//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Kumarapanha/Samanerapanha Sutta: Sepuluh Pertanyaan Samanera  (Read 18780 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Kumarapanha/Samanerapanha Sutta: Sepuluh Pertanyaan Samanera
« on: 13 October 2013, 04:13:49 PM »
"Apakah yang satu itu? Semua makhluk bergantung pada makanan
 Apakah yang dua itu? Batin dan bentuk/jasmani
 Apakah yang tiga itu? Tiga jenis perasaan
 Apakah yang empat itu? Empat Kebenaran Mulia
 Apakah yang lima itu? Lima kelompok kehidupan yang dilekati
 Apakah yang enam itu? Enam landasan indera
 Apakah yang tujuh itu? Tujuh Faktor Pencerahan
 Apakah yang delapan itu? Jalan Mulia Berunsur Delapan
 Apakah yang sembilan itu? Sembilan tempat kediaman makhluk
 Apakah yang sepuluh itu? Ia yang diberkahi dengan sepuluh atribut disebut Arahant."
 
 Sepuluh pertanyaan di atas adalah isi bab 4 dari Khuddaka Patha, bagian dari Khuddaka Nikaya, yang berjudul Kumarapanha Sutta (Kotbah tentang Pertanyaan kepada Anak Kecil) atau dikenal juga sebagai Samanerapanha Sutta (Kotbah tentang Pertanyaan untuk Samanera).
 
 Sepuluh pertanyaan ini pertama kali diajukan Sang Buddha kepada Samanera Sopaka yang berusia 7 tahun, dengan maksud untuk menahbiskannya sebagai bhikkhu. Karena Sopaka walau masih berumur 7 tahun telah mencapai tingkat Arahant, ia dapat menjawab 10 pertanyaan ini dengan mudah dan tepat sehingga kemudian ditahbiskan sebagai bhikkhu. Sepuluh pertanyaan ini juga diajarkan Sang Buddha kepada Samanera Rahula, putra kandung Siddhattha Gotama, yang saat itu berusia 7 tahun.
 
 Dalam Dhammapada Atthakatha (komentar/penjelasan Dhammapada) dikisahkan seorang pertapa wanita bernama Bhadda Kundala-kesa (Kundalakesi) setelah mempelajari 1000 pokok perdebatan yang sulit berkeliling ke seluruh India untuk mencari lawan debat. Tiba di Savatthi, ia ditantang berdebat oleh Bhikkhu Sariputta yang dapat menjawab 1000 pertanyaannya. Ketika Sariputta berbalik bertanya kepada sang pertapa wanita: "Apakah yg satu itu?", ia tidak dapat menjawabnya. Oleh sebab itu, akhirnya Kundalakesi menjadi seorang bhikkhuni.
 
 Tampaknya 10 pertanyaan ini merupakan metode pengajaran umum yang digunakan Sang Buddha dan para siswa-Nya utk mengajar para anak kecil yang menjadi samanera tentang pokok dasar ajaran Buddha. Oleh sebab itu, adalah penting bagi kita umat Buddha walau bukan samanera/bhikkhu untuk mempelajari 10 pertanyaan ini. Maka tulisan ini akan membahas satu per satu makna 10 pertanyaan ini.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kumarapanha/Samanerapanha Sutta: Sepuluh Pertanyaan Samanera
« Reply #1 on: 13 October 2013, 04:16:51 PM »
1. Apakah yang satu itu? Semua makhluk bergantung pada makanan

Makanan adalah penunjang kehidupan bagi semua makhluk. Dalam ajaran Buddhis makanan yang dimaksud bukan hanya makanan fisik yang kita makan sehari-hari.

Dalam Sammaditthi Sutta (Majjhima Nikaya 9) dikatakan: "Ada 4 jenis makanan yang menunjang kehidupan (cattaro ahara) untuk memelihara dan menunjang kelangsungan hidup makhluk-makhluk. Apakah keempat hal itu? Keempat hal itu adalah makanan jasmani (kabalinkarahara), kontak/kesan (phassa), kehendak pikiran (manosancetana), dan kesadaran (vinnana)."

a. Makanan jasmani menunjang kehidupan jasmani atau fisik kita.

b. Kontak/kesan timbul ketika pancaindera berhubungan dg objeknya (mata dengan objek bentuk, telinga dengan objek suara, hidung denga objek bebauan, lidah dengan objek rasa, tubuh atau kulit dengan objek sentuhan) dan indera pikiran berhubungan dengan objek pikiran (dhammayatana) [ini akan dibahas dalam bagian 6 tentang landasan indera]. Kesan ini adalah "makanan" yg menunjang timbulnya perasaan (vedana) apakah yang menyenangkan, tidak menyenangkan, maupun netral [akan dibahas dalam bagian 3 tentang perasaan]. Dalam Paticcasamuppada (sebab akibat yang saling bergantungan) dijelaskan bahwa phassa paccaya vedana (bergantung pada kontak, timbul perasaan).

c. Kehendak pikiran merupakan “makanan” yg menyebabkan kelahiran kembali semua makhluk sesuai dengan perbuatannya (kamma).

d. Kesadaran merupakan basis yang menimbulkan fungsi mental (nama) dan fisik/jasmani (rupa) dengan dikondisikan oleh kamma. Ia merupakan “makanan” bagi nama rupa yg baru terbentuk setelah kelahiran kembali.

Kempat jenis makanan ini bermula dari keinginan, keinginan bermula dari perasaan, perasaan bermula dari kontak, dst mengikuti rumusan Paticcasamuppada yang berawal mula dari ketidaktahuan/kebodohan batin. Hal ini disebutkan dalam Ahara Sutta (Samyutta Nikaya 12.11) sbb:

"Para bhikkhu, empat jenis makanan ini memiliki apakah sebagai sumbernya, apakah sebagai asal-mulanya, muncul dan dihasilkan dari apakah? Empat jenis makanan ini memiliki keinginan sebagai sumbernya, keinginan sebagai asal-mulanya; muncul dan dihasilkan dari keinginan.

Dan keinginan ini memiliki apakah sebagai sumbernya, apakah sebagai asal-mulanya, muncul dan dihasilkan dari apakah? Keinginan memiliki perasaan sebagai sumbernya; perasaan sebagai asal-mula; muncul dan dihasilkan dari perasaan.

Dan perasaan ini memiliki apakah sebagai sumbernya…? Perasaan memiliki kontak sebagai sumbernya…. Dan kontak ini memiliki apakah sebagai sumbernya…? Kontak memiliki enam landasan indria sebagai sumbernya …. Dan enam landasan indria ini memiliki apakah sebagai sumbernya…? Enam landasan indria memiliki batin dan jasmani sebagai sumbernya…. Dan batin dan jasmani ini memiliki apakah sebagai sumbernya…? batin dan jasmani memiliki kesadaran sebagai sumbernya…. Dan kesadaran ini memiliki apakah sebagai sumbernya…? Kesadaran memiliki bentukan-bentukan kehendak sebagai sumbernya…. Dan bentukan-bentukan kehendak ini memiliki apakah sebagai sumbernya, apakah sebagai asal-mulanya, muncul dan dihasilkan dari apakah? Bentukan-bentukan kehendak memiliki kebodohan sebagai sumbernya; kebodohan sebagai asal-mula; muncul dan dihasilkan dari kebodohan."

Dalam Samyutta Nikaya 12.64 Atthi Raga Sutta dikatakan:

"Jika, para bhikkhu, ada nafsu terhadap makanan, jika ada kesenangan, jika ada keinginan, maka kesadaran muncul di sana dan berkembang. Ketika kesadaran muncul dan berkembang, ada penurunan batin dan jasmani. Ketika ada penurunan batin dan jasmani, maka ada pertumbuhan bentukan-bentukan kehendak. Ketika ada pertumbuhan bentukan-bentukan kehendak, maka ada produksi penjelmaan kembali di masa depan. Ketika ada produksi penjelmaan kembali di masa depan, maka ada kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan. Ketika ada kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan, Aku mengatakan bahwa itu disertai dengan kesedihan, penderitaan mendalam, dan keputusasaan."

Demikianlah bagaimana keempat jenis makanan ini menunjang kelangsungan kehidupan semua makhluk dalam lingkaran kelahiran dan kematian yang berulang-ulang.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kumarapanha/Samanerapanha Sutta: Sepuluh Pertanyaan Samanera
« Reply #2 on: 13 October 2013, 04:24:24 PM »
2. Apakah yang dua itu? Batin dan bentuk

Batin (nama) dan bentuk/jasmani/fisik (rupa) merupakan hal yg saling saling bergantungan dan saling berkaitan tak terpisahkan satu sama lain, yang membentuk sistem kompleks kehidupan. Semua makhluk memiliki batin dan bentuk, kecuali makhluk Arupaloka tidak memiliki tubuh fisik dan makhluk Asannasatta di mana fungsi mentalnya (persepsi) terhenti sementara oleh kekuatan jhana.

