//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 580733 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #75 on: 20 June 2009, 04:28:26 PM »
A bertemu dengan B menanyakan tentang ajaran Buddha.

A: Benarkah Buddha mengajarkan hidup ini adalah dukkha?
B: Benar

A: Banyak yang bisa dilakukan dalam hidup, bukankah mengatakan hakikat hidup adalah dukkha adalah pandangan pesimis?

B: Apa kerjaan anda?
A: Saya seorang manager perusahaan

B: Untuk apa anda bekerja?
A: Untuk mendapatkan uang, memenuhi kebutuhan

B: Setelah dapat uang cukup, lalu apa yang anda lakukan?
A: Saya akan mencari istri yang sesuai, punya keluarga, dan membahagiakan mereka

B: Setelah itu?
A: Saya akan mempertahankan kebahagiaan itu seumur hidup

B: Dengan begitu, anda katakan hakikat hidup adalah bahagia?
A: Ya, hidup saya bahagia

B: Jika pada dasarnya, hidup anda adalah kepuasan, mengapa engkau masih mencari uang untuk mengejar pemuasan kebutuhan?
A: ...

B: Jika pada dasarnya, hidup anda ini adalah kebahagiaan, mengapa anda membutuhkan seorang istri dan keluarga untuk melengkapi kekosongan?
A: ...

B: Jika pada dasarnya, hidup ini adalah bukan dukkha, mengapa kita masih saja selalu mengejar kebahagiaan?
A: ...

----

Ketika orang mengabaikan kebaikan dalam satu fakta, maka orang itu disebut pesimisik. Jika seseorang mengabaikan risiko dalam satu fakta, maka orang itu disebut optimistik.

Orang pesimis tidak mampu berkembang karena tidak bisa melihat kesempatan, sedangkan orang optimis berada di ambang kejatuhan.
Seorang yang bisa melihat kenyataan bukanlah seorang optimis maupun pesimis; tetapi ia tahu kapan untuk maju ketika ada kesempatan dan kapan untuk menahan diri ketika ada bahaya mengancam.

percakapan ini bisa terjadi ketika seseorang berniat membahas buddhism.

akan tetapi kalau dengar buddha saja sudah enggan  membahas?...apa yg mau d bahas?
untuk itu Ajahn mungkin saja berniat membuat pemicu terjadi percakapan membahas buddhism.

karena saya juga dulu demikian, dulu berpikir bahwa di vihara itu juga mengenal mr.T....seperti mr.T dalam nasran1
akan tetapi begitu dengar tidak mengenal mr.T, tanpa bertanya mengapa dan bagaimana sy langsung pergi dan men-cap agama sesat......

andaikata orang tersebut berkata mengenal mr.T akan tetapi sedikit berbeda..^^ dan begini-begitu saya jadi lebih cepat lagi mengenal the real buddhism, bukan perlu 2-3 tahun mengembara di aliran maitrey4. ^^


tetapi kalau anda berpikir Ajahn keliru,yah itu hak anda jg, saya hanya mengeluarkan pendapat saya juga...
oke...cukup de.
----------------------------------------

saudara kaiyin, masalah kecocokan...

ketika anda memberikan orang sebuah nasehat, misalkan jangan mencuri apakah anda yakin ini benar 100% ( sudah absolut/paramatha )
atau hanya 50% ( masih relatif ) dimata orang lain, karena bisa saja pencuri bilang benar.

sy tunggu jawaban anda. ^^
« Last Edit: 20 June 2009, 04:30:19 PM by marcedes »
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #76 on: 20 June 2009, 06:33:02 PM »
Quote
Marcedes ....

orang barat mungkin jika di ajarkan tentang dukkha langsung "ah malas pesimistik amat"
nah disitu diajarkan dengan cara berbeda....sehingga mereka merasa tertarik...setelah mencoba baru mengerti...

