//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: bhikkhu/biksu meramal (membaca garis tangan)  (Read 15479 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Top1

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 429
  • Reputasi: 10
  • Hanya Sebuah Fenomena
Re: bhikkhu/biksu meramal (membaca garis tangan)
« Reply #15 on: 27 February 2013, 01:53:51 PM »
Ini profile-nya (Suhu Benny) :

http://tanah-suci.net/?page_id=101

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.153
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: bhikkhu/biksu meramal (membaca garis tangan)
« Reply #16 on: 27 February 2013, 02:08:54 PM »
hebat tah cepet banget profil dan photo nya muncul, benar dari vihara avalokitesvara tersebut.

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: bhikkhu/biksu meramal (membaca garis tangan)
« Reply #17 on: 27 February 2013, 02:14:39 PM »
Masa belum tahu sama suhu Benny aka Bhiksu Dutavira Mahastavira ?   ::)
Sering mengisi rubrik fengshui di media cetak dan juga televisi.  8)

Beliau kalau ga salah juga yang membuat syair Gatha Pedupaan yang dibaca tiap awal kebaktian Mahayana di Indonesia. (CMIIW).

ohh lagu pembuka n penutup kebaktiannya suhu Benny yg ciptain ya? Bagus sih lagunya....

Offline sanjiva

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.091
  • Reputasi: 101
  • Gender: Male
Re: bhikkhu/biksu meramal (membaca garis tangan)
« Reply #18 on: 27 February 2013, 02:52:42 PM »
ohh lagu pembuka n penutup kebaktiannya suhu Benny yg ciptain ya? Bagus sih lagunya....

Notasinya kayaknya dari lagu Chinese, hanya saja untuk kebaktian di sini syair bahasa Indonesia digubah oleh biksu Dutavira / suhu Benny.   Yang ada kata2 "....para Buddha yang sedang musyawarah..." 

Tiap kali menyanyikan ini dulu pasti gw berpikir, apanya yang sedang dimusyawarahkan oleh para Buddha ya?  ;D :whistle:
«   Ignorance is bliss, but the truth will set you free   »

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: bhikkhu/biksu meramal (membaca garis tangan)
« Reply #19 on: 27 February 2013, 02:56:32 PM »
Notasinya kayaknya dari lagu Chinese, hanya saja untuk kebaktian di sini syair bahasa Indonesia digubah oleh biksu Dutavira / suhu Benny.   Yang ada kata2 "....para Buddha yang sedang musyawarah..." 

Tiap kali menyanyikan ini dulu pasti gw berpikir, apanya yang sedang dimusyawarahkan oleh para Buddha ya?  ;D :whistle:

Masa? Dr lagu apa? Bgs lo... Dulu suka bngt ma lagunya...

Lagu Bumi suci sukhavati juga bgs sapa yg cipta ya? notnya 3513213 1351761 461432417 712....liriknya tanpa dendam dan benci, tanpa iri dan dengki, yang ada hanya ketulusan hati... :x
« Last Edit: 27 February 2013, 02:58:38 PM by M14ka »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: bhikkhu/biksu meramal (membaca garis tangan)
« Reply #20 on: 27 February 2013, 03:00:07 PM »
“’Demikian pula, para bhikkhu, ada empat noda bagi para petapa dan brahmana, noda yang karenanya para petapa dan brahmana tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala. Apakah empat ini? Ada, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana yang meminum minuman terfermentasi, yang meminum minuman yang disuling,  tidak menghindari minuman terfermentasi dan yang disuling. Ini, para bhikkhu, adalah noda pertama bagi para petapa dan brahmana, noda yang karenanya para petapa dan brahmana tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala.

Dan kemudian, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana [295] melakukan hubungan seksual,  tidak menghindari hubungan seksual. Ini, para bhikkhu, adalah noda kedua bagi para petapa dan brahmana, noda yang karenanya para petapa dan brahmana tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala.