Dalam Paticcasamuppada-vibhanga Sutta (Samyutta Nikaya 12.2) dikatakan: "Apakah, para bhikkhu, batin dan bentuk? Perasaan, persepsi, kehendak, kontak, perhatian: ini disebut batin. Empat unsur utama dan bentuk yang diturunkan dari empat unsur utama: ini disebut bentuk. Demikianlah batin ini dan bentuk ini bersama-sama disebut batin dan bentuk (namarupa)."

Tubuh tersusun atas 4 unsur utama/pokok (mahabhuta), yaitu unsur tanah/padat (pathavi), unsur air/cair (apo), unsur angin/gerak (vayo), dan unsur api/panas (tejo), serta unsur-unsur turunannya: warna (vanna), bau (gandha), rasa (rasa), zat gizi (oja), vitalitas (jivitindriya), dst.

Batin secara umum menunjuk pada 4 kelompok mental: perasaan (vedana), persepsi (sanna), bentukan mental (sankhara), kesadaran (vinnana). Namun dlm Paticcasamuppada (seperti pd kutipan sutta di atas), batin hanya meliputi perasaan, persepsi, dan beberapa bentukan mental yang tak terpisahkan dari kesadaran mana pun (kehendak, kontak, perhatian). Menurut komentar Samyutta Nikaya, 3 fungsi mental terakhir dipilih mewakili bentukan mental karena bekerja bahkan dalam tingkat kesadaran yang terendah.

Kesadaran sendiri tidak muncul dalam pengertian batin menurut Paticcasamuppada karena kesadaran mengkondisikan dan muncul bersamaan dengan batin dan bentuk (vinnana paccaya namarupa). Hubungan saling ketergantungan antara kesadaran dengan batin dan bentuk dijelaskan Sang Buddha dalam Mahanidana Sutta (Digha Nikaya 15) sbb:

"Aku mengatakan: 'Kesadaran mengkondisikan batin dan bentuk.' … jika kesadaran tidak masuk ke dlm rahim ibu, akankah batin dan bentuk berkembang di sana?" "Tidak, Bhagava."

"Atau jika kesadaran, setelah memasuki rahim ibu, kemudian dibelokkan, akankah batin dan bentuk itu dilahirkan dalam kehidupan ini?" "Tidak Bhagava."

"Dan jika kesadaran dari makhluk muda tersebut, laki-laki atau perempuan, dipotong, akankah batin dan bentuk tumbuh, berkembang dan dewasa?" "Tidak, Bhagava."

"Aku mengatakan: 'Batin-dan-bentuk mengondisikan kesadaran.' … jika kesadaran tdk menemukan tempat bersandar dalam batin dan jasmani, akankah selanjutnya ada kelahiran, kematian, dan penderitaan?" "Tidak, Bhagava."

"Oleh karena itu, Ananda, batin-dan-bentuk ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi kesadaran. Sejauh itulah, Ananda, kita dapat melacak kelahiran dan kerusakan, kematian dan kejatuhan ke alam-alam lain dan terlahir kembali, sedemikian jauhlah jalan pembentukan, konsep, sedemikian jauhlah, bidang pemahaman, sedemikian jauhlah lingkaran berputar sejauh yang bisa dilihat dalam kehidupan ini, yaitu batin dan bentuk bersama dengan kesadaran."

Lebih lanjut tentang jasmani, batin dan kesadaran ini akan dibahas pada bagian 5 tentang lima kelompok kehidupan.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kumarapanha/Samanerapanha Sutta: Sepuluh Pertanyaan Samanera
« Reply #3 on: 13 October 2013, 04:28:56 PM »
3. Apakah yang tiga itu? Tiga jenis perasaan

Perasaan (vedana) merupakan faktor mental yg muncul ketika ada kontak indera dengan objeknya (seperti yang dijelaskan dalam bagian 1 tentang makanan bahwa kontak adalah "makanan" bagi perasaan).

Secara umum terdapat 3 jenis perasaan: perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan, dan netral (bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan). Selain itu, terdapat 2 jenis perasaan menyenangkan, yaitu perasaan fisik yang menyenangkan dan perasaan batin yang menyenangkan. Demikian juga, ada 2 jenis perasaan tidak menyenangkan, yaitu perasaan fisik yang tidak menyenangkan dan perasaan batin yang tidak menyenangkan. Sedangkan perasaan netral hanya berasal dari perasaan yg bersifat batin. Dengan demikian, secara keseluruhan fisik dan mental ada 5 jenis perasaan.

Walaupun vedana (Pali/Sanskerta) diterjemahkan sebagai perasaan, tetapi vedana tidak menunjuk pada istilah perasaan seperti yang kita gunakan sehari-hari yang adalah emosi (yang termasuk bentukan mental/sankhara dlm Buddhis), misalnya ketika mengatakan "Engkau menyakiti perasaanku". Vedana merupakan sensasi menyenangkan, tidak menyenangkan, atau netral ketika indera kita berhubungan dengan suatu objek. Contohnya ketika mata melihat lawan jenis yang berpenampilan menawan, timbul perasaan senang, inilah vedana; tetapi kalau timbul perasaan tertarik/jatuh cinta, ini termasuk sankhara.

Umumnya kita orang biasa selalu menginginkan perasaan yang menyenangkan dan menolak perasaan yang tidak menyenangkan. Karena tidak memahami sebagaimana adanya tentang perasaan, kita melekat pada perasaan:

"Ia [kaum duniawi yg tidak terlatih] tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan tiga perasaan ini. Jika ia merasakan perasaan yang menyenangkan, ia merasakannya dengan melekat. Jika ia merasakan perasaan yang menyakitkan, ia merasakannya dengan melekat. Jika ia merasakan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan, ia merasakannya dengan melekat. Ini, para bhikkhu, disebut kaum duniawi yang tidak terlatih yang melekat pada kelahiran, penuaan, dan kematian; yang melekat pada kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan; yang melekat pada penderitaan, Aku katakan." (Salayatana Samyutta, Samyutta Nikaya)

Perasaan apa pun apakah menyenangkan, tidak menyenangkan, atau netral tidak kekal: ia muncul, bertahan sebentar, lalu lenyap bergantung pada sebab dan kondisi yang mendukung. Dengan sepenuhnya memahami ini, kemelekatan pada perasaan seharusnya dilenyapkan.

Dalam Paticcasamuppada, perasaan merupakan kondisi yang mendukung timbulnya keinginan (tanha): bergantung pada perasaan, timbul keinginan (vedana paccaya tanha). Keinginan merupakan sebab penderitaan (lebih lanjut lihat bagian 4). Oleh sebab itu, adalah penting untuk tidak melekat pada perasaan dan memahaminya sebagaimana adanya.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kumarapanha/Samanerapanha Sutta: Sepuluh Pertanyaan Samanera
« Reply #4 on: 13 October 2013, 04:40:22 PM »
4. Apakah yang empat itu? Empat Kebenaran Mulia

Empat Kebenaran Mulia merupakan salah satu dari ajaran pokok Sang Buddha yang diajarkan pertama kali dalam kotbah pertama-Nya Dhammacakkappavattana Sutta (Kotbah Pemutaran Roda Dhamma) kepada 5 pertapa yang kemudian menjadi 5 orang bhikkhu pertama. Ini adalah kebenaran yang ditemukan oleh Sang Buddha dalam upaya-Nya mencapai Penerangan Sempurna di bawah Pohon Bodhi.

Empat Kebenaran Mulia terdiri atas Kebenaran Mulia tentang Penderitaan, Sebab Penderitaan, Lenyapnya Penderitaan, dan Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan.

"Sekarang, O para bhikkhu, inilah Kebenaran Mulia tentang Penderitaan (dukkha ariyasacca): Kelahiran adalah penderitaan, kelapukan adalah penderitaan, sakit adalah penderitaan, kematian adalah penderitaan, bertemu dengan yang tidak menyenangkan adalah penderitaan, berpisah dengan yang menyenangkan adalah penderitaan, tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan. Secara singkat, lima kelompok kehidupan yang dilekati (pancupadanakkhanda) adalah penderitaan.

