selama satu bulan tambahan lagi sehubungan dengan dua pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan.’ [56] Dan untuk kedua kalinya … Dan untuk ketiga kalinya masa percobaan itu dimohon. Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu ini telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. Ia berpikir: ‘ … bagaimana jika aku juga memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama satu bulan tambahan lagi sehubungan dengan dua pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan?’ Ia memohon … Jika baik menurut Sangha, maka Sangha … Jika pemberian masa percobaan selama satu bulan tambahan lagi sehubungan dengan dua pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan sesuai dengan keinginan Yang Mulia … Dan untuk ketiga kalinya saya meyampaikan persoalan ini … Masa percobaan diberikan oleh Sangha kepada bhikkhu ini selama satu bulan tambahan sehubungan dengan dua pelanggaran, disembunyikan selama dua bulan. Ini sesuai dengan keinginan … Demikianlah saya memahami hal ini.’ Para bhikkhu, bhikkhu itu harus menjalani masa percobaan selama dua bulan dimulai sejak hari yang telah ditentukan sebelumnya. ||3||24||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. Ia berpikir: ‘Aku telah melakukan dua pelanggaran … disembunyikan selama dua bulan. Bagaimana jika aku memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama satu bulan sehubungan dengan dua pelanggaran yang disembunyikan selama satu bulan?’ … (=||24||1||) … Sangha juga memberikan masa percobaan selama satu bulan tambahan sehubungan dengan dua pelanggaran, disembunyikan selama dua bulan. Para bhikkhu, bhikkhu itu harus menjalani masa percobaan selama dua bulan dimulai sejak hari yang telah ditentukan sebelumnya. ||1||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. Ia mengetahui yang satu bulan, ia tidak mengetahui bulan lainnya … ia ingat satu bulan, ia tidak ingat bulan lainnya … ia tidak meragukan satu bulan, ia meragukan bulan lainnya. Ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan kepadanya untuk bulan itu yang tidak ia ragukan sehubungan dengan dua pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan. Sangha memberikan kepadanya masa percobaan … tidak meragukan. Selagi ia sedang menjalani masa percobaan, ia meragukan bulan lainnya juga. Ia berpikir: ‘Aku telah melakukan pelanggaran … disembunyikan selama dua bulan. Aku tidak meragukan satu bulan, [57] aku meragukan bulan lainnya. Bagaimana jika aku memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama satu bulan sehubungan dengan dua pelanggaran yang disembunyikan selama satu bulan?’ Ia memohon agar Sangha … Sangha memberikan masa percobaan selama satu bulan tambahan sehubungan dengan dua pelanggaran, disembunyikan selama dua bulan. Para bhikkhu, bhikkhu itu harus menjalani masa percobaan selama dua bulan dimulai sejak hari yang telah ditentukan sebelumnya. ||2||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. Satu bulan dengan sengaja disembunyikan, bulan lainnya disembunyikan secara tidak disengaja … satu bulan disembunyikan, ia mengingatnya, bulan lainnya disembunyikan ia tidak mengingatnya … satu bulan disembunyikan, ia tidak meragukannya, bulan lainnya disembunyikan, ia meragukannya. Ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan sehubungan dengan dua pelanggaran yang disembunyikan selama dua bulan. Sangha memberikan masa percobaan selama dua bulan … disembunyikan selama dua bulan. Selagi ia menjalani masa percobaan, seorang bhikkhu lain datang  - seorang yang telah banyak mendengar … mementingkan latihan. Ia berkata: ‘Apakah, Yang Mulia, yang telah ia langgar? Mengapa ia menjalani masa percobaan?’ Mereka menjawab: ‘Bhikkhu ini, Yang Mulia, telah melakukan dua pelanggaran yang memerlukan sidang resmi Sangha, disembunyikan selama dua bulan. Ia menyembunyikan selama satu bulan (walaupun) ia tidak meragukannya, ia menyembunyikan selama satu bulan lainnya (karena) ia meragukannya. Ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan … Sangha memberikan masa percobaan kepadanya selama dua bulan sehubungan dengan dua pelanggaran, disembunyikan selama dua bulan. Bhikkhu ini, Yang Mulia, melakukan pelanggaran-pelanggaran ini, bhikkhu ini menjalani masa percobaan sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini.’ Ia berkata: ‘Pemberian masa percobaan, Yang Mulia, untuk bulan yang disembunyikan (walaupun) ia tidak meragukannya adalah sah; karena sah, maka efektif; namun Pemberian masa percobaan, Yang Mulia, untuk bulan yang disembunyikan karena ia meragukannya adalah tidak sah; karena tidak sah, maka efektif. Untuk bulan itu, Yang Mulia, bhikkhu itu layak menerima mānatta.’” ||3||25||
 
Pada saat itu seorang bhikkhu tertentu melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha; ia tidak mengetahui tentang masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran itu, ia tidak mengetahui masa berakhirnya malam  … Ia tidak mengingat … Ia meragukan sehubungan dengan masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran itu, ia meragukan masa berakhirnya malam. Ia mengumumkan kepada para bhikkhu: “Saya, Yang Mulia, melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha; saya tidak mengetahui tentang masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran itu, saya tidak mengetahui masa berakhirnya malam  … saya meragukan masa berakhirnya malam. Sekarang, peraturan apakah yang harus saya jalankan?” Mereka mengadukan persoalan itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus memberikan masa percobaan pemurnian  kepada bhikkhu ini sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu. ||1||

Dan seperti inilah, para bhikkhu, masa percobaan pemurnian itu diberikan: Bhikkhu itu setelah mendatangi Sangha, … harus mengucapkan: ‘Saya, Yang Mulia, telah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha; saya tidak mengetahui tentang masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran itu, … saya meragukan masa berakhirnya malam. Maka saya, Yang Mulia, memohon agar Sangha memberikan masa percobaan pemurnian sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu.’ Dan untuk kedua kalinya … Dan untuk ketiga kalinya masa percobaan pemurnian itu dimohon. Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu ini telah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, … ia meragukan masa berakhirnya malam. Ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan pemurnian sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus memberikan masa percobaan pemurnian kepada Bhikkhu ini sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu. ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu ini … Sangha memberikan masa percobaan pemurnian kepada Bhikkhu ini sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu. Jika pemberian masa percobaan pemurnian kepada Bhikkhu ini sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk kedua kalinya … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Masa percobaan pemurnian diberikan oleh Sangha kepada bhikkhu ini sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu. Ini sesuai dengan keinginan … Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||2||

“Seperti inilah, para bhikkhu, masa percoban pemurnian ini diberikan, seperti inilah masa percobaan itu diberikan. Dan bagaimanakah, para bhikkhu, masa percobaan pemurnian ini diberikan? Jika ia tidak mengetahui masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, jika ia tidak mengetahui masa berakhirnya malam-malam, jika ia tidak mengingat masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, jika ia tidak mengingat masa berakhirnya malam-malam, jika ia meragukan masa berakhirnya pelanggaran-planggaran, jika ia meragukan masa berakhirnya malam-malam, masa percobaan pemurnian dapat diberikan.

“Jika ia mengetahui masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, jika ia tidak mengetahui masa berakhirnya malam-malam; jika ia mengingat masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, jika ia tidak mengingat masa berakhirnya malam-malam; jika ia tidak meragukan masa berakhirnya pelanggaran-planggaran, jika ia meragukan masa berakhirnya malam-malam; masa percobaan pemurnian dapat diberikan.

“Jika ia mengetahui masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran dalam beberapa kasus, jika ia tidak mengetahui masa berakhirnya beberapa  pelanggaran lainnya,  jika ia tidak mengetahui masa berakhirnya malam-malam; jika ia mengingat masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, jika ia tidak mengingat masa berakhirnya beberapa  pelanggaran lainnya, jika ia tidak mengingat masa berakhirnya malam-malam; jika ia tidak meragukan masa berakhirnya pelanggaran-planggaran, jika ia meragukan masa berakhirnya beberapa  pelanggaran lainnya, jika ia meragukan masa berakhirnya malam-malam; masa percobaan pemurnian dapat diberikan.

“Jika ia tidak mengetahui masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, jika ia mengetahui masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa  pelanggaran, jika ia tidak mengetahui masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa pelanggaran lainnya; jika ia tidak mengingat masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, jika ia mengingat masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa  pelanggaran, jika ia tidak mengingat masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa pelanggaran lainnya; jika ia meragukan masa berakhirnya pelanggaran-planggaran, jika ia meragukan masa berakhirnya malam-malam daam beberapa  pelanggaran, jika ia tidak meragukan masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa pelanggaran lainnya; [59] masa percobaan pemurnian dapat diberikan.

“Jika ia mengetahui masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, jika ia mengetahui masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa  pelanggaran, jika ia tidak mengetahui masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa pelanggaran lainnya; jika ia mengingat masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, jika ia mengingat masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa  pelanggaran, jika ia tidak mengingat masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa pelanggaran lainnya; jika ia tidak meragukan masa berakhirnya pelanggaran-planggaran, jika ia meragukan masa berakhirnya malam-malam daam beberapa  pelanggaran, jika ia tidak meragukan masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa pelanggaran lainnya; masa percobaan pemurnian dapat diberikan.

“Jika ia mengetahui masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran dalam beberapa kasus, jika ia tidak mengetahui masa berakhirnya beberapa  pelanggaran lainnya,  jika ia mengetahui masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa pelanggaran ,jika ia tidak mengetahui masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa pelanggaran lainnya; jika ia mengingat masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran dalam beberapa kasus, jika ia tidak mengingat masa berakhirnya beberapa  pelanggaran lainnya, jika ia  mengingat masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa kasus, jika ia tidak mengingat masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa kasus lainnya; jika ia meragukan masa berakhirnya pelanggaran-planggaran dalam beberapa kasus, jika ia tidak meragukan masa berakhirnya beberapa  pelanggaran lainnya, jika ia meragukan masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa pelanggaran, jika ia tidak meragukan masa berakhirnya malam-malam dalam beberapa pelanggara lainnya; masa percobaan pemurnian dapat diberikan. ||3||

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, masa percobaan itu diberikan? Jika ia mengetahui masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, Jika ia mengetahui masa berakhirnya malam-malam; Jika ia ingat masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, Jika ia ingat masa berakhirnya malam-malam; Jika ia tidak meragukan masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, Jika ia tidak meragukan masa berakhirnya malam-malam; masa percobaan dapat diberikan.

Jika ia tidak mengetahui masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, Jika ia mengetahui masa berakhirnya malam-malam; Jika ia tidak ingat masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, Jika ia ingat masa berakhirnya malam-malam; Jika ia meragukan masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran, Jika ia tidak meragukan masa berakhirnya malam-malam; masa percobaan dapat diberikan.

Jika mengetahui masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran dalam beberapa kasus, Jika tidak mengetahui masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran dalam beberapa kasus lainnya, Jika ia mengetahui masa berakhirnya malam-malam; Jika ia ingat masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran dalam beberapa kasus, Jika ia tidak ingat masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran dalam beberapa kasus lainnya, Jika ia ingat masa berakhirnya malam-malam; Jika ia meragukan masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran dalam beberapa kasus, Jika ia tidak meragukan masa berakhirnya pelanggaran-pelanggaran dalam beberapa kasus lainnya, Jika ia tidak meragukan masa berakhirnya malam-malam. Dengan demikian masa percobaan dapat diberikan.” ||4||26||

Demikianlah masa percobaan

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB III)
« Reply #15 on: 06 March 2012, 06:38:54 PM »
Pada saat itu, seorang bhikkhu tertentu, selagi menjalani masa percobaan, meninggalkan Sangha. Setelah kembali lagi, ia memohon penahbisan dari Sangha. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Ini adalah sebuah kasus, Para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, selagi sedang menjalani masa percobaan, meninggalkan Sangha. Para bhikkhu, masa percobaan dari seseorang yang meninggalkan Sangha adalah tidak efektif. Jika ia ditahbiskan lagi, pemberian masa percobaan sebelumnya tetap harus dijalaninya : masa percobaan apapun yang telah diberikan, telah diberikan dengan benar, siapapun yang menalani masa percobaan harus menjalaninya dengan sempurna; ia harus menjalani masa percobaan (selama waktu) yang masih tersisa.

“Ini adalah sebuah kasus, Para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, selagi sedang menjalani masa percobaan, menjadi seorang samaṇera. Para bhikkhu, masa percobaan dari seorang samaṇera adalah tidak efektif. Jika ia ditahbiskan lagi … (seperti paragraf sebelumnya) … yang masih tersisa.

“Ini adalah sebuah kasus, Para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, selagi sedang menjalani masa percobaan, menjadi gila. Para bhikkhu, masa percobaan dari seseorang yang gila adalah tidak efektif. Jika ia ditahbiskan lagi, pemberian masa percobaan sebelumnya tetap harus dijalaninya: masa percobaan apapun yang telah telah diberikan, telah diberikan dengan benar, siapapun yang menjalani masa percobaan harus menjalaninya dengan sempurna; ia harus menjalani masa percobaan (selama waktu) yang masih tersisa.

“Ini adalah sebuah kasus, Para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, selagi sedang menjalani masa percobaan, menjadi kehilangan akal sehat. Para bhikkhu, masa percobaan dari seseorang yang kehilangan akal sehat [60] adalah tidak efektif. Jika akal sehatnya pulih … Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, selagi sedang menjalani masa percobaan, jatuh sakit. Para bhikkhu, masa percobaan dari seseorang yang sakit adalah tidak efektif. Jika ia sembuh dari sakitnya … ia harus menjalani masa percobaan (selama waktu) yang masih tersisa.

“Ini adalah sebuah kasus, Para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, selagi sedang menjalani masa percobaan, ditangguhkan karena tidak melihat suatu pelanggaran … karena tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran … karena tidak melepaskan pandangan salah, para bhikkhu, masa percobaan dari seseorang yang ditangguhkan adalah tidak efektif. Jika ia dipulihkan kembali, pemberian masa percobaan sebelumnya tetap harus dijalaninya: masa percobaan apapun yang telah telah diberikan, telah diberikan dengan benar, siapapun yang menjalani masa percobaan harus menjalaninya dengan sempurna; ia harus menjalani masa percobaan (selama waktu) yang masih tersisa. ||1||

“Ini adalah sebuah kasus, Para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu yang layak dikembalikan ke awal meninggalkan Sangha. Para bhikkhu, pengembalian ke awal adalah tidak efektif bagi  seseorang yang meninggalkan Sangha. Jika ia ditahbiskan kembali, pemberian masa percobaan sebelumnya tetap harus dijalaninya: masa percobaan apapun yang telah telah diberikan, telah diberikan dengan benar, bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal.

“Ini adalah sebuah kasus, Para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu yang layak dikembalikan ke awal menjadi seorang samaṇera … menjadi gila … (seperti pada  ||1||) … ditangguhkan karena tidak melepaskan pandangan salah. Para bhikkhu, pengembalian ke awal bagi seseorang yang ditangguhkan adalah tidak efektif. Jika ia dipulihkan kembali, pemberian masa percobaan sebelumnya tetap harus dijalaninya: masa percobaan apapun yang telah telah diberikan, telah diberikan dengan benar, bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal. ||2||

“Ini adalah sebuah kasus, Para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu yang layak menerima mānatta (disiplin) meninggalkan Sangha. Para bhikkhu, penjatuhan mānatta (disiplin) pada seseorang yang meninggalkan Sangha adalah tidak efektif. Jika ia ditahbiskan kembali, pemberian masa percobaan sebelumnya tetap harus dijalaninya: masa percobaan apapun yang telah telah diberikan, telah diberikan dengan benar, siapapun yang menjalani masa percobaan harus menjalaninya dengan sempurna; mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu.

“Ini adalah sebuah kasus, Para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu yang layak menerima mānatta (disiplin) menjadi seorang samaṇera … menjadi gila … ditangguhkan karena tidak melepaskan pandangan salah. Para bhikkhu, penjatuhan mānatta (disiplin) pada seseorang yang ditangguhkan adalah tidak efektif. Jika ia dipulihkan kembali, pemberian masa percobaan sebelumnya tetap harus dijalaninya: masa percobaan apapun yang telah telah diberikan, telah diberikan dengan benar, siapapun yang menjalani masa percobaan harus menjalaninya dengan sempurna; mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu. ||3||

“Ini adalah sebuah kasus, Para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu yang sedang menjalani mānatta (disiplin) meninggalkan Sangha … ditangguhkan karena tidak melepaskan pandangan salah. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) yang sedang dijalani oleh seseorang yang ditangguhkan adalah tidak efektif. Jika ia dipulihkan kembali, pemberian masa percobaan sebelumnya tetap harus dijalaninya: masa percobaan apapun yang telah telah diberikan, telah diberikan dengan benar, siapapun yang menjalani masa percobaan harus menjalaninya dengan sempurna; mānatta (disiplin) apapun yang telah telah dijatuhkan, telah dijatuhkan dengan benar; mānatta apapun yang telah telah dijalani, telah dijalani dengan benar; mānatta (disiplin) itu harus dijalani (selama waktu) yang masih tersisa. ||4||

“Ini adalah sebuah kasus, Para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu yang layak menerima rehabilitasi meninggalkan Sangha … ditangguhkan karena tidak melepaskan pandangan salah. Para bhikkhu, rehabilitasi pada seseorang yang ditangguhkan [61] adalah tidak efektif. Jika ia dipulihkan kembali, pemberian masa percobaan sebelumnya tetap harus dijalaninya: masa percobaan apapun yang telah telah diberikan, telah diberikan dengan benar, siapapun yang menjalani masa percobaan harus menjalaninya dengan sempurna; mānatta (disiplin) apapun yang telah telah dijatuhkan, telah dijatuhkan dengan benar; mānatta apapun yang telah telah dijalani, telah dijalani dengan benar; Bhikkhu itu harus direhabilitasi. ||5||

Akhir dari empat puluh kasus.  ||27||


“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, selagi sedang menjalani masa percobaan, melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha,  tidak disembunyikan tidak banyak.  Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal. Ini adalah sebuah kasus, Para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, selagi sedang menjalani masa percobaan, melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, disembunyikan tidak banyak. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal dan masa percobaan berbarengan harus diberikan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran yang paling pertama dari pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, selagi sedang menjalani masa percobaan, melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha,  disembunyikan maupun tidak disembunyikan tidak banyak. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal dan masa percobaan berbarengan harus diberikan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran yang paling pertama dari pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, selagi sedang menjalani masa percobaan, melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, yang tidak disembunyikan dan banyak … yang disembunyikan dan banyak … yang disembunyikan maupun yang tidak disembunyikan dan banyak ... yang tidak disembunyikan dan tidak banyak maupun banyak … yang disembunyikan dan tidak banyak maupun banyak …  yang disembunyikan maupun yang tidak disembunyikan dan tidak banyak maupun banyak. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal dan masa percobaan berbarengan harus diberikan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran yang paling pertama dari pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan. ||1||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu yang layak menerima mānatta (disiplin) … yang sedang menjalani mānatta (disiplin) … yang layak menerima rehabilitasi dan sementara itu melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, yang tidak disembunyikan dan tidak banyak … yang disembunyikan maupun yang tidak disembunyikan dan tidak banyak maupun banyak. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal dan masa percobaan berbarengan harus diberikan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran yang paling pertama dari pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan. ||2||

Akhir dari Tiga puluh enam kasus ||28||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB III)
« Reply #16 on: 06 March 2012, 06:39:51 PM »
“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, setelah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, meninggalkan Sangha, pelanggaran-pelanggaran itu tidak disembunyikan. Ia, setelah dtahbiskan kembali, tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, [62] setelah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, meninggalkan Sangha, pelanggaran-pelanggaran itu tidak disembunyikan. Ia, setelah dtahbiskan kembali, menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu, setelah memberikan masa percobaan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan sesudahnya.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, setelah melakukan … meninggalkan Sangha setelah menyembunyikannya. Ia, setelah ditahbiskan kembali, tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu, setelah memberikan masa percobaan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan sebelumnya.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, setelah melakukan … meninggalkan Sangha setelah menyembunyikannya. Ia, setelah ditahbiskan kembali, menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu, setelah memberikan masa percobaan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan sebelum dan sesudahnya. ||1||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, setelah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Pelanggaran-pelanggaran tersebut disembunyikan dan tidak disembunyikan. Ia, setelah meninggalkan Sangha, pada saat ditahbiskan kembali, kemudian ia tidak menyembunyikan pelanggaran-pelaggaran yang ia sembunyikan sebelumnya, kemudian ia menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang tidak ia sembunyikan sebelumnya. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu, setelah memberikan masa percobaan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan sebelum dan sesudahnya.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … pada saat ditahbiskan kembali, kemudian ia tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang ia sembunyikan sebelumnya, kemudian ia tidak  menyembunyikan pelanggaran-pelaggaran yang tidak ia sembunyikan sebelumnya. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu, setelah memberikan masa percobaan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan sebelum dan sesudahnya.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … pada saat ditahbiskan kembali, kemudian ia menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang ia sembunyikan sebelumnya, kemudian ia menyembunyikan pelanggaran-pelaggaran yang tidak ia sembunyikan sebelumnya. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu, setelah memberikan masa percobaan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan sebelum dan sesudahnya. ||2||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, setelah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Ia mengetahui beberapa adalah pelanggaran, ia tidak mengetahui yang lainnya adalah pelanggaran. Pelanggaran-pelanggaran yang ia ketahui sebagai pelanggaran ia sembunyikan, pelanggaran-pelanggaran [63] yang tidak ia ketahui sebagai pelanggaran tidak ia sembunyikan. Ia, setelah meninggalkan Sangha, saat ditahbiskan kembali, menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang sebelumnya ia ketahui, tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang ia ketahui belakangan, tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang sebelumya tidak ia ketahui, tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang ia ketahui belakangan. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu, setelah memberikan masa percobaan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan sebelumnya.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … saat ditahbiskan kembali, tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran, (walaupun) mengetahuinya, yang sebelumnya, mengetahuinya ia sembunyikan, selanjutnya ia menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu, mengetahuinya, yang sebelumnya, tidak mengetahuinya, ia tidak menyembunyikan. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu, setelah memberikan masa percobaan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan sebelum dan sesudahnya.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … saat ditahbiskan kembali, setelahnya ia menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu, mengetahuinya, yang sebelumnya, mengetahuinya ia sembunyikan, selanjutnya tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu, mengetahuinya, yang sebelumnya, ia tidak menyembunyikannya, ia tidak mengetahuinya. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu, setelah memberikan masa percobaan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan sebelum dan sesudahnya.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … saat ditahbiskan kembali, setelahnya ia menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu, mengetahuinya, yang sebelumnya, mengetahuinya ia sembunyikan; selanjutnya menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu, mengetahuinya, yang sebelumnya, ia tidak mengetahuinya, ia tidak menyembunyikan. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu, setelah memberikan masa percobaan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan sebelum dan sesudahnya. ||3||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, setelah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Ia mengingat beberapa sebagai pelanggaran … ( == ||3||. Dengan menggantikan ia mengetahui, mengetahuinya, tidak mengetahui menjadi ia mengingat, mengingatnya, tidak mengingatnya) … yang disembunyikan sebelum dan sesudahnya. ||4||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, setelah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Ia tidak ragu terhadap beberapa pelanggaran, ia ragu terhadap pelanggaran lainnya … yang disembunyikan sebelum dan sesudahnya. ||5||29||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, setelah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, menjadi samanera … menjadi gila … menjadi kehilangan akal sehat … ini harus dijelaskan secara terperinci seperti di bawah.  Ia menjadi sakit. Pelanggaran-pelanggarannya disembunyikan dan juga tidak disembunyikan. Ia mengetahui bahwa beberapa adalah pelanggaran, ia tidak mengetahui bahwa yang lainnya adalah pelanggaran. Ia mengingat bahwa beberapa adalah pelanggaran, [64] ia tidak mengingat bahwa yang lainnya adalah pelanggaran. Ia tidak meragukan bahwa beberapa adalah pelanggaran, ia meragukan apakah yang lainnya adalah pelanggaran. Ia menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang tidak ia ragukan, ia tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang ia ragukan. Ia menjadi sakit. Setelah tidak sakit lagi, pelanggaran-pelanggaran itu yang sebelumnya ia sembunyikan karena ia tidak meragukan, selanjutnya ia tidak menyembunyikannya walaupun ia tidak meragukannya; ia selanjutnya tidak menyembunyikannya walaupun ia tidak meragukannya; pelanggaran-pelanggaran yang sebelumnya tidak ia sembunyikan, karena ia  meragukannya, selanjutnya ia tidak menyembunyikannya walaupun ia meragukannya, pelanggaran-pelanggaran yang sebelumnya ia sembunyikan, karena ia tidak meragukannya, selanjutnya ia tidak menyembunyikannya, karena ia tidak meragukannya,  pelanggaran-pelanggaran yang sebelumnya tidak ia sembunyikan, karena ia meragukannya, selanjutnya ia menyembunyikannya, karena tidak meragukannya, pelanggaran-pelanggaran yang sebelumnya ia sembunyikan, karena tidak meragukannya, selanjutnya ia menyembunyikan, karena tidak meragukannya, pelanggaran-pelanggaran yang sebelumnya tidak ia sembunyikan, karena meragukannya, selanjutnya ia tidak menyembunyikannya, karena tidak meragukannya, pelanggaran-pelanggaran yang sebelumnya ia sembunyikan, karena ia tidak meragukannya, selanjutnya ia menyembunyikannya, karena tidak meragukannya, pelanggaran-pelanggaran yang sebelumnya tidak ia sembunyikan, karena meragukannya, selanjutnya ia menyembunyikannya, karena ia meragukannya. Para bhikkhu, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada bhikkhu itu, setelah memberikan masa percobaan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disembunyikan sebelum dan sesudahnya.” ||1||30||

Seratus Mānatta
 

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu, setelah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, meninggalkan Sangha dengan tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu, ketika ditahbiskan kembali, ia tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran ini. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … dengan tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu, ketika ditahbiskan kembali, ia menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran ini. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal dan masa percobaan berbarengan harus diberikan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran yang paling awal di antara pelanggaran-pelanggaran yang ia sembunyikan.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … dengan menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu, ketika ditahbiskan kembali, ia tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran ini. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal … yang ia sembunyikan.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … dengan menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu, ketika ditahbiskan kembali, ia menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran ini. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal … yang ia sembunyikan. ||1||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu, sewaktu sedang menjalani masa percobaan, melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. [65] Pelanggaran-pelanggarannya itu disembunyikan dan tidak disembunyikan. Setelah meninggalkan Sangha, ia, saat ditahbiskan kembali, setelah itu ia tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang ia sembunyikan sebelumnya, setelah itu ia tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang tidak ia sembunyikan sebelumnya. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal dan masa percobaan berbarengan harus diberikan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran yang paling awal di antara pelanggaran-pelanggaran yang ia sembunyikan.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … Pelanggaran-pelanggarannya itu disembunyikan dan tidak disembunyikan. Setelah meninggalkan Sangha, ia, saat ditahbiskan kembali, setelah itu ia tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang ia sembunyikan sebelumnya, setelah itu ia menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang tidak ia sembunyikan sebelumnya. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal … yang ia sembunyikan.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … saat ditahbiskan kembali, setelah itu ia menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang ia sembunyikan sebelumnya, setelah itu ia tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang tidak ia sembunyikan sebelumnya. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal … yang ia sembunyikan.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … saat ditahbiskan kembali, setelah itu ia menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang ia sembunyikan sebelumnya, setelah itu ia menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang tidak ia sembunyikan sebelumnya. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal … yang ia sembunyikan. ||2||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu, sewaktu sedang menjalani masa percobaan, melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Ia mengetahui beberapa adalah pelanggaran, ia tidak mengetahui bahwa yang lainnya adalah pelanggara … ( = 29.3.4.30.  hukumannya selalu sama: Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal dan masa percobaan berbarengan harus diberikan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran yang paling awal di antara pelanggaran-pelanggaran yang ia sembunyikan) … ||3|| 31||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB III)
« Reply #17 on: 06 March 2012, 06:40:31 PM »
“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu yang layak menerima mānatta (disiplin) … sedang menjalani mānatta (disiplin) … layak menerima rehabilitasi, sementara itu ia melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, meninggalkan Sangha, dengan tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu … ia yang layak menerima mānatta (disiplin) dan ia yang sedang menjalani māṅatta (disiplin) dan ia yang layak menerima rehabilitasi harus dijelaskan secara terperinci serupa dengan ia yang sedang menjalani masa percobaan.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu yang layak menerima rehabilitasi, sementara itu melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, dengan tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu, menjadi samanera … menjadi gila … menjadi kehilangan akal sehat … menjadi sakit. Pelanggaran-pelanggarannya disembunyikan dan tidak disembunyikan … ( =30) … setelahnya ia menyembunyikannya, karena ia tidak meragukannya. Bhikkhu itu harus dikembalikan ke awal [66] dan masa percobaan berbarengan harus diberikan kepadanya sehubungan dengan pelanggaran yang paling awal di antara pelanggaran-pelanggaran yang ia sembunyikan. ||1||32||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, dengan tidak meyembunyikan tidak banyak, dengan tidak menyembunyikan  banyak, dengan tidak menyembuyikan satu jenis, dengan tidak menyembunyikan jenis-jenis yang berbeda, dengan tidak meyembunyikan kelompok-kelompok serupa,  dengan tidak menyembunyikan kelompok lainnya,  dengan tidak menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran yang berhubungan,  meninggalkan Sangha.  ||1||33||

“Dua orang bhikkhu melakukan satu pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Mereka sepakat bahwa pelanggaran itu adalah pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Salah satu dari mereka menyembunyikannya, sedangkan yang lainnya tidak menyembunyikannya. Siapapun yang menyembunyikannya harus mengakui pelanggaran kesalahan, dan setelah memberikan masa percobaan kepadanya selama waktu yang sama dengan lamanya pelanggaran itu disembunyikan, mānatta (disiplin) haus dijatuhkan kepada keduanya.

“Dua orang bhikkhu melakukan satu pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Mereka ragu apakah pelanggaran itu adalah pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Salah satu dari mereka menyembunyikannya … (seperti di atas) … harus dijatuhkan kepada keduanya.

“Dua orang bhikkhu melakukan satu pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Sehubungan dengan pelanggaran ini mereka sepakat bahwa pelanggaran itu adalah suatu pelanggaran campuran.  Salah satu dari mereka menyembunyikannya … (seperti di atas) … harus dijatuhkan kepada keduanya.

“Dua orang bhikkhu melakukan satu pelanggaran campuran. Sehubungan dengan pelanggaran campuran ini mereka sepakat bahwa pelanggaran itu adalah suatu pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Salah satu dari mereka menyembunyikannya … harus dijatuhkan kepada keduanya.

“Dua orang bhikkhu melakukan satu pelanggaran campuran. Sehubungan dengan pelanggaran campuran ini mereka sepakat bahwa pelanggaran itu adalah suatu pelanggaran campuran. Salah satu dari mereka menyembunyikannya … harus dijatuhkan kepada keduanya.

“Dua orang bhikkhu melakukan satu pelanggaran ringan.  Sehubungan dengan pelanggaran ringan ini mereka sepakat bahwa pelanggaran itu adalah suatu pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Salah satu dari mereka menyembunyikannya, yang lainnya tidak menyembunyikannya. Siapapun yang menyembunyikannya harus mengakui pelanggaran kesalahan, dan keduanya harus diperlakukan sesuai aturan.

“Dua orang bhikkhu melakukan satu pelanggaran ringan.  Sehubungan dengan pelanggaran ringan ini mereka sepakat bahwa pelanggaran itu adalah pelanggaran ringan. Salah satu dari mereka menyembunyikannya … sesuai aturan. ||1||

“Dua orang bhikkhu melakukan satu pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Sehubungan dengan pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha ini mereka sepakat bahwa itu adalah pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Salah satu dari mereka berpikir, ‘Saya akan memberitahukan,’ yang lainnya berpikir, ‘Saya tidak akan memberitahukan.’ [67] ia menyembunyikannya selama jaga pertama dan ia menyembunyikannya selama jaga kedua dan ia menyembunyikannya selama jaga ketiga. Jika pelanggaran itu (masih) disembunyikan setelah matahari terbit, siapapun yang menyembunyikannya harus mengakui pelanggaran kesalahan, dan setelah memberikan masa percobaan kepadanya selama waktu yang sama dengan lamanya pelanggaran itu disembunyikan, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada keduanya.

“Dua orang bhikkhu melakukan satu pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Sehubungan dengan pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha ini mereka sepakat bahwa itu adalah pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Mereka pergi, berpikir, ‘Kami akan memberitahukan.’ Dalam perjalanan itu, kecurangan muncul dalam diri salah satu dari mereka dan ia berpikir, ‘Saya tidak akan memberitahukan.’  ia menyembunyikannya selama jaga pertama … ia menyembunyikannya selama jaga ketiga. Jika pelanggaran itu (masih) disembunyikan setelah matahari terbit, … dijatuhkan kepada keduanya.

“Dua orang bhikkhu … Mereka menjadi gila, dan di kemudian hari, setelah waras kembali, salah satu dari mereka menyembunyikan, yang lainnya tidak menyembunyikannya. Siapapun yang menyembunyikannya harus mengakui pelanggaran kesalahan, dan setelah memberikan masa percobaan kepadanya selama waktu yang sama dengan lamanya pelanggaran itu disembunyikan, mānatta (disiplin) harus dijatuhkan kepada keduanya.

“Dua orang bhikkhu melakukan satu pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Ketika Patimokkha sedang dibacakan, diketahui: ‘Sekarang kami memahami bahwa aturan, seperti yang dikatakan,  diturunkan dalam kalimat, tersimpan dalam kalimat (dan) untuk dibacakan setiap setengah bulan.’  Sehubungan dengan pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha ini mereka sepakat bahwa itu adalah pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha. Salah satu dari mereka menyembunyikannya, sedangkan yang lainnya tidak menyembunyikannya. Siapapun yang menyembunyikannya harus mengakui pelanggaran kesalahan, dan setelah memberikan masa percobaan kepadanya selama waktu yang sama dengan lamanya pelanggaran itu disembunyikan, mānatta (disiplin) haus dijatuhkan kepada keduanya. ||2||34||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: banyak dan tidak banyak dan satu jenis dan berbagai jenis dan dari kelompok yang serupa dan dari kelompok yang berbeda dan terpisah dan berhubungan.  Ia memohon masa percobaan berbarengan dari Sangha sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini. Sangha memberikan masa percobaan berbarengan sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini. Sewaktu ia sedang menjalani masa percobaan ia melakukan beberapa pelanggaran lagi yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, banyak, tidak disembunyikan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini, ia memohon agar Sangha mengembalikannya ke awal. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini, Sangha mengembalikannya ke awal melalui keputusan (resmi) yang sah, tidak dapat dibatalkan, kokoh, (tetapi) Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) tidak menurut aturan, Sangha merehabilitasinya tidak menurut aturan. Para bhikkhu, bhikkhu itu tidak murni sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: tidak banyak dan banyak dan satu jenis dan berbagai jenis dan dari kelompok yang serupa dan dari kelompok yang berbeda [68] dan yang terpisah dan yang berhubungan. Ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan berbarengan sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini. Sangha memberikan masa percobaan berbarengan sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini. Sementara ia sedang menjalani masa percobaan ia melakukan beberapa pelanggaran lagi yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, tidak banyak, disembunyikan … Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini, Sangha mengembalikannya ke awal melalui keputusan (resmi) yang sah, tidak dapat dibatalkan, kokoh, Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) tidak menurut aturan, Sangha merehabilitasinya tidak menurut aturan. Para bhikkhu, bhikkhu itu tidak murni sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu. ||1||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: tidak banyak … dan yang berhubungan. Ia memohon agar Sangha … Sementara ia sedang menjalani masa percobaan, ia melakukan beberapa pelanggaran lagi yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: banyak, tidak disembunyikan … banyak, disembunyikan dan tidak disembunyikan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini, ia memohon agar Sangha mengembalikannya ke awal. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini, Sangha mengembalikannya ke awal melalui keputusan (resmi) yang sah, tidak dapat dibatalkan, kokoh. Sangha memberikan masa percobaan berbarengan menurut aturan, Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) tidak menurut aturan, Sangha merehabilitasinya tidak menurut aturan. Para bhikkhu, bhikkhu itu tidak murni sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu … dan yang berhubungan. Ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan berbarengan sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini. Sangha memberikan masa percobaan berbarengan sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini. Sementara ia sedang menjalani masa percobaan, ia melakukan beberapa pelanggaran lagi yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: tidak banyak dan banyak dan disembunyikan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini, ia memohon agar Sangha mengembalikannya ke awal. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini, Sangha mengembalikannya ke awal melalui keputusan (resmi) yang sah, tidak dapat dibatalkan, kokoh. Sangha memberikan masa percobaan berbarengan menurut aturan, [69] Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) tidak menurut aturan, Sangha merehabilitasinya tidak menurut aturan. Para bhikkhu, bhikkhu itu tidak murni sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu … dan yang berhubungan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini, Ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan berbarengan.  Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini, Sangha memberikan masa percobaan berbarengan. Sementara ia sedang menjalani masa percobaan, ia melakukan beberapa pelanggaran lagi yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: tidak banyak dan banyak dan disembunyikan dan tidak disembunyikan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini, ia memohon agar Sangha mengembalikannya ke awal. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini, Sangha mengembalikannya ke awal melalui keputusan (resmi) yang sah, tidak dapat dibatalkan, kokoh. Sangha memberikan masa percobaan berbarengan menurut aturan, Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) tidak menurut aturan, Sangha merehabilitasinya tidak menurut aturan. Para bhikkhu, bhikkhu itu tidak murni sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu. ||2||

Demikianlah sembilan kasus di mana (seorang bhikkhu dikembalikan ke) awal  adalah tidak murni. ||35||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB III)
« Reply #18 on: 06 March 2012, 06:41:20 PM »
“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: tidak banyak dan banyak … dan yang terpisah dan yang berhubungan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini ia memohon agar Sangha memberikan masa percobaan berbarengan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran ini, Sangha memberikan masa percobaan berbarengan. Selagi ia menjalani masa percobaan, ia melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: tidak banyak, tidak disembunyikan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini ia memohon agar Sangha mengembalikannya ke awal. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini Sangha mengembalikannya ke awal melalui keputusan (resmi) yang tidak sah,  dapat dibatalkan, tidak kokoh. Sangha memberikan masa percobaan berbarengan menurut aturan, Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) menurut aturan, Sangha merehabilitasinya menurut aturan. Para bhikkhu, bhikkhu itu tidak murni sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … Selagi ia menjalani masa percobaan, ia melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: tidak banyak dan disembunyikan dan tidak disembunyikan … tidak banyak, disembunyikan … Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini Sangha mengembalikannya ke awal melalui keputusan (resmi) yang tidak sah,  dapat dibatalkan, tidak kokoh. Sangha memberikan masa percobaan berbarengan menurut aturan, Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) menurut aturan, Sangha merehabilitasinya menurut aturan. Para bhikkhu, bhikkhu itu tidak murni sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu. ||1||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … Selagi ia menjalani masa percobaan, ia melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: tidak banyak, disembunyikan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini ia memohon agar Sangha mengembalikannya ke awal. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini Sangha mengembalikannya ke awal melalui keputusan (resmi) yang tidak sah,  dapat dibatalkan, tidak kokoh. Sangha memberikan masa percobaan berbarengan tidak menurut aturan. Ia, berpikir, ‘Saya sedang menjalani masa percobaan’, dan sementara itu melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, tidak banyak, disembunyikan. Ia, sampai pada tahap di mana ia mengingat  pelanggaran-pelanggaran baru di antara pelanggaran-pelanggaran sebelumnya yang ia lakukan, ia mengingat pelanggaran-pelanggaran lanjutan di antara pelanggaran-pelanggaran sebelumnya yang telah ia lakukan. Ia berpikir, ‘Sekarang, saya telah melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: tidak banyak dan banyak … dan yang terpisah dan yang berhubungan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru saya memohon agar Sangha memberikan masa percobaan berbarengan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini Sangha memberikan masa percobaan berbarengan kepada saya. Selagi saya sedang menjalani masa percobaan, saya melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha: tidak banyak, disembunyikan. Maka sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini saya memohon agar Sangha mengembalikan saya ke awal. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini Sangha mengembalikan saya ke awal melalui keputusan (resmi) yang tidak sah,  dapat dibatalkan, tidak kokoh. Sangha memberikan masa percobaan berbarengan tidak menurut aturan. Kemudian saya, berpikir, “Saya sedang menjalani masa percobaan”, dan sementara itu melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, tidak banyak, disembunyikan. Kemudian saya, sampai pada tahap di mana Aku Mengingat  pelanggaran-pelanggaran baru di antara pelanggaran-pelanggaran sebelumnya yang saya lakukan, Aku Mengingat pelanggaran-pelanggaran lanjutan di antara pelanggaran-pelanggaran sebelumnya yang telah saya lakukan. Bagaimana jika saya, sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu di antara pelanggaran-pelanggaran sebelumnya, dan sehubungan dengan  pelanggaran-pelanggaran di antara pelanggaran-pelanggaran lanjutan, memohon agar Sangha mengembalikan saya ke awal melalui keputusan (resmi) yang sah, tidak dapat dibatalkan, kokoh, memohon masa percobaan berbarengan menurut aturan?’ ia memohon agar Sangha … Sangha,  sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu di antara pelanggaran-pelanggaran sebelumnya, dan sehubungan dengan  pelanggaran-pelanggaran di antara pelanggaran-pelanggaran lanjutan, mengembalikannya ke awal melalui keputusan (resmi) yang sah, tidak dapat dibatalkan, kokoh, memberikan kepadanya masa percobaan berbarengan menurut aturan, menjatuhkan māṅatta (disiplin) menurut aturan, merehabilitasinya menurut aturan. Para bhikkhu, bhikkhu itu adalah murni sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … (kasus ini sama dengan sebelumnya, tetapi dengan mengganti disembunyikan dengan disembunyikan dan tidak disembunyikan) … ||2||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … Selagi ia menjalani masa percobaan, ia melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, banyak, tidak disembunyikan, banyak, disembunyikan … tidak banyak dan banyak, tidak disembunyikan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini [71] ia memohon agar Sangha mengembalikannya ke awal. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini Sangha mengembalikannya ke awal melalui keputusan (resmi) yang tidak sah,  dapat dibatalkan, tidak kokoh. Sangha memberikan masa percobaan berbarengan menurut aturan, Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) menurut aturan, Sangha merehabilitasinya menurut aturan. Para bhikkhu, bhikkhu itu tidak murni sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … Selagi ia menjalani masa percobaan, ia melakukan beberapa pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, tidak banyak dan banyak, dan disembunyikan … tidak banyak dan banyak dan disembunyikan dan  tidak disembunyikan. Sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran baru ini Sangha mengembalikannya ke awal melalui keputusan (resmi) yang tidak sah,  dapat dibatalkan, tidak kokoh, Sangha memberikan masa percobaan berbarengan tidak menurut aturan. Sangha memberikan masa percobaan berbarengan tidak menurut aturan, Sangha menjatuhkan mānatta (disiplin) menurut aturan, Sangha merehabilitasinya menurut aturan. Para bhikkhu, bhikkhu itu tidak murni sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu. ||3||

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu … (kedua kasus di sini sama dengan yang dijelaskan dalam ||2||; dengan mengganti  tidak banyak menjadi  banyak … Para bhikkhu, bhikkhu itu  murni sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran itu. ||4||36||

Demikianlah bagian ketiga: Tentang Akumulasi (pelanggaran-pelanggaran)

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IV)
« Reply #19 on: 06 March 2012, 11:10:04 PM »
CULLAVAGGA IV
Penyelesaian



Pada suatu ketika, Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, sedang berdiam di Sāvatthi di hutan Jeta di Vihara Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu melakukan tindakan (resmi) mengecam dan membimbing dan mengusir dan mendamaikan dan menangguhkan beberapa bhikkhu yang tidak hadir. Para bhikkhu lainnya mencela, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Kelompok Enam Bhikkhu ini melakukan tindakan (resmi) mengecam … dan menangguhkan beberapa bhikkhu yang tidak hadir?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah,  para bhikkhu, dikatakan bahwa, para bhikkhu ini melakukan tindakan (resmi) mengecam … dan menangguhkan beberapa bhikkhu yang tidak hadir?”

“Benar, Bhagavā.” Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, menegur mereka, dengan berkata:

“Tidaklah layak, para bhikkhu, dalam hal orang-orang dungu ini, tidaklah pantas, tidaklah sesuai, tidaklah sebagaimana mestinya seorang petapa, tidak diperbolehkan, seharusnya tidak dilakukan. Bagaimanakah, para bhikkhu, orang-orang dungu ini dapat melakukan tindakan (resmi) mengecam … dan menangguhkan para bhikkhu yang tidak hadir? Bukanlah, para bhikkhu, demi menyenangkan mereka yang tidak senang …” Setelah menegur mereka, setelah memberikan khotbah yang sesuai, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, tindakan (resmi) mengecam atau membimbing atau mengusir atau mendamaikan atau menangguhkan seharusnya tidak dilakukan kepada para bhikkhu yang tidak hadir. Siapapun yang melakukannya, berarti melakukan kesalahan pelanggaran. ||1||1||

“Seseorang yang mempraktikkan non-dhamma  membabarkannya kepada seseorang yang mempraktikkan dhamma, mengungkapkan kepadanya, mempengaruhinya, mempengaruhinya lagi, mengajarkan kepadanya, mengajarkan kepadanya lagi, dengan megatakan: ‘Ini adalah dhamma, ini adalah disiplin, ini adalah instruksi Sag Guru, pilihlah ini, [73] akuilah ini.’ Jika pertanyaan sah ini dijawab demikian, maka hal itu diselesaikan dengan apa yang tidak menurut aturan, dengan apa yang terlihat seperti keputusan bersama.

“Seseorang yang mempraktikkan non-dhamma  membabarkannya kepada seseorang yang mempraktikkan dhamma … Seseorang yang mempraktikkan non-dhamma  membabarkannya kepada Sangha yang mempraktikkan dhamma … Beberapa orang yang mempraktikkan non-dhamma  membabarkannya kepada seseorang yang mempraktikkan dhamma … Beberapa orang yang mempraktikkan non-dhamma  membabarkannya kepada beberapa orang yang mempraktikkan dhamma … Beberapa orang yang mempraktikkan non-dhamma  membabarkannya kepada Sangha yang mempraktikkan dhamma  … Sangha yang mempraktikkan non-dhamma  membabarkannya kepada seseorang yang mempraktikkan dhamma … Sangha yang mempraktikkan non-dhamma  membabarkannya kepada beberapa orang yang mempraktikkan dhamma … Sangha yang mempraktikkan non-dhamma  membabarkannya kepada Sangha yang mempraktikkan dhamma, mengungkapkan kepadanya, mempengaruhinya, mempengaruhinya lagi, mengajarkan kepadanya, mengajarkan kepadanya lagi, dengan megatakan: ‘Ini adalah dhamma, ini adalah disiplin, ini adalah instruksi Sag Guru, pilihlah ini, akuilah ini.’ Jika pertanyaan sah ini dijawab demikian, maka hal itu diselesaikan dengan apa yang tidak menurut aturan, dengan apa yang terlihat seperti keputusan bersama.

Demikianlah sembilan kasus Golongan Gelap. ||2||

“Seseorang yang mempraktikkan dhamma  membabarkannya kepada seseorang yang mempraktikkan non-dhamma … Sangha yang mempraktikkan dhamma  membabarkannya kepada Sangha yang mempraktikkan non-dhamma, … maka hal itu diselesaikan dengan apa yang menurut aturan, dengan keputusan bersama.

Demikianlah sembilan kasus Golongan Cerah. ||3||

Pada suatu ketika Yang Tercerahkan, Sang Buddha, sedang berdiam di Rājagaha di hutan bambu di Taman Suaka Tupai.  Pada saat itu Kesempurnaan telah dicapai oleh Yang Mulia Dabba dari Malla tujuh tahun sejak kelahirannya. Semua yang harsu dicapai oleh seorang siswa telah dicapai sepenuhnya olehnya; baginya tidak ada lagi yang harus dilakukan, tidak ada penambahan (yang harus dilakukan) atas apa yang telah ia lakukan. Kemudian pemikiran berikut ini muncul dalam pikiran Yang Mulia Dabba dari Malla saat ia sedang bermeditasi dalam kesunyian:  “Kesempurnaan telah tercapai olehku tujuh tahun sejak kelahiranku; baginya tidak ada lagi yang harus dilakukan, tidak ada penambahan (yang harus dilakukan) atas apa yang telah ia lakukan. Sekarang, pelayanan apakah yang bisa kulakukan terhadap Sangha?” Kemudian Yang Mulia Dabba dari Malla berpikir: “Bagaimana jika aku [74] mengatur tempat tinggal dan membagikan makanan?” ||1||

Kemudian Yang Mulia Dabba, bangkit dari meditasinya di malam hari, mendekati Sang Bhagavā, setelah medekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak sepantasnya. Ketika duduk dalam jarak sepantasnya, Yang Mulia Dabba berkata sebagai berikut kepada Sang Bhagavā: “Sekarang, Bhagavā, ketika saya sedang bermeditasi dalam kesunyian, pemikiran ini muncul dalam pikiranku: ‘ … pelayanan apakah yang bisa kulakukan terhadap Sangha?’ Kemudian saya berpikir: “Bagaimana jika aku mengatur tempat tinggal dan membagikan makanan?’ Saya ingin, Bhagavā, mengatur tempat tinggal dan membagikan makanan.’ “

“Baik sekali, baik sekali, Dabba. Baiklah, engkau lakukanlah, Dabba, pengaturan tempat tinggal dan pembagian makanan.”

“Baiklah, Bhagavā,” Yang Mulia Dabba, orang Malli, atas persetujuan Sang Bhagavā. ||2||

Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah memberikan khotbah, berkata kepada para bhikkhu, dengan berkata: ‘Baiklah, para bhikkhu, marilah Sangha menyetujui dan menunjuk Dabba dari Malla sebagai pengatur tempat tinggal dan pembagi makanan. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia ditunjuk: Pertama-tama, Dabba harus diminta; setelah diminta, Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Jika baik menurut Sangha, Sangha boleh menunjuk Yang Mulia Dabba dari Malla sebagai pengatur tempat tinggal dan pembagi makanan. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Sangha menunjuk Yang Mulia Dabba dari Malla sebagai pengatur tempat tinggal dan pembagi makanan. Jika penunjukan Yang Mulia Dabba dari Malla sebagai pengatur tempat tinggal dan pembagi makanan ini sesuai dengan kehendak Sangha, maka Sangha cukup berdiam diri; ia yang tidak setuju silahkan berbicara. Yang Mulia Dabba dari Malla ditunjuk oleh Sangha sebagai pegatur tempat tinggal dan pembagi makanan. Hal ini sesuai keinginan Sangha, karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’ “ ||3||

Dan Yang Mulia Dabba orag Malli, setelah ditunjuk, mengatur tempat tinggal yang sama bagi para bhikkhu yang berasal dari kelompok yang sama. Bagi para bhikkhu yang menguasai Suttanta, ia mengatur tempat tinggal yang sama, dengan pikiran: “Dengan demikian mereka akan dapat saling membacakan Suttanta satu sama lain.” Bagi para bhikkhu yang ahli dalam hal disiplin ia mengatur tempat tinggal yang sama, dengan pikiran: “Mereka akan dapat bersama-sama memutuskan disiplin.” Bagi para bhikkhu adalah pembabar dhamma ia mengatur tempat tinggal yang sama, dengan pikiran: “Mereka akan dapat saling berdiskusi dhamma.” Bagi para bhikkhu yang menyukai ketenangan ia mengatur tempat tinggal yang sama, dengan pikiran: “Mereka tidak akan saling mengganggu satu sama lain.” [75] Bagi para bhikkhu yang senang membicarakan persoalan-persoalan rendah dan yang menyukai olah raga ia mengatur tempat tinggal yang sama, dengan pikiran: “Para bhikkhu ini akan mendapatkan apa yang mereka inginkan.” Bagi para bhikkhu yang datang pada larut malam, ia, setelah memasuki jhana kasina api, mengatur tempat tinggal dengan menggunakan cahaya ini. Sedemikian sehingga, para bhikkhu yang datang larut malam dengan sengaja, berpikit: “Kami akan menyaksikan kesaktian Yang Mulia Dabba dari Malla.” Dan para bhikkhu ini, setelah menghadap Yang Mulia Dabba dari Malla, berkata sebagai berikut: “Yang Mulia Dabba, siapkan tempat tinggal untuk kami.” Yang Mulia Dabba berkata kepada mereka: “Di manakah Yang Mulia menginginkannya? Di manakah saya harus mempersiapkannya?” (Para bhikkhu) ini akan dengan sengaja menyebutkan tempat-tempat yang jauh, dengan berkata:

“Yang Mulia Dabba, siapkan tempat tinggal kami di Puncak Nasar; Yang Mulia, siapkan tempat tinggal kami di tebing perampok; Yang Mulia, siapkan tempat tinggal kami di lereng bukit Isigili di Batu Hitam; Yang Mulia, siapkan tempat tinggal kami di lereng Vebhara di Gua Sattapaṇṇi; Yang Mulia, siapkan tempat tinggal kami di hutan Sītā di cekungan Danau Ular; Yang Mulia siapkan tempat tinggal kami di Lembah Gomaṭa; Yang Mulia siapkan tempat tinggal kami di Lembah Tinduka; Yang Mulia siapkan tempat tinggal kami di Lembah Tapodā; Yang Mulia siapkan tempat tinggal kami di Taman Tapodā; Yang Mulia siapkan tempat tinggal kami di Hutan Mangga Jīvaka; Yang Mulia siapkan tempat tinggal kami di Maddakucchi di Taman-Rusa.”

Yang Mulia Dabba dari Malla, setelah memasuki jhana kasina api, berjalan di depan (para bhikkhu) ini dengan jarinya menyala, dan mereka dengan cahaya ini berjalan di belakang Yang Mulia Dabba dari Malla. Yang Mulia Dabba dari Malla menyiapkan tempat tinggal sebagai berikut: “Ini bantal, ini kursi, ini kasur, ini bantal duduk, ini toilet, itu toilet, ini air minum, ini air untuk mencuci, ini tongkat, ini (formulir) kesepakatan Sangha, ini waktunya untuk datang, ini waktunya untuk pergi.” Yang Mulia Dabba dari Malla, setelah mempersiapkan tempat tinggal untuk para bhikkhu ini, kembali ke hutan bambu. ||4||

Pada saat itu para bhikkhu yang adalah para pengikut Mettiya dan Bhummajaka yang baru ditahbiskan dan hanya memiliki sedikit kebajikan; mereka mendapatkan tempat tinggal yang sederhana milik Sangha dan makanan yang sederhana. Pada saat itu orang-orang Rājagaha [76] ingin mempersembahkan para bhikkhu senior dana makanan  yang mengandung bumbu yang sangat lezat, dan ghee dan minyak dan berbagai makanan lezat. Tetapi kepadapara bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka, mereka memberikan makanan biasa, nasi sisa dengan bubur basi.  Para bhikkhu ini, saat kembali dari menerima dana makanan setelah makan, bertanya kepada para bhikkhu senior: “Apakah yang kalian, Yang Mulia, dapatkan di ruang makan?”

Beberapa bhikkhu senior berkata: “Ada ghee untuk kami, Yang Mulia, ada minyak untuk kami, ada makanan-makanan lezat untuk kami.”

Tetapi para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka berkata: “Tidak ada apapun untuk kami, Yang Mulia, kecuali makanan biasa, nasi sisa dengan bubur basi.” ||5||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IV)
« Reply #20 on: 06 March 2012, 11:10:52 PM »
Pada sat itu seorang perumah tangga yang secara rutin mempersembahkan makanan kepada Sangha yang terdiri dari empat jenis.  Ia, dengan istri dan anak-anaknya, melayani di ruang makan. Mereka mempersembahkan nasi kepada beberapa (bhikkhu), mereka mempersembahkan kari kepada yang lain, mereka mempersembahkan makanan-makanan lezat kepada yang lain lagi. Pada saat itu makanan yang dipersembahkan oleh si perumah tangga yang menyediakan makanan-makanan yang baik dijatahkan untuk keesokan harinya bagi para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka. Kemudian si perumah tangga yang menyediakan makanan-makanan baik pergi ke vihara untuk suatu urusan dan menghadap Yang Mulia Dabba dari Malla; setelah menghadap, setelah menyapa Yang Mulia Dabba dari Malla, ia duduk dalam jarak yang semestinya. Ketika si perumah tangga yang menyediakan makanan-makanan baik telah duduk dalam jarak yang semestinya, Yang Mulia Dabba menyenangkan, memuji, membangkitkan semangat,  menggembirakannya dengan khotbah dhamma. Kemudian ketika di perumah tangga yang menyediakan makanan-makanan baik telah merasa senang … gembira oleh khotbah dhamma yang disampaikan oleh Yang Mulia Dabba, ia berkata kepada Yang Mulia Dabba dari Malla: “Untuk siapakah, Yang Mulia, makanan yang dijatahkan untuk besok dirumahku?”

“Perumah tangga, makanan yang dijatahkan dirumahmu besok ditujukan kepada para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka.”

Kemudian perumah tangga yang menyediakan makanan-makanan baik merasa kesal dan berkata: “Mengap harus bhikkhu-bhikkhu tidak bermoral ini yang bersenang-senang di rumahku?” Dan setelah pulang ke rumahnya, ia memerintahkan kepada budak perempuannya, dengan mengatakan: “Setelah menyiapkan tempat duduk di teras bagi mereka yang datang untuk besok, layani mereka dengan nasi sisa dan bubur basi.”

“Baiklah, tuan,” budak perempuan itu menjawab perintah si perumah tangga yang menyediakan makanan-makanan baik. ||6||

Kemudian para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka berkata satu sama lain: “Kemarin, Yang Mulia, makanan dijatahkan untuk kita oleh perumah tangga yang menyediakan makanan-makanan baik. Besok si perumah tangga yang menyediakan makanan-makanan baik bersama istri dan anak-anaknya akan melayani kita. Mereka akan mempersembahkan nasi kepada beberapa orang, mereka akan mempersembahkan kari kepada orang lain, [77] mereka akan mempersembahkan minyak kepada orang lain lagi, mereka akan mempersembahkan makanan-makanan lezat kepada orang lain lagi.” Hal-hal ini, karena kegembiraan mereka, tidak dapat tidur malam itu seperti yang diharapkan.

Kemudian  para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka, merapikan jubahnya di pagi hari dan membawa mangkuk dan jubah mereka, mendatangi rumah si perumah tangga yang menyediakan makanan-makanan baik. Budak perempuan melihat para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka datang dari jauh, melihat mereka, setelah menyiapkan tempat duduk di teras, ia  berkata kepada para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka: “Silahkan duduk, Yang Mulia.” Kemudian para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka berpikir: “Tetapi, tentu saja makanan belum siap karena kami diminta untuk duduk di teras.” Kemudian budak-perempuan itu keluar dengan membawa nasi sisa dan bubur basi. “Silahkan makan, Yang Mulia” ia berkata.

“Tetapi, saudari, kami adalah yang secara rutin menerima persembahan makanan.”

“Saya tahu bahwa Yang Mulia menerima persembahan makanan secara rutin. Tetapi baru kemarin saya diperintahkan oleh si perumah tangga: ‘Setelah menyiapkan tempat duduk di teras bagi mereka yang datang untuk besok, layani mereka dengan nasi sisa dan bubur basi.’ makanlah, Yang Mulia,” ia berkata.

Kemudian para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka berpikir: “kemarin, Yang Mulia, perumah tangga yang menyediakan makanan-makanan baik menghadap Dabba dari Malla di Vihara. Tidak diragukan lagi, Dabba dari Malla telah menyebabkan si perumah tangga memusuhi kita.” (Para bhikkhu) ini, sehubungan dengan kekesalan mereka, tidak makan sebanyak yang diharapkan.

Kemudian para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka, kembali dari menerima dana makanan setelah makan, setelah tiba di vihara, setelah menyimpan mangkuk dan jubah mereka, duduk di luar gerbang vihara, duduk di atas tanah beralaskan jubah luar mereka, berdiam diri, merasa dipermalukan, bahu merosot, kepala ditundukkan, termenung, tidak berkata apa-apa. ||7||

Kemudian Bhikkhuni Mettiyā mendekati para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka; setelah mendekat, ia berkata sebagai berikut kepada para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka: “Saya memberi hormat, Guru.” Ketika ia berkata demikian, para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka tidak menjawab. Untuk kedua kalinya … untuk ketiga kalinya, para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka tidak menjawab.

“Apakah aku menyakiti hati para guru? Mengapakah para guru tidak menjawabku?” ia berkata.

“Ini adalah karena engkau, bhikkhuni, mengabaikan kami ketika kami dipersulit oleh Dabba dari Malla.”

“Apa yang dapat saya lakukan, guru?” ia berkata.

“Jika engkau mau, bhikkhuni, hari ini juga engkau dapat menyebabkan Sang Bhagavā mengusir Dabba dari Malla.”

“Apa yang dapat saya lakukan, guru? Bagaimana saya dapat melakukan hal itu?”

“Engkau pergilah, bhikkhuni, datangi Sang Bhagavā; setelah mendekat, katakan kepada Sang Bhagavā: [78] ‘Bhagavā, tidaklah layak, tidaklah semestinya bahwa tempat  ini yang seharusnya tanpa ketakutan, aman, tanpa bahaya menjadi tempat yang menakutkan, tidak aman, penuh bahaya. Tempat yang dulunya tenang, sekarang menjadi kacau. Seperti air yang bergolak. Saya telah diperkosa oleh Yang Mulia Dabba dari Malla.”

“Baiklah, guru,” dan Bhikkhuni Mettiyā setelah memberikan persetujuan kepada para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka, mendatangi Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak yang sepantasnya. Ketika berdiri dalam jarak yang sepantasnya, Bhikkhunī Mettiyā berkata sebagai berikut kepada Sang Bhagavā: “Bhagavā, tidaklah layak … saya telah diperkosa oleh Yang Mulia Dabba dari Malla.” ||8||

Kemudian Sang Bhagavā, pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah mengumpulkan seluruh bhikkhu, bertanya kepada Yang Mulia Dabba dari Malla, sebagai berikut:

“Apakah engkau, Dabba, ingat telah melakukan apa yang dikatakan oleh bhikkhuni ini?”

“Bhagavā, Sang Bhagavā mengetahui sehubungan dengan diriku.” Dan untuk kedua kalinya … dan untuk ketiga kalinya …“Bhagavā, Sang Bhagavā mengetahui sehubungan dengan diriku.”

“Dabba, orang Dabba tidak memberikan jawaban mengelak seperti itu.  Jika apa yang dilakukan adalah dilakukan olehmu, katakan ya; jika tidak dilakukan (olehmu), katakan tidak.”

“Sejak saya lahir, Bhagava, saya tidak ingat pernah melakukan hubungan seksual bahkan dalam mimpi, apalagi pada saat bangun.”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Baiklah, para bhikkhu, usir Bhikkhuni Mettiyā, dan bawa bhikkhu-bhikkhu ini untuk ditanyai.” Setelah berkata demikian, Sang Bhagavā, bangkit dari duduknya, memasuki tempat kediamanNya. Kemudian para bhikkhu mengusir Bhikkhuni Mettiyā. Kemudian para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka berkata kepada para bhikkhu: “Yang Mulia, jangan mengusir Bhikkhuni Mettiyā; dia sama sekali tidak bersalah; dia kami desak karena kami marah, tidak senang dan ingin agar Yang Mulia Dabba tersingkir.”

“Tetapi tidakkah kalian, Yang Mulia, memfitnah Yang Mulia Dabba dari Malla dengan tuduhan tidak berdasar bahwa ia telah jatuh dari kebiasaan bermoral?”

“Benar, Yang Mulia.” Para bhikkhu lainnya mencela, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka memfitnah Yang Mulia Dabba dengan tuduhan tidak berdasar bahwa ia telah jatuh dari kebiasaan bermoral?” kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkan, seperti dikatakan, bahwa para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka memfitnah Yang Mulia Dabba dengan tuduhan tidak berdasar bahwa ia telah jatuh dari kebiasaan bermoral?”

“Benar, Bhagavā.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah yang sesuai, Beliau berkata kepada para bhikkhu: ||9||

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus menjatuhkan keputusan tidak bersalah  kepada Dabba dari Malla yang telah mengingat sepenuhnya.  Dan beginilah [79] para bhikkhu, keputusan ini dijatuhkan: Para bhikkhu, Dabba dari Malla, setelah mendatangi Sangha, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu senior, setelah duduk berlutut, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, harus mengucapkan: ‘Yang Mulia, para bhikkhu ini, para pengikut Mettiya dan Bhummajaka, memfitnah saya dengan tuduhan tidak berdasar bahwa saya telah jatuh dari kebiasaan bermoral. Tetapi saya, Yang Mulia, setelah mengingat sepenuhnya, memohon agar Sangha menjatuhkan keputusan tidak bersalah.’ Dan untuk kedua kalinya keputusan harus dimohon … dan untuk ketiga kalinya keputusa harus dimohon:  ‘Yang Mulia, para bhikkhu ini, para pengikut Mettiya dan Bhummajaka, memfitnah saya dengan tuduhan tidak berdasar bahwa saya telah jatuh dari kebiasaan bermoral. Maka saya, Yang Mulia, setelah mengingat sepenuhnya, untuk ketiga kalinya memohon agar Sangha memberikan keputusan tidak bersalah.’ Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Para bhikkhu ini yang adalah para pengikut Mettiya dan Bhummajaka memfitnah Yang Mulia Dabba dari Malla dengan tuduhan tidak berdasar bahwa ia telah jatuh dari kebiasaan bermoral. Yang Mulia Dabba dari Malla, setelah mengingat sepenuhnya, memohon agar Sangha menjatuhkan keputusan tidak bersalah. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus menjatuhkan keputusan tidak bersalah kepada Yang Mulia Dabba yang telah mengingat sepenuhnya. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Para bhikkhu ini yang adalah pengikut Mettiya dan Bhummajaka … memohon agar Sangha menjatuhkan keputusan tidak bersalah. Sangha menjatuhkan menjatuhkan keputusan tidak bersalah kepada Yang Mulia Dabba dari Malla, yang telah mengingat sepenuhnya. Jika penjatuhan keputusan tidak bersalah kepada Yang Mulia Dabba dari Malla, yang telah mengingat sepenuhnya, sesuai dengan keinginan Yang Mulia, , maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk kedua kalinya, saya menyampaikan persoalan ini … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Keputusan tidak bersalah dijatuhkan oleh Sangha kepada Yang Mulia Dabba dari Malla, yang telah mengingat sepenuhnya. Ini sesuai dengan keinginan Sangha, oleh karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’ ||10||

“Para bhikkhu, ada lima karakterisktik yang sah dalam menjatuhkan keputusan tidak bersalah: jika bhikkhu tersebut bersih dan tanpa pelanggaran; dan jika mereka mencelanya; dan jika ia memohon; jika Sangha menjatuhkan keputusan tidak bersalah; jika menurut aturan, pertemuan telah lengkap. Ini, para bhikkhu, adalah lima karakteristik yang sah dalam menjatuhkan keputusan tidak bersalah. ||11||4||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IV)
« Reply #21 on: 06 March 2012, 11:11:17 PM »
Kemudian pada saat itu Bhikkhu Gagga  menjadi gila, kehilangan akal sehat.   Dan ketika ia gila, kehilangan akal sehat ia banyak melakukan dan mengucapkan hal-hal  yang tidak layak bagi seorang pertapa. Para bhikkhu mencela Bhikkhu Gagga karena pelanggaran yang dilakukan (olehnya) ketika ia gila, kehilangan akal sehat, dengan mengatakan: “Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti ini?” Ia berkata: “Saya, [80] Yang Mulia, gila, kehilangan akal sehat; sewaktu saya gila, kehilangan akal sehat, banyak yang dilakukan dan diucapkan olehku yang tidak layak bagi seorang petapa. Saya tidak mengingatnya. Itu dilakukan oleh saya ketika saya sedang tidak waras.”  Walaupun ia mengatakan demikian, namun mereka masih mencelanya dengan mengatakan: “Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti ini?” Para bhikkhu lainnya mencela, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhu ini mencela Bhikkhu Gagga sehubungan dengan pelanggaran yang ia lakukan ketika ia gila, kehilangan akal sehat, dengan mengatakan: ‘Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti ini?’ dan ia menjawab: ‘Saya, Yang Mulia, gila, kehilangan akal sehat; sewaktu saya gila, kehilangan akal sehat, banyak yang dilakukan dan diucapkan olehku yang tidak layak bagi seorang pertapa. Saya tidak mengingatnya. Itu dilakukan oleh saya ketika saya sedang tidak waras.’ Walaupun ia mengatakan demikian, namun mereka masih mencelanya dengan mengatakan: Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti ini?’” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, dikatakan bahwa, para bhikkhu … ?”

“Benar, Bhagavā.” Setelah mencela mereka, setelah membabarkan khotbah yang sesuai, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Baiklah, para bhikkhu, Biarlah Sangha menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat kepada Bhikkhu Gagga yang tidak lagi gila. ||1||

“Dan seperti inilah, keputusan ini dijatuhkan: Para bhikkhu, Bhikkhu Gagga, setelah menghadap Sangha, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu senior, setelah duduk berlutut, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, harus mengucapkan: ‘Saya, Yang Mulia, dulu gila, kehilangan akal sehat, saya banyak melakukan dan mengucapkan hal-hal yang tidak layak bagi seorang petapa. Para bhikkhu mencela saya karena pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan (olehku) sewaktu saya gila, kehilangan akal sehat, dengan mengatakan: “Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti ini?” dan saya menjawab: “Saya, Yang Mulia, gila, kehilangan akal sehat; sewaktu saya gila, kehilangan akal sehat, banyak yang dilakukan dan diucapkan olehku yang tidak layak bagi seorang petapa. Saya tidak mengingatnya. Itu dilakukan oleh saya ketika saya sedang tidak waras.” Walaupun ia mengatakan demikian, namun mereka masih mencelanya dengan mengatakan: “Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti ini?” maka, saya, Yang Mulia , sekarang tidak lagi gila, memohon agar Sangha menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat,’ Dan untuk kedua kalinya keputusan ini dimohon dengan mengucapkan: Saya, Yang Mulia, dulu gila …, bahkan untuk ketiga kalinya saya memohon agar Sangha menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat.’ Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Gagga dulunya gila, kehilangan akal sehat. sewaktu ia gila, kehilangan akal sehat, banyak yang dilakukan dan diucapkan (olehnya) yang tidak layak bagi seorang petapa. Para bhikkhu mencela Bhikkhu Gagga dengan mengatakan: “Apakah Yang Mulia ingat … ?” Ia menjawab: “Saya, Yang Mulia, [81] tidak ingat … itu dilakukan oleh saya sewaktu saya gila.” Bahkan setelah menjawab demikian mereka masih mencelanya, dengan mengatakan: “Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti itu?” Ia, karena tidak lagi gila, memohon agar Sangha menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat kepada Bhikkhu Gagga, yang tidak lagi gila. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Gagga ini …. memohon agar Sangha menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat. Jika penjatuhan keputusan kegilaan yang telah lewat kepada Bhikkhu Gagga, yang tidak lagi gila, sesuai dengan keinginan Yang Mulia, , maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Dan untuk kedua kalinya, saya menyampaikan persoalan ini … Dan untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Keputusan kegilaan yang telah lewat dijatuhkan oleh Sangha kepada Bhikkhu Gagga, yang tidak lagi gila. Ini sesuai dengan keinginan Sangha, oleh karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’ ||2||5||

“Para bhikkhu, ada tiga karakteristik yang tidak sah berikut ini dalam menjatuhkan keputusan kegilaan yg telah lewat, tiga yang sah. Apakah tiga karakteristik yang tidak sah dalam menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu telah melakukan pelanggaran. Sangha atau beberapa (bhikkhu) atau seseorang mencelanya atas hal tersebut dengan mengatakan: ‘Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti itu?’ Jika ia, walaupun mengingat, namun mengatakan: ‘Saya tidak, Yang Mulia, mengingat telah melakukan pelanggaran seperti itu.’ Dan jika Sangha menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat, penjatuhan keputusan kegilaan yang telah lewat itu adalah tidak sah.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu telah melakukan pelanggaran … ‘Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti itu?’ Jika ia, walaupun mengingat, namun mengatakan: ‘Saya, Yang Mulia, mengingatnya seolah-olah dalam mimpi.’ Dan jika Sangha menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat, penjatuhan keputusan kegilaan yang telah lewat itu adalah tidak sah.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu telah melakukan pelanggaran … ‘Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti itu?’ Jika ia, walaupun tidak gila, namun berpura-pura gila mengatakan: ‘Saya berbuat seperti itu, Apakah engkau juga bebuat seperti itu? hal itu diperbolehkan bagiku, dan hal itu juga diperbolehkan bagimu.’ Dan jika Sangha menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat, penjatuhan keputusan kegilaan yang telah lewat itu adalah tidak sah. Tiga karakteristik ini dlam menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat adalah tidak sah ||1||
 
“Apakah tiga karakteristik dalam menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat yang sah? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikhu menjadi gila, kehilangan akal sehat. Sewaktu ia gila, kehilangan akal sehat, ia banyak melakukan perbuatan dan ucapan yang tidak layak bagi seorang petapa. Sangha atau beberapa (bhikkhu) atau seseorang mencelanya atas hal tersebut dengan mengatakan: ‘Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti itu?’ Jika ia, tidak mengingat, mengatakan: ‘Saya tidak, Yang Mulia, mengingat telah melakukan pelanggaran seperti itu.’ Dan jika Sangha menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat, penjatuhan keputusan kegilaan yang telah lewat itu adalah sah.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu menjadi gila, [82] … ‘Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti itu?’ Jika ia, tidak mengingat, mengatakan: ‘Saya, Yang Mulia, mengingatnya seolah-olah dalam mimpi.’ Dan jika Sangha menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat, penjatuhan keputusan kegilaan yang telah lewat itu adalah  sah.

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana seorang bhikkhu menjadi gila … ‘Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran seperti itu?’ Jika ia, gila, berpura-pura gila dan mengatakan: ‘Saya berbuat seperti itu, Apakah engkau juga bebuat seperti itu? hal itu diperbolehkan bagiku, dan hal itu juga diperbolehkan bagimu.’ Dan jika Sangha menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat, penjatuhan keputusan kegilaan yang telah lewat itu adalah sah. Tiga karakteristik ini dlam menjatuhkan keputusan kegilaan yang telah lewat adalah sah. ||2||6||

Pada saat itu kelompok enam bhikkhu melakukan sidang (resmi) pengecaman dan bimbingan dan pengusiran dan pendamaian dan pengskorsan terhadap para bhikkhu tanpa pengakuan mereka.  Para bhikkhu lainnya … menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Kelompok Enam Bhikkhu ini melakukan sidang (resmi) dan … pengskorsan terhadap para bhikkhu tanpa pengakuan mereka?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata, “Benarkah dikatakan, para bhikkhu, …?”

“Benar, Bhagavā.” setelah mencela mereka, setelah membabarkan khotbah yang sesuai, Beliau berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, sidang (resmi) pengecaman atau bimbingan atau pengusiran atau pendamaian atau pengskorsan tidak boleh dilakukan terhadap seorang bhikkhu tanpa pengakuan bhikkhu tersebut. Siapapun yang melakukan (salah satu) hal itu, maka itu adalah pelanggaran perbuatan-salah. ||7||

“Para bhikkhu, melakukan sidang (resmi) atas pengakuan (seorang bhikkhu) adalah tidak sah sebagai berikut, adalah sah sebagai berikut. Dan bagaimanakah, para bhikkhu, melakukan atas pengakuan yang tidak sah? Seorang bhikkhu melakukan pelanggaran yang melibatkan kegagalan. Sangha atau beberapa (bhikkhu) atau seseorang mencelanya dengan mengatakan: ‘Yang Mulia telah melakukan pelanggaran yang melibatkan kegagalan.’ Jika ia menjawab: ‘Saya tidak, Yang Mulia, melakukan pelanggaran yang melibatkan kegagalan, Saya telah melakukan pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha,’ dan jika Sangha memperlakukannya sebagai pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, perlakuan itu atas pengakuan adalah tidak sah.

“Seorang bhikkhu melakukan pelanggaran yang melibatkan kegagalan … Jika ia menjawab: ‘Saya tidak, Yang Mulia, melakukan pelanggaran yang melibatkan kegagalan, Saya telah melakukan pelanggaran berat, pelanggaran yang melibatkan penebusan, pelanggaran yang memerlukan pengakuan, pelanggaran perbuatan-salah, pelanggaran ucapan-salah,’ dan jika Sangha memperlakukannya sebagai pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha, perlakuan itu atas pengakuan adalah tidak sah.

“Seorang bhikkhu melakukan pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha … pelanggaran berat, pelanggaran yang melibatkan penebusan, pelanggaran yang memerlukan pengakuan, pelanggaran perbuatan-salah, pelanggaran ucapan-salah. Sangha atau beberapa (bhikkhu) atau seseorang mencelanya dengan mengatakan: ‘Yang Mulia [83] telah melakukan pelanggaran yang ucapan-salah.’ Jika ia menjawab: ‘Saya tidak, Yang Mulia, melakukan pelanggaran ucapan-salah, Saya telah melakukan pelanggaran yang melibatkan kegagalan,’ dan jika Sangha memperlakukannya sebagai pelanggaran yang melibatkan kegagalan, perlakuan itu atas pengakuan adalah tidak sah.

“Seorang bhikkhu melakukan pelanggaran ucapan-salah … Jika ia menjawab: ‘Saya tidak, Yang Mulia, melakukan pelanggaran ucapan-salah, saya telah melakukan pelanggaran berat, pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha … pelanggaran yang melibatkan penebusan, pelanggaran yang memerlukan pengakuan, pelanggaran perbuatan-salah,’ dan jika Sangha memperlakukannya sebagai pelanggaran perbuatan-salah, perlakuan itu atas pengakuan adalah tidak sah. ||1||

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, melakukan atas pengakuan adalah sah? Seorang bhikkhu melakukan pelanggaran yang melibatkan kegagalan. Sangha atau beberapa (bhikkhu) atau seseorang mencelanya dengan mengatakan: ‘Yang Mulia telah melakukan pelanggaran yang melibatkan kegagalan.’ Jika ia menjawab: ‘Benar, Yang Mulia, saya telah melakukan pelanggaran yang melibatkan kegagalan,’ dan jika Sangha memperlakukannya sebagai pelanggaran yang melibatkan kegagalan, perlakuan itu atas pengakuan adalah sah.

“Seorang bhikkhu melakukan pelanggaran yang memerlukan diadakannya sidang resmi Sangha … pelanggaran berat … pelanggaran ucapan-salah … Jika ia menjawab: ‘Benar, Yang Mulia, saya telah melakukan pelanggaran ucapan-salah,’ dan jika Sangha memperlakukannya sebagai pelanggaran ucapan-salah, perlakuan itu atas pengakuan adalah  sah. ||2||8||

Pada saat itu para bhikkhu sedang bersaing, bertengkar, berselisih di tengah-tengah Sangha, mereka saling melukai satu sama lain dengan senjata lidah; mereka tidak mampu memecahkan pertanyaan resmi itu. Mereka mengadukan persoalan itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memecahkan pertanyaan resmi ini melalui keputusan mayoritas.’  Seorang bhikkhu yang memiliki lima kualitas harus dengan sepakat ditunjuk sebagai pembagi tiket (pemungutan suara): seorang yang tidak mengikuti jalan salah melalui tindakan memihak, seorang yang tidak mengikuti jalan salah melalui kebencian … melalui kebodohan … melalui ketakutan, yang mengetahui apa yang diambil dan apa yang tidak.  Dan seperti inilah, para bhikkhu, seharusnya ia ditunjuk dengan sepakat: Pertama-tama, seorang bhikkhu harus diminta. Setelah diminta. Sangha harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus sepakat untuk menunjuk bhikkhu ini sebagai pembagi tiket (pemungutan suara). Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Sangha sepakat menunjuk bhikkhu ini sebagai pembagi tiket (pemungutan suara). Jika kesepakatan dalam menunjuk bhikkhu ini sebagai pembagi tiket (pemungutan suara) sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menyetujui silahkan bicara. Bhikkhu ini disepakati oleh Sangha sebagai pembagi tiket (pemungutan suara). Ini sesuai dengan kehendak Sangha, oleh karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’ ||9|| [84]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IV)
« Reply #22 on: 06 March 2012, 11:11:48 PM »
“Para bhikkhu, ada sepuluh pembagian tiket (pemungutan suara) yang tidak sah, dan sepuluh yang sah. Apakah sepuluh pembagian tiket (pemungutan suara) yang tidak sah?  Jika pertanyaan resmi itu hanya masalah kecil dan jika tidak berjalan sesuai jalurnya,  dan jika tidak diingat atau diingatkan,  dan jika ia mengetahui bahwa mereka yang menganut bukan-dhamma lebih banyak (dalam jumlah), bahkan jika ia berpikir bahwa mereka yang menganut bukan-dhamma mungkin lebih banyak (dalam jumlah), jika ia mengetahui bahwa Sangha akan terpecah, jika ia bahkan berpikir bahwa Sangha mungkin terpecah, jika mereka mengambil (tiket) tidak menurut aturan,   jika mereka megambilnya saat pertemuan belum lengkap, dan jika mereka mengambilnya bukan menurut pandangan mereka.  Sepuluh pembagian tikat (pemungutan suara) ini adalah tidak sah. ||1||

Apakah sepuluh pembagian tiket (pemungutan suara) yang sah?  Jika pertanyaan resmi itu bukan sekedar masalah kecil dan jika berjalan sesuai jalurnya, dan jika diingat atau diingatkan, dan jika ia mengetahui bahwa mereka yang menganut dhamma lebih banyak (dalam jumlah), bahkan jika ia berpikir bahwa mereka yang menganut dhamma mungkin lebih banyak (dalam jumlah), jika ia mengetahui bahwa Sangha tidak akan terpecah, jika ia bahkan berpikir bahwa Sangha mungkin tidak terpecah, jika mereka mengambil (tiket) menurut aturan, jika mereka megambilnya saat pertemuan telah lengkap, dan jika mereka mengambilnya menurut pandangan mereka. Sepuluh pembagian tikat (pemungutan suara) ini adalah sah. ||2||10||

Pada saat itu Bhikkhu Uvāla, ketika sedang diperiksa pelanggaran-pelanggarannya di tengah-tengah Sangha, setelah membantah,  ia mengakui, setelah mengakui, ia membantah. Ia megalihkan pertanyaan dengan (menanyakan) pertanyaan lainnya, ia mengatakan kebohongan dengan sadar. Para bhikkhu lainnya … menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Bhikkhu Uvāla ini, ketika sedang diperiksa … mengatakan kebohongan dengan sadar?” kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, bahwa dikatakan, para bhikkhu …?”

“Benar, Bhagavā.” setelah mencela mereka, setelah membabarkan khotbah yang sesuai, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus mengadakan sidang (resmi) untuk memutuskan kesalahan tertentu  Bhikkhu Uvāla. ||1||

Dan seperti inilah, hal ini dilakukan: Pertama-tama, Bhikkhu Uvāla harus dicela, setelah mencelanya, ia harus diingatkan, setelah diingatkan, ia harus dibuat agar mengakui  pelanggarannya, setelah ia mengakui pelanggarannya, Sangha harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Uvāla ini, ketika sedang diperiksa pelanggaran-pelanggarannya di tengah-tengah Sangha, setelah membantah, ia mengakui … ia mengatakan kebohongan dengan sadar. Jika baik menurut Sangha, maka silahkan Sangha mengadakan sidang (resmi) untuk memutuskan kesalahan tertentu Bhikkhu Uvāla. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu Uvāla ini … mengatakan kebohongan dengan sadar. Jika sidang (resmi) untuk memutuskan kesalahan tertentu Bhikkhu Uvāla sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; mereka yang tidak menghendaki silahkan berbicara … Untuk ketiga kalinya saya menyampaikan persoalan ini … Sidang (resmi) untuk memutuskan kesalahan tertentu Bhikkhu Uvāla diadakah oleh Sangha atas Bhikkhu Uvāla. Hal ini sesuai dengan kehendak Sangha; oleh karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’ ||2||11|| [85]

“Para bhikkhu, lima landasan atas sebuah sidang (resmi) untuk suatu kesalahan tertentu adalah sah: jika ia menjadi tidak murni,  dan jika ia tidak waspada, dan jika ia mencari-cari kesalahan,  dan jika Sangha mengadakan sidang (resmi) untuk kesalahan tertentu atas dirinya, jika menuruti aturan dan dalam kelompok yang lengkap. Lima landasan ini, para bhikkhu, dalam mengadakan sidang (resmi) untuk kesalahan tertentu adalah sah. ||1||

“Para bhikkhu, jika suatu sidang (resmi) untuk kesalahan tertentu yang memiliki tiga kualitas, maka sidang (resmi) ini menjadi suatu sidang (resmi) yang tidak menurut aturan, suatu sidang (resmi) yang tidak menurut disiplin, dan sulit diselesaikan: jika diadakan tanpa kehadiran si pelanggar, jika diadakan tanpa interogasi, jika diadakan tanpa pengakuan …    jika diadakan tidak menurut aturan, jika diadakan dalam kelompok yang tidak lengkap. Para bhikkhu, jika suatu sidang (resmi) untuk kesalahan tertentu yang memiliki tiga kualitas ini, maka sidang (resmi) ini menjadi suatu sidang (resmi) yang tidak menurut aturan, suatu sidang (resmi) yang tidak menurut disiplin, dan sulit diselesaikan.

