//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)  (Read 96064 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #75 on: 17 November 2011, 11:40:56 PM »
semakin mengerti, walau sutra palsu, yang penting isinya, tokoh buda amitaba, kwan im, tidak perduli asli atau palsu yang terpenting ajarannya, ucapan benar artinya sudah tidak diperlukan dalam buda darma, kebohongan sudah tidak artinya, yang terpenting adalah isinya yang mengandung buda darma.

tambahan, juga kalau nibbana itu bohong pun maka tetap akan menjalani buda darma.

mantap deh ajaran buda baru.
« Last Edit: 17 November 2011, 11:44:26 PM by ryu »
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #76 on: 17 November 2011, 11:58:35 PM »
semakin mengerti, walau sutra palsu, yang penting isinya, tokoh buda amitaba, kwan im, tidak perduli asli atau palsu yang terpenting ajarannya, ucapan benar artinya sudah tidak diperlukan dalam buda darma, kebohongan sudah tidak artinya, yang terpenting adalah isinya yang mengandung buda darma.

tambahan, juga kalau nibbana itu bohong pun maka tetap akan menjalani buda darma.

mantap deh ajaran buda baru.

tidak heran, sutra2 mahayana membengkak menjadi sangat banyak ;D

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #77 on: 18 November 2011, 05:34:27 AM »
saya bahkan belum bisa mempercayai kedua orang tua saya sekarang adalah orang tua kandung saya karena memang saya belum pernah TEST DNA untuk membukti-kannya...

Seandai-nya sudah di tEST DNA, saya masih belum bisa percaya kalau hasil test-nya tidak di-manipulasi... wkwkwkwkw...


tidak perlu2 muluk2 untuk test DNA,
bagaimana Anda bisa yakin bahwa Anda adalah anak dari orang tua Anda ?
jika pada saat Anda lahir, mata Anda masih tertutup.
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #78 on: 18 November 2011, 09:18:35 AM »
Ketika seseorang menggunakan jarinya menunjuk ke bulan, maka seharusnya yang kita perhatikan adalah bulan, bukan orang atau jarinya. Orang yang menunjuk dan telunjuk yang digunakan untuk menunjuk adalah alat belaka, sedangkan intisarinya adalah bulan tersebut yang ditunjuk.

Buddha dan ajaran-Nya adalah orang dan jari yang menunjuk, sedangkan praktik adalah bulannya.

Semoga paham. Mohon maaf, kalau Anda tidak paham lagi, saya tidak bisa membantuk lagi. Terimakasih. 

Saudara Sobat ketika pada zaman Buddha, orang melihat pertama kali adalah "figur" Buddha, jadi saya menganggap perumpaaan anda tidak tepat dan tidak ada kolerasinya dengan pertanyaan yang di ajukan...Kalau anda memang tidak ada perumpaan yang lebih mengena lagi, maka anggap saja pertanyaan ini tidak mampu dijawab oleh anda dan tidak mampu dimengerti oleh saya.Terima kasih.



Quote
Tapi cara memuja/mengidolakan Triratna sebagai figur, telah menjadikannya tidak berbeda dengan agama lain itu memperlakukan Tuhannya.   
Itu urusan agama lain, bukan urusan kita, buat apa pula kita bahas agama yang lain ?Kemudian siapa yang mengindolakan Tiratana ?


Quote
Maksudmu Triratna jadi kayak jimat gitu. Boleh juga :) Kalau kamu mau menghayati demikian, ya boleh juga. Kalau dianalogikan dengan perlindungan dari sesuatu, inilah pemahaman saya: dengan menyerahkan diri secara total pada praktik Buddhadharma (mengembangkan sila, samadhi, dan prajna), maka saya melindungi diri dari perilaku buruk yang berasal dari lobha, moha, dan dosa. Saya berlindung bukan pada figur tertentu, tetapi berlindung pada praktik Buddhadharma (sila, samadhi, prajna), di mana saya berserah diri secara total.   