Bagaimana kalau kita ngajak orang barat itu party dulu....
nanti baru diajarkan dhamma apa juga boleh ?

sejauh manakah boleh diperbuat (dipromosikan) utk mencapai tujuan ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #77 on: 20 June 2009, 09:34:55 PM »
GRP for kainyn ... tar 1 1 deh utk yg lainnya ... karena diskusi di thread ini memang .. seolah beda gitu .... dan bener2 "mengingatkan" kembali bermacam2 hal ...

terima kasi kainyn .. terima kasih yg lain2 :)

tp ada 1 hal yg tula mau tau pendapat yg lain ...
menurut temen2 (kainyn, ryu, marcedes, jhonz, yuri, dll dll dll dll ... ) ... apakah berakhirnya dukha itu adalah kebahagiaan ?

kalo yg tula pahami .. berakirnya dukha jg termasuk berakhirnya kebahagiaan, dll , semua berakhir ....
apakah berakhirnya dukha itu adalah kebahagiaan ?
Kebahagiaan sepertinya terlalu bersifat duniawi dhe.Kebahagiaan indentiknya senang, kebahagiaan juga sifatnya terkondisi dhe.dan sepertinya dimana ada kebahagian disitu ada kesedihan.cmiiw..

Gimana kalo diganti dgn
berakhirnya dukha=perasaan tawar(netral)
nah..kalo perasaan tawar(netral) itu terkesan cocok untuk mengambarkan lenyapnya dukha,karena perasaan tawar ini bebas dari kondisi sedih maupun senang,dan sifat tawar(netral) ini bebas dari segala sensasi
Dan kalo ga salah ciri seorang arahat adalah tidak penah tertawa,
dimana tertawa indektiknya adalah kondisi bahagia,jadi 'tidak tertawa' disini mengambarkan perasaan tawar(netral) sang arahat
harap dikoreksi
^
^
dan kalo terkesan konyol,jangan dianggap serius ya,lagi ga konsentrasi ni,jadi asbun/asal bunyi dhe
« Last Edit: 20 June 2009, 09:38:54 PM by Mr.Jhonz »
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #78 on: 21 June 2009, 12:21:20 AM »
Quote
Marcedes ....

orang barat mungkin jika di ajarkan tentang dukkha langsung "ah malas pesimistik amat"
nah disitu diajarkan dengan cara berbeda....sehingga mereka merasa tertarik...setelah mencoba baru mengerti...

Bagaimana kalau kita ngajak orang barat itu party dulu....
nanti baru diajarkan dhamma apa juga boleh ?

sejauh manakah boleh diperbuat (dipromosikan) utk mencapai tujuan ?
sulit dijelaskan dengan kata-kata mengenai standard tersebut,akan tetapi bisa di gambarkan/di renungkan mengenai "sifat-sifat" bikkhu yang berlatih selama beberapa tahun.
you know saja lah ,what i mean.  :P

mana ada para bikkhu party ^.^
« Last Edit: 21 June 2009, 12:23:38 AM by marcedes »
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #79 on: 21 June 2009, 08:43:37 AM »
Quote
Marcedes ....

orang barat mungkin jika di ajarkan tentang dukkha langsung "ah malas pesimistik amat"
nah disitu diajarkan dengan cara berbeda....sehingga mereka merasa tertarik...setelah mencoba baru mengerti...

Bagaimana kalau kita ngajak orang barat itu party dulu....
nanti baru diajarkan dhamma apa juga boleh ?

sejauh manakah boleh diperbuat (dipromosikan) utk mencapai tujuan ?
sulit dijelaskan dengan kata-kata mengenai standard tersebut,akan tetapi bisa di gambarkan/di renungkan mengenai "sifat-sifat" bikkhu yang berlatih selama beberapa tahun.
you know saja lah ,what i mean.  :P

mana ada para bikkhu party ^.^

Tapi bagaimana kalau gw yg mengadakan partynya...

sebelum acara berikutnya Bhiku mengajar ?