“Para bhikkhu, jika suatu sidang (resmi) untuk kesalahan tertentu yang memiliki tiga kualitas, maka sidang (resmi) ini menjadi suatu sidang (resmi) yang menurut aturan, suatu sidang (resmi) yang menurut disiplin, dan mudah diselesaikan, jika diadakan dengan kehadiran si pelanggar, jika diadakan dengan interogasi, jika diadakan atas pengakuan …    jika diadakan menurut aturan, jika diadakan dalam kelompok yang lengkap. Para bhikkhu, jika suatu sidang (resmi) untuk kesalahan tertentu yang memiliki tiga kualitas ini, maka sidang (resmi) ini menjadi sidang (resmi) yang menurut aturan, suatu sidang (resmi) yang menurut disiplin, dan mudah diselesaikan. ||2||
 
“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas ini,  maka Sangha, jika menghendaki, boleh mengadakan sidang (resmi) untuk kesalahan tertentu atas bhikkhu tersebut: jika ia pembuat pesaingan, jika ia pembuat pertengkaran, jika ia pembuat perselisihan, jika ia pembuat perdebatan, jika ia pembuat pertanyaan resmi dalam Sangha; jika ia bodoh, tidak berpengalaman, melakukan banyak pelanggaran, tidak menghindarinya; jika ia hidup dengan bergaul dengan para perumah tangga dalam pergaulan yang tidak sepantasnya dengan para perumah tangga. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu memiliki tiga kualitas ini, maka Sangha, jika menghendaki, boleh mengadakan sidang (resmi) untuk kesalahan tertentu atas bhikkhu tersebut. ||3||

Seorang bhikkhu yang dikenai sidang (resmi) untuk kesalahan tertentu  harus berperilaku sepantasnya. Berikur ini adalah perilaku sepantasnya dalam kasus ini: ia tidak boleh menahbiskan, ia tidak boleh memberikan bimbingan, samaṇera tidak boleh melayaninya, ia tidak boleh menyetujui permohonan untuk menasehati bhikkhunī, bahkan jika ia menyetujui, ia tidak boleh menasehati bhikkhunī … ia tidak boleh bertengkar dengan bhikkhu lain.” ||4||

Kemudian Sangha mengadaka sidang (resmi) untuk kesalahan tertentu atas bhikkhu Uvāla. ||5||12||

Pada saat itu, sewaktu para bhikkhu sedang bersaing, bertengkar, berselisih, banyak melakukan perbuatan dan ucapan yang tidak sepantasnya bagi seorang petapa.  Kemudian para bhikkhu itu berpikir:  “Sewaktu kami sedang bersaing … tidak sepantasnya bagi seorang petapa. Jika kami saling memperlakukan satu sama lain dengan pelanggaran ini, mungkin saja pertanyaan resmi itu bahkan akan menjadi semakin tajam, menyulitkan, dan mengarah pada perpecahan. Sekarang, [86] aturan apakah yang harus kami ikuti?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana, sewaktu para bhikkhu sedang bersaing … banyak melakukan perbuatan dan ucapan yang tidak sepantasnya bagi seorang petapa. Kemudian para bhikkhu itu berpikir:  ‘Sewaktu kami sedang bersaing … mungkin saja pertanyaan resmi itu bahkan akan menjadi semakin tajam, menyulitkan, dan mengarah pada perpecahan.’ Aku memperbolehkan, para bhikkhu, suatu pertanyaan resmi seperti ini diselesaikan dengan cara menutupinya (seperti halnya) dengan rumput.  ||1||

“Dan seperti inilah, para bhikkhu, hal ini diselesaikan: Semua harus berkumpul di satu tempat; setelah berkumpul, Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon mendengarkan saya. Selagi kami bersaing … ‘ ‘ … mungkin saja pertanyaan resmi itu bahkan akan menjadi semakin tajam, menyulitkan, dan mengarah pada perpecahan.’ Jika baik menurut Sangha, maka Sangha boleh menyelesaikan pertanyaan resmi ini dengan menutupinya (seperti) dengan rumput, jika itu bukan pelanggaran berat,  jika tidak berhubungan dengan umat awam.  Salah satu pihak harus diberitahukan oleh seoang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman yang berasal dari para bhikkhu di pihak yang sama: ‘Mohon Yang Mulia mendengarkan  saya. Selagi kami bersaing … tidak sepantasnya bagi seorang petapa … pada perpecahan. Jika ini sesuai dengan kehendak Yang Mulia, saya ingin memberikan pengakuan atas apapun pelanggaran-pelanggaran dari Yang Mulia dan juga pelanggaran-pelanggaran saya, baik demi Yang Mulia dan demi diri saya, jika bukan pelanggaran berat, jika tidak berhubungan dengan umat awam, (dengan maksud) menutupi (seperti) dengan rumput di tengah-tengah Sangha.’ Selanjutnya, pihak lainnya harus diberitahukan oleh seoang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman yang berasal dari para bhikkhu di pihak yang sama: ‘Mohon Yang Mulia mendengarkan saya. Sewaktu kami sedang bersaing … menutupi (seperti) dengan rumput di tengah-tengah Sangha.’ ||2||

Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman yang berasal dari para bhikkhu di satu pihak: ‘Mohon Yang Mulia mendengarkan  saya. Selagi kami bersaing … tidak sepantasnya bagi seorang petapa … pada perpecahan. Jika ini sesuai dengan kehendak Yang Mulia, saya ingin memberikan pengakuan atas apapun pelanggaran-pelanggaran dari Yang Mulia dan juga pelanggaran-pelanggaran saya, baik demi Yang Mulia dan demi diri saya, jika bukan pelanggaran berat, jika tidak berhubungan dengan umat awam, (dengan maksud) menutupi (seperti) dengan rumput di tengah-tengah Sangha. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon mendengarkan saya. Selagi kami bersaing … tidak sepantasnya bagi seorang petapa … pada perpecahan. Saya mengakui apapun pelanggaran-pelanggaran dari Yang Mulia dan juga pelanggaran-pelanggaran saya …  jika bukan pelanggaran berat, jika tidak berhubungan dengan umat awam, (dengan maksud) menutupi (seperti) dengan rumput di tengah-tengah Sangha. Jika pengakuan kami atas pelanggaran-pelanggaran kami ini, jika bukan pelanggaran berat, jika tidak berhubungan dengan umat awam,  (dengan maksud) menutupi (seperti) dengan rumput di tengah-tengah Sangha, sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; mereka yang tidak menghendaki silahkan berbicara. Pelanggaran-pelanggaran kami ini diakui (oleh saya), kecuali pelanggaran berat, kecuali yang berhubungan dengan umat awam, (dengan maksud) menutupi (seperti) dengan rumput di tengah-tengah Sangha. [87] Hal ini sesuai dengan keinginan Sangha, oleh karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’

“Selanjutnya, Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman yang berasal dari para bhikkhu di pihak lainnya: ‘Mohon Yang Mulia mendengarkan  saya. Selagi kami bersaing … Demikianlah saya memahami hal ini.’ ||3||

“Dan demikianlah, para bhikkhu, pelanggaran-pelanggaran ini dibersihkan dari bhikkhu-bhikkhu itu,  kecuali untuk pelanggaran-pelanggaran berat, kecuali untuk apa yang berhubungan dengan umat awam, kecuali untuk (mereka yang membuat) pernyataan terbuka atas pandangan-pandangan mereka,  kecuali untuk mereka yang tidak hadir di sana.”  ||4||13||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IV)
« Reply #23 on: 06 March 2012, 11:12:50 PM »

Pada saat itu, para bhikkhu berselisih dengan para bhikkhu lainnya dan para bhikkhunī berselisih dengan para bhikkhu dan Bhikkhu Channa, memasuki (ruangan) bhikkhunī turut berselisih dengan para bhikkhu dan memihak para bhikkhunī. Para bhikkhu lainnya mencela, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Bhikkhu Channa memasuki (ruangan) bhikkhunī turut berselisih dengan para bhikkhu dan memihak para bhikkhunī?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata “Benarkah, bahwa dikatakan, para bhikku, …?”

“Benar, Bhagavā.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah yang sesuai, Beliau berkata kepada para bhikkhu: ||1||

“Para bhikkhu, ada empat jenis pertanyaan resmi ini, pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan, pertanyaan resmi yang muncul dari celaan, pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran, pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban.

“Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan? ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, dimana para bhikkhu berselisih, mengatakan: ‘Ini adalah dhamma’, atau ‘ini adalah bukan-dhamma’, atau ‘ini adalah disiplin’, atau ‘ini adalah bukan-disiplin’ atau ‘ini diucapkan oleh Sang Penemu-Kebenaran’ atau ‘ini tidak diucapkan oleh Sang Penemu-Kebenaran’ atau ‘ini dipraktikkan oleh Sang Penemu-Kebenaran’ atau ‘ini tidak dipraktikkan oleh Sang Penemu-Kebenaran’ atau ‘ini ditetapkan oleh Sang Penemu-Kebenaran’ atau ‘ini tidak ditetapkan oleh Sang Penemu-Kebenaran’ atau ‘ini adalah pelanggaran’ atau ‘ini adalah bukan-pelanggaran’ atau ‘ini adalah pelanggaran ringan’ atau ‘ini adalah pelanggaran serius’  atau ‘ini adalah pelanggaran yang dapat dimurnikan dengan’ atau  ‘ini adalah pelanggaran yang tidak dapat dimurnikan dengan’ atau ‘ini adalah pelanggaran berat’ atau ‘ini bukanlah pelanggaran berat’. Apakah sebutan ini adalah persaingan, pertengkaran, perdebatan, perselisihan, perbedaan pendapat, pendapat lain ini, karena sebutan umum dari situasi panas ini adalah ‘pertengkaran’, maka ini disebut pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan.

 “Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari celaan? Dalam hal ini, para bhikkhu, dimana para bhikkhu mencela seorang bhikkhu lain karena jatuh dari perilaku bermoral atau jatuh dari perilaku baik atau jatuh dari pandangan benar atau jatuh dari penghidupan benar. Apakah sebutan ini adalah mencela, mencari kesalahan, berbicara, memarahi, berdebat, mempengaruhi, menghasut, ini disebut pertanyaan resmi yang muncul dari celaan.

“Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran? Lima kelompok pelanggaran  (menghasilkan) pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran dan tujuh kelompok  (menghasilkan) pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran. Ini disebut [88] pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran.

“Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban? Apapun urusan Sangha dan yang harus dilakukan: sidang (resmi) yang harus dimohon,  sidang (resmi) di mana suatu usul diajukan, sidang (resmi) di mana suatu usul diajukan dan diikuti dengan solusi yang diajukan tiga kali.

“Apakah sumber dari pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan? Enam sumber perselisihan adalah sumber dari pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan: ada tiga sumber tidak terampil yang merupakan sumber dari pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan serta tiga sumber terampil yang merupakan sumber dari pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan.

“Apakah enam sumber dari pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan? Dalam hal ini, seorang bhikkhu menjadi marah dan memendam kebencian.  Para bhikkhu, bhikkhu manapun yang menjadi marah dan memendam kebencian, ia hidup tanpa rasa hormat, tidak menghormati guru, dan hidup tanpa rasa hormat, tidak menghormati dhamma, dan ia hidup tanpa rasa hormat, tidak menghormati Sangha, dan ia tidak menyelesaikan latihan. Para bhikkhu, bhikkhu manapun yang hidup tanpa rasa hormat, tidak menghormati guru, dhamma, dan Sangha dan tidak menyelesaikan latihan, ia menyebabkan perselisihan dalam Sangha, dan perselisihan itu dapat membahayakan banyak orang, mengurangi kenyamanan banyak orang, mengacaukan tujuan banyak orang, membahayakan dan mengecewakan para deva dan manusia. Jika, kalian, para bhikkhu, mengetahui sumber perselisihan seperti ini di antara kelompok kalian sendiri atau kelompok lainnya, maka kalian, para bhikkhu, harus berusaha untuk menghancurkan dengan tepat sumber perselisihan itu. Jika, kalian, para bhikkhu, tidak mengetahui sumber perselisihan seperti ini di antara kelompok kalian sendiri atau kelompok lainnya, maka kalian, para bhikkhu, harus  mengikuti cara-cara (untuk menghentikan) munculnya dampak di masa depan dari sumber perselisihan itu. Demikianlah, dengan menghancurkan sumber perselisihan, demikianlah, dengan tidak adanya dampak di masa depan dari sumber perselisihan.

“Dan lagi, para bhikkhu, seorang bhikkhu menjadi kasar  dan tidak berbelas kasih, ia menjadi dengki dan dendam, ia menjadi licik dan penuh muslihat, ia menjadi memiliki keinginan jahat dan pandangan salah, ia menjadi terpengaruh oleh keduniawian, sifat keras kepala, bandel.  Para bhikkhu, bhikkhu yang hidup tanpa rasa hormat, tidak menghormati Guru … demikianlah, dengan tidak adanya dampak di masa depan dari sumber perselisihan. Enam sumber perselisihan ini adalah sumber dari pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan. ||3||

“Tiga sumber tidak terampil apakah yang menjadi sumber pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan? Dalam hal ini, para bhikkhu berselisih dengan rasa iri-hati dalam pikiran, mereka berselisih dengan kekotoran dalam pikiran, mereka berselisih dengan kekeliruan dalam pikiran, mengatakan: ‘Ini adalah dhamma’ atau ‘Ini bukanlah dhamma’ atau … ‘Ini bukanlah pelanggaran berat.’  Tiga sumber tidak terampil ini adalah sumber pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan.
 
“Tiga sumber terampil apakah yang menjadi sumber pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan? Dalam hal ini, para bhikkhu berselisih tanpa rasa iri-hati dalam pikiran, mereka berselisih tanpa kekotoran dalam pikiran, mereka berselisih tanpa kekeliruan dalam pikiran, [89] mengatakan: ‘Ini adalah dhamma’ atau ‘Ini bukanlah dhamma’ atau … ‘Ini bukanlah pelanggaran berat.’  Tiga sumber terampil ini adalah sumber pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan. ||4||

“Apakah sumber dari pertanyaan resmi yang muncul dari celaan? Enam sumber perselisihan adalah sumber dari pertanyaan resmi yang muncul dari celaan: ada tiga sumber tidak terampil yang merupakan sumber dari pertanyaan resmi yang muncul dari celaan serta tiga sumber terampil yang merupakan sumber dari pertanyaan resmi yang muncul dari celaan; badan jasmani juga adalah sumber pertanyaan resmi yang muncul dari celaan; ucapan juga adalah sumber pertanyaan resmi yang muncul dari celaan.

“Apakah enam sumber dari pertanyaan resmi yang muncul dari celaan? Dalam hal ini, seorang bhikkhu menjadi marah dan memendam kebencian … (seperti pada ||3|| dengan menggantikan perselisihan menjadi celaan, dan seterusnya) … Enam sumber celaan ini adalah sumber dari pertanyaan resmi yang muncul dari celaan.

“Tiga sumber tidak terampil apakah yang menjadi sumber pertanyaan resmi yang muncul dari celaan? Dalam hal ini, para bhikkhu dengan rasa iri-hati dalam pikiran, mencela seorang bhikkhu, dengan kekotoran dalam pikiran mereka mencela(nya), dengan kekeliruan dalam pikiran mereka mencelanya sebagai telah jatuh dari kebiasaan bermoral atau jatuh dari kebiasaan baik atau jatuh dari pandangan benar atau jatuh dari penghidupan benar. Tiga sumber tidak terampil ini adalah sumber pertanyaan resmi yang muncul dari celaan.
 
“Tiga sumber terampil apakah yang menjadi sumber pertanyaan resmi yang muncul dari celaan? Dalam hal ini, para bhikkhu, tanpa rasa iri-hati dalam pikiran, mencela seorang bhikkhu; tanpa kekotoran dalam pikiran … tanpa kekeliruan dalam pikiran mereka mencelanya sebagai telah jatuh dari kebiasaan bermoral … jatuh dari penghidupan benar. Tiga sumber terampil ini adalah sumber pertanyaan resmi yang muncul dari celaan.

(Jenis) badan jasmani apakah yang menjadi sumber pertanyaan resmi yang muncul dari celaan? Dalam hal ini seseorang memiliki warna yang tidak indah,  buruk rupa, cacat, sangat sakit atau buta sebelah atau lumpuh atau pincang atau timpang, yang karenanya mereka mencelanya. Ini adalah (jenis) badan jasmani yang menjadi sumber pertanyaan resmi yang muncul dari celaan.

(Jenis) ucapan apakah yang menjadi sumber pertanyaan resmi yang muncul dari celaan? Dalam hal ini seseorang mengeluh, gagap, bersuara parau, yang karenanya mereka mencelanya. Ini adalah (jenis) ucapan yang menjadi sumber pertanyaan resmi yang muncul dari celaan. ||5||

“Apakah enam sumber pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran? Enam sumber pelanggaran adalah sumber pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran: ada pelanggaran yang berasal dari badan jasmani, bukan dari ucapan, bukan dari pikiran; ada pelanggaran yang berasal dari ucapan, bukan dari badan jasmani, bukan dari pikiran; ada pelanggaran yang berasal dari badan jasmani dan dari pikiran, bukan dari ucapan; ada pelanggaran yang berasal dari ucapan dan dari pikiran, bukan dari badan jasmani; ada pelanggaran yang berasal dari badan jasmani, dari ucapan dan dari pikiran. Enam sumber pelanggaran ini adalah enam sumber pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran. ||6||

“Apakah sumber pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban? Sangha adalah satu-satunya sumber pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban. ||7|| [90]

“Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan: apakah terampil, tidak terampil, tidak dapat ditentukan? Pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan mungkin saja terampil, mungkin tidak terampil, mungkin tidak dapat ditentukan. Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan yang terampil? Dalam hal ini, para bhikkhu yang berpikiran terampil berselisih, mengatakan: ‘Ini adalah dhamma’, atau ‘ini adalah bukan-dhamma’, … ‘ini bukanlah pelanggaran berat’. Apakah di sana terjadi persaingan, pertengkaran, perdebatan, perselisihan, perbedaan pendapat, pendapat lain, karena sebutan umum dari situasi panas ini adalah ‘pertengkaran’, maka ini disebut pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan yang terampil.

“Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan yang tidak terampil? Dalam hal ini, para bhikkhu yang berpikiran tidak terampil berselisih, mengatakan: ‘Ini adalah dhamma’, atau ‘ini adalah bukan-dhamma’, … ‘ini bukanlah pelanggaran berat’ … karena sebutan umum dari situasi panas ini adalah ‘pertengkaran’, maka ini disebut pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan yang tidak terampil.

“Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan yang tidak dapat ditentukan? Dalam hal ini, para bhikkhu yang pikirannya tidak dapat ditentukan berselisih, mengatakan: ‘Ini adalah dhamma’, atau ‘ini adalah bukan-dhamma’, … ‘ini bukanlah pelanggaran berat’ … disebut pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan yang tidak dapat ditentukan. ||8||

“Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari celaan: apakah terampil, tidak terampil, tidak dapat ditentukan? Pertanyaan resmi yang muncul dari celaan mungkin saja terampil, mungkin tidak terampil, mungkin tidak dapat ditentukan. Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari celaan yang terampil? Dalam hal ini, para bhikkhu yang berpikiran terampil mencela seorang bhikkhu sebagai telah jatuh dari kebiasaan bermoral atau jatuh dari kebiasaan baik atau jatuh dari pandangan benar atau jatuh dari penghidupan benar. Apakah di sana terjadi tindakan mencela, menyalahkan, berbicara, memarahi, berdebat, mempengaruhi, menghasut, ini disebut pertanyaan resmi yang muncul dari celaan yang terampil.

“Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari celaan yang tidak terampil? Dalam hal ini, para bhikkhu yang berpikiran tidak terampil mencela seorang bhikkhu, … Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari celaan yang tidak dapat ditentukan? para bhikkhu yang pikirannya tidak dapat ditentukan mencela seorang bhikkhu sebagai jatuh dari kebiasaan bermoral … dari penghidupan benar. Apakah di sana terjadi tindakan mencela, menyalahkan, berbicara, memarahi, berdebat, mempengaruhi, menghasut, ini disebut pertanyaan resmi yang muncul dari celaan yang tidak dapat ditentukan. ||9||

“Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran: apakah terampil, tidak terampil, tidak dapat ditentukan? Pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran mungkin saja tidak terampil, mungkin tidak dapat ditentukan. Tidak ada pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran, yang terampil. Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran, yang tidak terampil? Pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja, dengan sadar, dengan sungguh-sungguh  adalah yang disebut disebut pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran, yang tidak terampil.

“Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran, yang tidak dapat ditentukan? Pelanggaran yang dilakukan dengan tidak sengaja, dengan tidak sadar, dengan tidak sungguh-sungguh adalah yang disebut disebut pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran, yang tidak dapat ditentukan. ||10||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IV)
« Reply #24 on: 06 March 2012, 11:13:27 PM »
“Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban: apakah terampil, tidak terampil, tidak dapat ditentukan? Pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban mungkin saja terampil, mungkin tidak terampil, mungkin tidak dapat ditentukan. Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban, yang terampil? Sidang (resmi) apapun yang diadakan oleh Sangha, dengan pikiran baik: Sidang (resmi) atas permohonan meninggalkan tempat, sidang (resmi) atas pengajuan usul, sidang (resmi) atas pengajuan usul diikuti dengan satu keputusan, sidang (resmi) atas pengajuan usul diikuti dengan satu keputusan yang diulang tiga kali  - ini disebut pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban, yang terampil.

“Apakah [91] pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban yang tidak terampil? Sidang (resmi) apapun yang diadakan oleh Sangha, dengan pikiran tidak baik … Apakah pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban yang tidak dapat ditentukan? Sidang (resmi) apapun yang diadakan oleh Sangha, dengan pikiran yang tidak dapat ditentukan … ini disebut pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban, yang tidak dapat ditentukan.  ||11||

(Mungkinkah terdapat) suatu perselisihan dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan, suatu perselisihan (tetapi) tidak ada pertanyaan resmi, suatu pertanyaan resmi (tetapi) tidak ada perselisihan, suatu pertanyaan resmi dan juga suatu perselisihan? Mungkin saja ada suatu perselisihan dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan, mungkin saja ada perselisihan (tetapi) tidak ada pertanyaan resmi, mungkin saja ada pertanyaan resmi (tetapi) tidak ada perselisihan, mungkin saja ada suatu pertanyaan resmi dan juga suatu perselisihan.

“Apakah di sini suatu perselisihan dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan? Dalam hal ini, para bhikkhu berselisih, mengatakan: ‘Ini adalah dhamma’, atau ‘ini adalah bukan-dhamma’, … ‘ini bukanlah pelanggaran berat’.  Apakah di sana terjadi persaingan, pertengkaran, perdebatan, perselisihan, perbedaan pendapat, pendapat lain, karena sebutan umum dari situasi panas ini adalah ‘pertengkaran’, maka ini disebut suatu perselisihan dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan.

“Apakah di sini suatu perselisihan (tetapi) tidak ada pertanyaan resmi? Ibu berselisih dengan anak dan anak berselisih dengan ibu, dan ayah berselisih dengan anak dan anak berselisih dengan ayah, dan saudara laki-laki berselisih dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan dan saudara perempuan berselisih dengan saudara laki-laki, dan teman berselisih dengan teman. Ini adalah suatu perselisihan (tetapi) tidak ada pertanyaan resmi.

“Apakah di sini suatu pertanyaan resmi (tetapi) bukan suatu perselisihan? Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari celaan,  suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran, suatu pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban. Ini adalah suatu pertanyaan resmi (tetapi) bukan suatu perselisihan.

“Apakah di sini suatu pertanyaan resmi dan juga suatu perselisihan? Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan adalah suatu pertanyaan resmi dan juga suatu perselisihan. ||12||

(Mungkinkah terdapat) suatu celaan dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari celaan, suatu celaan (tetapi) tidak ada pertanyaan resmi, suatu pertanyaan resmi (tetapi) tidak ada celaan, suatu pertanyaan resmi dan juga suatu celaan? Mungkin saja ada suatu celaan dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari celaan, mungkin saja ada celaan (tetapi) tidak ada pertanyaan resmi, mungkin saja ada pertanyaan resmi (tetapi) tidak ada celaan, mungkin saja ada suatu pertanyaan resmi dan juga suatu celaan.

“Apakah di sini suatu celaan dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari celaan? Dalam hal ini, para bhikkhu mencela seorang bhikkhu lain karena jatuh dari perilaku bermoral atau … jatuh dari penghidupan benar. Apakah sebutan ini adalah mencela, menyalahkan … menghasut. ini adalah celaan dan pertanyaan resmi yang muncul dari celaan.

“Apakah di sini suatu celaan (tetapi) bukan suatu pertanyaan resmi? Ibu mencela anak dan anak mencela ibu … dan teman mencela teman. Ini adalah celaan (tetapi) bukan suatu pertanyaan resmi.

“Apakah di sini suatu pertanyaan resmi (tetapi) bukan celaan? Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran, suatu pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban, suatu pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan. Ini adalah suatu pertanyaan resmi tetapi bukan celaan.

“Apakah di sini suatu pertanyaan resmi dan juga celaan? Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari celaan adalah suatu pertanyaan resmi dan juga celaan. ||13||

(Mungkinkah terdapat) suatu pelanggaran dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran, suatu pelanggaran (tetapi) tidak ada pertanyaan resmi, suatu pertanyaan resmi (tetapi) tidak ada pelanggaran, suatu pertanyaan resmi dan juga suatu pelanggaran? Mungkin saja ada suatu pelanggaran dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran, mungkin saja ada pelanggaran (tetapi) tidak ada pertanyaan resmi, mungkin saja ada pertanyaan resmi (tetapi) tidak ada pelanggaran, mungkin saja ada suatu pertanyaan resmi dan juga suatu pelanggaran. [92]

“Apakah di sini suatu pelanggaran dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran? Lima kelompok pelanggaran (menghasilkan) suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran dan tujuh kelompok pelanggaran (menghasilkan) suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran ini adalah suatu pelanggaran dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran.

“Apakah di sini suatu pelanggaran (tetapi) bukan suatu pertanyaan resmi? Pencapaian-Arus dan Pencapaian.  Ini adalah “kejatuhan” tetapi bukan suatu pertanyaan resmi.

“Apakah di sini suatu pertanyaan resmi (tetapi) bukan suatu pelanggaran? Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban, suatu pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan, suatu pertanyaan resmi yang muncul dari celaan. Ini adalah suatu pertanyaan resmi (tetapi) bukan suatu pelanggaran.

“Apakah di sini suatu pertanyaan resmi dan juga suatu pelanggaran? Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran adalah suatu pertanyaan resmi dan juga suatu pelanggaran. ||14||

(Mungkinkah terdapat) suatu kewajiban dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban, suatu kewajiban (tetapi) tidak ada pertanyaan resmi, suatu pertanyaan resmi (tetapi) tidak ada kewajiban, suatu pertanyaan resmi dan juga suatu kewajiban? Mungkin saja ada suatu kewajiban dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban, mungkin saja ada kewajiban (tetapi) tidak ada pertanyaan resmi, mungkin saja ada pertanyaan resmi (tetapi) tidak ada kewajiban, mungkin saja ada suatu pertanyaan resmi dan juga suatu kewajiban.

“Apakah di sini suatu kewajiban dan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban? Apapun urusan Sangha dan yang harus dilakukan oleh Sangha: Sidang (resmi) atas permohonan meninggalkan tempat, sidang (resmi) atas pengajuan usul, sidang (resmi) atas pengajuan usul diikuti dengan satu keputusan, sidang (resmi) atas pengajuan usul diikuti dengan satu keputusan yang diulang tiga kali – ini adalah kewaijban dan pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban.

“Apakah di sini suatu kewajiban (tetapi) tidak ada pertanyaan resmi? Kewaijban kepada guru, kewaijban kepada penahbis, kewajiban kepada seseorang dengan penahbis yang sama, kewajiban kepada seseorang dengan guru yang sama. Ini adalah kewaijban (tetapi) tidak ada pertanyaan resmi.

“Apakah di sini suatu pertanyaan resmi (tetapi) tidak ada kewajiban? Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan … muncul dari celaan … muncul dari pelanggaran. Ini adalah suatu pertanyaan resmi (tetapi) tidak ada kewajiban.

“Apakah di sini suatu pertanyaan resmi dan juga suatu kewajiban? Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban adalah suatu pertanyaan resmi dan juga suatu kewajiban. ||15||

“Berapakah jenis keputusan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan disepakati? Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan (disepakati) melalui dua (jenis) keputusan: melalui keputusan yang dihadiri dan oleh keputusan suara terbanyak. Jika seseorang mengatakan: ‘Mungkinkah, sehubungan dengan pertanyaan resmi yang muncul dari perselisihan, tanpa mengikuti satu (jenis) keputusan – keputusan oleh suara terbanyak – seseorang sepakat melalui (jenis) keputusan lainnya – keputusan yang dihadiri?’ ia harus dijawab: ‘Mungkin saja’. Ini adalah seperti berikut: dalam hal ini, para bhikkhu berselisih, mengatakan: ‘Ini adalah dhamma’ … atau ‘ini adalah pelanggaran berat.’ Jika , para bhikkhu, para bhikkhu dapat menyelesaikan pertanyaan resmi itu, ini, para bhikkhu, disebut pertanyaan resmi yang terselesaikan. Dengan apakah diselesaikan? Dengan keputusan yang dihadiri. Dan apakah di sini (yang diperlukan) untuk suatu keputusan yang dihadiri? Kehadiran Sangha, kehadiran aturan, kehadiran disiplin, kehadiran para individu.

“Dan apakah di sini kehadiran Sangha? Ketika sejumlah bhikkhu berkompeten untuk diadakannya suatu sidang (resmi) telah hadir, jika persetujuan dari mereka yang harus (menyampaikan) persetujuan telah disampaikan, jika saat bertatap muka mereka tidak memprotes. Ini adalah apa yang dimaksudkan dengan kehadiran Sangha.

“Dan apakah di sini kehadiran aturan, [93] kehadiran disiplin? Jika pertanyaan resmi itu diselesaikan dengan aturan apapun, dengan disiplin apapun, dengan instruksi Sang Guru yang manapun, ini adalah apa yang dimaksudkan dengan kehadiran aturan, kehadiran disiplin.

“Dan apakah di sini kehadiran para individu? Siapapun yang bertengkar dan dengan siapa ia bertengkar, keduanya, yang berlawanan dalam persoalan ini,  datang saling berhadapan. Ini adalah apa yang dimaksudkan dengan kehadiran para individu.

“Para bhikkhu, jika suatu pertanyaan resmi diselesaikan demikian, dan jika seseorang yang mengadakannya membukanya kembali, dengan membukanya maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan.  Jika seseorang yang telah memberikan persetujuan  mengkritiknya, dengan mengkritik maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan.  ||16||

“Jika, para bhikkhu, para bhikkhu itu tidak mampu menyelesaikan pertanyaan resmi itu di tempat tinggal mereka itu, maka, para bhikkhu, para bhikkhu itu harus pergi ke tempat tinggal para bhikkhu lainnya di mana terdapat lebih banyak bhikkhu. Jika, para bhikkhu, para bhikkhu itu saat pergi ke tempat tinggal para bhikkhu lain mampu menyelesaikan pertanyaan resmi itu dalam perjalanan, ini, para bhikkhu, disebut pertanyaan resmi yang terselesaikan. Dengan apakah diselesaikan? Dengan keputusan yang dihadiri … (seperti pada ||16||) … dengan mengkritik maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. ||17||

“Jika, para bhikkhu, para bhikkhu itu saat pergi ke tempat tinggal para bhikkhu lain tidak mampu menyelesaikan pertanyaan resmi itu dalam perjalanan, maka, para bhikkhu, para bhikkhu ini, setelah tiba di tempat tinggal para bhikkhu lain itu, harus berkata kepada para bhikkhu tuan rumah: ‘Pertanyaan resmi ini, Yang Mulia, telah muncul demikian, telah berkembang demikian. Baik sekali jika Yang Mulia dapat menyelesaikan pertanyaan resmi ini menurut aturan, menurut disiplin, menurut instruksi Sang Guru, sehingga, pertanyaan resmi ini dapat diselesaikan dengan baik.’ Jika, para bhikkhu, para bhikkhu tuan rumah lebih senior dan para bhikkhu pendatang lebih junior, maka, para bhikkhu, para bhikkhu tuan rumah harus menjawab sebagai berikut kepada para bhikkhu pendatang: ‘Silahkan Yang Mulia berada pada jarak yang sepantasnya sebentar sampai kami mempertimbangkan hal ini.’ Tetapi jika, para bhikkhu, para bhikkhu tuan rumah lebih junior dan para bhikkhu pendatang lebih senior, maka, para bhikkhu, para bhikkhu tuan rumah harus menjawab sebagai berikut kepada para bhikkhu pendatang: ‘Baiklah, Silahkan Yang Mulia berada pada jarak yang sepantasnya sebentar sampai kami mempertimbangkan hal ini.’ Jika, para bhikkhu, ketika mempertimbangkan hal ini para bhikkhu tuan rumah berpikir: ‘Kita tidak dapat menyelesaikan pertanyaan resmi ini menurut aturan, menurut disiplin, menurut instruksi Sang Guru.’ maka pertanyaan resmi ini sebaiknya tidak diambil alih. Tetapi jika, para bhikkhu, ketika mempertimbangkan hal ini para bhikkhu tuan rumah berpikir: ‘Kita dapat menyelesaikan pertanyaan resmi ini menurut aturan, menurut disiplin, menurut instruksi Sang Guru.’ maka para bhikkhu tuan rumah harus menjawab kepada para bhikkhu pendatang: ‘Jika kalian, Yang Mulia, [94] sudi memberitahukan bagaimana pertanyaan resmi ini muncul, bagaimana pertanyaan resmi ini berkembang, maka setelah kami menyelesaikan pertanyaan resmi ini menurut aturan, menurut disiplin, menurut instruksi Sang Guru, maka pertanyaan resmi ini terselesaikan.  Dengan ini kami mengambil alih pertanyaan resmi ini. Tetapi jika kalian, Yang Mulia, tidak memberitahukan bagaimana pertanyaan resmi ini muncul, bagaimana pertanyaan resmi ini berkembang, maka setelah kami menyelesaikan pertanyaan resmi ini menurut aturan, menurut disiplin, menurut instruksi Sang Guru, maka pertanyaan resmi ini terselesaikan. Tetapi kami tidak akan mengambil alih pertanyaan resmi ini.’ Setelah ketentuan ini disepakati dengan baik, para bhikkhu, pertanyaan resmi itu harus diambil alih oleh para bhikkhu tuan rumah. Para bhikkhu, para bhikkhu pendatang harus berkata kepada para bhikkhu tuan rumah sebagai berikut: ‘Kami akan memberitahukan kepada Yang Mulia, bagaimana pertanyaan resmi ini muncul, bagaimana pertanyaan resmi ini brkembang. Jika Yang Mulia mampu, dengan atau tanpa penjelasan ini  menyelesaikan pertanyaan resmi ini menurut aturan, menurut disiplin, menurut instruksi Sang Guru, maka pertanyaan resmi ini terselesaikan dengan baik, dan kami akan mengalihkan pertanyaan resmi ini kepada Yang Mulia. Tetapi jika Yang Mulia tidak mampu, dengan atau tanpa penjelasan ini, menyelesaika pertanyaan resmi ini menurut … instruksi Sang Guru, maka pertanyaan resmi ini tidak terselesaikan dan kami tidak akan mengalihkan pertanyaan resmi ini kepada Yang Mulia – kami sendiri yang akan menjadi guru  sehubungan dengan pertanyaan resmi ini.’ Setelah ketentuan ini disepakati dengan baik, para bhikkhu, para bhikkhu pendatang harus mengalihkan pertanyaan resmi itu kepada para bhikkhu tuan rumah. Para bhikhu, jika para bhikkhu itu mampu menyelesaikan pertanyaan resmi itu, ini, para bhikkhu, disebut suatu pertanyaan resmi yang terselesaikan. Dengan apakah diselesaikan? … (seperti pada ||16|| … dengan mengkritik maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. ||18||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IV)
« Reply #25 on: 06 March 2012, 11:14:13 PM »
“Jika, para bhikkhu, sewaktu para bhikkhu ini sedang menyelidiki pertanyaan resmi itu, muncul perselisihan tanpa akhir,  dan tidak ada satu keputusan yang membuat maknanya mejadi jelas. Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menyelesaikan pertanyaan resmi seperti ini melalui pemungutan suara umum.  Seorang bhikkhu yang memiliki sepuluh kualitas harus ditunjuk untuk mengadakan pemungutan suara umum: seorang yang memiliki kebiasaan bermoral,  yang hidupnya terkendali oleh pengendalian Pātimokkha, yang memiliki perilaku baik, melihat bahaya dalam pelanggaran sekecil apapun, yang menjalani dan melatih dirinya dalam aturan-aturan latihan, yang telah banyak mendengar, seorang ahli dalam apa yang didengar, gudang dari apa yang terdengar; hal-hal yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir, menyatakan dengan penuh semangat, dengan kata-kata bagaikan pengembaraan Brahma yang tuntas, murni sepenuhnya – hal-hal seperti ini telah banyak didengar olehnya, telah dipalajari, diulangi, direnungkan, dipertimbangkan dengan seksama, ditembus dengan baik melalui pandangan, Pātimokkha telah dengan baik diturunkan kepadanya secara terperinci, dikelompokkan dengan baik, pengaturannya baik, diselidiki dengan baik kalimat demi kalimat [95] sehubungan dengan bentuk bahasa; ia menjadi cerdas dalam hal disiplin, tidak tergoahkan; ia berkompten dalam meyakinkan kedua belah pihak yang saling berselisih atas persoalan itu, dalam hal mengatasi mereka, dalam hal membuat mereka merenungkan, dalam hal memahami, dalam hal mendamaikan mereka; ia menjadi terampil dalam hal menyelesaikan pertanyaan resmi yang telah muncul; ia mengetahui apa pertanyaan resmi itu; ia mengetahui bagaimana berkembangnya pertanyaan resmi itu; ia mengetahui berakhirnya pertanyaan resmi itu; ia mengetahui jalan menuju berakhirnya pertanyaan resmi itu. Aku Mengizinkan, para bhikkhu, seorang bhikkhu yang memiliki sepuluh kualitas ini ditunjuk untuk mengadakan pemungutan suara umum. ||19||

“Dan seperti inilah, bagaimana ia seharusnya ditunjuk: Pertama-tama, seorang bhikkhu harus diminta; setelah diminta, Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, Mohon Sangha mendengarkan saya. Sewaktu kami sedang menyelidiki pertanyaan resmi ini muncul perselisihan yang tanpa akhir dan tidak ada seorangpun yang dapat menyelesaikannya. Jika baik menurut Sangha, silahkan Sangha menunjuk bhikkhu anu dan anu untuk menyelesaikan pertanyaan resmi ini melalui pemungutan suara umum. Ini adalah usul. Yang Mulia, Mohon Sangha mendengarkan saya. Sewaktu kami sedang menyelidiki pertanyaan resmi ini …  yang dapat menyelesaikannya. Sangha menunjuk bhikkhu anu dan anu untuk menyelesaikan pertanyaan resmi ini melalui pemungutan suara umum. Jika penunjukan bhikkhu anu dan anu untuk menyelesaikan pertanyaan resmi ini melalui pemungutan suara umum sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silahkan berbicara. Bhikkhu anu dan anu ditunjuk oleh Sangha untuk menyelesaikan pertanyaan resmi ini melalui pemungutan suara umum. Ini sesuai dengan kehendak … demikianlah saya memahami hal ini. ||20||

“Jika, para bhikkhu, bhikkhu-bhikkhu ini mampu menyelesaikan pertanyaan resmi ini melalui pemungutan suara umum, ini, para bhikkhu, disebut pertanyaan resmi yang terselesaikan. Terselesaikan dengan apakah? Dengan keputusan yang dihadiri. Dan apakah yang diperlukan di sini untuk suatu keputusan yang dihadiri? Kehadiran aturan, kehadiran disiplin, kehadiran para individu … (seperti pada ||16||) … Jika, para bhikkhu, pertanyaan resmi itu diselesaikan demikian, dan jika orang yang menyelenggarakannya membukanya kembali, dengan membukanya kembali maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan.  ||21||

“Jika, para bhikkhu, sewaktu bhikkhu-bhikkhu itu sedang menyelidiki pertanyaan resmi itu, di sana terdapat seorang bhikkhu yang adalah seorang pembabar dhamma tetapi yang kepadanya aturan-aturan  dan analisa aturan tersebut  belum diturunkan, jika ia, tanpa merenungkan maknanya, menyembunyikan maknanya di bawah bayang-bayang kata-kata, para bhikkhu harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘ Mohon Yang Mulia mendengarkan saya. Bhikkhu anu adalah seorag pembabar dhamma, tetapi ia adalah seorang yang kepadanya aturan-aturan dan analisa aturan tersebut belum diturunkan; tanpa merenungkan maknanya, ia menyembunyikan maknanya di bawah bayang-bayang kata-kata. Jika baik menurut Yang Mulia, [96] silahkan para bhikkhu, setelah menyingkirkan bhikkhu ini,  menyelesaikan pertanyaan resmi ini.’ Jika, para bhikkhu, para bhikkhu itu, setelah menyingkirkan bhikkhu itu, mampu menyelesaikan pertanyaan resmi ini, ini, para bhikkhu, disebut pertanyaan resmi yang terselesaikan. Terselesaikan dengan apakah? Dengan keputusan yang dihadiri. Dan apakah yang diperlukan di sini untuk suatu keputusan yang dihadiri? Kehadiran aturan, kehadiran disiplin, kehadiran para individu … (seperti pada ||16||) … Jika, para bhikkhu, pertanyaan resmi itu diselesaikan demikian, dan jika orang yang menyelenggarakannya membukanya kembali, dengan membukanya kembali maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. ||22||


“Jika, para bhikkhu, sewaktu bhikkhu-bhikkhu itu sedang menyelidiki pertanyaan resmi itu, di sana terdapat seorang bhikkhu yang adalah seorang pembabar dhamma dan yang kepadanya aturan-aturan telah diturunkan tetapi analisa aturan tersebut belum diturunkan, jika ia, tanpa merenungkan maknanya, menyembunyikan maknanya di bawah bayang-bayang kata-kata, para bhikkhu harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘ Mohon Yang Mulia mendengarkan saya. Bhikkhu anu adalah seorag pembabar dhamma, dan ia adalah seorang yang kepadanya aturan-aturan telah diturunkan tetapi analisa aturan tersebut belum diturunkan; tanpa merenungkan maknanya … … dengan membukanya kembali maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. ||23||

“Jika, para bhikkhu, para bhikkhu ini tidak mampu menyelesaikan pertanyaan resmi itu melalui pemungutan suara umum, para bhikkhu, pertanyaan resmi itu harus dikembalikan kepada Sangha oleh para bhikkhu itu, dengan mengatakan: ‘Kami Yang Mulia, tidak mampu menyelesaikan pertanyaan resmi itu melalui pemungutan suara umum. Silahkan Sangha sendiri yang menyelesaikan pertanyaan resmi ini.’ Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menyelesaikan pertanyaan resmi ini melalui keputusan suara terbanyak.  Seorang bhikkhu yang memiliki lima kualitas harus ditunjuk sebagai pembagi kupon (pemungutan suara) … (seperti pada IV. 9) …’ … Demikianlah saya memahami hal ini. Bhikkhu pembagi kupon (pemungutan suara) harus membagikan tiket (pemungutan suara). Sesuai dengan jumlah suara terbanyak dari para bhikkhu yang menguasai dhamma demikianlah pertanyaan resmi itu diselesaikan. Ini, para bhikkhu, disebut pertanyaan resmi yang terselesaikan. Terselesaikan dengan apakah? Dengan keputusan yang dihadiri dan keputusan suara terbanyak. Dan apakah (yang diperlukan) di sini untuk suatu keputusan yang dihadiri? Kehadiran Sangha, Kehadiran aturan, kehadiran disiplin, kehadiran para individu. Dan apakah di sini kehadiran Sangha?  … (seperti pada 14. 16) … Ini di sini adalah kehadiran para individu.

“Dan apakah di sini keputusan suara terbanyak? Apapun yang diselenggarakan, dilakukan, dilaksanakan, disetujui, diterima, tanpa penolakan atas suatu sidang (resmi) (diselesaikan) melalui keputusan suara terbanyak, ini adalah keputusan suara terbanyak. Para bhikkhu, jika suatu pertanyaan resmi diselesaikan demikian, dan jika seseorang yang mengadakannya membukanya kembali, dengan membukanya maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. Jika seseorang yang telah memberikan persetujuan mengkritiknya, dengan mengkritik maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan.  ||24|| [97]

Pada saat itu di Sāvatthī, suatu pertanyaan resmi muncul sedemikian, telah berkembang sedemikian. Kemudian para bhikkhu ini tidak puas dengan penyelesaian pertanyaan resmi itu oleh Sangha di Sāvatthī. Mereka mendengar bahwa dikatakan: “Di suatu tempat tertentu terdapat beberapa bhikkhu senior yang telah mendengar banyak, yang kepada mereka tradisi telah dturunkan, ahli dalam dhamma, ahli dalam disiplin, ahli dalam pengelompokan, terpelajar, berpengalaman, cerdas, berhati-hati, teliti, gemar berlatih; jika para bhikkhu senior ini dapat menyelesaikan pertanyaan resmi ini menurut aturan, menurut disiplin, menurut instruksi Sang Guru, maka dengan demikian pertanyaan resmi ini terselesaikan dengan baik.” Kemudian para bhikkhu ini, setelah mendatangi tempat kediaman itu, berkata kepada para bhikkhu senior itu: “Pertanyaan resmi ini, Yang Mulia, muncul demikian, berkembang demikian. Baik sekali, Yang Mulia, jika para bhikkhu di sini dapat menyelesaikan pertanyaan resmi ini menurut aturan, menurut disiplin, menurut instruksi Sang Guru. Sehingga pertanyaan resmi ini dapat terselesaikan dengan baik.” Kemudian para bhikkhu senior itu berpikir: “Karena pertanyaan resmi ini telah diselesaikan oleh Sangha di Sāvatthī, maka berarti telah diselesaikan dengan baik,” dan mereka menyelesaikan pertanyaan resmi itu dengan cara yang sama. Kemudian para bhikkhu ini tidak puas dengan penyelesaian pertanyaan resmi oleh Sangha di Sāvatthī, mereka tidak puas dengan penyelesaian pertanyaan resmi oleh beberapa bhikkhu senior itu.

Mereka mendengar bahwa dikatakan: “Di suatu tempat tertentu terdapat tiga orang bhikkhu senior … dua orang bhikkhu senior … seorang bhikkhu senior yang telah mendengar banyak, yang kepadanya tradisi telah dturunkan … gemar berlatih; jika para bhikkhu senior ini dapat menyelesaikan pertanyaan resmi ini menurut … menurut instruksi Sang Guru, maka dengan demikian pertanyaan resmi ini terselesaikan dengan baik.” Kemudian para bhikkhu ini, setelah mendatangi tempat kediaman itu, berkata kepada bhikkhu senior itu: “Pertanyaan resmi ini, Yang Mulia, muncul demikian, berkembang demikian. Baik sekali, Yang Mulia, jika para bhikkhu di sini dapat menyelesaikan pertanyaan resmi ini menurut … menurut instruksi Sang Guru. Sehingga pertanyaan resmi ini dapat terselesaikan dengan baik.” Kemudian bhikkhu senior itu berpikir: “Karena pertanyaan resmi ini telah diselesaikan oleh Sangha di Sāvatthī, karena pertanyaan resmi ini telah diselesaikan oleh beberapa bhikkhu senior, karena pertanyaan resmi ini telah diselesaikan oleh tiga orang bhikkhu senior, karena pertanyaan resmi ini telah diselesaikan oleh dua orang bhikkhu senior, maka berarti telah diselesaikan dengan baik,” dan ia menyelesaikan pertanyaan resmi itu dengan cara yang sama. Kemudian para bhikkhu ini tidak puas dengan penyelesaian pertanyaan resmi oleh Sangha di Sāvatthī, tidak puas dengan penyelesaian pertanyaan resmi oleh beberapa bhikkhu senior ... oleh tiga orang bhikkhu senior … oleh dua orang bhikkhu senior, tidak puas dengan penyelesaian pertanyaan resmi oleh seorang bhikkhu senior, menghadap Sang Bhagavā; setelah menghadap, mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pertanyaan resmi ini telah selesai, sudah tidak ada, telah diselesaikan, terselesaikan dengan baik. ||25||

“Aku Mengizinkan, para bhikkhu, untuk meyakinkan para bhikkhu ini, tiga metode pemungutan suara:  secara rahasia, membisikkan ke telinga, secara terbuka. Dan apakah, para bhikkhu, metode rahasia dalam pemungutan suara? Bhikkhu yang menjadi pembagi tiket pemungutan suara, [98] setelah membuat tanda yang berbeda  pada tiket-tiket itu, setelah mendatangi tiap-tiap bhikkhu, harus memberitahukan: ‘Tiket ini adalah untuk orang yang berpandangan begini, tiket ini adalah untuk orang yang berpandangan begitu. Ambillah yang mana yang engkau inginkan.’  setelah mengambilnya, ia harus diberitahu: ‘Dan jangan perlihatkan pada orang lain.’ Jika ia mendapati bahwa mayoritas adalah yang menguasai bukan-dhamma dan berpikir (bahwa pemungutan suara) telah dilakukan secara keliru, maka (hasilnya) harus ditolak.  Jika ia mendapati bahwa mayoritas adalah yang menguasai dhamma dan berpikir (bahwa pemungutan suara) telah dilakukan dengan benar, maka (hasilnya) harus diumumkan. Ini, para bhikkhu, adalah metode rahasia dalam pemunguta suara.

“Dan apakah, para bhikkhu, metode pemungutan suara dengan membisikkan ke telinga? Bhikkhu yang menjadi pembagi tiket pemungutan suara, harus membisikkan ke telinga tiap-tiap bhikkhu, mengatakan: ‘Tiket ini adalah untuk orang yang berpandangan begini, tiket ini adalah untuk orang yang berpandangan begitu. Ambillah yang mana yang engkau inginkan.’  setelah mengambilnya, ia harus diberitahu: ‘Dan jangan perlihatkan pada orang lain.’ Jika ia mendapati bahwa mayoritas adalah yang menguasai bukan-dhamma dan berpikir (bahwa pemungutan suara) telah dilakukan secara keliru, maka (hasilnya) harus ditolak.  Jika ia mendapati bahwa mayoritas adalah yang menguasai dhamma dan berpikir (bahwa pemungutan suara) telah dilakukan dengan benar, maka (hasilnya) harus diumumkan. Ini, para bhikkhu, adalah metode membisikkan ke telinga dalam pemunguta suara.

“Dan apakah, para bhikkhu, metode terbuka dalam pemungutan suara? Jika ia mendapati bahwa mereka yang menguasai dhamma adalah mayoritas, dengan keyakinan ini , ia melakukannya secara terbuka. Ini, para bhikkhu, adalah metode terbuka dalam pemungutan suara. Ini, para bhikkhu, adalah tiga metode pemungutan suara. ||26||

“Berapakah (jenis) keputusan bagi suatu pertanyaan resmi yang muncul dari celaan disepakati? Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari celaan disepakati melalui empat (jenis) keputusan: melalui keputusan yang dihadiri, melalui keputusan tidak bersalah, melalui keputusan kegilaan yang telah lewat, melalui keputusan atas kesalahan tertentu. Jika seseorang mengatakan: ‘Mungkinkah bahwa, sehubungan dengan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari celaan, tanpa melalui dua (jenis) keputusan – keputusan kegilaan yang telah lewat dan keputusan atas kesalahan tertentu – seseorang menyetujuinya melalui dua (jenis) keputusan – keputusan yang dihadiri dan keputusan tidak bersalah?’ ia harus dijawab: ‘Mungkin saja’. Ini adalah sebagai berikut: Ini adalah sebuah kasus di mana seorang para bhikkhu memfitnah seorang bhikkhu dengan tuduhan tidak berdasar bahwa ia telah jatuh dari kebiasaan bermoral. Para bhikkhu, keputusan tidak bersalah harus dijatuhkan kepada bhikkhu tersebut yang telah mengingat sepenuhnya.  Dan beginilah, para bhikkhu, bagaimana keputusan itu dijatuhkan: Bhikkhu itu, setelah mendatangi Sangha, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu senior, setelah duduk berlutut, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, harus mengucapkan: ‘Yang Mulia, para bhikkhu memfitnah saya dengan tuduhan tidak berdasar bahwa saya telah jatuh dari kebiasaan bermoral. Tetapi Saya, Yang Mulia, setelah mengingat sepenuhnya, memohon agar Sangha menjatuhkan keputusan tidak bersalah.’ Dan untuk kedua kalinya keputusan itu dimohon. Dan untuk ketiga kalinya keputusan itu dimohon. Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Para bhikkhu memfitnah bhikkhu ini dengan tuduhan tidak berdasar bahwa ia telah jatuh dari kebiasaan bermoral; ia, setelah mengingat sepenuhnya, memohon agar Sangha menjatuhkan keputusan tidak bersalah. [99] Jika baik menurut Sangha … (seperti pada IV. 4. 10) … Demikianlah saya memahami hal ini.’ Ini, para bhikkhu, disebut pertanyaan resmi yang terselesaikan. Terselesaikan dengan apakah? Dengan keputusan yang dihadiri dan keputusan tidak bersalah. Dan apakah yang diperlukan di sini untuk suatu keputusan yang dihadiri? Kehadiran Sangha, kehadiran aturan, kehadiran disiplin, kehadiran para individu … (seperti pada IV. 14. 16) … Dan apakah di sini kehadiran para individu? Siapapun yang bertengkar dan dengan siapa ia bertengkar, jika kedua pihak itu saling berhadapan,  ini adalah kehadiran para individu.

“Dan apakah di sini yang diperlukan untuk suatu keputusan yang tidak bersalah? Apapun yang diselenggarakan, dilakukan, dilaksanakan, disetujui, diterima, tanpa penolakan atas suatu suatu sidang resmi untuk menjatuhkan keputusan tidak bersalah, itu adalah apa yang diperlukan untuk suatu keputusan tidak bersalah. Para bhikkhu, jika suatu pertanyaan resmi diselesaikan demikian, dan jika seseorang yang mengadakannya membukanya kembali, dengan membukanya maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. Jika seseorang yang telah memberikan persetujuan mengkritiknya, dengan mengkritik maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. ||27||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IV)
« Reply #26 on: 06 March 2012, 11:14:50 PM »
“Jika seseorang mengatakan: ‘Mungkinkah bahwa, sehubungan dengan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari celaan, tanpa melalui dua (jenis) keputusan – keputusan tidak bersalah dan keputusan atas kesalahan tertentu – seseorang menyetujuinya melalui dua (jenis) keputusan –  keputusan yang dihadiri dan keputusan kegilaan yang telah lewat?’ ia harus diberitahu: ‘Mungkin saja’. Ini adalah sebagai berikut: Ini adalah sebuah kasus di mana seorang para bhikkhu menjadi gila, kehilangan akal sehat, ia banyak melakukan dan mengucapkan hal-hal yang tidak sepantasnya bagi seorang petapa. Para bhikkhu menegurnya karena pelanggaran yang ia lakukan sewaktu ia gila, kehilangan akal sehat, dengan mengatakan: ‘Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran ini?’ ia menjawab: ‘Saya, Yang Mulia, menjadi gila, kehilangan akal sehat; sewaktu saya gila, saya banyak melakukan dan mengucapkan hal-hal yang tidak sepantasnya bagi seorang petapa. Saya tidak mengingatnya. Hal-hal itu saya lakukan ketika saya gila.’ Walaupun menjawab demikian, mereka masih menegurnya, dengan mengatakan: ‘Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggaran ini?’ Para bhikkhu, suatu keputusan kegilaan yang telah lewat harus dijatuhkan kepada bhikkhu tersebut yang tidak lagi gila.

“Dan beginilah, para bhikkhu, keputusan itu dijatuhkan: Para bhikkhu, Bhikkhu itu, setelah mendatangi Sangha, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya … harus mengucapkan: ‘Saya, Yang Mulia, telah menjadi gila … (seperti pada IV. 5. 2. dengan menggantikan Gagga menjadi  bhikkhu yang bersangkutan) … Demikianlah saya memahami hal ini.’ Ini, para bhikkhu, disebut suatu pertanyaan resmi yang terselesaikan. Terselesaikan dengan apakah? Dengan keputusan yang dihadiri dan keputusan kegilaan yang telah lewat. Dan apakah di sini (yang diperlukan) untuk keputusan yang dihadiri? Kehadiran Sangha … (seperti pada IV. 14. 16) … Dan apakah di sini (yang diperlukan) untuk keputusan kegilaan yang telah lewat? [100] Apapun yang diselenggarakan, dilakukan … tanpa penolakan atas suatu keputusan kegilaan yang telah lewat, itu adalah apa yang diperlukan untuk suatu keputusan kegilaan yang telah lewat. Para bhikkhu, jika suatu pertanyaan resmi diselesaikan demikian, dan jika seseorang yang mengadakannya membukanya kembali, dengan membukanya maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. Jika seseorang yang telah memberikan persetujuan mengkritiknya, dengan mengkritik maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. ||28||

“Jika seseorang mengatakan: ‘Mungkinkah bahwa, sehubungan dengan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari celaan, tanpa melalui dua (jenis) keputusan – keputusan tidak bersalah dan keputusan atas kegilaan yang telah lewat – seseorang menyetujuinya melalui dua (jenis) keputusan –  keputusan yang dihadiri dan keputusan atas kesalahan tertentu?’ ia harus diberitahu: ‘Mungkin saja’. Ini adalah sebagai berikut: Ini adalah sebuah kasus di mana seorang bhikkhu menegur seorang bhikkhu lainnya di tengah-tengah Sangha atas suatu pelanggaran serius, dengan mengatakan: ‘Apakah Yang Mulia ingat telah melakukan pelanggara serius seperti ini - yang melibatkan kegagalan atau yang mendekati kegagalan?’ Ia menjawab: ‘Saya tidak ingat, Yang Mulia,  telah melakukan pelanggara serius seperti ini - yang melibatkan kegagalan atau yang mendekati kegagalan.’ Walaupun telah membantah demikian, ia masih mendesaknya, dengan mengatakan: ‘Mohon, Yang Mulia, pikirkan baik-baik, apakah engkau ingat telah melakukan pelanggaran serius seperti ini - yang melibatkan kegagalan atau yang mendekati kegagalan.’ Ia menjawab: ‘Saya tidak ingat, Yang Mulia,  telah melakukan pelanggaran serius seperti ini - yang melibatkan kegagalan atau yang mendekati kegagalan. Namun saya, Yang Mulia, ingat telah melakukan pelanggaran kecil seperti ini.’ Walaupun telah membantah demikian, ia masih mendesaknya, dengan mengatakan: ‘Mohon, Yang Mulia, pikirkan baik-baik, apakah engkau ingat … yang mendekati kegagalan.’ Ia menjawab: ‘Yang Mulia, tanpa ditanya, saya megakui telah melakukan pelanggaran kecil seperti ini; bagaimana mungkin saya, ketika ditanya, tidak mengakui telah melakukan pelanggaran serius seperti ini?’ ia berkata: ‘Tetapi, Yang Mulia, tanpa ditanya engkau tidak mengakui telah melakukan pelanggaran kecil, maka bagaimana mungkin engkau, tanpa ditanya, mengakui telah melakukan pelanggaran serius seperti ini - yang melibatkan kegagalan atau yang mendekati kegagalan? Mohon, Yang Mulia, pikirkan baik-baik, apakah engkau ingat telah melakukan pelanggaran serius serius seperti ini - yang melibatkan kegagalan atau yang mendekati kegagalan.’ Ia menjawab: Yang Mulia, saya ingat telah melakukan pelanggaran serius seperti ini - yang melibatkan kegagalan atau yang mendekati kegagalan. Ketika saya mengatakan: saya tidak ingat telah melakukan pelanggaran serius seperti ini - yang melibatkan kegagalan atau yang mendekati kegagalan. Ini saya ucapkan sebagai lelucon,  ini saya ucapkan dengan terburu-buru.

“Para bhikkhu, suatu sidang (resmi) untuk suatu keputusan kesalahan tertentu harus dijatuhkan atas bhikkhu tersebut. Dan beginilah, para bhikkhu, keputusan ini dijatuhkan. Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan … (seperti pada IV. 11. 2 dengan menggantikan Bhikkhu Uvāḷa menjadi bhikkhu yang bersangkutan; dengan menggantikan pelanggaran menjadi pelanggaran serius) … Demikianlah saya memahami hal ini.’ Ini, para bhikkhu, disebut [101] suatu pertanyaan resmi yang terselesaikan. Terselesaikan dengan apakah? Dengan keputusan yang dihadiri dan dengan keputusan atas kesalahan tertentu. Dan apakah di sini (yang diperlukan) untuk satu keputusan yang dihadiri? Kehadiran Sangha … (seperti pada IV. 14. 16) … Dan apakah di sini (yang diperlukan) untuk suatu keputusan atas kesalahan tertentu? Apapun yang diselenggarakan, dilakukan, dilaksanakan, disetujui, diterima, tanpa penolakan atas suatu suatu keputusan atas kesalahan tertentu, itu adalah apa yang diperlukan untuk suatu keputusan atas kesalahan tertentu. Para bhikkhu, jika suatu pertanyaan resmi diselesaikan demikian, dan jika seseorang yang mengadakannya membukanya kembali, dengan membukanya maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. Jika seseorang yang telah memberikan persetujuan mengkritiknya, dengan mengkritik maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. ||29||

“Berapakah (jenis) keputusan bagi suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran disepakati? Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran disepakati melalui tiga (jenis) keputusan: melalui keputusan yang dihadiri dan melakukannya atas pengakuan dan dengan menutupinya (seperti) dengan rumput.  Jika seseorang mengatakan: ‘Mungkinkah bahwa, sehubungan dengan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran, tanpa melalui satu (jenis) keputusan – Menutupinya (seperti) dengan rumput – seseorang menyetujuinya melalui dua (jenis) keputusan –  keputusan yang dihadiri dan melakukannya atas pengakuannya?’ ia harus diberitahu: ‘Mungkin saja’. Ini adalah sebagai berikut: Ini adalah sebuah kasus di mana seorang bhikkhu melakukan suatu pelanggaran ringan. Para bhikkhu, bhikkhu itu, setelah mendatangi seorang bhikkhu, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki bhikkhu itu, setelah duduk berlutut, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, harus mengucapkan: ‘Saya, Yang Mulia, mengakui telah melakukan pelanggaran ini dan itu.’ Bhikkhu itu harus mengatakan: ‘Apakah engkau menyadarinya?’ ‘Ya, saya menyadarinya.’ ‘Engkau harus lebih terkendali di masa mendatang.’ Ini, para bhikkhu, disebut suatu pertanyaan resmi yang terselesaikan. Terselesaikan dengan apakah? Dengan keputusan yang dihadiri dan dengan melakukannya atas pengakuannya. Dan apakah di sini (yang diperlukan) untuk satu keputusan yang dihadiri? Kehadiran aturan  dan kehadiran disiplin dan kehadiran para individu. Dan apakah di sini kehadiran para individu? Jika kedua belah pihak yaitu yang mengakui dan kepada siapa ia mengakui saling berhadapan, ini adalah kehadiran para individu. Dan apakah di sini (yang diperlukan untuk) melakukan atas pengakuannya? Apapun yang diselenggarakan … tanpa penolakan atas tindakannya dalam mengakui, itu adalah apa yang diperlukan bagi tindakannya dalam mengakui. Jika, para bhikkhu, suatu pertanyaan resmi terselesaikan demikian, dan orang yang menerima (pengakuan itu) membukanya kembali, maka dengan membukanya ada pelanggaran yang memerlukan penebusan. ||30||

“Jika ia dapat menerimanya. itu baik sekali. Tetapi jika ia tidak menerimanya, para bhikkhu, Bhikkhu itu, setelah mendatangi beberapa bhikkhu, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu senior, setelah duduk berlutut, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, harus mengucapkan: ‘Saya, Yang Mulia, mengakui telah melakukan pelanggaran ini dan itu.’ Para bhikkhu ini [102] harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Mohon Yang Mulia mendengarkan saya. Bhikkhu ini mengingat telah melakukan pelanggaran, ia mengungkapkannya, ia menyatakannya, ia mengakuinya. Jika baik menurut Yang Mulia, maka saya akan menerima (pengakuan) pelanggaran bhikkhu ini.’ Ia harus mengatakan: ‘Apakah engkau menyadarinya?’ ‘Ya, saya menyadarinya.’ ‘Engkau harus lebih terkendali di masa mendatang.’ Ini, para bhikkhu, disebut suatu pertanyaan resmi yang terselesaikan. Terselesaikan dengan apakah? Dengan keputusan yang dihadiri … (seperti pada ||30||) … dengan membukanya ada pelanggaran yang memerlukan penebusan. ||31||

“Jika ia dapat menerimanya. itu baik sekali. Tetapi jika ia tidak menerimanya, para bhikkhu, Bhikkhu itu, setelah mendatangi Sangha … harus mengucapkan: ‘Saya, Yang Mulia, mengakui telah melakukan pelanggaran ini dan itu.’ Sangha harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu ini mengingat telah melakukan pelanggaran, ia mengungkapkannya, ia menyatakannya, ia mengakuinya. Jika baik menurut Sangha, maka saya akan menerima (pengakuan) pelanggaran bhikkhu ini.’ Ia harus mengatakan: ‘Apakah engkau menyadarinya?’ ‘Ya, saya menyadarinya.’ ‘Engkau harus lebih terkendali di masa mendatang.’ Ini, para bhikkhu, disebut suatu pertanyaan resmi yang terselesaikan. Terselesaikan dengan apakah? Dengan keputusan yang dihadiri dan dengan melakukan atas pengakuannya. Dan apakah di sini (yang diperlukan untuk) suatu keputusan yang dihadiri? Kehadiran Sangha, kehadiran aturan, kehadiran disiplin dan kehadiran para individu … Jika, para bhikkhu, suatu pertanyaan resmi terselesaikan demikian, dan orang yang menerima (pengakuan itu) membukanya kembali, maka dengan membukanya ada pelanggaran yang memerlukan penebusan.   ||32||

“Jika seseorang mengatakan: ‘Mungkinkah bahwa, sehubungan dengan suatu pertanyaan resmi yang muncul dari pelanggaran, tanpa melalui satu (jenis) keputusan – Melakukannya atas pengakuannya – seseorang menyetujuinya melalui dua (jenis) keputusan –  keputusan yang dihadiri dan menutupinya (seperti) dengan rumput?’ ia harus diberitahu: ‘Mungkin saja’. Ini adalah sebagai berikut: Ini adalah sebuah kasus di mana ketika para bhikkhu sedang berselisih … (seperti pada IV. 13. 1-3) … Demikianlah saya memahami hal ini.’ Ini disebut, para bhikkhu, suatu pertanyaan resmi yang terselesaikan. Terselesaikan dengan apakah? Dengan keputusan yang dihadiri dan dengan menutupi (seperti) dengan rumput. Dan apakah di sini (yang diperlukan untuk) suatu keputusan yang dihadiri? Kehadiran Sangha, kehadiran aturan, kehadiran disiplin, kehadiran para individu. Dan apakah di sini kehadiran Sangha? Ketika sejumlah bhikkhu yang berkompeten untuk diselenggarakannya suatu sidang (resmi) telah tiba, ketika persetujuan dari mereka yang harus (menyampaikan) persetujuan mereka telah disampaikan, ketika saat saling berhadapan mereka tidak keberatan. Ini adalah kehadiran Sangha.

“Dan apakah di sini kehadiran aturan, kehadiran disiplin? Jika pertanyaan resmi itu diselesaikan dengan aturan apapun, dengan disiplin apapun, dengan instruksi Sang Guru yang manapun, ini adalah kehadiran aturan, [103] kehadiran disiplin.

“Dan apakah di sini kehadiran para individu? Jika kedua belah pihak yaitu yang mengakui dan yang kepada siapa pengakuan disampaikan saling berhadapan, ini adalah kehadiran para individu.

“Dan apakah di sini (yang diperlukan untuk) menutupi (seperti) dengan rumput? Apapun yang diselenggarakan, dilakukan, dilaksanakan, disetujui, diterima, tanpa penolakan atas suatu tindakan menutupi (seperti) dengan rumput, itu adalah apa yang diperlukan untuk suatu tindakan menutupi (seperti) dengan rumput. Para bhikkhu, jika suatu pertanyaan resmi diselesaikan demikian, dan jika seseorang yang menerima (pengakuan) membukanya kembali, dengan membukanya maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. Jika seseorang yang telah memberikan persetujuan mengkritiknya, dengan mengkritik maka ia melakukan pelanggaran yang memerlukan penebusan. ||33||

“Berapakah (jenis) keputusan atas suatu pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban disepakati? Suatu pertanyaan resmi yang muncul dari kewajiban disepakati melalui satu (jenis) keputusan: keputusan yang dihadiri.” ||34||14||

Demikianlah Bagian Keempat: Tentang Penyelesaian.  [104]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB V)
« Reply #27 on: 06 March 2012, 11:15:54 PM »
CULLAVAGGA V
Hal-hal Minor



Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha di Hutan Bambu di Taman Suaka Tupai. Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu, sewaktu sedang mandi, menggosok badan mereka pada sebatang pohon dan paha mereka dan lengan mereka dan dada mereka dan punggung mereka. Orang-orang lain mencela, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para petapa ini, putera-putera Sakya, sewaktu mandi, menggosok badan mereka pada sebatang pohon … dan punggung mereka, bagaikan para petinju dan pegulat dan pemuda desa?”  Para bhikkhu mendenar orang-orang ini yang sedang … menyebarkan. Dan para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setealh mengumpulkan Sangha, bertanya kepada para bhikkhu: “Benarkah, dikatakan, para bhikkhu, bahwa Kelompok Enam Bhikkhu … dan punggung mereka?”

“Benar, Bhagavā.” Sang Bhagavā menegur mereka dengan mengatakan:

“Para bhikkhu, tidaklah patut bagi orang-orang dungu ini, tidaklah pantas, tidaklah sesuai, tidak selayaknya bagi seorang petapa. Tidak diperbolehkan, seharusnya tidak dilakukan. Bagaimana mungkin, para bhikkhu, orang-orang dungu ini, sewaktu mereka mandi, menggosok badan mereka pada sebatang pohon … dan punggung mereka? Ini bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …’ dan setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah yang sesuai, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, sewaktu seorang bhikkhu sedang mandi, ia tidak boleh menggosok badannya pada sebatang pohon. Siapapun yang menggosoknya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”  ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu, sewaktu sedang mandi, menggosok badan mereka pada sebuah tiang … (seperti pada ||1|| dengan menggantikan pohon mejadi  tiang) …”… pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu, sewaktu sedang mandi, menggosok badan mereka pada dinding  …” … pelanggaran perbuatan-salah.” ||2||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu biasanya mandi dengan menggunakan papan gosokan.  Orang-orang lain menyebarkan dengan berkata: “Bagaikan para perumah tangga [105] yang menikmati kenikmatan-indria.” Para bhikkhu mendengar orang-orang ini yang … menyebarkan … Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah yang sesuai, Beliau berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh mandi menggunakan papan gosokan. Siapapun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu biasanya mandi dengan menggunakan (alat) tangan-gandhabba  …” … Para bhikkhu, kalian tidak boleh mandi dengan menggunakan tangan-gandhabba. Siapapun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu biasanya mandi dengan menggunakan untaian biji merah  …” … Para bhikkhu, kalian tidak boleh mandi dengan menggunakan untaian biji merah. Siapapun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||3||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu, setelah masuk ke dalam  (air), melakukan penggosokan.  … “Para bhikkhu, kalian tidak boleh, setelah masuk ke dalam (air), melakukan penggosokan. Siapapun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”


Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu biasanya mandi dengan menggunakan sikat  …” … Para bhikkhu, kalian tidak boleh mandi dengan menggunakan sikat. Siapapun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu seorang bhikkhu menderita penyakit keropeng, dan merasa tidak nyaman baginya tanpa sikat. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku Mengizinkan, para bhikkhu, bagi seorang yang sakit (untuk menggunakan) sikat yang tidak dibentuk.”  ||4||

Pada saat itu seorang bhikkhu, lemah karena usia lant, tidak mampu mandi dan menggosok badannya sendiri. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku Mengizinkan, para bhikkhu, secarik kain.”

Pada saat itu para bhikkhu ragu-ragu sehubungan dengan bagaimana mereka menggosok punggung mereka.  Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, cara biasa dengan manggunakan tangan.”  ||5||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu mengenakan hiasan telinga, mereka mengenakan rantai,  mereka mengenakan untaian biji-bijian di leher,  mereka mengenakan hiasan di pinggang,  mereka mengenakan hiasan gelang kaki,  mereka mengenakan hiasa di lengan,  mereka mengenakan gelang tangan,   mereka mengenakan cincin di jari tangan mereka. Orang-orang lain … menyebarkan, dengan mengatakan … Beliau berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, hiasan telinga tidak boleh dipakai, rantai … hiasan untaian biji-bijian di leher … hiasan pinggang … gelang kaki … gelang lengan … gelang tangan … cincin tidak boleh dipakai. Siapapun yang mengenakan (barang-barang ini), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.” ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu memanjangkan rambut mereka. Orang-orang lain … menyebarkan … Beliau berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, rambut tidak boleh dipanjangkan. Siapapun yang memanjangkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Aku Mengizinkan pertumbuhan selama dua bulan atau sepanjang dua jari.” ||2||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu menghaluskan rambur mereka dengan sisir, mereka menghaluskan rambut mereka dengan alat yang berbentuk kepala ular,  mereka menghaluskan rambut mereka dengan tangan mereka yang digunakan sebagai alat yang berbentuk kepala ular,  mereka menghaluskan rambut mereka dengan madu lebah,  mereka menghaluskan rambut mereka dengan air berminyak. Orang-orang lain mencela, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaikan para perumah tangga mereka menikmati kenikmatan-indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, rambut tidak boleh dihaluskan dengan menggunakan sisir … rambut tidak boleh dihaluskan dengan menggunakan air berminyak. Siapapun yang meghaluskannya (dengan cara-cara ini), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||3||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu memeriksa suatu tanda di wajah mereka pada sebuah cermin atau mangkuk air.  Orang-orang lain menyebarkan, dengan megatakan: “Bagaikan para perumah tangga mereka menikmati kenikmatan-indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, suatu tanda pada wajah tidak boleh diperiksa pada cermin atau mangkuk air. Siapapun yang memeriksa (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” Pada saat itu seorang bhikkhu terluka wajahnya. Ia bertanya kepada para bhikkhu: “Luka seperti apakah yang terdapat di wajahku?” Para bhikkhu menjawab: “Luka seperti begini, Yang Mulia.” Ia tidak mempercayai mereka.  Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Saya megizinkan kalian, para bhikkhu, sehubungan dengan penyakit, untuk memeriksa suatu tanda di wajah pada cermin atau mangkuk air.” ||4||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu meminyaki wajah mereka,  mereka menggosok (pasta) ke wajah mereka, mereka meluluri wajah mereka dengan bubuk mandi, mereka membedaki wajah mereka dengan serbuk merah, mereka mewanai bagian-bagian tubuh mereka, mereka mewarnai wajah mereka, mereka mewarnai bagian-bagian tubuh dan wajah mereka. Orang-orang lain menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaikan para perumah tangga mereka menikmati kenikmatan-indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, wajah tidak boleh diminyaki, wajah tidak boleh digosok (dengan pasta), wajah tidak boleh dilumuri dengan bubuk mandi, wajah tidak boleh dibedaki dengan bubuk merah, bagian-bagian tubuh tidak boleh diwarnai, wajah tidak boleh diwarnai, bagian-bagian tubuh dan wajah tidak boleh diwarnai. Siapapun yang melakukan (hal-hal ini), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu seorang bhikkhu menderita penyakit mata. Mereka mengadukan persoalan itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, sehubungan dengan penyakit, untuk meminyaki wajah.” ||5||

Pada saat itu sedang berlangsung sebuah festival di puncak gunung di Rājagaha.  Kelompok Enam Bhikkhu pergi menonton festival itu di puncak gunung. Orang-orang lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para petapa ini, putera-putera Sakya datang menonton tarian dan nyanyian dan musik [107] bagaikan perumah tangga yang menikmati kenikmatan indria?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh pergi menonton tarian.  Siapaun yang pergi menonton, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||6||2||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu menyanyikan dhamma dengan suara berirama yang ditarik panjang.  Orang-orang lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Bahkan selagi kita bernyanyi, para petapa ini, putera-putera Sakya, juga menyanyikan dhamma dengan suara berirama yang ditarik panjang.” Para bhikkhu lain mencela, mengkritik, menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Kelompok Enam Bhikkhu ini menyanyikan dhamma dengan suara berirama yang ditarik panjang?” kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, bahwa dikatakan …?”

“Benar, Bhagavā” … Setelah membabarkan khotbah yang sesuai, Beliau berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, terdapat lima cacat bagi seseorang yang menyanyikan dhamma dengan suara berirama yang ditarik panjang: ia bangga akan dirinya karena suara itu, dan orang lain gembira sehubungan dengan suara itu, dan para perumah tangga meremehkannya, dan ketika ia berusaha untuk mempertahankan ketepatan nada suaranya  konsentrasinya terputus, dan orang-orang yang berikutnya akan jatuh ke dalam pandangan (salah).  Ini, para bhikkhu, adalah lima cacat bagi seseorang yang menyanyikan dhamma dengan suara berirama yang ditarik panjang. Para bhikkhu, dhamma tidak boleh dinyanyikan dengan suara berirama yang ditarik panjang. Siapapun yang menyanyikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||1||

Pada saat itu beberapa bhikkhu ragu mengenai bacaan berirama.  Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, Aku Mengizinkan bacaan berirama.” ||2||3||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu mengenakan kain wol dengan bulu-bulu di sebelah luar. Orang-orang lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaikan perumah tangga yang menikmati kenikmatan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kain wol dengan bulu-bulu di sebelah luar tidak boleh dikenakan. Siapapun yang mengenakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah,”  ||4||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB V)
« Reply #28 on: 06 March 2012, 11:16:33 PM »
Pada saat itu pohon mangga di taman Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha sedang berbuah dan diumumkan oleh Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha: “Silahkan para guru memakan mangga sebanyak yang mereka inginkan.” Kelompok Enam Bhikkhu setelah menjatuhkan bahkan mangga-mangga muda, dan memakannya. Dan [108] Raja Seniya Bimbisāra menginginkan sebutir mangga. Kemudian Raja Seniya Bimbisāra bergabung dengan orang-orang, berkata: “Pergilah, bapak-bapak, setelah pergi ke taman, bawalah sebutir mangga.”

“Baiklah, Tuanku” dan orang-orang ini setelah menjawab Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha, setelah pergi ke taman, berkata kepada penjaga taman: “Tuan, Baginda menginginkan sebutir mangga; berilah (kami) sebutir mangga.”

“Tidak ada mangga tuan-tuan; para bhikkhu telah menjatuhkan bahkan mangga-mangga muda dan memakannya.” Kemudian orang-orang ini melaporkan persoalan ini kepada Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha. Ia berkata: “Bapak-bapak, mangga telah banyak dimakan oleh para guru, namun Sang Bhagavā menasehatkan agar makan secukupnya.” Orang-orang … menyebarkan, mengatakan: “Bagaimana mungkin para petapa ini, putera-putera Sakya, tidak memahami makna secukupnya, memakan mangga milik Raja?” Para bhikkhu mendengarkan kata-kata orang-orang ini yang … menyebarkan. Kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, mangga tidak boleh dimakan. Siapapun yang memakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.”  ||1||

Pada saat itu seorang pekerja datang mempersembahkan makanan kepada Sangha.  Potongan mangga dimasukkan ke dalam kari. Para bhikkhu, karena teliti, tidak menerima. (Sang Bhagavā berkata:) “Terimalah, para bhikkhu, makanlah. Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, memakan potongan mangga.” Pada saat itu seorang pekerja datang untuk mempersembahkan makanan kepada Sangha. Mereka tidak mengetahui bagaimana menyajikan potongan mangga. Para bhikkhu, karena teliti, tidak menerimanya. (Sang Bhagavā berkata:) “Terimalah, para bhikkhu, makanlah. Aku Mengizinan kalian, para bhikkhu, untuk memakan buah yang dalam lima cara diperbolehkan bagi petapa:  jika dirusak  oleh api, dirusak oleh pisau, dirusak oleh kuku (seseorang), jika tidak berbiji, dan yang kelima adalah jika bijinya dikeluarkan.  Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memakan buah yang diperbolehkan untuk petapa dalam lima cara ini.” ||2||5||

Pada saat itu seorang bhikkhu, digigit ular dan meninggal dunia.  Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, bhikkhu ini pasti tidak memancarkan pikiran cinta-kasih kepada empat keluarga raja ular. Karena jika, para bhikkhu, bhikkhu ini memancarkan pikiran cinta-kasih kepada empat keluarga raja ular, maka bhikkhu ini, walaupun digigit ular, namun tidak akan meninggal dunia. Apakah empat keluarga raja ular? Keluarga raja ular Virūpakkha,  Keluarga raja ular Erāpatha, Keluarga raja ular Chabyāputta, Keluarga raja ular Kaṇhāgotamaka. [109] Para bhikkhu, bhikkhu ini pasti tidak memancarkan pikiran cinta-kasih kepada empat keluarga raja ular. Karena jika, para bhikkhu, bhikkhu ini memancarkan pikiran cinta-kasih kepada empat keluarga raja ular, maka bhikkhu ini, walaupun digigit ular, namun tidak akan meninggal dunia. Para bhikkhu, Aku Mengizinkan kalian untuk memancarkan pikiran cinta-kasih kepada empat keluarga raja ular, (dan) mengucapkan paritta  sebagai perlindungan diri bagi kalian, untuk menjaga diri. Dan beginilah, para bhikkhu, paritta ini dibacakan:

‘Cinta  dariku kepada para Virūpakkha, 
Cinta  dariku kepada para Erāpattha,
Cinta  dariku kepada para Chabyāputta,
Cinta  dariku kepada para Kaṇhāgotamaka.

Cinta dariku kepada makhluk-makhluk tanpa kaki,
Cinta kepad makhluk-makhluk berkaki dua dariku,
Cinta dariku kepada makhluk-makhluk berkaki empat,
Cinta kepad makhluk-makhluk berkaki banyak dariku.

Semoga makhluk-makhluk tanpa kaki tidak mencelakaiku,
Semoga makhluk-makhluk berkaki dua tidak mencelakaiku,
Semoga makhluk-makhluk berkaki empat tidak mencelakaiku,
Semoga makhluk-makhluk berkaki banyak tidak mencelakaiku,

Semoga semua makhluk, semua yang bernafas, semua makhluk hidup, tanpa kecuali.
Menemukan hal-hal baik;  semoga tidak mengalami hal buruk apapun juga.

Sang Buddha tidak terbatas, dhamma tidak terbatas, Sangha tidak terbatas.
Makhluk-makhluk melata adalah terbatas, seperti: ular, kalajengking, kelabang, laba-laba, kadal, tikus.

Perlindungan telah kuucapkan, paritta telah kubacakan;
Silahkan makhluk-makhluk mundur.
Aku sungguh menghormati Sang Buddha.
Aku menghormati tujuh Sammasambuddha.’

Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, meneteskan darah”  ||6||

Pada saat itu seorang bhikkhu, karena tersiksa oleh ketidakpuasan, memotong alat kelaminnya sendiri. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Manusia dungu ini, para bhikkhu, memotong satu bagian, padahal seharusnya memotong yang lain. Para bhikkhu, seorang bhikkhu tidak boleh memotong alat kelaminnya. Siapapun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran berat.” ||7||

Pada saat itu sepotong kayu cendana hitam yang mahal didapatkan oleh seorang pedagang (besar) dari Rājagaha.  Kemudian pedagang itu berpikir: “Bagaimana jika saya membuat sebuah mangkuk dari sepotong kayu cendana ini? Serpihannya dapat kumanfaatkan, dan saya juga dapat memberikan mangkuknya sebagai hadiah.” Kemudian pedagang (besar) dari Rājagaha itu, setelah membuat sebuah mangkuk dari kayu cendana itu, setelah mengikatnya dengan tali,  setelah menggantungnya dipuncak sebuah (tiang-) bambu, setelah mengikatkan serangkaian (tiang-) bambu sambung-menyambung; mengumumkan: “Silahkan bagi petapa atau brahmana manapun yang telah mencapai penerangan sempurna serta memiliki kesaktian untuk menurunkan mangkuk ini dan (kepadanya) mangkuk ini diberikan.”  [110] Kemudian Pūraṇa Kassapa  mendatangi pedagang (besar) dari Rājagaha itu; setelah datang, ia berkata kepada pedagang (besar) dari Rājagaha;

“Sekarang saya, perumah tangga, adalah yang sempurna serta memiliki kesaktian; berikan mangkuknya kepadaku.”

“Jika, Yang Mulia, engkau adalah yang sempurna serta memiliki kesaktian, silahkan turunkan mangkuk itu dan mangkuk itu menjadi milikmu.”

Kemudian Makkhali Gosāla, Ajita Kesakambalin, Pakudha Kaccāyana, Sañjaya Belaṭṭhiputta, Nātaputta Sang Jain mendatangi pedagang (besar) dai Rājagaha; setelah datang …” … mangkuk itu menjadi milikmu.”

Pada saat itu Yang Mulia Moggallāna yang Agung dan Yang Mulia Piṇḍola sang Bhāradvāja,  setelah merapikan jubah di pagi hari, (masing-masing) membawa mangkuk dan jubahnya, memasuki Rājagaha untuk mengumpulkan dana makanan. Kemudian Yang Mulia Piṇḍola Sang Bhāradvāja berkata kepada Yang Mulia Moggallāna yang Agung:

“Yang Mulia Moggallāna yang Agung adalah seorang Yang Sempurna dan memiliki kesaktian. Pergilah Yang Mulia Moggallāna, turunkan mangkuk itu; mangkuk itu milikmu.”
 
“Yang Mulia Piṇḍola Sang Bhāradvāja adalah seorang Yang Sempurna dan memiliki kesaktian. Pergilah Yang Mulia Bhāradvāja, turunkan mangkuk itu; mangkuk itu milikmu.”