Saya merasa tidak ada kalimat saya yang mengandung/mengatakan bahwa menggangap Tiratana sebagai "jimat", saya juga kurang paham apa arti luas dari kata "jimat" menurut Anda sendiri, bisa dijelaskan apa maksud Anda mengatakan hal tersebut terhadap pernyataan saya tentang "perlindungan" ?

Kemudian sekali lagi dan telah berkali - kali Anda hanya berputar-putar saja, Anda mengatakan Anda menjalankan praktik BuddhaDhamma, saya to the point saja, "darimana anda belajar praktik BuddhaDhamma" ? "Apakah kalau Buddha tidak nyata, Anda tetap menjalani praktik BuddhaDhamma ?" "Percayakah anda kepada Buddha yang mengajarkan praktik BuddhaDhamma ?" Mohon dijawab.thanks


Quote
Saya tidak terlalu ingat cerita itu. Silahkan ceritakan dulu lebih lengkap.
Silakan di search di google...thanks

Quote
Karena saya tidak berserah pada Buddha dalam bentuk figur historis (yang bisa nyata atau tidak nyata), tapi berserah diri secara total pada Buddha  sebagai hakikat kebuddhaan (kualitas Kebuddhaan) di dalam diri setiap makhluk, yang berarti itu adalah berserah secara total pada kebijaksanaan dan cinta kasih. Kebijaksanaan dan cinta kasih tidak perlu dibuktikan sebagai nyata atau tidak nyata, karena ia ada dalam praktik nyata sehari-hari.   

Adalah sangat aneh pernyataan Anda, Anda tidak membuktikannya sebagai nyata atau tidak nyata, tetapi anda mempraktikannya, jadi apa yang Anda praktikkan ? Anda tidak memiliki Saddha ya ?Saya tidak menasumsikan Buddha sebagai sesosok figur, yang menasumsikan dan mengatakannya sebagai sesosok figur kan Anda...Thanks.


Quote
Tidak.

Jadi, tentunya kalimat "Buddha is the best" tidak memiliki masalah lagi bagi anda bukan ? :-)

Quote
Justru karena sudah membaca, tapi tidak melihat koherensi maknanya, maka saya meminta Anda untuk menjabarkannya dengan lebih logis dan sistematis.

Nah, sekarang di baca lagi, semoga dapat dimengerti yah... :-)

Quote
Saya tidak sedang berusaha menjadi "bijak", hanya menyampaikan apa adanya pandangan saya, karena itu bisa jadi buat Anda terdengar "tidak bijak." Kembali ke contoh yang Anda buat:

Ketika Anda mencoba langsung ke cafe, memang Anda sedang berehipassiko. Ketika itu dilaksanakan, referensi dari teman Anda hanyalah tinggal jadi pengetahuan yang akan terbukti atau tidak terbukti kebenarannya tatkala kita benar-benar langsung mencoba hidangan di cafe tersebut. Jika kita tetap bisa imparsial, tidak bias, dan obyektif, maka kita dapat menilai dengan tepat apa rasa makanan tersebut menurut pengalaman kita sendiri tanpa diinterupsi oleh ingatan akan penilaian dari teman kita. Jika itu yang terjadi, maka ini namanya ehispassiko: karena disertai dengan kesadaran jernih tanpa penilaian yang bias. 

Akan tetapi, apa jadinya kalau ternyata penilaian teman Anda tersebut kemudian mempengaruhi secara total komentar Anda akan makanan di cafe tersebut? "karena saya sangat percaya dan yakin dengan teman saya, pasti apa yang dikatakan oleh teman saya pasti selalu benar." Kemudian tatkala kita mencoba makanan di cafe yang direferensikan tersebut, persepsi kita tentang makanan lantas dipaksakan oleh asumsi tersebut, maka dalam pikiran muncul asumsi: "Temanku berkata makanan di cafe ini enak, karena temanku tidak mungkin salah, maka makan di cafe ini pasti enak, tidak mungkin tidak enak." Hal demikian hanya membuat kita semakin jauh dari pengalaman asli (orisinil) kita sendiri, karena semua penilaian atas pengalaman kita kemudian direpresi oleh keinginan kita mempertahankan keyakinan akan kebenaran figur teman kita. Ini bukan lagi ehipassiko, tapi kepercayaan buta yang muncul dari sikap favoritisme atas teman yang kita yakini (positif di mata kita).

