//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Ehipassiko Salah Kaprah?  (Read 3326 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline chen83

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 41
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Ehipassiko Salah Kaprah?
« on: 29 December 2016, 01:19:07 PM »
Agama Buddha di Indonesia sepertinya sudah salah penekanan. Penekanan sekarang adalah pada pembuktian, yang disebutkan sebagai "ehipassiko" (diartikan sebagai datang dan buktikan). Padahal, Ehipassiko artinya kurang lebih "mengundang untuk dibuktikan" (sumber: terjemahan Dhammanussati). Mengundang, tapi bukan untuk pembuktian secara ilmiah. Pembuktiannya adalah secara batin. Dharma mengundang untuk dibuktikan di dalam batin masing-masing.

Kenapa ini bisa terjadi? Mungkin karena agama Buddha sudah tercampur dengan pendidikan Barat/metode ilmiah yang membutuhkan pembuktian atas sebuah hipotesis melalui sebuah percobaan. Menurut saya, bukan itu maksud ehipassiko sebenarnya. Ehipassiko adalah sifat dari Dharma itu sendiri yang mengundang untuk dibuktikan (dalam batin masing-masing). Jadi, bisa jadi kebenaran itu adalah subjektif, bukan objektif. Yang benar bagi saya belum tentu benar bagi Anda.

Agamaku bagiku, agamamu bagimu. Kayanya pernah dengar dimana gitu...

Masalahnya adalah jika Dharma perlu dibuktikan secara ilmiah, saya pikir tidak akan bisa. Contoh mudahnya, untuk membuktikan sendiri kehidupan setelah kematian dan Kamma Yoni, Anda harus mati terlebih dahulu. Mau mati demi percobaan tersebut? Sedangkan orang-orang yang kembali dari kematian, pengakuannya berbeda-beda (subjektif). Sesuai perkiraan saya, sebenarnya kebenaran itu subjektif.

Padahal, ada sebuah cara yang efektif untuk memuaskan logika kita. Dalam Sila ke-4 Pancasila Buddhis, kita melatih diri untuk tidak berbohong. Apakah ada alasan Buddha dan Sangha berbohong pada kita tentang Dharma? Apakah ada lagi yang perlu dibuktikan? Contoh jika saya bilang teko yang mendidih itu panas, apakah kamu harus pegang dulu sampai tangan terbakar baru percaya? Jika saya bilang jatuh itu sakit, apakah perlu kamu jatuh dulu (coba), baru percaya?
Ehipassiko malah membuat perkembangan batin lebih lambat. Padahal keyakinan itu penting dalam ajaran agama. Inilah kuncinya.

Kita perlu belajar dari pengalaman orang lain. Siapa lagi yang sudah mencapai Penerangan Sempurna yang sudah mengalami sendiri yang harus dipercaya...?  _/\_

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Ehipassiko Salah Kaprah?
« Reply #1 on: 03 January 2017, 02:09:59 PM »
Agama Buddha di Indonesia sepertinya sudah salah penekanan. Penekanan sekarang adalah pada pembuktian, yang disebutkan sebagai "ehipassiko" (diartikan sebagai datang dan buktikan). Padahal, Ehipassiko artinya kurang lebih "mengundang untuk dibuktikan" (sumber: terjemahan Dhammanussati). Mengundang, tapi bukan untuk pembuktian secara ilmiah. Pembuktiannya adalah secara batin. Dharma mengundang untuk dibuktikan di dalam batin masing-masing.
setuju2 aja sampe di sini

Masalahnya adalah jika Dharma perlu dibuktikan secara ilmiah, saya pikir tidak akan bisa. Contoh mudahnya, untuk membuktikan sendiri kehidupan setelah kematian dan Kamma Yoni, Anda harus mati terlebih dahulu. Mau mati demi percobaan tersebut? Sedangkan orang-orang yang kembali dari kematian, pengakuannya berbeda-beda (subjektif). Sesuai perkiraan saya, sebenarnya kebenaran itu subjektif.
tapi gak berarti harus dipercaya dan diterima bulat2 kan? saat sesuatu diterima tanpa mempertanyakan dan tanpa meragukan sama sekali, sampai di situ kekritisan berhenti bekerja...

Padahal, ada sebuah cara yang efektif untuk memuaskan logika kita. Dalam Sila ke-4 Pancasila Buddhis, kita melatih diri untuk tidak berbohong. Apakah ada alasan Buddha dan Sangha berbohong pada kita tentang Dharma? Apakah ada lagi yang perlu dibuktikan? Contoh jika saya bilang teko yang mendidih itu panas, apakah kamu harus pegang dulu sampai tangan terbakar baru percaya? Jika saya bilang jatuh itu sakit, apakah perlu kamu jatuh dulu (coba), baru percaya?
yg di atas itu kan circular logic... dilandasi percaya dulu pada Buddha dan Sangha, therefore semuanya dipercayai... kalo memang harus kritis dan logis, semuanya harus diragukan dulu dong.