Dan kemudian, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana menyetujui (untuk menerima) emas dan perak, tidak menghindari menerima emas dan perak.  Ini, para bhikkhu, adalah noda ketiga bagi para petapa dan brahmana, noda yang karenanya para petapa dan brahmana tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala.

Dan kemudian, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana mencari penghidupan dengan cara penghidupan yang salah, tidak menghindari penghidupan yang salah.  Ini, para bhikkhu, adalah noda ke empat, noda yang karenanya para petapa dan brahmana tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala.

Ini, para bhikkhu, adalah empat noda bagi para petapa dan brahmana, noda yang karenanya para petapa dan brahmana tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala.’


_______
Sumber: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB XII)
« Last Edit: 27 February 2013, 03:15:29 PM by dhammadinna »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: bhikkhu/biksu meramal (membaca garis tangan)
« Reply #21 on: 27 February 2013, 03:20:14 PM »
Masa? Dr lagu apa? Bgs lo... Dulu suka bngt ma lagunya...

Lagu Bumi suci sukhavati juga bgs sapa yg cipta ya? notnya 3513213 1351761 461432417 712....liriknya tanpa dendam dan benci, tanpa iri dan dengki, yang ada hanya ketulusan hati... :x

Lagu pendupaan itu memang ada lirik "para Buddha sedang musyawarah". Googling aja pasti ketemu ;D

Btw, kalo mau bahas lagu-lagu, silakan bahas di thread lain yang berkaitan yaa... kecuali kalo ada hubungannya dengan penghidupan bhikkhu atau bhiksu.

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: bhikkhu/biksu meramal (membaca garis tangan)
« Reply #22 on: 27 February 2013, 03:22:54 PM »
gimana dengan bhikkhu / ajahn yang jualan jimat?

Luangpor Jumnean Wat Tumsur the tiger cave temple. Famous monk of Thailand. Luangpor Jumnean's amulets are famous worldwide, blessing strong wealth/luck fortune, protection from dangers/misfortune, evils/darkness haunted spirits. Luangpor Jumnean visit many countries ex. Laos, Burma, Cambudia, Malaysia, Singapore, Indonesia, China to do purify haunted spirits. He is a well-known powerful guru monk of Thailand
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: bhikkhu/biksu meramal (membaca garis tangan)
« Reply #23 on: 27 February 2013, 03:23:21 PM »
Lagu pendupaan itu memang ada lirik "para Buddha sedang musyawarah". Googling aja pasti ketemu ;D

Btw, kalo mau bahas lagu-lagu, silakan bahas di thread lain yang berkaitan yaa... kecuali kalo ada hubungannya dengan penghidupan bhikkhu atau bhiksu.

Td tanya dr lagu chinese apa... hahaha... ok cc... sippp....

 :backtotopic:

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: bhikkhu/biksu (Penghidupan Salah)
« Reply #24 on: 28 February 2013, 08:43:26 AM »
gimana dengan bhikkhu / ajahn yang jualan jimat?

[image]

Luangpor Jumnean Wat Tumsur the tiger cave temple. Famous monk of Thailand. Luangpor Jumnean's amulets are famous worldwide, blessing strong wealth/luck fortune, protection from dangers/misfortune, evils/darkness haunted spirits. Luangpor Jumnean visit many countries ex. Laos, Burma, Cambudia, Malaysia, Singapore, Indonesia, China to do purify haunted spirits. He is a well-known powerful guru monk of Thailand

Tadi saya cari tau tentang Luangpor Jumnean, dan kalo ga salah, hanya info aja, ada 2 orang yang namanya sama-sama (Luangpor) Jumnean. Yang punya banyak jimat itu Luangpor Jumnean Seelasettho (sedangkan yang tidak demikian adalah Luangpor Jumnean Chonsakhorn). CMIIW.

Jadi kita bahas Luangpor Jumnean yang pertama.