Kemudian Yang Mulia Piṇḍola Sang Bhāradvāja, setelah naik dari atas tanah,  setelah mengambil mangkuk itu, mengelilingi Rājagaha tiga kali. Pada saat itu, si pedagang (besar) dari Rājagaha sedang berdiri bersama istri dan anak-anaknya di rumahnya sambil merangkapkan tangan memberi hormat, dan berkata: “Yang Mulia, mohon Guru Bhāradvāja datang beristirahat di rumah kami.” Kemudian Yang Mulia Piṇḍola Sang Bhāradvāja datang beristirahat dirumah si pedagang (besar) dari Rājagaha. Kemudian si pedagang (besar) dari Rājagaha, setelah mengambil mangkuk dari tangan Yang Mulia Piṇḍola Sang Bhāradvāja, setelah mengisinya dengan makanan-makanan padat yang mahal, mempersembahkannya kepada Yang Mulia Piṇḍola Sang Bhāradvāja. Kemudian Yang Mulia Piṇḍola Sang Bhāradvāja, setelah menerima mangkuk itu, kembali ke vihāra. ||1||

Orang-orang mendengar: “Dikatakan bahwa mangkuk milik si pedagang (besar) dari Rājagaha diturunkan oleh Guru Piṇḍola Sang Bhāradvāja.” Dan orang-orang ini (membuat) kegaduhan, riuh rendah, mengikuti persis di belakang Yang Mulia Piṇḍola Sang Bhāradvāja. Kemudian Sang Bhagavā mendengar suara gaduh itu, dan setelah mendengarnya, Beliau bertanya kepada Yang Mulia Ānanda: “Apa yang terjadi, Ānanda, suara gaduh ini, kegaduhan ini?”

“Bhagavā, mangkuk milik si pedagang (besar) dari Rājagaha telah diturunkan oleh Yang Mulia Piṇḍola Sang Bhāradvāja. Bhagavā, orang-orang mendengar: ‘Dikatakan bahwa mangkuk milik si pedagang (besar) dari Rājagaha diturunkan oleh Guru Piṇḍola Sang Bhāradvāja,’ dan, Bhagavā orang-orang ini (membuat) kegaduhan, riuh rendah, mengikuti persis di belakang Yang Mulia Piṇḍola Sang Bhāradvāja, ini, Bhagavā, adalah suara ribut itu, kegaduhan itu yang Bhagavā (dengarkan).”

Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah mengumpulkan Sangha para bhikkhu, [111] bertanya kepada Yang Mulia Piṇḍola Sang Bhāradvāja:

“Benarkah, dikatakan, Bhāradvāja, bahwa mangkuk milik si pedagang (besar) dari Rājagaha telah diturunkan olehmu?”

“Benar, Bhagavā” Sang Buddha menegurnya dengan berkata:

“Tidaklah tepat, Bhāradvāja, tidak patut, tidak pantas, tidak layak bagi seorang petapa, tidak diperbolehkan, tidak boleh dilakukan. Bagaimana mungkin engkau, Bhāradvāja, demi sebuah mangkuk kayu tidak berharga, memperlihatkan kondisi yang melampaui manusia biasa,  memperlihatkan kesaktian kepada perumah tangga? Karena, Bhāradvāja, seorang perempuan memperlihatkan kain pinggangnya demi mendapatkan māsaka bergambar yang tidak berharga,  demikian pula engkau, Bhāradvāja, memperlihatkan kondisi yang melampaui manusia biasa dan kesaktian kepada perumah tangga demi untuk mendapatkan sebuah mangkuk kayu tidak berharga. Ini bukanlah, Bhāradvāja, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …”. Setelah menegurnya, setelah membabarkan khotbah yang sesuai, Beliau berkata kepada para bhikkhu …”

“Para bhikkhu, kondisi yang melampaui manusia biasa, kesaktian, tidak boleh diperlihatkan kepada perumah tangga. Siapapun yang memperlihatkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Hancurkan, para bhikkhu, mangkuk kayu ini; setelah menjadi kepingan-kepingan kecil, bagikan kepada para bhikkhu sabagai wangi-wangian untuk dicampur dengan salep.  Dan, para bhikkhu, mangkuk kayu tidak boleh digunakan.  Siapapun yang menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||2||8||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB V)
« Reply #29 on: 06 March 2012, 11:16:59 PM »
Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu menggunakan berbagai jenis mangkuk, terbuat dari emas, terbuat dari perak. Orang-oang lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaikan perumah tangga yang menikmati kenikmatan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata:

“Para bhikkhu, mangkuk yang terbuat dari emas tidak boleh digunakan, mangkuk yang terbuat dari mutiara … terbuat dari beryl … terbuat dari krsital … terbuat dari perunggu … terbuat dari kaca … terbuat dari timah … terbuat dari timbal …mangkuk yang terbuat dari tembaga tidak boleh digunakan. Siapapun yang menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||1||

Pada saat itu bagian bawah mangkuk terkikis. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, membuat dudukan mangkuk berbentuk lingkaran.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu menggunakan berbagai jenis dudukan mangkuk berbentuk lingkaran, terbuat dari emas, terbuat dari perak. Orang-orang lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaikan perumah tangga yang menikmati kenikmatan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata:

“Para bhikkhu, berbagai jenis dudukan mangkuk berbentuk lingkaran tidak boleh digunakan. Siapapun yang menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, dua (jenis) dudukan mangkuk berbentuk lingkaran: terbuat dari timah, terbuat dari timbal.” Dudukan berbentuk lingkaran yang tebal tidak dapat disisipi.  Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membentuknya.” Terdapat tonjolan tajam (pada dudukan itu).  [112] mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memotong gigi ikan todak itu.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu menggunakan dudukan mangkuk berbentuk lingkaran berukir,  penuh dengan gambar, dibuat dengan hiasan, dan mereka berkeliling di jalan sambil memamerkannya. Orang-orang lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaikan perumah tangga yang menikmati kenikmatan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, dudukan mangkuk berbentuk lingkaran yang berukir tidak boleh digunakan. Siapapun yang menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan dudukan mangkuk berbentuk lingkaran yang biasa.”  ||2||

Pada saat itu para bhikkhu (masing-masing) menyimpan mangkuknya dengan berisikan air di dalamnya dan salah satu mangkuk tumpah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, mangkuk tidak boleh disimpan dengan berisikan air di dalamya. Siapapun yang menyimpannya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menyimpannya setelah mengeringkannya di bawah sinar matahari.”

Pada saat itu para bhikkhu (masing-masing) mengeringkan mangkuknya di bawah sinar matahari dengan masih berisi air di dalamnya dan mangkuk menjadi berbau busuk. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, mangkuk yang masih berisi air tidak boleh dikeringkan di bawah sinar matahari. Siapapun yang mengeringkannya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menyimpan mangkuk setelah mengosongkannya dan mengeringkannya di bawah sinar matahari.”

Pada saat itu para bhikkhu (masing-masing) meletakkan mangkuknya di bawah panas matahari dan warna mangkuknya menjadi pudar. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, mangkuk tidak boleh diletakkan di bawah panas matahari. Siapapun yang meletakkannya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menyimpan mangkuk, setelah mengeringkannya sebentar di bawah panas matahari.”  ||3||

Pada saat itu banyak mangkuk yang diletakkan di ruang terbuka tanpa penyangga. Ketika saling berbenturan karena tiupan angin, mangkuk itu pecah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menggunakan penyangga kecil untuk mangkuk.”

Pada saat itu para bhikkhu (masing-masing) meletakkan mangkuknya di tepi sebuah bangku.  Ketika jatuh, sebuah mangkuk pecah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, mangkuk tidak boleh diletakkan di tepi bangku. Siapapun yang meletakkannya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu (masing-masing) meletakkan mangkuknya di tepi lantai berplaster.  Ketika jatuh, sebuah mangkuk pecah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, mangkuk tidak boleh diletakkan di tepi lantai berplaster. Siapapun yang meletakkannya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu (masing-masing) meletakkan mangkuknya terbalik  di atas tanah. Bibir mangkuk itu terkikis. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan alas rumput.”  Alas rumput itu dimakan rayap. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan sepotong kain. Sepotong kain itu dimakan rayap. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan dudukan-mangkuk.”  Ketika jatuh dari dudukan-mangkuk, sebuah mangkuk pecah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan dudukan-mangkuk terbuat dari kayu elastis.”  Sebuah mangkuk terkikis oleh dudukan mangkuk terbuat dari kayu elastis itu. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan tas untuk mangkuk. Tidak ada selempang di sisinya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan selempang di sisinya, dan tali untuk mengikat.”  ||4||

Pada saat itu para bhikkhu (masing-masing) menggantung mangkuknya pada pasak di dinding  dan pada (pasak) “gading gajah”. Ketika terjatuh, sebuah mangkuk pecah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, mangkuk tidak boleh digantung. Siapapun yang menggantungnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu (masing-masing) meletakkan mangkuknya di atas alas duduk. Karena duduk dengan lengah, mereka memecahkan sebuah mangkuk saat duduk.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, mangkuk tidak boleh diletakkan di atas alas duduk. Siapapun yang meletakkannya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

…(paragraf yang sama diulangi untuk meletakkan mangkuk di atas kursi) …

Pada saat itu para bhikkhu (masing-masing) meletakkan mangkuknya di atas pangkuannya. Karena bangkit dengan lengah, sebuah mangkuk terjatuh dan pecah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, mangkuk tidak boleh diletakkan di atas pangkuan. Siapapun yang meletakkannya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu (masing-masing) meletakkan mangkuknya di atas penghalang sinar matahari.  Penghalang sinar matahari itu terbang tertiup angin kencang  dan karena jatuh mangkuk itu pecah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, mangkuk tidak boleh diletakkan di atas penghalang sinar matahari. Siapapun yang meletakkannya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu (masing-masing) membuka pintu sambil memegang mangkuk di tangan. Sewaktu pintu membuka dan menutup, sebuah mangkuk pecah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, pintu tidak boleh dibuka sambil memegang mangkuk di tangan. Siapapun yang membukanya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”  ||5||9||

Pada saat itu para bhikkhu berkeliling untuk mengumpulkan dana makanan (dan dimasukkan) ke dalam labu.  Orang-orang lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Seperti anggota sekte lain.”  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh berkeliling untuk mengumpulkan dana makanan (dan dimasukkan) ke dalam labu. Siapapun yang berkeliling (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu [114] berkeliling untuk mengumpulkan dana makanan (dan dimasukkan) ke dalam kendi-air. Orang-orang lain … (seperti di atas) … pelanggaran perbuatan-salah.” ||1||

Pada saat itu seorang bhikkhu selalu mengenakan jubah yang seluruhnya terbuat dari potongan-potongan kain;  ia membawa mangkuk yang terbuat dari tengkorak. Seorang perempuan, ketakutan saat melihatnya, berteriak ketakutan;  “ Sungguh menakutkan bagiku; ia pasti siluman  yang mengejarku.” Orang-orang lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para petapa ini, putera-putera Sakya membawa mangkuk yang terbuat dari tengkorak, seperti para pemuja siluman?”  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, mangkuk yang terbuat dari tengkorak tidak boleh dibawa. Siapapun yang membawanya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Juga para bhikkhu, kalian tidak boleh mengenakan jubah yang seluruhnya terbuat dari potongan-potongan kain. Siapapun yang mengenakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. ||2||

Pada saat itu para bhikkhu mengembalikan sisa gigitan, tulang dan air kotor  ke dalam mangkuk. Orang-orang lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Benda darimana para petapa ini, putera-putera Sakya makan, adalah tempat sampah.”  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, sisa gigitan, tulang dan air kotor tidak boleh dikembalikan ke dalam mangkuk. Siapapun yang mengembalikan (demikian), , maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan tempat sampah.” ||3||10||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB V)
« Reply #30 on: 06 March 2012, 11:17:28 PM »
Pada saat itu para bhikkhu sedang menjahit bahan jubah, setelah merobeknya dengan tangan mereka, bahan jubah itu menjadi rusak.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, Aku Mengizinkan kalian, menggunakan pisau kecil, sehelai kain wol  (untuk membungkusnya). Pada saat itu sebuah pisau kecil dengan pegangan  diperoleh oleh Sangha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan pisau kecil dengan pegangan.” Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu menggunakan berbagai jenis pisau kecil dengan pegangan, terbuat dari emas, terbuat dari perak. Orang-orang lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaikan perumah tangga yang menikmati kenikmatan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau bekata: “Para bhikkhu, berbagai jenis pisau kecil dengan pegangan tidak boleh digunakan. Siapapun yang menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Aku Mengizinkan , para bhikkhu, yang terbuat dari tulang, terbuat dari gading, terbuat dari tanduk, terbuat dari buluh, terbuat dari bambu, terbuat dari potongan kayu, terbuat dari bahan pelapis (lak), terbuat dari kristal, terbuat dari tembaga, terbuat dari bagian dalam kulit kerang.”  ||1||

Pada saat itu para bhikkhu menjahit bahan jubah dengan bulu ayam dan dengan kulit bambu  dan bahan-jubah itu menjadi tidak terjahit dengan baik. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, Aku Mengizinkan kalian menggunakan jarum.” Jarum-jarum ini menjadi berkarat.  “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, [115] menggunakan tabung untuk (menyimpan) jarum.”  Bahkan di dalam tabung, jarum-jarum itu berkarat. “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, mengisinya dengan ragi.”  Bahkan di dalam ragi, jarum-jarum itu berkarat. “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, mengisinya dengan serbuk gandum.”  Bahkan di dalam serbuk gandum, jarum-jarum itu berkarat. “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, mengisinya dengan serbuk batu.” Bahkan di dalam serbuk batu, jarum-jarum itu berkarat. “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, mencampurnya dengan lilin lebah.” Serbuk batu itu pecah. “Aku Mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan serbuk batu yang dicampur dengan getah.”  ||2||

Pada saat itu, setelah mengitari tiang di sana-sini, setelah mengikatnya, menjahit bahan-jubah. Bahan-jubah itu menjadi rusak pada bagian sudut-sudutnya.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, sebuah kerangka-kaṭhina  dan kawat untuk kerangka-kaṭhina  (dan) menjahit bahan-jubah setelah mengikatnya di sana-sini.” mereka menghamparkan kerangka-kaṭhina itu di tempat yang tidak rata; kerangka-kaṭhina itu patah. “para bhikkhu, sebuah kerangka-kaṭhina seharusnya tidak diletakkan di tempat yang tidak rata. Siapa yang menghamparkan (demikian), maka melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” Mereka menghamparkan kerangka-kaṭhina itu di atas tanah. Kerangka-kaṭhina itu menjadi kotor terkena tanah. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan tatakan rumput.”  Sisi kerangka-kaṭhina itu rusak.  “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan jalinan pengikat.”  Kerangka-kaṭhina tidak cukup lebar.  “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan sebatang tongkat di dalam kerangka-kaṭhina, sebuah tusukan,  sepotong kayu,  seutas tali untuk mengikat,  seutas benang untuk mengikat,  dan setelah mengikat bahan-jubah, kemudian menjahitnya.” Jarak antara benang menjadi tidak sama.  “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, sebuah tanda  (untuk menyamakan jarak antara benang).” Benang menjadi tidak rata. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan benang pembantu.”  ||3||

Pada saat itu para bhikkhu menginjak kerangka-kaṭhina dengan kaki yang tidak dicuci; kerangka-kaṭhina menjadi rusak. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kerangka-kaṭhina tidak boleh diinjak jika kaki tidak dicuci. Siapapun yang menginjak(nya), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu menginjak kerangka-kaṭhina dengan kaki yang basah … Beliau berkata: “Para bhikkhu, kerangka-kaṭhina tidak boleh diinjak jika kaki basah. Siapapun yang menginjak(nya), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu menginjak kerangka-kaṭhina dengan kaki mengenakan sandal  … Beliau berkata: “Para bhikkhu, kerangka-kaṭhina tidak boleh diinjak dengan kaki mengenakan sandal. Siapapun yang menginjak(nya), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||4||

Pada saat itu, para bhikkhu menjahit jubah, jemari mereka tertusuk,  jemari mereka menjadi sakit. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, Aku mengizinkan kalian menggunakan sarung jari.”  Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu mengenakan berbagai jenis sarung jari, terbuat dari emas, terbuat dari perak. [116] Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaikan perumah tangga yang menikmati kenikmatan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, berbagai jenis sarung jari tidak boleh digunakan. Siapapun yang menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, sarung jari terbuat dari tulang … terbuat dari bagian dalam kulit kerang.”

Pada saat itu jarum-jarum, pisau-pisau kecil dan sarung-sarung jari hilang. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, sebuah mangkuk kecil untuk menyimpan (benda-benda ini).”  (isi dari) mangkuk kecil itu campur aduk. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, sebuah tas untuk sarung-sarung jari.” Tidak ada tali gantungan di sisinya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, tali gantungan di sisinya, seutas benang untuk mengikat.”  ||5||

Pada saat itu para bhikkhu sedang menjahit jubah di ruang terbuka, mereka diserang oleh panas dan dingin.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, sebuah aula untuk kerangka-kaṭhina, sebuah gubuk untuk kerangka-kaṭhina.” Aula untuk kerangka-kaṭhina rendah di atas tanah,  sehingga dibanjiri air. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk meninggikannya lebih tinggi dari atas tanah.” Tumpukan itu rubuh. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menumpuk tiga (jenis) tumpukan: tumpukan bata, tumpukan batu, tumpukan kayu.”  Mereka kesulitan menaikinya. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, tiga (jenis) tangga: tangga dari bata, tangga dari batu, tangga dari kayu.” Mereka terjatuh ketika menaikinya. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, pegangan tangga.”  Serbuk rumput  jatuh ke dalam aula di mana terdapat kerangka-kaṭhina. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah mengikatkan pada (atap ), melapisi bagian dalam dan bagian luar,  memutihkan,  mewarnai hitam, kapur merah, hiasan-lingkaran, hiasan-menjalar, corak gigi ikan todak, lima (helai) rancangan kain, kemudian menggunakan sebatang bambu untuk menggantung bahan-jubah.  Seutas tali untuk menggantung bahan-jubah.”  ||6||

Pada saat itu para bhikkhu, setelah menjahit bahan-jubah, pergi dengan meninggalkan kerangka-kaṭhina di tempat itu, dan kerangka-kaṭhina itu digigit oleh tikus dan rayap. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk melipat kerangka-katṭhina.” Kerangka-kaṭhina itu patah. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk melipat kerangka-katṭhina menggunakan batang kayu.”  Kerangka-kaṭhina terpelintir dari posisinya.  “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, seutas tali untuk mengikatnya.” Pada saat itu para bhikkhu, setelah mengangkat kerangka-kaṭhina itu bersandar di dinding dan tiang, pergi dan kerangka-kaṭhina itu jatuh dan patah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menggantungnya pada pasak di dinding atau pada (pasak) ‘gading gajah’. ||7||11||

Sang Bhagavā setelah menetap selama yang Beliau inginkan, kemudian melakukan perjalanan menuju Vesāli. Pada saat itu [117] para bhikkhu yang turut dalam perjalanan itu (masing-masing) membawa jarum dan pisau kecil dan obat-obatan dalam mangkuk mereka. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggunakan sebuah tas untuk obat-obatan.” Tidak ada tali gantungan di sisinya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, tali gantungan di sisinya, seutas benang untuk mengikat.”

Pada saat itu seorang bhikkhu setelah mengikat sandalnya di sabuknya memasuki desa untuk menerima dana makanan. Seorang umat awam, menyapa bhikkhu tersebut, kepalanya membentur sandal itu. Bhikkhu itu menjadi malu. Kemudian, bhikkhu itu setelah kembali ke vihara, memberitahukan hal ini kepada para bhikkhu. Para bhikkhu mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, tas untuk sandal.” Tidak ada tali gantungan di sisinya. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, tali gantungan di sisinya, seutas benang untuk mengikat.” ||12||

Pada saat itu di suatu jalan tertentu terdapat air yang tidak layak dikonsumsi  (karena) tidak ada saringan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, saringan air.” Sepotong kain kecil tidak mencukupi. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, saringan air pada sebuah sendok.” Sepotong kain kecil tidak mencukupi. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kendi air pengatur.”  ||1||

Pada saat itu dua orang bhikkhu sedang melakukan perjalanan di jalan utama di Negeri Kosala. Salah satu bhikkhu itu berperilaku buruk.  Bhikkhu lainnya berkata kepada bhikkhu itu: “Jangan melakukan itu, Yang Mulia, itu tidak boleh.” Bhikkhu itu menggerutu padanya. Kemudian bhikkhu tersebut, tersiksa oleh dahaga, berkata kepada bhikkhu yang menggerutu itu: “Berikan aku saringan air,  Yang Mulia. Aku ingin minum.” Bhikkhu yang menggerutu itu tidak memberikan. Bhikkhu yang kehausan itu akhirnya meninggal dunia, tersiksa oleh dahaga. Kemudian bhikkhu itu, setelah sampai di vihara, memberitahukan hal ini kepada para bhikkhu. Mereka berkata: “Tetapi apakah engkau, Yang Mulia, (walaupun) telah diminta, tidak memberikan saringan air?”

“Tidak, Yang Mulia.” Para bhikkhu lainnya mencela, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin bhikkhu ini, ketika diminta saringan air, tidak memberikan?” Kemudian para bhikkhu itu mengadukan hal tersebut kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā dalam kesempatan ini, sehubungan dengan persoalan ini, setelah mengumpulkan para bhikkhu, menanyai bhikkhu tersebut, dengan mengatakan:

“Benarkah, dikatakan, bahwa engkau, Bhikkhu, ketika diminta saringan air, tidak memberikan?”

“Benar, Bhagavā.” Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā menegurnya, dengan mengatakan:

“tidaklah patut bagimu, orang dungu, tidaklah pantas, tidaklah sesuai, tidak selayaknya bagi seorang petapa. Tidak diperbolehkan, seharusnya tidak dilakukan. Bagaimana mungkin engkau, orang dungu ketika diminta saringan air, tidak memberikan? Ini bukanlah, [118] orang dungu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …’ Setelah menegurnya, setelah membabarkan khotbah yang sesuai, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu yang melakukan perjalanan di jalan utama dan diminta saringan air, ia tidak boleh tidak memberikan. Siapapun yang tidak memberikan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Dan juga, para bhikkhu, kalian tidak boleh berjalan di jalan utama tanpa membawa saringan air. Siapapun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Jika tidak ada saringan air dan tidak ada kendi yang sesuai aturan, maka sudut dari jubah luar dapat digunakan dengan mengucapkan, ‘Aku akan meminum (air) setelah menyaringnya dengan ini’.” ||2||

Kemudian Sang Bhagavā, berjalan secara perlahan akhirnya sampai di Vesālī. Di Vesāli Sang Bhagavā menetap di Hutan Besar di Aula Beratap Lancip. Pada saat itu para bhikkhu sedang melakukan perbaikan. Saringan-air digunakan tanpa henti.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, saringan air ganda.”  Saringan air ganda itu digunakan tanpa henti. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah saringan.”  Pada saat itu para bhikkhu diganggu oleh nyamuk. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, menggunakan kelambu.”  ||3||13||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB V)
« Reply #31 on: 06 March 2012, 11:18:00 PM »
Pada saat itu di Vesālī sedang diadakan pengaturan iring-iringan persembahan makanan mewah.  Para bhikkhu, setelah memakan makanan mewah menjadi sakit dengan tubuh penuh dengan cairan  (tidak baik). Tabib Jīvaka Komārabaccha mengunjungi Vesālī untuk satu dan lain urusan. Jīvaka Komārabaccha melihat para bhikkhu yang sakit dengan tubuh penuh dengan cairan (tidak baik); melihat mereka, ia mendekati Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk pada jarak yang semestinya. Setelah ia duduk pada jarak yang semestinya, Jīvaka Komārabaccha berkata kepada Sang Bhagavā:

“Saat ini, Bhagavā, para bhikkhu sakit dengan tubuh penuh dengan cairan (tidak baik). Baik sekali, Bhagavā, jika Bhagavā memperbolehkan suatu tempat untuk para bhikkhu berjalan mondar-mandir dan sebuah kamar mandi.  Dengan demikian akan mengurangi penderitaan para bhikkhu.”  Kemudian Sang Bhagavā menyenangkan, menggembirakan, membangkitkan semangat Jīvaka Komārabhacca dengan khotbah dhamma. Kemudian Jīvaka Komārabacha senang … bersemangat mendengar khotbah dhamma dari Sang Bhagavā, bangkit dari duduknya, setelah berpamitan pada Sang Bhagavā, ia pergi dengan Sang Bhagavā di sisi kanannya. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah membabarkan khotbah yang sesuai, berkata kepada para bhikkhu:

“Aku mengizinkan, para bhikkhu, tempat untuk berjalan mondar-mandir, dan kamar mandi.” ||1||

Pada saat itu [119] para bhikkhu berjalan mondar-mandir di tempat berjalan mondar-mandir  yang tidak rata; kaki mereka menjadi sakit. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk meratakannya.” Tempat berjalan mondar-mandir itu terletak rendah di atas tanah; tempat itu dibanjiri air. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk meninggikannya … (seperti pada V.11.6) … Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, pegangan tangan.”

Pada saat itu, para bhikkhu, ketika sedang berjalan mondar-mandir di tempat berjalan mondar-mandir, terjatuh. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, pagar di sekeliling tempat berjalan mondar-mandir.”  Pada saat itu para bhikkhu, berjalan mondar-mandir di ruang terbuka, terganggu oleh panas dan dingin. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, suatu ruangan di tempat berjalan mondar-mandir.” Serbuk rumput jatuh ke dalam ruang tempat berjalan mondar-mandir. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah mengikatkan pada (atap), … (seperti pada V. 11.6) … Seutas tali untuk menggantung bahan-jubah.” ||2||

Kamar mandi terletak rendah di atas tanah sehingga dibanjiri oleh air. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk meninggikannya … (seperti pada V.11.6) … sebuah pegangan tangan.” Tidak ada pintu  pada kamar mandi itu, “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, sebuah pintu, tiang pintu dan kusen,  sebuah cekungan seperti lesung (agar pintu dapat berayun ), sebuah tonjolan kecil di atas,  sebuah tiang untuk pasak pengunci,  sebuah ‘kepala monyet,’ sebuah paku (untuk mengencangkan pasak),  (sepotong kayu) sebagai pasak,  sebuah lubang kunci,  sebuah lubang untuk menarik (tali),  seutas tali untuk menarik.” 

Bagian bawah bilah dan pelapis dinding kamar mandi itu rusak. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membuat sekat (disekelilingnya).”  Kamar mandi itu tidak memiliki pipa untuk uap.  “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah pipa untuk uap.”

Pada saat itu para bhikkhu membuat perapian di dalam kamar mandi, dan tidak ada jalan masuk.  “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membuat perapian di satu sisi kamar mandi yang kecil, dan di tengah kamar mandi yang besar.” Api di dalam kamar mandi membakar wajah mereka. “Aku mengizinkan kalian para bhikkhu, lempung untuk wajah.”  Mereka membasahi lembung itu dengan tangan. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah ember untuk lempung.” Lempung itu menjadi bau. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menghilangkan baunya.”  Api di dalam kamar mandi membakar badan mereka. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk mengambil air.” Mereka mengambil air menggunakan cawan dan mangkuk. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu wadah untuk air,  cawan  untuk air.” Kamar mandi yang beratap rumput tidak membat mereka berkeringat. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah mengikatnya pada (atap) , melapisi bagian dalam dan luarnya.” Kamar mandi menjadi becek. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memasang tiga (jenis) ubin: ubin bata, ubin batu, ubin kayu.” Bahkan dengan begitu masih becek. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk mencucinya.” Air membanjiri. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah saluran air.”  Pada saat itu para bhikkhu duduk [120] di atas tanah di dalam kamar mandi dan badan mereka tertusuk paku dan jarum. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, sebuah kursi di kamar mandi.” Pada saat itu kamar mandi tidak berpagar. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) pagar untuk memagarinya: pagar bata, pagar batu, pagar kayu.”  ||3||

Tidak ada teras.  “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah teras” Teras itu rendah di atas tanah; dan dibanjiri air. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk meninggikannya … (seperti pada V. 11. 6) … pegangan tangan.” Tidak ada pintu di teras itu. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah pintu tiang pintu, dan kusen … (seperti pada V. 14. 3) … sebuah lubang untuk menarik (tali), seutas tali untuk menarik.” Serbuk rumput jauh ke teras. “aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah mengikatkan pada (atap), melapisi bagian dalam dan bagian luar,  memutihkan,  mewarnai hitam, kapur merah, hiasan-lingkaran, hiasan-menjalar, corak gigi ikan todak, lima (helai) rancangan kain.”  ||4||

Ruangan itu menjadi becek.  “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, unrtuk menaburkan kerikil.”  Mereka tidak berhasil melakukannya. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, memasang ubin.” Air membanjiri. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah saluran air.”  ||5||14||

Pada saat itu para bhikkhu, sambil telanjang,  menyapa yang lainnya yang juga telanjang dan meminta mereka yang juga telanjang untuk menyapa mereka; melayani mereka yang telanjang dan meminta orang lain melayani mereka yang telanjang; sambil telanjang mereka memberikan sesuatu kepada mereka yang telanjang, menerimanya sambil telanjang, makan sambil telanjang, mengunyah sambil telanjang, minum sambil telanjang. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, ia yang sedang telanjang tidak boleh menyapa atau disapa oleh ia yang telanang; ia yang sedang telanjang tidak boleh meminta orang lain untuk menyapa atau disapa oleh ia yang telanjang; suatu layanan bagi ia yang telanjang tidak boleh dilakukan oleh ia yang telanang, suatu layanan bagi ia yang telanjang tidak boleh diminta untuk dilakukan oleh ia yang telanjang; seseorang yang telanang tidak boleh memberikan sesuatu kepada seorang yang telanjang, seseorang yang telanjang tidak boleh menerima, seseorang yang telanjang tidak boleh makan … tidak boleh mengunyah … tidak boleh minum. Siapapun yang melakukan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||15||

Pada saat itu para bhikkhu meletakkan jubah mereka di atas tanah di dalam kamar mandi; jubah-jubah itu menjadi kotor.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, bambu untuk menggantung jubah, seutas tali untuk menggantung jubah,” Ketika hujan turun, jubah-jubah itu menjadi basah. “aku mengizinkan, [121] para bhikkhu, sebuah ruangan di dalam kamar mandi.” Ruangan di dalam kamar mandi itu rendah di atas tanah. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, … (seperti pada V.11.6) … pegangan tangan.” Serbuk rumput jatuh ke dalam ruangan di dalam kamar mandi. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah mengikatkan pada (atap) … (seperti pada V.11.6) … bambu untuk menggantung jubah, seutas tali untuk menggantung jubah.” ||1||

Pada saat itu para bhikkhu merasa ragu dalam hal melakukan kegiatan baik ketika di dalam kamar mandi dan di dalam air. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) penutup: penutup kamar mandi, penutup air, penutup oleh kain.

Pada saat itu tidak ada air di kamar mandi. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah sumur.” Pembatas sumur itu rubuh.  “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menumpuk tiga (jenis) tumpukan: tumpukan bata, tumpukan batu, tumpukan kayu.” Sumur itu terletak rendah di atas tanah … (seperti pada V.11.6)  “ … Aku mengizinan, para bhikkhu, pegangan tangan.”

Pada saat itu para bhikkhu mengambil air dengan menggunakan tali hutan, dan menggunakan sabuk pinggang. “Aku mengizinkan, kalian, para bhikkhu, seutas tali untuk menarik air.” Tangan mereka menjadi sakit. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, galah-sumur,  roda tangan,  sebuah roda dan ember.”  Banyak kendi yang pecah. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) kendi: kendi tembaga, kendi kayu, potongan kulit binatang.”

Pada saat itu para bhikkhu menarik air di ruang terbuka, mereka terganggu oleh dingin dan panas. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, … (seperti pada V.11.6) … bambu untuk menggantung jubah, seutas tali untuk meggantung jubah.” Sumur itu tidak tertutup. Dikotori oleh serbuk rumput dan debu. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah tutup.”  Tidak ada wadah penampung air. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah palung untuk menampung air, jambangan  untuk menampung air.” ||2||16||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB V)
« Reply #32 on: 06 March 2012, 11:18:38 PM »
Pada saat itu para bhikkhu mandi di sana-sini, di mana-mana di dalam vihara; vihara menjadi becek. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kolam.” Kolam itu menjadi kolam umum. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) pagar untuk memagarinya: pagar bata, pagar batu, pagar kayu.”  Kolam itu menjadi becek: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, tiga (jenis) ubin: ubin bata, ubin batu, ubin kayu.”” Air membanjiri. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah saluran air.”  Pada saat itu badan para bhikkhu kedinginan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu,handuk (yang mengeringkan) air  dan untuk menggosok badan kalian dengan kain.”  ||1||

Pada saat itu [122] seorang umat awam ingin sekali membangun tangki air untuk Saṅgha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah tangki air.” Dinding pembatas tangki tersebut rubuh.  “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menumpuk tiga (jenis) tumpukan: tumpukan bata, tumpukan batu, tumpukan kayu.” Mereka kesulitan untuk menaikinya. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, tiga (jenis) tangga: tangga bata, tangga batu, tangga kayu.”  Ketika naik mereka terjatuh. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, pegangan tangan.” Air di dalam tangki menjadi bau. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, pipa untuk air,  saluran untuk air.”

Pada saat itu seorang umat awam ingin sekali membangun kamar mandi beratap lengkung  untuk Saṅgha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kamar mandi beratap lengkung.” ||2||17||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu sedang pergi, terpisah dari  kain alas duduk mereka  selama empat bulan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh pergi, terpisah dari kain alas duduk kalian selama empat bulan. Siapapun yang melakukan (demikian), terpisah darinya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu tidur berbaring pada tempat tidur yang ditaburi bunga-bungaan. Orang-orang, yang mengunjungi tempat kediaman itu, setelah melihat mereka … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti perumah tangga yang menikmati kenikmatan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh tidur berbaring pada tempat tidur yang ditaburi bunga-bungaan. Siapapun yang tidur berbaring (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu orang-orang, membawa dupa dan bunga-bunga, datang ke vihara. Para bhikkhu, dengan penuh ketelitian, tidak menerimanya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah menerima dupa, memberikan tanda lima jari  pada pintu; setelah menerima bunga, meletakkannya di dalam tempat tinggal di satu sisi.” ||18||

Pada saat itu sehelai kain tebal  dipeeroleh Saṅgha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sehelai kain tebal.” Kemudian para bhikkhu itu berpikir: “Sekarang, apakah sehelai kain tebal itu harus dibagi atau diserahkan kepada seseorang?”  “Sehelai kain tebal, para bhikkhu, tidak boleh dibagi atau diberikan kepada seseorang.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu makan (dengan bersandar pada) dipan berhias.  Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti perumah tangga yang menikmai kenikmatan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh makan (dengan bersandar pada) dipan berhias. Siapapun yang makan (demikian) maka ia melakukan pelanggaran [123] perbuatan-salah.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu makan dari satu piring  dan minum dari satu cangkir  dan berbagi satu dipan dan berbagi sehelai kain dan berbagi satu penutup  dan berbagi sehelai kain penutup.  Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti perumah tangga yang menikmati kenikmatan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh makan dari satu piring juga tidak boleh minum dari satu cangkir juga tidak boleh berbagi satu dipan juga tidak boleh berbagi satu sehelai kain juga tidak boleh berbagi satu penutup juga tidak boleh berbagi sehelai kain penutup. Siapapun yang berbagi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||2||19||

Pada saat itu Vaḍḍha si Licchavi adalah teman dari para bhikkhu pengikut Mettiya dan Bhummajaka.  Kemudian Vaḍḍha si Licchavi mendekati para bhikkhu yang adalah para pengikut dari Mettiya dan Bhummajaka; setelah mendekat, ia berkata kepada para bhikkhu yang adalah para pengikut dari Mettiya dan Bhummajaka: “Saya memberi hormat kepada kalian, para guru.” Ketika ia mengatakan hal itu, para bhikkhu yang adalah para pengikut dari Mettiya dan Bhummajaka tidak menjawab. Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Vaḍḍha si Licchavi berkata kepada para bhikkhu yang adalah para pengikut dari Mettiya dan Bhummajaka: “Saya memberi hormat kepada kalian, para guru.” Dan untuk ke tiga kalinya para bhikkhu yang adalah para pengikut dari Mettiya dan Bhummajaka tidak menjawab. Ia berkata: “Apakah saya melakukan kesalahan terhadap para guru? Mengapa para guru tidak menjawab?”

“Itu adalah karena engkau, Sahabat Vaḍḍha, yang tidak memihak ketika kami diganggu oleh Dabba dari Malla.”

“Apa yang dapat saya lakukan, guru?”

“Pergilah engkau, Sahabat Vaḍḍha, pergilah temui Sang Bhagavā; katakan kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: ‘Ini, Bhagavā, sungguh tidak layak, tidak sepantasnya tempat ini yang seharusnya tanpa ketakutan, aman, tanpa bahaya, menjadi tempat yang penuh ketakutan, tidak aman, penuh bahaya. Tempat yang dulunya tenang, sekarang terdapat badai. Sepertinya air ini bergolak. Istriku telah digoda oleh Guru Dabba dari Malla.’” ||1||

“Baiklah, Guru” dan Vaḍḍha si Licchavi, setelah menyetujui permintaan para bhikkhu yang adalah para pengikut dari Mettiya dan Bhummajaka, mendekati Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak yang semestinya. Setelah ia duduk dalam jarak yang semestinya [124], Vaḍḍha si Licchavi berkata kepada Sang Bhagavā: “Ini, Bhagavā, sugguh tidak layak … Istriku telah digoda oleh Guru Dabba dari Malla.

Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah mengumpulkan Saṅgha para bhikkhu, bertanya kepada Yang Mulia Dabba dari Malla, dengan mengatakan: “Dabba, apakah engkau ingat telah melakukan apa yang dikatakan Vaḍḍha ini?”

“Bhagavā, Sang Bhagavā mengetahui sehubunga denganku.” Dan untuk ke dua kalinya Sang Bhagavā … dan untuk ke tiga kalinya Sang Bhagavā bertanya kepada Yang Mulia Dabba dari Malla: “Dabba, apakah engkau ingat telah melakukan apa yang dikatakan Vaḍḍha ini?”

“Bhagavā, Sang Bhagavā mengetahui sehubunga denganku.”

“Dabba; para Dabba tidak memberikan jawaban mengelak seperti itu. jika apa yang dilakukan telah dilakukan olehmu, katakanlah ya; jika tidak dilakukan olehmu, katakan tidak.”

“Bhagavā, sejak aku dilahirkan aku tidak ingat pernah melakukan hubungan seksual bahkan dalam mimpi; apa lagi ketika aku sadar.” ||2||

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Karena hal ini, para bhikkhu, biarlah Saṅgha membalikkan  mangkuk Vaḍḍha si Licchavi, Saṅgha boleh menjatuhkan hukuman tidak makan bersama Saṅgha.  Para bhikkhu, jika seorang umat awam memiliki delapan kualitas, maka mangkuknya boleh dibalikkan:  jika ia berusaha agar para bhikkhu tidak menerima (perolehan), jika ia berusaha agar para bhikkhu tidak memperoleh keuntungan, jika ia berusaha agar para bhikkhu tidak memperoleh tempat tinggal, jika ia mencela dan menghina para bhikkhu, jika ia menyebabkan perpecahan di antara para bhikkhu,  jika ia mencela Yang Tercerahkan, jika ia mencela dhamma, jika ia mencela Saṅgha. Aku mengijinkan kalian, para bhikkhu, membalikkan mangkuk seorang umat awam jika ia memiliki delapan kualitas ini. ||3||

Dan Beginilah, para bhikkhu, pembalikan tersebut: Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan berkompeten, yang berkata: ‘Yang Mulia, Mohon Sangha mendengarkan saya. Vaḍḍha si Licchavi memfitnah Yang Mulia Dabba orang Malla dengan tuduhan tanpa dasar bahwa ia telah jatuh dari kebiasaan bermoral.  Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha harus membalikkan mangkuk Vaḍḍha si Licchavi, Saṅgha harus menjatuhkan hukuman tidak makan bersama Saṅgha. Ini adalah usul. Yang Mulia, Mohon Sangha mendengarkan saya. Vaḍḍha si Licchavi memfitnah … jatuh dari kebiasaan bermoral. Saṅgha membalikkan mangkuk Vaḍḍha si Licchavi, Saṅgha menjatuhkan hukuman tidak makan bersama Saṅgha.  Jika pembalikan mangkuk Vaḍḍha si Licchavi dan penjatuhan hukuman tidak makan bersama Saṅgha sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silahkan berbicara. Mangkuk Vaḍḍha si Licchavi dibalikkan oleh Saṅgha dan (akan ada) hukuman tidak makan bersama Saṅgha. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||4||

Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah merapikan jubahnya di pagi hari itu, membawa mangkuk dan jubahnya, mendatangi kediaman Vaḍḍha si Licchavi; setibanya di sana, ia berkata kepada Vaḍḍha si Licchavi: “Mangkukmu, Sahabat Vaḍḍha, telah dibalikkan oleh Saṅgha, engkau tidak bersama Saṅgha.” [125] kemudian Vaḍḍha si Licchavi berpikir: “Dikatakan bahwa mangkukku telah dibalikkan oleh Saṅgha, dikatakan bahwa aku tidak makan bersama Saṅgha,” pingsan dan jatuh di tempat itu juga. Kemudian teman-teman, kerabat dan sanak saudara  Vaḍḍha si Licchavi:

“Cukup, Vaḍḍha, jangan bersedih, jangan meratap, kami akan mendamaikan  engkau dengan Sang Bhagavā dan Saṅgha.” Kemudian Vaḍḍha si Licchavi bersama istri dan anak-anaknya, bersama dengan teman-teman dan kerabatnya, bersama dengan sanak-saudaranya, dengan pakaian basah, rambut basah mendatangi Sang Bhagavā; setelah datang, ia berkata kepada Sang Bhagavā:

“Bhagavā, suatu pelanggaran telah menguasaiku,  dalam hal bahwa aku, karena dungu, tersesat ,bersalah karena aku telah memfitnah Guru Dabba orang Malla dengan tuduhan tanpa dasar bahwa ia telah jatuh dari kebiasaan bermoral. Untuk ini, Bhagavā, sudilah Bhagavā mengakui pelanggaranku ini sebagai pelanggaran demi pengendalian di masa depan.”

“Sungguh suatu pelanggaran telah menguasaimu, Sahabat Vaḍḍha, dalam hal bahwa engkau, karena dungu, tersesat ,bersalah karena engkau telah memfitnah Dabba orang Malla dengan tuduhan tanpa dasar bahwa ia telah jatuh dari kebiasaan bermoral. Tetapi jika engkau,Sahabat Vaḍḍha, setelah melihat pelanggaran sebagai pelanggaran, mengakui sesuai aturan, kami  menerimanya. Karena, Sahabat Vaḍḍha, dalam disiplin mulia, hal ini berkembang: siapapun yang telah melihat suatu pelanggaran sebagai pelanggaran, mengakuinya sesuai aturan, ia akan mengendalikan diri di masa depan.” ||5||

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Baiklah, sekarang para bhikkhu, biarlah Saṅgha menegakkan mangkuk Vaḍḍha si Licchavi, biarlah Saṅgha mengijinkannya makan bersama Saṅgha. Para bhikkhu, jika seorang awam memiliki delapan kualitas mangkuknya boleh ditegakkan: jika ia tidak berusaha agar para bhikkhu tidak menerima (perolehan), jika ia tidak berusaha agar para bhikkhu tidak memperoleh keuntungan, jika ia tidak berusaha agar para bhikkhu tidak memperoleh tempat tinggal, jika ia tidak mencela dan menghina para bhikkhu, jika ia tidak menyebabkan perpecahan di antara para bhikkhu,  jika ia tidak mencela Yang Tercerahkan, jika ia tidak mencela dhamma, jika ia tidak mencela Saṅgha. Aku mengijinkan kalian, para bhikkhu, menegakkan mangkuk seorang umat awam jika ia memiliki delapan kualitas ini. ||6||

Dan Beginilah, para bhikkhu, pembalikan tersebut: Para bhikkhu, Vaḍḍha si Licchavi, setelah menghadap Saṅgha, setelah meapikan jubahnya di aslah satu bahunya, setelah memberi horat di kaki para bhikkhu, setelah duduk berlutut, setelah merangkapkan tangan, harus mengucapkan: ‘Yang Mulia, mangkukku telah dibalikkan oleh Saṅgha. Aku tidak makan bersama dengan Saṅgha. Tetapi aku, Yang Mulia, sekarang telah berperilaku benar. Aku terkendali, aku memperbaiki sikapku, dan aku memohon agar Saṅgha menegakkan mangkukku.’ Dan untuk ke dua kalinya permohonan itu diajukan. Dan untuk ke tiga kalinya permohonan itu diajukan. Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan berkompeten, yang berkata: ‘Yang Mulia, Mohon Sangha mendengarkan saya. Mangkuk Vaḍḍha si Licchavi telah dibalikkan oleh Saṅgha; tetapi sekarang ia telah berperilaku benar. Ia terkendali, ia memperbaiki sikapnya; ia memohon agar Saṅgha menegakkan mangkuknya. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha harus menegakkan mangkuk Vaḍḍha si Licchavi, Saṅgha harus mengijinkannya untuk makan bersama Saṅgha. Ini adalah usul. Yang Mulia, Mohon Sangha mendengarkan saya. Mangkuk Vaḍḍha si Licchavi telah dibalikkan … ia memohon agar Saṅgha menegakkan mangkuknya. Saṅgha menegakkan mangkuk Vaḍḍha si Licchavi, Saṅgha mengijinkannya makan bersama Saṅgha. Jika penegakkan mangkuk Vaḍḍha si Licchavi sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silahkan berbicara. Mangkuk Vaḍḍha si Licchavi ditegakkan oleh Saṅgha dan (akan ada) makan bersama Saṅgha. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||7||20||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB V)
« Reply #33 on: 06 March 2012, 11:19:31 PM »
Kemudian Sang Bhagavā, setelah menetap di Vesāli selama yang Beliau kehendaki, melakukan perjalanan menuju Bhagga.  Akhirnya, setelah berjalan kaki dalam perjalanan itu, Sang Bhagavā tiba di Bhagga. Sang Bhagavā berdiam di antara penduduk Bhagga di Bukit Sumsumāra  di Hutan Bhesakaḷā di Taman Rusa. Pada saat itu Kokanada  adalah nama istana Pangeran Bodhi ; istana itu belum lama dibangun dan karenanya belum ditempati oleh petapa atau brahmana atau manusia manapun.  Kemudian Pangeran Bodhi memanggil Brahmana muda putera Sañjikā dan berkata: “Pergilah, putera Sañjikā, temuilah Sang Bhagavā; setelah menghadap, atas namaku bersujudlah dengan kepalamu di kaki Sang Bhagavā, tanyakan apakah Beliau sehat, tidak sakit, bertenaga, kuat, berdiam dengan nyaman, dan katakan: ‘Bhagavā, Pangeran Bodhi bersujud dengan kepalanya di kaki Sang Bhagavā dan menanyakan apakah Beliau sehat … berdiam dengan nyaman,’ dan katakan ini: ‘Bhagavā, sudilah Bhagavā menerima persembahan makanan dari Pangeran Bodhi besok bersama dengan Saṅgha para bhikkhu.’”

“Baiklah, Tuan,” dan brahmana muda, putera Sañjikā, setelah menjawab Pangeran Bodhi, mendatangi Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah saling bertukar sapa dengan Sang Bhagavā, setelah beramah-tamah dalam cara yang sopan dan bersahabat, duduk pada jarak yang selayaknya. Sambil duduk pada jarak yang selayaknya brahmana muda, putera Sañjikā berkata kepada Sang Bhagavā: “Pangeran Bodhi bersujud dengan kepalanya di kaki Yang Mulia Gotama … dan berkata agar sudilah Yang Mulia Gotama menerima persembahan makanan dari Pangeran Bodhi besok bersama dengan Saṅgha para bhikkhu.” Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri. ||1||

Kemudian brahmana muda, putera Sañjikā, setelah memahami persetujuan Sang Bhagavā, bangkit dari duduknya dan menghadap Pangeran Bodhi; [127] setelah menghadap, ia berkata kepada Pangeran Bodhi: “Saya telah berkata, tuan, atas namamu kepada Yang Mulia Gotama, bahwa: ‘Pangeran Bodhi bersujud … bersama dengan Saṅgha para bhikkhu.’ Dan Petapa Gotama menerima.” Kemudian Pangeran Bodhi menjelang malam berakhir, setelah mempersiapkan makanan-makanan mewah, keras dan lunak, dan setelah menebarkan kain putih di seluruh istana Kokanda hingga anak tangga terakhir,  berkata kepada brahmana muda, putera Sañjikā: “Pergilah, Sahabat, datangilah Sang Bhagavā; setelah menghadap, beritahukanlah waktunya kepada Sang Bhagavā dengan mengatakan: ‘Waktunya telah tiba, Bhagavā, makanan telah siap.’”

“Baiklah, Tuan,” dan brahmana muda, putera Sañjikā, setelah menjawab Pangeran Bodhi, mendatangi Sang Bhagavā; setelah menghadap, ia memberitahukan waktunya kepada Sang Bhagavā dengan mengatakan: “Waktunya telah tiba, Bhagavā, makanan telah siap.” Kemudian Sang Bhagavā, setelah merapikan jubah di pagi hari, membawa mangkuk dan jubahnya, mendatangi kediaman Pangeran Bodhi. Pada saat Sang Bhagavā datang, Pangeran Bodhi sedang berdiri di teras di gerbang luar. Dari jauh Pangeran Bodhi melihat Sang Bhagavā datang, dan melihat Beliau, setelah pergi menyambut Beliau, setelah meyapa Sang Bhagavā, setelah memberi hormat kepada Beliau, Beliau mendatangi Istana Kokanada. Kemudian Sang Bhagavā berdiri diam di anak tangga terakhir. Kemudian Pangeran Bodhi berkata kepada Sang Bhagavā:

“Bhagavā, silahkan Bhagavā menginjak  kain, silahkan Yang sempurna menempuh Sang Jalan menginjak kain demi berkah dan kebahagiaan bagiku untuk waktu yang lama.” Ketika ia berkata demikian, Sang Bhagavā hanya berdiam diri. Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Pangeran Bodhi berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhagavā, Silahkan Bhagavā menginjak … demi berkah dan kebahagiaaku untuk waktu yang lama.” Kemudian Sang Bhagavā menatap Yang Mulia Ānanda. Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Pangeran Bodhi:

“Mohon kain ini, pangeran, disingkirkan, Bhagavā tidak akan menginjak alas lantai dari kain,  Sang Penemu-Kebenaran berbelas kasih  kepada mereka yang datang belakangan.”  ||2||

Kemudian Pangeran Bodhi, setelah menyingkirkan kain, menyiakan sebuah kursi di lantai atas di Kokanda.  Kemudian Sang Bhagavā naik ke Istana Kokanada, duduk bersama para bhikkhu di tempat duduk yang telah dipersiapkan. Kemudian Pangeran Bodhi, setelah melayani para bhikkhu yang dipimpin oleh Yang Tercerahkan dengan makanan-makanan mewah, keras dan lunak dengan tangannya sendiri, ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah menarik tanganNya dari mangkukNya, ia duduk pada jarak yang selayaknya.  Kemudian Sang Bhagavā setelah menggembirakan, menyenangkan, membangkitkan semangat Pangeran Bodhi dengan khotbah Dhamma ketika ia duduk pada jarak yang selayaknya, [128] bengkit dari dudukNya, dan pergi. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh menginjak lantai beralas kain.  Siapapun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||3||

Pada saat itu, seorang perempuan yang selalu mengalami keguguran kandungan, setelah mengundang para bhikkhu, setelah mempersiapkan alas lantai dari kain, berkata: “Yang Mulia, silahkan injak kain itu.” Para bhikkhu, takut melakukan pelanggaran, tidak menginjak kain itu. ia berkata: “Yang Mulia, injaklah kain itu demi keberuntungan.” Para bhikkhu, takut melakukan pelanggaran, tidak menginjak kain itu. kemudian perempuan itu menyebarkan hal itu dengan mengatakan: “Bagaimanakah para guru ini (walaupun) dimohon demi keberuntungan tidak mau menginjak alas lantai dari kain?” para bhikkhu mendengar perempuan ini yang … menyebarkan hal itu. kemudian mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para perumah tangga, para bhikkhu, mengharapkan keberuntungan.  Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, ketika diminta oleh perumah tangga demi keberuntungan, untuk menginjak alas lantai dari kain.”

Pada saat itu para bhikkhu ragu-ragu apakah diperbolehkan menginjak sehelai kain untuk digunakan setelah mencuci kaki.  Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menginjak sehelai kain setelah mencuci kaki.” ||4||21||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB V)
« Reply #34 on: 06 March 2012, 11:20:45 PM »
Bagian Pengulangan Ke dua


Setelah menetap di antara para penduduk Bhagga selama yang Beliau kehendaki, kemudian Sang Bhagavā pergi menuju Sāvatthī. Berjalan kaki dalam perjalanan itu akhirnya Beliau tiba di Sāvatthī. Di Sāvatthī Sang Bhagavā berdiam di Hutan Jeta di Vihara Anāthapiṇḍika. Kemudian Visākhā, Ibu Migāra, membawa sebuah kendi kecil, gosokan (kaki dari tembikar)  dan sebuah sapu, mendatangi Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk pada jarak yang selayaknya. Sambil duduk pada jarak yang selayaknya, Visākhā, ibu Migāra, berkata kepada Sang Bhagavā:  “Bhagavā, sudilah Bhagavā menerima kendi kecil dan gosokan (kaki dai tembikar) dan sapu ini sehingga menjadi berkah dan kebahagiaanku untuk waktu yang lama.” Sang Bhagavā menerima kendi kecil dan sapu; Sang Bhagavā tidak menerima gosokan (kaki dari tembikar). Kemudian Sang Bhagavā menggembirakan, menyenangkan, membangkitkan semangat Visākhā, ibu Migāra, dengan khotbah dhamma. Kemudian Visākhā, ibu Migāra gembira, senang, … oleh khotbah dhamma Sang Bhagavā, bangkit dari duduknya, setelah pamit kepada Sang Bhagavā, pergi dengan Beliau di sisi kanannya. Kemudian [129] Sang Bhagavā dalam kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu:

“Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kendi kecil dan sapu. Para bhikkhu, kalian tidak boleh menggunakan gosokan (kaki dari tembikar). Aiapapun yang menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) gosokan kaki:  batu,  kerikil, sampah-lautan.”  ||1||

Kemudian Visākhā, ibu Migāra, membawa sebuah kipas  dan kebutan palem,  mendatangi Sang Bhagavā … (seperti pada 22.1) … Sang Bhagavā menerima kipas dan kebutan palem itu … Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kipas dan kebutan palem.” ||2||22||


Pada saat itu sebuh kipas-nyamuk  diperoleh oleh Saṅgha. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, kipas-nyamuk.” Kipas-kebutan  diperoleh. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kipas-kebutan tidak boleh digunakan. Siapapun yang menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) kipas: terbuat dari kulit kayu, terbuat dari rumput khus-khus,  terbuat dari bulu ekor merak.” ||1||

Pada saat itu penghalang sinar matahari  diperoleh oleh Saṅgha. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, penghalang sinar matahari.” Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu berjalan-jalan dengan menggunakan penghalang sinar matahari. Pada saat yang sama seorang umat awam pergi ke hutan rekreasi bersama dengan beberapa murid dari para Petapa Telanjang. Para murid Petapa Telanjang ini melihat Kelompok Enam Bhikkhu mendekat dari jauh dengan penghalang sinar matahari mereka; melihat mereka, mereka berkata kepada umat awam itu: “Para gurumu itu, Tuan, datang dengan memakai penghalang sinar matahari bagaikan sekelompok pejabat istana.”

“Mereka itu, Tuan-tuan, bukanlah para bhikkhu, mereka adalah pengembara.” Mereka bertaruh apakah mereka adalah bhikkhu atau bukan. Kemudian, umat awam itu, setelah mengenali mereka ketika mereka sampai, mencela, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para mulia ini [130] berjalan-jalan dengan memakai penghalang sinar matahari?” Para bhikkhu mendengar kata-kata umat awam itu yang … menyebarkan. Kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, dikatakan, para bhikkhu, …?”

“Benar, Bhagavā.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, penghalang sinar matahari tidak boleh digunakan.  Siapapun yang menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||2||

Pada saat itu seorang bhikkhu jatuh sakit.  Tidak ada apapun yang dapat menyamankannya tanpa penghalang sinar matahari. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, penghalang sinar matahari bagi yang sakit.” Pada saat itu para bhikkhu berpikir: “Penghalang sinar matahari diperbolehkan oleh Sang Bhagavā bagi yang sakit, tetapi tidak bagi yang tidak sakit,” ragu-ragu apakah boleh menggunakan penghalang sinar matahari di vihara atau di lingkungan vihara. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, penghalang sinar matahari digunakan di vihara dan di lingkungan vihara baik oleh yang sakit maupun yang tidak sakit.” ||3||23||

Pada saat itu seorang bhikkhu, setelah mengikat mangkuknya dengan tali,  setelah menggantungnya di tongkatnya,  pada waktu yang salah melewati sebuah gerbang desa. Orang-orang berkata, “Ini, tuan-tuan, adalah maling yang datang, pedangnya berkilauan,”  setelah mengikutinya dan menangkapnya, mereka melepaskannya setelah mengenalinya. Kemudian bhikkhu ini, setelah kembali ke vihara, memberitahukan hal ini kepada para bhikkhu.

“Tetapi bukankah engkau, Yang Mulia, membawa tongkat dengan tali terikat?”

“Benar, Yang Mulia.” Para bhikkhu lainnya mencela … menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin bhikkhu ini membawa tongkat dengan tali terikat?” kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, dikatakan, para bhikkhu …?”

“Benar, Bhagavā.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, sebuah tongkat dengan tali terikat tidak boleh dibawa. Siapapun yang membawanya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. ||1||

Pada saat itu seorang bhikkhu jatuh sakit; ia tidak mampu berjalan tanpa tongkat. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memberikan keringanan sehubungan dengan tongkat kepada seorang bhikkhu yang sakit. Dan beginilah, pemberian itu: Bhikkhu yang sakit itu, setelah menghadap Saṅgha, setelah merapikan jubahnya di salah satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu senior, setelah duduk berlutut, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangannya, harus mengucapkan: ‘Aku, Yang Mulia, sedang sakit; aku tidak mampu berjalan tanpa tongkat, maka aku, Yang Mulia, memohon keringanan dari Saṅgha sehubungan dengan tongkat.” Dan untuk ke dua kalinya permohonan itu diajukan. Dan untuk ke tiga kalinya permohonan itu di ajukan. Saṅgha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan berkompeten, yang berkata: [131] ‘Yang Mulia, Mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu ini sedang sakit; ia tidak mampu berjalan tanpa tongkat ; ia memohon agar Saṅgha memberikan keringanan sehubungan dengan tongkat. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha harus memberikan keringanan sehubungan dengan tongkat kepada bhikkhu ini. Ini adalah usul. Yang Mulia, Mohon Sangha mendengarkan saya. Bhikkhu ini … sehubungan dengan tongkat.  Saṅgha memberikan keringanan kepada bhikkhu ini sehubungan dengan tongkat. Jika pemberian keringanan kepada bhikkhu ini sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silahkan berbicara. Keringanan sehubungan dengan tongkat diberikan oleh Saṅgha kepada bhikkhu ini. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||2||

Pada saat itu seorang bhikkhu jatuh sakit; ia tidak mampu berjalan tanpa tongkat. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memberikan keringanan sehubungan dengan tongkat kepada seorang bhikkhu yang sakit. Dan beginilah, pemberian itu: Bhikkhu yang sakit itu … (seperti pada ||2||. Tertulis: Aku tidak mampu berjalan tanpa tongkat juga tidak mampu membawa mangkuk tanpa diikat tali, dan seterusnya)’ … Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||3||24||

Pada saat itu seorang bhikkhu adalah pemamah-biak ; ia makan dengan mengunyah terus-menerus. Para bhikkhu … menyebarkan dengan mengatakan: “Bhikkhu ini memakan di waktu yang salah.”  Kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, bhikkhu ini sebelumnya terlahir dari rahim seekor sapi. Aku mengizinkan, para bhikkhu, memamah biak bagi pemamah biak. Tetapi, para bhikkhu, seorang bhikkhu tidak boleh memakan kembali (apapun), yang telah dikeluarkan dari mulut. Siapapun yang memakan (demikian) harus diperlakukan sesuai aturan. ” ||25||

Pada saat itu suatu perserikatan kerja mempersembahkan makanan kepada Saṅgha; banyak tumpukan nasi yang tercecer di ruang makan. Orang-orang … menyebarkan dengan mengataka: “Bagaimana mungkin para petapa ini, para putera Sakya, ketika diberi nasi, tidak menerimanya dengan hati-hati?  Setiap tumpukan nasi ini adalah hasil dari ratusan tenaga kerja.” Para bhikkhu [132] mendengar kata-kata orang-orang itu … menyebarkan. Kemudian para bhikkhu itu mengadukan persoalan itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, jika ada yang jatuh yang sedang diberikan kepadamu,  untuk memanfaatkannya setelah memungutnya olehmu sendiri, karena itu ditinggalkan (untukmu), para bhikkhu, oleh para dermawan.” ||26||
« Last Edit: 06 March 2012, 11:23:09 PM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB V)
« Reply #35 on: 06 March 2012, 11:21:17 PM »
Pada saat itu seorang bhikkhu berjalan menerima dana makanan dengan kuku (jari tangan) panjang.  Seorang perempuan, setelah melihatnya, berkata kepada bhikkhu itu: “Marilah, Yang Mulia, kita melakukan hubungan seksual.”

“Tidak, saudari, itu tidak diperbolehkan.”

“Jika engkau tidak mau, Yang Mulia, sekarang aku akan, setelah mencakar tubuhku dengan kukuku sendiri, berteriak,  dengan mengatakan, ‘Bhikkhu ini telah menganiayaku.”

“Engkau, Saudari, mengertilah.” Kemudian perempuan itu, setelah mencakar tubuhnya dengan kukunya sendiri, berteriak,  dengan mengatakan, ‘Bhikkhu ini telah menganiayaku.” Orang-orang, berlari, dan menangkap bhikkhu itu. Tetapi orang-orang itu melihat kulit dan darah di kuku jari perempuan itu; melihat ini, mereka berkata: “Ini perbuatan perempuan ini sendiri, bhikkhu itu tidak bersalah.” Dan mereka melepaskan bhikkhu itu. kemudian bhikkhu itu, setelah kembali ke vihara, memberitahukan hal itu kepada para bhikkhu. Mereka berkata: “Tetapi apakah engkau, Yang Mulia, memanjangkan kuku?”

“Benar, Yang Mulia.” Para bhikkhu lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin bhikkhu ini memanjangkan kukunya?” Kemudian para bhikkhu itu mengadukan persoalan itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, kuku tidak boleh dipanjangkan.  Siapapun yang memanjangkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||1||

Pada saat itu para bhikkhu memotong  kuku mereka dengan kuku dan mereka memotong kuku mereka dengan mulut dan mereka menggosoknya pada dahan pohon dan dinding berlapis; jari mereka menjadi sakit. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, memotong kuku.” Mereka memotong kuku hingga berdarah; jari mereka menjadi sakit. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, memotong kuku hingga ke batas  daging.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu memoles kedua puluh (kuku) jari mereka. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti para perumah tangga yang menikmatan kesenangan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh memoles kedua puluh (kuku) jari kalian. Siapapun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, hanya membersihkannya dari kotoran.” ||2||

Pada saat itu rambut  para bhikkhu menjadi panjang. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Tetapi, para bhikkhu, dapatkah para bhikkhu saling mencukur rambut satu sama lain?”

“Mereka mampu (melakukan demikian), Bhagavā.” [133] Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, pisau cukur, batu asah, kotak pisau cukur,  sehelai kain tebal, dan semua perlengkapan mencukur.”  ||3||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu memotong  janggut mereka, mereka membiarkan janggut mereka tunbuh (panjang ), mereka membentuknya seperti jenggot kambing,  membentuknya menjadi bersudut empat,  mereka membentuk bulu dada mereka,  mereka membentuk bulu yang tumbuh di perut mereka,  mereka menata jambang, mereka mencukur bulu di badan mereka.

Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti para perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh memotong janggut kalian… mencukur bulu di badan kalian. Siapapun yang mencukur demikian, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu seorang bhikkhu terluka pada bagian tertentu tubuhnya;  obat-obatan tidak dapat menempel. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk mencukur bulu badan jika sakit.” ||4||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu memotong rambut mereka dengan gunting. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti para perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh memotong rambut kalian dengan gunting. Siapapun yang memotong (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu seorang bhikkhu terluka di kepalanya; ia tidak mampu mencukur rambutnya dengan pisau cukur. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memotong rambut dengan menggunakan gunting jika sakit.”

Pada saat itu para bhikkhu memanjangkan bulu hidung mereka. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti pemuja siluman.”  Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh memanjangkan bulu hidung kalian. Siapapun yang memanjangkan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu mencabut bulu hidung mereka menggunakan pecahan kristal  dan menggunakan lilin-tawon; hidung mereka menjadi sakit. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, penjepit.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu mencabut uban  mereka. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti para perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh mencabut uban. Siapapun yang mencabutnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||5||

Pada saat itu telinga seorang bhikkhu kemasukan lilin. [134] Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, suatu alat untuk mengeluarkan kotoran telinga.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu menggunakan berbagai jenis alat untuk mengeluarkan kotoran telinga, terbuat dari emas, terbuat dari perak. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti para perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, berbagai jenis alat tidak boleh digunakan untuk mengeluarkan kotoran telinga. Siapapun yang menggunakan (ini), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, yang terbuat dari tulang, terbuat dari gading, terbuat dari tanduk, terbuat dari buluh, terbuat dari bambu, terbuat dari sepotong kayu, terbuat dari lac, terbuat dari kristal, terbuat dari tembaga, terbuat dari bagian tengah kulit kerang.”  ||6||27||

Pada saat itu para bhikkhu menyimpan sejumlah besar barang-barang dari tembaga, barang-barang dari perunggu. Orang-orang melihat-lihat tempat kediaman itu, setelah melihat barang-barang itu, mereka mencela, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para petapa ini, para putera Sakya menyimpan sejumlah besar barang-barang dai tembaga, barang-barang dari perunggu bagaikan pedagang perunggu?”  Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, menyimpan barang-barang dari tembaga, barang-barang dari perunggu tidak boleh dilakukan. Siapapun yang menyimpannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||1||

Pada saat itu para bhikkhu (terlalu) berhati-hati menggunakan kotak salep , dan batang pengoles salep  dan alat untuk mengeluarkan kotoran telinga  dan sebuah gagang.  Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, kotak salep … gagang.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu duduk bersantai  di atas jubah luar mereka,  kain katun  dari jubah luar jatuh . Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh duduk bersantai di atas jubah luar. Siapapun yang duduk (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu seorang bhikkhu jatuh sakit; tidak ada yang dapat membuatnya nyaman tanpa perban.  Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, perban.” Kemudian para bhikkhu itu berpikir: “Sekarang bagaimanakah membuat perban?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, peralatan tenun, gulungan benang, benang, perlengkapan yang diperlukan dan semua perlengkapan tenun.” ||2||28||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB V)
« Reply #36 on: 06 March 2012, 11:21:45 PM »
Pada saat itu seorang bhikkhu memasuki desa untuk menerima dana makanan tanpa ikat pinggang; di suatu jalan raya jubah dalamnya melorot.  Orang-orang berteriak  dan bhikkhu itu [135] menjadi malu. Kemudian, bhikkhu tersebut, setelah kembali ke vihara, memberitahukan hal ini kepada para bhikkhu. Para bhikkhu mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh memasuki desa tanpa mengenakan ikat pinggang. Siapapun yang melakukan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah ikat pinggang.”  ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu mengenakan berbagai jenis ikat pinggang: yang berumbai-rumbai,  yang menyerupai kepala ular-air,  yang menyerupai tamborin,  yang menyerupai rantai.  Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti para perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, berbagai jenis ikat pinggang tidak boleh dikenakan: yang berumbai-rumbai … yang menyerupai rantai. Siapapun yang mengenakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.  Aku mengizinkan, para bhikkhu, dua (jenis) ikat pinggang, secarik kain katun,  atau yang ujungnya rapi.”

Pinggiran ikat pinggang itu menjadi usang. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, yang menyerupai tamborin, yang menyerupai rantai.” Ujung ikat pinggang itu menjadi usang. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, menjahitnya melingkar,  sebuah simpul.”  Ujung ikat pinggang di mana ikat pinggang itu berbalik menjadi usang. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah gesper.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu mengenakan berbagai jenis gesper, terbuat dari emas, terbuat dari perak. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti para perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, berbagai jenis gesper tidak boleh dikenakan. Siapapun yang mengenakannya, maka ia melakukan pelanggaran prbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, yang terbuat dari tulang … terbuat dari kulit kerang, terbuat dari benang.”  ||2||

Pada saat itu Yang Mulia Ānanda setelah mengenakan jubah luar yang ringan,  memasuki desa untuk menerima dana makanan; jubah luarnya tertiup angin kencang.  Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah kembali ke vihara, memberitahukan hal ini kepada para bhikkhu. Para bhikkhu mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah pengikat,  sesuatu untuk mengikat.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu menggunakan berbagai jenis pengikat, terbuat dari emas, terbuat dari perak. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti para perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, berbagai jenis pengikat tidak boleh digunakan. Siapapun yang menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Saya mengizinkan, para bhikkhu, yang terbuat dari tulang … terbuat dari benang.”

Pada saat itu para bhikkhu memasukkan pengikat dan benda-benda untuk mengikat ke dalam jubah mereka; jubah mereka menjadi usang. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, pelapis pengikat  itu, pelapis untuk benda-benda untuk mengikat.” [136] Mereka menyelipkan pelapis pengikat dan pelapis benda-benda untuk mengikat di bagian tepi (jubah); sudutnya terbuka. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menyelipkan pelapis pengikat dan pelapis benda-benda untuk mengikat setelah menariknya selebar tujuh atau delapan jari.” ||3||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu memakai pakaian bawah perumah tangga: “belalai gajah”,  “ekor ikan”,  “penataan empat sudut”,  “penataan kebutan palem”,  “seratus temali hutan.”  Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti para perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh memakai pakaian bawah perumah tangga: ‘belalai gajah’ … ‘seratus temali hutan.’ Siapapun yang memakai (demikian) maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu memakai  pakaian atas  perumah tangga. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti para perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh memakai pakaian atas perumah tangga. Siapapun yang memakai (demikian) maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||4||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu memakai kain-pinggang.  Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti seorang kurir gundul raja dengan gulungan.”  Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh memakai kain-pinggang. Siapapun yang memakai (demikian) maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||5||29||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu membawa tongkat pemikul ganda.  Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti seorang kurir gundul raja dengan gulungan.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh membawa tongkat pemikul ganda. Siapapun yang membawanya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah tongkat pemikul tunggal, tongkat pemikul dengan dua pembawa,  suatu beban (yang dibawa) di atas kepala, suatu beban (yang dibawa) di bahu, suatu beban (yang dibawa) di pinggul, satu tergantung.” ||30||

Pada saat itu para bhikkhu tidak mengunyah  tusuk-gigi ; mulut mereka menjadi bau. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, ada lima kerugian tidak mengunyah tusuk-gigi : tidak baik bagi mata, mulut menjadi bau, saluran kecapan tidak dibersihkan, dahak dan lendir mengotori makanan ketika seseorang makan. Ini, para bhikkhu, adalah lima kerugian tidak mengunyah tusuk-gigi. Para bhikkhu, ada lima keuntungan mengunyah tusuk-gigi: baik bagi mata, mulut tidak menjadi bau, saluran kecapan dibersihkan, dahak dan lendir tidak mengotori makanan ketika seseorang makan [137]. Ini, para bhikkhu, adalah lima keuntungan mengunyah tusuk-gigi. Aku mengizinkan, para bhikkhu, tusuk-gigi.” ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu mengunyah tusuk-gigi panjang; mereka bahkan mengenai para samaṇera dengan tusuk-gigi mereka. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, tusuk-gigi panjang tidak boleh digunakan. Siapapun yang mengunyahnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, tusuk-gigi paling panjang delapan lebar jari. Dan samaṇera tidak boleh dikenai dengannya. Siapapun yang mengenainya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu seorang bhikkhu mengunyaj tusuk-gigi yang terlalu pendek sehingga tersangkut di tenggorokannya. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, tusuk-gigi yang terlalu pendek tidak boleh digunakan. Siapapun yang mengunyahnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, tusuk-gigi paling pendek empat lebar jari.” ||2||31||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu membakar hutan.  Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti pembakar hutan.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, hutan tidak boleh dibakar. Siapapun yang membakarnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu tempat tinggal para bhikkhu dipenuhi rumput.  Ketika para pembakar hutan membakar (hutan dan sebagainya) api juga membakar tempat tinggal itu. para bhikkhu ragu-ragu apakah boleh menyalakan api tandingan  sebagai perlindungan. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, jika hutan terbakar, membuat api-tandingan sebagai perlindungan.” ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu memanjat pohon dan berlompatan dari satu pohon ke pohon lain. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti monyet.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh memanjat pohon. Siapapun yang memanjat pohon, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu seekor gajah menghalangi perjalanan seorang bhikkhu yang sedang berjalan menuju Sāvatthī melalui wilayah Kosala. Kemudian bhikkhu itu tergesa-gesa berlari ke bawah sebatang pohon (tetapi) tidak memanjat pohon itu; gajah itu pergi melalui jalan (lain). Kemudian bhikkhu tersebut, setelah tiba di Sāvatthī, memberitahukan hal ini kepada para bhikkhu. (Para bhikkhu mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā.)  Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, jika ada alasan yang tepat, untuk memanjat pohon hingga setinggi seorang manusia, dan setinggi yang kalian inginkan jika menghadapi serangan.”  ||2||32|| [138]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB V)
« Reply #37 on: 06 March 2012, 11:22:40 PM »
Pada saat itu Yameḷu dan Tekula  adalah nama dua orang bhikkhu bersaudara, dari keluarga brahmana, yang memiliki suara merdu dan pengucapan yang menyenangkan. Mereka mendatangi Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk pada jarak yang selayaknya. Sambil duduk pada jarak yang selayaknya, para bhikkhu ini berkata kepada Sang Bhagavā: “Saat ini, Bhagavā, para bhikkhu dengan berbagai nama, dari berbagai suku, dari berbagai strata sosial telah meninggalkan rumah dari berbagai keluarga; hal ini merusak ucapan Yang Tercerahkan dengan (menggunakan) dialeknya sendiri.  Sekarang kami, Bhagavā, babarkanlah khotbah dari Yang Tercerahkan dalam bentuk berirama.”  Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā menegur mereka dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin kalian, orang-orang dungu, bisa mengatakan: ‘Sekarang kami, Bhagavā, babarkanlah khotbah dari Yang Tercerahkan dalam bentuk berirama.’? Itu bukanlah, orang dungu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” dan setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, khotbah-khotbah Yang Tercerahkan tidak boleh dibabarkan dalam bentuk berirama. Siapapun yang melakukan (demikian) maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk mempelajari khotbah-khotbah dari Yang Tercerahkan menurut bahasanya masing-masing.” ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu mempelajari metafisika.  Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Seperti para perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Para bhikkhu mendengar orang-orang … menyebarkan itu. kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Sekarang, para bhikkhu, dapatkah seseorang yang melihat inti (sebagai makhluk) di dalam metafisika mencapai kemajuan, peningkatan, kematangan dalam dhamma dan disiplin ini?”

“Tidak demikian, Bhagavā.”

“Atau dapatkah seseorang yang melihat inti (sebagai makhluk) dalam dhamma dan disiplin ini mempelajari metafisika?”

“Tidak demikian, Bhagavā.”

“Para bhikkhu, metafisika tidak boleh dipelajari. Siapapun yang mempelajarinya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu mengajarkan metafisika. Orang-orang … pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu mempelajari ilmu pengetahuan keduniawian.  Orang-orang … pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu mengajarkan ilmu pengetahuan keduniawian. Orang-orang … pelanggaran perbuatan-salah.” ||2||

Pada [139] saat itu Sang Bhagavā, dikelilingi oleh sekumpulan besar, bersin ketika sedang mengajarkan dhamma. Para bhikkhu berkata: “Bhagavā, semoga Bhagavā berumur (panjang), semoga Yang Sempurna berumur (panjang),” suasana menjadi gaduh, berisik; khotbah dhamma terhenti karena kegaduhan ini. kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Sekarang para bhikkhu, ketika (frasa) ‘panjang umur’ diucapkan kepada seseorang yang bersin, dapatkan ia hidup atau mati karena alasan ini?”

“Tidak demikian, Bhagavā.”

“Para bhikkhu, ‘Panjang umur’ tidak boleh diucapkan kepada seseorang yang bersin. Siapapun yang mengucapkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu orang-orang mengucapkan “Semoga engkau (panjang) umur, Yang Mulia.” Kepada para bhikkhu yang bersin. Para bhikkhu, takut melakukan pelanggaran, tidak menjawab. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Bagamana mungkin para petapa ini, para putera Sakya tidak menjawab ketika (frasa) ‘Semoga engkau (panjang) umur, Yang Mulia’ diucapkan kepada mereka?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, perumah tangga menyukai tanda-tanda keberuntungan.  Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, ketika (frasa) ‘Semoga engkau (panjang) umur, Yang Mulia’ diucapkan kepada kalian oleh perumah tangga, menjawab, ‘Panjang umur’ (kepada mereka).” ||3||33||

Pada  saat itu Sang Bhagavā, dikelilingi oleh sekumpulan besar, sedang mengajarkan dhamma sambil duduk. Seorang bhikkhu baru saja memakan bawang putih;  ia duduk di satu sisi dengan pikiran: “Jangan sampai para bhikkhu terganggu.” Sang Bhagavā melihat bhikkhu itu yang duduk di satu sisi; melihatnya, Beliau bertanya kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, mengapakah bhikkhu itu duduk di satu sisi?”

“Bhagavā, bhikkhu itu baru saja memakan bawang putih, maka ia duduk di satu sisi dengan pikiran: “Jangan sampai para bhikkhu terganggu.”

“Tetapi, para bhikkhu, apakah itu harus dimakan yang, ketika dimakan, dapat (membuat si pemakan) berada di luar dari suatu khotbah dhamma seperti ini?”

“Tidak demikian, Bhagavā.”

“Para bhikkhu, bawang putih tidak boleh dimakan. Siapapun yang memakannya maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu Yang Mulia Sāripputta masuk angin. Kemudian Yang Mulia Moggallāna Yang Agung mendatangi Yang Mulia Sāriputta; setelah menghadap, ia berkata kepada Yang Mulia Sāriputta: “Ketika engkau masuk angin sebelumnya, Yang Mulia Sāriputta, dengan apakah engkau sembuh?”

“Aku memakan bawang putih, Yang Mulia.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, memakan bawang putih ketika sakit.”  ||2||34||

Pada saat itu para bhikkhu buang air kecil di sini, di sana, dan di mana-mana di dalam vihara; vihara menjadi kotor. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk buang air kecil di satu sisi.” [140] Vihara menjadi bau. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, sebuah wadah.” Dengan posisi duduk, menyakitkan. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, tempat kencing.”  Tempat kencing itu terletak di tempat umum;  para bhikkhu merasa malu untuk buang air. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) pagar untuk memagarinya: pagar dari bata, pagar dari batu, pagar dari kayu.” Wadah itu karena tidak ditutup menjadi bau. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah penutup.” ||1||

Pada saat itu para bhikkhu buang air besar di sini, di sana, dan di mana-mana di dalam vihara … (seperti pada ||1||) … Vihara menjadi bau. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, sebuah jamban.” Dinding jamban itu rubuh.  untuk menumpuk tiga (jenis) tumpukan: tumpukan bata, tumpukan batu, tumpukan kayu.” Jamban itu terletak rendah di atas tanah  … “… Aku mengizinkan, para bhikkhu, pegangan tangan.” Duduk di dalamnya, mereka terjatuh. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk buang air besar setelah menghamparkan (sesuatu) dan membuat sebuah lubang di tengahnya. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, sebuah kloset.” ||2||

Mereka buang air besar di luar. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah palung.” Tidak ada kayu untuk membersihkan. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, kayu untuk membersihkan.” Tidak ada wadah  untuk kayu pembersih. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah wadah (untuk kayu) pembersih.” Jamban yang tidak tertutup menjadi bau. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah penutup.” Buang air besar di ruang terbuka, mereka terganggu oleh panas dan dingin. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah gubuk untuk kloset.” Tidak ada pintu pada gubuk. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah pintu …  … gigi ikan todak, lima (helai) rancangan kain, bambu untuk menggantung jubah, seutas tali untuk menggantung jubah.”  Pada saat itu seorang bhikkhu, emah karena usia lanjut, [141] setelah buang air besar, terjatuh saat bangkit berdiri. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kursi dengan penopang.” Gubuk itu tidak berpagar. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) pagar untuk memagarinya: pagar bata, pagar batu, pagar kayu.” ||3||

Tidak ada teras. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah teras.” Tidak ada pintu menuju teras. “Aku mengizinkan, para bhikkhu …  … seutas tali untuk menarik.” Serbuk rumput jatuh ke teras …  … lima (helai) rancangan kain. Ruangan menjadi becek  … “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah saluran air.” Tidak ada wadah air untuk membilas. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah wadah untuk air untuk membilas.” Tidak ada gayung untuk mengambil air untuk membilas. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah gayung untuk mengambil air untuk membilas.” Mereka membilas sambil duduk; itu menyakitkan. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sutu tempat yang digunakan untuk membilas.  Tempat untuk membilas itu terletak di tempat umum; para bhikkhu malu untuk membilas. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) pagar untuk memagarinya: pagar bata, pagar batu, pagar kayu.”  Wadah air untuk membilas tidak tertutup; airnya tumpah bersama dengan rumput dan debu. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah penutup.” ||4||35||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu terlibat dalam perilaku buruk seperti berikut ini:  mereka menanam atau menyuruh menanam tanaman bunga-bungaan kecil … dan berbagai perilaku buruk lainnya. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, berbagai jenis perilaku buruk tidak boleh dilakukan. Siapapun yang melakukannya, harus diperlakukan menurut aturan.”  ||36||

Pada saat itu ketika Kassapa dari Uruvelā meninggalkan keduniawian, banyak benda-benda terbuat dari tembaga, benda-benda dari kayu, benda-benda dari tembikar diperoleh oleh Saṅgha. Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang, benda tembaga apakah yang diperbolehkan oleh Sang Bhagavā, apakah yang tidak diperbolehkan? benda kayu apakah yang diperbolehkan oleh Sang Bhagavā, apakah yang tidak diperbolehkan? benda tembikar apakah yang diperbolehkan oleh Sang Bhagavā, apakah yang tidak diperbolehkan?” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, berkata kepada para bhikkhu: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, semua benda-benda tembaga kecuali senjata; semua benda-benda kayu kecuali sofa,  [142] dipan,  mangkuk kayu,  sepatu kayu ; semua benda-benda tembikar kecuali gosokan (kaki dari tembikar)  dan wadah tembikar besar.”  ||37||

Demikianlah Bagian Ke Lima: Mengenai Hal-hal Minor.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VI)
« Reply #38 on: 06 March 2012, 11:24:58 PM »
CULLAVAGGA VI
Tempat Tinggal



Pada suatu ketika Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha di Hutan Bambu di Taman Suaka Tupai. Pada saat itu tempat tinggal belum diperbolehkan oleh Sang Bhagavā untuk para bhikkhu. Jadi mereka menetap di sana-sini: di hutan, di bawah pohon, di lereng bukit, di celah-celah, di gua-gua di gunung, di tanah pemakaman, di tanah lapang di tengah hutan, di ruang terbuka, di atas tumpukan jerami.  Pada pagi hari, para bhikkhu ini pergi dari sana-sini: dari hutan …dari tumpukan jerami, menyenangkan ketika datang dan pergi, ketika melihat ke depan, ketika melihat ke belakang, ketika menekuk (lengan mereka) ke belakang, ketika merentangkannya, mata mereka menatap ke bawah dan memiliki perilaku yang menyenangkan.  ||1||


Pada saat itu seorang pedagang (besar) dari Rājagaha pergi pada suatu pagi menuju hutan rekreasi.  Pedagang (besar) dari Rājagaha itu melihat para bhikkhu pergi dari sana-sini: dari hutan …dari tumpukan jerami, dan melihat mereka, ia memutuskan.  Kemudian pedagang (besar) dari Rājagaha itu mendatangi para bhikkhu itu; setelah mendekat ia berkata kepada para bhikkhu: “Jika aku, Yang Mulia, membangun tempat tinggal, sudikah kalian menetap di tempat tinggal itu?”

“Perumah tangga, tempat tinggal belum diperbolehkan oleh Sang Bhagavā.”

“Baiklah, Yang Mulia, setelah bertanya kepada Sang Bhagavā, beritahukanlah kepadaku (apa yang Beliau katakan).”