Sekarang, O para bhikkhu, inilah Kebenaran Mulia tentang Sebab Penderitaan (dukkha samudaya ariyasacca): Ini adalah keinginan yang menyebabkan kelahiran, yang disertai dengan nafsu yang melekat, menyambut (kehidupan) ini dan itu. Ini adalah keinginan atas kesenangan indera (kāmatanhā), keinginan akan kelangsungan (bhavatanhā), dan keinginan atas pemusnahan (vibhavatanhā).

Sekarang, O para bhikkhu, inilah Kebenaran Mulia tentang Lenyapnya Penderitaan (dukkha nirodha ariyasacca): Ini adalah pelepasan sepenuhnya dan pelenyapan atas keinginan, meninggalkannya, pelepasan, pembebasan darinya, dan tidak melekat padanya.

Sekarang, O para bhikkhu, inilah Kebenaran Mulia tentang Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan (dukkha nirodha gāminipatipadā ariyasacca): Ini adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Mata Pencaharian Benar, Upaya Benar, Perhatian Benar, dan Konsentrasi Benar." (Dhammacakkappavattana Sutta)

Secara harfiah, kata "dukkha" diterjemahkan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, atau hal yang tidak menyenangkan. Namun bukan berarti ajaran Buddha pesimistik dan menganggap hidup ini adalah penderitaan semata. Terdapat banyak kesenangan dan kebahagiaan di dunia ini mulai dari kebahagiaan dari kesenangan indera, kebahagiaan dari perolehan duniawi seperti kekayaan, kedudukan, dan kehormatan, sampai dengan kebahagiaan dari pencapaian meditatif (jhana).

Namun demikian, kesenangan dan kebahagiaan yang ada di dunia ini hanyalah bersifat sementara dan hanya pemuasan keinginan. Bagi mereka yg telah menyadarinya dengan pandangan benar, kehidupan ini tidak memuaskan. Kebahagiaan sejati bukan kebahagiaan yang didasarkan pada pemuasan keinginan karena keinginan jika dipuaskan tidak akan habis-habisnya. Oleh sebab itu, para bijaksana menerima kebahagiaan dan penderitaan dunia dengan seimbang dan tidak melekat padanya. Jika kebahagiaan yang bersifat sementara ini dipandang dg penuh kemelekatan dan tidak dipergunakan sebaik-baiknya, ini akan menjadi sumber penderitaan. Kebahagiaan sejati bukan terletak pada hal-hal yang di luar diri kita, melainkan dapat ditemukan dalam diri kita.

Semua yg muncul atau lahir pasti akan tunduk pada kelapukan atau usia tua, penyakit, dan akhirnya kematian. Tidak ada yg dapat mengelak dari 4 jenis penderitaan fisik ini. Keinginan atau harapan yang tidak terpenuhi juga adalah penderitaan. Kita tidak berharap untuk bertemu dengan hal-hal yg tidak menyenangkan atau orang yang tidak disukai dan berharap untuk bertemu dengan hal-hal yang menyenangkan atau orang yg disukai. Namun, harapan atau keinginan tersebut tidak selalu terjadi. Seringkali apa yang tidak kita harapkan itulah yang terjadi pada kita. Ini menyebabkan penderitaan batin yang tidak terelakkan oleh siapa pun.

Secara singkat, penderitaan berasal dari kemelekatan pada batin dan bentuk, yang disebut lima kelompok kehidupan. Lima kelompok kehidupan merupakan lima unsur yang membentuk kehidupan semua makhluk, yang terdiri atas kelompok jasmani (rupa), perasaan (vedana), pencerapan atau persepsi (sañña), bentuk-bentuk pikiran (sankhara), dan kesadaran (viññana). Untuk lebih lanjut tentang 5 kelompok kehidupan ini akan dibahas pada bagian 5.

Melekat pd jasmani, seseorg menganggap jasmani sebagai aku, diriku, milikku; berharap jasmani tersebut kekal dan tidak berubah. Ketika jasmani ini berubah, melapuk karena usia tua, diliputi penyakit, dan dihantui kematian, seseorg yang melekat padanya tidak dapat menerima hal ini, maka timbul penderitaan. Demikian pula, melekat pada perasaan, seseorang menganggap perasaan sebagai aku, diriku, miliki; berharap perasaan yang menyenangkan selalu timbul dan tidak mengharapkan timbulnya perasaan yang tidak menyenangkan. Namun saat perasaan yang tdk menyenangkan timbul, perasaan yg menyenangkan lenyap, maka seseorg yang melekat pada perasaan merasakan penderitaan. Demikian juga hal yang sama berlaku untuk pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran. Inilah Kebenaran Mulia tentang Penderitaan yang seharusnya dipahami sebagaimana adanya.

Keinginan yang menyebabkan kelahiran kembali dan disertai nafsu dan kemelekatan adalah sumber penderitaan atau permasalahan kehidupan ini. Terdapat 3 jenis keinginan, yaitu keinginan terhadap kesenangan indera, keinginan terhadap kelangsungan, dan keinginan terhadap pemusnahan diri.

a. Keinginan terhadap kesenangan indera meliputi semua jenis keinginan terhadap objek-objek yang menyenangkan bagi indera kita, seperti bentuk yang indah, suara yang merdu, rasa yang enak, sentuhan yang menyenangkan, dan seterusnya, yang menimbulkan pemuasan nafsu-nafsu indera. Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan atau kegelapan batin yang menganggap objek-objek tersebut adalah kekal dan menyenangkan dan oleh sebab itu dianggap sumber kebahagiaan.

b. Keinginan terhadap kelangsungan merupakan keinginan yang didasari oleh pandangan tentang adanya suatu diri yang kekal yang akan tetap ada setelah kematian (eternalisme). Dalam hal ini, seseorang memuaskan keinginannya agar dirinya tetap dapat menikmati kesenangan indera tersebut pada masa yang akan datang, bahkan setelah kematian. Keinginan untuk terus hidup nyawan dan mewah, terlahir kembali sebagai manusia, terlahir di alam surga termasuk keinginan jenis ini.

c. Keinginan terhadap pemusnahan diri berhubungan pandangan nihilisme bahwa segala sesuatu lenyap setelah kematian. Karena pandangan ini, seseorang menganggap kehidupan ini hanya sekali dan cenderung mencari kesenangan indera yang ada saat ini karena tidak mau kehilangan kesempatan memuaskan keinginannya tersebut di masa yang akan datang. Kasus orang-orang yang bunuh diri karena suatu masalah yang tidak terpecahkan juga termasuk keinginan jenis ini.

Inilah Kebenaran Mulia ttg Sebab Penderitaan yg seharusnya dilenyapkan.

Dengan meninggalkan dan melenyapkan sepenuhnya keinginan, maka sebab penderitaan dicabut dan dengan lenyapnya sebab penderitaan, maka penderitaan tidak akan timbul lagi. Dengan demikian tercapailah kebahagiaan sejati atau Nibbana. Karena ajaran Buddha mengajarkan adanya kebahagiaan dengan melepaskan sebab penderitaan beserta jalan menuju kebahagiaan tersebut, maka tidak tepat mengatakan ajaran Buddha sebagai pesimistik yang hanya mengajarkan tentang penderitaan kehidupan ini.

Membicarakan Kebenaran Mulia ketiga ini sama dengan membicarakan tentang Nibbana, yang di luar pemahaman akal dan logika kita karena Nibbana adalah yang tidak berkondisi dan di atas duniawi. Hal ini diibaratkan dalam perumpamaan seekor kura-kura yang berusaha menjelaskan daratan kering kepada seekor ikan yang hidup di perairan dan tidak pernah melihat daratan; kura-kura itu adalah mereka yang telah melepaskan diri dari kelahiran kembali dan mencapai Nibbana, sedangkan ikan adalah kita orang-orang biasa yang masih belum lepas dari lingkaran kelahiran kembali. Semua pembicaraan tentang Nibbana, realitas tertinggi yang menjadi tujuan akhir agama Buddha, pada akhirnya akan menjadi semacam spekulasi filosofis semata karena Nibbana bukan untuk dibicarakan atau didiskusikan, melainkan untuk direalisasi melalui praktek Jalan Mulia Berunsur Delapan.