Ehipassiko malah membuat perkembangan batin lebih lambat. Padahal keyakinan itu penting dalam ajaran agama. Inilah kuncinya.
kalau sang bodhisatva tidak meragukan guru2nya uddaka ramaputta dan alara kalama, maka dia akan yakin setengah mati pada guru2 ini dan tidak mengejar pencerahan lebih lanjut. karena sang bodhisatva meragukan segala sesuatu maka dia akhirnya bisa mencapai pencerahan...

ragu pangkal cerah!
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline kusalaputto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.288
  • Reputasi: 30
  • Gender: Male
  • appamadena sampadetha
Re: Ehipassiko Salah Kaprah?
« Reply #2 on: 03 March 2017, 12:19:32 PM »

Kenapa ini bisa terjadi? Mungkin karena agama Buddha sudah tercampur dengan pendidikan Barat/metode ilmiah yang membutuhkan pembuktian atas sebuah hipotesis melalui sebuah percobaan. Menurut saya, bukan itu maksud ehipassiko sebenarnya. Ehipassiko adalah sifat dari Dharma itu sendiri yang mengundang untuk dibuktikan (dalam batin masing-masing). Jadi, bisa jadi kebenaran itu adalah subjektif, bukan objektif. Yang benar bagi saya belum tentu benar bagi Anda.

tidak bisa di pungkiri bahwa sekarang yang sedang di terima dunia adalah pengaruh dari barat, namun masyarakat barat juga semakin kritis dalam berfikir jadi mereka pun mulai menyelidik yang di buktikan dengan banyak berkembang ajaran buddha di dunia barat karena di lihat lebih masuk akal, yang lucunya malah di asia sendiri semakin tergerus karena melihat ajaran Buddha hanya dari kulitnya dan ritual sehingga muncul klenik klenik.


Agamaku bagiku, agamamu bagimu. Kayanya pernah dengar dimana gitu...

hanya di indonesia di katakan bahwa buddha itu agama, kalau saya bilang lebih pada ajaran, translate dari inggris pun bukan Buddha religion tadi Buddha teaching.


Masalahnya adalah jika Dharma perlu dibuktikan secara ilmiah, saya pikir tidak akan bisa. Contoh mudahnya, untuk membuktikan sendiri kehidupan setelah kematian dan Kamma Yoni, Anda harus mati terlebih dahulu. Mau mati demi percobaan tersebut? Sedangkan orang-orang yang kembali dari kematian, pengakuannya berbeda-beda (subjektif). Sesuai perkiraan saya, sebenarnya kebenaran itu subjektif.

kalau pembuktian setelah meninggal agama apapun tidak bisa membuktikan dan itu semua manjadi subjektif, tergantung dari apa yang mereka yakini dan itu yg akan di ceritakan kembali sesuai dengan pemahaman mereka yg subjektif. kenapa tidak lakukan pembuktian yang bisa di lakukan pada kehidupan ini juga? contoh jhana dalam meditasi, tidak sedikit yogi yang sudah mencapai jhana dan itu bisa di buktikan, masalahnya hanya mau atau tidak mau latihan keras untuk meditasi. masih banyak lagi ajaran buddha yang bisa di buktikan dalam kehidupan saat ini.


Padahal, ada sebuah cara yang efektif untuk memuaskan logika kita. Dalam Sila ke-4 Pancasila Buddhis, kita melatih diri untuk tidak berbohong. Apakah ada alasan Buddha dan Sangha berbohong pada kita tentang Dharma? Apakah ada lagi yang perlu dibuktikan? Contoh jika saya bilang teko yang mendidih itu panas, apakah kamu harus pegang dulu sampai tangan terbakar baru percaya? Jika saya bilang jatuh itu sakit, apakah perlu kamu jatuh dulu (coba), baru percaya?
Ehipassiko malah membuat perkembangan batin lebih lambat. Padahal keyakinan itu penting dalam ajaran agama. Inilah kuncinya.

Kita perlu belajar dari pengalaman orang lain. Siapa lagi yang sudah mencapai Penerangan Sempurna yang sudah mengalami sendiri yang harus dipercaya...?  _/\_
ini karena anda sudah percaya pada sang buddha makanya anda bisa mengatakan tidak mungkin sang Buddha berbohong, namun bagaimana dengan orang yang belum tahu ajaran Buddha dan  bukan beragama Buddha?
Sang Buddha sendiri ada menurunkan sabda kepada suku kalama yang biasa di  kenal dengan kebebasan untuk meneliti, saat Buddha bersabda saat itu suku kalam belum percaya pada sang buddha dan banyak guru guru yang lain datang meninggi kan ajarannya dan merendahkan ajaran lainnya, maka Buddha mengajarkan agar meneliti dulu apakah itu baik, bermanfaat, tidak di cela oleh para bijak sana kalau iya maka ikuti kalau tidak maka tinggalkan, (lengkapnya cari di perpustakan dhammacitta) hal ini yang membuat perbedaan ajaran Buddha dengan agama lain karena di ajarkan untuk selidiki dahulu baru percaya, bukan percaya dulu tidak boleh menyelidiki. dalam kalama sutta Buddha pun menjelaskan ada 4 penghiburan bila menjalankan ajaran beliau namun bila tidak ada kehidupan selanjutnya.