“Baik, perumah tangga,” dan para bhikkhu ini, setelah menjawab pedagang (besar) dari Rājagaha, mendatangi Sang Bhagavā; setelah tiba di hadapan Sang Bhagavā, setelah menyapa Beliau, mereka duduk pada jarak yang selayaknya. Sambil duduk pada jarak yang selayaknya, para bhikkhu ini berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhagavā, pedagang (besar) dari Rājagaha ingin membangun tempat tinggal. Peraturan apakah yang harus kami ikuti?” kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Aku mengizinkan, para bhikkhu, lima (jenis) tempat kediaman:  sebuah tempat tinggal, sebuah rumah melengkung, sebuah rumah panjang,  sebuah gua.”  ||2||

Kemudian [146] para bhikkhu ini mendatangi pedagang (besar) dari Rājagaha; setelah menghadap, mereka berkata kepada pedagang (besar) dari Rājagaha: “Perumah tangga, tempat tinggal telah diperbolehkan oleh Sang Bhagavā. Lakukanlah apa yang engkau anggap benar.” Kemudian pedagang (besar) dari Rājagaha membangun enam puluh tempat tinggal hanya dalam waktu satu hari. Ketika si pedagang (besar) dari Rājagaha telah selesai membangun enam puluh tempat tinggal ini, ia mendatangi Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk pada jarak yang selayaknya. Sambil duduk pada jarak yang selayaknya, si pedagang (besar) dari Rājagaha berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhagavā, sudilah Sang Bhagavā menerima persembahan makan dariku besok bersama dengan para bhikkhu.” Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri. Kemudian si pedagang (besar) dari Rājagaha, setelah memahami penerimaan Sang Bhagavā, bangkit dari duduknya, dan pergi dengan Beliau di siai kanannya. ||3||

Kemudian si pedagang (besar) dari Rājagaha, setelah mempersiapkan makanan-makanan mewah, keras dan lunak, yang dipersiapkan menjelang malam itu berakhir, mengumumkan waktunya kepada Sang Bhagavā dengan berkata: “Waktunya telah tiba, Bhagavā, makanan telah siap.” Kemudian Sang Bhagavā, setelah merapikan jubahnya di pagi hari, membawa mangkuk dan jubahnya, mendatangi kediaman si pedagang (besar) dari Rājagaha; setelah tiba, Beliau duduk di tempat yang telah disediakan bersama dengan para bhikkhu. Kemudian si pedagang (besar) dari Rājagaha, setelah dengan tangannya sendiri melayani para bhikkhu dengan Yang tercerahkan sebagai pemimpin dengan menyajikan makanan-makanan mewah, keras dan lunak, duduk pada jarak yang selayaknya ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah menarik tanganNya dari mangkukNya. Sambil duduk pada jarak yang selayaknya pedagang (besar) dari Rājagaha berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhagavā, aku telah membangun enam puluh tempat tinggal ini karena aku menginginkan jasa, karena aku menginginkan surga. Peraturan apakah yang harus kuikuti, Bhagavā, sehubungan dengan tempat-tempat tinggal ini?”

“Baiklah sekarang, engkau, perumah tangga, persembahkanlah enam puluh tempat tinggal ini untuk (digunakan oleh) Saṅgha di empat penjuru,  saat ini maupun di masa yang akan datang.”

“Baiklah, Bhagavā,” dan si pedagang (besar) dari Rājagaha, setelah menjawab Sang Bhagavā, mempersembahkan keenam puluh tempat tinggal itu untuk(digunakan oleh) Saṅgha di empat penjuru, saat ini dan di masa yang akan datang. ||4||

Kemudian Sang Bhagavā berterima kasih kepada si pedagang (besar) dari Rājagaha dalam syair-syair ini:

“Mereka mengusir dingin dan panas dan binatang-binatang buas dari sana
Dan binatang-binatang melata dan nyamuk dan hujan di musim hujan.
Ketika angin panas yang menakutkan datang, itu terusir.
Untuk bermeditasi dan mencapai pandangan terang dalam perlindungan dan kenyamanan:-
Sebuah tempat tinggal dipuji oleh Yang Tercerahkan sebagai pemberian tertinggi kepada Saṅgha.
Oleh karena itu orang yang bijaksana, yang menginginkan kemakmuran,
Harus membangun tempat tinggal yang nyaman agar mereka yang banyak mendengar dapat menetap di sana.  [147]
Kepada orang-orang ini  makanan dan minuman, pakaian dan tempat tinggal
Ia harus memberikan, kepada yang lurus, dengan pikiran bersih.
(Kemudian) orang-orang ini  mengajarkan dhamma kepadanya yang melenyapkan segala penyakit;
Ia, memahami dhamma itu, di sini mencapai Nibbāna, tanpa noda.”

Kemudian Sang Bhagavā, setelah mengucapkan terima kasih kepada si pedagang (besar) dari Rājagaha dalam syair-syair ini, bangkit dari duduknya, pergi. ||5||1||

Orang-orang mendengar: “Dikatakan bahwa tempat tinggal diperbolehkan oleh Sang Bhagavā,” dan mereka dengan bersemangat membangun tempat-tempat tinggal. Tempat-tempat tinggal ini tanpa pintu, dan ular, kalajengking, dan kelabang masuk. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah pintu.” Setelah membuat lubang di dinding, mereka mengikatkan pintu dengan tanaman menjalar dan dengan tali, tetapi tanaman dan tali ini digigit tikus dan rayap dan ketika ikatan itu digigit, pintu itu jatuh. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiang pintu dan kusen, sebuah cekungan seperti lesung (agar pintu dapat berayun) tonjolan kecil di atas.”  Pintu itu tidak menutup dengan sempurna. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah tiang untuk pasak pengunci, sebuah ‘kepala monyet,’ sebuah paku (untuk mengencangkan pasak), sepotong kayu (yang digunakan sebagai pasak,).” 

Pada saat itu para bhikkhu tidak dapat membuka pintu. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah lubang kunci, dan tiga (jenis) kunci: kunci tembaga, kunci kayu, kunci tanduk.” Tetapi tempat tinggal itu tidak terjaga, ketika mereka yang, setelah membuka  (pintu), masuk. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah pasak dan sebuah paku (untuk mengencangkan pasak).”  ||1||

Pada saat itu tempat-tempat tinggal dibuat beratap rumput; mereka kedinginan dalam cuaca dingin, kepanasan dalam cuaca panas. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah mengikatkan pada (atap), melapisi bagian dalam dan bagian luar.”  Pada saat itu tempat-tempat tinggal tidak memiliki jendela.  Sehingga tidak baik bagi mata dan berbau. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) jendela; jendela berjeruji,  jendela dengan kisi-kisi,  jendela bertiang.”  Tupai dan kelelawar masuk melalui lubang jendela. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, kain penutup  jendela.” Tupai dan kelelawar bahkan menembus kain jendela. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, daun jendela , bantalan-bantalan  penutup jendela.” ||2||

Pada saat itu para bhikkhu berbaring tidur di atas tanah dan bagian-bagian tubuh dan jubah mereka menjadi kotor karena debu. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, matras rumput.” Matras rumput itu [148] dimakan tikus dan rayap. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah dipan padat.”  Karena dipan yang padat tubuh mereka menjadi sakit. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, kasur kecil dari pecahan bambu.”

Pada saat itu sebuah dipan panjang  menyerupai usungan diperoleh oleh Saṅgha. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah dipan panjang. Sebuah bangku panjang diperoleh. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah bangku panjang.” Pada saat itu sebuah dipan panjang bertulang  menyerupai usungan diperoleh oleh Saṅgha … sebuah kursi bertulang … sebuah dipan menyerupai usungan dengan kaki melengkung  … sebuah kursi dengan kaki melengkung … sebuah dipan menyerupai usungan dengan kaki yang dapat dilepas  … sebuah kursi dengan kaki yang dapat dilepas diperoleh. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kursi dengan kaki yang dapat dilepas.” ||3||

Pada saat itu sebuah kursi bersegi empat  diperoleh Saṅgha. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kursi bersegi empat. Sebuah kursi tinggi bersegi empat  diperoleh. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, bahkan  sebuah kursi tinggi bersegi empat.”  (Dipan) bersegi tiga  diperoleh. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah dipan (bersegi tiga).” (Dipan) tinggi bersegi tiga  diperoleh. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, bahkan sebuah dipan tinggi (bersegi tiga).” Sebuah kursi beranyaman  diperoleh … sebuah kursi kain  … sebuah kursi berkaki domba  … sebuah kursi “berhias tangkai cherry”  … sebuah (kursi) kayu  … sebuah bangku   … sebuah kursi jerami diperoleh Saṅgha. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kursi jerami.” ||4||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu berbaring tidur di atas dipan yang tinggi. Orang-orang yang mengunjugi tempat-tempat tinggal itu, setelah melihat mereka … menyebarkan dengan berkata: “Seperti perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh berbaring tidur di atas dipan yang tinggi. Siapapun yang berbaring tidur (demikian), [149] maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.

Pada saat itu seorang bhikkhu berbaring tidur di atas dipan yang rendah, ia digigit ular. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, penyangga untuk dipan.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu menggunakan penyangga yang tinggi untuk dipan; mereka berayun-ayun dengan penyangga tinggi itu. “Para bhikkhu, penyangga tinggi untuk dipan tidak boleh digunakan. Siapapun yang menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, penyangga dipan paling tinggi delapan lebar jari.”  ||5||

Pada saat itu benang diperoleh Saṅgha. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk melapisi dipan.” Ini menghabiskan banyak benang. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah melubangi sisi-sisianya,  melapisi persegi empat kecil.”  Sehelai kain katun diperoleh. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membuat karpet.”  Sebuah selimut kapas  diperoleh Saṅgha. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah membongkarnya, membuat alas duduk  dari tiga (jenis) kapas:  kapas dari pepohonan, kapas dari tanaman menjalar, kapas dari rumput.”

Pada saat iu Kelompok Enam Bhikkhu menggunakan alas duduk berukuran setengah badan (manusia). Orang-orang, yang mengunjungi tempat-tempat tinggal itu, setelah melihat mereka … menyebarkan: “Seperti perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, alas duduk berukuran setengah (manusia) tidak boleh digunakan. Siapapun yang menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, membuat alas duduk berukuran satu kepala.”  ||6||

Pada saat itu sedang diadakan suatu festival di puncak gunung dekat Rājagaha.  Para penduduk menata matras-matras  untuk para pejabat kerajaan: matras wol, matras kain katun, matras kulit kayu, matras rumput-tiṇa, matras daun.  Ketika festival selesai mereka membuangnya setelah membuka sarungnya. Para bhikkhu melihat banyak wol dan kain katun dan kulit kayu dan rumput-tiṇa dan dedaunan yang dibuang di tempat festival; dan melihat itu mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, lima (jenis) matras: matras wol … kain katun … kulit kayu … rumput-tiṇa … matras daun.”

Pada saat itu kain tenunan sebagai perlengkapan tempat tinggal diperoleh Saṅgha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membungkus matras (dengannya).” Pada saat itu para bhikkhu memasangkan matras-dipan pada kursi, mereka memasangkan matras-kursi pada dipan; matras-matras itu jatuh ke celah-celah.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, dipan bersarung, kursi bersarung.”  [150] Mereka memasangnya tanpa terlebih dulu memasang jaring (di bawahnya dan isi matras) keluar dari bawah. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah memasang jaring (dibawah matras), setelah menghamparkannya, memasang matras.” Setelah membuka penutupnya, isi matras itu berhamburan. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, memerciknya. ” masih berhamburan. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, hiasan bergaris.”  Masih berhamburan. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, berbentuk tangan.”  ||7||2||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VI)
« Reply #39 on: 06 March 2012, 11:27:51 PM »
Pada saat itu tempat-tempat tidur  para anggota sekte lain diwarnai dengan kapur, lantainya hitam, dindingnya diwarnai dengan kapur merah.  Banyak orang ingin melihat tempat-tempat tidur itu. mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, pengapuran, warna hitam, kapur merah (untuk digunakan) di tempat tinggal.” Pada saat itu kapur dinding tidak dapat menempel di dinding kasar. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah melumuri dengan sekam, dan mencampurnya dengan kapur dinding.” Kapur dinding masih tidak menempel. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah melumuri dengan lempung, dan mencampurnya dengan kapur dinding.” Kapur dinding masih tidak menempel. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, apa yang menetes dari pepohonan  dan lem tepung.”

Pada saat itu kapur merah tidak dapat menempel di dinding kasar … (seperti di atas) … Kapur merah tidak menempel. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah melumuri dengan serbuk merah dari sekam (dicampur dengan lempung), dan mencampurnya dengan kapur merah.” Kapur merah masih tidak menempel. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, bubuk-mostar,  minyak lilin tawon.” Terlalu tebal. setelah melumuri dengan lempung, dan mencampurnya dengan kapur dinding.” Kapur dinding masih tidak menempel. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, apa yang menetes dari pohon dan lem tepung.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menggosoknya  dengan sehelai kain.”

Pada saat itu pewarna hitam tidak dapat menempel pada dinding kasar … (seperti di atas) …pewarna hitam tidak dapat menempel. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah melumuri dengan lempung (dicampur dengan kotoran cacing tanah),  dan mencampurnya dengan pewarna hitam.” Pewarna hitam masih tidak menempel. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, apa yang menetes dari pepohonan, rebusan perekat.”  ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu menambahkan rancangan berbentuk perempuan, berbentuk laki-laki di dalam tempat tinggal. Orang-orang yang mengunjungi tempat-tempat tinggal itu, setelah melihat ini … menyebarkan dengan berkata: “Seperti [151] perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu,  kalian tidak boleh membuat rancangan berbentuk perempuan, berbentuk laki-laki. Siapapun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, hiasan-lingkaran, hiasan-menjalar, corak gigi ikan todak, lima helai (rancangan kain).”  ||2||

Pada saat itu tempat-tempat tinggal terletak rendah di atas tanah …  “ … Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah pegangan tangan.”

Pada saat itu tempat-tempat tinggal dipenuhi oleh banyak orang.  Para bhikkhu (terlalu) sungkan untuk berbaring. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah tirai.”  Mereka mengintip, setelah mengangkat tirai tersebut. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, dinding kecil berukuran setengah.” Mereka mengintip dari atas dinding kecil itu. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) ruang dalam: ruang dalam menyerupai tandu,  ruang dalam menyerupai tabung,  ruang dalam di atap.”  Pada saat itu para bhikkhu membuat ruang dalam di tengah-tengah tempat tinggal yang kecil; tidak ada jalan masuk.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membuat ruang dalam di satu sisi di dalam tempat tinggal yang kecil, di tengah di dalam tempat tinggal yang besar.” ||3||

Pada saat itu bagian bawah dinding pada tempat tinggal pecah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan,para bhikkhu, dinding penopang dari kayu.”  Satu dinding tempat tinggal terkena hujan.  “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tirai pelindung  (dan) perekat dan air.”

Pada saat itu seekor ular terjatuh dari atap rumput mengenai bahu seorang bhikkhu. Ketakutan, ia berteriak. Para bhikkhu berlari, bertanya kepada bhikkhu itu: “Mengapakah engkau, Yang Mulia, berteriak?” kemudian bhikkhu itu memberitahukan kepada para bhikkhu. Para bhikkhu mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kanopi.”  ||4||

Pada saat itu para bhikkhu menggantung tas mereka di kaki dipan, dan di kaki kursi: tas itu digigit tikus dan rayap. Mereka mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah gantungan di dinding, sebuah gantungan ‘gading gajah’.”  Pada saat itu para bhikkhu meletakkan jubah mereka di dipan dan di kursi. Jubah mereka robek. Mereka mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebatang bambu untuk menggantung jubah, seutas tali untuk menggantung jubah.” 

Pada saat itu temat-tempat tinggal tidak memiliki beranda  dan tanpa naungan.  Mereka mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah beranda, teras tertutup,  halaman dalam,  atar beranda.”  Beranda itu terletak di tempat umum. Para bhikkhu (terlalu) sungkan untuk berbaring. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tirai yang dapat dipindah-pindahkan,  tirai yang dapat ditarik.” ||5||

Pada saat itu para bhikkhu yang makan di ruang terbuka didera oleh panas dan dingin. Mereka mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah ruang pertemuan.” Ruang pertemuan itu rendah di atas tanah …  “ … seutas tali untuk menggantung jubah.” Pada saat itu para bhikkhu meletakkan jubah mereka di ruang terbuka di atas tanah. Jubah itu kotor oleh tanah. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebatang bambu untuk menggantung jubah dan seutas tali untuk menggantung jubah.” ||6||

Air minum menjadi hangat.  “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah ruangan untuk menempatkan air minum, sebuah naungan untuk air minum.” Ruang tempat air minum itu rendah di atas tanah …  “ … seutas tali untuk menggantung jubah.” Tidak ada wadah untuk air minum. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, kulit kerang untuk mengambil air minum, sebuah gayung untuk mengambil air minum.” ||7||

Pada saat itu tempat-tempat tinggal tidak berpagar. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) pagar untuk memagari: pagar bata, pagar batu, pagar kayu.” Tidak ada teras. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah teras.” Teras itu rendah di atas tanah. Air membanjirinya. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, untuk membuatnya tinggi di atas tanah.” Tidak ada pintu menuju teras. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah pintu, tiang pintu, dan kusen … seutas tali untuk menariknya.”  Serbuk rumput jatuh ke teras.  “Aku mengizinkan, para bhikkhu, … lima (helai) rancangan kain.”

Pada saat itu kamar menjadi becek.  Mereka mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menaburkan kerikil.” Mereka tidak berhasil mengatasinya. “Aku mengizinkan kalian, [153] para bhikkhu, untuk memasang ubin.” Air membanjiri. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, saluran air.” ||8||

Pada saat itu para bhikkhu membuat perapian di sana-sini di dalam kamar; kamar menjai kotor.  Mereka mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, membuat ruang perapian di satu sisi.” Ruang perapian itu rendah di atas tanah …  “Aku mengizinkan, para bhikkhu, pegangan tangan.” Ruang perapian tidak memiliki pintu. “Aku mengizinkan, para bhikhu, sebuah pintu, tiang pintu, dan kusen …  seutas tali untuk menariknya.” Serbuk rumput  jatuh ke dalam ruang perapian. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, … seutas tali untuk menggantung jubah.” ||9||

Vihara tidak berpagar: kambing dan sapi merusak tanaman-tanaman kecil.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tiga (jenis) pagar penghalang: pagar bambu, pagar berduri, parit.” Tidak ada teras. Seperti sebelumnya, kambing dan sapi merusak tanaman-tanaman kecil. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah teras, suatu jalinan tombak dan duri,  parit dengan tanaman pagar,  sebuah pintu gerbang, sebuah palang-pintu.”  Serbuk rumput jatuh dari teras. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, …  lima (helai) rancangan kain.” Vihara menjadi becek …  “ … saluran air.” ||10||

Pada saat itu Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha ingin membangun sebuah rumah panjang dengan lapisan plester dan lempung untuk Saṅgha. Kemudian para bhikkhu berpikir: “Atap seperti apakah yang diperbolehkan oleh Sang Bhagavā, apakah yang tidak diperbolehkan?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, lima (jenia) atap: atap genteng, atap batu, atap berplester, atap rumput-tiṇa, atap dedaunan.”  ||11||3||

Demikianlah Bagian Pengulangan Pertama

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VI)
« Reply #40 on: 06 March 2012, 11:28:29 PM »
Pada saat itu perumah tangga Anāthapiṇḍika adalah suami dari saudari seorang pedagang (besar) dari Rājagaha. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika pergi ke Rājagaha untuk satu dan lain urusan. Pada saat itu Saṅgha dengan Yang Tercerahkan sebagai pemimpinnya telah diundang untuk makan keesokan harinya oleh pedagang (besar) dari Rājagaha. Kemudian pedagang (besar) dari Rājagaha memerintahkan buak-budak dan pelayan-pelayannya, dengan berkata: “Baiklah, orang-orang baik, bangunlah pagi-pagi, masak bubur, masak nasi,  siapkan  kari, siapkan sayur-mayur.”  Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika berpikir: “Sekarang, ketika aku tiba sebelumnya perumah tangga ini, setelah mengesampingkan segala pekerjaannya, tidak melakuka apapun kecuali bertukar sapa denganku, tetapi sekarang ia sepertinya sibuk dan memerintahkan budak-budak dan pelayan-pelayan, dengan berkata: ‘Baiklah, orang-orang baik … [154] siapkan sayur-mayur.’ Apakah perumah tangga ini akan pergi ke  (rumah pengantin perempuan) atau apakah rombongan akan datang dari  (rumah pengantin prempuan) ataukah sedang mempersiapkan persembahan atau Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha diundang besok bersama dengan para prajuritnya?” ||1||

Kemudian pedagang (besar) dari Rājagaha, setelah memerintahkan para budak dan pelayannya, mendekati perumah tangga Anāthapiṇḍika; setelah mendekat, ia duduk pada jarak yang selayaknya. Perumah tangga Anāthapiṇḍika berkata kepada pedagang (besar) dari Rājagaha saat ia duduk pada jarak yang selayaknya: “Sebelumnya engkau, perumah tangga, saat aku datang, setelah mengesampingkan seluruh pekerjaanmu, tidak melakukan apapun kecuali saling bertukar sapa denganku, tetapi sekarang engkau sepertinya sibuk dan memerintahkan budak-budak dan pelayan-pelayan, dengan berkata: ‘Baiklah, orang-orang baik … siapkan sayur-mayur.’ Apakah engkau akan pergi ke … atau Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha diundang besok bersama dengan para prajuritnya?”

“Tidak ada bagiku, perumah tangga, pergi ke (rumah pengantin perempuan) atau apakah rombongan akan datang dari (rumah pengantin prempuan) atau Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha diundang besok bersama dengan para prajuritnya. Tetapi aku sedang mempersiapkan persembahan besar: Saṅgha diundang besok dengan Yang Tercerahkan sebagai pemimpinnya.”

“Apakah engkau, perumah tangga, mengatakan ‘Yang Tercerahkan?’”

“’Yang Tercerahkan’ aku katakan, perumah tangga.”

“Apakah engkau, perumah tangga, mengatakan ‘Yang Tercerahkan?’”

“’Yang Tercerahkan’ aku katakan, perumah tangga.”

“Apakah engkau, perumah tangga, mengatakan ‘Yang Tercerahkan?’”

“’Yang Tercerahkan’ aku katakan, perumah tangga.”

“Bahkan kata-kata ini, perumah tangga, jarang terdengar di dunia ini, yaitu, ‘Yang Tercerahkan, Yang Tercerahkan.’ Sekarang, apakah mungkin, perumah tangga, pada waktu sekarang ini  untuk pergi menemui Sang Bhagavā, Yang Sempurna, Yang Tercerahkan Sempurna?”

“Sekarang bukanlah waktu yang tepat, perumah tangga, untuk pergi menemui Sang Bhagavā, Yang Sempurna, Yang Tercerahkan Sempurna. Tetapi, besok pagi-pagi engkau boleh pergi menemui Sang Bhagavā, Yang Sempurna, Yang Tercerahkan Sempurna.”

Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, dengan berpikir: “Besok pagi-pagi sekali aku akan menemui Sang Bhagavā … Yang Tercerahkan Sempurna,” berbaring dengan (begitu) penuh perhatian terarah pada Yang Tercerahkan,  sehingga ia terbangun tiga kali pada malam itu menganggap pagi telah tiba. ||2||

Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika mendekati pintu gerbang menuju Hutan Dingin,  dan makhluk-makhluk bukan manusia membukakan pintu gerbang. Kemudian ketika perumah tangga Anāthapiṇḍika telah keluar dari kota, penerangan padam, dan kegelapan muncul; ia ketakutan, [155] merinding  sehingga ia ingin kembali dari sana. Kemudian yakkha Sīvaka, tanpa terlihat, meperdengarkan suaranya:

“Seratus gajah,  seratus kuda, seratus kereta dengan bagal betina,
Seratus gadis berhiaskan anting-anting permata –
Ini tidak sebanding dengan seper enam belas dari panjang langkah.
Majulah, perumah tangga, majulah, perumah tangga.
Maju lebih baik bagimu, bukan mundur.”

Kemudian kegelapan lenyap bagi si perumah tangga Anāthapiṇḍika, cahaya muncul, sehingga ketakutan, merindingnya mereda. Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya yakkha Sīvaka memperdengarkan suaranya: “… Maju lebih baik bagimu, bukan mundur.” Dan untuk ke tiga kalinya kegelapan lenyap bagi si perumah tangga Anāthapiṇḍika, cahaya muncul, sehingga ketakutan, merindingnya mereda. ||3||

Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika mendekati Hutan Dingin. Pada saat itu Sang Bhagavā sedang berjalan mondar-mandir di ruang terbuka, setelah bangun pada malam menjelang pagi hari. Kemudian Sang Bhagavā melihat peruma tangga Anāthapiṇḍika datang dari jauh; melihatnya, setelah turun dari tempat berjalan mondar-mandir, Beliau duduk di tempat yang tersedia, dan sambil duduk Sang Bhagavā berkata kepada perumah tangga Anāthapiṇḍika: “Mari, Sudatta.”  Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, berpikir: “Bhagavā menyapa dengan namaku,” senang, gembira, ia mendekati Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menundukkan kepalanya di kaki Sang Bhagavā, ia berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku harap, Bhagavā, bahwa Bhagavā dalam keadaan nyaman.” Beliau berkata:

“Ya, Beliau selalu dalam keadaan nyaman, mencapai Nibbāna,
Yang tidak ternoda oleh nafsu,  sejuk, tanpa kemelekatan.
Setelah mencabik-cabik semua kemelekatan, setelah mengarahkan perhatian batin,
Dengan tenang ia hidup dalam kenyamanan, setelah memenangkan kedamaian pikiran.”  ||4||

Kemudian Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertingkat kepada perumah tangga Anāthapiṇḍika, yaitu khotbah tentang memberi, tentang moralitas, tentang alam surga, Beliau menjelaskan bahaya, kesia-siaan, cacat dari kenikmatan indria, keuntungan dalam meninggalkan(nya). Ketika Sang Bhagavā mengetahui bahwa batin perumah tangga Anāthapiṇḍika telah siap, lentur, bebas dari rintangan, bersemangat, gembira, maka Beliau menjelaskan kepadanya ajaran dhamma yang ditemukan oleh Yang Tercerahkan sendiri: penderitaan, berkembangnya, lenyapnya, dan Sang Jalan. Dan bagaikan kain yang bersih [156] tanpa noda hitam akan dengan mudah diwarnai, demikian pula selagi ia sedang (duduk) di tempat itu juga, penglihatan-dhamma, tanpa-debu, tanpa-noda, muncul dalam diri perumah tangga Anāthapiṇḍika, bahwa “Segala sesuatu pasti berkembang, segala sesuatu pasti berhenti.” Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah melihat dhamma, mencapai dhamma, mengenali dhamma, masuk ke dalam dhamma, setelah melampaui keragu-raguan, setelah mengesampingkan ketidak-pastian, setelah tanpa bantuan orang lain mencapai keyakinan penuh terhadap instruksi Sang Guru, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Mengagumkan, Bhagavā! Menakjubkan, Bhagavā! Bahkan, Bhagavā, bagaikan seseorang yang menegakkan apa yang terbalik, atau mengungkapkan apa yang tersembunyi, atau menunjukkan jalan bagi mereka yang tersesat, atau menyalakan pelita di dalam kegelapan dengan berpikir, ‘Agar mereka yang memiliki mata dapat melihat bentuk-bentuk,’ demikianlah dhamma telah dijelaskan dalam berbagai cara oleh Sang Bhagavā. Aku, Bhagavā, menyatakan berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada dhamma, dan kepada Saṅgha. Sudilah Bhagavā menerimaku sebagai siswa-awam sejak hari ini hingga seumur hidupku. Dan, Bhagavā, sudilah Bhagavā menerima persembahan makanan dariku besok bersama dengan Saṅgha.” Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah memahami penerimaan Sang Bhagavā, bangkit dari duduknya, setelah pamit pada Sang Bhagavā, pergi dengan Beliau di sisi kanannya. ||5||

Pedagang (besar) dari Rājagaha mendengar: ‘Dikatakan bahwa Saṅgha yang dipimpin oleh Yang Tercerahkan diundang untuk makan besok oleh perumah tangga Anāthapiṇḍika.” Kemudian sang pedagang (besar) dari Rājagaha berkata kepada perumah tangga Anāthapiṇḍika: “Dikatakan bahwa Saṅgha yang dipimpin oleh Yang Tercerahkan diundang untuk makan besok olehmu besok, perumah tangga. Tetapi engkau adalah tamu.  Aku dapat memberikan kepadamu, perumah tangga, segala perlengkapan yang dengannya engkau dapat membuat makanan untuk Saṅgha dengan Yang Tercerahkan sebagai pemimpinnya.”

“Terima kasih, perumah tangga, tetapi aku memiliki perlengkapan sendiri yang dengannya aku dapat membuat makanan untuk Saṅgha dengan Yang Tercerahkan sebagai pemimpinnya.”

Dewan negara Rājagaha medengar: “Saṅgha yang dipimpin oleh Yang Tercerahkan diundang untuk makan besok oleh perumah tangga Anāthapiṇḍika.” Kemudian dewan negara Rājagaha berkata kepada perumah tangga Anāthapiṇḍika: “Dikatakan bahwa Saṅgha … Kami dapat memberikan kepadamu, perumah tangga, segala perlengkapan yang dengannya engkau dapat membuat makanan untuk Saṅgha dengan Yang Tercerahkan sebagai pemimpinnya.”

“Terima kasih, Tuan-tuan, tetapi aku memiliki perlengkapan sendiri yang dengannya aku dapat membuat makanan untuk Saṅgha dengan Yang Tercerahkan sebagai pemimpinnya.”

Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha mendengar: “Saṅgha …” …

“Terima kasih, Baginda, tetapi aku memiliki perlengkapan sendiri yang dengannya aku dapat membuat makanan untuk Saṅgha dengan Yang Tercerahkan sebagai pemimpinnya.” ||6||

Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah mempersiapkan makanan mewah, keras dan lunak, yang dipersiapkan pada akhir malam itu di kediaman si pedagang (besar) dari Rājagaha. [157] mengumumkan waktunya kepada Sang Bhagavā, dengan berkata: “Waktunya telah tiba, Bhagavā, makanan telah siap.” Kemudian Sang Bhagavā, setelah merapikan jubahnya di pagi hari, membawa mangkuk dan jubahnya, mendatangi kediaman si pedagang (besar) dari Rājagaha; setelah tiba, Beliau duduk di tempat yang telah disediakan bersama dengan para bhikkhu. Perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah dengan tangannya sendiri melayani Saṅgha dengan Sang Bhagavā sebagai pemimpin dengan makanan-makanan mewah, keras dan lunak, ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah menarik tanganNya dari mangkuk, ia duduk pada jarak yang selayaknya. Sambil duduk pada jarak yang selayaknya, perumah tangga Anāthapiṇḍika berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhagavā, sudilah Bhagavā menerima persembahan tempat tinggal selama musim hujan  dariku di Sāvatthī bersama dengan para bhikkhu.”

“Tetapi, perumah tangga, Pencari-kebenaran menyukai tempat-tempat sepi.”

“Dimengerti, Bhagavā, dimengerti, Yang Sempurna.” Kemudian Sang Bhagavā, setelah menyenangkan, menggembirakan, membangkitkan semangat perumah tangga Anāthapiṇḍika dengan khotbah dhamma, bangkit dari duduknya, pergi. ||7||

Pada saat itu perumah tangga Anāthapiṇḍika memiliki banyak sahabat, banyak teman, kata-katanya berbobot.  Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah mengakhiri urusannya di Rājagaha, pulang ke Sāvatthī. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika memerintahkan orang-orang di sepanjang perjalanan, dengan berkata: “Tuan-tuan, bangunlah vihara, persiapkan tempat-tempat tinggal, lengkapi dengan persembahan; Yang Tercerahkan telah muncul di dunia ini, dan Sang Bhagavā ini, diundang olehku, akan datang melalui sepanjang jalan ini.”

Kemudian orang-orang ini, didorong oleh perumah tangga Anāthapiṇḍika, membangun vihara-vihara, mempersiapkan tempat-tempat tinggal, melengkapinya dengan persembahan-persembahan. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah sampai di Sāvatthī, melihat-lihat di seluruh Sāvatthī, berpikir : “Sekarang di manakah Sang Bhagavā akan menetap yang tidak terlalu jauh dari desa, juga tidak terlalu dekat, mudah untuk datang dan pergi, mudah dikunjungi oleh orang-orang kapanpun mereka inginkan, tidak ramai di siang hari, tidak berisik di malam hari, sedikit suara, tanpa nafas terengah-engah para penduduk, terasing dari banyak orang, cocok untuk bermeditasi?” ||8||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VI)
« Reply #41 on: 06 March 2012, 11:29:12 PM »
Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika melihat hutan rekreasi Pangeran Jeta, tidak terlalu jauh dari desa … cocok untuk bermeditasi, dan melihatnya, ia mendatangi Pangeran Jeta; setelah datang ia berkata kepada Pangeran Jeta: “berikanlah kepadaku, Tuan muda, hutan rekreasi untuk dijadikan vihara.”

“Hutan rekreasi tidak akan diberikan, perumah tangga, bahkan dengan harga seratus ribu.”

“Tuan muda, vihara itu dibeli.”

“Vihara tidak dibeli, perumah tangga.” Mereka menanyakan kepada Menteri Keadilan,  dengan mengatakan: “Apakah vihara itu dibeli atau tidak dibeli?” menteri itu berkata: [158] “Vihara itu dibeli dengan harga yang telah engkau tentukan, Tuan muda.” Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah membawa koin-koin emas  dengan menggunakan kereta, menutupi seluruh Hutan Jeta dengan nilai seratus ribu.  ||9||

Koin-koin emas yang dibawa pertama tidak mencukupi untuk menutup sepetak kecil di dekat teras. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika memerintahkan orang-orang, dengan berkata: “Kembalilah, orang-orang baik, bawa (lebih banyak lagi) koin-koin emas, aku akan menebarkannya menutupi bagian yang terbuka ini.” kemudian Pangeran Jeta berpikir: “Ini bukan karena persoalan biasa  sehingga perumah tangga ini menghabiskan begitu banyak koin emas,” dan ia berkata sebagai berikut kepada perumah tangga Anāthapiṇḍika:

“Cukup, perumah tangga; biar aku saja yang menutup bagian terbuka ini, berikan bagian terbuka ini untukku, aku akan menyerahkan persembahanku.”

Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika berpikir: “Pangeran Jeta adalah seorang yang terkenal, termashyur; tentu saja keyakinannya dalam dhamma dan disiplin dari seorang yang terkenal sepertinya akan sangat efektif,”  mengalihkan bagian terbuka itu untuk Pangeran Jeta. Kemudian Pangeran Jeta membangun sebuah teras  di tempat terbuka itu. Perumah tangga Anāthapiṇḍika membangun tempat-tempat tinggal, ia membangun kamar-kamar … teras-teras … aula-aula pertemuan … ruang perapian … gubuk-gubuk untuk apa yang diperbolehkan … jamban-jamban … tempat berjalan mondar-mandir … sumur-sumur … ruangan dalam sumur … kamar mandi … ruangan di dalam kamar mandi … kolam-kolam teratai … ia membangun gudang-gudang. ||10||4||

Kemudian Sang Bhagavā, setelah menetap di Rājagaha selama yang Beliau kehendaki, pergi menuju Vesālī. Akhirnya, dengan berjalan kaki dalam perjalanan itu, Beliau tiba di Vesālī. Sang Bhagavā berdiam di aula beratap lancip. Pada saat itu orang-orang sedang melakukan perbaikan dengan saksama untuk para bhikkhu yang memerlukan perbaikan dan mereka juga melayani dengan saksama, dengan kebutuhan-kebutuhan jubah, makanan, tempat tinggal dan oat-obatan bagi yang sakit. Kemudian seorang penjahit miskin berpikir: “Sekarang ini tentu bukan persoalan biasa sehingga orang-orang ini melakukan perbaikan dengan saksama. Bagaimana jika aku juga melakukan perbaikan?” kemudian penjahit miskin itu, setelah mengadon lempung, setelah menumpuk bata, mendirikan tembok ranting dan dicat dengan tidak rapi. Tetapi karena ia tidak ahli, tumpukan itu miring dan tembok itu rubuh. Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya … tembok itu rubuh. ||1||

Kemudian penjahit miskin itu … menyebarkan, dengan mengataka: “Para petapa ini, [159] para putera Sakya, menasihati, menginstruksikan mereka yang mempersembahkan jubah, makanan, tempat tinggal, obat-obatan bagi yang sakit, dan mereka yang melakukan perbaikan untuk mereka. Tetapi aku miskin. Tidak ada yang menasihati, menginstruksikan atau mengharapkan perbaikan dariku.” Para bhikkhu mendengar kata-kata penjahit miskin itu ketia ia … meyebarkan. Kemudian para bhikkhu itu mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā dalam kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu:

“Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menyerahkan tanggung jawab perbaikan pada (seorang bhikkhu).  Bhikkhu yang bertanggung jawab atas perbaikan harus berusaha,  memikirkan, ‘Bagaikanakah agar tempat-tempat tinggal ini cepat diselesaikan?’ dan ia harus memulihkan bagian-bagian yang rusak.  ||2||

“Dan beginilah, para bhikkhu, mereka diserahi tanggung jawab: Pertama, seorang bhikkhu harus diminta; setelah diminta, Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bikkhu yang berpengalaman dan berkompeten, yang mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, biarlah Saṅgha menyerahkan tanggung jawab perbaikan tempat tinggal perumah tangga itu kepada bhikkhu itu. ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Saṅgha menyerahkan tanggung jawab perbaikan … kepada bhikkhu itu. jika penyerahan tanggung jawab kepada bhikkhu itu, atas perbaikan tempat tinggal perumah tangga itu, sesuai keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Perbaikan tempat tinggal perumah tangga itu diserahkan kepada bhikkhu itu. ini sesuai kehendak Saṅgha; oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||3||5||

Kemudian Sang Bhagavā, setelah menetap di Vesālī selama yang Beliau kehendaki, pergi menuju Sāvatthī. Pada saat itu para bhikkhu yang adalah siswa dari Kelompok Enam Bhikkhu, setelah berjalan di depan para bhikkhu yang dipimpin oleh Yang Tercerahkan, menguasai tempat-tempat tinggal, mereka menguasai tempat-tempat tidur, dengan mengatakan: “Ini untuk penahbis kami, ini untuk guru kami, ini untuk kami.” Kemudian Yang Mulia Sāriputta, yang berjalan di belakang para bhikkhu yang dipimpin oleh Yang Tercerahkan, tidak mendapatkan tempat tidur – tempat-tempat tinggal telah dikuasai, tempat-tempat tidur telah dikuasai – duduk di bawah sebatang pohon. Kemudian Sang Bhagavā, bangun pada malam hari menjelang pagi itu, batuk. Yang Mulia Sāriputta juga batuk.

“Siapakah di sana?”

“Ini Aku, Bhagavā, Sāriputta.”

“Mengapa engkau duduk di sini, Sāriputta?” kemudian Yang Mulia Sāriputta memberitahukan persoalannya kepada Sang Bhagavā.  ||1||

Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah mengumpulkan para bhikkhu, bertanya kepada para bhikkhu: “Benarkah, dikatakan, para bhikkhu, [160] bahwa para bhikkhu yang adalah murid-murid … ‘ … ini untuk kami’?”

“Benar, Bhagavā.” Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā menegur mereka dengan mengatakan:

“Bagaimana mungkin, para bhikkhu, orang-orang dungu ini, setelah berjalan di depan … mengatakan ‘ … ini untuk kami’? ini bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” dan setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Siapakah, para bhikkhu, yang layak mendapatkan tempat duduk terbaik, Air terbaik  (untuk mencuci), persembahan terbaik?” Beberapa bhikkhu menjawab: “Siapapun, Bhagavā, yang meninggalkan keduniawian dari keluarga mulia, ia layak menerima … persembahan terbaik.” Beberapa bhikkhu menjawab: “Siapapun, Bhagavā, yang meninggalkan keduniawian dari keluarga brahmana … “Siapapun, Bhagavā, yang meninggalkan keduniawian dari keluarga perumah tangga … Siapapun, Bhagavā, yang mengetahui suttanta … yang menguasai disiplin … yang merupakan guru dhamma … yang memiliki meditasi pertama  … yang memiliki meditasi ke dua … yang memiliki meditasi ke tiga … yang memiliki meditasi ke empat … yang adalah seorang pemasuk-arus … yang adalah seorang yang-kembali-sekali … yang adalah seorang yang-tidak-kembali … yang sempurna … seorang dengan tiga kebijaksanaan … seorang dengan enam pengetahuan, ia layak menerima tempat duduk terbaik, air terbaik (untuk mencuci), persembahan terbaik.” ||2||

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Sebelumnya,  para bhikkhu, dulu terdapat sebatang pohon banyan besar di lereng Himalaya. Tiga sahabat menetap di sana: seekor ayam hutan, seekor monyet, dan gajah besar. Mereka hidup dengan ramah, saling menghormati, sopan  antara satu dengan yang lain. Kemudian, para bhikkhu, para sahabat ini berpikir: ‘Sekarang mari kita mencari tahu siapa di antara kita yang paling tua berdasarkan kelahiran. Kita harus menghormatinya dan menuruti nasihatnya.’ Kemudian, para bhikkhu, ayam hutan dan monyet bertanya kepada gajah: ‘Engkau, sahabat, hal paling lama apakah yang engkau ingat?’

“’Ketika aku, sahabat, masih muda aku biasanya melangkahi pohon banyan ini di antara kedua kakiku, dan pucuk yang paling atas menyentuh perutku. Ini, sahabat, adalah hal paling lama yang kuingat.”

“Kemudian, para bhikkhu, ayam hutan dan gajah bertanya kepada monyet: ‘Engkau, sahabat, hal paling lama apakah yang engkau ingat?’

“’Ketika aku, sahabat, masih muda aku duduk di tanah, aku biasanya memakan pucuk pohon banyan ini. Ini, sahabat, adalah hal paling lama yang kuingat.”

“Kemudian, para bhikkhu, monyet dan gajah bertanya kepada ayam hutan: ‘Engkau, sahabat, hal paling lama apakah yang engkau ingat?’

“’Sahabat, di suatu ruang terbuka terdapat sebatang pohon banyak besar. Aku, setelah memakan salah satu buahnya, kemudian buang air di tempat itu, dan pohon banyak ini tumbuh dari situ. Jadi, sahabat-sahabat, aku adalah yang tertua berdasarkan kelahiran” [161]

“Kemudian, para bhikkhu, monyet dan gajah itu berkata kepada ayam-hutan: ‘Engkau sahabat, adalah yang tertua berdasarkan kelahiran. Kami akan menghormatimu dan menuruti nasihatmu.’

“Kemudian, para bhikkhu, ayam hutan itu menasihati minyet dan gajah untuk menlaksanakan lima kebiasaan bermoral dan ia juga turut melaksanakan lima kebiasaan bermoral. Mereka setelah hidup dalam keramahan, saling menghormati, sopan antara satu dengan yang lain, pada saat hancurnya jasmani setelah kematian terlahir kembali di alam bahagia, alam surga. Ini, para bhikkhu, dikenal sebagai perjalanan-Brahma ayam hutan.”

“Mereka yang menghormati yang lebih tua – mereka adalah ahli dalam dhamma,
Layak dipuji di sini dan saat ini dan terlahir di alam bahagia setelah kematian. ||3||

“Maka, para bhikkhu, jika binatang, yang bernafas, dapat hidup dengan ramah, saling menghormati, sopan antara satu dengan yang lain, demikian pula kalian, biarlah cahayamu bersinar di sini, dehingga kalian, yang meninggalkan keduniawian dalam dhamma dan disiplin yang telah dibabarkan dengan sempurna, hidup seperti demikian, ramah, saling menghormati, sopan antara satu dengan yang lain. Ini bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Aku mengizinkan, para bhikkhu, menyapa, bangkit dari duduk, merangkapkan tangan sebagai penghormatan, memberi hormat selayaknya, tempat duduk terbaik, air terbaik (untuk mencuci), persembahan terbaik menurut senioritas. Tetapi, para bhikkhu, apapun yang menjadi milik Saṅgha tidak boleh diberikan menurut senioritas. Siapapun yang melakukan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. ||4||

“Para bhikkhu, terdapa sepuluh ini yang tidak perlu disapa: seorang yang ditahbiskan belakangan tidak perlu disapa oleh orang yang ditahbiskan lebih dulu; seorang yang tidak ditahbiskan tidak perlu disapa; seorang yang berasal dari komunitas lain tidak perlu disapa (bahkan) jika ia lebih senior (namun) mengatakan apa yang bukan-dhamma; seorang perempuan tidak perlu disapa; seorang kasim … seorang dalam masa percobaan   … seorang yang layak dikembalikan ke awal  … seseorang yang layak menerima mānatta … seorang yang sedang melaksanakan mānatta … seorang yang layak menerima rehabilitasi tidak perlu disapa. Ini, para bhikkhu, adalah sepuluh yang tidak perlu disapa. Tiga ini, para bhikkhu, adalah harus disapa: seorang yang ditahbiskan lebih dulu harus disapa oleh orang yang ditahbiskan belakangan; seorang yang berasal dari komunitas lain harus disapa (bahkan) jika ia lebih senior dan mengatakan apa yang merupakan dhamma ; dan, para bhikkhu, seorang Penemu-Kebenaran, Yang Sempurna, Yang Tercerahkan Sempurna,  harus disapa di dunia ini bersama dengan para deva, bersama dengan Māra dan para Brahmā, oleh makhluk-makhluk dengan para petapa dan brahmana, dengan para deva dan manusia. Tiga ini, para bhkkhu, harus disapa. ||5||6||

Pada saat itu orang-orang mempersiapkan tempat bernaung untuk para bhikkhu, mereka mempersiapkan selimut, mereka mempersiapkan lahan. [162] para bhikkhu yang adalah murid-murid dari Kelompok Enam Bhikkhu  berkata: “Hanya apa yang menjadi milik Saṅgha yang tidak diperbolehkan menurut senioritas oleh Sang Bhagavā, bukan apa yang dibuat untuk tujuan diserahkan kepada Saṅgha,” setelah berjalan di depan para bhikkhu uang dipimpin oleh Yang Tercerahkan, mereka menguasai selimut, menguasai lahan, berpikir: “Ini untuk penahbis kami, ini untuk guru kami, ini untuk kami.” Kemudian Yang mulia Sāriputta, yang berjalan di belakang para bhikkhu yang dipimpin oleh Yang Tercerahkan, tidak berkesempatan mendapatkan lahan terbuka – lahan telah dikuasai, selimut telah dikuasai. duduk di bawah sebatang pohon. Kemudian Sang Bhagavā, bangun pada malam hari menjelang pagi itu, batuk. Yang Mulia Sāriputta juga batuk.

“Siapakah di sana?”

“Ini Aku, Bhagavā, Sāriputta.”

“Mengapa engkau duduk di sini, Sāriputta?” kemudian Yang Mulia Sāriputta memberitahukan persoalannya kepada Sang Bhagavā.  Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah mengumpulkan para bhikkhu, bertanya kepada para bhikkhu: “Benarkah, dikatakan, para bhikkhu …’ … setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, bahkan apa yang dibuat untuk tujuan dipersembahkan kepada Saṅgha tidak boleh dikuasai menurut senioritas. Siapapun yang menguasai (demikian) maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||7||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VI)
« Reply #42 on: 06 March 2012, 11:29:49 PM »
Pada saat itu di dalam ruang makan di sebuah rumah perumah tangga tersedia benda-benda tinggi dan lebar untuk bersandar, yaitu:  sofa,  dipan, penutup kasur berbulu, penutup kasur dari wol bertabur bunga, selimut katun, penutup kasur wol bercorak binatang, kain penutup dari wol yang berbulu di sisi atas, kain penutup dari wol yang berbulu di satu sisi, selimut sutera bertatahkan permata, selimut terbuat dari benang sutera bertatahkan permata, karpet penari, selimut gajah, selimut kuda, selimut kereta, selimut dari kulit rusa hitam, selimut mewah dari kulit rusa-kadali. Selimut dengan atap di atasnya, dipan dengan bantal merah di kedua ujungnya. Para bhikkhu, karena takut melakukan pelanggaran, tidak mendudukinya.  Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, kecuali tiga hal: sofa, dipan, selimut katun, untuk menduduki apa yang disediakan oleh perumah tangga, tetapi tidak berbaring di atasnya.”

Pada saat itu di dalam ruang makan di sebuah rumah perumah tangga tersedia dipan dan kursi, keduanya ditutupi dengan katun.  Para bhikkhu, karena takut melakukan pelanggaran, tidak mendudukinya. Mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menduduki apa yang disediakan oleh perumah tangga, tetapi tidak berbaring di atasnya.”  ||8||

Kemudian Sang Bhagavā, berjalan kaki dalam perjalanan itu, akhirnya tiba di Sāvatthī. Di Sāvatthī Sang Bhagavā menetap [163] di Hutan Jeta di Vihara Anāthapiṇḍika. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika menghadap Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk pada jarak yang selayaknya. Sambil duduk pada jarak yang selayaknya perumah tangga Anāthapiṇḍika berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhagavā, sudilah Bhagavā menerima persembahan makanan dariku besok bersama dengan para bhikkhu.” Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah memahami persetujuan Sang Bhagavā, bangkit dari duduknya dan pergi dengan Beliau di sisi kanannya. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah mempersiapkan makanan-makanan mewah, keras dan lunak, yang dipersiapkan pada malam menjelang pagi hari itu, mengumumkan waktunya kepada Sang Bhagavā dengan mengatakan: “Sudah waktunya, Bhagavā, makanan telah siap.” Kemudian Sang Bhagavā, setelah merapikan jubahnya di pagi hari, membawa mangkuk dan jubahnya, mendatangi kediaman perumah tangga Anāthapiṇḍika; setelah sampai, Beliau duduk di tempat yang telah disediakan bersama dengan para bhikkhu. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah dengan tangannya sendiri melayani Saṅgha dengan Yang Tercerahkan sebagai pemimpin dengan makanan-makanan mewah, keras dan lunak, ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah menarik tanganNya dari mangkukNya, duduk pada jarak yang selayaknya. Sambil duduk pada jarak yang selayaknya perumah tangga Anāthapiṇḍika berkata kepada Sang Bhagavā: “Peraturan apakah yang haru kuikuti, Bhagavā, sehubungan dengan Hutan Jeta ini?”
 
“Perumah tangga, persiapkanlah Hutan Jeta ini (untuk digunakan) oleh Saṅgha di empat penjuru,  saat ini dan di masa depan.”

“Baik, Bhagavā,” dan perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah menjawab Sang Bhagavā, mempersiapkan Hutan Jeta (untuk digunakan) oleh Saṅgha di empat penjuru, saat ini dan di masa depan. ||1||

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan terima kasih kepada perumah tangga Anāthapiṇḍika dalam syair-syair berikut ini:

“Mereka mengusir dingin dan panas dan binatang-binatang buas dari sana …
Ia, memahami dhamma itu di sini, mencapai Nibbāna, tanpa noda.” [164]

Kemudian Sang Bhagavā, setelah mengucapkan terima kasih kepada perumah tangga Anāthapiṇḍika dalam syair-syair ini, bangkit dari dudukNya dan pergi. ||2||9||

Pada saat itu seorng menteri kerajaan yang adalah murid para petapa telanjang mempersembahkan makanan kepada Saṅgha. Yang Mulia Upananda, putera Sakya, setelah tiba sebelum (yang lainnya) selagi makanan masih belum siap, membubarkan bhikkhu yang berada di sebelahnya,  dan terjadi kegaduhan di ruang makan. Kemudian menteri kerajaan itu … menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para petapa ini, para putera Sakya, setelah tiba sebelum (yang lainnya) membubarkan para bhikkhu ketika makanan belum siap sehingga terjadi kegaduhan di ruang makan? Sekarang, apakah tidak mungkin, bahkan duduk di suatu tempat, makan sebanyak yang diinginkan seseorang?” Para bhikkhu mendengar kata-kata si menteri kerajaan sewaktu ia … menyebarkan. Para bhikkhu lain … menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda, putera Sakya, setelah tiba sebelum (yang lainnya), membubarkan bhikkhu yang berada di sebelahnya ketika makanan belum siap sehingga terjadi kegaduhan di ruang makan?” Kemudian para bhkkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah, dikatakan, bahwa engkau, Upananda, setelah tiba … di ruang makan?”

“Benar, Bhagavā.” YanG Tercerahkan, Sang Bhagavā menegurnya dengan mengatakan:

“Bagaimana mungkin engkau, orang dungu, setelah tiba … di ruang makan? Itu bukanlah, orang dungu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” Setelah menegurnya, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, seorang bhkkhu tidak boleh membubarkan (bhikkhu lain) selagi makanan belum siap. Siapapaun yang membubarkan (yang lainnya) maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Jika ia membubarkan (orang lain) yang diundang (untuk makan), ia harus diberitahu, ‘Pergilah ambil air.’ Jika ini dilakukan demikian, maka itu bagus; jika tidak, setelah menelan sesuap nasi, tempat duduknya harus diberikan kepada bhikkhu senior. Tetapi ini Aku katakan, para bhikkhu: bahwa tidak dengan cara apapun juga sebuah tempat duduk diberikan kepada seorang bhikkhu senior. Siapapun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu mengusir para bhikkhu yang sakit. Para bhikkhu yang sakit berkata: “Kami, Yang Mulia, tidak mampu bangkit, kami sakit.” Dengan berkata, “Kami akan mengusir Yang Mulia,” setelah mencengkeram lengan mereka, setelah mengusir mereka, mereka melepaskan (mereka) selagi masih berdiri. Para bhikku yang sakit, ketika dilepaskan, terjatuh. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seseorang yang sakit tidak boleh diusir. Siapapun yang mengusirnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu Kelompok Enam [165] Bhikkhu, dengan berkata: “Kami sakit, kami tidak bisa diusir,” menguasai tempat-tempat tidur. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memberikan temoat tidur yang layak bagi mereka yang sakit.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu menguasai tempat-tempat tinggal dengan alasan-alasan (remeh).  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, tempat tinggal tidak boleh dikuasai atas alasan(remeh). Siapapun yang menguasai (deikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||2||10||

Pada saat itu Kelompok Tujuh belas Bhikkhu  sedang memperbaiki sebuah tempat tinggal yang besar di lingkungan tersebut, dengan pikiran: “Kami akan melewatkan musim hujan di sini.” Kelompok Enam Bhikkhu melihat Kelompok Tujuh belas Bhikkhu sewaktu mereka sedang memperbaiki tampat tinggal itu, dan melihat mereka, mereka berkata:

“Yang Mulia, Kelompok Tujuh belas Bhikkhu sedang memperbaiki sebuah tempat tinggal. Ayo, kita akan mengusir mereka.”

Yang lain berkata: “Tunggu, Yang Mulia, tunggu hingga mereka telah memperbaikinya; ketika telah diperbaiki, kita akan mengusir mereka.” Kemudian Kelompok Enam Bhikkhu berkata kepada Kelompok Tujuh belas Bhikkhu: “Pergilah, Yang mulia, tempat tinggal ini telah kami peroleh.”

“Yang Mulia, Mengapa ini tidak diberitahukan sebelumnya, dan kami akan memperbaiki yang lain?”

“Yang Mulia, bukankah tempat tinggal adalah milik Saṅgha?”

“Benar, Yang Mulia, tempat tinggal adalah milik Saṅgha.”

“Pergilah, Yang mulia, tempat tinggal ini telah kami peroleh.”

“Yang Mulia, tempat tinggal ini besar; kalian bisa tinggal, dan kami juga akan tinggal.”

“Pergilah, Yang mulia, tempat tinggal ini telah kami peroleh.” Dan marah, tidak senang, setelah mencengkeram leher mereka, mereka melemparkan mereka keluar. Para bhikkhu itu, yang terlempar keluar, menangis. Para bhikkhu berkata:

“Mengapa kalian, Yang Mulia, menangis?”

“Yang Mulia, Kelompok Enam Bhikkhu ini, marah, tidak senang, melempar kami keluar dari tempat tinggal milik Saṅgha. Para bhikkhu itu mencela, mengkritikm dan menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Kelompok Enam Bhikkhu ini, karena marah, tidak senang, melempar para bhikkhu keluar dari tempat tinggal milik Saṅgha?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah, dikatakan, para bhikkhu, bahwa Kelompok Enam Bhikkhu, karena marah, tidak senang, melempar para bhikkhu keluar dari tempat tinggal milik Saṅgha?”

“Benar, Bhagavā.”  Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu tidak boleh dilemparkan kelaur dari tempat tinggal milik Saṅgha oleh seseorang yang marah, tidak senang. Siapapun yang melemparkannya (demikian) harus diperlakukan menurut aturan.  Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membagi  tempat-tempat tinggal.” ||1||

Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang oleh siapakah tempat-tempat tinggal dibagikan?”

Mereka mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. [166] Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, seorang bhikkhu yang memiliki lima kualitas sebagai pembagi tempat-tempat tinggal:  seorang yang tidak akan menuruti jalan salah  melalui keinginan, seorang yang tidak akan menuruti jalan salah melalui kebencian, seorang yang tidak akan menuruti jalan salah melalui kebodohan, seorang yang tidak akan menuruti jalan salah melalui ketakutan, dan seorang yang akan mengetahui apa yang diambil dan apa yang tidak diambil. Dan beginilah, para bhikkhu, seharusnya ia ditunjuk: Pertama, seorang bhikkhu harus diminta. Setelah memintanya, Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya, biarlah Saṅgha menunjuk bhikkhu itu sebagai pembagi tempat-tempat tinggal. Ini adalah usul. Yang mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Saṅgha menyetujui bhikkhu itu sebagai pembagi tempat-tempat tinggal. Jika penunjukan bhikkhu itu sebagai pembagi tempat-tempat tinggal sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menginginkan silahkan berbicara. Bhikkhu itu ditunjuk oleh Saṅgha sebagai pembagi tempat-tempat tinggal. Ini sesuai keinginan Sangha, karena itu Sangha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||2||

Kemudian para bhikkhu yang menjadi pembagi tempat-tempat tinggal berpikir: “Sekarang, bagaimanakah tempat-tempat tinggal ini dibagi?” mereka mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, pertama menghitung jumlah bhikkhu; setelah menghitung jumlah bhikkhu, kemudian menghitung jumlah tempat tidur;  setelah menghitung jumlah tempat tidur, kemudian membagikan sesuai akomodasi pada tempat-tempat tidur itu.”  membagi menurut akomodasi pada tempat-tempat tidur (beberapa) tempat tidur tersisa.  “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membagi menurut akomodasi dalam kamar.”  Membagi menurut akomodasi dalam kamar (beberapa) kamar tersisa. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memberikan tambahan  juga.”

Ketika kamar tambahan telah ditempat seorang bhikkhu lain datang. “Tidak perlu diberikan (kepadanya jika si penghuni) tidak menghendaki.”

Pada saat itu para bhikkhu memberikan tempat tinggal kepada seorang yang berada di luar batas. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā Beliau berkata: “Para bhikkhu, tempat tinggal tidak boleh diberikan kepada seseorang yang berada di luar batas. Siapapun yang memberikannya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah menempati tempat-tempat tinggal, menguasainya selamanya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā Beliau berkata: “Para bhikkhu, setelah menempati suatu tempat tinggal, tidak boleh menguasainya selamanya. Siapapun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menguasainya selama tiga bulan pada musim hujan tetapi tidak menguasainya selama musim kering,”

Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang, berapa kalikah pembagian tempat-tempat tinggal dilakukan?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā Beliau berkata: “Para bhikkhu, ada tiga kali pembagian tempat-tempat tinggal: pertama,  ke dua,  dan di antaranya.   Pembagian pertama adalah hari berikut setelah hari purnama bulan Āsāḷha; pembagian ke dua adalah pada bulan berikutnya setelah hari purnama bulan Āsaḷha; pembagian di antaranya adalah hari berikutnya setelah Undangan, dengan merujuk pada masa vassa berikutnya. Ini, para bhikkhu, adalah tiga kali pembagian tempat-tempat tinggal.” ||4||11||

Demikianlah Bagian Pengulangan Ke Dua    [167]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VI)
« Reply #43 on: 06 March 2012, 11:31:05 PM »
Pada saat itu Yang Mulia Upananda, putera Sakya, setelah menempati suatu tempat tinggal di Sāvatthī, pergi ke beberapa tempat tinggal di desa lain dan menempati tempat tinggal di sana juga. Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang Yang Mulia, Yang Mulia Upananda, putera Sakya, pembuat pertikaian, pembuat pertengkaran, pembuat perdebatan, pembuat perselisihan, pembuat pertanyaan resmi terhadap Saṅgha. Jika ia akan melewatkan musim hujan di sini, tidak seorangpun dari kita yang akan hidup dengan nyaman. Ayo, mari kita tanya dia.” Kemudian para bhikkhu ini berkata kepada Yang Mulia Upananda, putera Sakya: “Bukankah engkau, Yang Mulia Upananda, menempati tempat tinggal si Sāvatthī?”

“Benar, Yang Mulia.”

“Tetapi apakah engkau, Yang Mulia Upananda, (walaupun) sendirian menguasai dua (tempat tinggal)?”

“Aku, Yang Mulia, melepaskan yang di sana dan menempati yang di sini.” Para bhikkhu lain … menyebarkan dengan mengatakan:

“Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda, putera Sakya, (walaupun) sendirian menguasai dua (tempat tinggal)?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā dalam kesempatan ini, sehubungan dengan hal ini, setelah mengumpulkan para bhikkhu, menanyai Yang Mulia Upananda, putera Sakya, sebagai berikut:

“Benarkah, dikatakan, bahwa engkau, Upananda … (tempat tinggal)?”

“Benar, Bhagavā.” Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā menegurnya dengan berkata:

“Bagaimana mungkin engkau, manusia dungu, (walaupun) sendirian menguasai dua (tempat tinggal)? Yang engkau tempati di sana, manusia dungu, hilang di sini,  yang engkau tempati di sini hilang di sana. Dengan demikian engkau, orang dungu, kehilangan keduanya. Itu bukanlah, orang dungu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” …                    setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, dua (tempat tinggal) tidak boleh dikuasai oleh satu (bhikkhu). Siapapun yang menguasainya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||12||

Pada saat itu Sang Bhagavā  dalam berbagai cara membabarkan khotbah tentang disiplin kepada para bhikkhu, Beliau memuji disiplin, Beliau memuji kesempurnaan dalam disiplin, Beliau memuji Yang Mulia Upāli, merujuk (padanya) lagi dan lagi. Para bhikkhu berkata: “Sang Bhagavā dalam berbagai cara membabarkan khotbah tentang disiplin ... Beliau memuji Yang Mulia Upāli, merujuk (padanya) lagi dan lagi. Ayo, Yang Mulia, mari kita belajar disiplin dari Yang Mulia Upāli. Dan mereka, banyak bhikkhu – bhikkhu senior, yang baru ditahbiskan, dan dan yang menengah – mempelajari displin dari Yang Mulia Upāli. Yang Mulia Upāli, karena meghormati bhikkhu senior, membacakan sambil berdiri, dan juga para bhikkhu senior berdiri, karena menghormati dhamma,  yang dibabarkan sambil berdiri, sehingga para bhikkhu senior itu letih demikian pula dengan Yang Mulia Upāli. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, [168] ketika seorang bhikkhu yang baru ditahbiskan membacakan dhamma, duduk di tempat duduk yang sama (tinggi) atau lebih tinggi untuk menghormati dhamma; ketika seorang bhikkhu senior yang membacakannya, duduk di tempat yang sama (tinggi) atau lebih rendah untuk menghormati dhamma.” ||1||

Pada saat itu banyak bhikkhu yang berdiri di dekat Yang Mulia Upāli menjadi lelah menunggu pembacaan selesai. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk duduk bersama dengan mereka yang berhak duduk dengan (tinggi) yang sama.” Kemudian para bhikkhu itu berpikir: “Sekarang, siapakah yang dimaksud dengan yang berhak duduk dengan (tinggi) yang sama?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk duduk bersama dengan mereka yang berselisih tiga tahun dari masa kebhikkhuan kalian.”

Pada saat itu beberapa bhikkhu yang berhak duduk sama (tinggi) setelah duduk di dipan, mematahkan dipan; setelah duduk di kursi, mereka mematahkan kursi. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuh dipan untuk sekelompok yang terdiri dari tiga (orang), sebuh kursi untuk sekelompok yang terdiri dari tiga (orang).” Tetapi sekelompok yang terdiri dari tiga (orang) setelah duduk di dipan, mematahkan dipan; setelah duduk di kursi, mereka mematahkan kursi. “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuh dipan untuk sekelompok yang terdiri dari dua (orang), sebuh kursi untuk sekelompok yang terdiri dari dua (orang).”

Pada saat itu para bhikkhu (terlalu) takut melakukan pelanggaran untuk duduk pada sebuah bangku panjang bersama dengan mereka yang tidak berhak duduk sama (tinggi). Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, kecuali dengan kasim, perempuan, atau hermafrodit, untuk duduk pada sebuah bangku panjang bersama dengan mereka yang tidak berhak duduk sama (tinggi).” Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang, berpakah panjang maksimum dari sebuah ‘bangku panjang’?”

“Aku mengizinkan, para bhikkhu, panjang maksimum dari sebuah ‘bangku panjang’ sepanjang berapapun yang cukup untuk (diduduki) oleh tiga (orang).” ||2||13||

Pada saat itu Visākhā, ibu Migāra, ingin membangun sebuah rumah panjang dengan beranda berjenis “kuku-gajah” untuk dipersembahkan kepada Saṅgha. Kemudian para bhikkhu berpikir: “perabotan rumah panjang apakah yang diperbolehkan oleh Sang Bhagavā, apakah yang tidak diperbolehkan?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, semua perabotan rumah panjang.”

Pada saat itu nenek Raja Pasenadi dari Kosala meninggal dunia.  Ketika meninggal dunia banyak benda-benda yang tidak diperbolehkan diperoleh oleh Saṅgha, yaitu,  sofa, dipan … selimut katun … dipan dengan bantal merah di kedua ujungnya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah mematahkan   kaki sofa, [169] kemudian menggunakannya; setelah merusak ambut-kuda (isi) dari dipan, kemudian menggunakanny; setelah menguraikan selimut kapas, untuk membuatnya menjadi alas-duduk;  membuat penutup lantai dari apa yang tersisa.” ||14||

Pada saat itu pada suatu pemukiman desa tidak jauh dari Sāvatthī para bhikkhu yang menetap di sana mencemaskan keharusan mempersiapkan tempat tinggal bagi para bhikkhu yang datang. Kemudian para bhikkhu ini berpikir: “Pada saat ini, Yang Mulia, kita mencemaskan keharusan mempersiapkan tempat tinggal bagi para bhikkhu yang datang. Ayo, Yang Mulia, mari kita menyerahkan tempat tinggal milik Saṅgha ini kepada satu (bhikkhu) dan kita gunakan sebagai miliknya.” Maka para bhikkhu ini menyerahkan kepada satu (bhikkhu) semua tempat tinggal milik Saṅgha. Para bhikkhu yang datang berkata kepada para bhikkhu itu: “Yang Mulia, persiapkan tempat tinggal untuk kami.”

“Yang Mulia, tidak ada tempat tinggal milik Saṅgha, kami telah menyerahkannya kepada satu (bhikkhu).”

“Tetapi, apakah kalian, Yang Mulia, melepaskan tempat tinggal milik Saṅgha?”

“Benar, Yang Mulia.” Para bhikkhu lain … menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhu ini melepaskan apa yang menjadi milik Saṅgha?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah, dikatakan, para bhikkhu, bahwa para bhikkhu melepaskan tempat tinggal milik Saṅgha?”

“Benar, Yang Mulia.” Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, menegur mereka dengan mengatakan:

“Bagaimana mungkin, para bhikkhu, orang-orang dungu itu melepaskan tempat tinggal milik Saṅgha? Itu bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” dan setelah menegur mereka, Beliau berkata kepada para bhikkhu: ||1||

“Para bhikkhu, lima benda ini tidak untuk dilepaskan , tidak boleh dilepaskan oleh Saṅgha atau kelompok atau individu – bahkan jika dilepaskan maka benda-benda itu tidak (benar-benar) dilepaskan. Siapapun yang melepaskannya, maka ia melakukan pelanggaran berat. Apakah lima ini? Vihara, lahan untuk vihara. Ini adalah benda pertama yang tidak untuk dilepaskan, tidak boleh dilepaskan oleh Saṅgha atau kelompok atau individu – bahkan jika dilepaskan maka benda-benda itu tidak (benar-benar) dilepaskan. Siapapun yang melepaskannya, maka ia melakukan pelanggaran berat. Tempat tinggal, lahan untuk tempat tinggal. Ini adalah benda ke dua … dipan, kursi, matras, alas-duduk, kendi tembaga, ember tembaga, beliung, kapak kecil, kapak besar, cangkul, sekop. Ini adalah benda ke empat … temali-hutan, bambu, rumput kasar, buluh, rumput-tiṇa, lempung, benda-benda terbuat dari kayu, benda-benda terbuat dari tembikar. Ini adalah benda ke lima yang tidak untuk dilepaskan, tidak boleh dilepaskan oleh Saṅgha atau kelompok atau individu – bahkan jika dilepaskan maka benda-benda itu tidak (benar-benar) dilepaskan. Siapapun yang melepaskannya, maka ia melakukan pelanggaran berat. ||2||15||

Kemudian Sang Bhagavā, setelah menetap di Sāvatthī selama yang Beliau kehendaki, [170] pergi menuju Kiṭāgiri bersama dengan sejumlah besar para bhikkhu, bersama paling sedikit lima ratus orang bhikkhu dengan Sāriputta dan Moggallāna. Kemudian para bhikkhu yang adalah pengikut Assaji dan Punabbasuka mendengar: “Mereka mengatakan bahaw Sang Bhagavā telah tiba di Kiṭāgiri bersama dengan sejumlah besar bhikkhu … dengan Sāriputta dan Moggallāna. Ayo, Yang Mulia, mari kita membagikan semua tempat tinggal milik Saṅgha. Sāriputta dan Moggallāna berkeinginan rendah; mereka dibawah pengaruh keinginan rendah; kita tidak akan mempersiapkan tempat tinggal untuk mereka.” Mereka membagikan semua tempat tinggal milik Saṅgha. Kemudian Sang Bhagavā, berjalan kaki dalam perjalanan itu, akhirya tiba di Kiṭāgiri. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada beberapa bhikkhu:

“Pergilah, para bhikkhu, dan setelah mendatangi para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasuka, katakanlah: ‘Sang Bhagavā, Yang Mulia, telah tiba bersama dengan sejumlah besar bhikkhu … dan Sāriputta dan Moggallāna; maka, Yang Mulia, siapkanlah tempat tinggal untuk Sang Bhagavā dan untuk para bhikkhu dan untuk Sāriputta dan Moggallāna.’”

“Baik, Yang Mulia.” Dan para bhikkhu ini, setelah menjawab Sang Bhagavā, mendatangi para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasuka; setelah bertemu dengan para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasuka, mereka berkata: “Sang Bhagavā, Yang Mulia, telah tiba … siapkanlah tempat tinggal untuk Sang Bhagavā dan untuk para bhikkhu dan untuk Sāriputta dan Moggallāna.”

“Tidak ada tempat tinggal milik Saṅgha, Yang Mulia, semuanya telah kami bagikan. Sang Bhagavā, Yang Mulia, tentu saja diterima, Sang Bhagavā boleh tinggal di tempat tinggal yang manapun yang Beliau inginkan. Sāriputta dan Moggallāna berkeinginan rendah; mereka dibawah pengaruh keinginan rendah; kami tidak akan mempersiapkan tempat tinggal untuk mereka.” ||1||

“Tetapi apakah kalian, Yang Mulia, membagikan tempat-tempat tingal milik Saṅgha?”

“Benar, Yang Mulia.” Para bhikkhu lain … menyebarkan dengan mengatakan:

“Bagaimana mungkin para bhikkhu pengikut Assaji dan Punabbasuka ini membagikan tempat-tempat tinggal milik Saṅgha?” kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah, dikatakan, para bhikkhu, bahwa para bhikkhu ini membagikan … milik Saṅgha?”

“Benar, Bhagavā.”

“Bagaimana mungkin, para bhikkhu, orang-orang dungu ini membagikan tempat-tempat tinggal milik Saṅgha? Itu bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang …” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, lima benda ini tidak untuk dibagikan , tidak boleh dibagkan oleh Saṅgha atau kelompok atau individu – bahkan jika dibagikan maka benda-benda itu tidak (benar-benar) dibagikan. Siapapun yang membagikannya, maka ia melakukan pelanggaran berat. Apakah lima ini? Vihara  … pelanggaran berat. ||2||16|| [171]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VI)
« Reply #44 on: 06 March 2012, 11:31:53 PM »
Kemudian Sang Bhagavā, setelah menetap di Kiṭāgiri selama yang Beliau kehendaki, pergi menuju Āḷavī. Berjalan kaki dalam perjalanan itu, akhirnya Beliau tiba di Āḷavī. Di sana Sang Bhagavā menetap di altar utama Āḷavī.  Pada saat itu para bhikkhu menyerahkan tanggung jawab  perbaikan berikut ini kepada (seorang bhikkhu): mereka menyerahkan tanggung jawab perbaikan untuk hanya sekedar menyingkirkan tumpukan  … untuk hanya sekedar melumuri dinding … untuk hanya sekedar menempatkan pintu … untuk hanya sekedar membuat lubang pasak … untuk hanya sekedar membuat celah jendela … untuk hanya sekedar mengapuri dinding … untuk hanya sekedar mengecat hitam … untuk hanya sekedar mewarnai dengan kapur merah … untuk hanya sekedar memasang atap … untuk hanya sekedar menyambung … untuk hanya sekedar memasang pada tiang (atau tiang pintu)  … untuk hanya sekedar memperbaiki bagian-bagian yang rusak  … untuk hanya sekedar melapisi lantai;  dan mereka menyerahkan tanggung jawab perbaikan selama dua puluh tahun, dan mereka menyerahkan tanggung jawab perbaikan selama tiga puluh tahun, dan mereka menyerahkan tanggung jawab perbaikan selama seumur hidup, dan mereka menyerahkan tanggung jawab perbaikan tempat tinggal hingga selesai kepada (seorang bhikkhu hingga) waktunya ia dikremasi.

Para bhikkhu lain … menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhu dari Āḷavī ini menyerahkan tanggung jawab perbaikan seperti ini kepada (seorang bhikkhu) … (hingga) waktunya ia dikremasi?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah, dikatakan, para bhikkhu, bahwa para bhikkhu dari Āḷavī … waktunya ia dikremasikan?”

“Benar, Bhagavā.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, ia berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, tanggung jawab perbaikan hanya sekedar untuk menyingkirkan tumpukan tidak boleh diserahkan (kepada seorang bhikkhu) … juga tanggung jawab perbaikan tempat tinggal hingga selesai tidak boleh diserahkan (kepada seorang bhikkhu) hingga waktu ia dikremasikan. Siapapun yang menyerahkan tanggung jawab (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menyerahkan tanggung-jawab perbaikan tempat tinggal (kepada seorang bhikkhu) jika tempat tinggal itu belum dibangun atau jika belum selesai dibangun;  sehubungan dengan pekerjaan pada sebuah tempat tinggal kecil, tanggung jawab perbaikan dapat diserahkan selama enam atau lima tahun; sehubungan dengan pekerjaan pada sebuah rumah beratap lengkung,, tanggung jawab perbaikan dapat diserahkan selama tujuh  atau delapan tahun; sehubungan dengan pekerjaan pada sebuah tempat tinggal besar atau rumah panang, tanggung jawab perbaikan dapat diserahkan selama sepuluh atau dua belas tahun.” ||1||

Pada saat itu para bhikkhu menyerahkan tanggung jawab perbaikan keseluruhan suatu tempat tinggal. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, tanggung jawab perbaikan keseluruhan suatu tempat tinggal tidak boleh diserahkan. Siapapun yang menyerahkan tanggung jawab itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu menyerahkan tanggung awab atas dua (tempat tinggal) kepada satu orang (bhikkhu). Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, tanggung jawab atas dua (tempat tinggal) tidak boleh diserahkan kepada satu orang (bhikkhu). Siapapun yang menyerahkan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah memperbaiki, menyerahkan kepada orang lain untuk tinggal (di sana). Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, [172] setelah memperbaiki, kalian tidak boleh menyerahkan kepada orang lain untuk tinggal (di sana). Siapapun yang menyerahkan kepada orang lain untuk tinggal (di sana), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah memperbaiki, menguasai (untuk mereka gunakan sendiri) apa yang menjadi milik Saṅgha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, setelah memperbaiki, kalian tidak boleh menguasai (untuk kalian gunakan sendiri) apa yang menjadi milik Saṅgha. Siapapun yang menguasai (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menempati satu tempat tidur yang baik.”

Pada saat itu para bhikkhu menyerahkan tanggung jawab perbaikan kepada seseorang yang berada di luar batas. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, tanggung jawab perbaikan tidak boleh diserahkan kepada seseorang yang berada di luar batas. Siapapun yang mengyerahkan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah memperbaiki (suatu bangunan), menguasainya selamanya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, setelah memperbaiki (suatu bangunan), kalian tidak boleh menguasainya selamanya. Siapapun yang menguasai (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menguasainya selama tiga bulan musim hujan, tetapi tidak menguasainya pada musim kering.”  ||2||

Pada saat itu para bhikkhu, ketika sedang memperbaiki, pergi  dan meninggalkan Saṅgha dan meninggal dunia, dan mereka bepura-pura menjadi samaṇera dan mereka berpura-pura mengingkari latihan … pelaku pelanggaran berat … gila … kehilangan akal sehat … sakit secara fisik … ditangguhkan karena tidak melihat pelanggarannya … ditangguhkan untuk memperbaiki pelanggarannya … ditangguhkan karena tidak melepaskan pandangan salah dan mereka berpura-pura menjadi kasim … hidup dalam kelompok seperti pencuri … pindah ke sekte lain … menjadi binatang … membunuh ibu … membunuh ayah … membunuh Yang Sempurna … penggoda bhikkhunī … pemecah belah … mengucurkan darah (Sang Penemu-Kebenaran) dan mereka berpura-pura menjadi hermafrodit. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Ini adalah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu, setelah memperbaiki, pergi. Dengan berpikir, ‘Jangan sampai Saṅgha menderita,’ maka tanggung jawab (perbaikan) harus diserahkan kepada orang lain. Ini adalah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu, setelah memperbaiki, meninggalkan Saṅgha, meninggal dunia, berpura-pura menjadi … hermafrodit. Dengan berpikir, ‘Jangan sampai Saṅgha menderita,’ maka tanggung jawab (perbaikan) harus diserahkan kepada orang lain. Ini adalah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu, setelah memperbaiki, pergi selagi pekerjaan masih belum selesai … berpura-pura menjadi hermafrodit. Dengan berpikir, ‘Jangan sampai Saṅgha menderita,’ maka tanggung jawab (perbaikan) harus diserahkan kepada orang lain. Ini adalah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu, setelah memperbaiki, pada tahap penyelesaian ia pergi; pekerjaan ini masih menjadi (tanggung jawabnya).  Ini adalah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu, setelah memperbaiki, pada tahap penyelesaian ia meninggalkan Saṅgha … berpura-pura melakukan pelanggaran berat: Saṅgha adalah pemiliknya. Ini adalah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu, setelah memperbaiki, pada tahap penyelesaian ia berpura-pura gila … [173] berpura-pura ditangguhkan karena tidak melepaskan pandangan salah: pekerjaan ini masih menjadi (tanggung jawabnya). Ini adalah kasus, para bhikkhu, di mana seorang bhikkhu, setelah memperbaiki, pada tahap penyelesaian ia berpura-pura menjadi kasim … berpura-pura menjadi hermafrodit: Saṅgha adalah pemiliknya.” ||3||17||

Pada saat itu para bhikkhu menggunakan perabotan tempat tinggal milik umat awam di tempat lain.  Kemudian umat awam itu … menyebarkan : “Bagaimana mungkin para mulia ini menggunakan perabotan suatu tempat tinggal di tempat lain?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh menggunakan perabotan suatu tempat tinggal di tempat lain. Siapapun yang menggunakan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu karena (terlalu) takut melakukan pelanggaran untuk membawa ke aula Upasatha dan tempat pertemuan (tempat-tempat duduk), mereka duduk di tanah. Tubuh dan jubah mereka tertutup debu. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, memindahkan (benda-benda) itu untuk sementara.”

Pada saat itu sebuah tempat tinggal besar milik Saṅgha lapuk. Para bhikkhu, karena takut melakukan pelanggaran, tidak mengeluarkan benda-benda.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, memindahkan (benda-benda) itu untuk melindunginya.” ||18||

Pada saat itu sehelai selimut wol yang mahal – perlengkapan suatu tempat tinggal – diperoleh Saṅgha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menukarnya  dengan (sesuatu) yang berguna.” Pada saat itu sehelai kain tenunan mahal … “menukarnya dengan (sesuatu) yang berguna.”

Pada saat itu sehelai kulit beruang  diperoleh Saṅgha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membuatnya menjadi handuk kaki.” Kain jendela  diperoleh. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membuatnya menjadi handuk kaki.” kain  diperoleh. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membuatnya menjadi handuk kaki.” ||19||

Pada saat itu para bhikkhu menginjakkan kaki mereka ke tempat tinggal dengan kaki tidak dicuci;  tempat tinggal menjadi kotor. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, tempat tinggal tidak boleh diinjak dengan kaki tidak dicuci. Siapapun yang menginjaknya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” Pada saat itu para bhikkhu menginjak tempat tinggal dengan kaki basah … [174] … dengan memakai sandal … “ ... pelanggaran perbuatan-salah.” ||1||

Pada saat itu para bhikkhu meludah di lantai yang telah diwarnai;  warnanya menjadi rusak. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh meludah di lantai yang telah diwarnai. Siapapun yang meludah (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, sebuah wadah untuk meludah.” Pada saat itu kaki dipan dan kaki kursi menggores lantai yang telah diwarnai. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, membungkusnya dengan kain.”

Pada saat itu para bhikkhu bersandar pada dinding yang telah diwarnai; warnanya menjadi rusak. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh bersandar pada dinding yang telah diwarnai. Siapapun yang bersandar (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, sebuah papan sandaran.”  Papan sandaran itu menggores lantai di bawahnya, menghancurkan dinding di atasnya. “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, membungkusnya dengan kain pada bagian atas dan bawahnya.”

Pada saat itu para bhikkhu  (terlalu) takut melakukan pelanggaran untuk berbaring di tempat untuk berjalan dengan kaki dicuci.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk berbaring (di tempat itu), setelah menghamparkan alas.”  ||2||20||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VI)
« Reply #45 on: 06 March 2012, 11:32:27 PM »
Kemudian Sang Bhagavā, setelah menetap di Āḷavī selama yang Beliau kehendaki, pergi menuju Rājagaha. Berjalan kaki dalam perjalanan itu, akhirnya Beliau tiba di Rājagaha. Di Rājagaha, Sang Bhagavā berdiam di Hutan Besar di Taman Suaka Tupai. Pada saat itu Rājagaha sedang kekurangan makanan. Orang-orang tidak mampu mempersembahkan makanan kepada Saṅgha (namun) mereka ingin mempersembahkan makanan kepada (bhikkhu) istimewa,  sebuah undangan (-makan),  makanan (diizinkan dengan) tiket,  (makanan diberikan) pada hari bulan mengembang atau menyusut, (diberikan) pada hari Uposatha, (diberikan) sehari setelah hari Uposatha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, makanan untuk Saṅgha, makanan untuk (bhikkhu) istimewa, sebuah undangan (-makan), (makanan yang diberikan) sehari setelah hari Uposatha.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu, setelah memilih makanan-makanan lezat untuk diri mereka, memberikan makanan-makanan tidak lezat kepada bhikkhu (lain). Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menunjuk seorang bhikkhu yang memiliki lima kualitas untuk menjadi pembagi makanan:  [175] seorang yang tidak akan menuruti jalan salah  melalui keinginan … melalui kebencian … melalui kebodohan … melalui ketakutan, dan seorang yang akan mengetahui apa yang diberikan dan apa yang tidak diberikan. Dan beginilah, para bhikkhu, seharusnya ia ditunjuk: Pertama, seorang bhikkhu harus diminta …  ‘ … Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Pada saat itu para bhikkhu pembagi makanan berpikir: “Sekarang, bagaimanakah makanan itu dibagikan?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membagikan (makanan) setelah membuatnya menjadi tumpukan-tumpukan dan setelah mengikatkan tiket atau daun.”  ||1||

Pada saat itu tidak ada pembagi tempat tinggal  untuk Saṅgha.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menunjuk seorang bhikkhu yang memiliki lima kualitas untuk menjadi pembagi tempat tinggal … dan seorang yang akan mengetahui apa yang telah dibagikan dan apa yang tidak dibagikan. Dan beginilah, para bhikkhu, seharusnya ia ditunjuk …  ‘ … Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Pada saat itu tidak ada penjaga gudang untuk Saṅgha.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, … dan seorang yang akan mengetahui apa yang dijaga dan apa yang tidak dijaga. Dan beginilah, para bhikkhu, seharusnya ia ditunjuk … ‘ … Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Pada saat itu tidak ada penerima jubah  gudang untuk Saṅgha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan … dan seorang yang akan mengetahui apa yang diterima dan apa yang tidak diterima … ‘ … Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Pada saat itu tidak ada pembagi bahan jubah  … tidak ada pembagi bubur  … tidak ada pembagi buah untuk Saṅgha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, … dan seorang yang akan mengetahui apa yang dibagikan dan apa yang tidak dibagikan … ‘ … Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Pada saat itu tidak ada pembagi makanan keras untuk Saṅgha. Makanan keras itu, karena tidak dibagikan, menjadi hilang. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian … dan seorang yang akan mengetahui apa yang dibagikan dan apa yang tidak dbagikan … ‘ … Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Pada saat itu perlengkapan-perlengkapan kecil-kecil diperoleh  dalam gudang Saṅgha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menunjuk seorang bhikkhu yang memiliki lima kualitas [176] untuk menjadi penyimpan perlengkapan-perlengkapan kecil:  … dan seorang yang akan mengetahui apa yang telah disimpan dan apa yang tidak disimpan. Dan beginilah, para bhikkhu, seharusnya ia ditunjuk … ‘ … Demikianlah saya memahami hal ini’.” Tiap-tiap jarum jahit harus diberikan oleh penyimpan perlengkapan-perlengkapan kecil, gunting harus diberikan, sandal harus diberikan, ikat pinggang … tali bahu … saringan … kendi air pengatur  … keliman bersilang  … keliman bersilang pendek  … keliman melingkar  … keliman melingkar pendek  … pita jalinan  … pengikat  harus diberikan. Jika ada ghee atau minyak atau madu atau sirop gula untuk Saṅgha, maka itu boleh diberikan untuk dikonsumsi sekaligus;  jika dibutuhkan lagi, maka boleh diberikan lagi; jika dibutuhkan lagi, maka boleh diberikan lagi.”