Bias tidak bias, itu menurut Anda bukan ?banyak kasus dimana umat berkeyakinan bergaul dengan umat yang tidak berkeyakinan, setelah dijelaskan kualiatas2 Buddha Dhamma dan Sangha, mereka menjadi tertarik untuk mengundang Buddha, setelah Buddha datang dan membabarkan Dhamma, mereka turut menjadi berkeyakinan terhadap Tiratana, jadi menurut anda itu "dinterupsi" oleh penilaian pihak lain tidak ?

Quote
Dari mana ketidakpercayaan itu muncul, justru dari adanya asumsi yang telah diyakininya dalam  kepalanya. Kalau si petapa adalah orang yang tanpa tendensi, obyektif, imparsial, tanpa bias, maka ia akan menyelidiki lebih jauh lagi siapa Sang Buddha. Namun, dikarenakan si petapa penuh asumsi di kepalanya, 'Tidak mungkin ada yang demikian, karena dalam pengetahuan saya tidak mungkin demikian", yang diyakini sebagai benar demikian, maka ia tidak tertarik lagi mencari tahu.

Nah, coba dibaca komentar anda sebelumnya, "Apakah kita masih perlu langsung memakan sebuah makan tanpa menyelidikinya dulu, seperti anjuran anda sebelumnya ?"


Quote
Dalam kasus kalau kepercayaannya pada figur memang demikian, tapi saya lebih mementingkan praktik (demikian saya berkomitmen pada diri saya) daripada berspekulasi apakah guru saya adalah Arahat atau bukan, cerah atau tidak.
Praktiknya Anda dapatkan darimana ?Apakah sama seperti asumsi Anda, Anda langsung makan sebuah makanan tanpa menyelidikinya, seperti itu kah Anda ?dan Anda tetap "ngotot" dengan tindakan Anda tersebut, sehingga saya memberi asumsi anda ibarat seseorang yang "mengindolakan ajaran Buddha tanpa peduli dengan eksistensi Buddha atau Ajaran itu sendiri"..

Sangat penting untuk mempercayai/mengetahui bahwa para Arahat masih nyata dan ada, dengan kepercayaan seperti itulah orang akan mempraktikan Ajaran Buddha dan melatih diri untuk mencapai kesucian yang sama, tidak seperti anda yang menjalankan sebuah praktik tanpa kepedulian terhadap eksistensi Buddha atau Arahat, dan menurut saya itu sangat aneh dan tidak wajar..
 
Quote
ya, yang diselidiki adalah makanannya, bukan siapa si pembuat makanan, bukan pula ingatan kita akan referensi teman kita akan makanan tersebut.

Nah, oleh sebab itu, ingatlah jangan memakan langsung makanan direstoran tanpa menyelidikinya terlebih dahulu ya bro Sobat.. :-), sama juga seperti ajaran Buddha, jangan langsung menelan bulat-bulat tanpa ehipassiko terlebih dahulu, sama seperti Anda yang menjalankan praktik BuddhaDhamma tanpa peduli dengan eksistensi Buddha.Semoga dapat dimengerti yach...Thanks


Quote
Sudah dijawab di atas kan. Tidak akan terpengaruh.

Wah, pertanyaan yang ini agak membingungkan. Mohon diperjelas.

Menurut saya pertanyaanya cukup jelas, saya ulangi sekali lagi ya...
1.) Apakah dengan mengatakan "Buddha is the best" termasuk kategori "pengindolaan" atau "pemujaan" ?