Tentang 'menjual jimat'. Kalo saya liat di KBBI, sebetulnya kata 'menjual' itu berhubungan dengan uang.. Saya tidak tau apakah Luangpor tersebut mendapatkan uang atas jimat yang ia bagikan atau tidak. Kalau tidak, berarti tidak bisa disebut 'menjual' jimat.

Tapi mungkin lebih cocok disebut "ahli jimat"? CMIIW. Kalau di DN 1, ada kategori "ahli jimat".

Saya copas lagi aja, karena rasanya kurang lengkap kalau tidak copas yang satu ini:


Bagian panjang tentang Moralitas

1.21. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana memakan makanan pemberian mereka yang berkeyakinan, berpenghidupan dari keterampilan, penghidupan salah seperti membaca garis tangan,[28] meramal dari gambaran-gambaran, tanda-tanda, mimpi, tanda-tanda jasmani, gangguan tikus, pemujaan api, persembahan dari sesendok sekam, tepung beras, beras, ghee atau minyak, atau darah, dari mulut, membaca ujung jari, pengetahuan rumah dan kebun, ahli dalam jimat, pengetahuan setan, pengetahuan rumah tanah,[29] pengetahuan ular, pengetahuan racun, pengetahuan tikus, pengetahuan burung, pengetahuan gagak, meramalkan usia kehidupan seseorang, jimat melawan anak panah, pengetahuan tentang suara-suara binatang, Petapa Gotama menjauhi keterampilan dan penghidupan salah demikian.”’

1.22. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana berpenghidupan dengan keterampilan seperti menilai tanda-tanda permata, tongkat, pakaian, pedang, tombak, anak panah, senjata, perempuan, laki-laki, anak-anak, gadis-gadis, budak perempuan dan laki-laki, gajah, kuda, kerbau, banteng, sapi, kambing, domba, ayam, burung puyuh, iguana, tikus bambu,[30] kura-kura, rusa, Petapa Gotama menjauhi keterampilan demikian.”’

1.23. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana berpenghidupan dengan keterampilan seperti meramalkan: ‘Pemimpin[31] akan berjalan keluar – pemimpin akan berjalan kembali’, ‘Pemimpin kita [10] akan bergerak maju dan pemimpin musuh akan bergerak mundur’, ‘Pemimpin kita akan menang dan pemimpin musuh akan kalah’, ‘Pemimpin musuh akan menang dan pemimpin kita akan kalah’, ‘Demikianlah akan ada kemenangan di satu pihak dan kekalahan di pihak lainnya’, Petapa Gotama menjauhi keterampilan demikian.”’

1.24. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana berpenghidupan dengan keterampilan seperti meramalkan gerhana bulan, matahari, bintang; bahwa matahari dan bulan akan bergerak sesuai jalur yang benar – akan bergerak tidak menentu; bahwa bintang akan bergerak sesuai jalur yang benar – akan bergerak tidak menentu; bahwa akan terjadi hujan meteor, suatu kebakaran dahsyat di angkasa, gempa bumi, guruh; matahari, bulan, dan bintang yang terbit, terbenam, gelap dan terang; dan ‘demikianlah akibat dari benda-benda ini’, Petapa Gotama menjauhi keterampilan dan penghidupan salah demikian.”’ [11]

1.25. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana berpenghidupan dengan keterampilan seperti meramalkan hujan yang baik atau buruk; panen yang baik atau buruk; keamanan, bahaya; penyakit, kesehatan, atau mencatat, menentukan, menghitung, komposisi syair, menjelaskan alasan-alasan, Petapa Gotama menjauhi keterampilan dan penghidupan salah demikian.”’

1.26. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana berpenghidupan dengan keterampilan seperti mengatur pemberian dan penerimaan dalam suatu pernikahan, pertunangan dan perceraian; [menyatakan waktu untuk] menabung dan belanja, membawa kebaikan dan keburukan, melakukan aborsi,[32] menggunakan mantra untuk mengikat lidah, mengikat rahang, menyebabkan tangan gemetar, menyebabkan tuli, mencari jawaban dari cermin, menjadi gadis-medium, dewa; memuja matahari atau Maha Brahma, meniupkan api, memanggil dewi keberuntungan, Petapa Gotama menjauhi keterampilan dan penghidupan salah demikian.”’