Pada saat itu tidak ada penerima jubah luar  … penerima mangkuk  untuk Saṅgha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menunjuk … seorang yang akan mengetahui apa yang diterima dan apa yang tidak diterima … ‘ … Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Pada saat itu Saṅgha tidak memiliki pengawas para pelayan vihara. Para pelayan vihara karena tidak diawasi, tidak melakukan pekerjaan mereka (dengan baik). Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menunjuk seorang pengawas para pelayan vihara … dan seorang yang akan mengetahui apa yang diawasi dan apa yang tidak diawasi … ‘ … Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Pada saat itu Saṅgha tidak memiliki pengawas para samaṇera. Para samaṇera karena tidak diawasi, tidak melakukan pekerjaan mereka (dengan baik) … ‘ … Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||3||21||

Bagian Ke enam: Tentang Tempat Tinggal

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VII)
« Reply #46 on: 07 March 2012, 11:51:51 AM »
CULLAVAGGA VII
Tentang Perpecahan


Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di Anupiyā. Anupiyā  adalah sebuah kota kecil  dari orang-orang Malla.  Pada saat itu banyak pemuda-Sakya terkemuka yang meninggalkan keduniawian dengan meniru Sang Bhagavā yang telah meninggalkan keduniawian. Pada saat itu Mahānāma orang Sakya dan Anuruddha orang Sakya adalah dua bersaudara. Anuruddha orang Sakya dibesarkan dengan kelembutan. Ia memiliki tiga istana,  satu untuk musim dingin, satu untuk musim panas, dan satu untuk musim hujan. Dihibur selama empat bulan dalam istana musim hujan oleh para musisi perempuan, ia tidak pernah turun dari istana itu. kemudian Mahānāma orang Sakya berpikir:  “Saat ini banyak pemuda Sakya terkemuka yang meninggalkan keduniawian dengan meniru Sang Bhagavā yang telah meninggalkan keduniawian, tetapi tidak ada dari keluarga kami yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah. Bagaimana jika aku meninggalkan keduniawian, ataukah Anuruddha?” Kemudian Mahānāma orang Sakya mendatangi Anuruddha orang Sakya; setelah datang, ia berkata kepada Anuruddha orang Sakya sebagai berikut: “Saat ini, Anuruddha, banyak pemuda Sakya … tetapi tidak ada dari keluarga kita yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah. Sekarang, apakah engkau akan meninggalkan keduniawian atau aku yang akan meninggalkan keduniawian.”

“Tetapi, aku telah dibesarkan dengan kelembutan, aku tidak akan mampu meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.  Engkau pergilah.” ||1||

“Marilah, Anuruddha, aku akan mengajarkan engkau tentang kehidupan rumah tangga. Pertama-tama lahan harus dibajak;  setelah dibajak maka lahan harus ditanam, setelah ditanam maka air harus dialirkan ke dalamnya; setelah mengalirkan air ke dalam maka air harus dialirkan keluar; setelah mengalirkan air ke luar engkau harus mencabut rumput liar; setelah mencabut rumput liar engkau harus menunggu masaknya padi; setelah padi masak engkau harus memanennya; setelah memanennya engkau harus mengikatnya dalam ikatan-ikatan; setelah mengikatnya menjadi ikatan-ikatan engkau harus memukul-mukulnya; setelah memukul-mukulnya engkau harus menampi jeraminya; setelah menampi jeraminya [180] engkau harus menampi sekamnya; setelah menampi sekamnya engkau harus mengayaknya; setelah mengayaknya engkau harus menyimpannya  di dalam;  setelah menyimpannya di dalam maka hal yang sama harus dilakukan di tahun berikutnya, dan hal ini harus dilakukan persis sama pada tahun berikutnya.”

“Pekerjaan ini tidak berhenti,  tidak ada akhir dari pekerjaan ini yang terlihat. Kapankah pekerjaan ini berhenti? Kapankah akhir dari pekerjaan ini terlihat? Kapankah kita akan, memiliki kelima utas kenikmatan indria, bersenang-senang tanpa khawatir?”

“Tetapi, Anuruddha, pekerjaan ini tidak berhenti, tidak ada akhir dari pekerjaan ini yang terlihat. Bahkan ketika ayah dan kakek kita meninggal dunia pekerjaan ini tidak berhenti.”

“Baiklah sekarang engkau telah memahami  kehidupan rumah tangga. Aku akan meninggalkan rumah dan menjalani kehidupan tanpa rumah.”

Kemudian Anuruddha si orang Sakya mendatangi ibunyal setelah mendatangi ia berkata kepada ibunya sebagai berikut: “Aku, ibu, ingin meninggalkan rumah dan menjalani kehidupan tanpa rumah. Kabulkanlah pelepasan keduniawianku dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.”  Ketika ia telah mengatakan demikian, ibu Anuruddha si orang Sakya berkata kepada Anuruddha si orang Sakya sebagai berikut:

“Kalian berdua, Anuruddha, adalah kesayanganku, kecintaanku, kesenanganku.  Bahkan jika engkau mati, aku tidak ingin berpisah denganmu. Jadi, bagaimana mungkin aku, selagi engkau masih hidup, mengizinkan untuk meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah?” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Anuruddha si orang Sakya berkata demikian kepada ibunya: … ibu Anuruddha si orang Sakya berkata kepada Anuruddha si orang Sakya sebagai berikut: “ …bagaimana mungkin aku, selagi engkau masih hidup, mengizinkan untuk meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah?” ||2||

Pada saat itu Bhaddiya  sang kepala suku Sakya memerintah suku Sakya dan adalah seorang sahabat dari Anuruddha si orang Sakya. Kemudian ibu Anuruddha berpikir: “Bhaddiya ini adalah … seorang sahabat Anuruddha; ia tidak mungkin dapat meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah,” kemudian berkata kepada Anuruddha si orang Sakya sebagai berikut: “Jika, anakku Anuruddha, Bhaddiya sang kepala suku Sakya pergi meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah maka engkau juga boleh pergi meninggalkan keduniawian.”

Kemudian Anuruddha si orang Sakya mendatangi Bhaddiya sang kepala suku Sakya; setelah mendatangi, ia berkata kepada Bhadiiya sang kepala suku Sakya sebagai berikut: “Pelepasan keduniawianku, sahabat, bergantung pelepasan keduniawianmu.”

“Jika pelepasan keduniawianmu, sahabat, bergantung pada pelepasan keduniawianku, maka janganlah bergantung. Aku, bersama denganmu …  meninggalkan keduniawian menuruti kehendakmu.”

“Marilah, sahabat, kita berdua meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.”

“Aku, sahabat, tidak dapat meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah. [181] Apa pun hal-hal lain yang dapat kulakukan untukmu, maka aku akan melakukannya. Engkau pergilah meninggalkan keduniawian.”

“Ibuku, sahabat, berkata kepadaku sebagai berikut: ‘Jika, anakku Anuruddha, Bhaddiya sang kepala suku Sakya pergi meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah maka engkau juga boleh pergi meninggalkan keduniawian.’ Tetapi, sahabat, kata-kata ini telah engkau ucapkan: ‘Jika pelepasan keduniawianmu, sahabat, bergantung pada pelepasan keduniawianku, maka janganlah bergantung. Aku, bersama denganmu … meninggalkan keduniawian menuruti kehendakmu.’ “Marilah, sahabat, kita berdua meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.”

Pada masa itu, orang-orang adalah pengucap kebenaran, menepati janji. Maka Bhaddiya sang kepala suku Sakya berkata kepada Anuruddha si orang Sakya sebagai berikut: “Tunggulah, sahabat, selama tujuh tahun. Setelah tujuh tahun kita berdua akan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.”

“Tujuh tahun terlalu lama, sahabat, aku tidak dapat menunggu selama tujuh tahun.”

“Tunggulah, sahabat, selama enam tahun … lima … empat … dua tahun … selama satu tahun.”

“Satu tahun terlalu lama, sahabat, aku tidak dapat menunggu selama satu tahun.”

“Tunggulah, sahabat, selama tujuh bulan. Setelah tujuh bulan kita berdua akan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.”

“Tujuh bulan terlalu lama, sahabat, aku tidak dapat menunggu selama tujuh bulan.”

“Tunggulah, sahabat, selama enam … lima … empat … dua bulan … satu bulan … selama setengah bulan. Setelah setengah bulan kita berdua akan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.”

“Setengah bulan terlalu lama, sahabat, aku tidak dapat menunggu selama setengah bulan.”

Tunggulah, sahabat, selama tujuh hari. Hingga aku menyerahkan kekuasaan atas kerajaan ini kepada putera-puteraku dan saudara-saudaraku.”

“Tujuh hari tidak terlalu lama, sahabat, aku akan menunggu.” ||3||

Kemudian  Bhaddiya sang kepala suku Sakya dan Anuruddha  dan Anuruddha dan Ānanda dan Bhagu  dan Kimbila  dan Devadatta bersama dengan Upāli si pemangkas rambut  sebagai yang ke tujuh, seperti yang sebelumnya mereka sering pergi ke hutan rekreasi bersama dengan empat barisan bala tentara , demikianlah mereka (pada saat itu) pergi bersama dengan empat barisan bala tentara. Setelah pergi jauh, setelah memulangkan bala tentara itu, setelah melewati wilayah lain, setelah melepaskan perhiasan mereka, setelah mengikatnya dalam satu buntelan dengan jubah luar mereka,  mereka berkata kepada Upāli si pemangkas rambut sebagai berikut: “Pergilah, Upāli, pulanglah, ini akan mencukupi untuk kehidupanmu.” Kemudian Upāli si pemangkas rambut berpikir ketika ia berjalan pulang: “Orang-orang Sakya kejam. Dengan berpikir: ‘Orang ini telah membuat pemuda-pemuda itu meninggalkan keduniawian,’ mereka bahkan mungkin akan membunuhku. Tetapi jika para pemuda Sakya ini akan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah, mengapa aku tidak?”

Setelah menurunkan buntelan, setelah menggantung barang-barang itu pada sebatang pohon, dan setelah berkata: “Siapa pun yang melihatnya, maka ini diberikan (kepadanya), [182] ia boleh mengambilnya,”  ia mendatangi para pemuda Sakya itu. Para pemuda Sakya ini melihat Upāli mendekat dari kejauhan; setelah melihatnya, kemudian berkata kepada Upāli sebagai berikut: “Mengapa, Upāli, engkau kembali?”

“Aku berpikir, tuan-tuan muda, sewaktu aku berjalan pulang, ‘Orang-orang Sakya kejam … mereka bahkan mungkin akan membunuhku. Tetapi jika para pemuda Sakya ini akan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah, mengapa aku tidak?” maka aku, tuan-tuan muda, setelah menurunkan buntelan … ia boleh mengambilnya,’ dan kembali lagi dari sana.”

“Engkau bertindak benar, Upāli, dalam hal engkau tidak pulang. Orang-orang Sakya kejam … mereka bahkan mungkin akan membunuhmu.” Kemudian para pemuda Sakya ini, dengan membawa Upāli si pemangkas rambut, mendatangi Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak yang selayaknya. Ketika mereka telah duduk dalam jarak yang selayaknya, para pemuda Sakya ini berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Kami, Yang Mulia, adalah orang-orang angkuh, Yang Mulia, pemangkas rambut iin, telah menjadi pelayan kami sejak waktu yang lama. Sudilah Yang Mulia mengizinkannya sebagai yang pertama melepaskan keduniawian. Kami akan menyambutnya, bangkit di hadapannya, menghormatinya dengan merangkapkan tangan, dan melakukan tugas-tugas selayaknya. Dengan demikian keangkuhan Sakya akan dapat direndahkan dalam diri kami orang-orang Sakya.” Kemudian Sang Bhagavā mengizinkan Upāli si pemangkas rambut menjadi yang pertama melepaskan keduniawian, dan setelah itu para pemuda Sakya. Kemudian Yang Mulia Bhaddiya dalam satu tahun mencapai tiga pengetahuan,  Yang Mulia Anuruddha mencapai penglihatan-deva,  yang mulia Ānanda mencapai buah memasuki-arus, Devadatta mencapai kekuatan batin  biasa. ||4||

Pada saat itu  Yang Mulia Bhaddiya, yang sedang berdiam di hutan dan di bawah pepohonan dan di tempat-tempat kosong, terus-menerus mengucapkan kata-kata ini: “Ah, betapa bahagianya! Ah, betapa bahagianya!” Kemudian beberapa bhikkhu lain menghadap Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Setelah mereka duduk dalam jarak selayaknya, para bhikkhu ini berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, Bhikkhu Bhaddiya, berdiam di hutan … mengucapkan kata-kata ini: ‘Ah, betapa bahagianya! Ah, betapa bahagianya!’ Tidak diragukan, Yang Mulia, Bhikkhu Bhaddiya menemukan bahwa kehidupan Brahma ini adalah tidak memuaskan,  dan (walaupun) menetap di hutan dan di bawah pepohonan dan di tempat-tempat kosong, ia mengucapkan kata-kata ini, ‘Ah, betapa bahagianya! Ah, betapa bahagianya!’ ketika ia teringat kegembiraan kerajaan yang ia miliki sebelumnya.”

Kemuaian Sang Bhagavā berkata kepada seorang bhikkhu, “Pergilah engkau, bhikkhu, atas namaKu katakana kepada Bhikkhu Bhaddiya: ‘Yang Mulia Bhaddiya, Sang Guru memanggilmu.” [183]

“Baik, Yang Mulia,” dan bhikkhu itu, setelah menjawab Sang Buddha, mendatangi Yang Mulia Bhaddiya; setelah mendekat, ia berkata kepada Yang Mulia Bhaddiya sebagai berikut: ‘Yang Mulia Bhaddiya, Sang Guru memanggilmu.” ||5||
« Last Edit: 07 March 2012, 11:55:44 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VII)
« Reply #47 on: 07 March 2012, 11:58:52 AM »
“Baiklah, Yang Mulia,” dan Yang Mulia Bhaddiya, setelah menjawab bhikkhu itu, menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak yang selayaknya. Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Bhaddiya setelah ia duduk dalam jarak yang selayaknya: “Benarkah, seperti dikatakan, bahwa engkau, Bhaddiya, berdiam di hutan dan di bawah pepohonan dan di tempat-tempat kosong, terus-menerus mengucapkan kata-kata ini: ‘Ah, betapa bahagianya! Ah, betapa bahagianya!’?”

“Benar, Yang Mulia.”

“Dalam situasi bagaimanakah, Bhaddiya, sehingga engkau yang sedang berdiam di hutan dan di bawah pepohonan dan di tempat-tempat kosong, terus-menerus mengucapkan kata-kata ini: ‘Ah, betapa bahagianya! Ah, betapa bahagianya!’?”

“Dulu, Yang Mulia, ketika aku masih menjadi seorang penguasa terdapat para pengawal yang menjaga kamar pribadiku dan di luar kamar pribadiku, terdapat pengawal yang menjaga baik di dalam kota maupun di luar kota, dan terdapat pengawal yang menjaga wilayah pedesaan. Tetapi aku, Yang Mulia, walaupun dijaga demikian, berdiam dengan khawatir, cemas, penuh ketakutan, dan gelisah.  Tetapi sekarang aku, Yang Mulia, berdiam di hutan dan di bawah pepohonan dan di tempat-tempat kosong, dengan tidak khawatir, tidak cemas, tidak penuh ketakutan, dan tidak gelisah. Aku tidak khawatir, tenang,  bergantung pada orang-orang lain,  dengan pikiran menjadi seperti binatang buas.  Ini, Yang Mulia, adalah situasi yang kualami ketika, berdiam di hutan dan di bawah pepohonan dan di tempat-tempat kosong, terus-menerus mengucapkan kata-kata ini: ‘Ah, betapa bahagianya! Ah, betapa bahagianya!’”

Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami persoalan ini, pada saat itu mengucapkan ucapan berikut ini:

“Pada mereka yang tanpa kebencian, yang telah mengatasi penjelmaan dan tanpa-penjelmaan menjadi ini atau itu,
Ia, melampaui ketakutan, penuh kebahagiaan, tanpa dukacita, para deva tidak dapat melihatnya.” ||6||1||

Kemudian Sang Bhagavā, setelah menetap di Anupiyā selama yang Beliau kehendaki, pergi melakukan perjalanan menuju Kosambī. Dengan melakukan perjalanan secara bertahap Beliau tiba di Kosambī. Di sana Sang Bhagavā menetap di vihara Ghosita. Kemudian ketika Devadatta sedang bermeditasi di dalam kamarnya suatu pemikiran muncul dalam benaknya sebagai berikut: “Siapakah  yang dapat menjadi gembira karena aku, sehingga karena ia gembira denganku maka aku akan dapat memperoleh banyak keuntungan dan kemasyhuran?”  kemudian Devadatta berpikir: “Pangeran Ajātasattu masih muda [184] dan juga memiliki masa depan yang cerah. Bagaimana jika aku membuatnya gembira, sehingga karena ia gembira denganku maka aku akan dapat memperoleh banyak keuntungan dan kemasyhuran?”

Kemudian Devadatta, setelah merapikan tempat tinggalnya, dengan membawa mangkuk dan jubahnya, pergi menuju Rājagaha; akhirnya ia tiba di Rājagaha.  Kemudian Devadatta, setelah mengubah wujudnya  menjadi seorang anak kecil dengan sabuk ular  muncul di pangkuan Pangeran Ajātasattu. Kemudian Pangeran Ajātasattu merasa khawatir, cemas, ketakutan, gelisah.  Kemudian Devadatta berkata kepada Pangeran Ajātasattu sebagai berikut: “Apakah engkau takut padaku, Pangeran?”

“Ya, aku takut. Siapakah engkau?”

“Aku Devadatta.”

“Jika engkau, Yang Mulia, adalah sungguh Guru Devadatta, mohon engkau kembali ke wujudmu semula.” Kemudian Devadatta melepaskan wujud anak kecilnya, berdiri, dengan mengenakan jubah luarnya dan jubah (lainnya) dan membawa mangkuknya, di hadapan Pangeran Ajātasattu. Kemudian Pangeran Ajātasattu, yang sangat gembira melihat kekuatan batin Devadatta, pagi dan malam hari melayaninya dengan lima ratus kereta, dan lima ratus persembahan nasi susu diberikan kepadanya sebagai persembahan makanan.  Kemudian muncul dalam diri Devadatta, dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran,   pikirannya dikuasai oleh hal-hal itu, salah satu di antaranya adalah keinginan sebagai berikut: “Adalah aku yang akan memimpin perkumpulan para bhikkhu.”  Tetapi pada saat itu juga ketika ia berpikir demikian Devadatta mengalami kejatuhan dalam hal kekuatan batinnya.  ||1||

Pada saat itu  Kakudha  orang Koliya,  pelayan Yang Mulia Moggallāna Yang Agung,  baru saja meninggal dunia dan terlahir kembali dalam jasmani ciptaan-pikiran  tertentu, dan  sosoknya  bagaikan dua atau tiga lahan desa Magadha,  namun bahkan dengan sosok sebesar itu ia tidak melukai dirinya atau makhluk lain. Kemudian Kakudha sang deva muda menghadap Yang Mulia Moggallāna Yang Agung; setelah menghadap, setelah menyapa Yang Mulia Moggallāna Yang Agung, ia berdiri pada jarak yang selayaknya. Setelah ia berdiri pada jarak yang selayaknya, deva muda Kakudha berkata kepada Yang Mulia Moggallāna Yang Agung sebagai berikut:

“Devadatta, Yang Mulia, dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran, pikirannya dikuasai oleh hal-hal ini, salah satu di antaranya adalah keinginan sebagai berikut: “Adalah aku yang akan memimpin perkumpulan para bhikkhu.”  Tetapi pada saat itu juga ketika ia berpikir demikian Devadatta mengalami kejatuhan dalam hal kekuatan batinnya.” Demikianlah Kakudha berkata si deva muda. Setelah mengatakan hal itu, setelah berpamitan dengan Yang Mulia Moggallāna Yang Agung, dengan Yang Mulia Moggallāna Yang Agung tetap di sisi kanannya ia lenyap dari sana. Kemudian Yang Mulia Moggallāna Yang Agung menghadap Sang Bhagavā; [185] setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah ia duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Moggallāna Yang Agung berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Kakudha orang Koliya, Yang Mulia, yang baru saja meninggal dunia dan telah terlahir kembali dalam jasmani ciptaan-pikiran tertentu … Kemudian Kakudha si deva muda menghadapku … dengan aku tetap di sisi kanannya, ia lenyap dari sana.”

“Tetapi, Moggallāna, apakah Kakudha si deva muda melingkupi pikiranmu dengan pikirannya agar engkau mengetahui apa yang dikatakan oleh Kakudha si deva muda, bahwa demikianlah adanya dan bukan sebaliknya?”

“Yang Mulia, Kakudha si deva muda melingkupi pikiranku dengan pikirannya agar aku mengetahui apa yang dikatakan oleh Kakudha si deva muda, bahwa demikianlah adanya dan bukan sebaliknya.”

“Perhatikan apa yang engkau katakan, Moggallāna, perhatikan apa yang engkau katakan,  Moggallāna. Si dungu ini  akan mengkhianati dirinya sendiri, oleh dirinya sendiri. ||2||

“Moggallāna, terdapat lima guru ini di dunia ini.  Apakah lima ini?

“Ada kasus, Moggallāna, ketika seorang guru, tidak murni dalam hal perilaku moral, berpura-pura, “aku murni dalam perilaku moral,’ dan ia mengatakan, “perilaku moralku murni, bersih, tanpa noda.’ Para siswa mengetahui ini sehubungan dengannya: ‘Guru ini, tidak murni dalam perilaku moral berpura-pura … tanpa noda.’ Tetapi mereka berpikir: ‘Jika kami memberitahukan hal ini kepada para perumah tangga, ia tidak akan menyukainya, dan bagaimana mungkin kami melakukan  apa yang tidak disukainya? Terlebih lagi ia setuju untuk (menerima)  benda-benda kebutuhan seperti jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan untuk yang sakit. Apa pun yang seharusnya dilakukan oleh seseorang, bahkan dengan itu ia  akan dikenal.’ Moggallāna, para siswa melindungi guru seperti itu sehubungan dengan perilaku moral dan guru itu mengharapkan perlindungan dari para siswa sehubungan dengan perilaku moral. ||3||

“Kemudian, Moggallāna, ada kasus ketika seorang guru, tidak murni dalam hal penghidupan, berpura-pura … [186] … tidak murni dalam hal mengajar dhamma, berpura-pura … tidak murni dalam pembabaran … tidak murni dalam pengetahuan dan penglihatan, berpura-puran … Moggallāna, para siswa melindungi guru seperti itu sehubungan dengan pengetahuan dan penglihatan dan guru itu mengharapkan perlindungan dari para siswa sehubungan dengan pengetahuan dan penglihatan. Ini, Moggallāna, adalah lima guru yang terdapat di dunia ini.

“Tetapi Aku, Moggallāna, murni dalam hal perilaku moral, Aku mengakui bahwa Aku murni dalam hal perilaku moral, bahwa perilaku moralKu adalah murni, bersih, tanpa noda. Dan para siswa tidak melindungiKu sehubungan dengan perilaku moral dan Aku tidak mengharapkan perlindungan dari para siswa sehubungan dengan perilaku moral. Aku murni dalam penghidupan … Aku murni dalam hal mengajar dhamma … Aku murni dalam hal pembabaran … Aku murni dalam hal pengetahuan dan penglihatan. Aku mengakui bahwa Aku murni dalam hal pengetahuan dan penglihatan, bahwa pengetahuan dan penglihatanKu adalah murni, bersih, tanpa noda. Dan para siswa tidak melindungiKu sehubungan dengan pengetahuan dan penglihatan dan Aku tidak mengharapkan perlindungan dari para siswa sehubungan dengan pengetahuan dan penglihatan.” ||4||

Kemudian Sang Bhagavā, setelah menetap di Kosambī selama yang Beliau kehendaki, melakukan perjalanan menuju Rājagaha. Melakukan perjalanan secara bertahap, akhirnya Beliau tiba di Rājagaha. Si sana Sang Bhagavā menetap di Hutan Bambu di Taman Suaka Tupai.  Kemudian beberapa bhikkhu menghadap Sang bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Setelah mereka duduk dalam jarak selayaknya, para bhikkhu ini berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Pangeran Ajātasattu, Yang Mulia, setiap pagi dan malam hari pergi melayani Devadatta dengan lima ratus kereta, dan lima ratus persembahan nasi susu dibawa sebagai persembahan makanan.”

“Para bhikkhu, jangan iri pada perolehan dan kehormatan dan kemasyhuran Devadatta. Karena, para bhikkhu, selama Pangeran Ajātasattu setiap pagi dan malam pergi melayani Devadatta dengan dengan lima ratus kereta [187] dan (selama) lima ratus persembahan nasi susu dibawa sebagai persembahan makanan, maka Devadatta akan mengalami kemunduran dalam hal kondisi-kondisi batin, bukan kemajuan. Hal ini, para bhikkhu, bagaikan melemparkan  kantung daging  ke hidung seekor anjing buas – seperti halnya, para bhikkhu, anjing itu akan menjadi semakin buas, demikian pula, para bhikkhu, selama Pangeran Ajātasattu setiap pagi dan malam pergi melayani … maka Devadatta akan mengalami kemunduran dalam hal kondisi-kondisi batin, bukan kemajuan. Perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran Devadatta  akan membawa bencana baginya. Perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran Devadatta akan membawa kehancuran baginya. Seperti halnya, para bhikkhu, sebatang pohon pisang yang berbuah untuk menghasilkan bencana bagi pohon itu, berbuah untuk menghasilkan kehancuran bagi pohon itu, demikian pula, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran Devadatta akan membawa bencana baginya, perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran Devadatta akan membawa kehancuran baginya. Seperti halnya, para bhikkhu, sebatang pohon bambu … sebatang buluh, berbuah untuk menghasilkan bencana baginya … demikian pula, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran Devadatta akan membawa … kehancuran baginya,

Sesungguhnya buah pisang akan menghancurkan,
   Buah bambu, buah buluh,
   Demikian pula kehormatan menghancurkan si dungu,
   Bagaikan janin seekor bagal.”  ||5||2||

Demikianlah bagian pengulangan pertama

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VII)
« Reply #48 on: 07 March 2012, 12:01:49 PM »
Pada saat itu Sang Bhagavā sedang duduk membabarkan dhamma dengan dikelilingi oleh banyak pengikut, termasuk sang raja.  Kemudian Devadatta bangkit dari duduknya, setelah memberi hormat kepada Sang Bhagavā dengan merangkapkan tangan, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, sekarang Sang Bhagavā sudah tua, jompo, didera bertahun-tahun, Beliau telah menjalani umur kehidupanNya dan menjelang akhir hidupNya ; Yang Mulia, sudilah Yang Mulia sekarang merasa puas dengan kediaman nyaman di sini dan saat ini,  sudilah Beliau menyerahkan kumpulan para bhikkhu ini kepadaku. Adalah aku yang akan memimpin kumpulan para bhikkhu ini.”

“Cukup, Devadatta, jangan memimpin kumpulan para bhikkhu ini.” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Devadatta berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, sekarang Sang Bhagavā sudah tua, jompo, didera bertahun-tahun …  Adalah aku yang akan memimpin kumpulan para bhikkhu ini.”

“Aku, Devadatta, tidak akan menyerahkan kumpulan para bhikkhu ini bahkan kepada Sāriputta dan Moggallāna. Bagaimana mungkin Aku menyerahkannya kepadamu, seorang malang yang untuk dimuntahkan bagai ludah?”

Kemudian Devadatta berpikir: [188] “Sang Bhagavā di depan kumpulan ini yang termasuk sang raja, mencelaku dengan (menggunakan) kata, ‘untuk dimuntahkan bagai ludah,’ sementara Beliau memuji Sāriputta dan Moggallāna,” karena marah dan tidak senang, setelah berpamitan pada Sang Bhagavā, ia pergi dengan Beliau tetap di sini kanannya.

Dan ini adalah kali pertama Devadatta merasa dengki terhadap Sang Bhagavā. ||1||

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Baiklah, para bhikkhu, silakan Sangha melakukan suatu tindakan (resmi) informasi  melawan Devadatta di Rājagaha dengan tujuan mengumumkan bahwa Devadatta dulu bersifat seperti itu, sekarang ia berubah; dan bahwa apa pun yang dilakukan oleh Devadatta melalui tindakan atau ucapan, dalam hal itu baik Sang Tathāgata atau pun dhamma atau pun Sangha tidak bertangung jawab, melainkan hanya Devadatta yang bertanggung jawab. Dan beginilah, para bhikkhu, hal ini dilakukan: Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman sebagai berikut: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika dianggap baik oleh Saṅgha, silakan Sangha melakukan suatu tindakan informasi melawan Devadatta di Rājagaha, dengan tujuan mengumumkan bahwa Devadatta dulu bersifat seperti itu, sekarang ia berubah; dan bahwa apa pun yang dilakukan oleh Devadatta … hanya Devadatta yang bertanggung jawab. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Sangha melakukan tindakan (resmi) informasi melawan Devadatta di Rājagaha, untuk mengumumkan bahwa … hanya Devadatta yang bertanggung jawab. Jika pelaksanaan tindakan (resmi) informasi melawan Devadatta di Rājagaha ini sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, mereka yang tidak menginginkan, silahkan berbicara. Tindakan (resmi) informasi melawan Devadatta di Rājagaha, dengan tujuan mengumumkan bahwa Devadatta dulu bersifat seperti itu, sekarang ia berubah; dan bahwa apa pun yang dilakukan oleh Devadatta … hanya Devadatta yang bertanggung jawab dilaksanakan oleh Sangha. Hal Ini sesuai keinginan Saṅgha, oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Sāriputta sebagai berikut: “Baiklah, pergilah engkau, Sariputta, berikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha?”

“Sebelumnya, Yang Mulia, aku memuji Devadatta di Rājagaha dengan mengatakan: ‘Putera Godhi memiliki kekuatan batin yang luar biasa, putera Godhi memiliki keagungan luar biasa.’ Bagaimana aku dapat, Yang Mulia, memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha?”

“Bukankah hal itu adalah kebenaran yang engkau ucapkan, Sāriputta, ketika engkau memuji Devadatta di Rājagaha dengan mengatakan: ‘Putera Godhi memiliki … keagungan luar biasa’?”

“Benar, Yang Mulia.”

“Meskipun begitu, Sāriputta, jika engkau memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha, hal itu juga benar.”

“Baiklah, Yang Mulia,” Yang Mulia Sāriputta menyetujui Sang Bhagavā. ||2||

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu, sebagai berikut: “Baiklah, para bhikkhu, biarlah Saṅgha menunjuk Sāriputta untuk memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha dengan mengatakan: ‘Devadatta dulu bersifat seperti itu, sekarang ia berubah; dan bahwa apa pun yang dilakukan oleh Devadatta melalui tindakan atau ucapan, dalam hal itu baik Sang Tathāgata atau pun Sangha tidak bertangung jawab, melainkan hanya Devadatta yang bertanggung jawab.’ Dan beginilah, para bhikkhu, penunjukan Sāriputta disepakati: Pertama-tama, Sāriputta harus diminta; setelah diminta, Saṅgha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika dianggap baik oleh Saṅgha, maka Saṅgha harus menyetujui Sāriputta [189] untuk memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha dengan mengatakan: ‘Devadatta dulu bersifat seperti itu … hanya Devadatta yang bertanggung jawab.’ Ini adalah usul. Jika kesepakatan untuk menunjuk Sāriputta untuk memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha, dengan mengatakan: ‘Devadatta dulu bersifat seperti itu … hanya Devadatta yang bertanggung jawab’ ini sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, mereka yang tidak menginginkan, silahkan berbicara. Yang Mulia Sāriputta ditunjuk oleh Saṅgha untuk memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha dengan mengatakan: ‘Devadatta dulu bersifat seperti itu … hanya Devadatta yang bertanggung jawab’ … Hal ini sesuai keinginan Saṅgha, oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Yang Mulia Sāriputta, yang telah ditunjuk (demikian), setelah memasuki Rājagaha bersama dengan beberapa bhikkhu, memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha dengan tujuan untuk mengumumkan bahwa: “Devadatta dulu bersifat seperti itu, sekarang ia berubah; dan bahwa apa pun yang dilakukan oleh Devadatta melalui tindakan atau ucapan, dalam hal itu baik Sang Tathāgata atau pun dhamma atau pun Sangha tidak bertangung jawab, melainkan hanya Devadatta yang bertanggung jawab.” Orang-orang itu yang kurang berkayinan, tidak mempercayai, yang kurang cerdas, berkata sebagai berikut: “Para petapa ini, para putera Sakya cemburu, mereka iri pada perolehan dan kehormatan Devadatta.” Tetapi mereka yang berkeyakinan dan yang percaya,  yang bijaksana dan cerdas berkata sebagai berikut: “Hal ini pasti bukan urusan biasa sehingga Sang Bhagavā memutuskan untuk memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha.” ||3||

Kemudian Devadatta mendatangi Pangeran Ajatasattu; setelah mendatanginya, ia berkata kepada Pangeran Ajātasattu sebagai berikut: “Dulu,  pangeran, orang-orang berumur panjang, sekarang mereka berumur pendek, dan adalah mungkin bahwa engkau, selagi masih menjadi seorang pangeran, meninggal dunia, sekarang engkau, pangeran, setelah membunuh ayahmu, akan menjadi raja. Aku, setelah membunuh Sang Bhagavā, aku menjadi Yang Tercerahkan.” Dan Pangeran Ajātasattu berpikir: “Guru Devadatta memiliki kekuatan batin yang luar biasa, keagungan yang luar biasa; Guru Devadatta pasti mengetahui (apa yang benar).” Setelah mengikatkan sebilah belati  di pahanya, pada dini hari (walaupun) ngeri, cemas, takut, gelisah, memasuki kamar pribadi (raja) dengan paksa. Tetapi menteri yang menjaga kamar pribdi melihat Pangeran Ajātasattu pada dini hari itu (walaupun) ngeri, cemas, takut, gelisah, memasuki kamar pribadi (raja) dengan paksa. Melihatnya, mereka menangkapnya, mereka menggeledahnya, dan setelah melihat sebilah belati terikat dipahanya, mereka bertanya kepada Pangeran Ajātasattu: “Apa yang hendak engkau lakukan, pangeran?”

“Aku hendak membunuh ayahku.”

“Siapakah yang menyuruhmu?”

“Guru Devadatta.” Beberapa menteri memberikan pendapat: “Pangeran harus dibunuh dan Devadatta serta seluruh bhikkhu harus dibunuh.”  Beberapa menteri memberikan pendapat: “Para bhikkhu tidak perlu dibunuh karena para bhikkhu tidak melakukan kesalahan,  tetapi Pangeran dan Devadatta harus dibunuh.” Beberapa menteri memberikan pendapat: “Pangeran tidak perlu dibunuh, juga Devadatta dan para bhikkhu tidak perlu dibunuh. Raja harus diberitahu dan kita akan melakukan apa pun yang dikatakan raja.” ||4||

Kemudian para menteri ini, membawa Pangeran Ajātasattu menghadap Raja Seniya Bimbisara dari Magadha; [190] setelah menghadap, mereka memberitahukan persoalan ini kepada Raja Seniya Bimbisara dari Magadha. Ia berkata: “Pendapat apakah, yang telah terbentuk oleh para menteriku?”

“Beberapa menteri, Baginda, memberikan pendapat ini … Beberapa menteri, Baginda, memberikan pendapat ini … Beberapa menteri, Baginda, memberikan pendapat ini: ‘Pangeran tidak perlu dibunuh, juga Devadatta dan para bhikkhu tidak perlu dibunuh. Raja harus diberitahu dan kita akan melakukan apa pun yang dikatakan raja.’”

“Apakah, para menteriku, hubungan Sang Tathāgata atau dhamma dengan kasus (ini)? Bukankah Sang Bhagavā telah memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha untuk memgumumkan bahwa Devadatta dulu bersifat seperti itu, sekarang ia berubah; dan bahwa apa pun yang dilakukan oleh Devadatta melalui tindakan atau ucapan, dalam hal itu baik Sang Tathāgata atau pun dhamma atau pun Sangha tidak bertangung jawab, melainkan hanya Devadatta yang bertanggung jawab?”

Para menteri ini yang telah memberikan pendapatnya sebagai berikut: ‘Pangeran harus dibunuh dan Devadatta serta seluruh bhikkhu harus dibunuh,’ mereka ini ia bubarkan.  Para menteri ini yang telah memberikan pendapatnya sebagai berikut: ‘Para bhikkhu tidak perlu dibunuh karena para bhikkhu tidak melakukan kesalahan, tetapi Pangeran dan Devadatta harus dibunuh,’ mereka ini ia turunkan jabatannya. Para menteri ini yang telah memberikan pendapatnya sebagai berikut: ‘’Pangeran tidak perlu dibunuh, juga Devadatta dan para bhikkhu tidak perlu dibunuh. Raja harus diberitahu dan kita akan melakukan apa pun yang dikatakan raja.’ Mereka ini ia naikkan jabatannya. Kemudian Raja Seniya Bimbisara dari Magadha berkata kepada Pangeran Ajātasattu sebagai berikut:

“Mengapa engkau, pangeran, ingin membunuhku?”

“Baginda, aku menginginkan kerajaan.”

“Jika engkau, pangeran, menginginkan kerajaan, maka kerajaan ini menjadi milikmu,” dan ia menyerahkan kerajaan itu kepada Pangeran Ajātasattu. ||5||

Kemudian Devadatta mendatangi Pangeran Ajātasattu ; setelah mendatangi ia berkata kepada Pangeran Ajātasattu sebagai berikut:

“Baginda, perintahkan orang-orangmu agar mereka membunuh Petapa Gotama.” Kemudian Pangeran Ajātasattu memerintahkan orang-orangnya, dengan berkata: “Orang-orangku, lakukan apa yang dikatakan oleh Guru Devadatta.” Kemudian Devadatta memerintahkan mereka dengan mengatakan, “Pergilah, teman-teman, Petapa Gotama menetap di suatu tempat. Setelah membunuhnya, kembalilah melalui jalan lain,” dan ia melepas dua orang di jalan itu, dengan berkata: “Siapa pun yang berjalan sendirian melalui jalan ini, setelah membunuhnya, kembalilah melalui jalan ini,” dan setelah melepas empat orang di jalan itu dengan mengatakan: “Jika ada dua orang mana pun yang berjalan di jalan ini, setelah membunuh mereka, kembalilah melalui jalan ini,” dan setelah melepas delapan orang di jalan itu dengan mengatakan: “Jika ada empat orang mana pun yang berjalan di jalan ini, [191] … kembalilah melalui jalan ini,” dan setelah melepas enam belas orang di jalan itu dengan mengatakan: “Jika ada delapan orang mana pun yang berjalan di jalan ini, setelah membunuh mereka, kembalilah melalui jalan ini.” ||6||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VII)
« Reply #49 on: 07 March 2012, 12:02:58 PM »
Kemudian orang itu yang berjalan sendirian, setelah memegang pedang dan tameng, setelah mengikat busur dan kantung anak panah,  mendatangi Sang Bhagavā; setelah mendatangi Beliau, ketika ia cukup dekat dengan Sang Bhagavā ia berdiri diam, tubuhnya kaku  karena ngeri, cemas, takut, gelisah.  Sang Bhagava melihat orang itu berdiri diam, tubuhnya kaku … gelisah dan setelah melihatnya, Beliau berkata kepada orang itu sebagai berikut: “Kemarilah, sahabat, jangan takut.” Kemudian orang itu, setelah mengesampingkan pedang dan tamengnya ke satu sisi, setelah menurunkan busur dan kantung anak panah, mendekati Sang Bhagavā, setelah mendekat, setelah mencondongkan kepalanya ke kaki Sang Bhagavā, ia berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, suatu pelanggaran menguasaiku, aku dungu, sesat, bersalah, dalam hal bahwa aku datang ke sini dengan pikiran jahat,  pikiran membunuh.  Yang Mulia, sudilah Yang Mulia mengakuinya bagiku pelanggaran sebagai pelanggaran demi pengendalian di masa depan.”

“Sungguh, sahabat, suatu elanggaran menguasaimu, engkau dungu, sesat, bersalah, dalam hal bahwa engkau datang ke sini dengan pikiran jahat,  pikiran membunuh. Tetapi jika engkau, sahabat, setelah melihat pelanggaran sebagai pelanggaran, mengakui sesuai dengan aturan, maka kami mengakuinya bagimu; karena sahabat dalam dislin mulia, ini adalah kemajuan; siapa pun yang setelah melihat pelanggaran sebagai pelanggaran, mengakuinya sesuai aturan, maka ia mencapai pengendalian di masa depan.”

Kemudian Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertahap  kepada orang ini, yaitu, khotbah tentang kedermawanan, khotbah tentang perilaku bermoral, khotbah tentang alam surga … penderitaan, asal-mulanya, lenyapnya, dan Sang Jalan. Seperti halnya sehelai kain bersih tanpa noda akan diwarnai dengan mudah, demikian pula (ketika ia sedang duduk) di tempat itu penglihatan-dhamma, yang tanpa debu, tanpa noda, muncul pada orang itu, bahwa “segala sesuatu yang muncul akan lenyap.” Kemudian orang itu  menjadi salah seorang yang telah melihat dhamma, telah mencapai dhamma, telah mengenal dhamma, masuk ke dalam dhamma, setelah menyeberangi keragu-raguan, setelah menyingkirkan kebimbangan, setelah tanpa bantuan orang lain mencapai keyakinan penuh dalam ajaran Sang Guru, ia berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Mengagumkan, Yang Mulia: Yang Mulia, ini menakjubkan. Seolah-olah seseorang menegakkan apa yang terbalik … demikianlah dhamma dijelaskan dalam berbagai cara oleh Sang Bhagavā, maka aku, Yang Mulia, [192] menyatakan berlindung kepada Sang Bhagavā, dhamma, dan kepada kumpulan para bhikkhu. Sudilah Yang Mulia menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga akhir hidupku.”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada orang itu sebagai berikut “Jangan engkau, sahabat, pergi melalui jalan itu. Pergilah melalui jalan ini,” dan Beliau melepasnya pergi melalui jalan lain. ||7||

Kemudian kelompok dua orang itu, dengan berpikir: “Mengapa orang itu yang sendirian begitu lambat datang ke sini?” pergi untuk menjumpainya dan melihat Sang Bhagavā duduk di bawah sebatang pohon. Melihat Beliau, mereka mendekati Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak yang selayaknya. Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertahap kepada kedua orang itu …  mencapai keyakinan penuh dalam ajaran Sang Guru, ia berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Mengagumkan, Yang Mulia … Sudilah Yang Mulia menerima kami sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga akhir hidup kami.”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada orang-orang itu sebagai berikut “Jangan kalian, sahabat-sahabat, pergi melalui jalan itu. Pergilah melalui jalan ini,” dan Beliau melepas mereka pergi melalui jalan lain. Kemudian kelompok empat orang itu, dengan berpikir: “Mengapa dua orang itu begitu lambat datang ke sini?” … dan Beliau melepas mereka pergi melalui jalan lain. Kemudian kelompok delapan orang itu, dengan berpikir: “Mengapa empat orang itu begitu lambat datang ke sini?” … dan Beliau melepas mereka pergi melalui jalan lain. Kemudian kelompok enam belas orang itu, dengan berpikir: “Mengapa delapan orang itu begitu lambat datang ke sini?” … Sudilah Yang Mulia menerima kami sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga akhir hidup kami.”  ||8||

Kemudian satu orang itu menghadap Devadatta ; setelah menghadap ia berkata kepada Devadatta sebagai berikut: “Yang Mulia, aku tidak mampu membunuh Sang Bhagavā, Sang Bhagavā memiliki kesaktian luar biasa, keagungan luar biasa.”

“Baiklah, sahabat, jangan engkau membunuh Petapa Gptama. Aku sendiri yang akan membunuh Petapa Gotama.”

Pada saat itu Sang Bhagavā sedang berjalan mondar-mandir di bawah keteduhan Puncak Gunung Nasar. Kemudian Devadatta, setelah mendaki Puncak Gunung Nasar melemparkan sebuah batu besar ke bawah, dengan berpikir: “Dengan ini aku akan membunuh Petapa Gotama.” Tetapi dua puncak gunung, bertemu, menghancurkan batu itu, dan (hanya) sepotong kecil dari batu itu, setelah jatuh, melukai kaki Sang Bhagavā hingga berdarah.  Kemudian Sang Bhagavā, setelah melihat ke atas, berkata kepada Devadatta sebagai berikut: “Engkau telah menghasilkan keburukan besar, orang dungu, dalam hal bahwa engkau, dengan pikiran jahat, pikiran membunuh, telah melukai Penemu-Kebenaran hingga berdarah.” Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Ini, para bhikkhu, adalah perbuatan pertama yang akan berbuah segera  yang dikumpulkan oleh Devadatta karena ia, dengan pikiran jahat, pikiran membunuh, melukai Penemu-kebenaran hingga berdarah.” ||9|| [193]

Para bhikkhu mendengar: “Dikatakan bahwa Devadatta berencana untuk membunuh Sang Bhagavā,” maka para bhikkhu ini berjalan mondar-mandir di segala sisi kediaman Sang Bhagavā melakukan penyelidikan dengan suara keras, dengan suara berisik untuk perlindungan, pertahanan dan penjagaan Sang Bhagavā. Sang Bhagavā mendengar suara-suara keras, suara berisik, dan suara penyelidikan itu, dan karena mendengarnya, Beliau bertanya kepada Yang Mulia Ānanda, dengan berkata:

“Apakah, Ānanda, suara keras, suara berisik, suara penyelidikan ini?”

“Yang Mulia, para bhikkhu mendengar bahwa Devadatta berencana untuk membunuh Sang Bhagavā, maka, Yang Mulia,  para bhikkhu ini berjalan mondar-mandir … untuk perlindungan, pertahanan dan penjagaan Sang Bhagavā. Ini, Yang Mulia, adalah suara keras, suara berisik, suara penyelidikan itu.”

“Baiklah, Ānanda, panggil para bhikkhu ini atas namaKu, dengan mengatakan: ‘Sang Guru memanggil kalian para mulia.’”

“Baik, Yang Mulia,” dan Yang Mulia Ānanda, setelah menjawab Sang Bhagavā, mendatangi para bhikkhu itu; setelah mendatangi, ia berkata kepada para bhikkhu itu sebagai berikut: “Sang Guru memanggil kalian para mulia.”

“Baik, Yang Mulia,” dan para bhikkhu itu, setelah menjawab Yang Mulia Āṅanda, menghadap Sang Bhagavā, setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu itu sebagai berikut:

“Adalah mustahil, para bhikkhu, tidak mungkin terjadi bahwa siapa pun juga dapat membunuh seorang Penemu-kebenaran melalui penyerangan; para bhikkhu, para Penemu-kebenaran mencapai nibbāna bukan karena suatu serangan.  Para bhikkhu, ada lima guru ini terdapat di dunia ini. Apakah lima ini? …  dan Aku tidak mengharapkan perlindungan dari para siswa sehubungan dengan pengetahuan dan penglihatan. Adalah mustahil, para bhikkhu, tidak mungkin terjadi bahwa siapa pun juga dapat membunuh seorang Penemu-kebenaran melalui penyerangan; para bhikkhu, para Penemu-kebenaran mencapai nibbāna bukan karena suatu serangan. Pergilah, para bhikkhu, ke tempat tinggal kalian masing-masing ; para Penemu-kebenaran, para bhikkhu, tidak perlu dilindungi.” ||10||

Pada saat itu ada seekor gajah buas di Rājagaha, gajah pembunuh-manusia, bernama Nālāgiri. Kemudian Devadatta, setelah memasuki Rājagaha, setelah pergi ke kandang gajah, berkata kepada para pawang gajah sebagai berikut: “Kami, sahabat, adalah sahabat raja. Kami mampu menaikkan jabatan seseorang yang berjabatan rendah dan memberikan kenaikan upah dan makanan. Sekarang, sahabat, ketika Petapa Gotama berjalan melalui jalan kereta ini,  maka, setelah melepaskan gajah Nālāgiri ini, bawalah ia ke jalan kereta ini.”

“Baiklah, Tuan,” para pawang gajah itu menjawab Devadatta.

Kemudian Sang Bhagavā, setelah merapikan jubah di pagi hari, dengan membawa mangkuk dan jubahNya, [194] memasuki Rājagaha untuk menerima dana makanan bersama dengan beberapa bhikkhu. Kemudian Sang Bhagavā berjalan melalui jalan kereta. Kemudian para pawang gajah itu melihat Sang Bhagavā berjalan melalui jalan kereta itu; melihat Beliau, setelah melepaskan gajah Nālāgiri, mereka membawanya ke jalan kereta. Gajah Nālāgiri melihat Sang Bhagavā datang dari jauh; melihat Beliau, setelah mengangkat belalainya, ia berlari menuju Sang Bhagavā, telinga dan ekornya tegak. Dari kejauhan para bhikkhu melihat kedatangan gajah Nālāgiri; melihatnya mereka berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, gajah Nālāgiri ini, datang melalui jalan kereta ini, seekor gajah buas pembunuh manusia; mohon Yang Mulia berbalik, mohon Yang Sempurna berbalik.”

“Tunggu, para bhikkhu, jangan takut; Adalah mustahil, para bhikkhu, tidak mungkin terjadi bahwa siapa pun juga dapat membunuh seorang Penemu-kebenaran melalui penyerangan; para bhikkhu, para Penemu-kebenaran mencapai nibbāna bukan karena suatu serangan.” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya para bhikkhu berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, gajah Nālāgiri ini … mohon Yang Mulia berbalik, mohon Yang Sempurna berbalik.”

“Tunggu, para bhikkhu … para Penemu-kebenaran mencapai nibbāna bukan karena suatu serangan.” ||11||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VII)
« Reply #50 on: 07 March 2012, 12:03:49 PM »
Pada saat itu orang-orang, setelah naik ke atas rumah panjang dan rumah berkubah dan ke atas atap, menunggu di sana. Orang-orang itu yang tidak berkeyakinan, tidak percaya, yang memiliki kecerdasan rendah, mereka ini berkata sebagai berikut: “Petapa agung ini sesungguhnya menarik; ia akan dilukai oleh gajah besar itu.”  Tetapi mereka yang berkeyakinan dan percaya, yang bijaksana dan cerdas, mereka ini berkata: “Segera, tuan-tuan, gajah besar itu akan berhadapan dengan gajah (di antara manusia).”

Kemudian Sang Bhagavā melingkupi gajah Nālāgiri dengan pikiran cinta kasih. Kemudian gajah Nālāgiri, yang terlingkupi oleh pikiran cinta kasih dari Sang Bhagavā, setelah menurunkan belalainya, mendekati Sang Bhagavā; setelah mendekat, ia berdiri di hadapan Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā menepuk kening gajah Nālāgiri dengan tangan kananNya, berkata kepada gajah Nālāgiri dengan syair sebagai berikut:

“Jangan gajah,  menyerang gajah (di antara manusia), karena serangan     gajah (di antara manusia). sungguh menyakitkan,
Karena tidak ada tujuan yang baik, bagi pembunuh gajah (di antara    manusia) ketika ia telah menyeberang.
Jangan sombong,  jangan ceroboh, karena mereka yang ceroboh tidak    akan pergi menuju tujuan yang baik;
Hanya itu yang harus engkau lakukan yang dengannya engkau akan    pergi menuju tujuan yang baik.”

Kemudian gajah Nālāgiri, setelah meniup debu dari kaki Sang Bhagavā dengan belalainya, setelah menebarkannya di atas kepalanya, mundur berlutut sambil menatap Sang Bhagavā. Kemudian gajah Nālāgiri, setelah kembali ke kandangnya, berdiri di tempat tinggalnya sendiri; dan adalah dengan cara ini [195] gajah Nālāgiri dijinakkan. Pada saat itu orang-orang menyanyikan syair ini:

“Beberapa dijinakkan dengan kayu, dengan tongkat kendali dan cambuk,
Gajah itu dijinakkan oleh Sang Bijaksana Agung tanpa tongkat, tanpa    senjata.”  ||12||

Orang-orang merendahkan, mengkritik, menyebarkan, dengan mengatakan: “Betapa jahatnya Devadatta, betapa malangnya,  karena ia telah mencoba untuk membunuh Petapa Gotama yang memiliki kekuatan batin yang luar biasa, memiliki keagungan luar biasa,” dan perolehan dan kehormatan Devadatta berkurang; perolehan dan kehormatan Sang Bhagavā bertambah. Pada saat itu Devadatta, yang kehilangan perolehan dan kehormatan,  makan bersama dengan teman-temannya, setelah meminta-minta dari para perumah tangga. Orang-orang merendahkan, mengkritik, menyebarkan, dengan mengatakan:

“Bagaimana mungkin para petapa ini, para putera Sakya makan, setelah meminta-minta di antara para perumah tangga? Siapakah yang tidak menyukai makanan-makanan yang dimasak dengan baik? Siapakah yang tidak menyukai makanan-makanan lezat?”

Para bhikkhu mendengar orang-orang itu … menyebarkannya. Para bhikkhu yang merasa malu … menyebarkannya dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Devadatta makan bersama dengan teman-temannya, setelah meminta-minta dari para perumah tangga?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah, seperti dikatakan, bahwa engkau, Devadatta, makan bersama dengan teman-temanmu, setelah meminta-minta dari para perumah tangga?”

“Benar, Yang Mulia.” Setelah menegurnya, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan peraturan untuk para bhikkhu yang makan dalam kelompok tiga orang (bhikkhu)  di antara para perumah tangga – didasarkan atas tiga alasan:  demi pengendalian para individu berpikiran buruk;  demi hidup dalam kenyamanan  bagi para bhikkhu yang berperilaku baik  agar mereka yang berniat buruk tidak memecah-belah Saṅgha dengan membentuk kelompok;  demi belas kasihan pada keluarga-keluarga.  Dalam memakan makanan kelompok, seseorang harus diperlakukan menurut aturan.”  ||13||

Kemudian Devadatta mendatangi Kokālika,  Kaṭamorakatissaka, putera Nyonya Khaṇḍā, dan Samuddadatta; setelah mendatangi, ia berkata kepada Kokālika, Katāmorakatissaka, putera Nyonya Khaṇḍā, dan Samuddadatta sebagai beriikut: “Marilah, kita, Yang Mulia, memecah-belah Saṅgha Petapa Gotama, merusak kerukunan.” Ketika ia menyelesaikan kata-katanya, Kokālika berkata kepada Devdatta sebagai berikut:

“Tetapi, Yang Mulia, Petapa Gotama memiliki kekuatan batin luar biasa, keagungan luar biasa. Bagaimana mungkin kita dapat memecah-belah Saṅgha Petapa Gotama, merusak kerukunan?”

“Marilah, Yang Mulia, setelah menghadp Petapa Gotama, kita akan meminta lima hal, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, dalam berbagai cara Yang Mulia memuji sedikit keinginan, merasa puas, [196] melenyapkan (kejahatan), berhati-hati, berbelas kasih, mengurangi (rintangan-rintangan), mengerahkan kegigihan. Yang Mulia, lima hal ini berperan besar dalam hal sedikit keinginan, merasa puas, melenyapkan (kejahatan), berhati-hati, berbelas kasih, mengurangi (rintangan-rintangan), mengerahkan kegigihan. Baik sekali, Yang Mulia, jika para bhikkhu, seumur hidup mereka, menjadi penghuni-hutan; siapa pun yang bepergian ke dekat desa, maka ia melakukan pelanggaran. Seumur hidup mereka, mereka harus menjadi penerima dana makanan; siapa pun yang menerima suatu undangan, maka ia melakukan pelanggaran. Seumur hidup mereka, mereka harus menjadi pemakai jubah kain buangan; siapa pun yang menerima jubah yang diberikan oleh perumah tangga, maka ia melakukan pelanggaran. Seumur hidup mereka, mereka harus menetap di bawah pohon; siapa pun yang berada di bawah atap, maka ia melakukan pelanggaran. Seumur hidup mereka, mereka tidak boleh makan ikan dan daging, siapa pun yang memakan ikan dan daging, maka ia melakukan pelanggaran.’ Petapa Gotama tidak akan menyetujui hal-hal ini. Maka kemudian kita akan menarik orang-orang melalui kelima hal ini.

“Adalah mungkin, Yang Mulia, dengan kelima hal ini, untuk memecah-belah Saṅgha Petapa Gotama, menghancurkan keharmonisan. Karena, Yang Mulia, orang-orang menghargai latihan keras.” ||14||

Kemudian Devadatta bersama dengan teman-temannya menghadap Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Devadatta berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, Yang Mulia dalam berbagai cara Yang Mulia memuji sedikit keinginan … siapa pun yang memakan ikan dan daging, maka ia melakukan pelanggaran.”

“Cukup, Devadatta,” Beliau berkata. “Siapa pun yang menghendaki, ia boleh menjadi penghuni-hutan; siapa pun yang menghendaki, ia boleh menetap di dekat desa; siapa pun yang menghendaki, ia boleh menjadi peminta-minta makanan; siapa pun yang menghendaki, ia boleh menerima undangan; siapa pun yang menghendaki, ia boleh menjadi pemakai jubah kain buangan; siapa pun yang menghendaki, ia boleh menerima jubah dari para perumah tangga. Selama delapan bulan, Devadatta, Aku mengizinkan para bhikkhu menetap di bawah pohon. Ikan dan daging adalah murni dalam tiga hal: jika tidak terlihat, terdengar atau dicurigai (dibunuh dengan sengaja untuknya).”

Kemudian Devadatta, dengan berpikir: “Sang Bhagavā tidak menyetujui kelima hal ini,” merasa senang dan gembira, bangkit dari duduknya bersama dengan teman-temannya, setelah pamit pada Sang Bhagavā, pergi dengan Beliau di sini kanannya. Kemudian, Devadatta, setelah memasuki Rājagaha bersama dengan teman-temannya, mengajarkan kelima hal ini kepada orang-orang, dengan mengatakan: “Kami, teman-teman, setelah menghadap Petapa Gotama, memohon lima hal ini, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, Yang Mulia dalam berbagai cara Yang Mulia memuji sedikit keinginan … siapa pun yang memakan ikan dan daging, maka ia melakukan pelanggaran.’ Petapa Gotama tidak menyetujui kelima hal ini, tetapi kami akan menjalani kelima hal ini.” ||15||

Orang-orang itu yang tidak berkeyakinan, tidak percaya, yang tidak cerdas, mereka ini berkata sebagai berikut: “Para petapa ini, para putera Sakya selalu berhati-hati, penghalau (kejahatan), tetapi Petapa Gotama mengejar kemewahan dan berusaha memperoleh kemewahan.” Tetapi orang-orang [197] yang berkeyakinan dan percaya, yang bijaksana dan cerdas, mereka ini merendahkan, mengkritik, menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Devadatta ini memecah-belah Saṅgha Sang Bhagavā, dengan menghancurkan kerukunan?” Para bhikkhu mendengar orang-orang ini yang … menyebarkannya. Para bhikkhu yang merasa malu … menyebarkannya, dengan mengatakan:

“Bagaimana mungkin Devadatta ini memecah-belah Saṅgha Sang Bhagavā, dengan menghancurkan kerukunan?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah, seperti dikatakan, bahwa engkau, Devadatta, memecah-belah Saṅgha, menghancurkan kerukunan?”

“Benar, Yang Mulia.”

“Cukup, Devadatta, jangan memecah-belah Saṅgha, karena memecah-belah Saṅgha adalah persoalan serius,  Devadatta. Devadatta, siapa pun yang memecah Saṅgha yang bersatu, maka ia membentuk keburukan yang bertahan selama satu kappa;  ia direbus di neraka selama satu kappa; tetapi siapa pun, Devadatta, yang merukunkan Saṅgha yang terpecah, maka ia membentuk kebajikan luhur,  ia bergembira di alam surga selama satu kappa. Cukup, Devadatta, jangan memecah-belah Saṅgha, karena memecah-belah Saṅgha adalah persoalan serius, Devadatta.” ||16||

Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah merapikan jubah di pagi hari, dengan membawa mangkuk dan jubahnya, memasuki Rājagaha untuk menerima dana makanan. Devadatta melihat Yang Mulia Ānanda berjalan di Rājagaha untuk menerima dana makanan; melihatnya, ia mendekati Yang Mulia Ānanda; setelah mendekat ia berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Mulai hari ini aku akan, Yang Mulia Ānanda, menjalankan Uposatha yang berbeda dengan  Sang Bhagavā dan berbeda dengan Saṅgha para bhikkhu dan (dengan demikian) akan menjalankan tindakan (resmi) kelompok ini.”  Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah berjalan di Rājagah untuk menerima dana makanan, setelah makan, ia menghadap Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Tadi, Yang Mulia, aku, setelah merapikan jubah di pagi hari, dengan membawa mangkuk dan jubah, memasuki Rājagaha untuk menerima dana makanan. Devadatta melihatku berjalan di Rājagaha untuk menerima dana makanan; melihatku, ia mendekatiku; setelah mendekat ia berkata kepadaku sebagai berikut: ‘Mulai hari ini aku akan … menjalankan tindakan (resmi) kelompok ini.’ Hari ini, Yang Mulia, Devadatta akan memecah-belah Saṅgha.”

Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami persoalan ini, pada saat itu memgucapkan ucapan berikut ini:

“Adalah mudah melakukan kebaikan bagi orang baik,    melakukan    kebaikan bagi orang jahat adalah sulit
Melakukan kejahatan bagi orang jahat adalah mudah, melakukan kejahatan bagi para mulia adalah sulit.”

Demikianlah bagian pengulangan ke dua [198]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VII)
« Reply #51 on: 07 March 2012, 12:05:39 PM »
Kemudian Devadatta pada hari Uposatha itu bangkit dari duduknya dan membagikan kupon suara,  dengan mengatakan: “Kami, Yang Mulia, setelah menghadap Petapa Gotama, memohon kelima hal ini  … Petapa Gotama tidak menyetujui kelima hal ini, tetapi kami akan hidup dengan menjalankan kelima hal ini. Jika kelima hal ini sesuai dengan kehendak Yang Mulia, silakan masing-masing mengambil satu kupon suara.”

Pada saat itu sebanyak lima ratus bhikkhu, orang-orang Vajji dari Vesālī, baru saja ditahbiskan dan masih belum berpengalaman;  dan mereka ini berpikir: “Ini adalah aturan, ini adalah disiplin, ini adalah instruksi Sang Guru,” mengambil kupon suara. Kemudian Devadatta setelah memecah-belah Saṅgha, melakukan perjalanan menuju Kepala Gayā membawa sebanyak lima ratus bhikkhu. Kemudian Sāriputta dan Moggallāna  menghadap Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Sāriputta berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Devadatta, Yang Mulia, setelah memecah-belah Saṅgha, pergi ke Kepala Gayā membawa lima ratus bhikkhu.”

“Tidak adakah pada kalian, Sāriputta dan Moggallāna,  belas kasihan pada para bhikkhu yang baru ditahbiskan ini? Pergilah, Sāriputta dan Moggallāna, sebelum para bhikkhu ini jatuh dalam kesulitan dan penderitaan.”

“Baiklah, Yang Mulia,” Dan Sāriputta dan Moggallāna setelah menjawab Sang Bhagavā, bangkit dari duduk mereka, setelah berpamitan dengan Sang Bhagavā, dengan Beliau tetap di sisi kanan mereka, mendatangi Kepala Gayā. Pada saat itu seorang bhikkhu berdiri sambil menangis tidak jauh dari Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada bhikkhu tersebut: “Mengapa engkau menangis, bhikkhu?”

“Bahkan mereka, Yang Mulia, yang adalah siswa utama Sang Bhagavā – Sāriputta dan Moggallāna – bahkan mereka pergi mendatangi Devadatta untuk membenarkan dhamma Devadatta.”

“Mustahil, bhikkhu, tidak mungkin terjadi bahwa Sāriputta dan Moggallāna akan membenarkan dhamma Devadatta. Mereka pergi hanya untuk meyakinkan para bhikkhu.”  ||1||

Pada saat itu Devadatta, dengan dikelilingi oleh sejumlah besar pengikut, sedang mengajarkan dhamma sambil duduk. Kemudian Devadatta dari kejauhan melihat kedatangan Sāiputta dan Moggallāna; melihat mereka, ia berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Lilhatlah, para bhikkhu, betapa baiknya dhamma yang kuajarkan sehingga bahkan mereka ini yang adalah para siswa utama Petapa Gotama – Sāriputta dan Moggallāna – bahkan mereka ini datang untuk membenarkan dhammaku.” Ketika ia menyelesaikan kata-kata itu Kokālika berkata kepada Devadatta sebagai berikut:

“Yang Mulia Devadatta, jangan percaya pada Sāriputta dan Moggallāna, [199] Sāriputta dan Moggallāna memiliki niat jahat dan sedang dipengaruhi oleh niat jahat.”

“Cukup, Yang Mulia, marilah kita menyambut mereka karena mereka membenarkan dhammaku.” Devadatta mengundang Yang Mulia Sāriputta untuk duduk pada setengah tempat duduknya, dengan berkata: “Marilah, Yang Mulia Sāriputta, duduk di sini.”

“Tidak, Yang Mulia,” dan Yang Mulia Sāriputta, setelah mengambil tempat duduk lain, duduk dalam jarak selayaknya; dan Moggallāna juga, setelah mengambil tempat duduk lain, duduk dalam jarak selayaknya. Kemudian Devadatta, setelah menggembirakan, menyenangkan, membangkitkan semangat, membahagiakan para bhikkhu hingga larut malam dengan khotbah dhamma, meminta  Yang Mulia Sāriputta dengan berkata:

“Saṅgha para bhikkhu, Yang Mulia Sāriputta, tidak malas atau mengantuk; sudilah engkau, Yang Mulia Sāriputta membabarkan dhamma  kepada para bhikkhu. Punggungku sakit dan aku akan meregangkannya.”

“Baiklah, Yang Mulia,” Yang Mulia Sāriputta menjawab Devadatta. Kemudian Devadatta, setelah melipat empat jubah luarnya, berbaring tidur pada sisi kanannya,  dan karena ia lelah, lengah dan tanpa perhatian, maka ia jatuh terlelap pada saat itu juga. ||2||

Kemudian Yang Mulia Sāriputta menasihati, memberikan ajaran kepada para bhikkhu dengan khotbah dhamma melalui suatu instruksi tentang keajaiban membaca-pikiran;  Yang Mulia Moggallāna menasihati, memberikan ajaran dengan khotbah dhamma melalui suatu instruksi tentang keajaiban kekuatan-batin. Kemudian setelah para bhikkhu dinasihati dan diajari oleh Yang Mulia Sāriputta dengan khotbah dhamma melalui suatu instruksi tentang keajaiban membaca-pikiran; dinasihati dan diajari oleh Yang Mulia Moggallāna dengan khotbah dhamma melalui suatu instruksi tentang keajaiban kekuatan batin, penglihatan-dhamma, yang tanpa debu, tanpa noda, muncul pada mereka, bahwa, “segala sesuatu yang muncul semuanya akan lenyap.” Kemudian Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Kita pergi, Yang Mulia, kepada Sang Bhagavā. Siapa pun yang membenarkan dhamma Sang Bhagavā ini, silakan turut serta.” Kemudian Sāriputta dan Moggallāna, dengan membawa lima ratus bhikkhu itu, mendatangi Hutan Bambu. Kemudian Kokālika membangunkan Devadatta, dengan berkata: “Bangunlah,  Yang Mulia Devadatta, para bhikkhu itu telah dibawa oleh Sāriputta dan Moggallāna. Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, Yang Mulia Devadatta, ‘Yang Mulia Ddevadatta, jangan percaya pada Sāriputta dan Moggallāna, Sāriputta dan Moggallāna memiliki niat jahat dan sedang dipengaruhi oleh niat jahat’?” ||3||

Kemudian Sāriputta and Moggallāna menghadap Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Setelah mereka duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia [200] Sāriputta berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Baik sekali, Yang Mulia, jika para bhikkhu yang terlibat dalam perpecahan itu dapat ditahbiskan kembali.”

“Hati-hati, Sāriputta, tentang segala penahbisan kembali para bhikkhu yang terlibat dalam perpecahan. Tetapi apakah engkau, Sāriputta, membuat para bhikkhu yang terlibat dalam perpecahan itu mengakui pelanggaran berat. Perilaku bagaimanakah, Sāriputta, yang engkau anggap telah diikuti oleh Devadatta?”

“Bahkan, seperti halnya Sang Bhagavā, setelah menggembirakan, menyenangkan, membangkitkan semangat, membahagiakan para bhikkhu hingga larut malam dengan khotbah dhamma, ia memintaku: ‘Saṅgha para bhikkhu, Yang Mulia Sāriputta, tidak malas atau mengantuk; sudilah engkau, Yang Mulia Sāriputta membabarkan dhamma  kepada para bhikkhu. Punggungku sakit dan aku akan meregangkannya.’ Hanya ini Yang Mulia, perilaku yang diikuti oleh Devadatta.” ||4||

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Dulu,  para bhikkhu, terdapat sebuah kolam besar di dalam hutan; gajah-gajah besar bermukim di dekat sana dan gajah-gajah itu, setelah terjun ke dalam kolam,  setelah mencabut serat dan tangkai teratai dengan belalai mereka, setelah mencucinya dengan baik, dan setelah mengunyahnya bersih dari lumpur, kemudian menelannya. Demikianlah mereka menjadi kuat dan indah, dan bukan karena hal ini mereka mengalami kematian atau penderitaan mematikan. Tetapi, para bhikkhu, di antara gajah-gajah besar ini, terdapat gajah-gajah muda dan mereka ini, setelah terjun ke dalam kolam, setelah mencabut serat dan tangkai teratai dengan belalai mereka, tetapi tidak mencucinya dengan baik, dan setelah mengunyahnya beserta lumpurnya, kemudian menelannya. Demikianlah mereka tidak menjadi kuat atau indah, dan karena hal ini mereka mengalami kematian atau penderitaan mematikan. Demikian pula, para bhikkhu, Devadatta akan mati, sesosok makhluk malang, yang meniru Aku.

“Sementara binatang besar  mengguncang bumi, memakan tangkai-tangkai teratai, waspada di dalam air –

Dengan meniru Aku, makhluk malang itu akan mati, bagaikan seekor binatang muda yang memakan lumpur. ||5||

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang memiliki delapan kualitas ini layak untuk menyampaikan pesan.  Apakah delapan ini? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu adalah seorang pendengar dan seorang yang menyebabkan orang lain mendengar dan seorang pelajar dan seorang pengajar dan seorang pengenal dan seorang pembabar dan seorang yang terampil dalam (mengenali) kerukunan dan ketidak-rukunan  dan bukan pembuat pertengkaran. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu yang memiliki delapan kualitas ini maka ia layak untuk menyampaikan pesan. Para bhikkhu, karena ia memiliki delapan kualitas ini, Sāriputta layak untuk menyampaikan pesan. Apakah delapan ini? Di sini, para bhikkhu, Sāriputta adalah seorang pelajar … dan bukan pembuat pertengkaran. [201] Para bhikkhu, karena ia memiliki delapan kualitas ini, Sāriputta layak untuk menyampaikan pesan.

“Siapa pun, yang menghadiri suatu sidang pertemuan tingkat tinggi,
Tidak gentar, juga tidak gagal dalam membabarkan khotbah, juga tidak menyembunyikan ajaran, juga tidak berbicara  dengan keragu-raguan,  -- Seorang bhikkhu seperti ini layak meyampaikan pesan. ||6||

“Para bhikkhu, Devadatta,  dikuasai dan pikirannya dikendalikan oleh delapan kondisi salah,  sedang menuju kehancuran,  menuju neraka,  menetap di sana selama satu kappa, tidak terselamatkan.  Apakah delapan ini? Devadatta, para bhikkhu, dikuasai dan pikirannya dikendalikan oleh keberuntungan  sedang menuju kejatuhan … tidak terselamatkan. Devadatta, para bhikkhu, dikuasai dan pikirannya dikendalikan oleh ketidak-beruntungan … oleh kemasyhuran … oleh ketidak-masyhuran … oleh kehormatan … oleh ketidak-hormatan … oleh keinginan jahat … oleh pertemanan jahat sedang menuju kejatuhan … tidak terselamatkan. Para bhikkhu, Devadatta, dikuasai dan pikirannya dikendalikan oleh delapan kondisi salah ini,  sedang menuju kehancuran, menuju neraka, menetap di sana selama satu kappa, tidak terselamatkan.

“Para bhikkhu, adalah baik bahwa seorang bhikkhu harus hidup dengan senantiasa mengatasi keberuntungan  yang telah muncul, ketidak-beruntungan yang telah muncul, kemasyhuran yang telah muncul, ketidak-masyhuran yang telah muncul, kehormatan yang telah muncul, ketidak-hormatan yang telah muncul, niat jahat yang telah muncul, pertemanan jahat yang telah muncul. Dan mengapakah, para bhikkhu, untuk tujuan apakah seorang bhikkhu harus hidup dengan senantiasa mengatasi keberuntungan … pertemanan jahat yang telah muncul? Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu hidup dengan tidak senantiasa mengatasi keberuntungan yang telah muncul, maka kekotoran, yang merusak dan membakar,  dapat muncul, tetapi jika ia hidup dengan senantiasa mengatasi keberuntungan yang telah muncul, maka kekotoran itu, yang merusak dan membakar, tidak ada padanya … jika ia hidup dengan senantiasa mengatasi pertemanan jahat yang telah muncul, maka kekotoran itu, yang merusak dan membakar, tidak ada padanya.

“Adalah demi tujuan baik ini, para bhikkhu, maka seorang bhikkhu harus hidup dengan senantiasa mengatasi keberuntungan yang telah muncul … pertemanan jahat yang telah muncul. Untuk tujuan itulah, para bhikkhu, dengan mengatakan, ‘Kami akan hidup dengan senantiasa mengatasi keberuntungan yang telah muncul … pertemanan jahat yang telah muncul’ – demikianlah kalian, para bhikkhu, harus berlatih.

“Para bhikkhu, [202] Devadatta,  dikuasai dan pikirannya dikendalikan oleh tiga kondisi salah, sedang menuju kehancuran, menuju neraka, menetap di sana selama satu kappa, tidak terselamatkan. Apakah tiga ini? Niat jahat, pertemanan jahat, terhenti di tengah perjalanan dalam karirnya karena pencapaiannya bernilai kecil.  Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang dikuasai … oleh ketiga kondisi salah ini … tidak terselamatkan. ||7||

“Jangan  biarkan siapa pun yang berniat jahat muncul di dunia;
Dan ketahuilah dengan hal ini: sebagai tujuan dari mereka yang berniat jahat,
Dikenal sebagai ‘Sang Bijaksana,’  dianggap sebagai ‘seorang yang patut,’
Devadatta berdiri bersinar dengan kemasyhuran – aku dengar dikatakan.
Ia, jatuh ke dalam kehancuran,  menyerang Sang Penemu-kebenaran,
Mencapai Neraka Avīci,  berpintu empat, mengerikan,
Karena ia yang melukai seorang yang tanpa kebencian, tidak melakukan perbuatan jahat –
Kejahatan itu hanya menyentuh ia yang berpikiran penuh kebencian, yang merendahkan,
Yang berpikir untuk mencemari lautan dengan sekendi racun –
Ia tidak dapat mencemarinya dengan itu, karena keagungan  samudera raya.
Maka ia yang dengan kejam  melukai Sang Penemu-kebenaran
Yang telah pergi dengan sempurna, pikiranNya tenang – padanya kekejaman tidak berdampak,
Seorang bijaksana harus berteman dengan orang demikian dan mengikutinya,
Seorang bhikkhu yang mengikuti jalanNya  akan mencapai hancurnya keburukan.” ||8||4||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VII)
« Reply #52 on: 07 March 2012, 12:06:35 PM »
Kemudian Yang Mulia Upāli menghadap Sang Bhagavā, setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Upāli berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, sehubungan dengan kata-kata: Perselisihan dalam Saṅgha,  perselisihan dalam Saṅgha- sejauh apakah, Yang Mulia, perselisihan dalam Saṅgha itu tetapi bukan perpecahan dalam Saṅgha? Dan kemudian sejauh apakah perselisihan dalam Saṅgha yang juga merupakan perpecahan dalam Saṅgha?”

“Jika, Upāli, ada satu orang di satu pihak  dan dua orang di pihak lain  dan jika seorang yang ke empat  berkata dan membagikan kupon suara, dengan mengatakan: ‘Ini adalah aturan, ini adalah disiplin, ini adalah instruksi Sang Guru, ambillah (kupon suara) ini, setujuilah ini’ – ini, Upāli, adalah perselisihan dalam Saṅgha tetapi bukan perpecahan dalam Saṅgha.

“Jika, Upāli ada dua orang di satu pihak dan dua orang di pihak lain, dan jika seorang yang ke lima berkata … dua orang di satu pihak dan tiga orang di pihak lain dan jika seorang yang ke enam berkata … tiga orang di satu pihak dan tiga orang di pihak lain dan jika seorang yang ke tujuh berkata … tiga orang di satu pihak dan empat orang di pihak lain dan jika seorang yang ke delapan berkata dan membagikan kupon suara, dengan mengatakan: ‘Ini adalah aturan, ini adalah disiplin, ini adalah instruksi Sang Guru, ambillah (kupon suara) ini, setujuilah ini’ – ini, Upāli, adalah perselisihan dalam Saṅgha tetapi bukan perpecahan dalam Saṅgha. [203]

“Jika, Upāli, empat orang di satu pihak dan empat orang di pihak lain dan jika seorang yang ke Sembilan berkata … ini, Upāli, adalah perselisihan dalam Saṅgha yang juga merupakan perpecahan dalam Saṅgha. Perselisihan dalam Saṅgha yang juga merupakan perpecahan dalam Saṅgha terjadi (karena ada) Sembilan atau lebih dari Sembilan orang.  Upāli, seorang bhikkhunī tidak memecah-belah Saṅgha bahkan jika ia melakukan tindakan memecah-belah  … seorang yang dalam masa percobaan … seorang samaṇera … seorang samaṇerī … seorang umat awam … seorang umat awam perempuan tidak memecah-belah Saṅgha bahkan jika ia melakukan tindakan memecah-belah. Hanya seorang bhikkhu, Upāli, yang berasal dari komunitas yang sama, menetap di tempat yang sama, dapat memecah-belah Saṅgha.” ||1||

“Yang Mulia, sehubungan dengan kata-kata:  Perpecahan dalam Saṅgha, perpecahan dalam Saṅgha – sejauh apakah, Yang Mulia, Saṅgha dapat terpecah?”

“Sehubungan dengan hal ini, Upāli, para bhikkhu menjelaskan apa yang bukan-dhamma sebagai dhamma, mereka menjelaskan dhamma sebagai bukan-dhamma, mereka menjelaskan bukan-disiplin sebagai disiplin, mereka menjelaskan disiplin sebagai bukan-disiplin, mereka menjelaskan apa yang tidak dibabarkan, tidak diucapkan oleh Sang Penemu-kebenaran sebagai dibabarkan, diucapkan oleh Sang Penemu-kebenaran, mereka menjelaskan apa yang dibabarkan, diucapkan oleh Sang Penemu-kebenaran sebagai tidak dibabarkan, tidak diucapkan oleh Sang Penemu-kebenaran, mereka menjelaskan apa yang tidak dipraktikkan oleh Sang Penemu-kebenaran sebagai dipraktikkan oleh Sang Penemu-kebenaran, mereka menjelaskan apa yang dipraktikkan oleh Sang Penemu-kebenaran sebagai tidak dipraktikkan oleh Sang Penemu-kebenaran, mereka menjelaskan apa yang tidak ditetapkan oleh Sang Penemu-kebenaran sebagai ditetapkan oleh Sang Penemu-kebenaran, mereka menjelaskan apa yang ditetapkan oleh Sang Penemu-kebenaran sebagai tidak ditetapkan oleh Sang Penemu-kebenaran, mereka menjelaskan apa yang bukan pelanggaran sebagai pelanggaran, mereka menjelaskan pelanggaran sebagai bukan pelanggaran, mereka menjelaskan pelanggaran kecil sebagai pelanggaran serius, mereka menjelaskan pelanggaran serius sebagai pelanggaran kecil, mereka menjelaskan pelanggaran yang dapat ditebus sebagai pelanggaran yang tidak dapat ditebus, mereka menjelaskan pelanggaran yang tidak dapat ditebus sebagai pelanggaran yang dapat ditebus, mereka menjelaskan pelanggaran berat sebagai bukan pelanggaran berat, mereka menjelaskan bukan pelanggaran berat sebagai pelanggaran berat.  Hal-hal ini, sehubungan dengan delapan belas hal ini menarik dan memisahkan (teman),  mereka menjalankan Uposatha secara terpisah, mereka menjalankan Undangan secara terpisah,  mereka menjalankan tindakan (resmi) Saṅgha secara terpisah. Sejauh inilah, Upāli, Saṅgha menjadi terpecah.” ||2||

“Yang Mulia, sehubungan dengan kata-kata ini:  Kerukunan dalam Saṅgha, kerukunan dalam Saṅgha – sejauh apakah, Yang Mulia, Saṅgha disebut rukun?”

“Sehubungan dengan hal ini, Upāli, para bhikkhu menjelaskan apa yang bukan-dhamma sebagai bukan-dhamma, mereka menjelaskan dhamma sebagai dhamma … mereka menjelaskan bukan pelanggaran berat sebagai bukan pelanggaran berat. Hal-hal ini, sehubungan dengan delapan belas hal ini tidak menarik, tidak memisahkan (teman), mereka tidak menjalankan Uposatha secara terpisah, mereka tidak menjalankan Undangan secara terpisah, mereka tidak menjalankan tindakan (resmi) Saṅgha secara terpisah. Sejauh inilah, Upāli, Saṅgha menjadi rukun.” ||3||

“Tetapi, Yang Mulia,  setelah memecah-belah  Saṅgha yang rukun, apakah yang ia hasilkan?”

“Upāli, setelah memecah-belah Saṅgha yang rukun, ia menghasilkan keburukan yang berlangsung selama satu kappa dan ia direbus di neraka selama satu kappa.  [204]

Penyebab perpecahan dalam Saṅgha, mengalami kejatuhan, menuju neraka, selama satu kappa,
Menganjurkan ketidak-rukunan, berdiri pada pihak bukan-dhamma, jatuh dari kedamaian dari pembudakan.
Setelah memecah-belah Saṅgha yang rukun, ia direbus selama satu kappa di neraka.”

“Tetapi, Yang Mulia,  setelah merukunkan Saṅgha yang terpecah-belah, apakah yang ia hasilkan?”

“Upāli, setelah merukunkan Saṅgha yang terpecah-belah, ia menghasilkan jasa yang luhur dan ia bergembira di alam surga selama satu kappa.
Kerukunan bagi Saṅgha adalah berkah, dan juga teman dari mereka yang rukun,
Menganjurkan kerukunan, berdiri pada pihak dhamma, tidak jatuh dari kedamaian dari pembudakan.
Dengan merukunkan Saṅgha, ia bergembira selama satu kappa di alam surga.”  ||4||

“Jadi, tidak mungkinkah, Yang Mulia, bahwa penyebab perpecahan dalam Saṅgha mengalami kejatuhan, menuju neraka, menetap di sana selama satu kappa, tidak terselamatkan?”

“Mungkin saja, Upāli, bahwa bahwa penyebab perpecahan dalam Saṅgha mengalami kejatuhan … tidak terselamatkan.”

“Tetapi mungkinkah, Yang Mulia, bahwa bahwa penyebab perpecahan dalam Saṅgha tidak mengalami kejatuhan, tidak menuju neraka, tidak menetap di sana selama satu kappa, dapat terselamatkan?”

“Mungkin saja, Upāli, bahwa bahwa penyebab perpecahan dalam Saṅgha tidak mengalami kejatuhan … dapat terselamatkan.”

“Tetapi penyebab perpecahan dalam Saṅgha (manakah), Yang Mulia, yang mengalami kejatuhan, menuju neraka, menetap di sana selama satu kappa, tidak terselamatkan?”

“Ini adalah kasus, Upāli, di mana seorang bhikkhu menjelaskan apa yang bukan-dhamma sebagai dhamma; jika ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat apa yang bukan-dhamma, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam perpecahan terdapat apa yang bukan-dhamma, salah menyampaikan pendapat, salah menyampaikan persetujuan, salah menyampaikan kesenangan, salah menyampaikan kehendak,  dan jika ia berkata dan membagikan kupon suara, dengan mengatakan: ‘Ini adalah aturan, ini adalah disiplin, ini adalah instruksi Sang Guru, ambillah (kupon suara) ini, setujuilah ini’ – penyebab perpecahan dalam Saṅgha ini, Upāli, mengalami kejatuhan, menuju neraka, menetap di sana selama satu kappa, tidak terselamatkan.

“Kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu menjelaskan apa yang bukan-dhamma sebagai dhamma, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat apa yang bukan-dhamma, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam perpecahan terdapat dhamma, salah menyampaikan pendapat … tidak terselamatkan.

“Kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu menjelaskan apa yang bukan-dhamma sebagai dhamma, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat apa yang bukan-dhamma, jika ia ragu-ragu sehubungan dengan suatu perpecahan … jika ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat dhamma, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam perpecahan terdapat apa yang bukan-dhamma … jika ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat dhamma, jika ia ragu-ragu sehubungan dengan suatu perpecahan … jika ia ragu-ragu sehubungan dengan (penjelasan) ini, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam perpecahan terdapat apa yang bukan-dhamma … jika ia ragu-ragu sehubungan dengan (penjelasan) ini, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam perpecahan terdapat dhamma … jika ia ragu-ragu sehubungan dengan (penjelasan) ini, jika ia ragu-ragu sehubungan dengan suatu perpecahan, salah menyampaikan pendapat … tidak terselamatkan.” ||5||

“Tetapi penyebab perpecahan dalam Saṅgha (manakah), Yang Mulia, yang tidak mengalami kejatuhan, juga tidak menuju neraka, [205] tidak menetap di sana selama satu kappa, dapat terselamatkan?”