2.) Apakah anda mempercayai/menyakinan ajaran Buddha dan Buddha itu sendiri ?

nah, apakah dengan begini sudah lebih jelas ?silakan dijawab...thanks
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #79 on: 18 November 2011, 09:41:10 AM »
nah, mohon anda menggunakan bahasa awam kepada saya, kenapa perlu Tisarana, kenapa tidak cukup dengan Ekasarana jika Buddha, Dharma, dan Sangha adalah tunggal?

dari apa yang saya pahami dari ajaran Theravada, Buddha memiliki kualitas2 spt yg didefinisikan dalam Buddhanussati, Dhamma juga memiliki kualitasnya sendiri spt dalam Dhammanussati, demikian pula halnya dengan Sangha. kenapa yg tunggal bisa memiliki definisi dan kualitas yg berbeda2?

Buddha adalah simbol dari kesempurnaan Panna: Pengetahuan yang sempurna dengan kehidupan suci yang sempurna.

Dhamma adalah simbol dari metode praktik dan Samadhi: "Mengundang Untuk Dibuktikan, Menuntun Kedalam Batin yang dapat dapat Diselami Oleh Para Bijaksana Dalam Batin Masing-Masing"

Sangha yang bertindak baik lurus, patut, benar dan lurus adalah representasi dari penegakkan Sila.

Jadi berlindung kepada Buddha, Dhamma, & Sangha adalah berserah total kepada sila, samadhi, dan panna. Ketiganya adalah tunggal. Namun, jika dijabarkan sebagai satu urutan praktik, maka dalam Theravada umumya adalah dimulai dari sila, baru diikuti oleh samadhi, dan seterusnya panna.

Namun pada hakikatanya, di dalam sila terdapat panna dan samadhi, begitu juga di dalam samadhi terdapt sila dan panna, dan di dalam panna berarti terdapat sila dan samadhi.

Sama halnya juga di dalam Sangha, terdapat Dharma dan Buddha, di dalam Dharma terdapat Sangha dan Buddha, dan di dalam Buddha terdapat Sangha dan Dharma.

Apakah anda paham?

Kalau tidak akan saya jabarkan nanti begitu ada kesempatan yang lebih lowong. Trims.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #80 on: 18 November 2011, 09:45:07 AM »
itulah kenapa kita perlu menjawab dengan to-the-point, bukan dengan cara berputar2, karena bukannya memberikan penjelasan pada penanya, malah tambah membingungkan penanya

Saya sudah sangat to the point :)) Tapi apa daya, emang komunikasi ada batasnya.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #81 on: 18 November 2011, 09:48:27 AM »
semakin mengerti, walau sutra palsu, yang penting isinya, tokoh buda amitaba, kwan im, tidak perduli asli atau palsu yang terpenting ajarannya, ucapan benar artinya sudah tidak diperlukan dalam buda darma, kebohongan sudah tidak artinya, yang terpenting adalah isinya yang mengandung buda darma.

tambahan, juga kalau nibbana itu bohong pun maka tetap akan menjalani buda darma.

mantap deh ajaran buda baru.

Karena yang bisa palsu atau tidak itu cuma doktrin, sedangkan Buddhadharma mengajarkan langsung melihat pada realitas tunggal yang tanpa sifat palsu ataupun sejati. Doktrin hanya alat bantu untuk menunjuk pada realitas, tapi bukan realitas itu sendiri.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #82 on: 18 November 2011, 09:50:58 AM »
Buddha adalah simbol dari kesempurnaan Panna: Pengetahuan yang sempurna dengan kehidupan suci yang sempurna.

Dhamma adalah simbol dari metode praktik dan Samadhi: "Mengundang Untuk Dibuktikan, Menuntun Kedalam Batin yang dapat dapat Diselami Oleh Para Bijaksana Dalam Batin Masing-Masing"

Sangha yang bertindak baik lurus, patut, benar dan lurus adalah representasi dari penegakkan Sila.

Jadi berlindung kepada Buddha, Dhamma, & Sangha adalah berserah total kepada sila, samadhi, dan panna. Ketiganya adalah tunggal. Namun, jika dijabarkan sebagai satu urutan praktik, maka dalam Theravada umumya adalah dimulai dari sila, baru diikuti oleh samadhi, dan seterusnya panna.