1.27. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana memakan makanan pemberian mereka yang berkeyakinan, berpenghidupan dengan keterampilan demikian, penghidupan salah seperti menenangkan para dewa dan menepati janji terhadap para dewa, membuat jimat rumah tanah, memberikan kekuatan dan kelemahan, mempersiapkan dan menyucikan bangunan, memberikan upacara pembersihan dan pemandian, memberikan korban, memberikan obat pencahar, obat penawar, obat batuk dan pilek, memberikan obat-telinga, -mata, -hidung, salep dan salep-penawar, pembedahan mata, pembedahan, pengobatan bayi, menggunakan balsam untuk melawan efek samping dari pengobatan sebelumnya, Petapa Gotama menjauhi keterampilan dan penghidupan salah demikian.”[33] Ini, para bhikkhu, untuk hal-hal mendasar, persoalan kecil inilah, maka orang-orang biasa memuji Sang Tathagata.’

_________
Note: kalau mau lebih lengkap atau kalau mau baca catatan kakinya, silakan ke klik link berikut.

http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_1:_Brahmajala_Sutta#Bagian_panjang_tentang_Moralitas

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: bhikkhu/biksu (Penghidupan Salah)
« Reply #25 on: 28 February 2013, 08:49:31 AM »
Biasanya kan yang dibahas selalu penghidupan salah ya. Misalnya kalau begini atau begitu, itu namanya penghidupan salah. Tapi saya belum pernah baca tentang penghidupan benar itu yang seperti apa.
_______________

Dalam Kasibhāradvāja Sutta, dikatakan bahwa makanan yang diperoleh setelah lantunan syair (Dhamma) disampaikan pun, sebenarnya tidak layak dimakan. Mungkin tidak layak karena itu seperti barter Dhamma dengan makanan.

Maksud saya, setelah saya pikir-pikir lagi, Dhamma adalah satu-satunya hal yang pantas bagi seorang bhikkhu untuk diberikan ke umat, dibandingkan dengan hal-hal lain seperti jimat, obat, petunjuk tentang tempat yang cocok dibangun rumah/vihara, dst.

Tapi, bahkan satu-satunya hal yang pantas itu pun (yaitu Dhamma), tidak layak jika digunakan sebagai alat untuk perolehan penghidupan.

Jadi, IMHO bisa dikatakan bahwa penghidupan benar bagi seorang bhikkhu, adalah hidup sepenuhnya tergantung pada umat. Intinya, pasif dan tidak menukar apapun itu demi suatu perolehan.
« Last Edit: 28 February 2013, 09:14:34 AM by dhammadinna »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: bhikkhu/biksu (Penghidupan)
« Reply #26 on: 28 February 2013, 09:34:40 AM »
80 ( 8 ) Pengumpul-Dana

Spoiler: ShowHide
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di antara penduduk Sakya di Kapilavatthu di Taman Nigrodha. Kemudian Sang Bhagavā, setelah membubarkan para bhikkhu untuk suatu alasan tertentu,120 merapikan jubah-Nya di pagi hari dan membawa mangkuk dan jubah-Nya, memasuki Kapilavatthu untuk menerima dana makanan. Ketika Ia telah berjalan menerima dana makanan di Kapilavatthu dan telah kembali dari perjalanan itu, setelah makan Ia pergi ke Hutan Besar untuk melewatkan hari ini. Setelah memasuki Hutan Besar, Beliau duduk di bawah anak pohon Beluva untuk melewatkan hari itu.