“Ini adalah kasus, Upāli, di mana seorang bhikkhu menjelaskan apa yang bukan-dhamma sebagai dhamma; jika ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat dhamma, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam perpecahan terdapat dhamma, namun tidak salah menyampaikan pendapat, tidak salah menyampaikan persetujuan, tidak salah menyampaikan kesenangan, tidak salah menyampaikan kehendak, ia berkata dan membagikan kupon suara, dengan mengatakan: ‘Ini adalah aturan, ini adalah disiplin, ini adalah instruksi Sang Guru, ambillah (kupon suara) ini, setujuilah ini’ – bahkan penyebab perpecahan dalam Saṅgha ini, Upāli, tidak mengalami kejatuhan, tidak menuju neraka, tidak menetap di sana selama satu kappa, dapat terselamatkan.

“Kemudian, Upāli, seorang bhikkhu menjelaskan dhamma sebagai bukan-dhamma … menjelaskan apa yang bukan pelanggaran berat sebagai pelanggaran berat, tetapi (walaupun) ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat dhamma, pandanagn bahwa dalam perpecahan terdapat dhamma, namun tidak salah menyampaikan pendapat … dapat terselamatkan.” ||6||5||

Demikianlah bagian pengulangan ke tiga

Demikianlah bagian ke tujuh: yaitu tentang Perpecahan dalam Saṅgha

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VIII)
« Reply #53 on: 07 March 2012, 12:22:48 PM »
CULLAVAGGA VIII
Tentang Pelaksanaan Peraturan


Pada suatu ketika Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta di Vihara Anāthapiṇḍika. Pada saat itu para bhikkhu tamu memasuki vihara dengan mengenakan sandal,  dan mereka memasuki vihara dengan masih menggunakan penghalang cahaya matahari,  dan mereka memasuki vihara dengan mengenakan penutup kepala,  dan mereka memasuki vihara dengan jubah mereka di kepala mereka, dan mereka mencuci kaki mereka menggunakan air minum, dan mereka tidak menyapa para bhikkhu tuan rumah yang lebih senior juga tidak meminta tempat tinggal. Dan salah seorang bhikkhu tamu, setelah membuka kunci  dari sebuah tempat tinggal yang kosong, setelah membuka pintu, bergegas memasukinya. Seekor ular jatuh ke bahunya dari atas pintu; ketakutan, ia berteriak. Para bhikkhu, setelah berlari mendatanginya, berkata kepada bhikkhu itu sebagai berikut: “Mengapakah engkau, Yang Mulia, berteriak?” kemudian bhikkhu ini memberitahu para bhikkhu itu. Para bhikkhu lain merendahkan, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhu tamu ini memasuki vihara dengan mengenakan sandal … juga tidak meminta tempat tinggal?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah, seperti dikatakan, bahwa para bhikkhu tamu memasuki vihara dengan mengenakan sandal … juga tidak meminta tempat tinggal?”

“Benar, Yang Mulia.” Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, menegur mereka dengan mengatakan:

“Para bhikkhu, bagaimana mungkin, para bhikkhu tamu memasuki vihara dengan mengenakan sandal … juga tidak meminta tempat tinggal? Itu bukanlah, para bhikkhu, untuk menyenangkan mereka yang tidak senang … Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan peraturan  bagi para bhikkhu tamu untuk dilaksanakan oleh para bhikkhu tamu. ||1||

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu tamu, dengan berpikir: ‘Sekarang aku akan memasuki vihara,’ [207] setelah melepaskan sandalnya, setelah meletakkannya,  setelah memukul-mukulnya, setelah meletakkannya (lagi), setelah menurunkan penghalang cahaya mataharinya, setelah membuka penutup kepalanya, setelah merapikan jubahnya di bahunya, memasuki vihara dengan hati-hati dan tidak tergesa-gesa.  Ketika ia memasuki vihara, ia harus memperhatikan di mana para bhikkhu tuan rumah berada.  Di mana pun para bhikkhu tuan rumah berada – apakah di aula pertemuan atau di sebuah gubuk atau di bawah pohon – setelah pergi ke sana, ia harus meletakkan mangkuknya di satu sisi, ia harus meletakkan jubahnya di satu sisi, dan setelah mengambil alas duduk selayaknya, ia harus duduk. Ia boleh meminta air minum, ia boleh meminta air untuk mencuci – di mana air minum, di mana air untuk mencuci. Jika ia menginginkan air minum, setelah mengambil air minum maka ia harus meminumnya; jika ia menginginkan air untuk mencuci, setelah mengambil air maka ia harus mencuci kakinya. Ketika ia mencuci kakinya, ia harus memercikkan air (ke kakinya) dengan satu tangan dan mencuci kakinya dengan tangan lainnya; tetapi ia tidak boleh memercikkan air dan mencuci kakinya dengan satu tangan yang sama. Setelah meminta sehelai kain untuk menyeka sandalnya, ia harus menyeka sandalnya. Ketika ia menyeka sandalnya pertama-tama ia harus menyekanya dengan sehelai kain kering, setelah itu dengan kain basah; setelah mencuci kain yang digunakan untuk menyeka sandalnya ia harus menjemurnya  di satu sisi. Jika bhikkhu tuan rumah lebih senior maka ia harus menyapanya; jika ia adalah seorang bhikkhu yang baru ditahbiskan, maka ia harus membuat bhikkhu itu menyapa(nya). Ia harus meminta tempat tinggal, dengan mengatakan: ‘Tempat tinggal manakah yang dapat  kutempati?’ ia harus menanyakan apakah tempat itu ada yang menempati atau tidak. Ia harus menanyakan tentang sumber dana makanan,  ia harus menanyakan tentang tempat-tempat yang bukan merupakan sumber dana makanan,  ia harus menanyakan tentang keluarga-keluarga yang disepakati sebagai para pelajar,  ia harus menanyakan tentang kakus, ia harus menanyakan tentang air minum, ia harus menanyakan tentang air untuk mencuci,  ia harus menanyakan tentang tongkat, ia harus menanyakan tentang (bentuk) kesepakatan Saṅgha, dengan mengatakan: ‘Jam berapakah harus dimasuki, jam berapakah harus keluar?’  ||2||

“Jika tempat tinggal itu tidak ada yang menempati, setelah mengetuk pintu, setelah menunggu sebentar, setelah membuka kunci, setelah membuka pintu, ia harus waspada selagi berdiri di luar.  Jika tempat tinggal itu kotor atau jika dipan ditumpuk di atas dipan atau jika kursi ditumpuk di atas kursi dan perlengkapan tempat tinggal ditumpuk di atasnya, maka ia harus membersihkan (tempat tinggal itu) jika ia mampu melakukannya. Sewaktu membersihkan  tempat tinggal, setelah pertama-tama mengeluarkan penutup lantai, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengeluarkan penyangga dipan … setelah mengeluarkan alas tidur dan alas duduk … lembaran kain penutup alas duduk dan kain penutup alas tidur, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah menurunkan dipan, setelah mengeluarkannya dengan hati-hati tanpa menggeseknya, tanpa membenturkannya pada pintu atau tiang, [208] ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah menurunkan kursi, setelah mengeluarkannya dengan hati-hati tanpa menggeseknya, tanpa membenturkannya pada pintu atau tiang, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengeluarkan tempolong, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengeluarkan papan pembaringan, ia harus meletakkannya di satu sisi. Jika terdapat jaring laba-laba di dalam tempat tinggal itu, pertama-tama ia harus menyingkirkannya dari penutup lantai. Ia harus menyeka sudut-sudut jendela. Jika dinding yang berwarna merah menjadi ternoda, maka ia harus menyekanya dengan kain basah, setelah memerasnya. Jika lantai yang hitam menjadi ternoda, maka ia harus menyekanya dengan kain basah, setelah memerasnya. Jika lantai belum dibersihkan, maka ia harus menyapunya setelah memercikkan air, dengan berpikir: ‘Rawatlah agar tempat tinggal ini tidak ternoda oleh debu.’ Setelah mencari sampah (apa pun), ia harus menyingkirkannya ke satu sisi. ||3||

“Setelah menjemur penutup lantai, setelah membersihkannya, setelah mengguncangnya, setelah mengembalikannya, ia harus menghamparkannya seperti semula.  Setelah menjemur penyangga dipan, setelah menyekanya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya seperti semula. Setelah menjemur dipan … kursi, setelah membersihkannya, setelah mengguncangnya, setelah membawanya masuk dengan hati-hati tanpa menggeseknya, tanpa membenturkannya pada pintu atau tiang, ia harus meletakkannya seperti semula. Setelah menjemur alas tidur dan alas duduk, setelah membersihkannya, setelah mengguncangnya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya seperti semula. Setelah menjemur kain penutup alas duduk dan kain penutup alas tidur, setelah membersihkannya, setelah mengguncangnya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya seperti semula. Setelah menjemur tempolong, setelah menyekanya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya seperti semula. Setelah menjemur papan pembaringan, setelah menyekanya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya seperti semula. ||4||

Ia harus  menyimpan mangkuk dan jubahnya. Ketika menyimpan mangkuk, setelah memegang mangkuk dengan satu tangan, setelah mendorongnya dengan tangan lainnya di bawah dipan atau di bawah kursi, mangkuk itu disimpan, tetapi mangkuk tidak boleh diletakkan di atas tanah. Ketika menyimpan jubah, setelah memegang jubah dengan satu tangan, setelah dengan tangan lainnya mengusap sepanjang batang bambu untuk jubah atau sepanjang tali untuk jubah, setelah menatanya dengan bagian tepinya menjauhinya dan lipatannya ke arahnya, jubah itu disimpan.

“Jika angin berdebu bertiup dari arah timur, maka ia harus menutup jendela timur. Jika angin berdebu bertiup dari arah barat, maka ia harus menutup jendela barat. Jika angin berdebu bertiup dari arah utara, maka ia harus menutup jendela utara. Jika angin berdebu bertiup dari arah selatan, maka ia harus menutup jendela selatan. Jika cuaca sejuk, ia harus membuka jendela pada siang hari, ia harus menutup jendela pada malam hari. Jika cuaca panas, ia harus menutup jendela pada siang hari, ia harus membuka jendela pada malam hari.

“Jika bilik [209] kotor, maka bilik harus disapu. Jika teras kotor, maka teras harus disapu. Jika ruang pertemuan … jika ruang perapian … jika kakus kotor, maka kakus harus disapu. Jika tidak ada air minum, maka air minum harus disediakan. Jika tidak ada air untuk mencuci, maka air untuk mencuci harus disediakan. Jika tidak ada air dalam gentong untuk bercebok, maka air harus dituang ke dalam gentong air untuk bercebok. Ini, para bhikkhu, adalah aturan pelaksanaan yang harus dijalankan oleh para bhikkhu tamu.” ||5||1||

Pada saat itu para bhikkhu tuan rumah, setelah melihat para bhikkhu tamu, tidak menunjukkan tempat duduk juga tidak membawakan air untuk mencuci kaki, bangku kaki, pijakan kaki, juga tidak pergi menyambut mereka untuk menerima mangkuk dan jubah mereka, mereka tidak menawarkan air minum, mereka tidak menyapa bhikkhu tamu senior, juga tidak menunjukkan tempat tinggal. Para bhikkhu lain merendahkan, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhu tuan rumah ini, setelah melihat para bhikkhu tamu, tidak menunjukkan tempat duduk … juga tidak menunjukkan tempat tinggal?” Kemudian mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah, seperti dikatakan, para bhikkhu …. ?”

“Benar, Yang Mulia.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan peraturan bagi para bhikkhu tuan rumah untuk dilaksanakan oleh para bhikkhu tuan rumah. ||1||

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu tuan rumah telah melihat seorang bhikkhu tamu senior, ia harus menunjukkan tempat duduk, ia harus membawakan air untuk mencuci kaki, sebuah bangku kaki, sebuah pijakan kaki, setelah pergi menyambutnya ia harus menerima mangkuk dan jubahnya, ia harus menawarkan air minum kepadanya, dan jika ia mampu maka ia harus menyeka sandalnya. Ketika ia menyeka sandalnya pertama-tama ia harus menyekanya dengan sehelai kain kering, setelah itu dengan kain basah; setelah mencuci kain yang digunakan untuk menyeka sandalnya ia harus menjemurnya di satu sisi. Seorang bhikkhu tamu harus disambut dan tempat tinggal harus ditunjukkan dengan kata-kata, ‘Tempat tinggal ini boleh engkau tempati.’ Ia harus menjelaskan apakah tempat itu ada yang menempati atau tidak, tempat-tempat yang menjadi sumber dana makanan harus dijelaskan, tempat-tempat yang bukan merupakan sumber dana makanan … keluarga-keluarga yang disepakati sebagai para pelajar … kakus … air minum … air untuk mencuci … tongkat … bentuk kesepakatan Saṅgha harus dijelaskan dengan mengatakan: ‘Jam berapakah harus dimasuki, jam berapakah harus keluar’ ||2|| [210]

“Jika (yang datang adalah) seorang bhikkhu yang baru ditahbiskan maka (bhikkhu tuan rumah) sambil duduk harus menjelaskan: ‘Simpan mangkukmu di tempat ini, simpan jubahmu di tempat ini, duduklah di sini.’ Air minum harus dijelaskan (kepadanya), air untuk mencuci harus dijelaskan, kain untuk menyeka sandal harus dijelaskan. Dan si bhikkhu tamu harus dibuat untuk menyapa(nya). tempat tinggal harus dijelaskan dengan kata-kata, ‘Tempat tinggal ini boleh engkau tempati.’ Ia harus menjelaskan apakah tempat itu ada yang menempati atau tidak, tempat-tempat yang menjadi sumber dana makanan harus dijelaskan … bentuk kesepakatan Saṅgha harus dijelaskan dengan mengatakan: ‘Jam berapakah harus dimasuki, jam berapakah harus keluar.’ Ini, para bhikkhu, adalah aturan pelaksanaan yang harus dijalankan oleh para bhikkhu tuan rumah.” ||3||2||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VIII)
« Reply #54 on: 07 March 2012, 12:23:58 PM »
Pada saat itu para bhikkhu yang hendak melakukan perjalanan pergi tanpa merapikan barang-barang mereka yang terbuat dari kayu dan tanah, setelah membuka pintu dan jendela, dan tanpa meminta (izin) sehubungan dengan tempat tinggal mereka.  Barang-barang kayu dan tanah itu hilang dan tempat-tempat tinggal tidak terjaga.  Para bhikkhu lain … menyebarkan: “Bagaimana mungkin para bhikkhu ini yang hendak melakukan perjalanan pergi … tempat-tempat tinggal tidak terjaga?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan peraturan bagi para bhikkhu yang hendak melakukan perjalanan dan yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu yang hendak melakukan perjalanan. ||1||

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu hendak pergi, setelah merapikan barang-barang dari kayu, barang-barang dari tanah, setelah menutup pintu dan jendela, ia boleh pergi setelah meminta (izin) sehubungan dengan tempat tinggalnya. Jika tidak ada bhikkhu, maka ia dapat meminta (izin)  dari seorang samaṇera. Jika tidak ada samaṇera, maka ia dapat meminta (izin) dari pelayan vihara. Jika tidak ada bhikkhu atau samaṇera atau pelayan vihara, setelah membalikkan dipan di atas empat buah batu,  setelah menumpuk dipan di atas dipan, setelah menumpuk kursi di atas kursi, setelah meletakkan perlengkapan tempat tinggal di atas nya, ia boleh pergi , setelah merapikan barang-barang dari kayu, barang-barang dari tanah, setelah menutup pintu dan jendela. ||2||

“Jika tempat tinggal bocor, maka ia harus memperbaiki atapnya jika ia mampu melakukannya, atau ia harus berusaha, dengan berpikir, ‘Bagaimana memperbaiki atap tempat tinggal ini?’ jika ia berhasil melakukannya, maka hal ini bagus, tetapi jika ia tidak berhasil, setelah membalikkan dipan di atas empat buah batu, setelah menumpuk dipan di atas dipan, setelah menumpuk kursi di atas kursi, setelah meletakkan perlengkapan tempat tinggal di atasnya, ia boleh pergi, setelah merapikan barang-barang dari kayu, barang-barang dari tanah, setelah menutup pintu dan jendela. Jika keseluruhan tempat tinggal itu bocor, jika ia mampu maka ia harus membawa perlengkapan tempat tinggalnya ke sebuah desa, atau ia harus berusaha, dengan berpikir, [211] ‘Bagaimana membawa perlengkapan tempat tinggal ini ke sebuah desa?’ jika ia berhasil melakukannya, maka hal ini bagus, tetapi jika ia tidak berhasil, setelah membalikkan dipan di atas empat buah batu, setelah menumpuk dipan di atas dipan, setelah menumpuk kursi di atas kursi, setelah meletakkan perlengkapan tempat tinggal di atasnya, setelah merapikan barang-barang dari kayu, barang-barang dari tanah, setelah menutupnya dengan rerumputan atau dedaunan, ia boleh pergi, dengan berpikir, ‘Agar barang-barang berbeda ini tetap ada.’  Ini, para bhikkhu, adalah peraturan bagi para bhikkhu yang hendak melakukan perjalanan dan yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu yang hendak melakukan perjalanan.” ||3||3||

Pada saat itu para bhikkhu tidak memberikan ungkapan terima kasih di ruang makan. Orang-orang merendahkan, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para petapa ini, putera-putera Sakya, tidak memberikan ungkapan terima kasih di ruang makan?” Para bhikkhu mendengar kata-kata orang-orang itu ... menyebarkannya. Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā, pada kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memberikan ungkapan terima kasih di ruang makan.” Kemudian para bhikkhu berpikir, “Siapakah yang harus memberikan ungkapan terima kasih di ruang makan?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā, pada kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memberikan ungkapan terima kasih di ruang makan, melalui seorang bhikkhu yang dituakan.”

Pada saat itu satu kelompok pekerja mempersembahkan makanan kepada Saṅgha;  Yang Mulia Sāriputta adalah yang dituakan dalam Saṅgha. Para bhikkhu berpikir, “Sang Bhagavā telah mengizinkan ungkapan terima kasih diberikan melalui seorang bhikkhu yang dituakan,” mereka pergi, meninggalkan Yang Mulia Sāriputta sendiri. Kemudian Yang Mulia Sāriputta, setelah membalas orang-orang itu dengan ungkapan terima kasih, kemudian berjalan sendirian. Dari jauh Sang Bhagavaā melihat kedatangan Yang Mulia Sāriputta; melihatnya, Beliau berkata kepada Yang Mulia Sāriputta sebagai berikut: “Aku harap, Sāriputta, bahwa acara makannya berjalan lancar”

“Acara makannya, Yang Mulia, berjalan lancar, walaupun para bhikkhu pergi meninggalkan aku sendirian.” Kemudian Sang Bhagavā, pada kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Aku mengizinkan, para bhikkhu, empat atau lima bhikkhu yang dituakan atau lebih tua (dalam usia) daripada yang dituakan  untuk menunggu di ruang makan.”

Pada saat itu seorang bhikkhu senior menunggu di ruang makan walaupun ia ingin pergi buang air, dan karena terlalu menahankannya akhirnya ia jatuh pingsan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, jika memiliki alasan, untuk pergi setelah meminta (izin) dari bhikkhu di sebelah (engkau).” ||1||

Pada saat itu kelompok enam bhikkhu, dengan mengenakan jubah secara salah, berpakaian secara salah, [212] mengenakan perlengkapan tidak selayaknya,  memasuki ruang makan dan mendahului berjalan persis di depan para bhikkhu senior, dan duduk melewati batas  (tempat yang disediakan untuk) para bhikkhu senior dan para bhikkhu yang baru ditahbiskan dijauhkan dari tempat duduk mereka dan mereka duduk di tengah-tengah ruangan setelah menghamparkan jubah luar mereka. Para bhikkhu lain yang merasa malu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin kelompok enam bhikkhu ini, dengan mengenakan jubah secara salah, berpakaian secara salah, mengenakan perlengkapan tidak selayaknya, memasuki ruang makan … duduk melewati batas … dan mereka duduk di tengah-tengah ruangan setelah menghamparkan jubah luar mereka?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah, seperti dikatakan, para bhikkhu, bahwa kelompok enam bhikkhu, dengan mengenakan jubah secara salah … dan mereka duduk di tengah-tengah ruangan setelah menghamparkan jubah luar mereka?”

“Benar, Yang Mulia.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan peraturan ruang makan bagi para bhikkhu dan yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu di ruang makan. ||2||

“Jika waktu telah diumumkan di vihara, (seorang bhikkhu), setelah merapikan jubahnya, dengan jubah dalam menutupi tiga lingkaran,  setelah mengikatkan sabuknya, setelah mengikatnya menjadi satu simpul,  setelah mengenakan jubah atasnya, setelah mengancingnya,  setelah membersihkan diri, setelah mengambil mangkuk, ia boleh memasuki desa dengan waspada dan tidak tergesa-gesa. Ia tidak boleh mendahului, berjalan persis di depan para bhikkhu senior. Ia harus masuk (duduk) di tengah-tengah ruangan dengan berpakaian selayaknya.  Dengan terkendali baik ia harus masuk (duduk) ke dalam rumah, dengan mata menatap ke bawah ia masuk(duduk) ke dalam rumah, dengan tidak mengangkat jubah … dengan tidak tertawa terbahak-bahak … dengan tidak berisik … dengan tidak melenggang … dengan tidak mengayunkan lengan … dengan tidak menggoyang-goyangkan kepala … dengan tidak bertolak pinggang … dengan kepala tidak tertutup ia masuk (duduk) ke dalam rumah, ia tidak boleh masuk ke dalam rumah dengan bermalas-malasan, ia tidak boleh duduk di dalam rumah dengan melewati batas (tempat yang disediakan) untuk para bhikkhu senior, para bhikkhu yang baru ditahbiskan tidak boleh dijauhkan dari tempat duduknya, ia tidak boleh duduk di dalam rumah dengan menghamparkan jubah luarnya. ||1||

“Ketika air sedang diberikan, ia menerima air itu dengan kedua tangan memegang mangkuknya,  setelah dengan hati-hati meletakkannya,  mangkuk harus dicuci tanpa menggosoknya. Jika terdapat wadah penampung air (kotor), setelah meletakkan mangkuk, air harus dituang ke dalam wadah air kotor  dengan berpikir, ‘Hati-hati agar tidak memercikkan air (kotor), tidak memercikkan air mengenai bhikkhu sebelah, tidak memercikkan air mengenai jubah luar.’ Jika [213] tidak ada wadah air kotor, maka setelah meletakkan mangkuk, air harus dituang ke tanah, dengan berpikir, ‘Hati-hati agar tidak memercikkan air mengenai bhikkhu sebelah dan tidak memercikkan air mengenai jubah luar.’ Jika nasi sedang disajikan, ia harus menerima dengan kedua tangan memegang mangkuk. Harus menyisakan ruang dalam mangkuk untuk kari. Jika tersedia ghee atau minyak atau makanan lezat seorang bhikkhu senior harus berkata: ‘Ambillah yang sama bagi semuanya.’ Dana makanan harus diterima dengan penuh perhatian  … dengan pikiran pada mangkuk … dengan jumlah kari yang sama, dana makanan harus diterima dalam porsi yang sama. Bhikkhu senior tidak boleh makan hingga nasi telah dibagikan kepada semua bhikkhu. ||4||

Dana makanan harus dimakan dengan penuh perhatian  … dengan pikiran pada mangkuk …ketika menerima dana makanan secara berkesinambungan … dengan jumlah kari yang sama … tidak memilih dari atas; baik kari maupun bumbu tidak boleh tertutup oleh nasi, (bhikkhu) menginginkan lebih; baik kari maupun nasi tidak boleh dimakan oleh ia yang tidak sakit setelah memintanya untuk dirinya sendiri; mangkuk orang lain tidak boleh dilihat untuk mencari kesalahan; tidak boleh mengambil suapan (makanan) yang terlalu besar; makanan harus diatur berbentuk bulatan; mulut tidak boleh dibuka sebelum suapan makanan mendekati mulut; sewaktu makan, keseluruhan tangan tidak boleh masuk ke dalam mulut; ia tidak boleh berbicara dengan mulut penuh; ia tidak boleh makan dengan cara melemparkan bongkahan (makanan); ia tidak boleh membuyarkan suapan … memenuhi pipinya … mengguncang-guncangkan tangannya … dengan nasi berserakan … mengeluarkan lidah … mendecapkan bibirnya … mengeluarkan bunyi mendesis … menjilat jemari … menjilat mangkuk … menjilat bibir, ia tidak boleh menerima cangkir air minum dengan tangan (yang dikotori) oleh makanan. ||5||

“Seorang bhikkhu senior tidak boleh menerima air  hingga semua orang selesai makan. Ketika air diberikan, ia menerimanya dengan kedua tangan memegang mangkuk  … juga tidak memercikkan air mengenai jubah luar.’ Ia tidak boleh menuangkan air yang berisi sisa-sisa nasi di dalam rumah.  Ketika mereka pulang,  bhikkhu yang baru ditahbiskan harus berjalan terlebih dulu, selanjutnya [214] para bhikkhu senior. Ia harus berjalan dengan berpakaian rapi di dalam rumah, dengan terkendali ia berjalan di dalam rumah …  … ia tidak boleh berjalan dengan menyeret tumitnya. Ini, para bhikkhu, adalah peraturan bagi bhikkhu dan yang harus dilaksanakan di dalam ruang makan.” ||6||4||

Demikianlah bagian pengulangan pertama

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VIII)
« Reply #55 on: 07 March 2012, 12:24:40 PM »
Pada saat itu para bhikkhu yang sedang melakukan perjalanan menerima dana makanan berjalan dengan menganakan jubah secara salah, dengan mengenakan pakaian secara salah, mengenakan perlengkapan tidak selayaknya, dan mereka memasuki tempat tinggal dengan tidak berhati-hati dan mereka meninggalkan tempat tinggal dengan tidak berhati-hati, dan mereka masuk dengan tergesa-gesa dan mereka pergi dengan tergesa-gesa, dan mereka berdiri terlalu jauh dan mereka berdiri terlalu dekat, dan mereka berdiri terlalu lama dan mereka berbalik terlalu cepat. Dan seorang bhikkhu yang sedang berjalan untuk menerima dana makanan memasuki sebuah rumah dengan tidak berhati-hati; melewati pintu ia masuk ke kamar dalam. Dalam kamar dalam itu seorang perempuan sedang berbaring telanjang. Bhikkhu itu melihat perempuan yang sedang berbaring telanjang itu; melihatnya, ia berpikir: “Ini bukan pintu rumah, ini adalah kamar dalam,” dan ia pergi meninggalkan kamar dalam itu. Suami perempuan itu melihat si perempuan yang sedang berbaring telanjang; melihatnya ia berpikir: “Istriku telah diperkosa oleh bhikkhu itu,” dan setelah menangkap bhikkhu itu, ia memukulnya. Kemudian perempuan itu, terbangun karena suara gaduh, berkata kepada orang itu sebagai berikut: “Mengapa engkau, tuan, memukul bhikkhu itu?”

“Engkau diperkosa oleh bhikkhu ini.”

“Tuan, Aku tidak diperkosa oleh bhikkhu ini. Bhikkhiu ini tidak bersalah.”  Dan ia menyuruhnya membebaskan bhikkhu itu. Kemudian bhikkhu itu, setelah kembali ke vihara, memberitahukan hal ini kepada para bhikkhu. Para bhikkhu lain yang merasa malu merendahkan, mengkritik, menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhu ini yang sedang melakukan perjalanan menerima dana makanan berjalan dengan mengenakan jubah secara salah … masuk … keluar … berdiri … dan berbalik terlalu cepat?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, seperti dikatakan, para bhikkhu …?”

“Benar, Yang Mulia.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan peraturan bagi para bhikkhu yang sedang melakukan perjalanan menerima dana makanan dan yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu yang sedang melakukan perjalanan menerima dana makanan. ||1||

“Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ketika ia sedang berjalan untuk menerima dana makanan berpikir: ‘Aku akan memasuki desa ini,’ setelah merapikan jubah  dengan jubah dalam menutupi tiga lingkaran, setelah mengikatkan sabuknya, setelah mengikatnya menjadi satu simpul, setelah mengenakan jubah atasnya, setelah mengancingnya, setelah membersihkan diri, setelah mengambil mangkuk, ia boleh memasuki desa dengan waspada dan tidak tergesa-gesa. Ia harus memasuki rumah dengan berpakaian selayaknya [215] …  ia tidak boleh memasuki rumah dengan menyeret tumitnya. Ketika ia memasuki rumah ia harus merenungkan: ‘Aku akan masuk dengan (cara) begini. Aku akan pergi dengan begini.’ Ia tidak boleh masuk dengan tergesa-gesa, ia tidak boleh pergi dengan tergesa-gesa, ia tidak boleh berdiri terlalu jauh, ia tidak boleh berdiri terlalu dekat, ia tidak boleh berdiri terlalu lama, ia tidak boleh berbalik terlalu cepat. Ketika berdiri, ia harus mempertimbangkan: ‘Apakah mereka akan memberikan dana makanan atau tidak?’ Jika ia mengesampingkan pekerjaannya  atau bangkit dari duduknya atau menyeka sendok atau menyeka piring atau mengeluarkannya, maka ia harus berdiri diam, dengan berpikir: ‘Tampaknya ia akan memberi.’ Ketika dana makanan diserahkan, setelah mengulurkan jubah luarnya dengan tangan kiri, setelah membuka mangkuknya dengan tangan kanan, dengan kedua tangan memegang mangkuk ia menerima dana makanan itu, tetapi ia tidak boleh melihat wajah di pemberi dana.  Ia harus mempertimbangkan: ‘Apakah mereka akan memberikan kari atau tidak?’ Jika ia menyeka sendok atau menyeka piring atau mengeluarkannya, maka ia harus berdiri diam, dengan berpikir: ‘Tampaknya ia akan memberi.’ Ketika dana makanan telah diserahkan, setelah menutup mangkuknya dengan jubah luarnya, ia harus berbalik dengan waspada dan tidak tergesa-gesa. Ia harus meninggalkan rumah dengan berpakaian selayaknya … ia tidak boleh meninggalkan rumah dengan menyeret tumitnya. ||2||

“Siapa pun yang pertama kembali dari desa dalam perjalanan menerima dana makanan harus mempersiapkan tempat duduk, ia harus mempersiapkan air (untuk mencuci) kaki, sebuah bangkuk kaki, sebuah pijakan kaki, ia harus menyiapkan sebuah mangkuk sampah, setelah mencucinya, ia harus mempersiapkan air minum dan air untuk mencuci. Siapa pun yang terakhir kembali dari desa dalam perjalanan menerima dana makanan,  jika masih ada sisa makanan dan jika ia menghendaki, maka ia boleh memakannya; tetapi jika ia tidak menghendakinya, ia boleh membuangnya di mana tidak terdapat rerumputan hijau atau ia boleh membuangnya ke dalam air di mana tidak terdapat makhluk hidup. Ia harus menyimpan tempat duduk, ia harus menyingkirkan air (untuk mencuci) kaki, bangku kaki, pijakan kaki, ia harus menyimpan mangkuk sampah, setelah mencucinya, ia harus menyimpan air minum dan air untuk mencuci, ia harus menyapu ruang makan. Siapa pun yang melihat kendi air minum atau kendi air untuk mencuci atau gentong (air)  untuk bercebok setelah buang air, telah habis dan kosong, maka ia harus menyediakan (air). Jika tidak memungkinkan baginya (untuk melakukan hal ini) ia harus menyediakan (air) dengan memberikan isyarat dengan tangannya, mengundang temannya (untuk membantunya) dengan gerakan tangannya; tetapi ia tidak boleh berbicara karena alasan itu. Ini, para bhikkhu, adalah peraturan bagi para bhikkhu ketika mereka melakukan perjalanan menerima dana makanan dan yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu yang sedang melakukan perjalanan menerima dana mkanan.” ||3||5||

Pada saat itu beberapa bhikkhu menetap di suatu hutan. Mereka tidak menyediakan air minum, mereka juga tidak menyediakan air untuk mencuci, [216] mereka juga tidak menyalakan api,  juga tidak menyediakan kayu api,  mereka tidak mengetahui posisi rembulan, mereka tidak mengetahui pembagian perempatan bulan. Para pencuri, setelah pergi ke sana, berkata kepada para bhikkhu ini: “Adakah air minum, Yang Mulia?”

“Tidak ada, sahabat.”

“Adakah air untuk mencuci … adakah api … adakah kayu api, Yang Mulia?”

“Tidak ada, sahabat.”

“Bagaimanakah posisi rembulan terhadap hari ini, Yang Mulia?”

“Sesungguhnya, kami tidak tahu, sahabat.”

“perempatan bulan apakah sekarang, Yang Mulia?”

“Sesungguhnya, kami tidak tahu, sahabat.” Kemudian para pencuri ini berpikir: “Mereka tidak mempunyai air minum juga air untuk mencuci, tidak ada api, tidak ada kayu api, mereka tidak mengetahui posisi rembulan, mereka tidak mengetahui pembagian perempatan bulan. Mereka adalah pencuri, mereka bukan bhikkhu,” dan setelah memukul mereka, para pencuri itu pergi. Kemudian para bhikkhu itu memberitahukan hal itu kepada para bhikkhu lain. Para bhikkhu mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Baiklah, para bhikkhu, aku akan menetapkan peraturan bagi para bhikkhu yang adalah para penghuni hutan dan yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu yang adalah para penghuni hutan. ||1||

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang penghuni hutan, bangun pagi-pagi, setelah menempatkan mangkuknya ke dalam tas, setelah menggantungnya di bahunya, setelah merapikan jubahnya  di bahunya, setelah mengenakan sandalnya, setelah menyimpan barang-barang dari kayu, barang-barang dari tanah, setelah menutup pintu dan jendela, boleh meninggalkan  tempat tinggalnya. Jika ia berpikir: ‘Sekarang aku akan memasuki desa,’ setelah menanggalkan sandalnya, setelah meletakkannya, setelah memukul-mukulnya, setelah menyimpannya dalam tas, setelah menggantungnya di bahunya, setelah merapikan jubah menutupi tiga lingkaran, setelah mengikatkan sabuknya … (seperti pada ||5.2||) … ia harus berbalik dengan waspada dan tidak tergesa-gesa. . Ia harus meninggalkan rumah dengan berpakaian selayaknya … ia tidak boleh meninggalkan rumah dengan menyeret tumitnya. ||2||

“Setelah meninggalkan desa, setelah menyimpan mangkuknya ke dalam tas, setelah menggantungnya di bahunya, setelah menggulung jubahnya, setelah meletakkannya di atas kepala,  setelah mengenakan sandalnya, ia boleh pergi. Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang penghuni hutan harus menyediakan air minum, ia harus menyediakan air untuk mencuci, ia harus menyalakan api, ia harus menyediakan kayu api, ia harus menyediakan tongkat berjalan,  ia harus mempelajari posisi rembulan, apakah secara keseluruhan atau satu bagian, ia harus mahir dalam perempatan bulan. Ini, para bhikkhu, adalah peraturan bagi para bhikkhu yang adalah para penghuni hutan dan yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu yang adalah para penghuni hutan.” ||3||6||

Pada saat itu beberapa bhikkhu sedang [317] membuat jubah di ruang terbuka. Kelompok enam bhikkhu memukul-mukul perlengkapan tempat tinggal mereka memotong arah angin di ruang terbuka;  para bhikkhu menjadi terpapar debu. Para bhikkhu lain yang merasa malu merendahkan, mengkritik, dan menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin kelompok enam bhikkhu ini memukul-mukul perlengkapan tempat tinggal mereka … sehingga para bhikkhu terpapar debu?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, seperti dikatakan, para bhikkhu, bahwa kelompok enam bhikkhu memukul-mukul perlengkapan tempat tinggal mereka …  terpapar debu?”

“Benar, Yang Mulia.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan peraturan bagi para bhikkhu sehubungan dengan perlengkapan tempat tinggal yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu sehubungan dengan perlengkapan tempat tinggal.” ||1||

Dalam tempat tinggal mana pun ia menetap, jika tempat tinggal itu kotor, maka ia harus membersihkannya, jika ia mampu.  Ketika ia sedang membersihkan tempat tinggal, setelah pertama-tama mengeluarkan mangkuk dan jubah, ia harus meletakknya di satu sisi. Setelah mengeluarkan kain penutup alas duduk dan kain penutup alas tidur … alas tidur dan alas duduk, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah menurunkan dipan, setelah mengeluarkannya dengan hati-hati tanpa menggeseknya, tanpa membenturkannya pada pintu atau tiang, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah menurunkan kursi, setelah mengeluarkannya dengan hati-hati tanpa menggeseknya, tanpa membenturkannya pada pintu atau tiang, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengeluarkan penyangga dipan, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengeluarkan tempolong, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengeluarkan papan pembaringan, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengamati bagaimana penutup lantai itu terletak, setelah mengeluarkannya, ia harus meletakknya di satu sisi. Jika terdapat jaring laba-laba di dalam tempat tinggal itu, pertama-tama ia harus menyingkirkannya dari penutup (lantai). Ia harus menyeka sudut-sudut jendela. Jika dinding yang berwarna merah menjadi ternoda, maka ia harus menyekanya dengan kain basah, setelah memerasnya. Jika lantai yang hitam menjadi ternoda, maka ia harus menyekanya dengan kain basah, setelah memerasnya. Jika lantai belum dibersihkan, maka ia harus menyapunya setelah memercikkan air, dengan berpikir: ‘Rawatlah agar tempat tinggal ini tidak ternoda oleh debu.’ Setelah mencari sampah (apa pun), ia harus menyingkirkannya ke satu sisi. Ia tidak boleh memukul-mukul perlengkapan tempat tinggal di dekat para bhikkhu … di dekat tempat-tempat tinggal … di dekat air minum … di dekat air untuk mencuci … ia tidak boleh memukul-mukul perlengkapan tempat tinggal di ruang terbuka memotong arah angin. ||2||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VIII)
« Reply #56 on: 07 March 2012, 12:25:14 PM »
“Setelah menjemur penutup lantai,  setelah membersihkannya, setelah mengguncangnya, setelah mengembalikannya, ia harus menghamparkannya (seperti semula).  Setelah menjemur penyangga dipan di satu sisi, [218], setelah menyekanya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya (seperti semula). Setelah menjemur dipan di satu sisi, setelah membersihkannya, setelah memukul-mukulnya, setelah menurunkannya, setelah membawanya masuk dengan hati-hati tanpa menggeseknya, tanpa membenturkannya pada pintu atau tiang, ia harus meletakkannya (seperti semula). Setelah menjemur kursi di satu sisi, setelah membersihkannya, setelah mengguncangnya, setelah menurunkannya, setelah membawanya masuk dengan hati-hati tanpa menggeseknya, tanpa membenturkannya pada pintu atau tiang, ia harus meletakkannya (seperti semula). Setelah menjemur alas tidur dan alas duduk di satu sisi, setelah membersihkannya, setelah mengguncangnya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya (seperti semula). Setelah menjemur kain penutup alas duduk dan kain penutup alas tidur, setelah membersihkannya, setelah mengguncangnya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya (seperti semula). Setelah menjemur tempolong di satu sisi, setelah menyekanya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya (seperti semula). Setelah menjemur papan pembaringan di satu sisi, setelah menyekanya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya seperti semula. Mangkuk dan jubah harus disimpan.  Ketika menyimpan mangkuk, setelah memegang mangkuk dengan satu tangan, setelah dengan tangan lainnya mendorongnya ke bawah dipan atau di bawah kursi, mangkuk itu disimpan, tetapi mangkuk tidak boleh diletakkan di atas tanah. Ketika menyimpan jubah, setelah memegang jubah dengan satu tangan, setelah dengan tangan lainnya mengusap sepanjang batang bambu untuk jubah atau sepanjang tali untuk jubah, setelah menatanya dengan bagian tepinya menjauhinya dan lipatannya ke arahnya, jubah itu disimpan. ||3||

“Jika angin berdebu  bertiup dari arah timur, maka ia harus menutup jendela timur. Jika angin berdebu bertiup dari arah barat … dari arah utara … dari arah selatan, maka ia harus menutup jendela selatan. Jika cuaca sejuk, maka jendela harus dibuka pada siang hari, ditutup pada malam hari. Jika cuaca panas, maka jendela harus ditutup pada siang hari, dibuka pada malam hari. Jika bilik kotor, maka bilik harus disapu. Jika teras kotor, maka teras harus disapu. Jika ruang pertemuan … jika ruang perapian … jika kakus kotor, maka kakus harus disapu. Jika tidak ada air minum, maka air minum harus disediakan. Jika tidak ada air untuk mencuci, maka air untuk mencuci harus disediakan. Jika tidak ada air dalam gentong untuk bercebok, maka air harus dituang ke dalam v air untuk bercebok. Jika ia menetap dalam sebuah tempat tinggal bersama dengan  seorang senior, maka ia tidak boleh memberikan pembacaan ?? tanpa meminta (izin) dari senior, ia tidak boleh memberikan interogasi,  ia tidak boleh belajar,  ia tidak boleh membabarkan dhamma,  ia tidak boleh menyalakan lampu, ia tidak boleh memadamkan lampu, ia tidak boleh membuka jendela, ia tidak boleh menutup jendela. [219] Jika ia berjalan mondar-mandir di tempat berjalan mondar-mandir bersama dengan seorang senior, ia harus berbelok ketika sang senior berbelok, tetapi ia tidak boleh menyentuh sang senior (bahkan) dengan ujung jubah luarnya. Ini, para bhikkhu, adalah peraturan bagi para bhikkhu sehubungan dengan perlengkapan tempat tinggal yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu sehubungan dengan perlengkapan tempat tinggal.” ||4||7||

Pada saat itu kelompok enam bhikkhu, karena dihalangi dalam (menggunakan) kamar mandi oleh para bhikkhu senior, setelah dengan tidak hormat mengambil sejumlah tongkat kayu, setelah membakarnya, setelah menghalangi pintu, duduk di depan pintu. Para bhikkhu, merasa kepanasan, tidak dapat melewati pintu, jatuh pingsan. Para bhikkhu lain yang merasa malu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin kelompok enam bhikkhu ini, karena dihalangi dalam (menggunakan) kamar mandi oleh para bhikkhu senior … duduk di depan pintu, sehingga para bhikkhu … jatuh pingsan?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, seperti dikatakan, para bhikkhu, bahwa kelompok enam bhikkhu, karena dihalangi dalam (menggunakan) kamar mandi oleh para bhikkhu senior … duduk di depan pintu, sehingga para bhikkhu … jatuh pingsan?”

“Benar, Yang Mulia.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Para bhikkhu, ketika dihalangi dalam (menggunakan) kamar amndi oleh para bhikkhu senior, setelah dengan tidak hormat membawa sejumlah tongkat kayu, tidak boleh membakarnya. Siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Dan juga, para bhikkhu, tidak boleh menghalangi pintu, jika kalian duduk di depan pintu, siapa pun yang duduk (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. ||1||

“Sehubungan dengan hal ini, para bhikkhu, Aku akan menetapkan peraturan bagi para bhikkhu sehubungan dengan kamar mandi dan yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu di dalam kamar mandi. Siapa pun yang pertama memasuki kamar mandi, jika ada sampah, maka ia harus membuang sampah. Jika kamar mandi kotor, maka kamar mandi harus disapu. Jika lantai  … bilik … teras …ruangan dalam kamar mandi kotor, maka ruangan kamar mandi harus disapu. Bubuk mandi harus diaduk, tanah liat harus dibasahi, air harus dituang ke dalam gentong air. Ketika memasuki kamar-mandi, setelah melumuri wajah dengan tanah, setelah menutupi bagian depan dan belakang tubuhnya, ia boleh memasuki kamar mandi. Ia tidak boleh duduk melewati batas (ruang yang disediakan bagi) para bhikkhu senior, juga para bhikkhu yang baru ditahbiskan tidak boleh dijauhkan dari tempat duduknya.  Jika ia mampu, suatu pemijatan boleh dilakukan di dalam kamar mandi kepada para bhikkhu senior. Ketika meninggalkan kamar mandi, setelah mengambil kursi kamar mandi dan setelah menutupi bagian depan dan belakang tubuhnya, ia boleh meninggalkan kamar mandi. Jika ia mampu, suatu pemijatan juga boleh dilakukan dalam air kepada para bhikkhu senior. Ia tidak boleh mandi di depan para bhikkhu senior, [220] juga tidak boleh mandi di atas mereka. Jalan harus diberikan oleh seseorang yang telah selesai mandi dan sedang keluar (dari air) kepada mereka yang hendak memasuki air. Siapa pun yang terakhir meninggalkan kamar mandi, jika kamar mandi kotor, maka ia harus mencucinya. Setelah mencuci wadah tanah liat, setelah menyimpan kursi kamar mandi, setelah memadamkan api, setelah menutup pintu, maka ia boleh pergi. Ini, para bhikkhu, adalah peraturan bagi para bhikkhu sehubungan dengan kamar mandi dan yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu di dalam kamar mandi.” ||2||8||

Pada saat itu seorang bhikkhu yang berasal dari kelahiran brahmana, setelah buang air besar, tidak mau bercebok, berpikir: “Siapa yang sudi menyentuh benda bau menjijikkan ini?” seekor cacing masih menempel di anusnya. Kemudian bhikkhu ini memberitahukan hal ini kepada para bhikkhu. Mereka berkata: “Tetapi apakah engkau, Yang Mulia, tidak bercebok setelah buang air besar?” “Tidak, Yang Mulia.” Para bhikkhu lain yang merasa malu … menyebarkannya … Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, seperti yang dikatakan, bahwa engkau, bhikkhu, tidak bercebok setelah buang air besar?” “Benar, Yang Mulia.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Para bhikkhu, jika terdapat air maka kalian harus bercebok setelah buang air besar. Siapa pun yang tidak bercebok, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||9||

Pada saat itu para bhikkhu buang air di kakus berdasarkan urutan senioritas. Para bhikkhu yang baru ditahbiskan, setelah datang terlebih dulu, menunggu dan karena terlalu menahankannya, mereka jatuh pingsan.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, seperti dikatakan, para bhikkhu?” “Benar, Yang Mulia.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Para bhikkhu, kalian tidak boleh buang air besar di kakus berdasarkan urutan senioritas. Siapa pun yang melakukan (hal ini) maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk buang air besar berdasarkan urutan kedatangan.” ||1||

Pada saat itu kelompok enam bhikkhu memasuki kakus dengan tergesa-gesa dan mereka memasukinya dengan paksa  dan mereka buang air sambil mengerang  dan sambil mengunyah kayu pembersih gigi dan di luar wadah yang semestinya dan mereka meludah ke dalam wadah dan mereka membersihkan diri dengan sepotong kayu kasar dan mereka menjatuhkan sepotong kayu untuk membersihkan diri ke dalam lubang kakus; dan mereka keluar dengan tergesa-gesa dan mereka keluar dengan paksa dan mereka bercebok sambil mendecapkan lidah dan mereka menyisakan air di gayung untuk mengambil (air untuk) bercebok. Para bhikkhu lain yang merasa malu [221] … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin kelompok enam bhikkhu ini memasuki kakus dengan tergesa-gesa … dan menyisakan air di gayung untuk mengambil (air untuk) bercebok.?” Kemudian para bhikkhu mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, seperti dkatakan, para bhikkhu?” “Benar, Yang Mulia.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan peraturan sehubungan dengan kakus, dan yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu di dalam kakus. ||2||

Siapa pun yang hendak memasuki kakus, harus berdehem selagi berdiri di luar dan seseorang yang sedang duduk di dalam harus berdehem pula. Setelah menggantungkan jubah pada sebatang bambu untuk jubah atau pada seutas tali untuk jubah, ia harus memasuki kakus dengan waspada dan tidak tergesa-gesa, ia tidak boleh masuk dengan paksa, ia harus tegak di atas pijakan kakus. Ia tidak boleh buang air sambil mengerang … kalian tidak boleh menjatuhkan sepotong kayu untuk membersihkan diri ke dalam lubang kakus. Kalian harus menyingkirkannya selagi tegak di atas pijakan kakus. Kalian tidak boleh keluar dengan tergesa-gesa, juga tidak dengan paksa.  Kalian tidak boleh bercebok sambil mendecapkan lidah, kalian tidak boleh menyisakan air dalam gayung untuk (mengambil air untuk) bercebok. Kalian harus menyingkirkannya selagi tegak di atas pijakan untuk bercebok. Jika kakus kotor maka kakus harus dicuci. Jika wadah tempat (kayu) pembersih penuh, maka kayu pembersih itu harus dibuang. Jika ruangan kakus kotor maka ruangan kakus harus disapu. Jika lapisan lantai … jika bilik … jika teras kotor maka teras harus disapu. Jika tidak ada air dalam gentong air untuk bercebok, maka air harus dituangkan ke dalamnya. Ini, para bhikkhu, adalah peraturan sehubungan dengan kakus, dan yang harus dilaksanakan oleh para bhikkhu di dalam kakus.” ||3||10||

Pada saat itu mereka yang berbagi bilik tidak berperilaku selayaknya terhadap para penahbis mereka. Para bhikkhu lain yang merasa malu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin mereka yang berbagi bilik ini tidak berperilaku selayaknya terhadap para penahbis mereka?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, seperti dikatakan, para bhikkhu, bahwa mereka yang berbagi bilik tidak berperilaku selayaknya terhadap para penahbis mereka?” “Benar, Yang Mulia.” Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, menegur mereka dengan mengatakan:

“Bagaimana mungkin, para bhikkhu, mereka yang berbagi bilik [222] tidak berperilaku selayaknya terhadap para penahbis mereka? Ini bukanlah, para bhikkhu, …” dan setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan peraturan bagi mereka yang berbagi bilik terhadap para penahbis mereka dan yang harus dilaksanakan oleh mereka yang berbagi bilik terhadap para penahbis: ||1||

“Seseorang yang berbagi bilik,  para bhikkhu, harus berperilaku selayaknya terhadap penahbisnya. Berikut ini adalah perilaku selayaknya dalam hal ini: setelah bangun pagi, setelah melepaskan sandalnya, setelah merapikan jubahnya di satu bahunya, ia harus menyediakan kayu pembersih gigi, ia harus menyediakan air untuk membersihkan mulut, ia harus mempersiapkan tempat duduk. Jika tersedia bubur cair, setelah mencuci mangkuk, bubur cair itu harus diletakkan di dekat (sang penahbis), Ketika ia telah meminum bubur cair, setelah memberikan air, setelah menerima mangkuk, setelah menurunkannya, setelah mencucinya dengan baik tanpa menggosoknya, mangkuk harus disimpan. Ketika penahbis telah bangkit, tempat duduk harus disingkirkan. Jika tempat itu kotor, maka tempat itu harus disapu. ||2||

“Jika sang penahbis ingin memasuki desa, jubah dalamnya harus diserahkan (kepadanya), dan jubah dalam (yang sedang ia kenakan) harus diterima (darinya), sabuk pinggang harus diserahkan (kepadanya); setelah melipatnya (dalam dua atau empat lipatan) jubah luar harus diserahkan (kepadanya); setelah mencucinya, mangkuk berisi air harus diserahkan (kepadanya). Jika sang penahbis membutuhkan seorang pelayan, maka (ia) setelah mengenakan jubah dalamnya menutup tiga lingkaran, setelah mengenakan sabuk pinggang, setelah melipat, dan setelah mengenakan jubah luar, setelah mengikatkan simpul-simpulnya, setelah membersihkan diri, setelah mengambil mangkuk, maka ia menjadi pelayan bagi sang penahbis. Ia tidak boleh berjalan terlalu jauh (darinya). Ia tidak boleh berjalan terlalu dekat. Ia harus membawakan mangkuk dan isinya. ||3||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VIII)
« Reply #57 on: 07 March 2012, 12:25:46 PM »
“Ia tidak boleh memotong ketika sang penahbis sedang berbicara. (Tetapi) jika sang penahbis nyaris melakukan pelanggaran, maka, dengan berbicara sendiri, harus memperingatkannya. Ketika berjalan pulang, ia harus mempersiapkan tempat duduk, setelah berjalan terlebih dulu; ia harus menyediakan air untuk mencuci kaki, sebuah bangku kaki, sebuah pijakan kaki; setelah menyambutnya, ia harus menerima mangkuk dan jubahnya, ia harus menyerahkan jubah dalam (yang diterima), ia harus menerima jubah dalamnya. Jika jubahnya basah karena keringat, ia harus menjemurnya beberapa saat di bawah panas matahari. Ia harus melipat jubah itu, setelah melipat sudut-sudutnya selebar empat jari, ia harus melipat jubah, dengan berpikir ‘Jangan sampai ada kekusutan di bagian tengah.’ Jika ada makanan dan sang penahbis ingin makan, maka setelah memberikan air, makanan itu harus diletakkan di dekat(nya). ||4||

“Ia harus memberikan air minum kepada sang penahbis. Ketika ia telah selesai makan, setelah memberikan air, setelah menerima mangkuk, setelah menurunkannya, setelah mencucinya dengan baik tanpa menggosoknya, setelah mengosongkan airnya, ia harus menjemurnya beberapa saat di bawah panas matahari, tetapi mangkuk tidak boleh disimpan di bawah panas matahari. [223] Ia harus menyimpan mangkuk dan jubah. Ketika menyimpan mangkuk, setelah memegang mangkuk dengan satu tangan, setelah mendorongnya dengan tangan lainnya di bawah dipan atau di bawah kursi, mangkuk itu disimpan, tetapi mangkuk tidak boleh diletakkan di atas tanah. Ketika menyimpan jubah, setelah memegang jubah dengan satu tangan, setelah dengan tangan lainnya mengusap sepanjang batang bambu untuk jubah atau sepanjang tali untuk jubah, setelah menatanya dengan bagian tepinya menjauhinya dan lipatannya ke arahnya, jubah itu disimpan. Ketika sang penahbis bangkit dari duduknya, tempat duduknya harus disingkirkan, air untuk mencuci kaki, bangku kaki, pijakan kaki harus disimpan. Jika tempat itu menjadi kotor, maka tempat itu harus disapu. ||5||

“Jika sang penahbis hendak mandi, maka ia harus mempersiapkan air mandi. Jika ia hendak (mandi) air dingin, maka ia harus mempersiapkan air dingin; ika ia hendak (mandi) air panas, maka ia harus mempersiapkan air dpanas. Jika sang penahbis hendak memasuki kamar mandi, ia harus mengaduk bubuk mandi, harus membasahi tanah liat; mengambilkan kursi kamar mandi, setelah berjalan persis di belakang sang penahbis, setelah menyerahkan kursi kamar mandi, setelah menerima jubahnya maka ia harus meletakkannya di satu sisi. Ia harus menyerahkan bubuk mandi, ia harus menyerahkan tanah liat. Jika ia mampu melakukannya, maka ia harus memasuki kamar mandi. Ketika memasuki kamar mandi, setelah melumuri wajahnya dengan tanah liat, setelah menutup bagian depan dan belakang tubuhnya, ia memasuki kamar mandi. ||6||

“Ia tidak boleh duduk melewati batas (tempat yang disediakan untuk) para bhikkhu senior. Ia tidak boleh menjauhkan para bhikkhu yang baru ditahbiskan dari tempat duduk mereka. Ia harus melakukan persiapan bagi sang penahbis di dalam kamar mandi. Ketika meninggalkan kamar mandi, sambil membawa kursi kamar mandi, setelah menutup bagian depan dan belakang tubuhnya, ia keluar dari kamar mandi. Ia juga harus melakukan persiapan bagi sang penahbis di dalam air. Ketika ia sedang mandi, setelah keluar (terlebih dulu) dari dalam air, setelah mengeringkan tubuhnya, setelah mengenakan jubah dalamnya, ia harus menyeka air dari bagian-bagian tubuh sang penahbis, ia harus menyerahkan jubah dalamnya, ia harus menyerahkan jubah luarnya; sambil membawa kursi kamar mandi, setelah berjalan terlebih dulu, ia harus mempersiapkan tempat duduk, ia harus menyediakan air untuk mencuci kaki, bangku kaki, dan pijakan kaki. Ia harus memberikan air minum kepada sang penahbis. ||7||

Jika ia ingin agar ia membaca, maka ia harus memintanya membaca, jika ia ingin bertanya, maka ia harus ditanya. Di tempat ringgal mana pun sang penahbis menetap, jika tempat tinggal itu kotor, maka tempat tinggal itu harus dibersihkan jika ia mampu (melakukannya). Ketika ia membersihkan tempat tinggal itu, setelah pertama-tama mengeluarkan mangkuk dan jubah, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengeluarkan kain pelapis alas duduk dan kain pelapis alas tidur, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengeluarkan alas tidur dan alas duduk, ia harus meletakkannya di satu sisi. ||8||

Setelah menurunkan dipan, [224] setelah mengeluarkannya dengan hati-hati tanpa menggeseknya, tanpa membenturkannya pada pintu atau tiang, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah menurunkan kursi, setelah mengeluarkannya dengan hati-hati tanpa menggeseknya, tanpa membenturkannya pada pintu atau tiang, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengeluarkan penyangga dipan, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengeluarkan tempolong, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengeluarkan papan pembaringan, ia harus meletakkannya di satu sisi. Setelah mengeluarkan penutup lantai, setelah memperhatikan bagaimana penataannya, ia harus meletakkannya di satu sisi. Jika terdapat jaring laba-laba di dalam tempat tinggal itu, pertama-tama ia harus menyingkirkannya dari penutup (lantai); ia harus menyeka sudut-sudut jendela. Jika dinding yang berwarna merah menjadi ternoda, maka ia harus menyekanya dengan kain basah, setelah memerasnya. Jika lantai yang berwarna hitam menjadi ternoda, maka ia harus menyekanya dengan kain basah, setelah memerasnya. Jika lantai belum dibersihkan, maka ia harus menyapunya setelah memercikkan air, dengan berpikir: ‘Rawatlah agar tempat tinggal ini tidak ternoda oleh debu.’ Setelah mencari sampah (apa pun), ia harus menyingkirkannya ke satu sisi. ||9||

“Setelah menjemur penutup lantai, setelah membersihkannya, setelah mengguncangnya, setelah mengembalikannya, ia harus menghamparkannya seperti semula. Setelah menjemur penyangga dipan, setelah menyekanya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya seperti semula. Setelah menjemur dipan … kursi, setelah membersihkannya, setelah mengguncangnya, setelah membawanya masuk dengan hati-hati tanpa menggeseknya, tanpa membenturkannya pada pintu atau tiang, ia harus meletakkannya seperti semula. Setelah menjemur alas tidur dan alas duduk …  setelah menjemur kain penutup alas duduk dan kain penutup alas tidur, setelah membersihkannya, setelah mengguncangnya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya seperti semula. Setelah menjemur tempolong, setelah menyekanya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya seperti semula. Setelah menjemur papan pembaringan, setelah menyekanya, setelah mengembalikannya, ia harus meletakkannya seperti semula. ||10||

Ia harus menyimpan mangkuk dan jubahnya. Ketika menyimpan mangkuk … (seperti pada ||5||) … Ketika menyimpan jubah … lipatannya ke arahnya, jubah itu disimpan. ||11||

“Jika angin berdebu bertiup dari arah timur, maka ia harus menutup jendela timur. Jika angin berdebu bertiup dari arah barat … arah utara … [225] … arah selatan, maka ia harus menutup jendela selatan. Jika cuaca sejuk, ia harus membuka jendela pada siang hari, ia harus menutup jendela pada malam hari. Jika cuaca panas, ia harus menutup jendela pada siang hari, ia harus membuka jendela pada malam hari. ||12||

“Jika bilik kotor, maka bilik harus disapu. Jika teras  … ruang pertemuan … ruang perapian … kakus kotor, maka kakus harus disapu. Jika tidak ada air minum, maka air minum harus disediakan. Jika tidak ada air untuk mencuci, maka air untuk mencuci harus disediakan. Jika tidak ada air dalam gentong untuk bercebok, maka air harus dituang ke dalam gentong air untuk bercebok. ||13||

“Jika ketidakpuasan muncul pada sang penahbis, maka seorang yang berbagi bilik dengannya harus menenangkannya atau meminta orang lain untuk menenangkannya, atau ia harus membabarkan khotbah dhamma kepadanya. Jika penyesalan muncul pada sang penahbis, maka seorang yang berbagi bilik dengannya harus melenyapkannya atau meminta orang lain untuk melenyapkannya, atau ia harus membabarkan khotbah dhamma kepadanya. Jika pandangan salah muncul pada sang penahbis, maka seorang yang berbagi bilik dengannya harus memintanya meninggalkan (pandangan salah itu) atau meminta orang lain untuk memintanya meninggalkan (pandangan salah itu), atau ia harus membabarkan khotbah dhamma kepadanya. ||14||

“Jika sang penahbis telah melakukan suatu pelanggaran atas suatu peraturan penting dan layak menerima masa percobaan, maka ia yang berbagi bilik dengannya harus berusaha, dengan berpikir: ‘Bagaimanakah agar Saṅgha memberikan masa percobaan kepada sang penahbis?’ Jika sang penahbis layak dikembalikan ke awal, maka ia yang berbagi bilik dengannya harus berusaha, dengan berpikir: ‘Bagaimanakah agar Saṅgha mengembalikan sang penahbis ke awal?’ Jika sang penahbis layak menerima (disiplin) mānatta, maka ia yang berbagi bilik dengannya harus berusaha, dengan berpikir: ‘Bagaimanakah agar Saṅgha menjatuhkan disiplin (mānatta) atas sang penahbis?’  Jika sang penahbis layak menerima rehabilitasi, maka ia yang berbagi bilik dengannya harus berusaha, dengan berpikir: ‘Bagaimanakah agar Saṅgha merehabilitasi sang penahbis?’ ||15||

“Jika Saṅgha hendak melaksanakan suatu tindakan (resmi) atas sang penahbis – pengecaman atau pembimbingan atau pengusiran atau pendamaian atau penangguhan – maka ia yang berbagi bilik dengannya harus berusaha, dengan berpikir: ‘Bagaimana agar Saṅgha tidak melaksanakan suatu tindakan (resmi) atas sang penahbis atau mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih ringan?’ Namun jika suatu tindakan (resmi) – pengecaman … penangguhan – tetap dilaksanakan atas sang penahbis, maka ia yang berbagi bilik dengannya harus berusaha, dengan berpikir: ‘Bagaimana agar sang penahbis dapat berperilaku selayaknya, tunduk, mengubah perilakunya, (sehingga) Saṅgha akan mencabut tindakan (resmi) tersebut?’ ||16||

“jika jubah sang penahbis harus dicuci, [226] maka ia yang berbagi bilik dengannya harus mencucinya atau ia harus berusaha, dengan berpikir: ‘Bagaimanakah agar jubah sang penahbis dapat dicuci?’ jika bahan jubah sang penahbis harus dijahit, maka ia yang berbagi bilik dengannya harus menjahitnya atau ia harus berusaha, dengan berpikir: ‘Bagaimanakah agar bahan jubah sang penahbis dapat dijahit?’ Jika bahan pewarna harus dimasak untuk sang penahbis, maka ia yang berbagi bilik dengannya harus memasaknya atau ia harus berusaha, dengan berpikir: ‘Bagaimanakah agar bahan pewarna dapat dimasak?’ Jika jubah sang penahbis harus dicelup dalam bahan pewarna, maka ia yang berbagi bilik dengannya harus mencelupnya atau ia harus berusaha, dengan berpikir: ‘Bagaimanakah agar jubah sang penahbis dapat dicelup dalam bahan pewarna?’ Ketika ia mencelup jubah, ia harus mencelupnya dengan baik, membalik-balikkannya, juga ia tidak boleh pergi jika tetesannya belum berhenti. ||17||

“Tanpa meminta (izin) dari sang penahbis, ia tidak boleh memberikan mangkuk makan kepada siapa pun juga ia tidak boleh menerima mangkuk makan dari siapa pun; ia tidak boleh memberikan jubah kepada siapa pun, juga ia tidak boleh menerima jubah dari siapa pun; ia tidak boleh memberikan suatu barang kebutuhan kepada siapa pun, juga ia tidak boleh menerima suatu barang kebutuhan dari siapa pun; ia tidak boleh memotong rambut siapa pun, juga ia tidak boleh rambutnya dipotong oleh siapa pun; ia tidak boleh memberikan layanan kepada siapa pun, juga ia tidak boleh menyuruh siapa pun memberikan suatu layanan; ia tidak boleh melakukan suatu tugas untuk siapa pun, juga ia tidak boleh menyuruh siapa pun melakukan suatu tugas; ia tidak boleh menjadi pelayan bagi siapa pun, juga ia tidak boleh menjadikan siapa pun sebagai pelayan; ia tidak boleh membawa pulang dana makanan untuk siapa pun, juga ia tidak boleh menyuruh siapa pun membawa pulang dana makanan. Tanpa (izin) dari sang penahbis, ia tidak boleh memasuki desa, ia tidak boleh pergi ke pekuburan, ia tidak boleh meninggalkan wilayah itu. Jika sang penahbis jatuh sakit, ia harus melayaninya hingga akhir hidupnya; ia harus menjaga(nya) hingga ia sembuh. Ini, para bhikkhu, adalah peraturan bagi mereka yang berbagi bilik terhadap para penahbis mereka dan yang harus dilaksanakan oleh mereka yang berbagi bilik terhadap para penahbis.” ||18||11||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB VIII)
« Reply #58 on: 07 March 2012, 12:28:13 PM »
Pada saat itu para penahbis tidak berperilaku selayaknya terhadap mereka yang berbagi bilik dengan mereka. Para bhikkhu lain yang merasa malu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para penahbis ini tidak berperilaku selayaknya terhadap mereka yang berbagi bilik dengan mereka?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, seperti dikatakan, para bhikkhu, bahwa para penahbis tidak berperilaku selayaknya terhadap mereka yang berbagi bilik dengan mereka?”

“Benar, Yang Mulia.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan peraturan bagi para penahbis terhadap mereka yang berbagi bilik dengan mereka dan yang harus dilaksanakan oleh para penahbis yang berbagi bilik dengan mereka.” ||1||

“Sang penahbis,  harus berperilaku selayaknya terhadap mereka yang berbagi bilik dengannya. [227] berikut ini adalah perilaku selayaknya dalam hal ini: seorang yang berbagi bilik dengannya harus diperdalam, ia harus dibantu oleh sang penahbis dalam hal pembacaan, pertanyaan, nasihat, instruksi. Jika terdapat sebuah mangkuk untuk sang penahbis tetapi tidak ada untuk ia yang berbagi bilik dengannya, maka sebuah mangkuk harus diberikan oleh sang penahbis kepada ia yang berbagi bilik dengannya, atau ia harus berusaha, dengan berpikir: ‘Bagaimana agar sebuah mangkuk dapat diperoleh untuk ia yang berbagi bilik denganku?’ Jika terdapat sehelai jubah … Jika terdapat suatu barang kebutuhan (lainnya) … ‘Bagaimana agar barang kebutuhan (lainnya) ini dapat diperoleh untuk ia yang berbagi bilik denganku?’ ||2||

“Jika ia yang berbagi bilik jatuh sakit, setelah bangun pagi, Ia harus memberikan kayu pembersih gigi, ia harus menyediakan air untuk membersihkan mulut, ia harus mempersiapkan tempat duduk. Jika tersedia bubur cair, setelah mencuci mangkuk, bubur cair itu harus diletakkan di dekatnya, Ketika ia telah meminum bubur cair, setelah memberikan air, setelah menerima mangkuk, setelah menurunkannya, setelah mencucinya dengan baik tanpa menggosoknya, mangkuk harus disimpan. Ketika ia yang berbagi bilik telah bangkit, tempat duduk harus disingkirkan. Jika tempat itu kotor, maka tempat itu harus disapu. ||3||

“Jika ia yang berbagi bilik ingin memasuki desa, jubah dalamnya harus diserahkan (kepadanya), dan jubah dalam (yang sedang ia kenakan) harus diterima (darinya), jubah luar harus diserahkan (kepadanya) setelah melipatnya (dalam dua atau empat lipatan); setelah mencucinya, mangkuk berisi air harus diserahkan (kepadanya). Dengan berpikir: ‘Ia akan segera pulang saat ini,’ ia harus mempersiapkan tempat duduk, ia harus menyediakan air untuk mencuci kaki, sebuah bangku kaki, sebuah pijakan kaki; setelah menyambutnya, ia harus menerima mangkuk dan jubahnya, ia harus menyerahkan jubah dalam (yang diterima), ia harus menerima jubah dalamnya. Jika jubahnya basah karena keringat, ia harus menjemurnya beberapa saat di bawah panas matahar, tetapi jubah tidak boleh disimpan di bawah panas matahari. Ia harus melipat jubah itu, setelah melipat sudut-sudutnya selebar empat jari, ia harus melipat jubah, dengan berpikir ‘Jangan sampai ada kekusutan di bagian tengah.’ Sabuk pinggang harus diletakkan di dalam lipatan (jubah). Jika ada makanan dan ia yang berbagi bilik ingin makan, maka setelah memberikan air, makanan itu harus diletakkan di dekat(nya). ||4||

“Ia harus memberikan air minum kepada ia yang berbagi bilik dengannya. Ketika ia telah selesai makan, setelah memberikan air, setelah menerima mangkuk, setelah menurunkannya, setelah mencucinya dengan baik tanpa menggosoknya, setelah mengosongkan airnya, ia harus menjemurnya beberapa saat di bawah panas matahari, tetapi mangkuk tidak boleh disimpan di bawah panas matahari. Ia harus menyimpan mangkuk dan jubah. Ketika menyimpan mangkuk, setelah memegang mangkuk dengan satu tangan, [228] setelah mendorongnya dengan tangan lainnya di bawah dipan atau di bawah kursi, mangkuk itu disimpan, tetapi mangkuk tidak boleh diletakkan di atas tanah. Ketika menyimpan jubah, setelah memegang jubah dengan satu tangan, setelah dengan tangan lainnya mengusap sepanjang batang bambu untuk jubah atau sepanjang tali untuk jubah, setelah menatanya dengan bagian tepinya menjauhinya dan lipatannya ke arahnya, jubah itu disimpan. Ketika ia yang berbagi bilik dengannya bangkit dari duduknya, tempat duduknya harus disingkirkan, air untuk mencuci kaki, bangku kaki, pijakan kaki harus disimpan. Jika tempat itu menjadi kotor, maka tempat itu harus disapu. ||5||

“Jika ia yang berbagi bilik dengannya hendak mandi, maka ia harus mempersiapkan air mandi. Jika ia hendak (mandi) air dingin, maka ia harus mempersiapkan air dingin; ika ia hendak (mandi) air panas, maka ia harus mempersiapkan air dpanas. Jika ia yang berbagi bilik dengannya hendak memasuki kamar mandi, ia harus mengaduk bubuk mandi, harus membasahi tanah liat; mengambilkan kursi kamar mandi, setelah berjalan (persis di belakang ia yang berbagi bilik dengannya), setelah menyerahkan kursi kamar mandi, setelah menerima jubahnya maka ia harus meletakkannya di satu sisi. Ia harus menyerahkan bubuk mandi, ia harus menyerahkan tanah liat. Jika ia mampu melakukannya, maka ia harus memasuki kamar mandi. Ketika memasuki kamar mandi, setelah melumuri wajahnya dengan tanah liat, setelah menutup bagian depan dan belakang tubuhnya, ia memasuki kamar mandi. ||6||

“Ia tidak boleh duduk melewati batas (tempat yang disediakan untuk) para bhikkhu senior. Ia tidak boleh menjauhkan para bhikkhu yang baru ditahbiskan dari tempat duduk mereka. Ia harus melakukan persiapan bagi ia yang berbagi bilik dengannya di dalam kamar mandi. Ketika meninggalkan kamar mandi, sambil membawa kursi kamar mandi, setelah menutup bagian depan dan belakang tubuhnya, ia keluar dari kamar mandi. Ia juga harus melakukan persiapan bagi ia yang berbagi bilik dengannya di dalam air. Ketika ia sedang mandi, setelah keluar (terlebih dulu) dari dalam air, setelah mengeringkan tubuhnya, setelah mengenakan jubah dalamnya, ia harus menyeka air dari bagian-bagian tubuh ia yang berbagi bilik dengannya, ia harus menyerahkan jubah dalamnya, ia harus menyerahkan jubah luarnya; sambil membawa kursi kamar mandi, setelah berjalan terlebih dulu, ia harus mempersiapkan tempat duduk, ia harus menyediakan air untuk mencuci kaki, bangku kaki, dan pijakan kaki. Ia harus memberikan air minum kepada ia yang berbagi bilik dengannya. ||7||

“Jika tempat tinggal di mana ia yang berbagi bilik dengannya menetap itu kotor, jika ia mampu (melakukannya) maka ia harus membersihkannya. Ketika membersihkannya, setelah pertama-tama mengeluarkan mangkuk dan jubah, ia harus meletakkannya di satu sisi … jika tidak ada air dalam gentong air untuk bercebok, maka air harus dituangkan ke dalam gentong air untuk bercebok. Jika ketidakpuasan muncul pada ia yang berbagi bilik dengannya, maka sang penahbis harus menenangkannya atau meminta orang lain untuk menenangkannya, atau ia harus membabarkan khotbah dhamma kepadanya. Jika penyesalan …, maka sang penahbis harus melenyapkannya atau meminta orang lain untuk melenyapkannya, atau ia harus membabarkan khotbah dhamma kepadanya. Jika [229] pandangan salah muncul pada ia yang berbagi bilik dengannya, maka sang penahbis harus memintanya meninggalkan (pandangan salah itu) atau meminta orang lain untuk memintanya meninggalkan (pandangan salah itu), atau ia harus membabarkan khotbah dhamma kepadanya. ||8||

“Jika ia yang berbagi bilik dengannya telah melakukan suatu pelanggaran atas suatu peraturan penting … maka sang penahbis harus berusaha, dengan berpikir: ‘Bagaimanakah agar Saṅgha merehabilitasi ia yang berbagi bilik denganku?’ ||9||

“Jika Saṅgha hendak melaksanakan suatu tindakan (resmi) atas ia yang berbagi bilik  dengan berpikir: ‘Bagaimana agar ia yang berbagi bilik denganku dapat berperilaku selayaknya, tunduk, mengubah perilakunya, (sehingga) Saṅgha akan mencabut tindakan (resmi) tersebut?’ ||10||

“jika jubah milik ia yang berbagi bilik harus dicuci … Ketika mencelup jubah, ia harus mencelupnya dengan baik, membalik-balikkannya, juga ia tidak boleh pergi jika tetesannya belum berhenti. Jika ia yang berbagi bilik jatuh sakit, maka ia harus melayaninya hingga akhir hidupnya; ia harus menjaga(nya) hingga ia sembuh. Ini, [230] para bhikkhu, adalah peraturan bagi para penahbis terhadap mereka yang berbagi bilik dengan mereka dan yang harus dilaksanakan oleh para penahbis terhadap mereka yang berbagi bilik  dengan mereka.” ||11||12||

Demikianlah Bagian Pengulangan Ke dua

Pada saat itu para murid tidak berperilaku selayaknya terhadap para guru mereka – (seperti pada ||11||. Dengan menggantikan penahbis menjadi guru; dengan menggantikan ia yang berbagi bilik menjadi murid) … ||13||

Pada saat itu para guru tidak berperilaku selayaknya terhadap para murid mereka – (seperti pada ||12||. Dengan menggantikan penahbis, ia yang berbagi biiik menjadi guru; murid) … ||14||

Demikianlah bagian ke delapan: yaitu tentang peraturan untuk dilaksanakan.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IX)
« Reply #59 on: 07 March 2012, 12:31:22 PM »
CULLAVAGGA IX
Tentang Penangguhan Pātimokkha


Pada suatu ketika  Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Timur di rumah besar ibunya Migāra. Pada saat itu Sang Bhagavā sedang duduk dikelilingi oleh Saṅgha para bhikkhu pada hari Uposatha. Kemudian, pada larut malam, menjelang akhir jaga pertama, Yang Mulia Ānanda, bangkit dari duduknya, setelah merapikan jubahnya di satu bahunya, setelah memberi hormat kepada Sang Bhagavā dengan merangkapkan tangan, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, malam telah larut, jaga pertama segera berakhir; Saṅgha para bhikkhu telah duduk cukup lama; Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā membacakan Pātimokkha untuk para bhikkhu.”  Ketika ia telah berkata demikian, Sang Bhagavā berdiam diri. Dan ketika malam telah semakin larut, ketika jaga ke dua hampir berakhir, Yang Mulia Ānanda, untuk ke dua kalinya bangkit dari duduknya, setelah merapikan jubah … berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, malam semakin larut, jaga ke dua segera berakhir; … membacakan Pātimokkha untuk para bhikkhu.” Dan untuk ke dua kalinya Sang Bhagavā berdiam diri. Dan ketika malam semakin larut lagi, ketika jaga terakhir hampir berakhir, ketika matahari telah terbit dan malam tampak menggembirakan,  untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda, bangkit dari duduknya, setelah merapikan … berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, malam telah semakin larut, jaga terakhir segera berakhir; matahari telah terbit, malam tampak menggembirakan Saṅgha para bhikkhu telah duduk cukup lama; Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā membacakan Pātimokkha untuk para bhikkhu.”

“Ānanda, kelompok ini tidak seluruhnya murni.”  ||1||

Kemudian Yang Mulia Moggallāna yang Agung berpikir: “Sehubungan dengan siapakah Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: ‘Ānanda, kelompok ini tidak seluruhnya murni’?” Kemudian Yang Mulia Moggallāna yang Agung dengan pikirannya melingkupi pikiran seluruh Saṅgha para bhikkhu. Kemudian Yang Mulia Moggallāna yang Agung melihat seseorang yang sedang duduk di tengah-tengah Saṅgha para bhikkhu – yang bermoral buruk,  berkarakter rusak, berperilaku tidak murni dan mencurigakan,  dengan perbuatan-perbuatan tersembunyi,  bukan seorang petapa (sejati) (walaupun) berpura-pura sebagai seorang petapa sejati, bukan seorang pengembara dalam pengembaraan-Brahma (walaupun) berpura-pura sebagai seorang pengembara dalam pengembaraan-Brahma, busuk dalam batinnya, dipenuhi dengan keinginan,  dengan sifat menjijikkan; melihatnya, ia mendatangi orang itu, [236] setelah mendekat, ia berkata kepada orang itu sebagai berikut:

“Bangkitlah, Yang Mulia, Sang Bhagavā telah melihatmu; bagimu tidak ada kebersamaan  dengan para bhikkhu.” Ketika ia telah menyelesaikan kata-katanya, orang itu hanya berdiam diri. Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Moggallāna yang Agung berkata kepada orang itu: “Bangkitlah, Yang Mulia, … bagimu tidak ada kebersamaan dengan para bhikkhu.” Dan untuk ke tiga kalinya orang itu hanya berdiam diri. Kemudian Yang Mulia Moggallāna yang Agung, setelah mencengkeram lengan orang itu, setelah mendorongnya keluar melalui teras pintu utama, setelah mengunci pintu,  mendekati Sang Bhagavā; setelah mendekat, ia berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, aku telah mengeluarkan orang itu; kelompok ini telah sepenuhnya murni; Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā membacakan Pātimokkha untuk para bhikkhu.”

“Betapa aneh, Moggallāna, betapa mengherankan, Moggallāna, bahwa orang dungu itu harus menunggu hingga lengannya dicengkeram.” ||2||

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu, ada delapan hal aneh dan menakjubkan ini sehubungan dengan samudera raya,  yang dengan terus-menerus melihatnya para asura  bergembira dalam samudera raya. Apakah delapan ini? Samudera raya, para bhikkhu, semakin dalam secara bertahap, melandai secara bertahap, menjorok secara bertahap, tidak secara tiba-tiba seperti jurang. Dan para bhikkhu, bahwa samudera raya yang semakin dalam secara bertahap, melandai secara bertahap, menjorok secara bertahap, tidak secara tiba-tiba seperti jurang – ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan pertama sehubungan dengan samudera raya yang dengan terus-menerus melihatnya para asura bergembira dalam samudera raya.

“Dan kemudian, para bhikkhu, samudera raya stabil, tidak meluapkan tepiannya.  Dan para bhikkhu, bahwa samudera raya stabil, tidak meluapkan batasnya - ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke dua …

“Dan kemudian, para bhikkhu, samudera raya tidak berhubungan dengan jasad makhluk yang mati atau mayat. Jasad atau mayat apa pun yang terdapat di samudera raya, mayat itu akan segera didorong ke pantai, ke daratan.  Bahwa samudera raya, para bhikkhu, yang tidak berhubungan dengan jasad makhluk yang mati atau mayat … ini, para bhikkhu adalah keanehan dan hal menakjubkan ke tiga …

“Dan kemudian, para bhikkhu, semua sungai besar, yaitu, Gangga, Jumma, Aciravatī, Sarabhū, dan Mahī  - sungai-sungai ini, ketika mencapai samudera raya menjadi kehilangan nama dan identitasnya  dan hanya dikenal sebagai samudera raya. Bahwa semua sungai besar ini … ini, para bhikkhu, [237] adalah keanehan dan hal menakjubkan ke empat …

“Dan kemudian, para bhikkhu, semua aliran di dunia ini yang mengalir ke samudera raya, dan curahan hujan dari angkasa yang jatuh ke atas samudera raya, namun kosongnya dan penuhnya samudera raya tidak terpengaruh oleh hal-hal itu. Bahwa aliran-aliran di dunia ini … ini, para bhikkhu adalah keanehan dan hal menakjubkan ke lima …

“Dan kemudian, para bhikkhu, samudera raya memiliki satu rasa, yaitu rasa asin. Bahwa samudera raya, para bhikkhu, memiliki satu rasa … ini, para bhikkhu adalah keanehan dan hal menakjubkan ke enam …

“Dan kemudian, para bhikkhu, samudera raya menyimpan banyak harta karun,  harta karun para penyelam; harta karun ini ada di sana, yaitu, mutiara,  Kristal, lapis lazuli, kulit kerang, kwarsa, koral, perak, emas, mirah delima, mata-kucing. Bahwa samudera raya, para bhikkhu, menyimpan banyak harta karun … ini, para bhikkhu adalah keanehan dan hal menakjubkan ke tujuh …

“Dan kemudian, para bhikkhu, samudera raya adalah alam dari makhluk-makhluk agung; makhluk-makhluk ini adalah: timi, timingala, timitimingala, asura,  nāga, gandhabba. Terdapat di samudera raya, makhluk-makhluk  yang seratus yojana  (panjangnya),  makhluk-makhluk yang dua ratus … tiga ratus … empat ratus … lima ratus yojana (panjangnya). Bahwa samudera raya, para bhikkhu, adalah alam dari makhluk-makhluk agung; makhluk-makhluk ini adalah: timi … makhluk-makhluk yang lima ratus yojana (panjangnya) – ini, para bhikkhu, adalah delapan hal aneh dan menakjubkan sehubungan dengan samudera raya, yang dengan terus-menerus melihatnya para asura bergembira dalam samudera raya. ||3||

“Dengan cara yang persis sama, para bhikkhu, dalam dhamma dan disiplin ini terdapat delapan keanehan dan hal menakjubkan yang dengan terus-menerus melihatnya para bhikkhu bergembira dalam dhamma dan disiplin ini. Apakah delapan ini?

“Seperti halnya,  para bhikkhu, samudera raya yang semakin dalam secara bertahap, melandai secara bertahap, menjorok secara bertahap, tidak secara tiba-tiba seperti jurang, demikian pula, para bhikkhu, dalam dhamma dan disiplin ini terdapat latihan bertahap,  tindakan bertahap,  jalan bertahap,  tidak secara tiba-tiba seperti penembusan pengetahuan mendalam. Dan para bhikkhu, bahwa dalam dhamma dan disilin ini terdapat … alan bertahap, tidak secara tiba-tiba seperti penembusan pengetahuan mendalam, ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan pertama yang dengan terus-menerus melihatnya para bhikkhu bergembira dalam dhamma dan disiplin ini.