Namun pada hakikatanya, di dalam sila terdapat panna dan samadhi, begitu juga di dalam samadhi terdapt sila dan panna, dan di dalam panna berarti terdapat sila dan samadhi.

Sama halnya juga di dalam Sangha, terdapat Dharma dan Buddha, di dalam Dharma terdapat Sangha dan Buddha, dan di dalam Buddha terdapat Sangha dan Dharma.

Apakah anda paham?

Kalau tidak akan saya jabarkan nanti begitu ada kesempatan yang lebih lowong. Trims.


kenapa tdk cukup dgn ekasarana? dan anda mengatakan "praktik theravada" sehubungan dgn tiga latihan, sila samadhi panna, apakah praktik ini tdk ada dlm mahayana?
« Last Edit: 18 November 2011, 09:52:45 AM by Indra »

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #83 on: 18 November 2011, 10:12:31 AM »
itulah kenapa kita perlu menjawab dengan to-the-point, bukan dengan cara berputar2, karena bukannya memberikan penjelasan pada penanya, malah tambah membingungkan penanya

saya kira itu 'senjata nya' karena memang kondisi yang ada demikian.
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #84 on: 18 November 2011, 10:20:20 AM »
Saudara Sobat ketika pada zaman Buddha, orang melihat pertama kali adalah "figur" Buddha, jadi saya menganggap perumpaaan anda tidak tepat dan tidak ada kolerasinya dengan pertanyaan yang di ajukan...Kalau anda memang tidak ada perumpaan yang lebih mengena lagi, maka anggap saja pertanyaan ini tidak mampu dijawab oleh anda dan tidak mampu dimengerti oleh saya.Terima kasih.

Tampaknya contoh seperti apapun akan Anda bantah. Jadi aku pikr percuma menjelaskan pada Anda.

Anehnya Anda menyinggung soal mampu atau tidak mampu dalam diskusi ini: tampaknya diskusi ini hanya soal uji kemampuan bagi Anda? Kalau itu maksud Anda berdiskusi dengan saya: aku ngaku kalah saja deh... dan Anda pemenangnya  :)) Selesai nggak :))

Itu urusan agama lain, bukan urusan kita, buat apa pula kita bahas agama yang lain ?Kemudian siapa yang mengindolakan Tiratana ?
Ini ukan soal urusan siapa, tapi siapa yang telah memperlakuan triratna seperti "tuhan baru". Tanya saja siapa ke forum ini, semoga ada yang mau mengaku :))

Saya merasa tidak ada kalimat saya yang mengandung/mengatakan bahwa menggangap Tiratana sebagai "jimat", saya juga kurang paham apa arti luas dari kata "jimat" menurut Anda sendiri, bisa dijelaskan apa maksud Anda mengatakan hal tersebut terhadap pernyataan saya tentang "perlindungan" ?
Kalau disebut jimat kenapa? Jimat kan fungsinya untuk melindungi?

Kemudian sekali lagi dan telah berkali - kali Anda hanya berputar-putar saja,
Dan terimakasih, Anda sudah bersedia untuk berputar2 bersama saya. Anda berputar2 saya berputar2 juga. Apa salahnya?

Anda mengatakan Anda menjalankan praktik BuddhaDhamma, saya to the point saja, "darimana anda belajar praktik BuddhaDhamma" ? "Apakah kalau Buddha tidak nyata, Anda tetap menjalani praktik BuddhaDhamma ?" "Percayakah anda kepada Buddha yang mengajarkan praktik BuddhaDhamma ?" Mohon dijawab.thanks
Nah, Anda terus memasakan lari ke figur. "Buddha" yang Anda maksud itu Buddha yang mana? Apakah Siddharta Gotama sebagai figur pribadi?