Kemudian, ketika Sang Bhagavā sedang sendiri dalam keterasingan, sebuah perenungan muncul dalam pikiranNya sebagai berikut:121 “Aku telah membubarkan Saṅgha para bhikkhu. Terdapat para bhikkhu yang baru ditahbiskan, belum lama meninggalkan keduniawian, baru saja bergabung dalam Dhamma dan Disiplin ini. Jika mereka tidak bertemu denganKu mungkin mereka akan mengalami perubahan. Seperti halnya anak sapi yang tidak bertemu dengan induknya, mungkin akan mengalami perubahan. Demikian pula, para bhikkhu yang baru ditahbiskan. Belum lama meninggalkan keduniawian, baru saja bergabung dalam Dhamma dan Disiplin ini. Jika mereka tidak bertemu dengan-Ku mungkin mereka akan mengalami perubahan.

Seperti halnya benih muda yang tidak memperoleh air, mungkin akan mengalami perubahan. Demikian pula para bhikkhu yang baru ditahbiskan. Belum lama meninggalkan keduniawian, baru saja bergabung dalam Dhamma dan Disiplin ini. Jika mereka tidak bertemu dengan-Ku mungkin mereka akan mengalami perubahan. Biarlah Aku membantu Saṅgha para bhikkhu sekarang seperti yang telah Kulakukan di masa lalu.”

Kemudian Brahmā Sahampati, setelah mengetahui dengan pikirannya sendiri perenungan dalam pikiran Sang Bhagavā, bagaikan seorang kuat yang merentangkan tangannya yang tertekuk atau menekuk tangannya yang terentang, lenyap dari alam brahmā dan muncul kembali di hadapan Sang Bhagavā. [92] Ia merapikan jubahnya di salah satu bahunya, merangkapkan tangan sebagai penghormatan kepada Sang Bhagavā, dan berkata kepada Beliau: “Demikianlah, Bhagavā! Memang demikian, Yang Sempurna! Saṅgha para bhikkhu telah dibubarkan oleh Bhagavā. Terdapat para bhikkhu yang baru ditahbiskan … (seperti di atas, termasuk perumpamaan-perumpamaannya)… Jika mereka tidak bertemu dengan Bhagavā mungkin mereka akan mengalami perubahan.

Yang Mulia, sudilah Bhagavā menyenangkan Saṅgha para bhikkhu! Sudilah Bhagavā menerima Saṅgha para bhikkhu! Sudilah Bhagavā membantu Saṅgha para bhikkhu sekarang seperti yang telah Bhagava lakukan di masa lalu.” Sang Bhagavā menyetujui dengan berdiam diri. Kemudian Brahmā Sahampati, setelah memahami persetujuan Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan, dengan Beliau di sisi kanannya, ia lenyap dari sana.

Kemudian pada malam harinya, Sang Bhagavā keluar dari keterasingan-Nya dan pergi ke Taman Nigrodha. Beliau duduk di tempat yang telah disediakan dan melakukan keajaiban dengan kekuatan batinNya sehingga para bhikkhu mendatangi-Nya, sendirian atau berpasangan, dengan cara yang takut-takut.122 Kemudian para bhikkhu itu mendekati Sang Bhagavā, sendirian atau berpasangan, dengan cara yang takut-takut. [93] Setelah mendekat, mereka memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada mereka:


“Para bhikkhu, ini adalah bentuk penghidupan terendah, yaitu, mengumpulkan dana. Dalam istilah duniawi ini adalah istilah kasar:123 ‘Kalian pengumpul-dana; kalian mengembara dengan mangkuk pengemis di tangan kalian!’ Namun demikian, para bhikkhu, orang-orang berniat baik dalam menjalani kehidupan demikian demi alasan-alasan yang tepat. Bukan karena mereka dipaksa oleh raja agar melakukan hal itu, juga bukan karena mereka dipaksa oleh penjahat, juga bukan karena hutang, juga bukan karena takut, juga bukan untuk mencari penghidupan.