“Dan seperti halnya, para bhikkhu, samudera raya yang stabil, tidak meluapkan tepiannya, demikian pula, para bhikkhu, aturan latihan apa pun yang Kutetapkan bagi para siswa, para siswaKu tidak akan melanggarnya bahkan dengan taruhan nyawanya. Dan, para bhikkhu, bahwa para siswaKu tidak akan melanggar bahkan dengan taruhan nyawanya, [238] ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke dua …

“Dan seperti halnya, para bhikkhu, samudera raya yang tidak berhubungan dengan jasad makhluk yang mati atau mayat, jasad atau mayat apa pun yang terdapat di samudera raya, tetapi mayat itu akan segera didorong ke pantai, ke daratan, demikian pula, para bhikkhu, siapa pun juga yang berperilaku tidak bermoral, berkarakter buruk, yang tidak murni dan berperilaku mencurigakan, dengan perbuatan sembunyi-sembunyi, bukan seorang petapa (sejati) (walaupun) berpura-pura sebagai seorang petapa (sejati), bukan seorang pengembara dalam pengembaraan-Brahma (walaupun) berpura-pura sebagai seorang pengembara dalam pengembaraan-Brahma, busuk dalam batinnya, dipenuhi dengan keinginan, dengan sifat menjijikkan - Saṅgha tidak menetap dalam kebersamaan  dengannya, tetapi setelah berkumpul segera, kemudian menyingkirkannya; dan walaupun ia duduk di tengah-tengah Saṅgha para bhikkhu, namun ia jauh dari Saṅgha dan Saṅgha jauh darinya  … ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke tiga …

“Dan seperti halnya, para bhikkhu, semua sungai besar, yaitu, Gangga, Jumma, Aciravatī, Sarabhū, dan Mahī yang, ketika mencapai samudera raya menjadi kehilangan nama dan identitasnya dan hanya dikenal sebagai samudera raya, demikian pula, para bhikkhu, (para anggota) dari empat kasta ini: mulia, brahmana, pedagang dan rendah, setelah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-Kebenaran, kehilangan nama dan suku sebelumnya dan hanya dikenal sebagai para petapa, para putera Sakya  … ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke empat …

“Dan seperti halnya, para bhikkhu, semua aliran di dunia ini yang mengalir ke samudera raya, dan curahan hujan dari angkasa yang jatuh ke atas samudera raya, namun kosongnya dan penuhnya samudera raya tidak terpengaruh oleh hal-hal itu – demikian pula, para bhikkhu, bahkan jika banyak bhikkhu mencapai Nibbāna dalam kondisi-Nibbāna hingga tidak ada lagi kelompok yang tersisa,  bukan karena itu maka kosongnya dan penuhnya kondisi-Nibbāna terpengaruh … ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke lima …

“Dan seperti halnya, para bhikkhu, samudera raya memiliki satu rasa, yaitu rasa asin, demikian pula, para bhikkhu, dhamma dan disiplin ini memiliki satu rasa, yaitu rasa kebebasan … ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke enam …

“Dan seperti halnya, para bhikkhu, samudera raya menyimpan banyak harta karun, harta karun para penyelam; harta karun ini ada di sana, yaitu, mutiara,  Kristal, lapis lazuli, kulit kerang, kwarsa, koral, perak, emas, mirah delima, mata-kucing – demikian pula [239], para bhikkhu, dhamma dan disiplin ini memiliki banyak harta karun, harta karun para penyelam - harta karun ini ada di sana, yaitu, empat penegakan perhatian, empat usaha benar, empat landasan kekuatan batin, lima indria, tujuh rantai dalam pencerahan, Jalan Mulia Berunsur Delapan  … ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke tujuh …

“Dan seperti halnya, para bhikkhu, samudera raya adalah alam dari makhluk-makhluk agung; makhluk-makhluk ini adalah: timi, timingala, timitimingala, asura,  nāga, gandhabba. Terdapat di samudera raya, makhluk-makhluk  yang seratus yojana  (panjangnya),  makhluk-makhluk yang dua ratus … tiga ratus … empat ratus … lima ratus yojana (panjangnya). – demikian pula, para bhikkhu, dhamma dan disiplin ini adalah alam dari makhluk-makhluk agung – makhluk-makhluk ini adalah: pemasuk-arus, seorang yang menuju pencapaian buah pencapaian-arus, yang-kembali-sekali, seorang yang menuju pencapaian buah yang-kembali-sekali, yang-tidak-kembali, seorang yang menuju pencapaian buah yang-tidak-kembali, yang sempurna, seorang yang menuju kesempurnaan. Dan para bhikkhu, bahwa, dhamma dan disiplin ini adalah alam dari makhluk-makhluk agung – makhluk-makhluk ini adalah: pemasuk-arus … seorang yang menuju kesempurnaan, ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke delapan dalam dhamma dan disiplin ini yang dengan terus-menerus melihatnya para bhikkhu bergembira dalam dhamma dan disiplin ini. Ini, para bhikkhu, adalah delapan keanehan dan hal menakjubkan dalam dhamma dan disiplin ini yang dengan terus-menerus melihatnya para bhikkhu bergembira dalam dhamma dan disiplin ini.”

Kemudian, Sang Bhagavā, setelah mengajarkan hal ini, pada saat itu Beliau mengucapkan:

“hujan turun dengan keras pada sesuatu yang tertutup,
Hujan turun dengan tidak keras pda sesuatu yang terbuka;
Maka bukalah sesuatu yang tertutup itu,
Dengan demikian hujan tidak turun dengan keras di atasnya.”  ||4||1||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IX)
« Reply #60 on: 07 March 2012, 12:32:05 PM »
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Sekarang, Aku, para bhikkhu, untuk seterusnya tidak akan melaksanakan Uposatha, Aku tidak akan membacakan Pātimokkha; sekarang kalian sendiri, para bhikkhu, yang harus melaksanakan Uposatha, harus membacakan Pātimokkha. Tidaklah mungkin, para bhikkhu, tidaklah selayaknya bahwa Sang Penemu-kebenaran harus melaksanakan Uposatha, harus membacakan Pāṭimokkha bersama dengan kelompok yang tidak sepenuhnya murni. Juga, para bhikkhu, Pātimokkha tidak boleh didengarkan oleh seseorang yang melakukan pelanggaran.  Siapa pun yang mendengarkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah, aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menangguhkan Pātimokkha bagi ia yang, setelah melakukan pelanggaran, mendengarkan Pātimokkha.  Dan beginilah, para bhikkhu, penangguhan itu:  Pada hari Uposatha, apakah tanggal empat belas atau lima belas, jika orang itu hadir [240] maka hal ini harus diucapkan di tengah-tengah Saṅgha: ‘Yang Mulia, Mohon Saṅgha mendengarkan saya. orang itu melakukan pelanggaran; saya menangguhkan Pāṭimokkha baginya, Pātimokkha tidak boleh dibacakan jika ia hadir’ – (demikianlah) Pātimokkha ditangguhkan.” ||2||

Pada saat itu kelompok enam bhikkhu,  berpikir: “Tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang kami,” mendengarkan Pātimokkha walaupun mereka melakukan pelanggaran. Para bhikkhu senior yang mengetahui pikiran orang lain, memberitahu para bhikkhu: “Si ini dan si itu, Yang Mulia, (bagian dari) kelompok enam bhikkhu, berpikir, ‘Tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang kami,’ mendengarkan Pātimokkha walaupun mereka melakukan pelanggaran. Kelompok enam bhikkhu mendengar bahwa para bhikkhu senior, yang mengetahui pikiran orang lain, telah memberitahu para bhikkhu: “si ini dan si itu … mendengarkan Pātimokkha walaupun mereka melakukan pelanggaran.” Mereka berpikir: “Jika para bhikkhu yang berperilaku baik menangguhkan Pāṭimokkha bagi kami,” terlebih dulu menangguhkan, dengan tanpa dasar, tanpa alasan, Pātimokkha bagi para bhikkhu bersih yang tidak melakukan pelanggaran. Para bhikkhu lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin kelompok enam bhikkhu ini menangguhkan, dengan tanpa dasar, tanpa alasan, Pātimokkha bagi para bhikkhu bersih yang tidak melakukan pelanggaran.” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, seperti dikatakan, para bhikkhu, bahwa kelompok enam bhikkhu ini menangguhkan, dengan tanpa dasar, tanpa alasan, Pātimokkha bagi para bhikkhu bersih yang tidak melakukan pelanggaran?”

“Benar, Yang Mulia.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu, dengan mengatakan:

“Para bhikkhu, kalian tidak boleh, dengan tanpa dasar, tanpa alasan, menangguhkan Pātimokkha bagi para bhikkhu bersih yang tidak melakukan pelanggaran. Siapa pun yang menangguhkan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. ||1||

“Para bhikkhu, ada satu penangguhan Pātimokkha yang tidak sah, ada satu yang sah; ada dua penangguhan Pātimokkha yang tidak sah, ada dua yang sah; tiga … empat … lima … enam … tujuh … delapan … Sembilan … sepuluh penangguhan Pātimokkha yang tidak sah, sepuluh yang sah. ||2||

“Apakah satu penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral, maka satu penangguhan Pāṭimokkha ini adalah tidak sah.

“Apakah satu penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral, maka satu penangguhan Pāṭimokkha ini adalah sah.

“Apakah dua penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? [241] Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku yang baik, maka dua penangguhan Pāṭimokkha ini adalah tidak sah.

“Apakah dua penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku yang baik, maka dua penangguhan Pāṭimokkha ini adalah sah.

“Apakah tiga penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku yang baik, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari pandangan benar, maka tiga penangguhan … adalah tidak sah.

“Apakah tiga penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral … dari perilaku yang baik … dari pandangan benar, maka tiga penangguhan … adalah sah.

“Apakah empat penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral … dari perilaku yang baik … dari pandangan benar, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari penghidupan benar, maka empat penangguhan Pātimokkha ini adalah tidak sah.

“Apakah empat penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral … dari perilaku yang baik … dari pandangan benar, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari penghidupan benar, maka empat penangguhan … adalah sah.

“Apakah lima penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran yang menuntut diadakannya sidang resmi Saṅgha … atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran yang menuntut penebusan …  atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran yang harus diakui … atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran perbuatan-salah, maka lima penangguhan Pātimokkha ini … adalah tidak sah.

“Apakah lima penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran perbuatan-salah, maka lima penangguhan Pātimokkha ini … adalah  sah.

“Apakah enam penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang tidak dilakukan,  Jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang dilakukan,  atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku baik yang tidak dilakukan … yang dilakukan,  Jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari pandangan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan, maka enam penangguhan Pātimokkha ini adalah tidak sah.

“Apakah enam penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang tidak dilakukan, Jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang dilakukan, atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku baik yang tidak dilakukan … yang dilakukan,  Jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari pandangan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan, maka enam penangguhan Pātimokkha ini adalah  sah.

“Apakah tujuh penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … karena pelanggaran yang mengakibatkan sidang resmi Saṅgha … karena pelanggaran yang berat … karena pelanggaran menuntut penebusan …  karena pelanggaran yang harus diakui … karena pelanggaran perbuatan-salah, Jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran ucapan salah, maka tujuh penangguhan Pātimokkha ini … adalah tidak sah.

“Apakah tujuh penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … atas (tuduhan) berdasar karena pelanggaran ucapan salah, maka tujuh penangguhan Pātimokkha ini … adalah  sah.

“Apakah delapan penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang tidak dilakukan … yang dilakukan … karena jatuh dari perilaku baik yang tidak dilakukan [242] … yang dilakukan … karena jatuh dari pandangan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari penghidupan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan, maka delapan penangguhan … adalah tidak sah.

“Apakah delapan penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang tidak dilakukan … yang dilakukan … karena jatuh dari penghidupan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan, maka delapan penangguhan … adalah sah.

“Apakah sembilan penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang tidak dilakukan … yang dilakukan … yang dilakukan dan tidak dilakukan  … karena jatuh dari perilaku baik yang tidak dilakukan … yang dilakukan … yang dilakukan dan tidak dilakukan … karena jatuh dari pandangan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan … yang dilakukan dan tidak dilakukan, maka sembilan penangguhan … adalah tidak sah.

“Apakah sembilan penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang tidak dilakukan … yang dilakukan … yang dilakukan dan tidak dilakukan … karena jatuh dari perilaku baik … karena jatuh dari pandangan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan … yang dilakukan dan tidak dilakukan, maka sembilan penangguhan … adalah sah.

“Apakah sepuluh penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seorang yang mengalami kejatuhan tidak duduk di tengah-tengah sidang,  jika pembicaraan mengenai kejatuhan sedang berlangsung,  jika seorang yang mengingkari latihan tidak duduk di tengah-tengah sidang, jika pembicaraan mengenai pengingkaran latihan sedang berlangsung, jika ia menyerah pada suatu sidang lengkap yang sah,  jika ia tidak menarik penerimaannya  (atas suatu tindakan resmi yang telah diputuskan) dalam suatu sidang lengkap yang sah, jika pembicaraan tentang penarikan penerimaan (atas suatu tindakan resmi yang telah diputuskan) dalam suatu sidang lengkap yang sah sedang berlangsung, jika ia tidak terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perilaku bermoral, jika ia tidak terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perbuatan baik, jika ia tidak terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari pandangan benar, maka sepuluh penangguhan Pātimokkha ini adalah tidak sah.

“Apakah sepuluh penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seorang yang mengalami kejatuhan duduk di tengah-tengah sidang, jika pembicaraan mengenai kejatuhan tidak sedang berlangsung … (seperti paragraph sebelumnya, tetapi berlawanan dalam setiap kasus) … jika ia terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari pandangan benar, maka sepuluh penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||3||

“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) seseorang yang mengalami kejatuhan sedang duduk dalam sidang itu? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, di mana dengan alasan sifat-sifat itu,  dengan alasan ciri-ciri itu, dengan alasan tanda-tanda itu yang karenanya terjadi pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan yang mana seorang bhikkhu melihat (bhikkhu lainnya) melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan; atau mungkin saja bahwa bhikkhu itu tidak melihat sendiri bhikkhu lain [243] itu melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan, tetapi seorang bhikkhu lain membertahukan kepadanya: ‘Bhikkhu itu, Yang Mulia, melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan’; atau mungkin saja bahwa bhikkhu itu tidak melihat sendiri seorang bhikkhu melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan dan tidak ada bhikkhu lain yang memberitahukan kepadanya: ‘Bhikkhu itu, Yang Mulia, melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan,’ tetapi ia sendiri memberitahukan kepada bhikkhu itu: ‘Aku, Yang Mulia, telah melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan.’ Maka, para bhkkhu, bhikkhu itu, jika ia menghendaki, berdasarkan pada apa yang ia lihat, ia dengar, atau ia curigai boleh, pada hari Uposatha, apakah tanggal empat belas atau tanggal lima belas, mengumumkan di tengah-tengah Saṅgha jika orang itu hadir: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan. Saya menangguhkan Pāṭimokkha baginya. Pātimokkha tidak boleh dibacakan jika dihadiri olehnya.’ Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. Jika Pātmokkha telah ditangguhkan bagi bhikkhu tersebut, jika sidang mencabutnya karena alasan salah satu dari sepuluh bahaya  - bahaya dari raja-raja atau … pencuri atau … api atau … air atau … manusia atau … makhluk bukan manusia atau … binatang buas atau … binatang-binatang melata atau karena bahaya yang mengancam nyawa atau bahaya yang mengancam pengembaraan-Brahma – para bhikkhu, bhikkhu itu, jika ia menginginkan, boleh di kediaman itu atau di kediaman lainnya, mengumumkan di tengah-tengah Saṅgha dengan dihadiri oleh orang itu: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Pembicaraan sehubungan dengan pelanggaran orang itu yang mengakibatkan kejatuhan masih sedang berlangsung; hal itu masih belum diputuskan. Jika Saṅgha menghendaki, maka Saṅgha boleh memutuskan hal ini.’ Jika ia berhasil, maka itu bagus. Jika ia tidak berhasil, maka ia harus, pada hari Uposatha, apakah tanggal empat belas atau tanggal lima belas, mengumumkan di tengah-tengah Saṅgha dengan dihadiri oleh orang itu: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Pembicaraan sehubungan dengan pelanggaran orang itu yang mengakibatkan kejatuhan masih sedang berlangsung; hal itu masih belum diputuskan. Saya menangguhkan Pāṭimokkha baginya. Pātimokkha tidak boleh dibacakan jika dihadiri olehnya.’ Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||4||

“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) seseorang yang mengingkari latihan sedang duduk dalam sidang itu? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … [244] (sama seperti ||4|| dengan menggantikan melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan menjadi  mengingkari latihan) … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||5||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IX)
« Reply #61 on: 07 March 2012, 12:33:22 PM »
“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) seseorang tidak menyerah pada suatu sidang lengkap yang sah? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … [244] (sama seperti ||4|| dengan menggantikan melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan menjadi  tidak menyerah pada suatu sidang lengkap yang sah) … [245] … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||6||


“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) seseorang menarik penerimaannya (atas suatu tindakan resmi yang telah diputuskan) dalam suatu sidang lengkap yang sah? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … [244] (sama seperti ||4|| dengan menggantikan melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan menjadi  menarik penerimaannya (atas suatu tindakan resmi yang telah diputuskan) dalam suatu sidang lengkap yang sah … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||7||

“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) ia terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perilaku bermoral? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu … (sama seperti ||4|| dengan menggantikan melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan menjadi terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perilaku bermoral … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||8|| “Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) ia terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perilaku baik? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu … (baca ||8||

“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) ia terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari pandangan benar? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu … [246] (baca ||8||) … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. Ini adalah sepuluh penangguhan Pātimokkha yang sah.” ||9||3||

Demikianlah bagian pengulangan pertama

Kemudian Yang Mulia Upāli menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, jika seorang bhikkhu ingin melakukan suatu tugas untuk dirinya sendiri,  berapakah kualitas yang dimiliki tugas itu yang boleh ia lakukan untuk dirinya sendiri?”

“Upāli, jika seorang bhikkhu ingin melakukan suatu tugas untuk dirinya sendiri, tugas yang boleh ia lakukan untuk dirinya itu harus memiliki lima kualitas. Upāli, jika seorang bhikkhu ingin melakukan suatu tugas untuk dirinya sendiri, maka ia harus mempertimbangkan: ‘Tugas itu yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri, apakah sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan tugas untukku, atau tidak?’ Jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Sekarang adalah waktu yang salah  untuk melakukan tugas untuk diriku sendiri, bukan waktu yang tepat,’ maka, Upāli tugas yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri itu tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan tugas untuk diriku sendiri, bukan waktu yang salah,’ maka Upāli, bhikkhu itu harus mempertimbangkan lebih lanjut: ‘Tugas itu yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri, apakah tugas itu yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri adalah sesuatu yang benar, atau tidak?’ Jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Tugas untuk diriku sendiri itu adalah sesuatu yang salah, bukan sesuatu yang benar,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Tugas untuk diriku sendiri itu adalah sesuatu yang benar, bukan sesuatu yang tidak benar,’ maka Upāli, bhikkhu itu harus mempertimbangkan lebih lanjut: ‘Tugas itu yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri, apakah tugas itu berhubungan dengan tujuan, atau tidak?’ Jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Tugas untuk diriku sendiri itu tidak berhubungan dengan tujuan,  bukan berhubungan dengan tujuan,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘tugas ini yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri adalah berhubungan dengan tujuan, bukan tidak berhubungan dengan tujuan,’ maka Upāli, bhikkhu itu harus mempertimbangkan lebih lanjut: ‘Akankah aku, dengan melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, menarik  para bhikkhu yang adalah para sahabat dan kolegaku di pihakku sesuai dengan dhamma, sesuai dengan disiplin, atau tidak?’ jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Aku, dengan melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, tidak akan menarik para bhikkhu yang adalah para sahabat dan kolegaku di pihakku sesuai dengan dhamma, sesuai dengan disiplin,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, bhikkhu itu mengetahui bahwa: [247] ‘Aku, dengan melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, akan menarik para bhikkhu yang adalah para sahabat dan kolegaku di pihakku sesuai dengan dhamma, sesuai dengan disiplin,’ maka Upāli, bhikkhu itu harus mempertimbangkan lebih lanjut: ‘Setelah melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, akankah hal ini menjadi percekcokan, pertengkaran, perselisihan, pertikaian, perpecahan dalam Saṅgha, kemarahan dalam Saṅgha, perbedaan dalam Saṅgha,  atau tidak?’ jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Setelah melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, maka akan terjadi percekcokan … perbedaan dalam Saṅgha,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, bhikkhu itu mengetahui bahwa: ‘Setelah melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, tidak akan terjadi percekcokan … perbedaan dalam Saṅgha,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri boleh dilakukan. Demikianlah, Upāli, jika suatu tugas untuk diri sendiri yang dilakukan dengan memiliki lima kualitas ini, maka tidak akan ada penyesalan kelak.” ||4||

“Yang Mulia, jika seorang bhikkhu mencela,  ingin mencela bhikkhu lain, setelah mempertimbangkan berapa kondisikah ia boleh mencela bhikkhu lain?”

“Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah mempertimbangkan lima kondisi maka ia boleh mencela bhikkhu lain. Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah aku cukup murni dalam tingkah laku jasmani,  apakah aku memiliki tingkah laku jasmani yang murni, tanpa cacat, tanpa cela? Apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, bhikkhu ini tidak cukup murni dalam tingkah laku jasmani, tidak memiliki tingkah laku jasmani yang murni, tanpa cacat, tanpa cela, maka akan ada di antara mereka yang berkata kepadanya: ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, melatih dirimu sehubungan dengan jasmani’ – demikianlah mereka akan berkata kepadanya.

“Dan kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah aku cukup murni dalam tingkah laku ucapan, apakah aku memiliki tingkah laku ucapan yang murni, tanpa cacat, tanpa cela? Apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, bhikkhu ini tidak cukup murni dalam tingkah laku ucapan …  ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, melatih dirimu sehubungan dengan ucapan’ – demikianlah mereka akan berkata kepadanya.

“Dan kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah pikiran cinta kasih, tanpa niat buruk terhadap para pengembara-Brahma sahabatku, mantap dalam diriku? [243] apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, pikiran cinta kasih, tanpa niat buruk terhadap para pengembara-Brahma sahabatnya, tidak mantap dalam diri bhikkhu tersebut, maka akan ada di antara mereka yang berkata kepadanya: ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, menegakkan pikiran cinta kasih terhadap para pengembara-Brahma yang menjadi sahabatmu.’ - demikianlah mereka akan berkata kepadanya.

“Dan kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah aku adalah seorang yang banyak mendengar, seorang yang ahli dalam kelompok, gudang pengetahuan dalam kelompok? Atas hal-hal itu yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dan yang, dengan makna, dengan kata-kata, menyatakan pengembaraan-Brahma yang lengkap sepenuhnya, murni sepenuhnya – apakah hal-hal demikian banyak kudengar, kupelajari, kuulangi, kurenungkan, keperhatikan dengan seksama, ditembus dengan sempurna melalui penglihatan?  Sekarang, apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, bhikkhu tersebut tidak banyak mendengar … jak hal-hal tersebut belum … ditembus dengan sempurna melalui penglihatan, maka akan ada di antara mereka yang berkata kepadanya: ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, menguasai tradisi’  - akan ada di antara mereka yang berkata demikian kepadanya.

“Dan kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang,  apakah kedua Pātimokkha telah dengan benar diturunkan  kepadaku secara terperinci, dikelompokkan dengan benar, diatur dengan benar, diselidiki dengan benar klausa demi klausa, sehubungan dengan bentuk tata bahasa? Apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, kedua Pātimokkha tidak dengan benar diturunkan kepada bhikkhu tersebut secara terperinci … sehubungan dengan tata bahasa, dan jika mereka berkata: ‘Dimanakah, Yang Mulia, hal ini dinyatakan oleh Sang Bhagavā?’  dan jika ketika ditanya demikian ia tidak mampu menjawab, maka akan ada di antara mereka yang berkata: ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, mempelajari disiplin’ - akan ada di antara mereka yang berkata demikian kepadanya. Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah mempertimbangkan lima kondisi ini maka ia boleh mencela bhikkhu lain. ||1||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IX)
« Reply #62 on: 07 March 2012, 12:34:35 PM »
“Yang Mulia, jika seorang bhikkhu mencela,  ingin mencela bhikkhu lain, setelah memunculkan berapa kondisikah dalam dirinya, hingga ia boleh mencela bhikkhu lain?”

“Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah memunculkan lima kondisi dalam dirinya, ia boleh mencela bhikkhu lain. Jika ia berpikir, ‘Aku akan berbicara pada waktu yang tepat, bukan pada waktu yang salah;  aku akan berbicara tentang fakta bukan tentang apa yang bukan fakta; aku akan berbicara dengan kelembutan, bukan dengan kekasaran; aku akan berbicara tentang apa yang berhubungan dengan tujuan, bukan tentang apa yang tidak berhubungan dengan tujuan; aku akan berbicara dengan pikiran cinta kasih, bukan dengan pikiran kebencian.’ Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah memunculkan lima kondisi ini dalam dirinya, ia boleh mencela bhikkhu lain.” ||2||

“Yang Mulia, dalam berapa carakah penyesalan dapat muncul dalam diri seorang bhikkhu yang mencela dengan tidak menuruti aturan?”

“Upāli, dalam lima cara  penyesalan dapat muncul dalam diri seorang bhikkhu yang mencela dengan tidak menuruti aturan. Seseorang berkata: ‘Yang Mulia mencela pada saat yang salah, bukan pada saat yang tepat – engkau akan menyesal.  Yang Mulia mencela tentang apa yang bukan fakta, bukan tentang apa yang merupakan fakta – engkau akan menyesal. Yang Mulia mencela dengan kekasaran, bukan dengan kelembutan … dengan apa yang tidak berhubungan dengan tujuan, bukan dengan apa yang berhubungan dengan tujuan … dengan pikiran kebencian, bukan dengan pikiran cinta kasih – engkau akan menyesal.’ Upāli, dalam lima cara ini penyesalan dapat muncul dalam diri seorang bhikkhu yang mencela dengan tidak menuruti aturan. Karena alasan apakah? Agar tidak ada bhikkhu lain yang berpikir bahwa ia dapat dicela sehubungan dengan apa yang bukan fakta.” ||3||

“Tetapi. Yang Mulia, dalam berapa carakah penyesalan tidak muncul dalam diri seorang bhikkhu yang dicela dengan tidak menuruti aturan?”

“Upāḷi, dalam lima cara penyesalan tidak muncul dalam diri seorang bhikkhu yang dicela dengan tidak menuruti aturan. Seseorang berkata: ‘Yang Mulia dicela pada waktu yang salah, bukan pada waktu yang benar – engkau tidak perlu menyesal.  Yang Mulia dicela … dengan pikiran kebencian, bukan dengan pikiran cinta kasih – engkau tidak perlu menyesal.’ Upāḷi, dalam lima cara ini penyesalan tidak muncul dalam diri seorang bhikkhu yang dicela dengan tidak menuruti aturan. ||4||

“Yang Mulia, dalam berapa carakah penyesalan tidak muncul dalam diri seorang bhikkhu yang mencela dengan menuruti aturan?”

“dalam lima cara,  Upāli, penyesalan tidak muncul dalam diri seorang bhikkhu yang mencela dengan menuruti aturan. Seseorang berkata: ‘Yang Mulia mencela pada waktu yang tepat, bukan pada waktu yang salah – engkau tidak perlu menyesal. Yang Mulia mencela … bukan dengan pikiran kebencian, melainkan dengan pikiran cinta kasih – engkau tidak perlu menyesal.’ Dalam lima cara ini, Upāli, penyesalan tidak muncul dalam diri seorang bhikkhu yang mencela dengan menuruti aturan. Karena alasan apakah? Agar tidak ada bhikkhu lain yang berpikir bahwa ia dapat dicela sehubungan dengan apa yang merupakan fakta.” ||5||

“Tetapi. Yang Mulia, dalam berapa carakah penyesalan muncul dalam diri seorang bhikkhu yang dicela dengan menuruti aturan?”

“Dalam lima cara, Upāli, penyesalan muncul dalam diri seorang bhikkhu yang dicela dengan menuruti aturan. Seseorang berkata: ‘Yang Mulia dicela pada waktu yang tepat, bukan pada waktu yang salah – engkau akan menyesal. Yang Mulia dicela … bukan dengan pikiran kebencian, melainkan dengan pikiran cinta kasih – engkau akan menyesal.’ Upāli, dalam lima cara ini, penyesalan muncul dalam diri seorang bhikkhu yang dicela dengan menuruti aturan.” ||6||

“Yang Mulia, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah memunculkan berapa kondisikah ia boleh mencela bhikkhu lain?”

“Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah memunculkan lima kondisi, maka ia boleh mencela bhikkhu lain: belas kasihan, bertujuan demi kesejahteraan, simpati, menyingkirkan pelanggaran, bertujuan demi disiplin. Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah memunculkan lima kondisi [250], maka ia boleh mencela bhikkhu lain.”

“Tetapi, Yang Mulia, dalam berapa banyak objek pikirankah terdapat penyokong bagi seorang bhikkhu yang telah dicela?”

“Upāli, terdapat penyokong dalam dua objek pikiran bagi seorang bhikkhu yang telah dicela: dalam kebenaran dan dalam keadaan tanpa gangguan.”

Demikianlah bagian ke Sembilan: yaitu tentang Penangguhan Pātimokkha.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB X)
« Reply #63 on: 07 March 2012, 12:37:51 PM »
CULLAVAGGA X
Tentang Bhikkhunī


Pada suatu ketika Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, sedang menetap di antara penduduk Sakya di Kapilavatthu di vihara Banyan.  Kemudian Gotamid, Pajāpatī yang Agung, menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, baik sekali jika perempuan boleh diperbolehkan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.”

“Hati-hati, Gotami, tentang pelepasan keduniawian perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Gotamid, Pajāpati yang Agung, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, baik sekali …”

“Hati-hati, Gotami, tentang pelepasan keduniawian perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.”

Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung, karena berpikir: “Sang Bhagavā tidak memperbolehkan perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran,” berduka, bersedih, dengan wajah basah oleh air mata dan menangis, setelah berpamitan dengan Sang Bhagavā, pergi dengan Beliau di sisi kanannya. ||1||

Kemudian Sang Bhagavā setelah menetap di Kapilavatthu selama yang Beliau kehendaki, melakukan perjalanan menuju Vesālī. Secara bertahap, berjalan kaki dalam perjalanan itu, akhirnya Beliau tiba di Vesālī. Sang Bhagavā menetap di sana di Vesālī di Hutan Besar di Aula beratap segitiga. Kemudian Gotamidm Pajāpati yang Agung, setelah memotong rambutnya, setelah mengenakan jubah kuning, melakukan perjalanan menuju Vesālī bersama dengan beberapa perempuan Sakya, dan akhirnya mereka mendekati Vesālī, Hutan Besar, Aula beratap segitiga. Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung, kakinya membengkak, tubuhnya tertutup debu, dengan wajah basah oleh air mata dan menangis, berdiri di luar teras utama. [253] Yang Mulia Ānanda melihat Gotamid, Pajāpati yang Agung berdiri di luar teras utama, kakinya membengkak, tubuhnya tertutup debu, dengan wajah basah oleh air mata dan menangis; melihatnya, ia berkata kepada Gotamid, Pajāpati yang Agung sebagai berikut:

“Mengapa engkau, Gotami, berdiri … dan menangis?”

“Karena, Yang Mulia Ānanda, Sang Bhagavā tidak memperbolehkan perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.”

“Baiklah, Gotami, tunggulah  sebentar di sini,  hingga aku memohon pada Sang Bhagavā atas pelepasan keduniawian bagi perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.” ||2||

Kemudian Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, Gotamid, Pajāpati yang Agung, sedang berdiri di luar teras utama, kakinya membengkak, tubuhnya tertutup debu, dengan wajah basah oleh air mata dan menangis, dan mengatakan bahwa Sang Bhagavā tidak memperbolehkan perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran. Baik sekali, Yang Mulia, jika perempuan diperbolehkan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga … oleh Sang Penemu-kebenaran.”

“Hati-hati, Ānanda, tentang pelepasan keduniawian perempuan dari kehidupan rumah tangga … oleh Sang Penemu-kebenaran ini.” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Baik sekali, Yang Mulia, jika perempuan diperbolehkan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga … yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.”

“Hati-hati, Ānanda, tentang pelepasan keduniawian perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam `dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.” Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir:

“Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini. Bagaimana jika aku, dengan cara lain, memohon kepada Sang Bhagavā untuk memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.” Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, apakah para perempuan, setelah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini, mampu mencapai buah pencapaian-arus atau buah yang-kembali-sekali atau buah yang-tidak-kembali atau kesempurnaan?”

“Para perempuan, Ānanda, setelah meninggalkan keduniawian … mampu mencapai … kesempurnaan.”

“Jika, Yang Mulia, setelah meninggalkan keduniawian … mampu mencapai … kesempurnaan – dan, Yang Mulia, Gotamid, Pajāpati yang Agung, telah sagat banyak membantu: ia adalah bibi Sang Bhagavā, [254] ibu pengasuh, perawat, pemberi susu, karena ketika ibu Sang Bhagavā meninggal dunia ia menyusui Beliau  - baik sekali, Yang Mulia, jika para perempuan diperbolehkan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.” ||3||

“Jika, Ānanda, Gotamid, Pajāpati yang Agung, menerima delapan peraturan penting,  maka ia boleh ditahbiskan:

“Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan (bahkan) selama satu abad harus menyapa dengan hormat, bangkit dari duduknya, memberi hormat dengan merangkapkan tangan, memberikan penghormatan selayaknya kepada seorang bhikkhu bahkan yang baru ditahbiskan pada hari itu. Dan peraturan ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dimuliakan, tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

“Seorang bhikkhunī tidak boleh melewatkan musim hujan di tempat tinggal di mana tidak terdapat bhikkhu. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Setiap setengah bulan seorang bhikkhunī harus mengharapkan dua hal dari Saṅgha para bhikkhu: bertanya (sehubungan dengan tanggal) hari Uposatha, dan kedatangan untuk memberikan nasihat. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Setelah musim hujan seorang bhikkhunī harus ‘melakukan undangan’ di hadapan kedua Saṅgha sehubungan dengan tiga hal: apa yang dilihat, apa yang didengar, apa yang dicurigai. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Seorang bhikkhunī yang melanggar suatu peraturan penting, harus menjalani mānatta (disiplin) selama setengah bulan di hadapan kedua Saṅgha. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Ketika, selagi menjalani masa percobaan, ia telah berlatih dalam enam peraturan selama dua tahun, maka ia harus memohon penahbisan dari kedua Saṅgha. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Seorang bhikkhu tidak boleh dicela atau ditegur dalam cara apa pun oleh seorang bhikkhunī. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Mulai hari ini pemberian nasihat kepada para bhikkhu oleh para bhikkhunī adalah terlarang, pemberian nasihat kepada para bhikkhunī oleh para bhikkhu diperbolehkan. Dan peraturan ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dimuliakan, tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

“Jika, Ānanda, Gotamid, Pajāpati yang Agung, menerima delapan peraturan penting, maka ia boleh ditahbiskan.” ||4||

Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah menghafalkan delapan peraturan penting ini dari Sang Bhagavā, mendatangi Gotamid, Pajāpati yang Agung; setelah mendekat, ia berkata kepada Gotamid, Pajāpati yang Agung sebagai berikut:

“Jika engkau, Gotami, sudi menerima delapan peraturan penting, maka engkau boleh ditahbiskan: Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan (bahkan) selama satu abad … Mulai hari ini pemberian nasihat kepada para bhikkhu oleh para bhikkhunī adalah terlarang … tidak boleh dilanggar seumur hidupmu. Jika engkau, Gotami, sudi menerima delapan peraturan penting, maka engkau boleh ditahbiskan.”

“Seperti halnya,  Yang Mulia Ānanda, seorang perempuan atau laki-laki muda, berusia muda, dan menyukai perhiasan, setelah mencuci (badan dan) kepala(nya), [255] setelah memperoleh kalung bunga teratai atau kalung bunga melati atau kalung bunga tanaman merambat yang harum, setelah memegangnya dengan kedua tangan akan meletakkan di atas kepalanya – demikian pula aku, menghormati, Ānanda, dan menerima kedelapan peraturan penting ini dan tidak akan pernah melanggarnya seumur hidupku.” ||5||

Kemudian Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, delapan peraturan penting ini diterima Gotamid, Pajāpati yang Agung.”

“Jika, Ānanda, perempuan tidak memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran, maka pengembaraan-Brahma, Ānanda, akan bertahan lama, dhamma sejati akan bertahan selama seribu tahun. Tetapi karena, Ānanda, perempuan telah memperoleh pelepasan keduniawian … dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran, maka sekarang, Ānanda, pengembaraan-Brahma ini tidak akan bertahan lama, dhamma sejati hanya akan bertahan selama lima ratus tahun.

“Seperti halnya, Ānanda, rumah tangga yang terdiri dari banyak perempuan dan sedikit laki-laki akan dengan mudah jatuh dimangsa oleh para perampok, pencuri-pot,  demikian pula, Ānanda, dalam dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah, maka pengembaraan-Brahma itu tidak akan bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, ketika hama yang dikenal sebagai jamur putih  menyerang seluruh lahan padi hingga lahan padi tersebut tidak bertahan lama, demikian pula, Ānanda, dalam dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian … maka pengembaraan-Brahma itu tidak akan bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, ketika hama yang dikenal sebagai jamur merah  menyerang seluruh lahan tebu hingga lahan tebu tersebut tidak bertahan lama, demikian pula, Ānanda, dalam dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian … maka pengembaraan-Brahma itu tidak akan bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, seseorang,  berharap, akan membangun tanggul pada sebuah waduk agar air tidak meluap keluar, demikian pula, Ānanda, delapan peraturan penting bagi para bhikkhunī ini ditetapkan olehKu, berharap, agar tidak dilanggar seumur hidup mereka.” ||6||1||

Demikianlah Delapan Peraturan Penting bagi Para Bhikkhunī.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB X)
« Reply #64 on: 07 March 2012, 12:39:07 PM »
Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Sekarang, aturan perilaku bagaimanakah, Yang Mulia, yang harus kuturuti sehubungan dengan [250] para perempuan Sakya ini?” Kemudian Sang Bhagavā, memberikan kegembiraan, kegirangan, membangkitkan semangat, memberikan kesenangan kepada Gotamid, Pajāpati yang Agung dengan khotbah dhamma. Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung, merasa gembira … senang oleh khotbah dhamma yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā, setelah berpamitan dari Sang Bhagavā, pergi dengan Beliau tetap di sisi kanannya. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Para bhikkhu, Aku mengizinkan para bhikkhunī ditahbiskan oleh para bhikkhu.”  ||1||

Kemudian para bhikkhunī ini berkata kepada Gotamid, Pajāpati yang Agung sebagai berikut: “Nyonya ini tidak ditahbiskan, kita juga tidak ditahbiskan, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā bahwa: para bhikkhu harus ditahbiskan oleh para bhikkhu.”

Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung mendatangi Yang Mulia Ānanda; setelah mendekat, setelah menyapa Yang Mulia Ānanda, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Yang Mulia Ānanda, para bhikkhunī ini berkata kepadaku sebagai berikut: ‘Nyonya ini tidak ditahbiskan, kita juga tidak ditahbiskan, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā bahwa: para bhikkhu harus ditahbiskan oleh para bhikkhu.’”

Kemudian Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata sebagai berikut: ‘Yang Mulia Ānanda, para bhikkhunī ini berkata kepadaku sebagai berikut … para bhikkhu harus ditahbiskan oleh para bhikkhu.’”

“Ānanda, pada saat delapan peraturan penting itu diterima oleh Gotamid, Pajāpati yang Agung, itu adalah penahbisannya.” ||2||2||

Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung mendatangi Yang Mulia Ānanda; setelah mendekat, setelah menyapa Yang Mulia Ānanda, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Yang Mulia Ānanda, Aku memohon satu anugerah dari Sang Bhagavā: baik sekali, Yang Mulia, jika Sang Bhagavā memperbolehkan menyapa, bangkit dari duduk, penghormatan, dan tugas-tugas selayaknya antara para bhikkhu dan bhikkhu sesuai senioritas.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata sebagai berikut: ‘Yang Mulia Ānanda, Aku memohon satu anugerah … sesuai senioritas’.”

“Mustahil, Ānanda, [257] tidak mungkin terjadi, bahwa Sang Penemu-kebenaran memperbolehkan menyapa, bangkit dari duduk, penghormatan, dan tugas-tugas selayaknya antara para bhikkhu dan bhikkhu sesuai senioritas. Ānanda, para pengikut sekte lain, walaupun mungkin buruk dalam pengendalian, tidak akan menyapa, bangkit dari duduk, penghormatan, dan tugas-tugas selayaknya terhadap para perempuan, jadi bagaimana mungkin Sang Penemu-kebenaran memperbolehkan menyapa … tugas-tugas selayaknya antara para bhikkhu dan bhikkhu sesuai senioritas?” Kemudian Sang Bhagavā, dalam kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Para bhikkhu, kalian tidak boleh menyapa, bangkit dari duduk, penghormatan, dan tugas-tugas selayaknya terhadap para perempuan.  Siapa pun yang melakukan (salah satunya), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||3||

Kemudian Gotamid, Pajāpatī yang Agung, menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, peraturan-peraturan latihan bagi para bhikkhunī itu yang serupa dengan peraturan latihan bagi para bhikkhu,  aturan perilaku manakah, Yang Mulia, yang harus kami turuti sehubungan dengan peraturan-peraturan latihan ini?”

“peraturan-peraturan latihan bagi para bhikkhunī itu, Gotami, yang serupa dengan peraturan latihan bagi para bhikkhu, seperti halnya para bhikkhu berlatih, demikian pula kalian harus berlatih dalam peraturan-peraturan latihan itu.”

“Peraturan-peraturan latihan bagi para bhikkhunī itu yang tidak serupa dengan peraturan latihan bagi para bhikkhu,  aturan perilaku manakah, Yang Mulia, yang harus kami turuti sehubungan dengan peraturan-peraturan latihan ini?”

“Peraturan-peraturan latihan bagi para bhikkhunī itu, Gotami, yang tidak serupa dengan peraturan latihan bagi para bhikkhu, berlatihlah dalam peraturan-peraturan latihan seperti yang telah ditetapkan.” ||4||

Kemudian Gotamid, Pajāpatī yang Agung, menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, sudilah Yang Mulia mengajarkan dhamma kepadaku secara singkat sehingga aku, setelah mendengar dhamma Sang Bhagavā, dapat berdiam sendirian, terasing, bersemangat, tekun, dan teguh.”

“Kondisi-kondisi apa pun, Gotami, yang engkau ketahui: kondisi-kondisi ini mengarah pada nafsu, bukan pada tanpa-nafsu, mengarah pada belenggu bukan pada ketiadaan belenggu, mengarah pada pengumpulan (kelahiran kembali), bukan pada ketiadaan pengumpulan, mengarah pada banyak keinginan, bukan pada sedikit keinginan, mengarah pada ketidak-puasan, bukan pada kepuasan, mengarah pada pergaulan, bukan pada kesendirian, mengarah pada kelembaman, bukan pada kegigihan, [258] mengarah pada kesulitan dalam menyokong diri sendiri, bukan pada kemudahan dalam menyokong diri sendiri – maka engkau harus mengetahui dengan pasti, Gotami, bahwa ini bukanlah dhamma, ini bukanlah disiplin, ini bukanlah ajaran Sang Guru. Tetapi kondisi-kondisi apa pun, Gotami, yang engkau ketahui: kondisi-kondisi ini mengarah pada tanpa-nafsu, bukan pada nafsu … (kebalikan dari sebelumnya) … mengarah pada kemudahan dalam menyokong diri sendiri, bukan pada kesulitan dalam menyokong diri sendiri – maka engkau harus mengetahui dengan pasti, Gotami, bahwa ini adalah dhamma, ini adalah disiplin, ini adalah ajaran Sang Guru.”  ||5||

Pada waktu itu Pāṭimokkha tidak dibacakan untuk para bhikkhunī. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā.  Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, membacakan Pāṭimokkha untuk para bhikkhunī.” Kemudian para bhikkhunī berpikir: “Sekarang, oleh siapakah Pāṭimokkha dibacakan untuk para bhikkhunī?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:”Aku mengizinkan, para bhikkhu, Pātimokkha dibacakan untuk para bhikkhunī oleh para bhikkhu.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah mendatangi kediaman para bhikkhunī, membacakan Pātimokkha untuk para bhikkhunī.  Orang-orang merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka, mereka ini adalah kekasih-kekasih mereka; sekarang mereka akan melakukan kesenangan bersama-sama.” Para bhikkhu mendengar orang-orang yang … menyebarkannya. Kemudian para bhikkhu itu mengadukan hal tersebut kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, Pātimokkha tidak boleh dibacakan untuk para bhikkhunī oleh para bhikkhu. Siapa pun yang membacakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, Pātimokkha dibacakan untuk par bhikkhunī oleh para bhikkhunī.”

Para bhikkhuni tidak mengetahui bagaimana membacakan Pātimokkha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjelaskan melalui para bhikkhu, dengan mengatakan: ‘Pātimokkha harus dibacakan sebagai berikut’.” ||1||

Pada masa itu para bhikkhunī tidak mengakui  pelanggaran-pelanggaran. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, suatu pelanggaran tidak boleh diakui oleh seorang bhikkhunī. Siapa pun yang mengakuinya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” Para bhikkhunī tidak mengetahui bagaimana mengakui pelanggaran. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjelaskan kepada para bhikkhunī melalui para bhikkhu, dengan mengatakan: ‘Suatu pelanggaran harus diakui sebagai berikut’.” [259]

Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang, oleh siapakah pengakuan bhikkhunī diterima?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menerima pengakuan para bhikkhunī melalui para bhikkhu.”

Pada saat itu, para bhikkhunī, setelah (masing-masing) menjumpai seorang bhikkhu di jalan raya dan di jalan buntu dan di persimpangan jalan,  setelah (masing-masing) meletakkan mangkuknya di atas tanah, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, mengakui suatu pelanggaran. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka, mereka ini adalah kekasih-kekasih mereka; setelah melecehkan mereka sepanjang malam sekarang mereka meminta maaf.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pengakuan para bhikkhunī tidak boleh diterima oleh para bhikkhu. Aku mengizinkan, para bhikkhu, pelanggaran-pelanggaran para bhikkhunī diterima oleh para bhikkhunī.” Para bhikkhunī tidak mengetahui bagaimana mengakui pelanggaran. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: ‘Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjelaskan kepada para bhikkhunī melalui para bhikkhu, dengan mengatakan: ‘Suatu pelanggaran harus diakui sebagai berikut’.” ||2||

Pada masa itu tindakan (resmi) tidak dilakukan bagi para bhikkhunī. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, suatu tindakan (resmi) dilakukan bagi para bhikkhunī.” Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang, oleh siapakah tindakan (resmi) bagi para bhikkhunī dilakukan?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tindakan (resmi) bagi para bhikkhunī dilakukan oleh para bhikkhu.”

Pada saat itu para bhikkhunī yang mana tindakan (resmi) terhadap mereka sedang dilakukan,  setelah (masing-masing) menjumpai seorang bhikkhu di jalan raya dan di jalan buntu dan di persimpangan jalan, setelah (masing-masing) meletakkan mangkuknya di atas tanah, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, meminta maaf  dengan berpikir: “Beginilah hal ini seharusnya dilakukan.” Seperti sebelumnya  orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka, mereka ini adalah kekasih-kekasih mereka; setelah melecehkan mereka sepanjang malam sekarang mereka meminta maaf.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, suatu tidnakan (resmi) terhadap para bhikkhunī tidak boleh dilakukan oleh para bhikkhu. Siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Para bhikkhu, Aku mengizinkan para bhikkhunī melakukan tindakan (resmi) terhadap para bhikkhunī.” Para bhikkhunī tidak tahu bagaimana tindakan (resmi) dilakukan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjelaskan kepada para bhikkhunī melalui para bhikkhu, dengan mengatakan: “Suatu tindakan (resmi) harus dilakukan sebagai berikut’.” ||3||6||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA
« Reply #65 on: 07 March 2012, 12:40:42 PM »
Pada saat itu para bhikkhunī di tengah-tengah Saṅgha,  [260] berselisih, bertengkar, jatuh ke dalam perbedaan pendapat, saling melukai satu sama lain dengan senjata lidah,  tidak mampu menyelesaikan pertanyaan resmi itu. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan  kalian, para bhikkhu, untuk menyelesaikan pertanyaan resmi para bhikkhunī oleh para bhikkhu.”

Pada saat itu para bhikkhu sedang menyelesaikan suatu pertanyaan resmi bagi para bhikkhunī, tetapi ketika pertanyaan resmi itu sedang diselidiki, hal itu harus disaksikan oleh kedua belah pihak bhikkhunī yang terlibat dalam tindakan (resmi)  dan mereka yang melakukan pelanggaran.  Para bhikkhunī berkata sebagai berikut: “Baik sekali, Yang Mulia, jika para perempuan sendiri yang melakukan tindakan (resmi) bagi para bhikkhunī, jika para perempuan sendiri  yang menerima pelanggaran para bhikkhunī, tetapi telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Pertanyaan resmi para bhikkhunī harus diselesaikan oleh para bhikkhu’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah membatalkan  pelaksanaan tindakan (resmi) bhikkhunī oleh para bhikkhu, menyerahkannya kepada para bhikkhunī untuk melaksanakan tindakan (resmi) bhikkhunī oleh para bhikkhunī; setelah membatalkan (pengakuan)  terhadap pelanggaran para bhikkhuṅi oleh para bhikkhu, menyerahkan kepada para bhikkhunī untuk mengakui pelanggaran para bhikkhunī oleh para bhikkhunī.” ||7||

Pada saat itu bhikkhunī yang menjadi murid dari Bhikkhunī Uppalavaṇṇā telah mengikuti Sang Bhagavā selama tujuh tahun mempelajari disiplin, tetapi karena ia kebingungan, maka ia lupa pada yang telah ia pelajari. Bhikkhunī itu mendengar bahwa Sang Bhagavā hendak datang ke Sāvatthī. Kemudian bhikkhunī itu berpikir: “Selama tujuh tahun aku telah mengikuti Sang Bhagavā mempelajari disiplin, tetapi karena aku kebingungan, aku lupa pada apa yang telah kupelajari. Sungguh sulit bagi seorang perempuan untuk mengikuti gurunya seumur hidupnya.  Aturan perilaku manakah yang harus kuturuti?” kemudian bhikkhunī itu memberitahukan persoalan itu kepada para bhikkhunī. Para bhikkhunī mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, disiplin diajarkan kepada para bhikkhunī oleh para bhikkhu.” ||8||

Demikianlah bagian pengulangan pertama

Kemudian Sang Bhagavā setelah menetap di Vesālī selama yang Beliau kehendaki, melakukan perjalanan menuju Sāvatthī. Secara bertahap, berjalan kaki dalam perjalanan itu, akhirnya Beliau tiba di Sāvatthī. Sang Bhagavā menetap di sana di Sāvatthī di Hutan Jeta di Vihara Anāthapiṇḍika [261]. Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu memercikkan air berlumpur mengenai para bhikkhunī, dengan berpikir: “Mungkin mereka menjadi tertarik  pada kami.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhu tidak boleh memercikkan air berlumpur mengenai para bhikkhunī, siapa pun yang memercikkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menjatuhkan hukuman  pada bhikkhu tersebut.” Kemudian para bhikkhu berpikir: “Bagaimanakah hukuman itu dijatuhkan?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, bhikkhu tersebut tidak boleh disapa oleh Saṅgha para bhikkhunī.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu, setelah membuka penutup tubuh … paha … bagian-bagian pribadi mereka, memperlihatkan kepada para bhikkhunī, mereka mengganggu para bhikkhunī, mereka bergaul dengan para bhikkhunī, dengan berpikir: “Mungkin mereka menjadi tertarik pada kam.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seorang bhikkhu, setelah membuka penutup tubuh … paha … bagian-bagian pribadinya tidak boleh memperlihatkannya kepada para bhikkhunī, ia tidak boleh mengganggu para bhikkhunī, ia tidak boleh bergaul dengan para bhikkhunī. Siapa pun yang bergaul (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menjatuhkan hukuman pada bhikkhu tersebut.” Kemudian para bhikkhu berpikir: … (seperti paragraf di atas) … “Para bhikkhu, bhikkhu tersebut tidak boleh disapa oleh Saṅgha para bhikkhunī.” ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī memercikkan air berlumpur mengenai para bhikkhu … (ulangi ||1|| hingga) Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menjatuhkan hukuman  pada bhikkhu tersebut.” Kemudian para bhikkhu berpikir: “Bagaimanakah hukuman itu dijatuhkan?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menetapkan larangan.”  Ketika larangan ini dijatuhkan mereka tidak mematuhinya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menangguhkan pemberian nasihat (kepadanya ).”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī, setelah membuka penutup tubuh … dada … paha … bagian-bagian pribadi mereka, memperlihatkan kepada para bhikkhu [262] … “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menetapkan larangan.”  Ketika larangan ini dijatuhkan mereka tidak mematuhinya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menangguhkan pemberian nasihat (kepadanya).” ||2||

Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang, apakah diperbolehkan melaksanakan Uposatha bersama dengan seorang bhikkhunī yang padanya pemberian nasihat ditangguhkan, atau apakah tidak diperbolehkan?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, Uposatha tidak boleh dilaksanakan bersama dengan seorang bhikkhunī yang padanya pemberian nasihat ditangguhkan selama pertanyaan resmi itu belum diselesaikan.”

Pada saat itu Yang Mulia Upāli, setelah menangguhkan pemberian nasihat, pergi melakukan perjalanan. Para bhikkhunī merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Guru Upāli, setelah menangguhkan pemberian nasihat, pergi melakukan perjalanan?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, setelah menangguhkan pemberian nasihat, seseorang tidak boleh pergi melakukan perjalanan. Siapa pun yang pergi melakukan perjalanan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu (para bhikkhu) yang bodoh dan tidak berpengalaman menangguhkan pemberian nasihat. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pemberian nasihat tidak boleh ditangguhkan oleh (bhikkhu) yang bodoh dan tidak berpengalaman. Siapa pun yang menangguhkan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu menangguhkan pemberian nasihat secara tanpa dasar dan tanpa alasan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pemberian nasihat tidak boleh ditangguhkan secara tanpa dasar dan tanpa alasan. Siapa pun yang menangguhkan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu, para bhikkhu, setelah menangguhkan pemberian nasihat, tidak memberikan keputusan.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, setelah menangguhkan pemberian nasihat, kalian tidak boleh tidak memberikan keputusan. Siapa pun yang tidak memberikan (keputusan), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||3||

Pada saat itu para bhikkhunī tidak datang untuk menerima nasihat. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh tidak datang untuk menerima nasihat. Siapa pun yang tidak datang, maka ia akan diperlakukan menurut peraturan.

Pada saat itu keseluruhan Saṅgha para bhikkhunī datang untuk menerima nasihat. Orang-orang merendahkan, [263] mengkritik, menyebarkan, dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka, mereka ini adalah kekasih-kekasih mereka, sekarang mereka akan bersenang-senang bersama.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, keseluruhan Saṅgha para bhikkhunī tidak boleh datang untuk menerima nasihat. Jika datang demikian, maka terjadi pelanggaran perbuatan salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, empat atau lima bhikkhunī datang untuk menerima nasihat.”

Pada saat itu empat atau lima bhikkhunī datang untuk menerima nasihat. Seperti sebelumnya, orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka … sekarang mereka akan bersenang-senang bersama.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, empat atau lima bhikkhunī tidak boleh datang (bersama-sama) untuk menerima nasihat. Aku mengizinkan, para bhikkhu, dua atau tiga bhikkhunī datang (bersama-sama) untuk menerima nasihat: setelah menghadap seorang bhikkhu, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kakinya, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, mereka harus berkata kepadanya sebagai berikut: “Guru, Saṅgha para bhikkhunī bersujud di kaki Saṅgha para bhikkhu, dan memohon (waktu yang tepat) untuk datang menerima nasihat; sudilah memberitahu Saṅgha para bhikkhunī (waktu yang tepat) untuk datang menerima nasihat.’ Seorang yang membacakan Pātimokkha harus berkata: ‘Adakah bhikkhu yang telah ditunjuk sebagai pemberi nasihat untuk para bhikkhunī?’ jika ada bhikkhu yang telah ditunjuk sebagai pemberi nasihat untuk para bhikkhunī, maka si pembaca Pātimokkha harus berkata: ‘Bhikkhu ini ditunjuk sebagai pemberi nasihat untuk para bhikkhunī; silakan Saṅgha para bhikkhu datang kepadanya.’ jika tidak ada bhikkhu yang telah ditunjuk sebagai pemberi nasihat untuk para bhikkhunī, maka ia yang membacakan Pātimokkha harus berkata: ‘Bhikkhu manakah yang dapat memberikan nasihat kepada para bhikkhunī?’  jika ada seseorang yang dapat memberikan nasihat kepada para bhikkhunī dan ia memiliki delapan kualitas,  setelah berkumpul bersama, mereka harus diberitahu: ‘Bhikkhu ini telah ditunjuk sebagai pemberi nasihat bagi para bhikkhunī; silakan Saṅgha para bhikkhunī datang kepadanya.’ jika tidak ada seseorang pun yang dapat memberikan nasihat kepada para bhikkhunī, maka ia yang membacakan Pātimokkha harus berkata: ‘Tidak ada bhikkhu yang ditunjuk untuk memberikan nasihat kepada para bhikkhunī. Silakan Saṅgha para bhikkhunī berlatih dalam kerukunan’.”  ||4||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB X)
« Reply #66 on: 07 March 2012, 12:42:00 PM »
Pada saat itu para bhikkhu tidak memberikan nasihat. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, nasihat tidak boleh tidak diberikan. Siapa pun yang tidak memberikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu ada seorang bhikkhu bodoh; para bhikkhunī, setelah mendatanginya, berkata sebagai berikut: “Guru, berilah nasihat.” [264] Ia menjawab: “Tetapi aku, saudari-saudari, adalah seorang yang bodoh. Bagaimana mungkin aku dapat memberi nasihat?” “Guru, berilah nasihat, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Pemberian nasihat kepada para bhikkhunī harus dilakukan oleh para bhikkhu’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, dengan pengecualian seorang yang bodoh, untuk memberikan nasihat melalui orang lain.”

Pada saat itu seorang bhikkhu sedang sakit; para bhikkhunī, setelah mendatanginya, berkata sebagai berikut: “Guru, berilah nasihat.” “ ia menjawab: “Tetapi aku, saudari-saudari, sedang sakit. Bagaimana mungkin aku dapat memberi nasihat?” “Guru, berilah nasihat, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Dengan pengecualian seorang yang bodoh, pemberian nasihat kepada para bhikkhunī harus dilakukan melalui orang lain’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, dengan pengecualian seorang yang bodoh, dengan pengecualian seorang yang sedang sakit, untuk memberikan nasihat melalui orang lain.”

Pada saat itu seorang bhikkhu sedang melakuka perjalanan; para bhikkhunī, setelah mendatanginya, berkata sebagai berikut: “Guru, berilah nasihat.” ia menjawab: “Tetapi aku, saudari-saudari, sedang melakukan perjalanan. Bagaimana mungkin aku dapat memberi nasihat?” “Guru, berilah nasihat, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Dengan pengecualian seorang yang bodoh, dengan pengecualian seorang yang sedang sakit, pemberian nasihat kepada para bhikkhunī harus dilakukan melalui orang lain’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, dengan pengecualian seorang yang bodoh, dengan pengecualian seorang yang sedang sakit, dengan pengecualian seorang yang sedang melakukan perjalanan, untuk memberikan nasihat melalui orang lain.”

Pada saat itu seorang bhikkhu sedang berdiam di hutan; para bhikkhunī, setelah mendatanginya, berkata sebagai berikut: “Guru, berilah nasihat.” ia menjawab: “Tetapi aku, saudari-saudari, sedang berdiam di hutan. Bagaimana mungkin aku dapat memberi nasihat?” Mereka berkata: “Guru, berilah nasihat, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Dengan pengecualian seorang yang bodoh, dengan pengecualian seorang yang sedang sakit, dengan pengecualian seorang yang sedang melakukan perjalanan, pemberian nasihat kepada para bhikkhunī harus dilakukan melalui orang lain’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, Aku mengizinkan kalian, untuk memberikan nasihat melalui seorang bhikkhu yang adalah seorang penghuni hutan dan (ia) menetapkan janji pertemuan,  dengan mengatakan, ‘Aku akan melakukannya  di sini’.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah menyetujui untuk memberikan nasihat, tidak mengumumkannya.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pemberian nasihat tidak boleh tidak diumumkan. Siapa pun yang tidak mengumumkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah menyetujui untuk memberikan nasihat, tidak datang.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seseorang tidak boleh tidak datang untuk memberikan nasihat. Siapa pun yang tidak datang untuk memberikan nasihat, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī tidak pergi ke tempat pertemuan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh tidak datang ke tempat pertemuan. Siapa pun yang tidak pergi, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.” ||5||9|| [265]

Pada saat itu para bhikkhunī mengenakan sabuk pinggang panjang yang dengannya mereka membentuk lipatan-lipatan.  Orang-orang merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan berkata: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mengenakan sabuk pinggang yang panjang. Siapa pun yang mengenakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, seorang bhikkhunī (mengenakan) sabuk pinggang dengan satu kali melingkari (pinggang). Dan lipatan-lipatan tidak diboleh dibentuk dari sabuk ini. Siapa pun yang membentuknya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī membentuk lipatas-lipatan dari irisan bamboo … helai kulit … helai kain tenunan  … helai jalinan kain tenunan … rumbai kain tenunan … helai kain  … jalinan kain … kain berumbai … jalinan benang … rumbai benang. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, lipatan-lipatan dari irisan bamboo tidak boleh dibentuk oleh para bhikkhunī, juga lipatan-lipatan dari helai kulit … juga lipatan-lipatan dari rumbai benang tidak boleh dibentuk, siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||1||

Pada saat itu para bhikkhunī memijat perut mereka dengan tulang kaki sapi,  mereka memijat perut mereka dengan tulang rahang sapi,  mereka memijat lengan  mereka, mereka memijat punggung tangan mereka, mereka memijat kura-kura kaki  merekan … atas kaki mereka … paha mereka … memijat wajah mereka, memijat rahang mereka. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu,  para bhikkhunī tidak boleh memijat perut mereka dengan tulang kaki sapi, mereka tidak boleh memijat perut mereka dengan tulang rahang sapi, mereka tidak boleh memijat lengan mereka … mereka tidak boleh memijat rahang mereka. Siapa pun yang memijat (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||2||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī  melumuri wajah mereka, menggosok wajah mereka (dengan salep ), mewarnai wajah mereka dengan bubuk mandi, menggambar wajah mereka dengan pewarna merah, mewarnai tubuh mereka, mewarnai wajah mereka, mewarnai tubuh dan wajah mereka. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: [266] “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh melumuri wajah mereka … juga tidak boleh mewarnai tubuh dan wajah mereka. Siapa pun yang melakukan (hal-hal ini), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||3||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī membuat (tanda dengan salep) di sudut mata mereka,  mereka membuat tanda pengenal (di kening mereka),  mereka melihat keluar dari jendela,  mereka berdiri di bawah cahaya,  mereka menari,  mereka menyokong para perempuan penghibur,  mereka membuka kedai-minuman,  mereka membuka rumah jagal,  mereka menjual (benda-benda) di toko,  mereka terlibat dalam kegiatan membungakan uang,  mereka terlibat dalam perdagangan, mereka memiliki budak-budak,  mereka memiliki budak perempuan, mereka memperkerjakan pelayan-pelayan, mereka memperkerjakan pelayan perempuan, mereka memelihara binatang-binatang, mereka mengurus tumbuhan dan pepohonan,  mereka membawa sehelai kulit pengasah  (untuk pisau cukur). Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh membuat (tanda dengan salep) di sudut mata mereka … juga mereka tidak boleh membawa sehelai kulit pengasah (untuk pisau cukur). Siapa pun yang membawanya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||4||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna hijau tua,  mereka mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna kuning, mereka mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna merah, mereka mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna merah tua, mereka mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna hitam, mereka mengenakan jubah yang dicelup dengan warna kuning kecoklatan, mereka mengenakan jubah yang dicelup dengan warna kuning kemerahan, mereka mengenakan jubah yang pinggirannya tidak dipotong, mereka mengenakan jubah yang pinggirannya memanjang, mereka mengenakan jubah yang pinggirannya berbunga, mereka mengenakan jubah yang pinggirannya berbentuk tudung ular, To  mereka mengenakan jaket, mereka mengenakan (pakaian terbuat dari) pohon Tiriṭa. Orang-orang merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan berkata: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, jubah yang seluruhnya berwarna hijau tua tidak boleh dikenakan oleh para bhikkhunī … (pakaian terbuat dari) pohon Tiriṭa tidak boleh dikenakan. Siapa pun yang mengenakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||5||10||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA
« Reply #67 on: 07 March 2012, 12:43:26 PM »
Pada saat itu seorang bhikkhunī menjelang meninggal dunia berkata sebagai berikut: “Setelah saya meninggal dunia, biarlah barang-barangku diserahkan kepada Saṅgha.” Para bhikkhu dan para bhikkhunī yang ada di sana [267] berselisih, dengan berkata: “Barang-barang itu untuk kami,” “Barang-barang itu untuk kami.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, jika seorang bhikkhunī menjelang meninggal dunia berkata sebagai berikut: ‘Setelah saya meninggal dunia, biarlah barang-barangku diserahkan kepada Saṅgha,’ maka dalam kasus itu Saṅgha para bhikkhu bukanlah pemiliknya, tetapi barang-barang itu adalah untuk Saṅgha para bhikkhunī. Para bhikkhu, jika seorang yang masih dalam masa percobaan … jika seorang samaṇerī, menjelang meninggal dunia … maka Saṅgha para bhikkhu bukanlah pemiliknya, tetapi barang-barang itu adalah untuk Saṅgha para bhikkhunī. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu menjelang meninggal dunia berkata sebagai berikut: … maka Saṅgha para bhikkhunī bukanlah pemiliknya, tetapi barang-barang itu adalah untuk Saṅgha para bhikkhu. Para bhikkhu, jika seorang samaṇera … jika seorang umat awam laki-laki … jika seorang umat awam perempuan … jika siapa pun lainnya menjelang meninggal dunia berkata sebagai berikut: ‘Setelah saya meninggal dunia, biarlah barang-barangku diserahkan kepada Saṅgha,’ maka dalam kasus itu Saṅgha para bhikkhunī bukanlah pemiliknya, tetapi barang-barang itu adalah untuk Saṅgha para bhikkhu.”  ||11||

Pada saat itu seorang perempuan yang berasal dari suku Malla telah meninggalkan keduniawian di antara para bhikkhunī. Ia, setelah bertemu dengan seorang bhikkhu di jalan raya. Setelah menabraknya dengan bahunya, menjatuhkannya. Para bhikkhu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin seorang bhikkhunī memukul seorang bhikkhu?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seorang bhikkhunī tidak boleh memukul seorang bhikkhu. Siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.  Aku mengizinkan, para bhikkhu, seorang bhikkhunī, setelah melihat seorang bhikkhu, memberi jalan untuknya dengan berjalan di pinggir selagi (masih) di kejauhan.” ||12||

Pada saat itu seorang perempuan yang suaminya pergi dari rumah menjadi hamil oleh seorang kekasihnya.  Ia, setelah melakukan aborsi, berkata kepada seorang bhikkhunī yang dana makanannya bergantung pada keluarganya: “Marilah, nyonya, ambillah janin ini dalam mangkukmu.” Kemudian bhikkhunī itu, setelah meletakkan janin itu ke dalam mangkuknya, setelah menutupnya dengan jubah luarnya, pergi dari sana. Pada saat itu, suatu janji sedang dipenuhi oleh seorang bhikkhu yang sedang berjalan menerima dana makanan: “Aku tidak akan memakan dana makanan pertama yang kuterima sebelum mempersembahkannya kepada seorang bhikkhu atau seorang bhikkhunī.” Kemudian bhikkhu itu, setelah melihat bhikkhunī tersebut berkata sebagai berikut: “Kemarilah, saudari, terimalah dana makanan ini.”

“Tidak, guru,” ia berkata. Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya … “Tidak, guru,” ia berkata.

“Aku telah berjanji, saudari, bahwa aku tidak akan memakan dana makanan pertama yang kuterima sebelum mempersembahkannya kepada seorang bhikkhu atau seorang bhikkhunī. [268] Kemarilah, saudari, terimalah dana makanan ini.” Kemudian bhikkhunī tersebut, karena didesak oleh bhikkhu itu, setelah mengeluarkan mangkuknya, memperlihatkan kepadanya, berkata: “Lihatlah, guru, ada janin dalam mangkuk ini, tetapi jangan beritahu siapa pun.” Kemudian bhikkhu itu merendahkan, mengkritik, menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin bhikkhunī ini membawa janin dalam mangkuknya?” kemudian bhikkhu itu mengadukan hal itu kepada para bhikkhu. Para bhikkhu itu yang merasa malu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin bhikkhunī ini membawa janin dalam mangkuknya?” Kemudian para bhikkhu itu mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, janin tidak boleh dibawa di dalam mangkuk oleh seorang bhikkhunī. Siapa pun yang membawanya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, ketika seorang bhikkhunī bertemu dengan seorang bhikkhu, setelah mengeluarkan mangkuknya, memperlihatkan kepadanya.” ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī, setelah bertemu dengan seorang bhikkhu, membalikkan (mangkuk mereka),  memperlihatkan dasar mangkuk mereka. Para bhikkhu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Kelompok Enam Bhikkhunī, setelah bertemu dengan seorang bhikkhu, membalikkan (mangkuk mereka), memperlihatkan dasar mangkuk mereka?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī setelah bertemu dengan seorang bhikkhu, tidak boleh memperlihatkan dasar mangkuk (kepadanya) setelah membalikkannya. Aku mengizinkan, para bhikkhu, seorang bhikkhunī yang bertemu dengan seorang bhikkhu untuk memperlihatkan mangkuknya (kepadanya), setelah menegakkannya, dan makanan apa pun yang ada di dalam mangkuk harus dipersembahkan kepada bhikkhu itu.” ||2||13||

Pada saat itu sebuah organ intim laki-laki dibuang di jalan raya di Sāvatthī,  dan para bhikkhunī melihatnya.  Orang-orang heboh dan para bhikkhunī itu menjadi malu. Kemudian para bhikkhunī itu, setelah kembali ke vihara, memberitahukan hal itu kepada para bhikkhunī. Para bhikkhunī yang merasa malu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhunī ini melihat organ intim laki-laki?” Kemudian para bhikkhunī itu mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh melihat organ intim laki-laki. Siapa pun yang melihatnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||14||

Pada saat itu orang-orang memberikan makanan kepada para bhikkhu, para bhikkhu memberikannya kepada para bhikkhunī. Orang-orang  … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para mulia ini [269] memberikan kepada orang lain apa yang diberikan kepada mereka untuk mereka makan? Hal ini seolah-olah kami tidak mengetahui bagaimana memberikan persembahan.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh memberikan kepada orang lain apa yang diberikan kepada kalian untuk kalian makan. Siapa pun yang memberikannya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu makanan untuk para bhikkhu (sangat) berlimpah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memberikannya kepada Saṅgha.” Terdapat bahkan lebih berlimpah lagi. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk mendanakan apa yang menjadi milik pribadi-pribadi.”

Pada saat itu makanan untuk para bhikkhu yang tersimpan  (sangat) berlimpah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memanfaatkan makanan yang tersimpan untuk para bhikkhu, para bhikkhu mempersembahkannya kepada para bhikkhunī.

Hal yang sama diulangi tetapi dengan menggantikan bhikkhu menjadi bhikkhunī dan sebaliknya. ||2||15||

Pada saat itu perlengkapan tempat tinggal untuk para bhikkhu (sangat) berlimpah; para bhikkhunī tidak memiliki apa pun.  Para bhikkhunī mengirimkan utusan kepada para bhikkhu, dengan mengatakan: “Sudilah, Yang Mulia, para guru meminjamkan perlengkapan tempat tinggal untuk sementara.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, meminjamkan perlengkapan tempat tinggal kepada para bhikkhunī untuk sementara.” ||1||

Pada saat itu seorang bhikkhunī yang sedang mengalami menstruasi duduk dan berbaring di atas dipan berisi dan kursi berisi;  perlengkapan tempat tinggal itu menjadi kotor oleh darah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh duduk atau berbaring di atas dipan berisi atau kursi berisi. Siapa pun yang duduk (demikian) atau berbaring (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, sehelai jubah rumah tangga.”  Jubah rumah tangga itu kotor oleh darah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah peniti dan kain kecil.”  Kain kecil itu jatuh.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, setelah mengikatnya dengan benang, kemudian mengikatkannya di paha.” Benang itu putus. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, sehelai kain perut, seutas tali pinggang.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī mengenakan seutas tali pinggang sepanjang waktu. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mengenakan seutas tali pinggang sepanjang waktu. Siapa pun yang melakukan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, seutas tali pinggang ketika mereka mengalami menstruasi.” ||2||16||

Demikianlah Bagian Pengulangan Ke dua

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB X)
« Reply #68 on: 07 March 2012, 12:44:30 PM »
Pada saat itu para perempuan yang ditahbiskan terlihat tanpa karakteristik seksual dan terlihat tidak sempurna dalam hal jenis kelamin dan tanpa emosi dan dengan darah tidak mengalir dan perempuan yang selalu berpakaian dan tangkas dan berpenampilan dan kasim-perempuan menyerupai laki-laki dan mereka yang jenis kelaminnya tidak jelas dan mereka yang adalah hermafrodit.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menanyai seorang perempuan yang sedang ditahbiskankan tentang dua puluh empat hal yang menjadi penghalang. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia harus ditanya: ‘Engkau bukan tanpa karakteristik seksual? … Engkau bukan hermafrodit? Apakah engkau memiliki penyakit sebagai berikut:  lepra, bisul, eksem, penyakit paru-paru, epilepsi? Apakah engkau manusia? Apakah engkau perempuan? Apakah engkau adalah seorang perempuan yang bebas? Apakah engkau tidak memiliki hutang? Apakah engkau adalah petugas kerajaan? Apakah engkau memperoleh izin dari ibu dan ayahmu, dari suamimu?  Apakah engkau telah berusia dua puluh tahun?  Apakah engkau memiliki mangkuk dan jubah? Siapakah namamu? Siapakah nama perempuan yang mengusulkanmu?’”  ||1||

Pada saat itu para bhikkhu menanyai para bhikkhunī tentang hal-hal yang merupakan penghalang. Mereka yang menginginkan penahbisan terdiam, mereka kebingungan, mereka tidak mampu menjawab. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, penahbisan dalam Saṅgha para bhikkhu setelah ia ditahbiskan pada satu sisi, dan telah mengklarifikasi dieinya (sehubungan dengan penghalang-penghalang) di dalam Saṅgha para bhikkhunī.”

Pada saat itu  para bhikkhunī yang menginginkan penahbisan, tetapi mereka tidak menguasai tentang hal-hal yang menjadi penghalang. Mereka yang menginginkan penahbisan [271] terdiam, mereka kebingungan, mereka tidak mampu menjawab. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah diberitahu terlebih dulu, baru kemudian ditanyai tentang hal-hal yang menjadi penghalang.”

Mereka mengajarinya di tengah-tengah Saṅgha. Seperti sebelumnya, mereka yang menginginkan penahbisan terdiam, mereka kebingungan, mereka tidak mampu menjawab. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah diberitahu terlebih dulu, kemudian ditanyai tentang hal-hal yang menjadi penghalang di tengah-tengah Saṅgha. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia diajari: Pertama-tama, ia harus dipersilakan untuk memilih seorang penahbis perempuan;  setelah mempersilakannya memilih seorang penahbis perempuan, mangkuk dan jubah harus ditunjukkan kepadanya (dengan kata-kata): ‘Ini adalah mangkuk untukmu, ini adalah jubah luar, ini adalah jubah atas, ini adalah jubah dalam, ini adalah rompi,  ini adalah jubah-mandi;  pergi dan berdirilah di tempat itu’.” ||2||

(Para bhikkhunī) yang bodoh dan tidak berpengalaman mengajari mereka. Mereka yang menginginkan penahbisan, tetapi tidak diajari, terdiam, mereka kebingungan, mereka tidak mampu menjawab. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, mereka tidak boleh diajari oleh (bhikkhunī) yang bodoh dan tidak berpengalaman. Siapa pun yang mengajari mereka (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, diajari oleh (bhikkhunī) yang kompeten dan berpengalaman.” ||3||

Mereka yang tidak ditunjuk memberikan pengajaran. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, mereka tidak boleh diajari oleh ia yang tidak ditunjuk. Siapa pun (demikian) yang mengajarkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, mengajarkan melalui ia yang ditunjuk. Dan seperti inilah, para bhikkhu, seseorang ditunjuk: ia harus menunjuk dirinya sendiri, atau orang lain ditunjuk oleh orang lain. Dan bagaimanakah seseorang ditunjuk oleh dirinya sendiri? Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang itu menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, saya dapat mengajarinya.’ Demikianlah seseorang menunjuk dirinya sendiri. Dan bagaimanakah orang lain menunjuk orang lain? Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang itu menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, nyonya ini dapat mengajarinya.’ Demikianlah orang lain menunjuk orang lain. ||4||

“Bhikkhunī yang ditunjuk, setelah mendatangi ia yang menginginkan penahbisan, harus berkata kepadanya sebagai berikut: ‘Dengarkanlah. Ini adalah waktunya bagimu untuk (berkata) jujur, waktunya untuk mengatakan yang sebenarnya. Ketika aku bertanya kepadamu di tengah-tengah Saṅgha tentang suatu hal, engkau harus menjawab: ‘Benar,’ jika benar; engkau harus menjawab: ‘Bukan,’ jika bukan. Jangan diam, jangan bingung. Aku akan bertanya kepadamu sebagai berikut: ‘Engkau bukan tanpa karakteristik seksual? … Siapakah nama perempuan [272] yang mengusulkanmu?’”

“Mereka datang bersama-sama. Mereka tidak boleh datang bersama-sama. Sang pengajar setelah datang terlebih dulu, Saṅgha harus diberitahu (olehnya): ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Ia menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Ia telah kuajari. Jika baik menurut Saṅgha, izinkanlah ia datang.; ia harus diberitahu: ‘Ia boleh datang.’ Setelah merapikan jubah atasnya di bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhunī, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan. Ia harus memohon penahbisan, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, saya memohon penahbisan. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendidikku demi belas kasihan.’ Dan untuk ke dua kalinya, Nyonya-nyonya … Dan untuk ke tiga kalinya, Nyonya-nyonya, saya memohon penahbisan. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendidikku demi belas kasihan.’ ||5||

“Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, saya dapat menanyai orang ini sehubungan dengan hal-hal yang menjadi penghalang. ‘Dengarkanlah. Ini adalah waktunya bagimu untuk (berkata) jujur, waktunya untuk mengatakan yang sebenarnya. Ketika aku bertanya kepadamu di tengah-tengah Saṅgha tentang suatu hal, engkau harus menjawab: ‘Benar,’ jika benar; engkau harus menjawab: ‘Bukan,’ jika bukan. Jangan diam, jangan bingung. Aku akan bertanya kepadamu sebagai berikut: ‘Engkau bukan tanpa karakteristik seksual? … Siapakah nama perempuan yang mengusulkanmu?’ ||6||

“Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Ia murni sehubungan dengan hal-hal yang menjadi penghalang, ia memiliki mangkuk dan jubah. Ia memohon penahbisan dari Saṅgha melalui perempuan pengusul, nyonya bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menahbiskan orang ini melalui perempuan pengusul, nyonya bernama itu. Ini adalah usul. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Saṅgha menahbiskan orang ini melalui perempuan pengusul, nyonya bernama itu. Jika penahbisan orang ini melalui perempuan pengusul, nyonya bernama itu, sesuai dengan kehendak Nyonya-nyonya, maka Nyonya-nyonya cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silakan berbicara. Untuk ke dua kalinya saya menyampaikan hal ini … Dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan hal ini. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini … silakan berbicara. Orang ini ditahbiskan oleh Saṅgha melalui perempuan pengusul, Nyonya bernama itu. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||7||

“Dengan membawanya, setelah mendatangi Saṅgha para bhikkhu, setelah menyuruhnya merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, ia harus disuruh untuk memohon penahbisan, dengan mengatakan: ‘Saya, nyonya bernama ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu, [273] saya telah ditahbiskan di satu pihak dalam Saṅgha para bhikkhunī. Saya murni (sehubungan dengan penghalang-penghalang).  Yang Mulia, saya memohon penahbisan dari Saṅgha. Yang Mulia, sudilah Saṅgha mendidik saya demi belas kasihan. Saya, nyonya bernama ini … murni (sehubungan dengan penghalang-penghalang). Dan untuk ke dua kalinya … Saya, nyonya bernama ini … murni (sehubungan dengan penghalang-penghalang). Dan untuk ke tiga kalinya, Yang Mulia, saya memohon penahbisan dari Saṅgha. Yang Mulia, sudilah Saṅgha mendidik saya demi belas kasihan.’ Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang bernama ini, menginginkan penahbisan melalui orang bernama itu. Ia telah ditahbiskan di satu pihak dalam Saṅgha para bhikkhunī, ia murni (sehubungan dengan penghalang-penghalang). Orang ini memohon penahbisan dari Saṅgha melalui perempuan pengusul bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menahbiskan orang ini melalui perempuan pengusul bernama itu. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang bernama ini, menginginkan penahbisan … melalui perempuan pengusul bernama itu. Jika penahbisan orang ini melalui perempuan pengusul bernama itu adalah sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, mereka yang tidak menghendaki silakan berbicara. Untuk ke dua kalinya saya menyampaikan hal ini … Dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan hal ini: Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya … silakan berbicara. Orang ini ditahbiskan oleh Saṅgha melalui perempuan pengusul bernama itu. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Naungan harus diukur segera. Lamanya musim harus dijelaskan, bagian-bagian hari harus dijelaskan, formula harus dijelaskan, para bhikkhunī harus diberitahu: “Jelaskanlah ketiga tempat tinggal  padanya dan delapan hal yang tidak boleh dilakukan.”  ||8||17||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB X)
« Reply #69 on: 07 March 2012, 12:45:49 PM »
Pada saat itu para bhikkhunī ragu-ragu sehubungan dengan tempat duduk di ruang makan sehingga membuang-buang waktu.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, delapan bhikkhunī (duduk) menurut urutan senioritas, yang lainnya menurut urutan kedatangan.” Pada saat itu para bhikkhunī berpikir: “Sang Bhagavā mengizinkan delapan bhikkhunī (duduk) menurut urutan senioritas, yang lainnya menurut urutan kedatangan,” di mana-mana disediakan  (tempat duduk) hanya untuk delapan bhikkhunī menurut urutan senioritas, untuk yang lainnya menurut urutan kedatangan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, (tempat duduk) di dalam ruang makan untuk delapan bhikkhunī menurut urutan senioritas, untuk yang lainnya menurut urutan kedatangan; tidak boleh ada di tempat lain (tempat duduk) yang dipesan menurut urutan senioritas. Siapa pun yang memesan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||18|| [274]


Pada saat itu para bhikkhunī tidak mengundang.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh tidak mengundang. Siapa pun yang tidak mengundang akan diperlakukan menurut aturan.”  Pada saat itu para bhikkhunī, setelah mengundang di antara mereka, tidak mengundang Saṅgha para bhikkhu. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī, setelah mengundang di antara mereka, tidak boleh tidak mengundang Saṅgha para bhikkhu. Siapa pun yang tidak mengundang (demikian) akan diperlakukan menurut aturan.”

Pada saat itu para bhikkhunī, (hanya) mengundang di satu pihak (Saṅgha) bersama dengan para bhikkhu, membuat kegaduhan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh (hanya) mengundang di satu pihak (Saṅgha) bersama dengan para bhikkhu. Siapa pun yang mengundang (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī, mengundang sebelum waktu makan, melewatkan waktu (yang tepat).  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, untuk mengundang setelah makan.” Mengundang setelah makan, mereka tiba pada waktu yang salah.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah mengundang (di antara mereka) pada satu hari, kemudian mengundang Saṅgha para bhikkhu pada keesokan harinya.” ||1||

Pada saat itu keseluruhan Saṅgha para bhikkhunī, ketika mengundang, menimbulkan keributan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, menunjuk seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia harus ditunjuk: Pertama-tama, seorang bhikkhunī harus diminta; setelah memintanya, Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: “Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menunjuk bhikkhunī bernama ini untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī. Ini adalah usul. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Saṅgha menunjuk bhikkhunī bernama ini untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī. Jika penunjukan bhikkhunī bernama ini untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī sesuai dengan kehendak nyonya-nyonya, maka nyonya-nyonya cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silakan berbicara. Bhikkhunī bernama ini ditunjuk oleh Saṅgha untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||2||

“Bhikkhunī itu yang telah ditunjuk, dengan membawa Saṅgha para bhikkhunī (bersamanya), setelah mendatangi Saṅgha para bhikkhu, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, harus berkata sebagai berikut: [275] ‘Saṅgha para bhikkhunī, para Guru, mengundang Saṅgha para bhikkhu sehubungan dengan apa yang dilihat, didengar, atau dicurigai. Para Guru, sudilah Saṅgha para bhikkhu berbicara kepada Saṅgha para bhikkhunī demi belas kasihan dan mereka, dengan melihat (pelanggaran itu), akan memperbaiki. Dan untuk ke dua kalinya, Para Guru … Dan untuk ke tiga kalinya, Para Guru, Saṅgha para bhikkhunī mengundang Saṅgha para bhikkhu … akan memperbaiki;.”  ||3||19||

Pada saat itu para bhikkhunī menangguhkan Uposatha bagi para bhikkhu, mereka menangguhkan Undangan, mereka memberikan perintah, mereka menegakkan kekuasaan,  mereka meminta izin untuk pergi, mereka mengecam, mereka menyuruh untuk mengingat.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, Uposatha seorang bhikkhu tidak boleh ditangguhkan oleh seorang bhikkhunī: bahkan jika ditangguhkan, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) tertangguhkan, dan baginya yang menangguhkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Undangan tidak boleh ditangguhkan: bahkan jika ditangguhkan, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) tertangguhkan, dan baginya yang menangguhkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Perintah tidak boleh diberikan: bahkan jika diberikan, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) diberikan, dan baginya yang memberikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Kekuasaan tidak boleh ditegakkan: bahkan jika ditegakkan, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) ditegakkan, dan baginya yang menegakkannya, maka 8ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Izin pergi tidak boleh diminta: bahkan jika diminta, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) diminta, dan baginya yang meminta, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Ia tidak boleh mengecam: seorang yang dikecam tidak (sungguh-sungguh) dikecam dan baginya yang mengecam, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Ia tidak boleh menyuruh untuk mengingat: seorang yang disuruh untuk mengingat tidak (sungguh-sungguh) disuruh untuk mengingat, dan baginya yang menyuruh untuk mengingat, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu menangguhkan Uposatha bagi para bhikkhunī … (seperti di atas) … mereka menyuruh untuk mengingat. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, Aku mengizinkan kalian menangguhkan Uposatha seorang bhikkhunī melalui seorang bhikkhu: dan jika ditangguhkan, maka hal itu ditangguhkan dengan benar, dan tidak ada pelanggaran baginya yang menangguhkannya … menyuruh untuk mengingat: dan jika ia disuruh mengingat, maka ia dengan benar disuruh untuk mengingat, dan tidak ada pelanggaran baginya yang menyuruh untuk mengingat.” ||20||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī mengendarai kendaraan,  baik kereta yang ditarik oleh seekor sapi jantan di tengah yang dipasangkan dengan sapi-sapi betina, maupun kereta yang ditarik oleh seekor sapi betina di tengah yang dipasangkan dengan sapi-sapi jantan. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Seperti pada festival Gangga dan Mahī.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seorang bhikkhunī tidak boleh mengendarai kendaraan. Siapa pun yang mengendarainya, maka ia akan diperlakukan menurut aturan.”