Silakan di search di google...thanks
Wah... Tidak mau repot ya :)

Adalah sangat aneh pernyataan Anda, Anda tidak membuktikannya sebagai nyata atau tidak nyata, tetapi anda mempraktikannya, jadi apa yang Anda praktikkan ? Anda tidak memiliki Saddha ya ?
Saddha saya ada pada praktik, dan saddha adalah bagian dari praktik saya, sedangkan praktik saya adalah saddha.

Saya tidak menasumsikan Buddha sebagai sesosok figur, yang menasumsikan dan mengatakannya sebagai sesosok figur kan Anda...Thanks.
Oh gitu, ya sudah kal gitu.

Jadi, tentunya kalimat "Buddha is the best" tidak memiliki masalah lagi bagi anda bukan ? :-)
Bukan kalimatnya, tapi motif di balik ketika kalimat itu diucapkan.

Nah, sekarang di baca lagi, semoga dapat dimengerti yah... :-)
Capek  mengetik ya bro? :)

Bias tidak bias, itu menurut Anda bukan ?banyak kasus dimana umat berkeyakinan bergaul dengan umat yang tidak berkeyakinan, setelah dijelaskan kualiatas2 Buddha Dhamma dan Sangha, mereka menjadi tertarik untuk mengundang Buddha, setelah Buddha datang dan membabarkan Dhamma, mereka turut menjadi berkeyakinan terhadap Tiratana, jadi menurut anda itu "dinterupsi" oleh penilaian pihak lain tidak ?
Nah, mana tahu. Setelah mengundang lalu Sag Buddha datang dan berbicara, barusan jelas apakah penilaiannya tehadap Sang Buddha nanti dikarenakan bias atau tidak. Kalauia mengatakan: " Sang Buddha hebat karena temanku mengatakannya hebat," itu bias. Tai kalau ia dapat melihat secara obyektif apa yang dikatakan oleh Sang Buddha tanpa dipengaruhi penilaiannya pada refernsi temannya, ya itu baru tidak bias.

Nah, coba dibaca komentar anda sebelumnya, "Apakah kita masih perlu langsung memakan sebuah makan tanpa menyelidikinya dulu, seperti anjuran anda sebelumnya ?"
Menyelidiki di sini, maksudnya "tanya teman". Tolong lhat konteks kalimat dan diskusi ketika itu.

Praktiknya Anda dapatkan darimana ?Apakah sama seperti asumsi Anda, Anda langsung makan sebuah makanan tanpa menyelidikinya, seperti itu kah Anda ?dan Anda tetap "ngotot" dengan tindakan Anda tersebut, sehingga saya memberi asumsi anda ibarat seseorang yang "mengindolakan ajaran Buddha tanpa peduli dengan eksistensi Buddha atau Ajaran itu sendiri"..
Ya, kala itu asumsi Anda. Apa boleh buat. Itukan asumsi Anda.

Sangat penting untuk mempercayai/mengetahui bahwa para Arahat masih nyata dan ada, dengan kepercayaan seperti itulah orang akan mempraktikan Ajaran Buddha dan melatih diri untuk mencapai kesucian yang sama, tidak seperti anda yang menjalankan sebuah praktik tanpa kepedulian terhadap eksistensi Buddha atau Arahat, dan menurut saya itu sangat aneh dan tidak wajar..

Oh gitu...  Jadi "memercayai" dan "mengetahui" itu hal yang sama ya? Jadi ketika Anda percaya bahwa Arahat ada, saat itu jga Anda "mengetahui" Arahat itu ada. Sungguh keercayaan yang luar biasa, dapat menjadikan kepercayaan sebagai pengetahuan.

Nah, oleh sebab itu, ingatlah jangan memakan langsung makanan direstoran tanpa menyelidikinya terlebih dahulu ya bro Sobat.. :-), sama juga seperti ajaran Buddha, jangan langsung menelan bulat-bulat tanpa ehipassiko terlebih dahulu, sama seperti Anda yang menjalankan praktik BuddhaDhamma tanpa peduli dengan eksistensi Buddha.Semoga dapat dimengerti yach...Thanks

Nah, kalau "menyelidiki" yang dimaksud di sini "harus tanya teman dulu" ya memang tidak perlu. Kalau menyeldiki dengan indera kita ya sudah otomatis terjadi tatkala makanan ada di depan mata, tanpa bisa ditolak.

