Syair di atas diucapkan oleh Sang Buddha sendiri di Tipitaka. Syair tersebut kemudian diperjelas oleh Sang Buddha melalui ceritanya di masa lampau dan di cerita tersebut, Sang Buddha tidak memiliki objection bahwa perbuatan-Nya di masa lampaunya salah. Justru dalam ceritanya, tampak sekali Sang Buddha membenarkan perbuatannya di masa lampau. Bahkan di akhir khotbah Beliau mengklaim sendiri, "Saya adalah penjudi bijaksana pada masa itu (paṇḍitadhutto ahameva ahosiṃ). See.... bukan hanya membenarkan perbuatan-Nya di masa lampau, bahkan beliau mengatakan sebagai penjudi bijaksana. (Belut geliat mode on juga). hehehe....
[belut kulit minyak kelapa mode]Buddha mengatakan penjudi tersebut bijaksana maksudnya karena tidak menelan dadu. Moral dari cerita: penjudi pinter: tidak telan dadu; penjudi bodoh: telan dadu. Penjelasan: karena dadunya selain tidak enak ditelan, berisiko:
1. tercemar kuman karena yang main itu belum tentu cuci tangan sebelum judi
2. dibuat oleh pabrik yang tidak higienis di mana tikus berkeliaran dan 'menyampah' di mana-mana
3. mengandung bahan tercemar radiasi dari kebocoran PLTN di Fukushima
4. diolesi racun oleh saingan
[/belut kulit minyak kelapa mode]