Untuk mencapai akhir penderitaan, diperlukan suatu jalan atau cara yang dapat membawa pada pelenyapan penderitaan tersebut. Inilah yang dijelaskan sebagai Kebenaran Mulia keempat dan terakhir, yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan yg terdiri dari:

1. Pandangan Benar (sammā ditthi)
2. Pikiran Benar (sammā samkappa)
3. Ucapan Benar (sammā vācā)
4. Perbuatan Benar (sammā kammanta)
5. Mata Pencaharian Benar (sammā ājiva)
6. Upaya Benar (sammā vāyāma)
7. Perhatian Benar (sammā sati)
8. Konsentrasi Benar (sammā samādhi)

Untuk kepentingan praktek, Jalan Mulia Berunsur Delapan dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu moralitas (sila) yang terdiri dari ucapan benar, perbuatan benar, dan mata pencaharian benar; konsentrasi (samadhi) yang terdiri dari upaya benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar; serta kebijaksanaan (pañña) yang terdiri dari pandangan benar dan pikiran benar. Dengan menjalankan ucapan, perbuatan dan mata pencaharian benar, moralitas dikembangkan. Kemudian dengan menjalankan upaya, perhatian dan konsentrasi benar, seseorang mengembangkan konsentrasi melalui meditasi. Setelah itu, pengembangan pandangan dan pikiran benar membawa seseorang pada kebijaksanaan pandangan terang (vipassana pañña), yaitu kebijaksanaan yang melebihi kebijaksanaan duniawi. Ini akan berbuah pd pencapaian 4 tingkat kesucian (Sotapanna, Sakadagami, Anagami, Arahant) dan Nibbana. Lebih lanjut ttg Jalan Mulia Berunsur Delapan ini akan dijelaskan pada bagian 8.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kumarapanha/Samanerapanha Sutta: Sepuluh Pertanyaan Samanera
« Reply #5 on: 13 October 2013, 04:46:23 PM »
5. Apakah yang lima itu? Lima kelompok kehidupan yang dilekati

Lima kelompok kehidupan (pancakkhanda) adalah lima unsur kehidupan yang membentuk apa yang kita sebut makhluk itu. Karena lima kelompok kehidupan ini yang menjadi sumber kemelekatan (upadana), maka ia disebut juga lima kelompok kehidupan yg dilekati (pancupadanakkhanda). Lima kelompok kehidupan ini adalah kelompok jasmani (rupakkhanda), kelompok perasaan (vedanakkhanda), kelompok persepsi (sannakkhanda), kelompok bentuk-bentuk pikiran/bentukan mental (sankharakkhanda), dan kelompok kesadaran (vinnanakkhanda). Empat kelompok kehidupan yang terakhir membentuk apa yang disebut batin/pikiran (nama).

Kelompok jasmani merupakan tubuh kita yang dapat dilihat dan dirasakan secara fisik. Tubuh fisik ini terbentuk dari empat unsur utama, yaitu unsur padat, cair, panas, dan gerak.

a. Unsur padat terlihat pada bagian tubuh yang padat seperti daging, otot, dan tulang.
b. Unsur cair terlihat pada bagian tubuh berbentuk cairan seperti darah, nanah, dan ingus.
c. Unsur panas memberikan energi dan vitalitas pada tubuh yang terlihat dari suhu dan panas tubuh.
d. Unsur gerak memberi pergerakan pada tubuh, salah satu contohnya adalah fungsi pernapasan dari tubuh kita.

Dalam tubuh jasmani inilah terdapat pancaindera yang menjadi sarana hubungan atau kontak antara batin dengan dunia luar, yaitu objek-objek pancaindera tersebut.

Kelompok perasaan merupakan semua perasaan yang menyenangkan, tidak menyenangkan maupun netral yang timbul dari kontak antara indera dengan objeknya. Ini sudah dibahas pada bagian 3 tentang perasaan.

Kelompok pencerapan merupakan fungsi mental yang mengenali (kognisi) [bukan mengetahui] objek yang ditanggapi oleh indera, dengan menggunakan tanda-tanda atau ciri-ciri, seperti tukang kayu mengenali jenis-jenis kayu dari ciri-cirinya. Melalui persepsi terhadap suatu objek berulang-ulang, pengenalan kembali (rekognisi) terhadap ciri-ciri tertentu terjadi dan dari sinilah terbentuk ingatan.

Kelompok bentuk-bentuk pikiran merupakan semua bentuk mental yang timbul karena kontak indera dengan objeknya, yang timbul dan lenyap bersama dengan pikiran/kesadaran, objek dan landasannya sama dengan objek dan landasan pikiran. Termasuk dalam kelompok ini antara lain kehendak, keputusan, keyakinan, kebijaksanaan, keinginan, keserakahan, dan kebencian. Dari bentuk-bentuk pikiran inilah hukum karma bekerja dan memberikan akibat sesuai dengan baik atau buruknya bentuk pikiran tersebut.

Kelompok kesadaran merupakan fungsi mental yang mengetahui suatu objek yang ditangkap indera, berhubungan dan tak terpisahkan dari 3 kelompok lainnya (perasaan, persepsi, dan bentuk-bentuk pikiran), timbul dan lenyap bergantung pada kontak indera dengan objeknya. Dalam hal ini antara kesadaran dan 3 kelompok lainnya adalah tidak terpisahkan dan berkaitan satu sama lainnya, seperti buah apel yang tidak dapat dibedakan dari atribut-atributnya seperti bau, bentuk, dan warnanya.

Perlu diperhatikan bahwa kesadaran bukan jiwa/roh karena ia selalu berubah: timbul, bertahan sebentar, lalu lenyap untuk kemudian dilanjutkan oleh arus kesadaran (vinnana-sota) berikutnya yg juga timbul, bertahan sebentar, dan akhirnya lenyap bergantung pada sebab dan kondisi.

Tidak ada diri,aku,jiwa atau roh, atau apa pun sebutannya selain dari lima kelompok kehidupan ini. Orang-orang yang tidak memahami cara kerja sistem fisik dan mental yang rumit ini seringkali menyangka salah satu atau keseluruhan dari kelompok kehidupan ini adalah diri/aku/jiwa/roh. Sesungguhnya, hanya perpaduan dan saling ketergantungan dari kelimanya dapat disebut makhluk, tetapi satu unsur saja tidak dapat disebut inti/diri dari makhluk karena mereka tidak dapat berdiri sendiri. Oleh sebab itu dikatakan:

"Ketika semua bagian ada,
Sebutan "kereta" digunakan;
Demikian juga, di mana lima kelompok ada,
Kita katakan 'makhluk hidup'." (Samyutta Nikaya V.10)

Di sini lima kelompok kehidupan merupakan objek dari kemelekatan itu sendiri. Kemelekatan atau keterikatan yang dilandasi keinginan inilah yang menimbulkan hal-hal yang tidak menyenangkan atau tidak memuaskan yang kita sebut penderitaan.

"Bhikkhu, kemelekatan itu bukan sama dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini, juga kemelekatan bukanlah sesuatu yang terpisah dari kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan. Adalah keinginan dan nafsu sehubungan dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan itu yang menjadi kemelekatan di sana." (Mahapunnama Sutta, Majjhima Nikaya 109)

“Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari kemelekatan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan." (Dhammapada syair 214)
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kumarapanha/Samanerapanha Sutta: Sepuluh Pertanyaan Samanera
« Reply #6 on: 13 October 2013, 04:52:27 PM »
6. Apakah yang enam itu? Enam landasaran indera

Enam landasan indera (salayatana) adalah enam pasang indera beserta objeknya yang menjadi landasan kontak dengan dunia luar. Keenam landasan indera tersebut adalah (1) mata dengan objeknya berupa bentuk, (2) telinga dengan objeknya suara, (3) hidung dengan objeknya bebauan, (4) lidah dengan objeknya rasa yg dikecap, (5) batin/kulit dengan objeknya sentuhan, dan (5) indera pikiran (manayatana) dan objek pikiran (dhammayatana). Enam indera (pancaindera + indera pikiran) merupakan 6 landasan internal, sedangkan 6 objek indera tersebut merupakan 6 landasaran eksternal.

Untuk indera pikiran, Vibhanga dari Abhidhamma Piṭaka mendefinisikan landasan/indera pikiran (manayatana) adalah mencakup semua kelompok kesadaran, dan landasan objek pikiran (dhammayatana) adalah mencakup tiga kelompok unsur batin lainnya (perasaan, persepsi, bentukan mental) bahkan unsur tidak terkondisi, Nibbana (Vibh 70-73).

Pikiran (mano) merupakan indera ke-6 yang memiliki peranan yang penting dalam ajaran Buddha. Dalam Dhammapada dikatakan:

"Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.

Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya, bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya." (syair 1-2)

Lebih lanjut tentang 6 landasan indera, Sang Buddha berkata dalam Chachakka Sutta (Majjhima Nikaya 148) sbb:

“’Enam landasan internal harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ada landasan mata, landasan telinga, landasan hidung, landasan lidah, landasan badan, landasan pikiran. Adalah sehubungan dg hal ini maka dikatakan: ’Enam landasan internal harus dipahami.’ Ini adalah kelompok enam pertama.