Tapi, bagaimana pun Bo Riky Dave sangat bijaksana loh :) Anda menang kok, saya mengaku kalah saja :)

Menurut saya pertanyaanya cukup jelas, saya ulangi sekali lagi ya...
1.) Apakah dengan mengatakan "Buddha is the best" termasuk kategori "pengindolaan" atau "pemujaan" ?

2.) Apakah anda mempercayai/menyakinan ajaran Buddha dan Buddha itu sendiri ?

Ini tampaknya jadi integorasi.  Semaki miripsaja dengan orang2 dari K. Bro Gandalf, Anda sungguh benar :)
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #85 on: 18 November 2011, 10:23:38 AM »
Kamu yang paling tahu kan pikiranmu sendiri

:)) Walaupun sudah dijawab sepanjang itu belum bisa menyimpulkan? :))
Menurutmu bagaimana loh?



Yakin sekaligus tidak yakin. Aku justru balik bertanya padamu, kalau Arahat ternyata tidak ada, apakah kamu akan meninggalkan praktik Buddhadharma. Jawabku adalah, Bahkan kalau seandainya ada yang mampu membuktikan Arahat tidak ada sekalipun, aku tetap akan mempraktikkan Buddhadharma. Bagaimana dengan kamu? 

Sudah kujelaskan posisiku, silahkan menilai sendiri...
:)   )

bold : ini loh jawaban Mas Sobat tentang keberadaan Arahat didunia ini
kesimpulannya apa ya ? saya tidak punya ilmu putar2.  :))
bisa dijelaskan lebih mendetail, mengapa yakin ? dan mengapa tidak yakin ?  ;D
« Last Edit: 18 November 2011, 10:27:03 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #86 on: 18 November 2011, 10:24:57 AM »
kenapa tdk cukup dgn ekasarana?
Supaya jelas, ada tiga aspek penting (dari satu hal) yang harus diperhatikan untuk seorang praktisi: sila, samadhi, panna. Kalau ketiganya dijadikan satu, itu adalah Hakikat Kebuddhaan di dalam setiap makhluk hidup (Bodhictta).

dan anda mengatakan "praktik theravada" sehubungan dgn tiga latihan, sila samadhi panna, apakah praktik ini tdk ada dlm mahayana?
Ada. Tapi saya menggunakan kata Theravada, karena sedang bicara dengan sahabat2 dari Theravada.

« Last Edit: 18 November 2011, 10:30:11 AM by sobat-dharma »
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #87 on: 18 November 2011, 10:28:22 AM »
bold : ini loh jawaban Mas Sobat tentang keberadaan Arahat didunia ini
kesimpulannya apa ya ?
bisa dijelaskan lebih mendetail
mengapa yakin ? dan mengapa tidak yakin ?
please !

Tidak tahu

Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #88 on: 18 November 2011, 10:29:37 AM »
saya kira itu 'senjata nya' karena memang kondisi yang ada demikian.

Bro Adi Lim... atuhhhh jangan bawa-bawa 'senjata' di forum :)
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kriteria Guru yang Baik dan Buruk (Master Shengyen)
« Reply #89 on: 18 November 2011, 10:30:08 AM »
Supaya jelas, ada tiga aspek penting (dari satu hal) yang harus diperhatikan untuk seorang praktisi: sila, samadhi, panna. Kalau ketiganya dijadikan satu, itu adalah Hakikat Kebuddhaan di dalam setiap makhluk hidup (Bodhictta).


saya tidak terbiasa dgn jawaban ambigu, jadi sebenarnya tiga atau satu? jika satu, bukankah cukup hanya berlindung pada Buddha, atau hanya pada Dhamma, atau hanya pada Sangha, saja? apakah demikian pemahaman mahayana? karena dalam Theravada, kami dituntut untuk berlindung pada ketiga itu, bukan salah satu saja.