Pada saat itu seorang bhikkhunī jatuh sakit; ia tidak mampu berjalan kaki. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, kendaraan bagi (seorang bhikkhunī) yang sedang sakit.” Kemudian para bhikkhunī berpikir: “(Apakah kendaraan itu) harus ditarik oleh sapi betina atau ditarik oleh sapi jantan?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kereta tangan yang ditarik oleh seekor sapi betina, ditarik oleh seekor sapi jantan.”

Pada saat itu seorang bhikkhunī merasa sangat tidak nyaman karena guncangan kereta. [276] Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah tandu, sebuah joli.”  ||21||

Pada saat itu perempuan penghibur Aḍḍhakāsī  telah meninggalkan keduniawian di antara para bhikkhunī. Ia sangat ingin pergi ke Sāvatthī, dengan berpikir, “Aku akan ditahbiskan di hadapan Sang Bhagavā.” Orang-orang buangan mendengar bahwa perempuan penghibur Aḍḍhakāsī sangat ingin pergi ke Sāvatthī dan mereka mengepung jalan. Tetapi perempuan penghibur Aḍḍhakāsī mendengar bahwa orang-orang buangan mengepung jalan dan ia mengirim utusan kepada Sang Bhagavā dengan mengatakan: “Bahkan  aku sangat menginginkan penahbisan. Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti?” kemudian Sang Bhagavā dalam kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menahbiskan bahkan melalui seorang utusan.”  ||1||

Mereka menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang bhikkhu. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang bhikkhu. Siapa pun yang menahbiskan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” Mereka menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang yang sedang dalam masa percobaan … seorang samaṇera … seorang samaṇerī … melalui seorang utusan yang adalah seorang (perempuan) yang bodoh dan tidak berpengalaman. ”Para bhikkhu, kalian tidak boleh menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang  (perempuan) yang bodoh dan tidak berpengalaman. Siapa pun yang menahbiskan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten. ||2||

“Bhikkhunī itu yang adalah si utusan, setelah menghadap Saṅgha, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, ia harus mengatakan sebagai berikut: ‘Nyonya bernama ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu, ia telah ditahbiskan di satu pihak, dalam Saṅgha para bhikkhunī dan ia murni;  ia tidak datang hanya karena suatu bahaya. Nyonya bernama ini memohon penahbisan dari Saṅgha; sudilah Saṅgha demi belas kasihan  mendidik nyonya ini. Nyonya bernama ini … tidak datang karena suatu bahaya. Dan untuk ke dua kalinya nyonya bernama ini memohon penahbisan dari Saṅgha … mendidik nyonya ini. Nyonya bernama ini menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Ia telah ditahbiskan di satu pihak, dalam Saṅgha para bhikkhunī dan ia murni; ia tidak datang hanya karena suatu bahaya. Dan untuk ke tiga kalinya nyonya bernama ini memohon penahbisan dari Saṅgha; sudilah Saṅgha demi belas kasihan mendidik nyonya ini.’ Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang bernama ini, menginginkan penahbisan melalui orang bernama itu. Ia telah ditahbiskan di satu pihak dalam Saṅgha para bhikkhunī dan ia murni; ia tidak datang karena suatu bahaya. Orang ini memohon penahbisan dari Saṅgha melalui perempuan pengusul bernama itu. Ini adalah usul. [277] Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang bernama ini, menginginkan penahbisan … melalui perempuan orang bernama itu … Orang ini memohon penahbisan dari Saṅgha melalui perempuan pengusul bernama itu. Saṅgha menahbiskan orang ini melalui perempuan pengusul bernama itu. Jika penahbisan orang ini melalui perempuan pengusul bernama itu adalah sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, mereka yang tidak menghendaki silakan berbicara. Untuk ke dua kalinya saya menyampaikan hal ini … Dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan hal ini: Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya … mereka yang tidak menghendaki silakan berbicara. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’. Naungan harus diukur segera.  Lamanya musim harus dijelaskan, bagian-bagian hari harus dijelaskan, formula harus dijelaskan, para bhikkhunī harus diberitahu: “Jelaskanlah ketiga tempat tinggal padanya dan delapan hal yang tidak boleh dilakukan.” ||3||22||

Pada saat itu para bhikkhunī menetap di sebuah hutan; orang-orang buangan menggoda mereka. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh menetap di hutan. Siapa pun yang menetap (di hutan), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”  ||23||

Pada saat itu sebuah gudang  diberikan kepada Saṅgha para bhikkhunī oleh seorang umat awam. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah gudang.” Gudang itu tidak cukup.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah tempat tinggal.”  Tempat tinggal itu tidak cukup. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah bangunan untuk bekerja.”  Bangunan untuk bekerja itu tidak cukup. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membangun bahkan apa yang menjadi miliki seseorang.”  ||24||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB X)
« Reply #70 on: 07 March 2012, 12:48:47 PM »
Pada saat itu seorang perempuan telah meninggalkan keduniawian di antara para bhikkhunī ketika ia sedang hamil, dan setelah ia meninggalkan keduniawian, ia melahirkan seorang anak.  Kemudian bhikkhunī itu berpikir: “Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti sehubungan dengan anak laki-laki ini?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkannya, para bhikkhu, untuk mengasuhnya hingga ia mencapai usia yang matang.”  Kemudian bhikkhunī itu berpikir: “Tidaklah mungkin bagiku untuk hidup sendiri,  juga tidaklah mungkin bagi bhikkhunī lain untuk tinggal bersama anak laki-laki ini. Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah menunjuk seorang bhikkhunī, [278] menyerahkannya kepada bhikkhunī itu sebagai pendamping.  Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia harus ditunjuk: Pertama-tama, bhikkhunī itu harus diminta; setelah memintanya, Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menunjuk bhikkhunī bernama ini sebagai pendamping bagi bhikkhunī bernama itu. Ini adalah usul. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Saṅgha menunjuk bhikkhunī bernama ini sebagai pendamping bagi bhikkhunī bernama itu. Jika penunjukkan bhikkhunī bernama ini sebagai pendamping bagi bhikkhunī bernama itu adalah sesuai dengan kehendak nyonya-nyonya, maka nyonya-nyonya cukup berdiam diri, mereka yang tidak menghendaki silakan berbicara. Bhikkhunī bernama ini ditunjuk menjadi pendamping bagi bhikkhunī bernama itu. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||1||

Kemudian bhikkhunī yang menjadi pendamping itu berpikir: “Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti sehubungan dengan anak laki-laki ini?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, untuk berperilaku terhadap anak laki-laki itu persis seperti mereka berperilaku terhadap laki-laki lain, kecuali tidur di bawah atap yang sama.”  ||2||

Pada saat itu seorang bhikkhunī yang telah jatuh dalam pelanggaran atas suatu peraturan penting, sedang menjalani mānatta.  Kemudian bhikkhunī itu berpikir: “Tidaklah mungkin bagiku untuk hidup sendiri, juga tidaklah mungkin bagi bhikkhunī lain untuk tinggal bersamaku. Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah menunjuk seorang bhikkhunī, menyerahkannya kepada bhikkhunī itu sebagai pendamping. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia harus ditunjuk … (seperti pada ||1||) … Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||3||25||

Pada saat itu seorang bhikkhunī, setelah mengingkari latihan,  meninggalkan Saṅgha;  setelah kembali lagi ia memohon penahbisan dari para bhikkhunī. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, tidak ada pengingkaran latihan oleh seorang bhikkhunī, tetapi sejauh ia adalah seorang yang telah meninggalkan Saṅgha,  akibatnya ia bukan lagi seorang bhikkhunī. ||1||

Pada saat itu seorang bhikkhunī, dengan mengenakan jubah kuning, pergi bergabung dengan sekte lain;  setelah kembali lagi ia memohon penahbisan dari para bhikkhunī. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, bhikkhunī mana pun juga, dengan mengenakan jubah kuning, pergi bergabung dengan sekte lain, ketika kembali lagi, tidak perlu ditahbiskan.”  ||2||26||

Pada saat itu para bhikkhunī [279] karena berhati-hati, tidak menerima sapaan orang-orang, tidak menerima sapaan oleh orang-orang, tidak menerima komentar sehubungan dengan potongan rambut (mereka), sehubungan dengan potongan kuku (mereka), sehubungan dengan mereka merawat luka. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, untuk menerima (perbuatan-perbuatan) ini.”  ||1||

Pada saat itu para bhikkhunī sedang duduk bersila,  menerima sentuhan tumit-tumit.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh duduk bersila. Siapa pun yang duduk (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu seorang bhikkhunī sedang sakit. Ia merasa tidak nyaman jika tidak duduk bersila. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, (posisi) setengah bersila  untuk perempuan.” ||2||

Pada saat itu para bhikkhunī buang air di kakus; Kelompok Enam Bhikkhunī melakukan aborsi di sana. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh buang air di kakus. Siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, buang air di tempat di mana bagian bawahnya terbuka, dan tertutup di bagian atas.”  ||3||

Pada saat itu para bhikkhunī mandi dengan menggunakan bubuk mandi. Orang-orang merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan mengatakan: seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhkkhunī tidak boleh mandi dengan menggunakan bubuk mandi. Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, menggunakan serbuk merah dari padi dan tanah liat.”

Pada saat itu para bhikkhunī dengan menggunakan tanah liat harum. Orang-orang … menyebarkan, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhkkhunī tidak boleh mandi dengan menggunakan tanah liat harum.  Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, tanah liat biasa”

Pada saat itu para bhikkhunī mandi di kamar mandi, membuat kegaduhan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi di kamar mandi. Siapa pun yang mandi (di kamar mandi), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī mandi melawan arus menerima sentuhan arus.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi melawan arus. Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī mandi bukan di suatu dangkalan; orang-orang buangan menggoda mereka. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi bukan di sebuah dangkalan. Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī mandi di suatu dangkalan untuk laki-laki. Orang-orang … menyebarkan, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” [280] Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi di suatu dangkalan untuk laki-laki. Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, untuk mandi di sebuah dangkalan untuk perempuan.”  ||4||27||

Demikianlah Bagian Pengulangan Ke tiga

Demikianlah Bagian ke Sepuluh: Tentang Bhikkhunī

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB XI)
« Reply #71 on: 07 March 2012, 12:56:45 PM »
CULLAVAGGA XI
Tentang Lima Ratus


Kemudian  Yang Mulia Kassapa yang Agung berkata kepada para bhikkhu: “Suatu ketika, Yang Mulia, saya sedang melakukan perjalanan di sepanjang jalan raya dari Pāvā menuju Kusināra bersama dengan sejumlah besar para bhikkhu, dengan sedikitnya lima ratus bhikkhu.  Kemudian saya, Yang Mulia, menepi dari jalan itu, duduk di bawah sebatang pohon. Pada saat itu seorang petapa telanjang, setelah mengambil sekuntum bunga pohon Koral  di Kusināra, sedang melakukan perjalanan menuju Pāvā. Kemudian Saya, Yang Mulia, melihat kedatangan Petapa Telanjang itu dari kejauhan, dan setelah melihatnya saya berkata kepadanya sebagai berikut: ‘Apakah engkau, Yang Mulia, mengetahui tentang Guru kami?’ ia berkata: ‘Ya, aku tahu, Yang Mulia, Petapa Gotama mencapai Nibbāna seminggu yang lalu. Karena itu saya mengambil bunga pohon Koral ini.’

“Yang Mulia, di antara para bhikkhu itu yang belum terbebas dari nafsu, beberapa menjulurkan lengan mereka, meratap, jatuh menyakiti diri mereka sendiri, mereka berguling ke belakang dan ke depan, sambil mengatakan: ‘Terlalu cepat Sang Bhagavā mencapai nibbāna, terlalu cepat Sang Pengembara Sempurna mencapai nibbāna, terlalu cepat Sang Mata Dunia lenyap.’ Tetapi para bhikkhu yang telah terbebas dari nafsu, mereka ini, dengan penuh perhatian, dengan waspada, menahan (kesedihan mereka), dengan mengatakan: ‘Segala yang terbentuk adalah tidak kekal – Apakah yang mungkin di sini karena hal ini?’

“Kemudian saya, Yang Mulia, berkata kepada para bhikkhu itu sebagai berikut: ‘Cukup, Yang Mulia, jangan bersedih, jangan meratap, karena bukankah telah dijelaskan oleh Sang Bhagavā: ‘Segala sesuatu yang disenangi dan disayangi, maka ada perubahan, perpisahan, menjadi sebaliknya. Apakah yang mungkin di sini, Yang Mulia, karena hal ini: bahwa apa pun yang terlahir, telah menjadi, tersusun, tunduk pada pelenyapan? Sesungguhnya, berpikir: ‘Semoga ini tidak lenyap – situasi demikian tidak mungkin ada.’

“Kemudian pada saat itu, Yang Mulia,  seseorang bernama Subhadda, yang meninggalkan keduniawian pada usia tua, sedang duduk dalam kumpulan itu. Kemudian, Yang Mulia, Subhadda yang meninggalkan keduniawian pada usia tua berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Cukup, Yang Mulia, jangan bersedih, jangan meratap, kita sekarang terbebas dari Petapa [284] Agung ini. Beliau khawatir ketika mengatakan: “Ini boleh kalian lakukan, ini tidak boleh kalian lakukan.” Tetapi kita sekarang dapat melakukan apa yang ingin kita lakukan dan kita tidak perlu melakukan apa yang tidak ingin kita lakukan.’

“Marilah, Yang Mulia, kita mengulangi dhamma dan disiplin sebelum apa yang bukan dhamma bersinar dan dhamma tersembunyi, sebelum apa yang bukan disiplin bersinar dan disiplin tersembunyi, sebelum mereka yang mangatakan apa yang bukan-dhamma menjadi kuat dan mereka yang mengatakan dhamma menjadi lemah, sebelum mereka yang mangatakan apa yang bukan-disiplin menjadi kuat dan mereka yang mengatakan disiplin menjadi lemah.”  ||1||

“Baiklah, Yang Mulia, sekarang sesepuh memilih para bhikkhu.” Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung memilih lima ratus yang sempurna, kurang satu. Para bhikkhu berkata kepada Yang Mulia Kassapa yang Agung sebagai berikut:

“Yang Mulia, Ānanda ini, walaupun masih menjadi seorang yang dalam tahap berlatih, tidak mungkin menjadi seorang yang mengikuti jalan yang salah melalui nafsu, kemarahan, kebodohan, ketakutan; dan ia telah menguasai banyak dhamma dan disiplin di bawah Sang Bhagavā. Sekarang, Yang Mulia, sudilah sesepuh memilih Yang Mulia Ānanda juga.” Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung memilih Yang Mulia Ānanda juga. ||2||

Kemudian para bhikkhu sesepuh berpikir:  “Sekarang, di manakah kita akan membacakan dhamma dan disiplin?” Kemudian para bhikkhu sesepuh berpikir: “Terdapat sumber dana makanan dan tempat tinggal yang berlimpah di Rājagaha. Bagaimana jika kami, melewatkan musim hujan di Rājagaha, dan membacakan dhamma dan disiplin (di sana), dan tidak ada bhikkhu lain yang mendatangi Rājagaha untuk melewatkan musim hujan.”  ||3||

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung memberitahukan kepada Saṅgha, dengan mengatakan: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menyetujui penunjukan kelima ratus bhikkhu ini untuk membacakan dhamma dan disiplin selagi mereka menjalani masa musim hujan di Rājagaha, dan bahwa masa musim hujan di Rājagaha tidak boleh dijalani oleh para bhikkhu lainnya. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Saṅgha menyetujui penunjukan kelima ratus bhikkhu ini untuk membacakan dhamma dan disiplin selagi mereka menjalani masa musim hujan di Rājagaha, dan bahwa masa musim hujan di Rājagaha tidak boleh dijalani oleh para bhikkhu lainnya. Jika penunjukan kelima ratus bhikkhu ini untuk membacakan dhamma dan disiplin selagi mereka menjalani masa musim hujan di Rājagaha, dan bahwa masa musim hujan di Rājagaha tidak boleh dijalani oleh para bhikkhu lainnya, sesuai kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silakan berbicara. Kelima ratus bhikkhu ini ditunjuk untuk membacakan dhamma dan disiplin selagi mereka menjalani masa musim hujan di Rājagaha, dan (disepakati) bahwa masa musim hujan di Rājagaha tidak boleh dijalani oleh para bhikkhu lainnya. Hal ini sesuai kehendak Saṅgha, oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.” ||4|| [285]

Kemudian para bhikkhu sesepuh pergi ke Rājagaha untuk membacakan dhamma dan disiplin.  Kemudian para bhikkhu sesepuh berpikir: “Sekarang, memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan usang dipuji oleh Sang Bhagavā. Marilah, selama bulan pertama kita memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan usang; setelah berkumpul pada bulan ke dua, kita akan membacakan dhamma dan disiplin.” Kemudian para bhikkhu sesepuh memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan usang selama bulan pertama. ||5||

Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir:  “Besok adalah hari pertemuan. Sekarang tidaklah selayaknya bagiku, karena (hanya) seorang yang masih berlatih, pergi ke pertemuan itu,” dan setelah melewatkan banyak waktu pada malam itu dalam perhatian pada jasmani, ketika malam hampir berlalu, ia berpikir: “Aku akan berbaring,” ia merebahkan tubuhnya, tetapi (sebelum) kepalanya menyentuh alas tidur dan ketika kakinya telah terangkat dari tanah – pada interval waktu itu pikirannya terbebaskan dari kekotoran dengan tidak meninggalkan sisa (untuk kelahiran kembali). Kemudian Yang Mulia Ānanda, sebagai seorang yang sempurna, pergi ke pertemuan itu.

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung memberitahukan kepada Saṅgha sebagai berikut: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha maka saya akan menanyai Upāli tentang disiplin.” Kemudian Yang Mulia Upāli memberitahukan kepada Saṅgha sebagai berikut: “Yang mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha maka saya akan menjawab pertanyaan tentang disiplin yang diajukan oleh Yang Mulia Kassapa yang Agung.” Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung berkata kepada Yang Mulia Upāli sebagai berikut: “Di manakah,  Yang Mulia Upāli, pelanggaran pertama yang mengakibatkan kejatuhan ditetapkan?”

“Di Vesālī, Yang Mulia.”

“Sehubungan dengan siapakah?”

“Sehubungan dengan Sudinna Sang Kalandaka.”

“Tentang apakah?”

“Tentang hubungan seksual.”

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung menanyai Yang Mulia Upāli sehubungan dengan topik pelanggaran pertama yang mengakibatkan kejatuhan dan ia menanyainya sehubungan dengan latar belakangnya dan ia menanyainya sehubungan dengan orangnya  dan ia menanyainya sehubungan dengan apa yang ditetapkan dan ia menanyainya sehubungan dengan apa yang ditetapkan lebih lanjut  dan ia menanyainya sehubungan dengan apa yang merupakan pelanggaran  dan ia menanyainya sehubungan dengan apa yang bukan merupakan pelanggaran.

“Kemudian, Yang Mulia Upāli, di manakah pelanggaran ke dua yang mengakibatkan kejatuhan ditetapkan?”

“Di Rājagaha, Yang Mulia.”

“Sehubungan dengan siapakah?”

“Sehubungan dengan Dhaniya, putera pengrajin tembikar.”

“Tentang apakah?”

“Tentang mengambil apa yang tidak diberikan.”

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung menanyai Yang Mulia Upāli sehubungan dengan topik pelanggaran ke dua yang mengakibatkan kejatuhan dan ia menanyainya sehubungan dengan latar belakangnya dan ia menanyainya … sehubungan dengan apa yang bukan merupakan pelanggaran.

“Kemudian, Yang Mulia Upāli, di manakah pelanggaran ke tiga yang mengakibatkan kejatuhan ditetapkan?”

“Di Vesālī, Yang Mulia.”

“Sehubungan dengan siapakah?”

“Sehubungan dengan beberapa bhikkhu.”

“Tentang apakah?”

“Tentang manusia.”

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung [286] menanyai Yang Mulia Upāli sehubungan dengan topik pelanggaran ke tiga yang mengakibatkan kejatuhan dan ia menanyainya sehubungan dengan latar belakangnya dan ia menanyainya … sehubungan dengan apa yang bukan merupakan pelanggaran.

“Kemudian, Yang Mulia Upāli, di manakah pelanggaran ke empat yang mengakibatkan kejatuhan ditetapkan?”

“Di Vesālī, Yang Mulia.”

“Sehubungan dengan siapakah?”

“Sehubungan dengan para bhikkhu di tepi Sungai Vaggumudā.”

“Tentang apakah?”

“Tentang kondisi melampaui-manusia.”

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung menanyai Yang Mulia Upāli sehubungan dengan topik pelanggaran ke empat yang mengakibatkan kejatuhan dan ia menanyainya sehubungan dengan latar belakangnya dan ia menanyainya … sehubungan dengan apa yang bukan merupakan pelanggaran. Dengan cara yang sama ini ia menanyainya tentang kedua disiplin.  Secara terus-menerus ditanyai, Yang Mulia Upāli menjawab.  ||7||
« Last Edit: 07 March 2012, 12:59:06 PM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB XI)
« Reply #72 on: 07 March 2012, 01:00:27 PM »
Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung memberitahukan kepada Saṅgha dengan mengatakan: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya.  Jika baik menurut Saṅgha, maka saya akan menanyai Ānanda tentang dhamma.” Kemudian Yang Mulia Ānanda memberitahukan kepada Saṅgha dengan berkata: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, maka saya akan menjawab pertanyaan tentang dhamma yang diajukan oleh Yang Mulia Kassapa yang Agung.” Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut:

“Di manakah, Yang Mulia Ānanda, Brahmajāla  dibabarkan?”

“Yang Mulia, antara Rājagaha dan Nālandā di rumah peristirahatan di Ambalaṭṭhika.”

“Kepada siapakah?”

“Suppiya sang pengembara dan Brahmadatta si pemuda brahmana.”  Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung menanyai Yang Mulia Ānanda sehubungan dengan latar belakang Brahmajāla dan ia menanyainya sehubungan dengan orangnya.

“Tetapi di manakah, Yang Mulia Ānanda, Sāmaññaphala  dibabarkan?”

“Di Rājagaha, Yang Mulia, di Hutan Mangga Jīvaka.”

“Kepada siapakah?”

“Kepada Ajātasattu, putera (Nyonya) Videha.”

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung menanyai Yang Mulia Ānanda sehubungan dengan latar belakang Sāmaññaphala dan ia menanyainya sehubungan dengan orangnya. Dengan cara yang sama ini ia menanyainya tentang lima Nikāya. Secara terus-menerus ditanyai, Yang Mulia Ānanda menjawab. ||8||

Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada para bhikkhu sesepuh: “Sang Bhagavā, Yang Mulia, berkata kepada saya menjelang Beliau mencapai nibbāna: ‘Jika Saṅgha, Ānanda, setelah kematianKu menghendaki, maka peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor  boleh dihapus’.”

“Tetapi apakah engkau, Yang Mulia Ānanda, menanyakan kepada Sang Bhagavā, dengan mengatakan: ‘Tetapi yang manakah, Yang Mulia, peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor itu?’”

“Tidak, Yang Mulia, saya tidak menanyakan kepada Sang Bhagavā, dengan mengatakan: ‘Tetapi yang manakah, Yang Mulia, peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor itu?’”

Beberapa sesepuh berkata sebagai berikut: “Dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan, selebihnya adalah peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor.” Beberapa sesepuh berkata sebagai berikut: “Dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan, [287] dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang menuntut diadakannya Sidang Resmi Saṅgha, selebihnya adalah peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor.” Beberapa sesepuh berkata sebagai berikut: “Dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan dua pelanggaran yang tidak dapat ditentukan, selebihnya adalah peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor.” Beberapa sesepuh berkata sebagai berikut: “Dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan tiga puluh pelanggaran yang menuntut penebusan yang melibatkan hukuman, selebihnya adalah peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor.” Beberapa sesepuh berkata sebagai berikut: “Dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan sembilan puluh dua pelanggaran yang menuntut penebusan, selebihnya adalah peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor.” Beberapa sesepuh berkata sebagai berikut: “Dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang harus diakui, selebihnya adalah peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor.”

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung memberitahukan kepada Saṅgha, dengan mengatakan: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Terdapat peraturan-peraturan latihan bagi kita yang berpengaruh pada para perumah tangga, dan para perumah tangga tahu sehubungan dengan kita: ‘Ini pasti tidak diperbolehkan bagi para petapa, para putera Sakya, ini pasti diperbolehkan.’ Jika kita hendak menghapuskan peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor maka akan ada di antara mereka yang mengatakan: ‘Hingga pada saat kremasi Beliau  suatu peraturan latihan telah ditetapkan oleh Petapa Gotama untuk para siswaNya; sewaktu Sang Guru masih ada di tengah-tengah mereka, mereka berlatih dalam peraturan-peraturan latihan. Tetapi karena Sang Guru telah mencapai nibbāna di tengah-tengah mereka, sekarang mereka tidak lagi berlatih dalam peraturan-peraturan latihan.’ Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha tidak boleh menetapkan apa yang belum ditetapkan, juga tidak menghapuskan apa yang telah ditetapkan. Saṅgha harus maju sesuai dengan dan menuruti peraturan-peraturan latihan yang telah ditetapkan.  Ini adalah usul.  Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Terdapat peraturan-peraturan latihan bagi kita … sekarang mereka tidak lagi berlatih dalam peraturan-peraturan latihan.’ Saṅgha tidak menetapkan apa yang belum ditetapkan, juga tidak menghapuskan apa yang telah ditetapkan. Saṅgha maju sesuai dengan dan menuruti peraturan-peraturan latihan yang telah ditetapkan. Jika tidak menetapkan apa yang belum ditetapkan, jika tidak menghapuskan apa yang telah ditetapkan, jika maju sesuai dengan dan menuruti peraturan-peraturan latihan yang telah ditetapkan, sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silakan berbicara. Saṅgha tidak menetapkan apa yang belum ditetapkan, Saṅgha tidak menghapuskan apa yang telah ditetapkan, Saṅgha maju sesuai dengan dan menuruti peraturan-peraturan latihan yang telah ditetapkan. Hal ini adalah sesuai dengan kehendak Saṅgha, oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.” ||9||

Kemudian para bhikkhu sesepuh berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Ini, Yang Mulia Ānanda, adalah pelanggaran perbuatan-salah bagimu, karena engkau tidak menanyakan kepada Sang Bhagavā, dengan mengatakan: ‘Tetapi, manakah, Yang Mulia, peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor itu?’ Akuilah pelanggaran perbuatan-salah itu.”

“Saya, Yang Mulia, karena kurangnya perhatian, tidak menanyakan kepada Sang Bhagavā, dengan mengatakan: ‘Tetapi, manakah, Yang Mulia, peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor itu?’ Saya tidak melihat hal ini sebagai pelanggaran perbuatan-salah,  namun demi kesetiaan pada Yang Mulia saya mengakuinya sebagai pelanggaran perbuatan-salah.”

“Ini juga adalah pelanggaran perbuatan-salah bagimu, Yang Mulia Ānanda, karena engkau menjahit jubah musim hujan Sang Bhagavā setelah menginjaknya. Akuilah pelanggaran perbuatan-salah itu.”

“Tetapi saya, Yang Mulia, bukan karena tidak hormat, telah menjahit jubah musim hujan Sang Bhagavā setelah menginjaknya. Saya tidak melihat … tetapi demi kesetiaan pada Yang Mulia saya mengakuinya sebagai pelanggaran perbuatan-salah.”

“Ini juga adalah pelanggaran perbuatan-salah bagimu, Yang Mulia Ānanda, karena engkau membiarkan para perempuan memberi penghormatan pertama kali kepada jenazah Sang Bhagavā; karena mereka menangis, jenazah Sang Bhagavā dinodai oleh air mata. Akuilah pelanggaran perbuatan-salah itu.”

“Tetapi saya, Yang Mulia, dengan berpikir: ‘Jangan biarkan mereka (datang) pada waktu yang tidak tepat,’  telah membiarkan jenazah Sang Bhagavā pertama kali dihormati oleh semua perempuan. Saya tidak melihat hal ini sebagai pelanggaran perbuatan-salah … namun demi kesetiaan …”

“Ini juga adalah pelanggaran perbuatan-salah bagimu, Yang Mulia Ānanda, karena engkau  (walaupun) isyarat jelas telah diberikan, sebuah tanda yang gamblang telah diberikan, namun engkau tidak memohon pada Sang Bhagavā, dengan mengatakan: ‘Sudilah Yang Mulia tinggal hingga umur kehidupan (maksimum),  sudilah Sang Pengembara Sempurna menetap hingga usia kehidupan (maksimum) demi kesejahteraan banyak makhluk, demi kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasihan pada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, kebahagiaan para deva dan manusia.’ Akuilah pelanggaran perbuatan-salah itu.”

“Tetapi Yang Mulia, karena pikiran saya dikuasai  oleh Māra, maka saya tidak memohon pada Sang Bhagavā dengan mengatakan: ‘Sudilah Yang Mulia tinggal … kebahagiaan para deva dan manusia.’ Saya tidak melihat … demi kesetiaan …”

“Ini juga adalah pelanggaran perbuatan-salah bagimu, Yang Mulia Ānanda, karena engkau mengusahakan pelepasan keduniawian para perempuan dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.  Akuilah pelanggaran perbuatan-salah itu.”

“Tetapi saya, Yang Mulia, mengusahakan pelepasan keduniawian para perempuan dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran, dengan berpikir: ‘Gotamid, Pajāpati yang Agung ini,  adalah bibi Sang Bhagavā, ibu pengasuh, perawat, pemberi susu, karena ketika ibu Sang Bhagavā meninggal dunia ia menyusui Beliau.’ Saya tidak melihat hal ini sebagai pelanggaran perbuatan-salah, namun demi kesetiaan pada Yang Mulia saya mengakuinya sebagai pelanggaran perbuatan-salah.” ||10||

Pada saat itu Yang Mulia Purāṇa sedang berjalan untuk menerima dana makanan di Perbukitan Selatan bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu, dengan sedikitnya lima ratus bhikkhu. Kemudian Yang Mulia Purāṇa, setelah menetap di Perbukitan Selatan selama yang ia kehendaki, setelah para bhikkhu sesepuh telah membacakan dhamma dan disiplin [289], mendatangi Rājagaha, Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai, dan para bhikkhu sesepuh; setelah mendekat, setelah saling bertukar sapa dengan para bhikkhu sesepuh, ia duduk dalam jarak selayaknya. Para bhikkhu sesepuh berkata kepada Yang Mulia Puraṇa ketika ia telah duduk dalam jarak selayaknya, sebagai berikut:

“Yang Mulia Puraṇa, dhamma dan disiplin telah dibacakan oleh para bhikkhu sesepuh. Engkau  terimalah pembacaan ini.”

“Yang Mulia, para sesepuh telah membacakan dhamma dan disiplin dengan baik, tetapi dalam cara yang telah kudengarkan di hadapan Sang Bhagavā, yang kuterima di hadapan Beliau, dengan cara itulah aku akan mengingatnya.” ||12||

Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada para bhikkhu sesepuh sebagai berikut: “Yang Mulia, Sang Bhagavā, menjelang mencapai nibbāna, berkata kepada saya sebagai berikut: ‘Baiklah, Ānanda, setelah Aku pergi, Saṅgha harus menjatuhkan hukuman  lebih tinggi  kepada Bhikkhu Channa.’

“Tetapi apakah engkau, Yang Mulia Ānanda, menanyakan kepada Sang Bhagavā: ‘Tetapi apakah, Yang Mulia, hukuman lebih tinggi itu?’”

“Saya, Yang Mulia, telah menanyakan kepada Sang Bhagavā: ‘Tetapi apakah, Yang Mulia, hukuman lebih tinggi itu?’ Beliau berkata, ‘Ānanda, Channa boleh mengatakan apa pun yang ia suka kepada para bhikkhu, tetapi Bhikkhu Channa tidak boleh diajak bicara, juga tidak boleh dinasihati atau diberikan instruksi oleh para bhikkhu’.” 

‘Baiklah, Yang Mulia Ānanda, pergilah engkau menjatuhkan hukuman lebih tinggi kepada Bhikkhu Channa.”

“Tetapi bagaimana saya dapat, Yang Mulia, menjatuhkan hukuman lebih tinggi pada Bhikkhu Channa? Bhikkhu itu kejam dan kasar.”

“Baiklah, Ānanda, pergilah bersama beberapa bhikkhu.”

“Baiklah, Yang Mulia,” dan Yang Mulia Ānanda, setelah menjawab para bhikkhu, setelah, bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu, dengan sedikitnya lima ratus bhikkhu, berangkat menuju Kosambi dengan menumpang sebuah perahu menuju ke hulu,  kemudian duduk di bawah sebatang pohon tidak jauh dari taman rekreasi Raja Udena.  ||12||

Pada saat itu Raja Udena sedang bersenang-senang di taman rekreasi bersama dengan selir-selirnya. Kemudian para selir Raja Udena mendengar:  “Dikatakan bahwa guru kita, Guru Ānanda, sedang duduk di bawah sebatang pohon tidak jauh dari taman rekreasi.” Kemudian para selir Raja Udena berkata kepada Raja Udena sebagai berikut: “Baginda, mereka mengatakan bahwa guru kita … tidak jauh dari taman rekreasi.” Kami, Baginda, ingin bertemu dengan Guru Ānanda.”

“Baiklah, pergilah kalian menemui Petapa Ānanda.” Kemudian para selir Raja Udena mendatangi Yang Mulia Ānanda; setelah menghadap, setelah menyapa Yang Mulia Ānanda, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Yang Mulia Ānanda menggembirakan, menyenangkan, membangkitkan semangat, membahagiakan para selir Raja Udena dengan khotbah dhamma ketika mereka sedang duduk dalam jarak selayaknya. [290] Kemudian para selir Raja Udena, merasa gembira … bahagia oleh khotbah dhamma dari Yang Mulia Ānanda, mempersembahkan lima ratus jubah dalam kepada Yang Mulia Ānanda. Kemudian para selir Raja Udena, gembira dengan kata-kata Yang Mulia Ānanda, setelah mengucapkan terima kasih, bangkit dari duduk mereka, setelah berpamitan dengan Yang Mulia Ānanda, dengan Yang Mulia Ānanda tetap di sisi kanan mereka, kembali kepada Raja Udena. ||13||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB XI)
« Reply #73 on: 07 March 2012, 01:02:00 PM »
Dari kejauhan Raja Udena melihat kedatangan para selir; melihat mereka ia berkata kepada para selir sebagai berikut: “Apakah kalian bertemu dengan Petapa Ānanda?”

“Kami, Baginda, bertemu dengan Guru Ānanda.”

“Tetapi apakah kalian memberikan sesuatu kepada Petapa Ānanda?”

“Kami memberikan, Baginda, lima ratus jubah dalam kepada Guru Ānanda.”

Raja Udena merendahkan, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Petapa Ānanda ini menerima begitu banyak jubah? Apakah Petapa Ānanda akan berdagang kain tenunan atau apakah ia akan menawarkannya untuk dijual di sebuah toko?”  Kemudian Raja Udena mendatangi Yang Mulia Ānanda; setelah menghadap, ia bertukar sapa dengan Yang Mulia Ānanda, berramah-tamah dengan sopan, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Raja Udena berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut:

“Tidakkah para selir kami datang ke sini, Ānanda yang baik ?”

“Para selirmu ada datang ke sini, Baginda.”

“Tidakkah mereka memberikan sesuatu kepada Ānanda yang mulia ?”

“Mereka memberikan lima ratus jubah dalam kepadaku, Baginda.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang mulia , dengan begitu banyak jubah?”

“Aku akan membagikannya, Baginda, dengan para bhikkhu itu yang jubahnya sudah usang.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan jubah lama yang sudah usang itu?”

“Kami akan menggunakannya sebagai penutup atas,  Baginda.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan penutup atas yang lama?”

“Kami akan menggunakannya sebagai penutup alas tidur, Baginda.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan penutup alas tidur yang lama?”

“Kami akan menggunakannya sebagai penutup lantai, Baginda.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan penutup lantai yang lama?”

“Kami akan menggunakannya sebagai keset kaki, Baginda.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan keset kaki yang lama?”

“Kami akan menggunakannya sebagai keset pel, Baginda.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan kein pel yang lama?”

“Setelah mencabik-cabiknya menjadi serpihan-serpihan, Baginda, setelah mengaduknya dengan lumpur, kami akan mengoleskannya sebagai penambal-lantai.”

Kemudian Raja Udena, dengan berpikir: “Para petapa ini, para putera Sakya, menggunakan segala sesuatunya dengan cara yang benar dan tidak membiarkannya menjadi sia-sia,”  menganugerahkan lima ratus kain tenunan lagi kepada Yang Mulia Ānanda. Oleh karena itu ini adalah pertama kalinya seribu jubah diterima oleh Yang Mulia Ānanda sebagai persembahan jubah. ||14||

Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Vihara Ghosita; setelah sampai di sana, ia duduk di tempat yang telah disediakan. Kemudian Yang Mulia Channa menghadap Yang Mulia Ānanda; setelah menghadap, setelah meyapa Yang Mulia Ānanda, ia duduk dalam jarak selayaknya. Yang Mulia Ānanda berkata kepada Yang Mulia Channa setelah ia duduk dalam jarak selayaknya sebagai berikut: “Hukuman lebih tinggi telah dijatuhkan kepadamu, Yang Mulia Channa, oleh Saṅgha.”

‘Tetapi apakah, Yang Mulia Ānanda, hukuman lebih tinggi itu?”

“Engkau, Yang Mulia Channa, boleh mengatakan apa pun yang engkau suka kepada para bhikkhu, tetapi engkau tidak boleh diajak bicara, juga tidak boleh dinasihati atau diberikan instruksi oleh para bhikkhu”

Dengan berkata: “Tidakkah saya, Yang Mulia Ānanda, menjadi hancur karena tidak diajak bicara juga tidak dinasihati juga tidak diberi instruksi oleh para bhikkhu?” ia jatuh pingsan di tempat itu juga. Kemudian Yang Mulia Channa, merasa gundah dengan hukuman lebih tinggi itu, merasa malu karenanya, tidak menerimanya,  berdiam sendirian, terasing, bersemangat, tekun, teguh, segera mencapai di sini dan saat ini melalui pengetahuan-tingginya sendiri tujuan tertinggi pengembaraan-Brahma yang karenanya para pemuda dari keluarga-keluarga meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah, memasukinya, berdiam di dalamnya dan ia memahami: “Kelahiran (individu ) telah dihancurkan, pengembaraan-Brahma telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, sekarang tidak ada lagi penjelmaan makhluk ini atau itu.” Dan demikianlah Yang Mulia Channa menjadi salah satu dari mereka Yang Sempurna. Kemudian Yang Mulia Channa, setelah mencapai kesempurnaan, mendatangi Yang Mulia Ānanda; setelah menghadap ia berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Yang Mulia Ānanda, sekarang cabutlah hukuman lebih tinggi itu dari saya.”

“Sejak saat engkau, Yang Mulia Channa, mencapai kesempurnaan, sejak saat itu hukuman lebih tinggi telah dicabut darimu.” ||15||

Sekarang karena lima ratus bhikkhu – tidak lebih satu, tidak kurang satu – hadir pada saat pembacaan disiplin, maka pembacaan disiplin ini disebut sebagai ‘Pembacaan oleh Lima Ratus.’  ||16||1||

Demikianlah Bagian Ke sebelas: Tentang Lima Ratus.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB XII)
« Reply #74 on: 07 March 2012, 01:03:27 PM »
CULLAVAGGA XII
Tentang Tujuh Ratus


Pada saat itu, satu abad setelah Sang Bhagavā mencapai nibbāna, para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī  mengajarkan sepuluh hal di Vesālī, dengan mengatakan: “Praktik sehubungan dengan tanduk untuk garam  diperbolehkan; praktik sehubungan dengan lima lebar jari diperbolehkan; praktik sehubungan dengan ‘di tengah-tengah desa’ diperbolehkan; praktik sehubungan dengan tempat-tempat kediaman diperbolehkan; praktik sehubungan dengan penerimaan diperbolehkan; praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan diperbolehkan; praktik sehubungan dengan susu-mentega yang tidak diaduk diperbolehkan; meminum minuman yang tidak terfermentasi diperbolehkan; sehelai alas duduk yang tanpa pinggiran diperbolehkan; emas dan perak diperbolehkan.”

Pada saat itu Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā,  sedang melakukan perjalanan di tengah-tengah penduduk Vajji, ia sampai di Vesālī.  Kemudian Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, menetap di Vesālī di Hutan Besar di Aula beratap segitiga. Pada saat itu para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, setelah pada hari Uposatha itu mengisi sebuah kendi perunggu dengan air, setelah meletakkannya di tengah-tengah para bhikkhu, berkata kepada para umat awam si Vesālī yang datang: “Berilah, tuan-tuan, satu kahāpaṇa  untuk Saṅgha dan setengah pādai  dan satu māsaka bergambar;  ada yang harus dilakukan oleh Saṅgha sehubungan dengan barang-barang kebutuhan.”

Ketika mereka telah mengatakan hal itu, Yang Mulia Yasa,  putera Kākaṇḍakā, berkata kepada para umat awam sebagai berikut: “Tuan-tuan, jangan berikan kāhapaṇa … dan māsaka bergambar kepada Saṅgha: emas dan perak tidak diperbolehkan bagi para petapa, para putera Sakya.  Para petapa, para putera Sakya, tidak menyetujui emas dan perak, para petapa, para putera Sakya, tidak menerima emas dan perak, para petapa, para putera Sakya, tidak menggunakan permata dan emas yang diolah,  mereka telah meninggalkan emas dan perak.”  kemudian para umat awam Vesālī, setelag diberitahu demikian oleh Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, tetap memberikan kahāpaṇa … dan māsaka bergambar kepada Saṅgha. Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, setelah menjelang malam berlalu, mengumpulkan keeping-keping uang emas,  membagikannya kepada sejumlah bhikkhu.  Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī berkata kepada Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍaka: [294]

“Porsi emas ini untukmu, Yang Mulia Yasa.”

“Saya tidak membutuhkan keeping-keping uang emas, tuan-tuan, saya tidak setuju (untuk menerima) keeping-keping uang emas.” ||1||

Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī dengan mengatakan: “Yang Mulia Yasa ini, putera Kākaṇḍakā, mencela dan menghina para umat awam yang memiliki keyakinan dan kepercayaan; marilah kita melakukan tindakan (resmi) pendamaian  baginya,” melakukan tindakan (resmi) pendamaian baginya. Kemudian Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, berkata kepada para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī sebagai berikut:

“Telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā, Yang Mulia, bahwa seorang utusan pendamping harus diberikan kepada seorang bhikkhu yang padanya telah dilakukan tindakan (resmi) pendamaian.  Yang Mulia, berikanlah kepadaku seorang bhikkhu sebagai utusan pendamping.”

Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, setelah menunjuk seorang bhikkhu, memberikannya kepada Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, sebagai seorang utusan pendamping. Kemudian Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, setelah memasuki Vesālī bersama dengan bhikkhu yang menjadi utusan pendampingnya, berkata kepada para umat awam Vesālī sebagai berikut:

“Dikatakan bahwa saya mencela dan menghina Yang Mulia para umat awam  yang memiliki keyakinan dan kepercayaan, dan bahwa saya memperoleh sedikit kepuasan dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-dhamma sebagai bukan-dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan dhamma sebagai dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-disiplin sebagai bukan-disiplin; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan disiplin sebagai disiplin. ||2||

“Sahabat-sahabat, suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta di Vihara Anāthapiṇḍika. Di sana, sahabat-sahabat, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu,  ada empat noda bagi bulan dan matahari, noda yang karenanya bulan dan matahari tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala. Apakah empat ini? Awan tebal, para bhikkhu, adalah noda bagi bulan dan matahari, noda yang karenanya bulan dan matahari … tidak menyala. Awan-salju  … asap dan debu … Rāhu,  para bhikkhu, adalah noda bagi bulan dan matahari, noda yang karenanya bulan dan matahari tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala. Ini, para bhikkhu, adalah empat noda bagi bulan dan matahari, noda yang karenanya bulan dan matahari tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala.

“’Demikian pula, para bhikkhu, ada empat noda bagi para petapa dan brahmana, noda yang karenanya para petapa dan brahmana tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala. Apakah empat ini? Ada, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana yang meminum minuman terfermentasi, yang meminum minuman yang disuling,  tidak menghindari minuman terfermentasi dan yang disuling. Ini, para bhikkhu, adalah noda pertama bagi para petapa dan brahmana, noda yang karenanya para petapa dan brahmana tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala. Dan kemudian, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana [295] melakukan hubungan seksual,  tidak menghindari hubungan seksual. Ini, para bhikkhu, adalah noda ke dua … Dan kemudian, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana menyetujui (untuk menerima) emas dan perak, tidak menghindari menerima emas dan perak.  Ini, para bhikkhu, adalah noda ke tiga … Dan kemudian, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana mencari penghidupan dengan cara penghidupan yang salah, tidak menghindari penghidupan yang salah.  Ini, para bhikkhu, adalah noda ke empat, noda yang karenanya para petapa dan brahmana … tidak menyala. Ini, para bhikkhu, adalah empat noda bagi para petapa dan brahmana, noda yang karenanya para petapa dan brahmana tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala.’ Sahabat-sahabat, Sang Bhagavā mengatakan hal ini, Sang Pengembara-sempurna setelah mengatakan hal ini, kemudian Sang Guru berkata:

‘Beberapa petapa  dan brahmana ternoda
Oleh nafsu dan niat-buruk. Berpakaian kebodohan,
Makhluk-makhluk bergembira dalam bentuk-bentuk yang memberikan kenikmatan;
Mereka meminum minuman terfermentasi dan yang disuling;
Mereka mengikuti nafsu seksual; dibutakan oleh kebodohan
Beberapa petapa dan brahmana menerima persembahan
Emas dan perak dan hidup secara salah.
Ini disebut “noda” oleh Yang Tercerahkan,
Kerabat matahari. Tercemar oleh hal-hal ini
Beberapa petapa dan brahmana tidak terbakar,
Mereka tidak bersinar, memudar, dikotori debu, sangat bodoh,
Terselimuti dalam kegelapan; mereka menjadi budak nafsu,
Dituntun oleh utas nafsu, dan mereka membengkak
Di tanah pekuburan yang menakutkan  dan mengambil penjelmaan kembali.’

“Adalah karena mengatakan demikian maka dikatakan bahwa saya mencela dan menghina Yang Mulia para umat awam yang memiliki keyakinan dan kepercayaan, dan bahwa saya memperoleh sedikit kepuasan dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-dhamma sebagai bukan-dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan dhamma sebagai dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-disiplin sebagai bukan-disiplin; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan disiplin sebagai disiplin. ||3||

“Sahabat-sahabat, suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu di Taman Suaka Tupai. Pada saat itu,  di kamar pribadi raja terjadi pembicaraan ini di tengah-tengah pertemuan raja ketika mereka berkumpul dan duduk bersama: ‘Emas dan perak diperbolehkan bagi para petapa, para putera Sakya; para petapa, para putera Sakya menyetujui (untuk menerima) emas dan perak; para petapa, para putera Sakya menerima emas dan perak.’ Pada saat itu, sahabat-sahabat, seorang kepala desa, Maṇicūḷaka, sedang duduk dalam pertemuan itu. Kemudian, sahabat-sahabat, Maṇicūḷaka, si kepala desa, berkata dalam pertemuan itu sebagai berikut: ‘Tuan-tuan, jangan berkata begitu. Emas dan perak tidak diperbolehkan bagi para petapa, para putera Sakya; para petapa, para putera Sakya tidak menyetujui (untuk menerima) emas dan perak; para petapa, para putera Sakya, tidak menerima emas dan perak; [296] para petapa, para putera Sakya tidak menggunakan emas dan perak, mereka telah meninggalkan emas dan perak.’ Dan, sahabat-sahabat, Maṇicūḷaka, si kepala desa, setelah meyakinkan pertemuan itu, mendatangi Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Maṇicūḷaka, si kepala desa, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: ‘Yang Mulia, di dalam kamar pribadi raja …  saya mampu, Yang Mulia, meyakinkan pertemuan itu. Saya harap,  Yang Mulia, dengan berpendapat demikian, maka saya adalah seorang yang menyatakan (dengan benar) apa yang telah dinyatakan, dan tidak salah mewakili Sang Bhagavā dengan apa yang bukan fakta, melainkan saya mempertahankan doktrin yang sesuai dengan doktrin Beliau, dan bahwa tidak seorang pun yang merupakan seorang sahabat dhamma, penganut pandangan Beliau, dapat disalahkan.’

“Tentu saja engkau, kepala desa, dengan berpendapat demikian, adalah seorang yang (dengan benar) apa yang telah Kunyatakan, dan tidak salah mewakiliKu dengan apa yang bukan fakta, melainkan  mempertahankan doktrin yang sesuai dengan doktrinKu, dan bahwa tidak seorang pun yang merupakan seorang sahabat dhamma, penganut pandanganKu, dapat disalahkan. Karena, kepala desa, emas dan perak tidak diperbolehkan bagi para petapa, para putera Sakya; para petapa, para putera Sakya tidak menyetujui (untuk menerima) emas dan perak; para petapa, para putera Sakya, tidak menerima emas dan perak; para petapa, para putera Sakya tidak menggunakan emas dan perak, mereka telah meninggalkan emas dan perak. Siapa pun juga, kepala desa, emas dan perak diperbolehkan baginya, maka lima utas kenikmatan-indria juga diperbolehkan; siapa pun juga yang baginya kelima utas kenikmatan-indria diperbolehkan, engkau tentu telah memahami, kepala desa, (ini pasti) bukan dhamma para petapa,  bukan dhamma para putera Sakya. Walaupun Aku, kepala desa, mengatakan sebagai berikut: Rumput dicari oleh seseorang yang memerlukan rumput; kayu dicari oleh seseorang yang memerlukan kayu; sebuah kereta dicari oleh seseorang yang memerlukan kereta; seorang manusia dicari oleh seseorang yang memerlukan manusia  - namun Aku, kepala desa, tidak pernah mengatakan dengan cara apa pun tentang emas dan perak boleh disetujui atau dicari.’ Adalah karena mengatakan demikian maka dikatakan bahwa saya mencela dan menghina Yang Mulia para umat awam yang memiliki keyakinan dan kepercayaan, dan bahwa saya memperoleh sedikit kepuasan dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-dhamma sebagai bukan-dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan dhamma sebagai dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-disiplin sebagai bukan-disiplin; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan disiplin sebagai disiplin. ||4||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB XII)
« Reply #75 on: 07 March 2012, 01:04:43 PM »
“Suatu ketika, sahabat-sahabat, ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha, seperti sebelumnya, Beliau menolak sehubungan dengan Upananda, putera Sakya, emas dan perak dan menetapkan peraturan latihan.  Adalah karena mengatakan demikian maka dikatakan bahwa saya mencela dan menghina Yang Mulia para umat awam yang memiliki keyakinan dan kepercayaan, dan bahwa saya memperoleh sedikit kepuasan dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-dhamma sebagai bukan-dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan dhamma sebagai dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-disiplin sebagai bukan-disiplin; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan disiplin sebagai disiplin. ||5||

Ketika ia telah selesai berbicara demikian, para umat awam Vesālī berkata kepada Yasa, putera Kākaṇḍakā sebagai berikut: “Yang Mulia, Guru Yasa, putera Kākaṇḍakā, adalah satu-satunya petapa, satu-satunya putera Sakya; mereka ini, semuanya bukanlah petapa, bukanlah para putera Sakya. Yang Mulia, sudilah Guru Yasa, putera Kākaṇḍakā, menetap di Vesālī dan kami akan berusaha menyediakan kebutuhan-kebutuhan jubah, dana makanan, tempat tinggal, obat-obatan jika sakit.”

Kemudian Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, setelah meyakinkan para umat awam Vesālī, kembali ke vihara bersama dengan bhikkhu yang menjadi utusan pendampingnya. ||6||

Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī bertanya kepada bhikkhu yang menjadi utusan pendamping, dengan berkata: “Yang Mulia, apakah para umat awam Vesālī telah dimintakan maaf oleh Yasa, putera Kākaṇḍakā?”

“Yang Mulia, keburukan telah menimpa kita; Yasa, putera Kākaṇḍakā, adalah satu-satunya yang dianggap sebagai  seorang petapa, seorang putera Sakya; kita semua, tidak dianggap sebagai petapa, bukan para putera Sakya.”

Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, dengan mengatakan: “Yang Mulia, Yasa ini, putera Kākaṇḍakā, tidak ditunjuk oleh kita, telah memberikan informasi  kepada para perumah tangga. Marilah kita melaksanakan tindakan (resmi) penangguhan terhadapnya.” Dan mereka berkumpul dengan tujuan untuk melaksanakan tindakan (resmi) penangguhan terhadapnya. Kemudian Yasa, putera Kākaṇḍakā, setelah melayang di atas tanah, muncul kembali di Kosambi. Kemudian Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, mengirim utusan kepada para bhikkhu di Pāvā  dan (kepada mereka) yang berada di wilayah selatan Avantī,  dengan mengatakan:

“Sudilah Yang Mulia datang, kita harus menghadiri pertanyaan resmi ini sebelum apa yang bukan-dhamma bersinar dan apa yang merupakan dhamma tersembunyi, sebelum apa yang bukan-disiplin bersinar dan apa yang merupakan disiplin tersembunyi, sebelum mereka yang mengatakan apa yang bukan dhamma menjadi kuat dan mereka yang mengatakan dhamma menjadi lemah, sebelum mereka yang mengatakan apa yang bukan disiplin menjadi kuat dan mereka yang mengatakan disiplin menjadi lemah.”  ||7||

Pada saat itu Yang Mulia Sambhūta,  seorang pemakai jubah rami kasar,  sedang menetap di lereng gunung Ahogangā. Kemudian Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, mendatangi lereng gunung Ahogangā dan Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar; setelah menghadap, setelah menyapa Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā berkata kepada Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar sebagai berikut:

“Yang Mulia, para bhikkhu ini, orang-orang Vajji dari Vesālī, mengajarkan sepuluh hal:  “Praktik sehubungan dengan tanduk untuk garam  diperbolehkan; praktik sehubungan dengan lima lebar jari diperbolehkan; praktik sehubungan dengan ‘di tengah-tengah desa’ diperbolehkan; praktik sehubungan dengan tempat-tempat kediaman diperbolehkan; praktik sehubungan dengan penerimaan diperbolehkan; praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan diperbolehkan; praktik sehubungan dengan susu-mentega yang tidak diaduk diperbolehkan; meminum minuman yang tidak terfermentasi diperbolehkan; sehelai alas duduk yang tanpa pinggiran diperbolehkan; emas dan perak diperbolehkan. [198] Marilah, Yang Mulia, kita harus menghadiri pertanyaan resmi ini sebelum apa yang bukan-dhamma bersinar dan apa yang merupakan dhamma tersembunyi, sebelum apa yang bukan-disiplin bersinar dan apa yang merupakan disiplin tersembunyi, sebelum mereka yang mengatakan apa yang bukan dhamma menjadi kuat dan mereka yang mengatakan dhamma menjadi lemah, sebelum mereka yang mengatakan apa yang bukan disiplin menjadi kuat dan mereka yang mengatakan disiplin menjadi lemah.”

“Baiklah, Yang Mulia,” Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, menjawab Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā. Kemudian sebanyak enam puluh bhikkhu dari Pāvā, semuanya adalah penghuni-hutan, semuanya adalah pemakan makanan yang didanakan, semuanya adalah pemakai jubah dari kain buangan, semuanya adalah pemakai tiga jubah,  semuanya telah mencapai kesempurnaan,  berkumpul di lereng gunung Ahogangā; dan sebanyak delapan puluh delapan bhikkhu dari wilayah selatan Avantī, sebagian besar adalah penghuni-hutan, sebagian besar adalah pemakan makanan yang didanakan, sebagian besar adalah pemakai jubah dari kain buangan, sebagian besar adalah pemakai tiga jubah, semuanya telah mencapai kesempurnaan berkumpul di lereng gunung Ahogangā. ||8||

Kemudian ketika para bhikkhu sesepuh ini sedang mempertimbangkan, mereka berpikir: “Sekarang, pertanyaan resmi ini sulit dan menyusahkan. Bagaimana kita dapat mengumpulkan kelompok yang dengannya kita dapat menjadi lebih kuat sehubungan dengan pertanyaan resmi ini?” Pada saat itu Yang Mulia Revata  sedang menetap di Soreyya. Ia telah banyak mendengar, ia adalah seorang yang kepadanya tradisi telah diwariskan, ia adalah seorang ahli dalam dhamma, ahli dalam disiplin, ahli dalam topik-topiknya; bijaksana, berpengalaman, cerdas; teliti, seksama, menyukai latihan.  Kemudian para bhikkhu sesepuh itu berpikir:

“Yang Mulia Revata ini sedang menetap di Soreyya. Ia telah banyak mendengar … menyukai latihan. Jika kita dapat memasukkan Yang Mulia Revata ke dalam kelompok, dengan demikian kita akan lebih kuat sehubungan dengan pertanyaan resmi ini.”

Kemudian Yang Mulia Revata, melalui kondisi telinga-deva¬ yang murni, melampaui manusia, mendengar pertimbangan para bhikkhu sesepuh ini. Dan setelah mendengarnya, ia berpikir: “Pertanyaan resmi ini sulit dan menyusahkan. Namun tidaklah selayaknya bagiku untuk menghalangi pertanyaan resmi seperti ini. Tetapi para bhikkhu sedang menuju ke sini. Aku tidak merasa nyaman dikelilingi oleh mereka. Bagaimana jika aku pergi sebelum mereka datang?”

Kemudian Yang Mulia Revata pergi dari Soreyya menuju Saṃkassa. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu, setelah tiba di Soreyya, bertanya: “Di manakah Yang Mulia Revata?” Mereka menjawab: “Yang Mulia Revata telah pergi menuju Saṃkassa.” Kemudian Yang Mulia Revata pergi dari Saṃkassa menuju Kaṇṇakujja. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu, setelah tiba di saṃkassa, bertanya: “Di manakah Yang Mulia Revata?” Mereka menjawab: “Yang Mulia Revata telah pergi menuju Kaṇṇakujja.” Kemudian Yang Mulia Revata pergi dari  Kaṇṇakujja menuju Udumbara. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu, setelah tiba di Kaṇṇakujja, bertanya: “Di manakah Yang Mulia Revata?” Mereka menjawab: “Yang Mulia Revata telah pergi menuju Udumbara.” [299] Kemudian Yang Mulia Revata pergi dari  Udumbara menuju Aggaḷapura. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu, setelah tiba di Udumbara, bertanya: “Di manakah Yang Mulia Revata?” Mereka menjawab: “Yang Mulia Revata telah pergi menuju Aggaḷapura.” Kemudian Yang Mulia Revata pergi dari  Aggaḷapura menuju Sahajāti. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu, setelah tiba di Aggalapura, bertanya: “Di manakah Yang Mulia Revata?” Mereka menjawab: “Yang Mulia Revata telah pergi menuju Sahajāti. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu bertemu dengan Yang Mulia Revata di Sahajāti. ||9||

Kemudian Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, berkata kepada Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā sebagai berikut: “Yang Mulia, Yang Mulia Revata ini telah banyak mendengar, ia adalah seorang yang kepadanya tradisi telah diwariskan, ia adalah seorang ahli dalam dhamma, ahli dalam disiplin, ahli dalam topik-topiknya; bijaksana, berpengalaman, cerdas; teliti, seksama, menyukai latihan. Jika kita mengajukan sebuah pertanyaan kepada Yang Mulia Revata, maka Yang Mulia Revata akan menghabiskan sepanjang malam hanya untuk menjelaskan satu pertanyaan. Tetapi sekarang Yang Mulia Revata akan memanggil seorang bhikkhu yang adalah seorang murid dan seorang pengulang syair.  Pergilah engkau, ketika bhikkhu itu telah menyelesaikan irama syair itu, setelah menghadap Yang Mulia Revata, tanyakan padanya tentang sepuluh hal ini.”

“Baiklah, Yang Mulia,” Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍaka, menjawab Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar. Kemudian Yang Mulia Revata memanggil seorang bhikkhu yang adalah seorang murid dan seorang pengulang syair. Kemudian ketika bhikkhu itu telah menyelesaikan irama syair itu, Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍaka, menghadap Yang Mulia Revata, setelah menghadap, setelah menyapa Yang Mulia Revata, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍaka, berkata kepada Yang Mulia Revata sebagai berikut:

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan tanduk untuk garam diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan tanduk untuk garam itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan membawa garam dalam tanduk, dengan berpikir, ‘aku akan dapat menikmati apa pun yang tidak asin’?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan dua lebar jari diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan dua lebar jari itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan makan pada waktu yang salah ketika bayangan telah melewati dua lebar jari?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan ‘di tengah-tengah desa’ diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan ‘di tengah-tengah desa’ itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan, dengan berpikir, ‘Sekarang aku akan pergi ke tengah-tengah desa,’ setelah makan, setelah kenyang, kemudian memakan makanan yang tidak disisakan?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan tempat-tempat kediaman diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan tempat-tempat kediaman itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan bagi beberapa tempat kediaman yang berada dalam lingkungan yang sama melaksanakan berbagai Uposatha?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.” [300]

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan penerimaan diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan penerimaan itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan bagi Saṅgha yang tidak lengkap untuk melakukan tindakan (resmi), dengan berpikir, ‘Kami akan memberikan nasihat kepada para bhikkhu yang datang’?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan  diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan, dengan berpikir, ‘Hal ini biasa dilakukan oleh penahbisku, hal ini biasa dilakukan oleh guruku,’ kemudian melakukan sesuai dengan kebiasaan itu?”

“Yang Mulia, praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan itu, kadang-kadang diperbolehkan, kadang-kadang tidak diperbolehkan.”

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan susu-mentega yang tidak diaduk diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan susu-mentega yang tidak diaduk itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan, setelah makan, setelah kenyang, kemudian meminum susu apa pun yang tidak disisakan tetapi telah melewati tahap sebagai susu (walaupun) belum menjadi dadih?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan meminum minuman yang tidak terfermentasi?”

“Apakah, Yang Mulia, minuman ini?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan untuk meminum minuman apa pun yang difermentasikan  (tetapi) belum terfermentasi dan belum sampai pada tahap menjadi minuman keras?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Yang Mulia, apakah sehelai alas duduk yang tanpa pinggiran  diperbolehkan?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Yang Mulia, apakah emas dan perak diperbolehkan?”

“Yang Mulia, hal-hal itu tidak diperbolehkan.”

“Yang Mulia, para bhikkhu ini yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, mengajarkan sepuluh hal di Vesālī. Marilah, Yang Mulia, kita harus menghadiri pertanyaan resmi ini sebelum apa yang bukan-dhamma bersinar dan apa yang merupakan dhamma tersembunyi, sebelum apa yang bukan-disiplin bersinar dan apa yang merupakan disiplin tersembunyi, sebelum mereka yang mengatakan apa yang bukan dhamma menjadi kuat dan mereka yang mengatakan dhamma menjadi lemah, sebelum mereka yang mengatakan apa yang bukan disiplin menjadi kuat dan mereka yang mengatakan disiplin menjadi lemah.”

“Baiklah, Yang Mulia,” Yang Mulia Revata menyanggupi Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍaka. ||10||1||

Demikianlah Bagian Pengulangan Pertama.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB XII)
« Reply #76 on: 07 March 2012, 01:31:05 PM »
Para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī mendengar: “Mereka mengatakan bahwa Yasa, putera Kākaṇḍakā, hendak menghadiri pertanyaan resmi ini, dan sedang membentuk kelompok, dan mereka mengatakan bahwa ia telah memperoleh kelompok.” Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī berpikir: “Pertanyaan resmi ini sulit dan menyusahkan. Bagaimana kita dapat mengumpulkan kelompok yang dengannya kita dapat menjadi lebih kuat sehubungan dengan pertanyaan resmi ini?” Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī berpikir: “Yang Mulia Revata iniadalah seorang yang telah banyak mendengar, ia adalah seorang yang kepadanya tradisi telah diwariskan, ia adalah seorang ahli dalam dhamma, ahli dalam disiplin, ahli dalam topik-topiknya; bijaksana, berpengalaman, cerdas; teliti, seksama, menyukai latihan. Jika kita dapat membujuk Yang Mulia Revata memihak kita, dengan demikian maka kita akan lebih kuat sehubungan dengan pertanyaan resmi ini.”

Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī mempersiapkan barang-barang kebutuhan para petapa yang berlimpah – mangkuk-mangkuk dan jubah-jubah dan helai-helai kain alas duduk dan kotak jarum dan sabuk pinggang dan saringan-saringan dan kendi-kendi air. Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, dengan membawa barang-barang kebutuhan ini, pergi dengan menumpang perahu menuju ke hulu  ke Sahajāti; [301] setelah turun dari perahu, mereka makan di bawah sebatang pohon. ||1||

Kemudian ketika Yang Mulia Sāḷha sedang bermeditasi di kamar pribadinya suatu pemikiran ini muncul dalam pikirannnya: “Sekarang, siapakah yang menjadi pembabar-dhamma – para bhikkhu dari Timur atau para bhikkhu dari Pāvā?” Kemudian ketika Yang Mulia Sāḷha sedang merenungkan dhamma dan disiplin, ia menyimpulkan: “Para bhikkhu dari Tinur bukanlah pembabar-dhamma; para bhikkhu dari Pāvā adalah pembabar-dhamma.” Kemudian sesosok devatā dari alam murni, dengan pikirannya mengetahui pemikiran Yang Mulia Sāḷha, bagaikan seorang kuat yang merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, ia lenyap dari para deva di alam murnia, dan muncul kembali di hadapan Yang Mulia Sāḷha. Kemudian devatā itu berkata kepada Yang Mulia Sāḷha sebagai berikut: “Itu benar, Yang Mulia Sāḷha, para bhikkhu dari Tinur bukanlah pembabar-dhamma, para bhikkhu dari Pāvā adalah pembabar-dhamma. Berdirilah tegak menurut dhamma.”

“Baik dulu maupun sekarang, devatā, aku telah berdiri tegak menurut dhamma. Namun demikian aku tidak akan mengemukakan pandangan-pandanganku hingga aku ditunjuk sehubungan dengan pertanyaan resmi ini.” ||2||

Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, dengan membawa barang-barang kebutuhan para petapa, mendatangi Yang Mulia Revata; setelah menghadap mereka berkata kepada Yang Mulia Revata sebagai berikut: “Yang Mulia, sudilah Saṅgha menerima barang-barang kebutuhan para petapa ini - mangkuk-mangkuk dan jubah-jubah dan helai-helai kain alas duduk dan kotak jarum dan sabuk pinggang dan saringan-saringan dan kendi-kendi air.”

Ia berkata: “Tidak, Yang Mulia, saya sudah lengkap sehubungan dengan tiga jubah” (karena) ia tidak ingin menerima. Pada saat itu seorang bhikkhu bernama Uttara, yang telah menjadi bhikkhu selama dua puluh tahun, adalah pelayan Yang Mulia Revata. Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, mendatangi Yang Mulia Uttara; setelah menghadap, mereka berkata kepada Yang Mulia Uttara sebagai berikut: “Sudilah Yang Mulia Uttara menerima barang-barang kebutuhan para petapa ini – mangkuk-mangkuk … kendi-kendi air.”

Ia berkata: “Tidak, Yang Mulia, saya sudah lengkap sehubungan dengan tiga jubah” (karena) ia tidak ingin menerima. Mereka berkata: “Yang Mulia Uttara, orang-orang biasanya membawa barang-barang kebutuhan para petapa untuk Sang Bhagavā. Jika Sang Bhagavā menerimanya, maka mereka menjadi gembira; tetapi jika Sang Bhagavā tidak menerimanya, maka mereka akan membawanya kepada Yang Mulia Ānanda, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, sudilah sesepuh menerima barang-barang kebutuhan para petapa ini, dengan demikian maka (pemberian) ini seolah-olah diterima oleh Sang Bhagavā.’ Sudilah Yang Mulia Uttara menerima [302] barang-barang kebutuhan para petapa ini, dengan demikian maka (pemberian) ini seolah-olah diterima oleh Sang Sesepuh.”

Kemudian Yang Mulia Uttara, karena didesak oleh para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, mengambil satu jubah, dengan berkata: “Silakan Yang Mulia memberitahu saya apa yang mereka perlukan.”

“Sudilah Yang Mulia Uttara mengatakan hal ini kepada Sang Sesepuh: ‘Yang Mulia, sudilah Sang Sesepuh mengatakan hal ini di tengah-tengah Saṅgha: Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, muncul di wilayah Timur, para bhikkhu dari Timur adalah pembabar-dhamma, para bhikkhu dari Pāvā adalah bukan pembabar-dhamma’.”

“Baiklah, Yang Mulia,” dan Yang Mulia Uttara, setelah menyanggupi para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, menghadap Yang Mulia Revata; setelah menghadap, ia berkata kepada Yang Mulia Revata sebagai berikut: “Yang Mulia, sudilah Sang Sesepuh mengatakan hal ini di tengah-tengah Saṅgha: Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, muncul di wilayah Timur, para bhikkhu dari Timur adalah pembabar-dhamma, para bhikkhu dari Pāvā adalah bukan pembabar-dhamma.”

Dengan berkata: “Engkau, bhikkhu, sedang membujukku untuk melakukan apa yang bukan-dhamma,” Sang Sesepuh mengusir  Yang mulia Uttara. Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī berkata kepada Yang Mulia Uttara sebagai berikut: “Yang Mulia Uttara, apakah yang dikatakan oleh Sang Sesepuh?”

“Keburukan telah menimpa kita, Yang Mulia. Dengan mengatakan, ‘Engkau, bhikkhu, sedang membujukku untuk melakukan apa yang bukan-dhamma,’ Sang Sesepuh mengusirku.”

“Bukankah engkau, Yang Mulia, adalah seorang senior yang telah menjadi bhikkhu selama dua puluh tahun?”

“Benar, Yang Mulia.”

“Kalau begitu, kami akan menerima bimbingan dari (engkau sebagai) guru.”  ||3||

Kemudian Saṅgha berkumpul untuk menyelidiki pertanyaan resmi itu. Yang Mulia Revata memberitahu Saṅgha, dengan mengatakan: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika kita akan menyelesaikan pertanyaan resmi itu di sini, maka mungkin terjadi bahwa para bhikkhu yang memulainya pertama kali akan membukanya kembali untuk suatu tindakan (resmi) lebih lanjut lagi.  Jika baik menurut Saṅgha, silakan Saṅgha menyelesaikan pertanyaan resmi ini di mana pertanyaan resmi ini muncul.”

Kemudian para bhikkhu sesepuh pergi ke Vesālī untuk menyelidiki pertanyaan resmi itu. Pada saat itu Sabbakāmin  adalah nama seorang sesepuh Saṅgha, (tertua) di dunia ini;  sudah seratus dua puluh tahun sejak penahbisannya; ia pernah mendiami bilik Yang Mulia Ānanda, dan ia sedang menetap di Vesālī. Kemudian Yang Mulia Revata berkata kepada Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, sebagai berikut: “Yang Mulia, aku akan mendatangi tempat kediaman di mana Yang Mulia Sabbakāmin menetap. Pergilah engkau, setelah bangun pagi, menghadap Yang Mulia Sabbakāmin, dan tanyakan tentang sepuluh hal ini.”

“Baiklah, Yang Mulia,” Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, menjawab Yang Mulia Revata. Kemudian Yang Mulia Revata mendatangi tempat kediaman di mana Yang Mulia Sabbakāmin menetap. Sebuah kamar telah dipersiapkan untuk Yang Mulia Sabbakāmin di ruang dalam, dan satu untuk Yang Mulia Revata di serambi ruang dalam itu. Kemudian Yang Mulia Revata, dengan berpikir: “Sang [303] Sesepuh ini sudah tua, tetapi ia tidak berbaring,” tidak berbaring untuk tidur. Kemudian Yang Mulia Sabbakāmin, dengan berpikir: “Bhikkhu tamu ini lelah, tetapi ia tidak berbaring,” tidak berbaring untuk tidur. ||4||

Kemudian pada akhir malam itu menjelang dini hari, Yang Mulia Sabbakāmin berkata kepada Yang Mulia Revata sebagai berikut: “Karena kediaman apakah, saudaraku,  maka sekarang engkau berdiam dalam kesempurnaan karenanya?”

“Karena kediaman dalam cinta-kasih, maka aku, Yang Mulia, sekarang berdiam dalam kesempurnaan karenanya.”

“Mereka mengatakan bahwa engkau, saudaraku, karena berdiam dalam persahabatan  maka sekarang engkau berdiam dalam kesempurnaan karenanya.”

“Dulu, Yang Mulia, ketika aku masih menjadi seorang perumah tangga, aku telah melatih cinta-kasih, dan karena kediaman dalam cinta-kasih itu maka sekarang aku berdiam dalam kesempurnaan karenanya, dan terlebih lagi kesempurnaan telah dicapai olehku sejak lama. Yang Mulia, Karena kediaman apakah, maka sekarang Sang Sesepuh berdiam dalam kesempurnaan karenanya?”

“Karena kediaman dalam (konsep) kekosongan,  maka aku, Yang Mulia, sekarang berdiam dalam kesempurnaan karenanya.”

“Mereka mengatakan bahwa Sang Sesepuh, Yang Mulia, karena kediaman orang-orang besar  maka sekarang berdiam dalam kesempurnaan karenanya. Kediaman orang-orang besar ini, Yang Mulia, adalah (konsep) kekosongan.”

“Dulu, saudaraku, ketika aku masih menjadi seorang perumah tangga, aku telah melatih kekosongan, dank arena kediaman dalam kekosongan itu maka sekarang aku berdiam kesempurnaan karenanya, dan terlebih lagi kesempurnaan telah dicapai olehku sejak lama.” ||5||

Kemudian  pembicaraan para bhikkhu sesepuh ini terhenti, karena Yang Mulia Sambhūta, Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, tiba di sana. Kemudian Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, menghadap Yang Mulia Sabbakāmin; setelah menghadap, setelah menyapa Yang Mulia Sabbakāmin, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah ia duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, berkata kepada Yang Mulia Sabbakāmin sebagai berikut:

“Yang Mulia, para bhikkhu ini yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī mengajarkan sepuluh hal ini: praktik sehubungan dengan tanduk untuk garam diperbolehkan … emas dan perak diperbolehkan. Yang Mulia, banyak dhamma dan disiplin telah dikuasai  oleh Sang Sesepuh di kaki  seorang penahbis. Yang Mulia, ketika Sang Sesepuh sedang merenungkan dhamma dan disiplin, apakah yang ia simpulkan? Siapakah pembabar dhamma – para bhikkhu dari Timur atau para bhikkhu dari Pāvā?”

“Kepada engkau juga, Yang Mulia, telah banyak menguasai dhamma dan disiplin di kaki seorang penahbis. Ketika engkau, Yang Mulia, sedang merenungkan dhamma dan disiplin, apakah yang engkau simpulkan? Siapakah pembabar dhamma – para bhikkhu dari Timur atau para bhikkhu dari Pāvā?”

“Yang Mulia, ketika aku sedang merenungkan dhamma dan disiplin, aku menyimpulkan: para bhikkhu dari Timur bukanlah pembabar dhamma, para bhikkhu dari Pāvā adalah pembabar dhamma. Namun demikian aku tidak akan mengemukakan pandangan-pandanganku hingga aku ditunjuk sehubungan dengan pertanyaan resmi ini.”

“Yang Mulia, ketika aku juga sedang merenungkan dhamma dan disiplin, aku menyimpulkan: [304] para bhikkhu dari Timur bukanlah pembabar dhamma, para bhikkhu dari Pāvā adalah pembabar dhamma. Namun demikian aku tidak akan mengemukakan pandangan-pandanganku hingga aku ditunjuk sehubungan dengan pertanyaan resmi ini.” ||6||

Kemudian Saṅgha berkumpul, hendak menyelidiki pertanyaan resmi itu. Tetapi sewaktu mereka sedang menyelidiki pertanyaan resmi itu muncul perselisihan tanpa akhir dari kedua belah pihak dan tidak ada satu pun bermakna jelas. Kemudian Yang Mulia Revata memberitahu Saṅgha, dengan mengatakan: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Ketika kita sedang menyelidiki pertanyaan resmi ini muncul perselisihan tanpa akhir dari kedua belah pihak dan tidak ada satu pun bermakna jelas. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menyelesaikan pertanyaan resmi ini melalui referendum.”  Ia memilih empat bhikkhu dari Timur, empat bhikkhu dari Pāvā – para bhikkhu dari Timur adalah Yang Mulia Sabbakāmin dan Yang Mulia Sāḷha dan Yang Mulia Khujjasobhita  dan Yang Mulia Vāsabhagāmika; para bhikkhu dari Pāvā adalah Yang Mulia Revata dan Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, dan Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, dan Yang Mulia Sumana.  Kemudian Yang Mulia Revata memberitahu Saṅgha sebagai berikut:

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Ketika kita sedang menyelidiki pertanyaan resmi ini muncul perselisihan tanpa akhir dari kedua belah pihak dan tidak ada satu pun bermakna jelas. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menunjuk empat bhikkhu dari Timur dan empat bhikkhu dari Pāvā untuk menyelesaikan pertanyaan resmi ini melalui referendum. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Ketika kita sedang menyelidiki pertanyaan resmi ini … bermakna jelas. Saṅgha menunjuk empat bhikkhu dari Timur dan empat bhikkhu dari Pāvā untuk menyelesaikan pertanyaan resmi ini melalui referendum. Jika penunjukan empat bhikkhu dari Timur dan empat bhikkhu dari Pāvā untuk menyelesaikan pertanyaan resmi ini melalui referendum, sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam dir; ia tidak menghendaki silakan berbicara. empat bhikkhu dari Timur dan empat bhikkhu dari Pāvā ditunjuk untuk menyelesaikan pertanyaan resmi ini melalui referendum. Hal ini sesuai dengan kehendak Saṅgha, oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.

Pada saat itu Ajita adalah nama seorang bhikkhu yang telah menjadi bhikkhu selama sepuluh tahun; ia adalah seorang pembaca Pātimokkha bagi Saṅgha. Kemudian Saṅgha lebih lanjut menunjuk Yang Mulia Ajita sebagai penentu tempat duduk bagi para bhikkhu sesepuh.  Kemudian para bhikkhu sesepuh berpikir: “Di manakah kami harus menyelesaikan pertanyaan resmi ini?” [305] Kemudian para bhikkhu sesepuh itu berpikir: ‘Vihara Vālika  ini cukup menyenangkan, dengan sedikit kebisingan, dengan seedikit gangguan. Bagaimana jika kami menyelesaikan pertanyaan resmi ini di Vihara Vālika?” Kemudian para bhikkhu sesepuh itu pergi ke Vihara Vālika, hendak menyelidiki pertanyaan resmi itu. ||7||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB XII)
« Reply #77 on: 07 March 2012, 01:35:00 PM »
Kemudian Yang Mulia Revata memberitahu Saṅgha, dengan mengatakan: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, maka saya akan menanyai Yang Mulia Sabbakāmin sehubungan dengan disiplin.” Kemudian Yang Mulia Sabbakāmin memberitahu Saṅgha, dengan mengatakan: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, maka saya akan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Yang Mulia Revata.” Kemudian Yang Mulia Revata berkata kepada Yang Mulia Sabbakāmin sebagai berikut:

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan tanduk untuk garam diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan tanduk untuk garam itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan membawa garam dalam tanduk, dengan berpikir, ‘aku akan dapat menikmati apa pun yang tidak asin’?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Di manakah hal ini dilarang?”

“Di Sāvatthī, dalam Suttavibhaṅga.”

“Termasuk pelanggaran apakah?”

“Pelanggaran yang menuntut penebusan karena memakan apa yang disimpan.”

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Hal pertama ini, telah diselidiki oleh Saṅgha, ini adalah hal yang bertentangan dengan dhamma, bertentangan dengan disiplin, bukan instruksi Sang Guru. Ini adalah kupon (pemungutan suara) pertama yang saya berikan.

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan dua lebar jari diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan dua lebar jari itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan makan pada waktu yang salah ketika bayangan telah melewati dua lebar jari?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Di manakah hal ini dilarang?”

“Di Rājagaha, dalam Suttavibhaṅga.”

“Termasuk pelanggaran apakah?”

“Pelanggaran yang menuntut penebusan karena makan di waktu yang salah.”

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Hal ke dua ini … Ini adalah kupon (pemungutan suara) ke dua yang saya berikan.


“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan ‘di tengah-tengah desa’ diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan ‘di tengah-tengah desa’ itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan, dengan berpikir, ‘Sekarang aku akan pergi ke tengah-tengah desa,’ setelah makan, setelah kenyang, kemudian memakan makanan yang tidak disisakan?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Di manakah hal ini dilarang?”

“Di Sāvatthī, dalam Suttavibhaṅga.”

“Termasuk pelanggaran apakah?”

“Pelanggaran yang menuntut penebusan karena memakan makanan yang tidak disisakan”

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Hal ke tiga ini … Ini adalah kupon (pemungutan suara) ke tiga yang saya berikan.

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan tempat-tempat kediaman diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan tempat-tempat kediaman itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan bagi beberapa tempat kediaman yang berada dalam lingkungan yang sama melaksanakan berbagai Uposatha?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Di manakah hal ini dilarang?”

“Di Rājagaha, dalam apa yang berhubungan dengan Uposatha.”

“Termasuk pelanggaran apakah?”

“Pelanggaran perbuatan-salah karena di luar disiplin.”

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Hal ke empat ini … Ini adalah kupon (pemungutan suara) ke empat yang saya berikan.

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan penerimaan diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan penerimaan itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan bagi Saṅgha yang tidak lengkap untuk melakukan tindakan (resmi), dengan berpikir, ‘Kami akan memberikan nasihat kepada para bhikkhu yang datang’?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.” [306]

“Di manakah hal ini dilarang?”

“Dalam materi disiplin tentang hal-hal yang berhubungan dengan (para bhikkhu) Campa.”

“Termasuk pelanggaran apakah?”

“Pelanggaran perbuatan-salah karena di luar disiplin.”

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Hal ke lima ini … Ini adalah kupon (pemungutan suara) ke lima yang saya berikan.

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan, dengan berpikir, ‘Hal ini biasa dilakukan oleh penahbisku, hal ini biasa dilakukan oleh guruku,’ kemudian melakukan sesuai dengan kebiasaan itu?”

“Yang Mulia, praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan itu, kadang-kadang diperbolehkan, kadang-kadang tidak diperbolehkan.”

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Hal ke enam ini … Ini adalah kupon (pemungutan suara) ke enam yang saya berikan.

“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan susu-mentega yang tidak diaduk diperbolehkan?”

“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan susu-mentega yang tidak diaduk itu?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan, setelah makan, setelah kenyang, kemudian meminum susu apa pun yang tidak disisakan tetapi telah melewati tahap sebagai susu (walaupun) belum menjadi dadih?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Di manakah hal ini dilarang?”

“Di Sāvatthī, dalam Suttavibhaṅga.”

“Termasuk pelanggaran apakah?”

“Pelanggaran yang menuntut penebusan karena memakan apa yang tidak disisakan.”

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Hal ke tujuh ini … Ini adalah kupon (pemungutan suara) ke tujuh yang saya berikan.

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan meminum minuman yang tidak terfermentasi?”

“Apakah, Yang Mulia, minuman yang tidak terfermentasi ini?”

“Yang Mulia, apakah diperbolehkan untuk meminum minuman apa pun yang difermentasikan (tetapi) belum terfermentasi dan belum sampai pada tahap menjadi minuman keras?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Di manakah hal ini dilarang?”

“Di Kosambi, dalam Suttavibhaṅga.”

“Termasuk pelanggaran apakah?”

“Pelanggaran yang menuntut penebusan karena meminum minuman difermentasikan dan disuling.”

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Hal ke delapan ini … Ini adalah kupon (pemungutan suara) ke delapan yang saya berikan.

“Yang Mulia, apakah sehelai alas duduk yang tanpa pinggiran diperbolehkan?”

“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”

“Di manakah hal ini dilarang?”

“Di Sāvatthī, dalam Suttavibhaṅga.”

“Termasuk pelanggaran apakah?”

“Pelanggaran yang menuntut penebusan yang melibatkan pemotongan.”

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Hal ke sembilan ini … Ini adalah kupon (pemungutan suara) ke sembilan yang saya berikan.

“Yang Mulia, apakah emas dan perak diperbolehkan?”

“Yang Mulia, hal-hal itu tidak diperbolehkan.”

“Di manakah hal ini dilarang?”

“Di Rājagaha, dalam Suttavibhaṅga.”

“Termasuk pelanggaran apakah?”

“Pelanggaran yang menuntut penebusan karena menerima emas dan perak.”

“Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Hal ke sepuluh ini, telah diselidiki oleh Saṅgha, ini adalah hal yang bertentangan dengan dhamma, bertentangan dengan disiplin, bukan instruksi Sang Guru. Ini adalah kupon (pemungutan suara) ke sepuluh yang saya berikan. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Sepuluh hal ini, telah diselidiki oleh Saṅgha, ini adalah materi yang berlawanan dengan dhamma, berlawanan dengan disiplin, bukan instruksi Sang Guru.”

“Pertanyaan resmi ini, Yang Muiia, ditutup, dan diselesaikan dengan baik. Namun demikian, Yang Mulia juga boleh menanyai saya di tengah-tengah Saṅgha  tentang sepuluh hal ini untuk meyakinkan para bhikkhu.”

Maka Yang Mulia Revata juga menanyai Yang Mulia Sabbakāmin di tengah-tengah Saṅgha tentang sepuluh hal ini, dan Yang Mulia Sabbakāmin menjawab. ||8||

Sekarang karena  tujuh ratus bhikkhu – tidak lebih satu, tidak kurang satu – hadir pada saat pembacaan disiplin, maka pembacaan disiplin ini disebut sebagai ‘Pembacaan oleh tujuh Ratus.’  ||9||2||

Demikianlah Bagian Ke Dua belas: Tentang Tujuh Ratus.