akhir kata kalau kita hanya mengandalkan percaya saja dan terima saja apa bedanya kita dengan tetangga yang harus percaya dan yakin, kalau tidak percaya maka tidak beriman, kalau tidak percaya murtad, kalau mempertanyakan ajarannya maka dosa besar, bahwa ajarannya yang paling benar yang lain salah, untuk itu di ajaran Buddha  melalui kalama sutta mengajarkan kita untuk cari tahu dulu selidiki benar atau tidak baru lah anda percaya
« Last Edit: 03 March 2017, 12:25:26 PM by kusalaputto »
semoga kamma baik saya melindungi saya, semoga kamma baik saya mengkondisikan saya menemukan seseorang yang baik pada saya dan anak saya, semoga kamma baik saya mengkondisikan tujuan yang ingin saya capai, semoga saya bisa meditasi lebih lama.

Offline chen83

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 41
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Ehipassiko Salah Kaprah?
« Reply #3 on: 20 March 2017, 07:36:16 PM »
"yg di atas itu kan circular logic... dilandasi percaya dulu pada Buddha dan Sangha, therefore semuanya dipercayai... kalo memang harus kritis dan logisTi, semuanya harus diragukan dulu dong."

Justru itu maksud saya (maaf mengulang), sudah jadi upasaka, masuk ke vihara, baca Tisarana, baca Pancasila Buddhis.  Muridnya saja melatih diri untuk tidak berbohong.  Nah, si murid malah meragukan gurunya dengan mencoba membuktikan semua yang gurunya katakan.  Hehehe...itulah maksud saya "salah kaprah".  Sadarkah si murid dengan membaca Pancasila saja...sudah berat buat berbohong...apalagi Guru Agung.  Jadi, menurut saya tetap "tidak ada yang perlu dibuktikan".

Untung nggak ada karma buruk untuk "meragukan guru", hanya mungkin perkembangan agak terhambat saja.

Ragu bukan pangkal cerah!

Keyakinan penuh pada Triratna pangkal cerah!

Hehehe.  Anumodana.   _/\_

Offline chen83

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 41
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Ehipassiko Salah Kaprah?
« Reply #4 on: 20 March 2017, 07:45:43 PM »
akhir kata kalau kita hanya mengandalkan percaya saja dan terima saja apa bedanya kita dengan tetangga yang harus percaya dan yakin, kalau tidak percaya maka tidak beriman, kalau tidak percaya murtad, kalau mempertanyakan ajarannya maka dosa besar, bahwa ajarannya yang paling benar yang lain salah, untuk itu di ajaran Buddha  melalui kalama sutta mengajarkan kita untuk cari tahu dulu selidiki benar atau tidak baru lah anda percaya

Nah ini dia nih maksud saya.  Tidak percaya artinya memang tidak beriman, agama apapun dia.  Jadi kalau kita sudah baca Tisarana dan Pancasila, kita sudah berlindung pada Triratna dan mengambil lima sila, salah satunya melatih diri untuk tidak berbohong.  Janganlah meragukan lagi kata-kata Guru Agung.  Saddha = yakin.  Yakin = tidak ragu.  Sudah waktunya Ehipassiko dibenarkan pengartiannya, bukan "buktikan" seperti percobaan ilmiah, tapi merupakan sifat Dharma-nya Sang Buddha yang "mengundang untuk dibuktikan".  Dan para bijaksana..."dapat membuktikannya", tapi "dalam batin masing-masing."  (kebenaran subjektif, bukan objektif)

Untung sekali Buddha tidak pernah mengklaim ajarannya yang paling benar, yang lain salah.  Yang ada dibilang malah, Dharma yang diajarkan oleh Guru Agung cuma segenggam daun.  Di hutan masih banyak Dharma (tapi mungkin tidak sempat diajarkan).

Anumodana.  _/\_

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Ehipassiko Salah Kaprah?
« Reply #5 on: 27 March 2017, 07:28:50 PM »
Yesus Bilang: Jangan Berbohong, therefore, YHWH itu tuhan pencipta
Muhammad Bilang: Jangan Berbohong, therefore, Allah itu tuhan pencipta

Kesimpulan: Semua agama yang menyuruh jangan berbohong adalah agama yang BENAR.. Happy Ending..
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline Wijianto sugiato

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 20
  • Reputasi: 0
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Ehipassiko Salah Kaprah?
« Reply #6 on: 26 April 2017, 11:11:29 PM »
Saya sendiri meditasi bisa lihat kepada keadaan sebelum saya dilahirkan di dunia ini, bahkan saya nampak bagaimana cara saya memasuki rahim ibuku, saya pertama sih baca buku ini 科學時代的輪迴錄 tulisan Mr.楊大省. Di dalam buku ini banyak berisi catatan orang yang tahu kehidupan pada inkarnasi yang lalu, tapi wa sampe sekarang hanya baca sampe setengah, belum baca habis, hehehe.  _/\_

 

anything