“’Enam landasan ekternal harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ada landasan bentuk, landasan suara, landasan bau, landasan rasa kecapan, landasan objek sentuhan, landasan objek pikiran. Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ’Enam landasan eksternal harus dipahami.’ Ini adalah kelompok enam kedua.

“’Enam kelompok kesadaran harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, muncul kesadaran-mata; Dengan bergantung pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-telinga;Dengan bergantung pada hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung; Dengan bergantung pada lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-lidah; Dengan bergantung pada badan dan obyek-obyek sentuhan, muncul kesadaran-badan; Dengan bergantung pada pikiran dan obyek-obyek pikiran, muncul kesadaran-pikiran. Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ’Enam kelompok kesadaran harus dipahami.’ Ini adalah kelompok enam ketiga.

“’Enam kelompok kontak harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, muncul kesadaran-mata; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-telinga; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-lidah; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada badan dan obyek-obyek sentuhan, muncul kesadaran-badan; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada pikiran dan obyek-obyek pikiran, muncul kesadaran-pikiran; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ’Enam kelompok kontak harus dipahami.’ Ini adalah kelompok enam keempat.

“’Enam kelompok perasaan harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, muncul kesadaran-mata; pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan. Dengan bergantung pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-telinga; pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan. Dengan bergantung pada hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung; pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan. Dengan bergantung pada lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-lidah; pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan. Dengan bergantung pada badan dan obyek-obyek sentuhan, muncul kesadaran-badan; pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan. Dengan bergantung pada pikiran dan obyek-obyek pikiran, muncul kesadaran-pikiran; pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan. Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ’Enam kelompok perasaan harus dipahami.’ Ini adalah kelompok enam kelima.

“’Enam kelompok keinginan harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, muncul kesadaran-mata; pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan; dengan perasaan sebagai kondisi maka muncul keinginan. Dengan bergantung pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-telinga … dengan perasaan sebagai kondisi maka muncul keinginan. Dengan bergantung pada hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung … dengan perasaan sebagai kondisi maka muncul keinginan. Dengan bergantung pada lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-lidah … dengan perasaan sebagai kondisi maka muncul keinginan. Dengan bergantung pada badan dan obyek-obyek sentuhan, muncul kesadaran-badan … dengan perasaan sebagai kondisi maka muncul keinginan. Dengan bergantung pada pikiran dan obyek-obyek pikiran, muncul kesadaran-pikiran; pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan; dengan perasaan sebagai kondisi maka muncul keinginan. Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ’Enam kelompok keinginan harus dipahami.’ Ini adalah kelompok enam keenam."

Seperti dijelaskan dalam kutipan sutta di atas, bergantung pada 6 landasan indera ini, berbagai faktor mental timbul. Bergantung pada indera dan objeknya, timbul kesadaran (vinnana). Bergantung pada indera, objeknya, dan kesadaran yang timbul dari indera dan objeknya, timbul kontak (phassa). Bergantung pada kontak, timbul perasaan (vedana). Bergantung pada perasaan, timbul keinginan (tanha).

“Para bhikkhu, segalanya terbakar. Dan apakah, para bhikkhu, segalanya yang terbakar itu? Mata terbakar, bentuk-bentuk terbakar, kesadaran-mata terbakar, kontak-mata terbakar, dan perasaan apa pun yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisi – apakah menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyakitkan juga bukanmenyenangkan – itu juga terbakar. Terbakar oleh apakah? Terbakar oleh api nafsu, oleh api kebencian, oleh api kebodohan; terbakar oleh kelahiran, penuaan, dan kematian; oleh kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan, Aku katakan."

“Telinga terbakar … [s/d] … Pikiran terbakar … dan perasaan apa pun yang muncul dengan kontak-pikiran sebagai kondisi – apakah menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyakitkan juga bukan menyenangkan – itu juga terbakar. Terbakar oleh apakah? Terbakar oleh api nafsu, oleh api kebencian, oleh api kebodohan; terbakar oleh kelahiran, penuaan, dan kematian; oleh kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan, Aku katakan." (Adittapariyaya Sutta/Kotbah Api, Samyutta Nikaya)

Karena indera-indera ini beserta objeknya dan bentuk-bentuk mental yang timbul darinya terbakar oleh api nafsu (raga), kebencian (dosa), dan kebodohan batin (moha), maka sangat penting untuk mengendalikan indera-indera kita, termasuk pikiran, dari timbulnya kondisi-kondisi yang tidak bermanfaat.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kumarapanha/Samanerapanha Sutta: Sepuluh Pertanyaan Samanera
« Reply #7 on: 13 October 2013, 04:59:01 PM »
7. Apakah yang tujuh itu? Tujuh faktor pencerahan

Tujuh faktor pencerahan (bojjhanga = bodhi [pencerahan] + anga [faktor]) adalah faktor-faktor batin yang bermanfaat yang dapat membawa pada pencerahan. Ketujuh faktor tersebut adalah:

1. Faktor pencerahan perhatian (sati-sambojjhanga)
2. Faktor pencerahan penyelidikan kondisi/fenomena (dhammavicaya-sambojjhanga)
3. Faktor pencerahan semangat/kegigihan (viriya-sambojjhanga)
4. Faktor pencerahan kegembiraaan/kegiuran (piti-sambojjhanga)
5. Faktor pencerahan ketenangan (passaddhi-sambojjhanga)
6. Faktor pencerahan konsentrasi (samadhi-sambojjhanga)
7. Faktor pencerahan keseimbangan (upekkha-sambojjhanga)

Ketujuh faktor pencerahan ini dikembangkan secara berurutan dengan masing-masing faktor bertindak sebagai kondisi bagi faktor berikutnya. Dalam Anapanasati Sutta (Majjhima Nikaya 118) dikatakan bahwa dengan berlatih meditasi pernapasan (perhatian terhadap napas/anapanasati), seseorang mengembangkan empat landasan perhatian (satipatthana), yaitu:

a. Perenungan terhadap jasmani (kayanupassana): ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik napas dengan menenangkan bentukan jasmani’; ‘Aku akan menghembuskan napas dengan menenangkan bentukan jasmani’ – pada saat itu ia berdiam dengan merenungkan jasmani sebagai jasmani.

b. Perenungan terhadap perasaan (vedananupassana): ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik napas dengan mengalami bentukan batin; Aku akan menghembuskan napas dengan mengalami bentukan batin’ – pada saat itu ia berdiam dengan merenungkan perasaan sebagai perasaan.

c. Perenungan terhadap pikiran (cittanupassana): ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas panjang dengan mengalami pikiran; Aku akan mengembuskan nafas dengan mengalami pikiran’ – pada saat itu ia berdiam dengan merenungkan pikiran sebagai pikiran.

d. Perenungan terhadap objek pikiran (dhammanupassana): ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas panjang dengan merenungkan ketidakkekalan’; ‘Aku akan mengembuskan nafas dengan merenungkan ketidak-kekalan’ - pada saat itu ia berdiam dengan merenungkan obyek-obyek pikiran sebagai obyek-obyek pikiran.

Dengan demikian, ia mengembangkan keempat landasan perhatian ini dengan tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan sehubungan dengan dunia.

Kapan pun seseorang berdiam dengan merenungkan keempat landasan perhatian ini, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan sehubungan dengan dunia - pada saat itu perhatian yang tanpa mengendur kokoh dalam dirinya. Kapan pun perhatian yang tanpa mengendur kokoh dalam dirinya – pada saat itu faktor pencerahan perhatian muncul dalam dirinya, dan ia mengembangkannya, dan dengan pengembangan, menjadi terpenuhi dalam dirinya.

Dengan berdiam penuh perhatian demikian, ia menyelidiki dan memeriksa kondisi/fenomena batin itu dengan kebijaksanaan dan memulai penyelidikan penuh ke dalamnya. Kapan pun, dengan berdiam penuh perhatian demikian, ia menyelidiki dan memeriksa kondisi itu dengan kebijaksanaan dan memulai penyelidikan penuh ke dalamnya - pada saat itu faktor pencerahan penyelidikan kondisi-kondisi/fenomena terpenuhi dalam dirinya.

Dalam diri seseorang yang menyelidiki dan memeriksa kondisi itu dengan kebijaksanaan dan memulai penyelidikan penuh ke dalamnya, maka kegigihan/semangat tanpa lelah dibangkitkan. Kapan pun kegigihan tanpa lelah dibangkitkan dalam diri seseorang yang menyelidiki dan memeriksa kondisi itu dengan kebijaksanaan dan memulai penyelidikan penuh ke dalamnya - pada saat itu faktor pencerahan kegigihan/semangat terpenuhi dalam dirinya.