Tetapi mereka melakukannya dengan pikiran: ‘aku tenggelam dalam kelahiran, penuaan, dan kematian; dalam kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan. Aku tenggelam dalam penderitaan, diserang oleh penderitaan. Mungkin akhir dari keseluruhan kumpulan penderitaan ini dapat terlihat!’


Spoiler: ShowHide
“Dengan alasan demikianlah, para bhikkhu, orang-orang ini meninggalkan keduniawian. Namun ia iri-hati, terbakar oleh nafsu akan kenikmatan indria, dengan pikiran penuh dengan permusuhan, dengan niat yang dikotori oleh kebencian, dengan pikiran-kacau, tanpa pemahaman jernih, tidak terkonsentrasi, dengan pikiran berhamburan,
indrianya mengendur. Bagaikan arang dari api pemakaman, yang terbakar di kedua ujungnya dan berlumuran kotoran di tengahnya, tidak dapat digunakan sebagai kayu bangunan di desa atau di hutan, dan dengan cara yang sama Aku mengatakan tentang orang ini: ia telah kehilangan kenikmatan sebagai perumah tangga, namun ia tidak
memenuhi tujuan pertapaan.

“Ada, para bhikkhu, tiga jenis pikiran buruk ini: pikiran-indria, pikiran permusuhan, pikiran-mencelakai.124 Dan di manakah, para bhikkhu, ketiga pikiran buruk ini lenyap tanpa sisa? Bagi seseorang yang berdiam dengan pikiran kokoh dalam empat landasan perhatian, atau bagi seseorang yang mengembangkan konsentrasi tanpagambaran.
Ini cukup beralasan, para bhikkhu, untuk mengembangkan konsentrasi tanpa-gambaran. Ketika konsentrasi tanpa-gambaran dikembangkan dan dilatih, para bhikkhu, maka itu akan berbuah dan bermanfaat besar.

“Ada, para bhikkhu, dua pandangan ini: pandangan penjelmaan dan pandangan pemusnahan.125 [94] Di sanalah, para bhikkhu, siswa mulia yang terlatih merenungkan sebagai berikut: ‘Adakah di dunia ini yang dapat kulekati tanpa layak dicela?’’ Ia memahami: ‘Tidak ada apa pun di dunia ini yang dapat kulekati tanpa layak dicela. Karena jika
aku melekat, hanyalah bentuk yang dapat kulekati, hanyalah perasaan … hanyalah persepsi … hanyalah bentukan-bentukan kehendak … hanyalah kesadaran yang dapat kulekati. Dengan kemelekatanku sebagai kondisi, maka akan ada penjelmaan, dengan penjelmaan sebagai kondisi, maka kelahiran; dengan kelahiran sebagai kondisi,
maka penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan akan muncul. Demikianlah asal-mula keseluruhan kumpulan penderitaan ini.’126

“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk adalah kekal atau tidak kekal?… Apakah perasaan … persepsi … bentukanbentukan kehendak … kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” –

“Apakah yang tidak kekal merupakan penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku?” – “Tidak,
Yang Mulia.”

“Dengan melihat demikian … ia memahami: ‘… Tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.’”127

_____________________
Catatan Kaki

120. Spk: Setelah melewatkan musim hujan di Sāvatthī, Sang Buddha pergi ke Kapilavatthu bersama dengan sejumlah besar para bhikkhu. Ketika mereka tiba, para Sakya datang menemui mereka, membawa banyak persembahan untuk Saṅgha. Pertengkaran hebat pecah di antara para bhikkhu dalam membagikan barang-barang persembahan, dan karena alasan inilah Sang Guru membubarkan mereka. Beliau ingin mengajar mereka, “Bukanlah demi hal-hal demikian seperti jubah, dan sebagainya, kalian meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah, melainkan demi Kearahatan.”

121. Kalimat serupa terdapat pada MN I 457-59, tetapi di sana para Sakya pertama-tama memohon agar Sang Buddha memaafkan para bhikkhu, diikuti oleh Brahmā Sahampati, yang mengajukan permohonan yang sama. Dalam versi MN urutan kedua perumpamaan ini dibalik.