(agama lain ada yg pakai celebrity lho, dsb)
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #80 on: 21 June 2009, 08:47:43 AM »
GRP for kainyn ... tar 1 1 deh utk yg lainnya ... karena diskusi di thread ini memang .. seolah beda gitu .... dan bener2 "mengingatkan" kembali bermacam2 hal ...

terima kasi kainyn .. terima kasih yg lain2 :)

tp ada 1 hal yg tula mau tau pendapat yg lain ...
menurut temen2 (kainyn, ryu, marcedes, jhonz, yuri, dll dll dll dll ... ) ... apakah berakhirnya dukha itu adalah kebahagiaan ?

kalo yg tula pahami .. berakirnya dukha jg termasuk berakhirnya kebahagiaan, dll , semua berakhir ....
apakah berakhirnya dukha itu adalah kebahagiaan ?
Kebahagiaan sepertinya terlalu bersifat duniawi dhe.Kebahagiaan indentiknya senang, kebahagiaan juga sifatnya terkondisi dhe.dan sepertinya dimana ada kebahagian disitu ada kesedihan.cmiiw..

Gimana kalo diganti dgn
berakhirnya dukha=perasaan tawar(netral)
nah..kalo perasaan tawar(netral) itu terkesan cocok untuk mengambarkan lenyapnya dukha,karena perasaan tawar ini bebas dari kondisi sedih maupun senang,dan sifat tawar(netral) ini bebas dari segala sensasi
Dan kalo ga salah ciri seorang arahat adalah tidak penah tertawa,
dimana tertawa indektiknya adalah kondisi bahagia,jadi 'tidak tertawa' disini mengambarkan perasaan tawar(netral) sang arahat
harap dikoreksi
^
^
dan kalo terkesan konyol,jangan dianggap serius ya,lagi ga konsentrasi ni,jadi asbun/asal bunyi dhe


Quote
dimana tertawa indektiknya adalah kondisi bahagia
;D ;D ;D ;D ;D ;D ;D ;D ;D ;D

kalau begitu, coba ketawa aja terus, jangan berhenti, dan semangkin besar suara ketawanya... nah apakah mendatangkan bahagia ?  (paling2 setelah beberapa jam mulutnya bisa cramp)...  :'( :'(

Apakah menurut yg lain ketawa dpt mendatangkan kebahagiaan yg sebenarnya?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #81 on: 21 June 2009, 08:56:38 AM »
Tapi kata anonim "tertawa adalah liburan sekejap"
btw,anonim itu siapa ya?

Tertawa sepertinya bukan kebahagiaan yg sebenarnnya dhe...
 
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #82 on: 21 June 2009, 01:20:22 PM »
Ada yang saya mau tanyakan pada kainyn, dari dulu kita tidak pernah sepakat nih, bagaimana tentang pimpinan / pendiri / guru ajaran (agama) yang ternyata ajarannya juga perilakunya tidak sesuai dan tidak menuju pengikisan LDM.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #83 on: 21 June 2009, 05:58:42 PM »
GRP for kainyn ... tar 1 1 deh utk yg lainnya ... karena diskusi di thread ini memang .. seolah beda gitu .... dan bener2 "mengingatkan" kembali bermacam2 hal ...

terima kasi kainyn .. terima kasih yg lain2 :)

tp ada 1 hal yg tula mau tau pendapat yg lain ...
menurut temen2 (kainyn, ryu, marcedes, jhonz, yuri, dll dll dll dll ... ) ... apakah berakhirnya dukha itu adalah kebahagiaan ?

kalo yg tula pahami .. berakirnya dukha jg termasuk berakhirnya kebahagiaan, dll , semua berakhir ....

Terima kasih, tula!  _/\_

Buat saya, ketika seseorang tidak lagi digenggam dukkha, maka ia tidak lagi mendiskriminasikan apa itu bahagia, dan apa itu tidak bahagia. Sebetulnya tidak ada istilah untuk itu, tetapi untuk kesepakatan bersama, disebut "berakhirnya dukkha" ataupun "kebahagiaan tertinggi".

Kalau mau dianalogikan, mungkin sama seperti uang. Banyak uang kita bahagia, kurang uang kita menderita. Tetapi ketika kita sudah tidak lagi dibelenggu oleh keinginan, maka tidak tepat kita dibilang "orang kaya" atau "berakhirnya sebagai orang miskin". Tetapi untuk istilah duniawi, maka kita sebut orang itu "kaya" karena puas. 



Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #84 on: 21 June 2009, 06:08:31 PM »
saudara kaiyin, apakah anda tahu persis mental Ajahn mengubah disitu? tidak bukan.
jadi apabila yang dimaksudkan Ajahn mengubah untuk merangsang dunia barat "mau" memegang buku buddhis saja dan membacanya itu sudah bagus..
ketimbang baru melihat buku buddhis malah langsung di simpan tanpa dibuka.

jadi kalau saya berpikir bahwa Ajahn berusaha membuat seseorang mencicipi rasa dari buddhism, terkait suka atau tidak suka urusan belakang.
ketimbang baru berbicara ttg buddhism, orang sudah menolak mencoba...bukankah sayang.
Kembali lagi, saya seringkali "mengenalkan" dhamma kepada orang lain tanpa perlu menonjolkan embel2 Buddhisme, terutama bagi mereka yang saya tahu ada "pengalaman buruk" dengan Buddhisme.
Saya memang tidak tahu bathin Ajahn di sana, dan saya pun tidak demonstrasi menentangnya. Hanya menurut saya, saya tidak setuju. Itu saja.


Quote
loh,dari tadi saya katakan apabila seseorang menghancurkan 1 belenggu,
memangnya belenggu setelah dihancurkan bisa timbul lagi?.......
jadi ketika seseorang telah menghancurkan 1 belenggu,orang itu juga telah merealisasikan paramatha dhamma.

ketika anda tidak setuju dengan kata contoh saya,sekarang anda mengatakan "tidak bisa mundur" atau dengan kata lain anda setuju....^^
Seperti saya katakan, saya tidak melihat 10 belenggu sebagaimana anda menilainya. Bagi saya, ketika seseorang melihat paramatha dhamma, maka ia tidak bisa mundur lagi, dan akhirnya terlepas dari kelahiran kembali.

Perbedaan saya dengan anda, tetap dalam cakupan paramatha dhamma-nya. Bagi saya, sebelum merealisasi paramatha dhamma, tidak ada belenggu yang dihancurkan, hanya ditekan, seperti hal-nya nafsu dan kebencian yang ditekan dalam jhana (demikian juga para mahluk Brahma).


Quote
sy berbicara sesuai keadaan saja, silahkan anda yang pilih orang sakti-nya....nanti saya yang beri garam-nya..
kita lihat hasilnya apa makan garam itu bisa dehidrasi-kehausan, atau kekenyangan dan bertenaga seperti makan nasi putih yg notabane nya karbohidrat.  :P
Terserah anda saja. Anda mau bilang kebenaran seperti itu adalah Paramatha Dhamma, silahkan. Saya menghormatinya. Saya tidak melanjutkan lagi tentang ini.


Sepertinya pembahasan kita memang tidak nyambung, jadi saya hargai kalau anda tidak meneruskan yang memang sudah tidak nyambung ini. Saya tidak bilang saya benar, anda salah. Saya hanya bilang kita berbeda. Silahkan anda jalankan yang anda percaya.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #85 on: 21 June 2009, 06:22:32 PM »
percakapan ini bisa terjadi ketika seseorang berniat membahas buddhism.

akan tetapi kalau dengar buddha saja sudah enggan  membahas?...apa yg mau d bahas?
untuk itu Ajahn mungkin saja berniat membuat pemicu terjadi percakapan membahas buddhism.
Karena pengalaman setiap orang berbeda, maka mengenalkan dhamma pun harus dengan cara yang sesuai, dan mungkin berbeda bagi tiap orang. Ajahn memilih membolak-balik 4 Kebenaran Mulia, itu haknya. Anda mau bolak-balik juga tidak apa.
Saya memilih cara yang berbeda. Itu saja.



Quote
karena saya juga dulu demikian, dulu berpikir bahwa di vihara itu juga mengenal mr.T....seperti mr.T dalam nasran1
akan tetapi begitu dengar tidak mengenal mr.T, tanpa bertanya mengapa dan bagaimana sy langsung pergi dan men-cap agama sesat......

andaikata orang tersebut berkata mengenal mr.T akan tetapi sedikit berbeda..^^ dan begini-begitu saya jadi lebih cepat lagi mengenal the real buddhism, bukan perlu 2-3 tahun mengembara di aliran maitrey4. ^^

tetapi kalau anda berpikir Ajahn keliru,yah itu hak anda jg, saya hanya mengeluarkan pendapat saya juga...
oke...cukup de.
----------------------------------------
Berbeda dengan anda, saya tidak melakukan sesuatu dengan tolok ukur diri saya sendiri.
Kalau menurut anda, dengan metode anda sekarang bisa lebih baik mengenalkan Buddhism, silahkan saja.
Bagi semua orang punya cara masing2 dalam mengenalkan dhamma. Itu sah-sah saja, saya tidak melarang. Tetapi kembali lagi kalau ada orang bertanya saya setuju atau tidak, yah saya jawab sesuai pendapat saya.



Quote
saudara kaiyin, masalah kecocokan...

ketika anda memberikan orang sebuah nasehat, misalkan jangan mencuri apakah anda yakin ini benar 100% ( sudah absolut/paramatha )
atau hanya 50% ( masih relatif ) dimata orang lain, karena bisa saja pencuri bilang benar.

sy tunggu jawaban anda. ^^

Saya tidak pernah menganggap kebenaran demikian adalah absolut.

Saya juga tidak memberikan nasihat dengan mengatakan "ini kebenaran absolut", "saya sudah realisasi/punya pengalaman langsung" atau lain-lain sebagainya. Saya berikan orang lain nasihat sebagaimana layaknya teman, bukan menggurui. Teman boleh menerima atau menolak nasihat temannya, tergantung kecocokannya.




Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #86 on: 21 June 2009, 06:24:38 PM »
apakah berakhirnya dukha itu adalah kebahagiaan ?
Kebahagiaan sepertinya terlalu bersifat duniawi dhe.Kebahagiaan indentiknya senang, kebahagiaan juga sifatnya terkondisi dhe.dan sepertinya dimana ada kebahagian disitu ada kesedihan.cmiiw..

Gimana kalo diganti dgn
berakhirnya dukha=perasaan tawar(netral)
nah..kalo perasaan tawar(netral) itu terkesan cocok untuk mengambarkan lenyapnya dukha,karena perasaan tawar ini bebas dari kondisi sedih maupun senang,dan sifat tawar(netral) ini bebas dari segala sensasi
Dan kalo ga salah ciri seorang arahat adalah tidak penah tertawa,
dimana tertawa indektiknya adalah kondisi bahagia,jadi 'tidak tertawa' disini mengambarkan perasaan tawar(netral) sang arahat
harap dikoreksi
^
^
dan kalo terkesan konyol,jangan dianggap serius ya,lagi ga konsentrasi ni,jadi asbun/asal bunyi dhe

Entahlah, saya tidak menspekulasikan pikiran para ariya.

Bagi saya sederhana. Kalau anda menjadikan "senyum dan tertawa" sebagai tolok ukur, maka anda bisa menemukan banyak Arahat di RSJ. :)


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #87 on: 21 June 2009, 06:57:44 PM »
Ada yang saya mau tanyakan pada kainyn, dari dulu kita tidak pernah sepakat nih, bagaimana tentang pimpinan / pendiri / guru ajaran (agama) yang ternyata ajarannya juga perilakunya tidak sesuai dan tidak menuju pengikisan LDM.

Seorang guru yang ideal adalah yang perbuatan dan tingkah lakunya sempurna, mengetahui fenomena dan dapat mengajarkannya pada orang lain. Menurut teorinya, manusia demikian hanyalah Samma Sambuddha seorang.

Seandainya, sekarang ini muncul seorang Samma Sambuddha, kita melihat sepak-terjangnya dan hasil ajarannya yang nyata, tetapi kita berpaling mencari guru yang tidak sempurna perbuatan dan tingkah lakunya, serta tidak sempurna mengajarkan dhamma, maka saya bilang perbuatan seperti itu sangat sangat mubazir. (Istilah Maha Kacayana: seperti orang yang mencari kayu di hutan, bertemu kayu jati, tetapi bukan mengambil inti batangnya, malah mengambil rantingnya.)

Nah, setahu saya, sekarang ini saya tidak melihat adanya Samma Sambuddha (kecuali beberapa yang gadungan), yang sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya. Maka yang dapat kita peroleh hanyalah guru-guru yang bukan guru "sejati" (=sudah tidak ada rotan, hanya akar saja).

Di antara guru-guru yang ada sekarang ini, -namanya juga orang biasa- pasti ada saja "noda" dalam ajaran dan perbuatannya. Tetapi bukan karena hal demikian, lalu kita tolak mentah-mentah semua ajaran dari guru itu.
Saya kasih contohnya, seorang bhikkhu ataupun romo bisa saja masih diliputi kebencian dan hawa nafsu. Kemudian misalkan ada umat non-Buddhis yang telah mencapai jhana, dan oleh karena itu, dalam hal sila, ia lebih tinggi daripada bhikkhu atau romo tersebut. Apakah karena hal itu, otomatis romo/bhikkhu itu tidak pantas jadi guru orang tersebut? Apakah juga dengan sendirinya romo atau bhikkhu itu berarti tidak bisa mengajarkan/mengenalkan Buddha-dhamma? Tidak juga, bukan?

Kalau saya pribadi, saya percaya dengan adanya mahluk sempurna yang disebut Samma Sambuddha, tetapi saya tidak/belum beruntung menemukannya dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, semua orang yang berpotensi membagikan sesuatu pada saya, saya hormati juga sebagai guru, terlepas dari segala macam kekurangannya.

Bagi orang yang mau mencari guru, saya sarankan terimalah kekurangannya, tetapi jangan ditiru. Kembali lagi, kita harus mengembangkan kebijaksanaan dalam diri, bukan bergantung pada orang lain. Dengan begitu, kita bisa lihat "bagus sebagai bagus; jelek sebagai jelek". Juga jangan mengkultuskan seorang guru. Bahkan dalam Sutta pun, Buddha tidak pernah menyuruh para murid mengkultuskan dirinya. 



Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #88 on: 21 June 2009, 08:48:03 PM »
Ada yang saya mau tanyakan pada kainyn, dari dulu kita tidak pernah sepakat nih, bagaimana tentang pimpinan / pendiri / guru ajaran (agama) yang ternyata ajarannya juga perilakunya tidak sesuai dan tidak menuju pengikisan LDM.

Seorang guru yang ideal adalah yang perbuatan dan tingkah lakunya sempurna, mengetahui fenomena dan dapat mengajarkannya pada orang lain. Menurut teorinya, manusia demikian hanyalah Samma Sambuddha seorang.

Seandainya, sekarang ini muncul seorang Samma Sambuddha, kita melihat sepak-terjangnya dan hasil ajarannya yang nyata, tetapi kita berpaling mencari guru yang tidak sempurna perbuatan dan tingkah lakunya, serta tidak sempurna mengajarkan dhamma, maka saya bilang perbuatan seperti itu sangat sangat mubazir. (Istilah Maha Kacayana: seperti orang yang mencari kayu di hutan, bertemu kayu jati, tetapi bukan mengambil inti batangnya, malah mengambil rantingnya.)

Nah, setahu saya, sekarang ini saya tidak melihat adanya Samma Sambuddha (kecuali beberapa yang gadungan), yang sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya. Maka yang dapat kita peroleh hanyalah guru-guru yang bukan guru "sejati" (=sudah tidak ada rotan, hanya akar saja).

Di antara guru-guru yang ada sekarang ini, -namanya juga orang biasa- pasti ada saja "noda" dalam ajaran dan perbuatannya. Tetapi bukan karena hal demikian, lalu kita tolak mentah-mentah semua ajaran dari guru itu.
Saya kasih contohnya, seorang bhikkhu ataupun romo bisa saja masih diliputi kebencian dan hawa nafsu. Kemudian misalkan ada umat non-Buddhis yang telah mencapai jhana, dan oleh karena itu, dalam hal sila, ia lebih tinggi daripada bhikkhu atau romo tersebut. Apakah karena hal itu, otomatis romo/bhikkhu itu tidak pantas jadi guru orang tersebut? Apakah juga dengan sendirinya romo atau bhikkhu itu berarti tidak bisa mengajarkan/mengenalkan Buddha-dhamma? Tidak juga, bukan?

Kalau saya pribadi, saya percaya dengan adanya mahluk sempurna yang disebut Samma Sambuddha, tetapi saya tidak/belum beruntung menemukannya dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, semua orang yang berpotensi membagikan sesuatu pada saya, saya hormati juga sebagai guru, terlepas dari segala macam kekurangannya.

Bagi orang yang mau mencari guru, saya sarankan terimalah kekurangannya, tetapi jangan ditiru. Kembali lagi, kita harus mengembangkan kebijaksanaan dalam diri, bukan bergantung pada orang lain. Dengan begitu, kita bisa lihat "bagus sebagai bagus; jelek sebagai jelek". Juga jangan mengkultuskan seorang guru. Bahkan dalam Sutta pun, Buddha tidak pernah menyuruh para murid mengkultuskan dirinya. 



Ok, nah bagaimana menurut anda mengenai tokoh agamanya nih seperti Mr. J. beliau sendiri saja LDM nya belum tentu terkikis nih, bagaimana ke umatnya/yang mengimaninya apakah bisa?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #89 on: 21 June 2009, 09:46:47 PM »
Ok, nah bagaimana menurut anda mengenai tokoh agamanya nih seperti Mr. J. beliau sendiri saja LDM nya belum tentu terkikis nih, bagaimana ke umatnya/yang mengimaninya apakah bisa?
Nyela.. Kalo nurut saya susah yah.. dr yg salah gmn bisa timbul yg benar? sebuah deviasi bersudut kecil dari garis lurus, akan menjadi perbedaan yg besar pd satu jarak tertentu, meski di awal pembelokannya perbedaan tsb tidak terlihat signifikan.
Contoh kasus: Y.A Sariputta sendiri tdk mengalami kemajuan yg berarti dibawah ajaran Sanjaya. Hanya dari keterbukaan dia mendengar sebait dhamma dari Y.A Assaji, barulah terealisasikan sebuah pandangan benar. Sesudahnya beliau tdk 'kekeuh' tetap memelihara pandangan benarnya dibawah ajaran Sanjaya yg berpandangan keliru. Tapi tidak berarti beliau tdk lagi menaruh hormat pd mantan gurunya. Malah Y.A Sariputta mencoba mengajak gurunya utk mengambil perlindungan dlm Buddha sasana.
Saya rasa itu pula sebabnya pandangan benar diletakkan sebagai dasar dlm Jalan Mulia Berunsur 8.
Demikian pula deviasi yg terjadi dlm ajaran Mr.J. Ungkapan yg cukup mengena 'guru kencing berdiri, murid kencing berlari.'
Apa yg baik belum tentu benar. Dan menyikapi kebenaran ini pun hendaknya berhati-hati, krn jika tidak akan menjadi fanatisme yg tdk membawa kemajuan pula.
appamadena sampadetha