Dalam diri seseorang yang memiliki kegigihan yang terbangkitkan, kegembiraan yang bukan duniawi muncul. Kapan pun kegembiraan yang bukan duniawi muncul dalam diri seseorang yang telah membangkitkan kegigihan – pada saat itu faktor pencerahan kegembiraan terpenuhi dlm dirinya.

Dalam diri seseorang yang gembira, jasmani dan pikiran menjadi tenang. Kapan pun jasmani dan pikiran menjadi tenang dalam diri seseorang yang gembira - pada saat itu faktor pencerahan ketenangan terpenuhi dalam dirinya.

Dalam diri seseorang yang jasmaninya tenang dan yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Kapan pun pikiran terkonsentrasi dalam diri seseorang yang jasmaninya tenang dan yang merasakan kenikmatan - pada saat itu faktor pencerahan konsentrasi terpenuhi dalam dirinya.

Ia secara saksama memperhatikan dengan keseimbangan pada pikiran yang terkonsentrasi demikian. Kapan pun seseorang secara saksama memperhatikan dengan keseimbangan pada pikiran yang terkonsentrasi demikian - pada saat itu faktor pencerahan keseimbangan muncul dalam dirinya.

Selanjutnya, dengan mengembangkan ketujuh faktor pencerahan ini yang didukung oleh keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam pelepasan, ia memenuhi pengetahuan dan pembebasan sejati, yaitu tercapainya Nibbana. Walaupun dalam Anapanasati Sutta digunakan objek meditasi pernapasan, namun sesungguhnya faktor-faktor pencerahan ini dapat dikembangkan dalam latihan meditasi dengan objek lainnya juga.

Bojjhanga Samyutta adalah bagian dari Samyutta Nikaya yang berisi kotbah2 Sang Buddha tentang tujuh faktor pencerahan. Di antara sutta-sutta tersebut terdapat kotbah Sang Buddha tentang faktor-faktor pencerahan kepada Bhikkhu Mahakassapa dan Mahamoggallana yang sedang sakit, setelah mendengarkan kotbah tersebut mereka sembuh dari sakitnya. Juga ketika Sang Buddha sendiri sakit, Beliau meminta Bhikkhu Mahacunda mengulangi tujuh faktor pencerahan kepada-Nya dan setelah itu Beliau pun sembuh.

Komentar Samyutta Nikaya menjelaskan bahwa ketika seseorang memperhatikan dengan sungguh-sungguh ajaran tentang pengembangan tujuh faktor pencerahan ini, maka dlm waktu singkat faktor-faktor pencerahan akan terwujud dlm dirinya. Dengan berpikir: "Ajaran Sang Guru sungguh membebaskan!" darahnya menjadi jernih, cairan tubuhnya menjadi murni, dan penyakitnya hilang dari tubuhnya bagaikan setetes air yang jatuh ke daun teratai.

Oleh sebab itu, ketiga sutta tentang faktor-faktor pencerahan ini [2 dari Sang Buddha kepada masing-masing 2 orang siswa-Nya yang sakit, 1 dari Bhikkhu Mahacunda kepada Sang Buddha yang sakit] dimasukkan sebagai kotbah perlindungan (paritta) dalam tradisi Buddhis Sri Lanka dan sering dibacakan para bhikkhu kepada orang-orang yang sakit. Selain itu, terdapat juga ringkasan dari ketiga sutta ini yang dikenal dengan nama Bojjhanga Paritta yang juga dapat dibacakan untuk orang sakit.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kumarapanha/Samanerapanha Sutta: Sepuluh Pertanyaan Samanera
« Reply #8 on: 13 October 2013, 05:16:59 PM »
8. Apakah yang delapan itu? Jalan Mulia Berunsur Delapan

Jalan Mulia Berunsur Delapan merupakan jalan praktek utama dalam ajaran Buddha untuk mencapai akhir dukkha. Seperti yang telah dibahas pada bagian 4 bahwa Jalan Mulia Berunsur Delapan terdiri atas 8 faktor/unsur yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok pelatihan. Sekarang kita akan membahas satu per satu kedelapan faktor tsb.

I. Pandangan Benar (Samma ditthi)

Ketika memperoleh keyakinan pada Sang Buddha sebagai guru junjungan tertinggi menuju pembebasan, seorang praktisi Buddhis harus pertama-tama memahami konsep dan pengetahuan yang benar dalam menghadapi berbagai permasalahan kehidupan, kesedihan, usia tua, penyakit, kematian, munculnya keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin. Inilah pandangan benar muncul pada tahap awal menapaki sang jalan.

Pandangan benar merupakan cara pandang terhadap segala sesuatu sebagaimana adanya, yaitu mengetahui hakekat sesungguhnya dari semua fenomena fisik dan mental dalam kehidupan kita. Dengan pandangan benar, seseorang memahami 3 jenis realitas kehidupan yang sejati, yaitu:

1. Terdapat hukum sebab akibat moral (hukum karma) yg berlaku di dunia ini: perbuatan baik berakibat pada kebaikan dan kebahagiaan serta perbuatan buruk berakibat pada keburukan dan ketidakbahagiaan.

2. Tiga karakteristik kehidupan (tilakkhana): semua yg muncul dari perpaduan unsur-unsur dan sebab akibat yang saling bergantungan adalah tidak kekal (anicca) dan oleh sebab itu, tidak menyenangkan atau tidak memuaskan (dukkha); segala sesuatu adalah bukan aku (anatta), diriku, dan milikku.

3. Empat Kebenaran Mulia: kebenaran tentang dukkha, sebab dukkha, lenyapnya dukkha, dan jalan menuju lenyapnya dukkha (lihat bagian 4)

II. Pikiran Benar (Samma samkappa)

Pandangan benar mengubah motif dan tujuan seorang praktisi, yang membelokkannya dari pikiran yang penuh nafsu, permusuhan/kebencian, dan kekerasan/kekejaman menjadi pelepasan nafsu, kelembutan/kehendak baik, dan belas kasih. Inilah kehendak/pikiran benar (samma samkappa). Di sini seseorang berusaha melepaskan keinginan duniawi untuk mendedikasikan diri pada kemajuan spiritual serta mengembangkan cinta kasih dan belas kasih terhadap semua makhluk.

III. Ucapan Benar (Samma vaca), IV. Perbuatan Benar (Samma kammanta), dan V. Mata Pencaharian Benar (Samma ajiva)

Dituntun oleh pikiran benar, seorang praktisi menjalankan ketiga faktor etis dari sang jalan yang dimasukkan dalam kelompok moralitas (sila), yaitu ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar.

Ucapan benar adalah ucapan yg bebas dari dusta, fitnah, kata-kata kasar dan menyakitkan, kata-kata kosong dan tidak bermanfaat.

Perbuatan benar adalah perbuatan jasmani yang bebas dari pembunuhan, pencurian, dan perbuatan seksual yang salah. Bagi mereka yang hidup berumah tangga, perbuatan seksual yang salah meliputi perbuatan seksual yang dilakukan bukan dengan pasangan resmi, hubungan seksual dengan orang-orang yang dilarang secara hukum dan adat, hubungan sesama jenis, dan hubungan seksual dengan makhluk bukan manusia.

Mata pencaharian benar adalah penghidupan yang bebas dari cara yang salah, yaitu yang melibatkan pembunuhan, pencurian, dan ucapan yang salah. Bagi umat awam, dalam hal perdagangan terdapat 5 jenis mata pencaharian yang tidak seharusnya dijalankan: berdagang senjata, manusia (perdagangan wanita, anak di bawah umur, dan prostitusi), hewan untuk dibunuh, minuman keras (termasuk obat-obatan terlarang), dan racun. Bagi mereka yang meninggalkan kehidupan berumah tangga, mata pencaharian yang salah adalah semua cara mendapatkan empat kebutuhan pokok (tempat tinggal, pakaian, makanan, obat-obatan) yang tidak sesuai dengan aturan kehidupan monastik (Vinaya).

Moralitas merupakan landasan utama dalam menapaki jalan menuju kebahagiaan sejati. Dengan moralitas saja, seseorg dapat terlahir di alam bahagia (surga) setelah kematiannya. Moralitas mengatur perbuatan jasmani dan ucapan dari hal-hal yang tidak bermanfaat (akusala), yang diperlukan untuk pengembangan batin yang lebih tinggi. Dengan demikian, adalah sangat penting untuk menjaga moralitas bahkan bagi mereka yang tidak bermaksud untuk mencari kedamaian spiritual.