122. Di sini saya mengikuti Se, yang membaca: Tathārūpaṃ iddhābhisaṅkhāraṃ abhisaṅkhāsi yathā te bhikkhū ekadvīhikāya sārajjamānarūpā yena bhagavā ten’ upasaṅkameyyuṃ. Be dan Ee membaca yenāhaṃ menggantikan yena bhagavā; sepertinya keseluruhan frasa dihilangkan pada SS. Spk mengemas: Ekadvīhikāya ti ek’ eko c’ eva dve dve ca hutvā. Sārajjamānarūpā ti ottappamānasabhāvā bhāyamānā.

Spk: Mengapakah Sang Buddha melakukan keajaiban demikian? Dari keinginan akan kesejahteraan mereka. Karena jika mereka mendatangi-Nya secara berkelompok maka mereka tidak akan menunjukkan sikap hormat kepada Sang Buddha juga mereka tidak akan mampu menerima ajaran Dhamma. Tetapi jika mereka datang dengan sungkan, malu, sendiri dan berpasangan, maka mereka akan menunjukkan sikap hormat dan dapat menerima
ajaran.

123. Abhisāpa, dikemas akkosa oleh Spk, yang menjelaskan: “Karena ketika orang marah maka mereka menghina lawannya dengan berkata, ‘Engkau seharusnya mengenakan jubah bhikkhu, membawa mangkuk pengemis, dan berkelana mengumpulkan dana!’” Kapāla, diterjemahkan di sini “mangkuk pengemis,” bukanlah kata yang lazim untuk mangkuk dana (=patta) seorang bhikkhu, namun merujuk pada jenis mangkuk yang digunakan oleh para
petapa Non-Buddhis (kadang-kadang terbuat dari tengkorak); penggunaan kata ini sepertinya bermakna merendahkan. Paragraf ini dan berikutnya juga terdapat pada It 89-90. Beberapa istilah yang menggambarkan bhikkhu yang menyimpang persis di bawah dikomentari pada I, n.176.

124. Spk mengatakan kalimat ini disebutkan untuk menunjukkan bahwa orang ini telah menjadi semacam simbol dari suatu tumpukan kayu pemakaman karena pikiran jahatnya. “Konsentrasi tanpa-gambaran” (animitta-samādhi) adalah konsentrasi pandangan terang (vipassanā-samādhi), disebut “tanpa-gambaran” karena melenyapkan gambaran kekekalan, dan seterusnya. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai konsentrasi tanpa-gambaran,
baca IV, nn.280, 312, 368.

125. Spk: Pandangan penjelmaan (bhavadiṭṭhi) adalah eternalisme (sassatadiṭṭi); pandangan pemusnahan (vibhavadiṭṭhi) adalah nihilisme (ucchedadiṭṭhi). Kalimat ini disebutkan untuk menunjukkan bahwa konsentrasi tanpa-gambaran melenyapkan bukan hanya tiga pikiran buruk tetapi juga eternalisme dan nihilisme.

126. Di sini Sang Buddha menghubungkan kemelekatan, yang muncul di atas landasan lima kelompok unsur kehidupan yang secara keliru dianggap sebagai diri, dengan bagian terakhir formula sebab-akibat yang saling bergantungan, dengan demikian menunjukkan kemelekatan sekarang sebagai penyebab yang berkelanjutan bagi kelangsungan lingkaran kehidupan. Untuk penjelasan yang sama, baca MN I 511, 30 – 512, 2.

127. Spk: Di akhir khotbah ini lima ratus bhikkhu mencapai Kearahatan beserta pengetahuan analitis (patisambhidā).


Sumber: Samyutta Nikaya 3, Khadhavagga 22:80, halaman: 998.

http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Samyutta%20Nikaya%203%20-%20Khanda%20Vagga.pdf
« Last Edit: 28 February 2013, 09:42:11 AM by dhammadinna »

 

anything