VI. Upaya Benar (Samma vayama)

Berdiri di atas landasan moralitas, seorang praktisi melatih pikirannya untuk mencegah munculnya hal-hal yang tidak baik dan tidak bermanfaat yang belum muncul, meninggalkan dan melenyapkan hal-hal yang tidak baik dan tidak bermanfaat yang telah muncul, memunculkan hal-hal yang baik dan bermanfaat yang belum muncul, serta mempertahankan hal-hal yang baik dan bermanfaat yang telah muncul. Inilah awal pelatihan konsentrasi (samadhi) yang disebut upaya benar.

VII. Perhatian Benar (Samma sati)

Kemudian sang praktisi berlatih agar selalu sadar dan perhatian pada semua fenomena yang terjadi pada jasmani dan pikirannya. Ini dilakukan dengan mengembangkan empat landasan perhatian (satipatthana), yaitu perhatian terhadap jasmani, perasaan, pikiran, dan fenomena. Dalam praktek ini seseorang merenungkan keempat faktor ini sebagai tidak kekal, tidak menyenangkan, dan tidak memuaskan.

Dari keempat landasan perhatian ini, perhatian terhadap jasmani adalah yang umum dilakukan para meditator. Ada beberapa metode perhatian terhadap tubuh ini, tetapi yang populer saat ini adalah perhatian terhadap pernapasan (anapanasati) atau meditasi pernapasan. Melalui meditasi ini juga semua 4 landasan perhatian dapat dikembangkan seperti yang dibahas pada bagian 7 sebelumnya.

VIII. Konsentrasi Benar (Samma samadhi)

Dengan mengembangkan perhatian benar, maka tercapai pemusatan pikiran yang penuh terhadap objek yang diperhatikan. Inilah konsentrasi benar. Pada tahap ini, dengan meninggalkan/melepaskan nafsu indera, keinginan jahat/kebencian, kemalasan, kegelisahan, dan keraguan, seorang meditator memasuki tingkat pemusatan pikiran (jhana) pertama di mana faktor-faktor mental yang menyertainya adalah pikiran yang mengarah pada objek (vitakka), pikiran yang mengevaluasi objek (vicara), kegiuran/kenikmatan (piti), kegembiraan (sukha), dan keterpusatan pikiran (ekaggata).

Setelah meninggalkan pikiran yang mengarah pada objek dan pikiran yang mengevalusi objek, ia memasuki jhana kedua di mana hanya terdapat kegiuran, kegembiraan, dan keterpusatan pikiran. Meninggalkan kegiuran, ia memasuki jhana ketiga yang dibentuk oleh faktor mental yang tersisa, yaitu kegembiraan dan keterpusatan pikiran. Ketika kegembiraan ditinggalkan dan digantikan dengan keseimbangan batin (upekkha), maka hanya terdpt keseimbangan batin dan keterpusatan pikiran, yang membawa sang meditator memasuki jhana keempat.

Pencapaian jhana melalui praktek konsentrasi hanya melemahkan kekotoran batin sesaat saja. Ketika seseorg tidak berada dalam kondisi jhana, kekotoran batin dapat timbul kembali. Oleh sebab itu, diperlukan pandangan terang (vipassana) untuk menghancurkan kekotoran batin sepenuhnya dan mencapai Penerangan Sempurna.

Sekarang sang praktisi harus menggunakan pikiran yang terkonsentrasi untuk menjelajahi sifat pengalaman/fenomena fisik dan mental. Ia merenungkan/menganalisa bahwa apa yang disebut makhluk itu tak lain hanyalah perpaduan jasmani dan batin yang selalu berubah. Dengan demikian, ia memahami bahwa tidak ada aku, diri, atau jiwa selain dari perpaduan jasmani dan batin ini. Tidak ada sesuatu di dunia ini yg tidak dikondisikan oleh sebab yang berasal dari ketidaktahuan (avijja), keinginan (tanha), kemelekatan (upadana), perbuatan (kamma/karma), dan makanan.

Kemudian ia memahami sebagaimana adanya bahwa semua yang berkondisi adalah tidak kekal (anicca) dan tidak memuaskan (dukkha) serta semua fenomena adalah bukan aku, diriku, atau milikku (anatta). Inilah pandangan benar pada tataran yang lebih tinggi yang disebut pandangan terang.

Ketika praktik sang jalan matang sepenuhnya, seluruh 8 faktor menyatu dan menggabungkan kekuatan, memulai penembusan Dhamma yang dengannya sang praktisi secara langsung melihat Empat Kebenaran Mulia dan mencapai tingkat kesucian batin yang pertama dengan melenyapkan pandangan salah tentang aku/diri, keragu-raguan terhadap Sang Guru (Buddha), ajarannya (Dhamma) dan perkumpulan para siswa mulia yang telah mengikuti ajaran-Nya dan mencapai pencerahan batin yang sama (Sangha), serta pandangan salah bahwa dengan ritual atau upacara dapat membawa pada kebahagiaan. Pada tahap ini ia memasuki arus kesucian menuju kebahagiaan sejati dan disebut Sotapanna (pemasuk arus). Dalam tujuh kehidupan berikutnya, ia tidak akan jatuh dari jalan menuju Nibbana dan pasti akan mencapai tujuan akhir tersebut.

Selanjutnya dengan melemahkan nafsu indera dan keinginan jahat, ia menjadi seorang Sakadagami (ia yang kembali sekali), di mana ia hanya akan terlahir kembali di alam manusia sekali lagi untuk kemudian mencapai Nibbana. Melenyapkan sepenuhnya nafsu indera dan keinginan jahat, ia menjadi seorang Anagami (ia yang tak akan kembali), di mana ia tidak akan terlahir kembali di alam manusia maupun surga, melainkan alam kediaman murni (suddhavasa) utk mencapai Nibbana di sana.

Akhirnya, dengan melenyapkan kemelekatan pada alam bentuk, kemelekatan pada alam tak berbentuk, kesombongan, kemalasan, dan ketidaktahuan, ia mencapai tingkat kesucian tertinggi, Arahant, yang setara dengan seorang Buddha di mana sebab kelahiran kembali telah diputuskan dan Nibbana telah tercapai dalam kehidupan ini juga. Seorang Arahant memiliki 8 kualitas dari sang jalan, lengkap dengan pengetahuan dan kebebasan sejati (akan dibahas pada bagian 10), tetapi bagi seorg Arahant tidak ada lagi yang harus dikembangkan karena tujuan pengembangan sang jalan telah tercapai.

Demikianlah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini dapat membawa seseorg pada tujuan akhir, kebahagiaan spiritual tertinggi, bahkan dalam kehidupan ini juga.

"Di antara semua jalan, Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah yang terbaik. Di antara semua kebenaran, Empat Kebenaran Mulia adalah yang terbaik. Di antara semua keadaan, keadaan tanpa nafsu (Nibbana) adalah yang terbaik. Di antara semua makhluk, orang yang telah melihat adalah yang terbaik.

Inilah satu-satunya jalan, tiada jalan lain yang dapat membawa pada kemurnian pandangan. Ikutilah jalan ini, yang dapat mengalahkan mara (godaan).

Dengan mengikuti jalan ini, engkau dapat mengakhiri penderitaan. Dan jalan ini pula yang Ku-tunjukkan setelah Aku mengetahui bagaimana cara mencabut duri-duri (kekotoran batin)." (Dhammapada syair 273-275)
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kumarapanha/Samanerapanha Sutta: Sepuluh Pertanyaan Samanera
« Reply #9 on: 13 October 2013, 05:23:16 PM »
9. Apakah yang sembilan itu? Sembilan tempat kediaman makhluk

Sembilan tempat kediaman makhluk (sattavasa) adalah pengelompokan alam kehidupan berdasarkan keadaan jasmani dan persepsi (batin) makhluk2 yang ada di dalamnya. Disebutkan dalam Sattavasa Sutta, Anguttara Nikaya buku sembilan, tentang tempat kediaman makhluk ini sbb:

"Para bhikkhu, terdapat 9 tempat kediaman makhluk. Apakah kesembilan tempat kediaman makhluk tersebut?
(1) Terdapat makhluk-makhluk yang berbeda dalam jasmani dan berbeda dalam persepsi, seperti manusia, beberapa dewa, dan beberapa makhluk di alam menderita.
(2) Terdapat makhluk-makhluk yang berbeda dalam jasmani dan sama dalam persepsi, seperti para dewa pengikut Brahma [yg terlahir di sana karena telah mencapai jhana I dalam meditasi].
(3) Terdapat makhluk-makhluk yang sama dalam jasmani dan berbeda dalam persepsi, seperti para dewa Abhassara [para dewa yang bercahaya, yang terlahir di sana karena telah mencapai jhana II].
(4) Terdapat makhluk-makhluk yang sama dalam jasmani dan sama dalam persepsi, seperti para dewa Subhakinha [para dewa yang bercahaya cemerlang, yang terlahir di sana karena telah mencapai jhana III]
(5) Terdapat makhluk-makhluk yang tanpa persepsi, seperti makhluk Asannasatta [makhluk tanpa persepsi, yang terlahir di sana karena telah mencapai jhana IV dengan berpikir bahwa persepsi/pemikiran adalah tidak bermanfaat].
(6) Terdapat makhluk-makhluk yang telah melampaui sepenuhnya semua persepsi materi, dengan melenyapkan persepsi reaksi indria dan dengan tanpa-perhatian terhadap persepsi yang beraneka ragam, berpikir: "Ruang adalah tanpa batas", mereka telah mencapai alam Ruang Tanpa Batas [ini adalah alam bagi mereka yang telah mencapai arupa jhana I].
(7) Terdapat makhluk-makhluk yang dengan melampaui alam ruang tanpa batas, berpikir: "Kesadaran adalah tanpa batas", telah mencapai alam kesadaran tanpa batas [ini adalah alam bagi mereka yang telah mencapai arupa jhana II].
(8 ) Terdapat makhluk-makhluk yang dengan melampaui alam kesadaran tanpa batas, berpikir: "Tidak ada apa pun", telah mencapai alam kekosongan [inilah alam bagi mereka yang telah mencapai arupa jhana III].
(9) Terdapat makhluk-makhluk yang dengan melampaui alam Kekosongan, telah mencapai alam tanpa persepsi juga bukan tanpa persepsi [inilah alam bagi mereka yang telah mencapai arupa jhana IV]."

Alam kehidupan no. 1-4 ditempati oleh para makhluk yang memiliki jasmani dan batin, alam kehidupan no. 5 ditempati oleh makhluk tanpa persepsi, alam kehidupan sisanya ditempati oleh para makhluk yang tidak memiliki jasmani (arupaloka).

Kesembilan tempat kediaman makhluk ini masih berada dlm lingkaran samsara, oleh sebab itu bukan tujuan akhir dalam ajaran Buddha. Setelah memahami adanya kesembilan tempat kediaman makhluk ini, asal-mulanya dan lenyapnya, keindahan dan bahayanya, serta pembebasan darinya, seseorang seharusnya tidak mencari kesenangan di dalamnya dan membebaskan diri darinya. Inilah yang disebut seseorang yang terbebaskan oleh kebijaksanaan (panna-vimutti) [Mahanidana Sutta, Digha Nikaya 15].
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kumarapanha/Samanerapanha Sutta: Sepuluh Pertanyaan Samanera
« Reply #10 on: 13 October 2013, 05:31:04 PM »
10. Apakah yang sepuluh itu? Ia yang diberkahi dengan 10 atribut disebut Arahant.

Mereka yang telah mengembangkan dan menyempurnakan Jalan Mulia Berunsur Delapan (lihat bagian 8 ) akan memiliki 10 kualitas yang sempurna, yaitu 8 kualitas dari Jalan Mulia Berunsur Delapan serta pengetahuan benar/sejati dan kebebasan (pembebasan) benar/sejati yang muncul karena pengembangan jalan mulia tersebut.

Dalam Dutiya Asekha Sutta, Anguttara Nikaya 10.112, disebutkan sbb:

"Para bhikkhu, sepuluh hal ini merupakan faktor-faktor dari seorang yang sempurna, yang telah pergi melampaui latihan (asekha). Apakah sepuluh hal itu? Pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, pencaharian benar, upaya benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar dan kebebasan benar dari seorang yang sempurna, yang telah pergi melampaui latihan."

Dalam Samyutta Nikaya 45.26 Sang Buddha berkata:

"Apakah, para bhikkhu, orang mulia (ariya) itu? Di sini seseorang dengan pandangan benar, ... [dst s/d] konsentrasi benar. Ini disebut orang mulia."

"Dan apakah, para bhikkhu, orang yang lebih baik daripada orang mulia itu? Di sini seseorang dengan pandangan benar, ... [dst s/d] konsentrasi benar, pengetahuan benar, kebebasan benar. Ini disebut orang yang lebih baik daripada orang mulia."

Mereka yang sedang mengembangkan 8 faktor sang jalan disebut sebagai seorang yang sedang berlatih (sekha) dan oleh sebab dapat disebut juga sebagai seorang yang mulia; ini adalah mereka yang telah mencapai kesucian Sotapanna s/d Anagami. Mereka yang telah menyempurnakan sang jalan disebut sebagai seorang yang tidak perlu berlatih lagi (asekha) dan oleh sebab itu memiliki 10 kualitas seorang yang melampaui latihan sehingga disebut juga sebagai seorg yang lebih baik daripada orang mulia. Kesepuluh kualitas inilah yang dimiliki seorang Arahant.

Sepuluh kualitas ini dijelaskan dlm Mahacattarisaka Sutta, Majjhima Nikaya 117, sbb:

"Pada seorang yang memiliki pandangan benar, muncul pikiran benar; pada seorang yang memiliki pikiran benar, muncul ucapan benar; pada seorang yang memiliki ucapan benar, muncul perbuatan benar; pada seorang yang memiliki perbuatan benar, muncul penghidupan benar; pada seorang yang memiliki penghidupan benar, muncul usaha benar; pada seorang yang memiliki usaha benar, muncul perhatian benar; pada seorang yang memiliki perhatian benar, muncul konsentrasi benar; pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, muncul pengetahuan benar; pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, muncul pembebasan benar. Demikianlah, para bhikkhu, jalan dari siswa yg dalam latihan lebih tinggi memiliki delapan faktor, [tetapi] Arahant memiliki sepuluh faktor."

Pengetahuan benar (samma-nana) adalah melihat segala sesuatu sebagaimana adanya melalui pengalaman langsung, bukan semata-mata pengetahuan teoritis. Melalui pengetahuan benar, tercapailah pembebasan dari samsara, yaitu Nibbana, inilah pembebasan/kebebasan benar (samma-vimutti). Dua faktor terakhir ini termasuk kelompok kebijaksanaan (panna) dlm Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dengan memiliki 10 faktor ini, seorang Arahant tidak perlu lagi berlatih demi kemajuan spiritualnya karena ia mengetahui: "Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi yang lebih jauh di sini."

Namun demikian bukan berarti seorang Arahant tidak melakukan apa-apa demi kesejahteraan makhluk lain. Ia dapat mengajarkan org lain bagaimana memperoleh pencapaian spiritual yang sama; ia juga dapat melakukan tugas/aktivitas sosial untuk membantu sesama, seperti Bhikkhu Sariputta, siswa utama Sang Buddha yang terunggul dalam kebijaksanaan, yang setiap hari pagi-pagi sekali sebelum pergi pindapatta memeriksa kebersihan dan kerapian lingkungan vihara, membersihkan/merapikannya jika tidak bersih/rapi, lalu pergi ke tempat penampungan orang-orang sakit untuk menyapa mereka dan menanyakan keperluan mereka. Jika ada orang sakit yang membutuhkan obat, ia bersama-sama dengan beberapa samanera akan berusaha mencarikannya, baik dengan pindapatta ataupun pergi ke tempat tertentu. Oleh sebab itu, Bhikkkhu Sariputta disebut seorang penolong dalam hal materi (amisanuggaha) dan dalam hal Dhamma (Dhammanuggaha).

Penutup

Demikianlah sepuluh pertanyaan samanera ini mencakup keseluruhan ajaran Buddha dari yang paling sederhana sampai yang tertinggi. Beberapa harus diketahui dan dipahami sebagaimana adanya (pertanyaan no. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9), beberapa harus dijalankan dan dipraktekkan dlm kehidupan sehari2 (pertanyaan no. 7 & 8 ), satu mencakup keseluruhan yang lainnya (pertanyaan no. 4), dan yang terakhir (pertanyaan no. 10) akan tercapai seiring dengan praktek tersebut. Dengan memandang diri kita sebagai seorang samanera (secara harfiah berarti "pemula"), walau bukan samanera sungguhan, sudah sepatutnya kita sebagai umat Buddha mengetahui, memahami, menjalankan, mempraktekkan, dan merealisasikan ajaran Buddha ini dalam kehidupan sehari-hari kita.

 _/\_
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa