//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Metode Mahasi Sayadaw  (Read 25225 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #45 on: 16 March 2010, 02:09:27 PM »
Tihetuka puggala adalah puthujana (orang awam) yang memiliki tiga akar yaitu alobha, adosa dan amoha. Seorang tihetuka puggala adalah puthujana yang berpotensi untuk mencapai salah satu tingkat kesucian pada kelahiran sekarang. Sedangkan seorang dvihetuka puggala walaupun berlatih sekuat apapun tidak akan mencapai tingkat kesucian apapun, tetapi seorang dvihetuka yang berlatih di dalam jalan, akan terlahir kembali menjadi seorang tihetuka puggala.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #46 on: 23 April 2010, 02:21:29 AM »
MEDITASI VIPASSANA
METODE MAHASI SAYADAW


Alih Bahasa Inggris - Indonesia :
Chandasili Nunuk Y. Kusmiana, Samuel B. Harsojo;
Editor : Thitaketuko Thera;
Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Akhir Oktober 2002.

B A B I
PETUNJUK-PETUNJUK UMUM SECARA SINGKAT


I.1. SAMATHA BHAVANA


Pertama-tama yang harus kita ketahui adalah perbedaan antara meditasi Samatha dan meditasi Vippasana. Jika tidak, mustahil bagi seseorang untuk berhasil berlatih meditasi dengan baik, karena yang akan didapati adalah kebingungan.

 Perlu dijelaskan bahwa dalam agama Buddha dikenal dua macam meditasi, yaitu meditasi Samatha dan meditasi Vipassana.

 Samatha berarti konsentrasi atau suatu keadaan mental yang membuat pikiran menjadi tenang. Ketika pikiran dikonsentrasikan pada sebuah obyek, ini dikenal sebagai konsentrasi pikiran. Maka, bila ingin meningkatkan konsentrasi dapat dipraktekkan meditasi Samatha. Sebab tujuan dari meditasi Samatha adalah untuk mencapai tingkat-tingkat konsentrai yang lebih tinggi yang sering disebut jhana atau appana.

Di Burma pengertian jhana ini dikenal dengan Zhan. Di Cina dikenal dengan sebutan Chan atau Zen di Jepang. Di sini Zen berarti konsentrasi. Tapi beberapa beberapa aliran (dalam agama Buddha) mengartikan Zen sebagai meditasi.

Dengan demikian jhana adalah tingkat meditasi yang sangat tinggi. Oleh sebab itu bila kita berlatih meditasi Samatha, kita akan memperoleh atau mencapai tingkatan konsentrasi tinggi yang juga dikenal dengan jhana.

Untuk mencapai jhana-jhana ini kita harus mengonsentrasikan pikiran pada satu obyek, seperti misalnya obyek pernapasan, salah satu obyek dalam kasina, asubha dan lain sebagainya.

Umumnya umat Buddha mempraktekkan meditasi dengan obyek napas. Dalam bahasa Pali meditasi dengan menggunakan obyek napas ini dikenal sebagai Anapanasati.

Saat berlatih meditasi dengan obyek napas, pikiran harus dipusatkan pada keluar-masuknya napas. Saat bernapas, udara menyentuh ujung hidung, maka kita amati dan mencatatnya dalam batin sebagai “napas masuk”. Juga saat menghembuskan napas (secara alami), udara melewati ujung hidung, kita mencatat hal itu sebagai “napas keluar”. Demikian seterusnya, dengan pikiran selalu terpusat pada ujung hidung.

Andaikata pikiran tidak dapat terpusat pada keluar-masuknya napas dan mengembara kemana-mana, serta berpikir hal-hal lain, seperti memikirkan keluarga, teman, sekolah, dan lain-lain, pikiran harus dipusatkan kembali pada obyek semula, yakni keluar-masuknya napas.

Meski pikiran dipusatkan pada keluar-masuknya napas, ini tidak dapat dipertahankan lebih lama. Pada masa awal berlatih, pikiran akan sering mengembara kemana-mana. Lalu kita harus mengajak kembali pikiran tersebut pada obyek semula, yakni obyek keluar-masuknya napas dan memperhatikan serta menyadari (= mencatat dalam batin) napas masuk dan keluar melalui sentuhan udara pada ujung hidung. Dengan cara ini pikiran dapat dipusatkan pada obyek dan memegang obyek tersebut lebih lama. Dengan cara ini latihan terus ditingkatkan.

Setelah berlatih selama seminggu atau sepuluh hari pikiran akan menjadi semakin terkonsentrasi pada keluar-masuknya napas melalui sentuhan dengan ujung hidung. Ini berarti konsentrasi anda semakin baik dan tajam. Jika latihan ini dilanjutkan sampai 2 atau 3 bulan, pikiran menjadi semakin terpusat dan terasah. Pemusatan pikiran pada obyek dapat bertahan selama 10 atau 15 menit. Demikianlah kita harus berjuang sebaik mungkin untuk mempertahankan pikiran pada obyek napas tersebut. Akhirnya pikiran menjadi terpusat pada keluar-masuknya napas dan pikiran menjadi bebas. Artinya ketika pikiran hanya terpusat pada keluar-masuknya napas, pikiran tanpa gangguan, tak ada kekacauan.

Kondisi pikiran seperti keinginan-keinginan hawa nafsu, kesakitan, kemalasan, kegelisahan, penyesalan dan keraguan (yang kesemuanya ini disebut halangan atau gangguan) dapat disingkirkan, karena pikiran hanya terkonsentrasikan pada satu obyek, yakni keluar-masuknya napas.

Sepanjang pikiran hanya terpusat pada keluar-masuknya napas melalui hidung, gangguan-gangguan seperti disebutkan tadi dapat disingkirkan. Sesudah itu pikiran akan semakin lunak, tenang dan cerah. Kita akan merasakan kedamaian selama pikiran dapat dipertahankan terpusat pada keluar-masuknya napas. Inilah yang dimaksud atau disebut dengan jhanna. Pikiran hanya benar-benar terpusat pada obyek meditasi, yakni keluar-masuknya napas.

Meskipun demikian, pikiran yang terpusat itu tidak dapat membangkitkan kesadaran untuk melihat kondisi-kondisi pikiran atau perubahan-perubahan pada tubuh yang terjadi dalam diri kita. Meditasi Samatha adalah meditasi yang melatih atau memusatkan pikiran saja bukan meditasi untuk membangkitkan kesadaran.

  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #47 on: 23 April 2010, 02:22:34 AM »
I.2. VIPASSANA BHAVANA

Meditasi lainnya yang kita kenal adalah meditasi vipassana. Arti dari Vipassana adalah kesadaran akan 3 corak dari keberadaan pikiran dan fenomena fisik. Apa sajakah ketiga corak itu ?

Ketiga corak tersebut adalah anicca (ketidakkekalan), dukkha (segala sesuatu yang tidak memuaskan) dan anatta (tidak adanya diri atau aku yang kekal). Karenanya kita harus mengamati setiap kondisi pikiran atau perubahan fisik yang timbul pada saat itu. Pengamatan dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga kita dapat menyadari ketiga corak dari kondisi pikiran atau perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh.

Ketiga corak diatas, yakni anicca, dukkha dan anatta haruslah disadari secara jelas oleh pelaksana meditasi, sehingga gangguan-gangguan pikiran atau kekotoran batin seperti keserakahan, nafsu, kemelekatan, keinginan, keengganan, perasaan acuh tak acuh, kesombongan, iri hati dan lain-lain dapat dihancurkan.

Praktis meditasi Vipassana dapat menyadari anicca, dukkha dan anatta (dengan kata lain yang dikenal sebagai diri, saya, kamu atau aku) dan tidak menganggap setiap kondisi-kondisi pikiran atau perubahan-perubahan pada tubuh sebagai individu, aku atau kamu, melenyapkan konsep ke-aku-an, diri, atau roh yang merupakan akar dari kekotoran dan gangguan terhadap batin, sehingga kebahagiaan dan kedamaian dapat dicapai dalam pada kehidupan saat ini juga. Inilah tujuan dari meditasi Vipassana.

Vipassana dapat berarti batin. Pengetahuan oleh batin yang menembus kesunyataan dari bentuk-bentuk pikiran dan fenomena fisik disebut Vipassana nana (= pengetahuan pandangan terang).

Tujuan berlatih meditasi Vipassana adalah untuk membangkitkan kesadaran akan kesunyataan atas tiga corak dari pikiran dan perubahan pada tubuh sebagaimana adanya (anicca, dukkha, anatta). Untuk menyadari hal itu kita harus mencapai tingkatan-tingkatan dalam konsentrasi.

Tingkatan-tingkatan dalam konsentrasi ini dapat diperoleh dengan menyadari sepenuhnya segala sesuatu yang sedang terjadi pada tubuh dan pikiran. Sebab, untuk menyadari corak-corak asli dari tubuh dan bentuk-bentuk pikiran, kita harus melakukan perhatian penuh atas segala sesuatu yang sedang terjadi pada tubuh dan pikiran tersebut. Tidak perlu memikirkan hal-hal yang sedang terjadi pada pikiran atau proses-proses yang terjadi pada tubuh. Tidak perlu menganalisanya. Juga tidak perlu mengritik apa-apa yang sedang terjadi pada tubuh dan pikiran.

Saat berlatih meditasi Vipassana, tidak perlu melakukan analisa (penelitian), memikirkan hubungannya dengan sesuatu hal, mengritik (hal-hal yang sedang muncul saat berlatih), mencari jawaban yang masuk akal, atau berpikir dengan pengertian-pengertian yang telah dimiliki sebelumnya. Apa yang harus dilakukan hanya menyadari/melihat apa yang sedang berlangsung pada tubuh dan pikiran. Tidak perlu bereaksi pada obyek (meditasi). Apakah itu baik atau buruk. Yang harus dilakukan hanyalah mengamati apa saja yang sedang terjadi atau muncul pada tubuh dan pikiran. Hanya menyadari. Tidak melakukan tindakan apapun. Tak melakukan penilaian. Hanya melihat apa yang sedang terjadi sebagaimana adanya. Hanya itu. Memiliki kesadaran penuh melihat hal-hal yang sedang terjadi apa adanya. Dan ketika kesadaran dimantapkan secara terus-menerus, maka pikiran menjadi terpusat.

Pada saat pikiran terpusat dengan baik, kesadaran terhadap kesunyataan dari bentuk-bentuk pikiran dan proses yang sedang terjadi pada tubuh, bangkit dengan hanya menyadarinya. Jadi, meditasi ini dikenal dengan meditasi pandangan terang atau meditasi Vipassana.

Dalam berlatih meditasi Vipassana hal yang paling penting adalah menyadari atau mengamati segala sesuatu yang muncul dalam pikiran.

Saat berlatih meditasi mungkin memikirkan keluarga, pekerjaan atau teman. Pikiran berkeliaran kemana-mana, memikirkan sesuatu yang lain. Bahkan kadang berkhayal, berencana dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk pikiran ini harus disadari sepenuhnya : mengingat masa lalu, berencana, berkhayal, berpikir yang lain, dengan mencatat dalam hati sebagai “Berpikir … berpikir … berpikir” atau “Berkhayal … berkhayal … berkhayal”.

Saat melihat banyak khayalan muncul dalam diri, catatlah itu sebagai “melihat … melihat … melihat” tanpa perlu menganalisanya, tanpa perlu berpikir apakah itu, dan tanpa mengritiknya. Maka, didalam mempraktekkan meditasi Vipassana/meditasi pandangan terang, kesadaran untuk tidak bereaksi adalah faktor untuk mencapai keberhasilan.

Tidak perlu melakukan aksi apapun saat melihat/menyadari suatu obyek. Saat mendengar suara, mencium bebauan, mencicipi masakan, menyentuh/meraba sesuatu, atau memikirkan sesuatu, tidak perlu bereaksi terhadap obyek-obyek tersebut. Hanya sadari dengan penuh kesadaran atas segala sesuatu yang dilihat, didengar, dicium, dicicipi, disentuh, dipikir, dengan mencatat hal-hal itu sebagai “melihat … mendengar … mencium … mencicipi … menyentuh … berpikir”.

Dalam proses menyadari atau mencatat enam kesadaran ini, tidak perlu bereaksi atas obyek-obyek tersebut.
Sebagai contoh, karena besarnya kekuatan untuk menyadari atas kesadaran-melihat, maka kesadaran-melihat tidak dapat mengamati obyek dengan baik. Sehingga dengan ini tidak dapat digunakan untuk memberikan penilaian, apakah obyek itu baik atau buruk.

Ketika kesadaran-melihat tidak dapat digunakan untuk memberikan penilaian pada obyek sebagai sesuatu yang baik atau buruk, maka perasaan tidak akan menjadi baik atau buruk. Perasaan tidak akan terseret pada obyek yang muncul. Tentunya tidak ada reaksi sama sekali atas obyek-obyek itu.

Kesadaran tidak memiliki cukup waktu jika pengamatan tidak dilakukan. Maka akibat dari hal ini akan memunculkan penilaian pada obyek sebagai yang baik atau buruk.

Saat kesadaran-mengamati menilai obyek sebagai sesuatu yang baik, timbul kesenangan yang luar biasa atas obyek itu. Sebaliknya, bila kesadaran mengamati menilai obyek sebagai sesuatu yang buruk, akan timbul kesedihan.

Kita menyukainya, mencintainya, ingin mendapatkannya. Nafsu keinginan untuk memiliki muncul karena obyek itu dirasa menyenangkan. Keinginan adalah reaksi atas obyek yang tidak disadari atau dicatat. Keinginan adalah akar dari penderitan, dukkha. Sebab-sebab timbulnya dukkha adalah adanya nafsu keinginan yang timbul karena kita luput/gagal menyadari obyek yang muncul dan kita terseret untuk bereaksi. Timbulnya reaksi ini adalah bentuk dari nafsu keinginan atau cinta.

Tidak perlu bereaksi atas obyek yang muncul. Harus selalu sadar dan menyadarinya/mencatatnya (dalam batin) sebagai : “melihat … melihat … (atau mendengar …, mencium …, mencicipi …, menyentuh). Jangan berpikir bila obyek-obyek itu muncul.

Pada saat menyadari setiap obyek yang timbul, apakah itu bentuk-bentuk pikiran atau proses-proses yang terjadi pada tubuh, tidak perlu bereaksi terhadap obyek-obyek tersebut. Dengan demikian timbul ketenangan. Inilah sebabnya kita namakan meditasi pandangan terang.

Untuk melatih meditasi pandangan terang yang dibutuhkan adalah menyadari segala sesuatu yang sedang terjadi pada tubuh atau pikiran. Tidak perlu memikirkannya, menghubungkannya dengan konsep-konsep maupun pengertian-pengertian yang telah dimiliki sebelumnya. Apabila konsep-konsep itu dibiarkan berkeliaran pada pikiran saat bermeditasi, maka wujud asli dari pikiran dan perubahan-perubahan pada tubuh yang diamati tidak akan dapat dipahami. Jadi, prinsip dari meditasi Vipassana atau pandangan terang adalah menyadari hal-hal yang muncul pada pikiran dan proses-proses pada tubuh sebagaimana adanya.

Melihat hal itu teknik pada meditasi ini tidaklah sulit. Boleh dikata sangat mudah dan sederhana. Tapi sangat efektif bila dipraktekkan dengan tekun. Harus bersabar bila belum dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam pencerahan. Ketekunan, kesabaran dan usaha yang tak kenal lelah adalah hal yang paling diperlukan bagi pemeditasi untuk mencapai keberhasilan.

Jelaslah bahwa prinsip dari meditasi vipassana adalah menyadari bentuk-bentuk pikiran dan proses-proses yang berlangsung pada tubuh dan batin. Selain itu pada meditasi vipassana kita memiliki obyek-obyek yang bervariasi. Bukan hanya satu obyek seperti dalam meditasi Samatha.

Inilah perbedaan yang harus dimengerti antara meditasi Samatha dan Vipassana, dimana pada meditasi Samatha hanya digunakan satu obyek meditasi seperti misalnya napas. Sementara dalam meditasi vipassana memiliki banyak obyek yang berbeda karena semua bentuk-bentuk pikiran dan proses-proses yang terjadi pada tubuh adalah obyek. Semua obyek-obyek itu harus disadari dan dicatat dalam batin.
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #48 on: 23 April 2010, 02:23:20 AM »
I.3. MENGAMATI GERAKAN PERUT

Untuk membuat latihan tersebut lebih mudah kita dapat memperhatikan kembung-kempisnya perut. Pengamatan terhadap kembung-kempisnya perut tidak sama dengan meditasi yang menggunakan obyek pernapasan. Ini disebut pengamatan terhadap unsur-unsur dalam diri. Sebab, kita mengamati empat unsur yang terdiri dari unsur tanah, air, api, dan udara. Pada permulaan berlatih kita akan menyadari atau mengamati sepenuhnya tentang empat unsur tersebut.

Pengamatan atas naik-turunnya (kembung-kempisnya) perut disebut (melatih) kesadaran akan unsur-unsur dalam diri manusia. Dalam bahasa Pali dikenal dengan sebutan dhatu manasikara. Ini bukanlah meditasi pernapasan (anapanasati seperti dalam meditasi Samatha) walaupun gerakan naik-turunnya perut berhubungan dengan keluar-masuknya napas. Tetapi hanya mengamati/menyadari terhadap gerakan naik-turunnya perut. Udara di dalam perut membuat gerakan kembung-kempis atau naik-turunnya perut. Gerakan naik-turunnya perut ini diamati dan dicatat “kembung … kempis … kembung … kempis …”.

Oleh sebab itu ini bukanlah meditasi pernapasan tetapi disebut dhatu manasikara, satu dari empat obyek kesadaran yang dijelaskan oleh Sang Buddha. Karena ini bukan meditasi pernapasan, kita tidak seharusnya melekat pada gerakan naik-turunnya perut sebagai satu-satunya obyek meditasi. Karena dalam meditasi vipassana, gerakan naik-turunnya perut merupakan pengamatan atas unsur-unsur dalam tubuh, satu dari sekian banyak obyek, bukanlah satu-satunya obyek meditasi.

Saat perut mengembung atau bergerak maju, sadari dan catat dalam batin sebagai “maju/kembung …” Saat perut bergerak mundur atau mengempis, catat hal itu sebagai “mundur/kempis …” Gerakan maju-mundurnya atau kembung-kempisnya perut disadari dan dicatat sebagai “maju … mundur … maju … mundur” atau “kembung … kempis … kembung … kempis …”.

Sambil kita mengamati naik-turunnya perut, di dalam pikiran mungkin (muncul) memikirkan hal lain. Pada pemula, hal ini mungkin tidak disadari. Setelah beberapa saat berulah disadari bahwa pikiran berpindah ke obyek lain. Segera setelah menyadari hal itu, kita ikuti pikiran yang tertuju pada obyek tersebut, amati dan catat sebagai “berpikir … berpikir …” atau “melamun … melamun …”.

Saat pikiran yang mengembara itu kembali ke obyek utama, yaitu naik-turunnya perut, catat seperti biasa sebagai “naik … turun … naik … turun … “. Seandainya pikiran itu berkeliaran lagi, ikuti saja dan catat dalam batin sebagai “berpikir … berpikir …” (atau hal lain yang berkaitan dengan yang dituju oleh pikiran). Jika pikiran berhenti memikirkan hal/obyek tersebut, kembalilah pada obyek semula, yakni naik-turunnya perut. Semua aktifitas ini dicatat dalam batin sebagaimana mestinya.

Selang duduk bermeditasi selama 20–30 menit, mungkin timbul rasa sakit pada bagian tubuh. Kaki, lutut atau punggung terasa sakit. Rasa sakit tersebut lebih berpengaruh daripada obyek naik-turunnya perut. Karenanya pengamatan harus dialihkan pada rasa sakit itu serta dicatat dalam batin.

Rasa sakit tersebut lebih dominan daripada obyek semula (naik-turunnya perut). Amati dan catat sebagai “sakit … sakit … sakit …”. Lakukan pengamatan terhadap rasa sakit secara intensif/terus-menerus dan penuh perhatian.

Rasa sakit mungkin menjadi lebih terasa. Kita harus menghadapinya dengan lebih sabar dan memandang rasa sakit itu sebagaimana adanya, dengan penuh kesabaran serta mencatatnya dalam batin sebagai “sakit … sakit … sakit …”.

Apabila rasa sakit itu tak tertahankan, kita harus bangkit (dari posisi duduk) lalu lakukan meditasi jalan. Melakukan meditasi jalan jauh lebih baik daripada merubah posisi (dalam sikap duduk meditasi). Jadi, untuk melepaskan diri dari rasa sakit, tidak perlu berganti posisi. Bangkit dan lakukan meditasi jalan.
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #49 on: 23 April 2010, 02:24:02 AM »
I.4. MEDITASI JALAN

Dalam melakukan meditasi jalan kita harus mengamati gerakan kaki. Saat melangkah dengan kaki kiri, pusatkan pikiran pada gerakan kaki kiri. Demikian pula pada kaki kanan. Catat gerakan kaki tersebut sebagai “kiri … kanan … kiri … kanan ..”. Gerakan kaki dipengaruhi unsur vayodhatu, merupakan unsur udara yang harus ditembus dengan kesadaran akan kesunyataan itu.

Lalu pengamatan terhadap gerakan kaki dapat ditingkatkan menjadi dua bagian. Tentunya ini dilakukan setelah mengamati gerakan kaki kiri dan kanan berlangsung dengan baik. Dua bagian gerakan itu, adalah “angkat” dan “turun”. Saat mengangkat kaki, amati dan catat hal itu sebagai “angkat”. Begitu pula bila menurunkan kaki. Gerakan kaki tersebut diamati dan dicatat sebagai “angkat … turun … angkat … turun …”.

Pengamatan dapat ditingkatkan dengan membagi gerakan kaki menjadi tiga bagian, yakni “angkat”, “maju”, “turun”.

Gerakan kaki mulai dari “mengangkat”, “maju” dan kemudian “menurunkannya” dilakukan dalam satu rangkaian gerakan. Sehingga satu gerakan tersebut terbagi dalam tiga bagian, yakni “angkat”, “maju”, dan “turun”. Amati dan catat gerakan itu sebagai “angkat … maju … turun …”.

Dalam melakukan meditasi jalan, jangan melihat sekeliling. Pandangan mata setengah tertutup dan jarak pandang sejauh lebih kurang 2 meter di depan kita. Jangan lebih dekat dari itu. Pikiran harus terpusat pada gerakan kaki “angkat … maju … turun …”. Jangan berjalan dengan cepat, sebab hal ini akan membuat kita tidak dapat menyadari gerakan kaki dengan baik. Gerakan melangkah harus dilakukan dengan perlahan.

Ketika mencapai batas akhir dari lintasan, kita dapat berbalik. Saat berbalik, ada keinginan untuk membalikkan badan. Maka keinginan itu harus dicatat (dalam batin) sebagai “ingin … ingin … ingin …”. Kemudian pengamatan ditujukan kepada gerakan tubuh yang berbalik serta dicatat sebagai “balik … balik … balik …”.

Sewaktu wajah menghadap ke arah darimana kita datang, tetaplah berdiri tegak dan amati posisi tubuh dalam keadaan demikian sebgai “berdiri … berdiri … berdiri …” selama lebih kurang sepuluh kali. Kemudian praktek meditasi jalan dapat dilanjutkan kembali serta mencatat setiap gerakan kaki sebagai “angkat … maju … turun …”.

Latihan ini dapat dilakukan, setidaknya, selama 1 jam. Namun bagi pemula mungkin agak sulit untuk berjalan selama 1 jam. Mungkin menjadi 30 menit.

Saat mencapai dinding atau batas lintasan, kita dapat melakukan hal yang sama. Pertama, tetap berdiri tegak sambil mencatat dalam batin sebagai “berdiri … berdiri … berdiri …”. Amati posisi tubuh dalam keadaan tegak tersebut lalu catatlah “ingin …ingin … ingin…” (ketika muncul keinginan untuk memutar tubuh) sambil memutar tubuh “balik … balik… balik …” secara perlahan. Kemudian berjalan kembali ke arah darimana kita datang pada lintasan yang sama. Pusatkan pikiran pada gerakan kaki sampai benar-benar terpusat, yang dalam bahasa Pali disebut Samadhi.

Samadhi ini dapat dicapai dengan melatih kesadaran secara terus-menerus. Juga dapat dibangkitkan dengan cara melakukan meditasi jalan maupun duduk secara bergantian.

Setelah berjalan, selama 30 menit atau 1 jam, kita dapat kembali ke tempat kita duduk. Konsentrasi dan kesadaran yang dikumpulkan selama melakukan meditasi jalan tidak seharusnya kacau atau terpatahkan saat berjalan menuju ke tempat kita duduk bermeditasi. Kesadaran harus dipertahankan tetap utuh saat menuju tempat melakukan meditasi duduk. Gerakan kaki harus dipertahankan tetap stabil sampai ke tempat kita duduk bermeditasi. Ketika mencapai tempat tersebut, catatlah posisi tubuh itu sebagai “berdiri … berdiri … berdiri …”. Posisi tubuh yang tegak ini harus dalam keadaan diam. Lalu kita dapat duduk dan meneruskan praktek meditasi tersebut.

Ada keinginan untuk duduk. Keinginan ini harus diamati dan dicatat dalam batin sebagai “ingin … ingin … ingin …”. Kemudian duduklah secara perlahan. Gerakan untuk duduk ini harus tetap diamati dan dicatat dalam batin sebagai “duduk … duduk … duduk …”. Saat tubuh (pantat) menyentuh tempat duduk, kita harus mencatatnya sebagai “sentuh … sentuh … sentuh …”. Juga saat mengatur tangan dan kaki, semuanya ini harus diamati dengan penuh kesadaran. Dalam posisi duduk bermeditasi, posisi kaki dapat disilangkan atau posisi apa saja yang enak. Jika berganti posisi dari meditasi duduk ke meditasi jalan, juga saat bangkit dari posisi duduk, harus tetap waspada dan mengamati semua gerakan tangan, kaki, serta gerakan-gerakan tubuh secara keseluruhan. Ketika berjalan, amati gerakan kaki dan catat dalam batin sebagai “kiri … kanan … kiri … kanan …”. Saat mencapai tepi/batas lintasan, tetaplah berdiri tegak sampai mengamati posisi tersebut. Catat dalam batin sebagai “berdiri … berdiri …”.

Dengan cara ini kita harus menyadari sepenuhnya apa saja yang muncul pada tubuh dan pikiran. Inilah meditasi pandangan terang. Meditasi yang bertujuan untuk menyadari semua bentuk-bentuk pikiran dan proses-proses yang sedang terjadi pada tubuh sebagaimana adanya.
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #50 on: 23 April 2010, 02:24:49 AM »
BAB II
PETUNJUK LANJUTAN




II.1. MEDITASI JALAN

Ketika melakukan meditasi jalan konsentrasikan pikiran pada langkah kaki. Konsentrasi akan melemah bila pikiran tertuju pada bagian-bagian lain dari kaki, seperti lutut atau pangkal paha. Begitu pula dalam hal kecepatan melangkah.

Langkah kaki yang terlampau cepat akan membuat proses pengamatan terhadap gerakan kaki tersebut tidak dapat dilakukan secara tepat dan penuh perhatian. Hal ini pun akan membuat konsentrasi melemah.

Pada saat melangkah kita tak perlu melihat sekeliling dan ke tempat-tempat lain. Perhatikanlah, keinginan/nafsu adalah penyebab yang menimbulkan pengaruh melihat. Bila unsur menyebabnya telah dimusnahkan, tidak akan ada pengaruh yang mendorong munculnya keinginan untuk melihat. Dengan demikian kita tidak ingin melihat. Maka cara terbaik untuk mengendalikan mata adalah menyadari keinginan untuk melihat saat keinginan tersebut muncul.

Kita harus menyadari saat keinginan untuk melihat sesuatu muncul dengan mencatat, “ingin … ingin … ingin …”, sampai keinginan tersebut hilang. Jika keinginan untuk melihat ini telah hilang kita tidak akan lagi memiliki keinginan untuk melihat ke sekeliling. Akibatnya konsentrasi tidak terpecah. Maka waspadalah melihat munculnya nafsu keinginan apapun sampai keinginan tersebut lenyap. Hanya dengan lenyapnya nafsu keinginan kita dapat melanjutkan mengamati langkah kaki.

Setelah berjalan selama lima sampai sepuluh menit pikiran mungkin akan berkeliaran, berkhayal atau memikirkan sesuatu. Dalam hal ini kita harus berhenti melangkah, tetap dalam posisi berdiri dan sadari hal itu sebagai “berkhayal … berkhayal” atau “berpikir … berpikir” hingga khayalan atau pikiran tersebut lenyap. Setelah itu meditasi jalan dapat dilanjutkan kembali.

Langkah kaki haruslah pendek, sekitar sepanjang kaki, sehingga kita dapat melangkah dengan baik dan mengamatinya dengan tepat dan terarah. Bila langkah terlalu panjang, sebelum kita meletakkan kaki pada lantai, kemungkinan yang terjadi adalah secara tidak sadar kita telah mengangkat tumit dari kaki yang satunya. Maka kita akan kehilangan pengamatan terhadap pengangkatan tumit tersebut. Hal ini dikarenakan langkah kita terlalu panjang.

Sesudah meletakkan kaki dengan baik, kita dapat mulai mengangkat tumit dari kaki yang lain. Lalu amati dan sadari gerakan tersebut dengan baik sehingga permulaan dari mengangkat tumit dapat sepenuhnya disadari.

Kita dapat mengamati gerakan kaki dalam tiga bagian, yaitu “angkat”, “maju”, “turun”. Ini dilakukan setelah mengamati atau mencatat (dalam batin) gerakan kaki “kiri … kanan … kiri … kanan …” selama lebih kurang sepuluh menit.

Pengamatan gerakan kaki dalam dua bagian kurang begitu baik, karena saat mengangkat kaki dan menurunkannya, kaki tersebut akan tetap berada di tempat yang sama. Seharusnya, setelah mengangkat kaki kita harus menggerakkan kaki maju dalam jarak tertentu untuk kemudian menurunkannya. Dengan mencatat gerakan turun setelah angkat, kita melewati pengamatan proses gerakan maju atau mendorong. Langkah kaki pada bagian pertengahan menjadi hilang. Maka, kita perlu melakukan pengamatan gerakan kaki menjadi tiga bagian, yaitu “angkat”, “maju”, “dorong”.

Ketika meletakkan kaki dan kaki tersebut menyentuh lantai, kita dapat mencatatnya sebagai “sentuh”. Dengan cara ini pengamatan gerakan kaki menjadi “angkat … maju … turun … sentuh …”.

Juga saat kaki menyentuh lantai, kita mengangkat kaki yang lain dengan mulai mengangkat tumit. Segera setelah mengangkat tumit kita harus menekan kaki depan sedikit. Penekanan tersebut harus disadari dan dicatat dalam batin sebagai “tekan”. Maka, gerakan terbagi menjadi “angkat … maju … turun … sentuh … tekan …”.

Dalam kitab komentar tertulis, langkah kaki harus dicatat dalam enam gerakan. Saat mengangkat tumit dan mencatatnya sebagai “angkat” kemudian menaikkan kaki dicatat sebagai “naik”. Sehingga gerakan kaki terbagi menjadi “angkat … naik … maju … turun … sentuh … tekan “.
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #51 on: 23 April 2010, 02:25:37 AM »
II.2. HUBUNGAN JASMANI dan BATIN

Setiap tindakan dimulai oleh proses mental yaitu keinginan. Saat timbul keinginan mengangkat kaki, kita mengangkat kaki tersebut. Bukan hanya mengangkat kaki, tapi semua tindakan dan gerakan lainnya dimulai oleh proses mental, yaitu keinginan.

Bila dapat mengamati keinginan maka kita mampu menyadari hubungan antara gerakan kaki dan proses mental.

Untuk menyadari bagaimana kedua proses ini bekerja, proses jasmani yaitu gerakan dan proses mental yaitu keinginan, saling berhubungan satu sama lain, kita harus memiliki konsentrasi yang sangat dalam yang ditumbuhkan dari kesadaran pada gerakan kaki.

Jika dapat menyadari bagaimana kedua proses itu berhubungan satu sama lain, serta tidak memiliki ide tentang individu yang sedang berjalan, mengangkat kaki, atau “diri” yang mendorong gerakan ke depan, kesadaran tersebut merupakan suatu harapan, sebuah proses mental yang disebabkan dari gerakan mengangkat kaki.

Tanpa suatu maksud atau keinginan, gerakan tak mungkin dilakukan. Dengan cara ini kita dapat memahami hukum sebab-akibat di dalam meditasi jalan.

Apa yang menyebabkan kaki dapat diangkat ? Tidak lain jawabnya adalah keinginan. Maksud atau keinginan itu menyebabkan ujung jari kaki dapat diangkat. Maksud/keinginan itu menyebabkan kaki menekan dan seterusnya. Kita tidak akan menemukan individu, diri atau jiwa yang mengangkat, menaikkan dan mendorong kaki ke depan.

Kenyataannya keinginan membuat kaki diangkat, dinaikkan dan didorong ke depan serta diturunkan. Itu adalah suatu keinginan. Bukan diri, jiwa, saya atau kamu. Itu adalah keadaan mental.

Saat keadaan itu timbul, sesaat kemudian lenyap. Itu bukanlah suatu kesatuan yang permanen. Bukan kesatuan yang tak berakhir yang disebabkan oleh konsep adanya individu tertentu. Itu hanya sebuah proses mental alami yang menyebabkan kaki dapat diangkat, ujung jari naik dan mendorong ke depan, serta lain sebagainya.

Demikianlah keinginan “angkat”, “naik”, “dorong”, “turun”, “sentuh” dan “tekan” diamati.

Saat menyadari sentuhan hal itu tidak didahului oleh keinginan. Sebab pada saat menjatuhkan kaki dan menyentuh tanah, hal itu terjadi secara otomatis, tanpa peduli ada keinginan atau tidak. Dan kenyataannya tidak ada keinginan. Maka, sebelum “sentuh” kita tidak perlu menyadari “keinginan sentuh”. Sebab tidak ada keinginan disana. Sehingga proses tersebut menjadi, keinginan “angkat”, keinginan “naik”, keinginan “dorong”, keinginan “turun” , “sentuh” dan keinginan “tekan”.

Sang Buddha Yang Maha Tahu telah mengajarkan empat posisi meditasi, yaitu berjalan, berbaring, duduk dan berdiri. Saat melatihnya kita harus menyadari semua tindakan dan gerakan yang melibatkan keempat posisi ini tanpa terputus.

Sang Buddha juga mengajarkan untuk menyadari semua aktifitas sehari-hari. Apa yang beliau ajarkan adalah menyadari secara penuh setiap kegiatan jasmani sebagaimana adanya. Apapun yang dilakukan harus disadari dan diamati tanpa terputus. Sehingga mampu dipertahankannya kesadaran yang kokoh sepanjang hari. Keberlangsungan kesadaran yang kokoh ini disebabkan oleh konsentrasi yang sangat dalam.

Apabila kesadaran suatu saat diterobos oleh ingatan atau emosi, terjadilah suatu pemisah antara kesadaran awal dan kesadaran berikutnya. Kesadaran yang terpecah semacam ini tidak dapat berkelanjutan dan berlangsung secara konstan.

Untuk memiliki pengertian secara benar mengenai kenyataan mutlak pada proses-proses jasmani dan batin, bukan adanya suatu diri atau jiwa yang kekal, kita harus menyadari apapun yang timbul pada batin dan jasmani sebagaimana adanya.

Sang Buddha mengatakan, saat meluruskan lengan, harus disadari “sedang meluruskan lengan”. Saat meluruskan kaki, harus disadari “sedang meluruskan kaki”. Ketika menekuk lengan atau kaki, harus disadari “sedang menekuk lengan atau kaki”. Sepanjang sedang menekuk lengan atau kaki, harus disadari “sedang melakukan gerakan menekuk”. Sepanjang atau kaki diluruskan, haruslah disadari gerakan meluruskan tersebut. Dengan cara ini kita dapat menyadari secara benar kenyataan dari seluruh gerakan tangan dan kaki. Sehingga dapat disadari akan kenyataan bekerjanya/beradanya unsur udara atau angin.

Selama duduk bermeditasi sensasi berupa rasa sakit mungkin dialami. Kita harus bersabar dengan hal itu dan dan tidak terburu-buru merubah posisi. Sebab merubah posisi adalah hal yang kurang baik.

Tapi sering terjadi, meski tidak merubah posisi duduk, tangan bergerak kesana-kemari. Kadang tangan menyentuh wajah atau kepala.

Tanpa mengalami sensasi seperti rasa gatal, kita tidak mungkin menggosok wajah atau tangan. Kadang saat merasa sangat lelah atau kesakitan, tangan secara otomatis terangkat dan menyentuh atau bersandar pada lutut, dan lain sebagainya.

Dalam sistematika duduk meditasi, tidak seharusnya ada gerakan, walaupun hanya tangan. Posisi duduk harus seperti patung sehingga tidak memecah konsentrasi, tetapi sebaliknya membuat konsentrasi semakin terpusat dan stabil.

Jika menggerakkan tangan dari satu tempat ke tempat lain, pikiran akan bergerak mengikuti tangan. Konsentrasi pecah.

Kebiasaan bergerak tanpa sadar membuat kita terus melakukannya dimasa mendatang. Maka, perlu mengingatkan diri sendiri untuk mengambil posisi seperti patung, “saya harus duduk seperti patung Sang Buddha”.

Kadang secara tidak sadar menggerakkan tangan. Meski dikatakan tanpa sadar, sesungguhnya pikiran mengikuti gerakan tangan itu. Tanpa suatu maksud/keinginan untuk menggerakkan tangan, tangan tidak akan mungkin bergerak. Karena keinginanlah yang menjadi sebab bergeraknya tangan tersebut.

Keinginan itu merupakan proses mental. Pikiran yang terkonsentrasi juga merupakan sebuah proses mental.

Saat menggerakkan tangan dan pikiran mengikuti gerakan itu, konsentrasi terpecah. Maka, berusahalah untuk tidak menggerakkan atau memindahkan tangan dari satu tempat ke tempat yang lain selama duduk bermeditasi.

Untuk memiliki konsentrasi yang kuat, kesadaran harus diupayakan tidak terputus dan konstan sepanjang hari. Agar dapat memiliki kesadaran yang berkelanjutan dan konstan, haruslah memiliki cukup usaha dalam mempraktekkan pengamatan. Harus selalu sadar atas apapun yang muncul pada jasmani dan batin saat sedang duduk, berjalan, dan melaksanakan aktifitas sehari-hari selama bermeditasi.

Dengan cara ini kesadaran dapat dipertahankan stabil dan konstan. Untuk memiliki kesadaran seperti ini, haruslah dimiliki cukup usaha. Agar dimiliki cukup usaha, harus cukup yakin terhadap teknik meditasi yang dipraktekkan atau pun pada Dhamma.

Apa yang menyebabkan penderitaan atau dukkha? Lobha atau keterikatan adalah sebab penderitaan. Bila muncul keterikatan pada pengalaman yang menyenangkan pada saat meditasi itu disebut dukkha juga.

Meditasi adalah sesuatu dimana kita diharap menimba pengalaman sebanyak mungkin. Ia bukan sesuatu dimana kita harus terikat, seenak apapun pengalaman yang timbul. Bila kita terikat dengan pengalaman yang baik dan menyenangkan di waktu lalu atau hari ini meditasi kita pasti mengalami kemunduran. Kemunduran bisa berupa konsentrasi yang menurun. Hal ini akan menimbulkan penyesalan. Dibutuhkan usaha yang lebih besar untuk mengamati kekacauan. Akibatnya dibutuhkan tenaga lebih banyak yang mengakibatkan cepat merasa lelah.

Pengalaman yang tak mengenakkan ini bukanlah hanya disebabkan oleh keterikatan akan pengalaman yang baik. Sebab secara alamiah kita cenderung ingin mengulang atau meraih kembali pengalaman menyenangkan yang pernah kita alami. Padahal pengalaman apapun dalam meditasi tak akan berlangsung selamanya.

Sang Buddha mengatakan, keterikatan adalah Samudaya Sacca. Samudaya berarti sebab awal dari segala sesuatu. Dan Sacca adalah kebenaran. Maka, Samudaya Sacca berarti kebenaran atas sebab dari penderitaan. Kesimpulannya, sebab dari penderitaan adalah keterikatan. Inilah yang benar.
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #52 on: 23 April 2010, 02:26:26 AM »
II.3. JANGAN BERPIKIR

Kadang saat melakukan meditasi jalan, pikiran berkeliaran atau berkhayal tapi kita tetap meneruskan praktek meditasi dengan mengamati gerakan “angkat … dorong … turun …”. Ketika sampai di batas lintasan, kita tetap berdiri dan menyadari bahwa pikiran sedang berkeliaran atau melamun. Mungkin kita terkejut dengan kenyataan ini.

Peristiwa ini terjadi karena kita lupa mengamati, tidak menyadari bahwa pikiran sedang berkeliaran. Padahal kita beranggapan masih mengamati langkah kaki. Saat mencoba mengamati pikiran tersebut akhirnya disadari bahwa pikiran sedang melakukan sesuatu. Melamun, berkhayal atau tengah mengamati akhir dari proses melamun.

Akhirnya saat mengetahui, katakanlah

To see the complete text, please view the original source.
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline ruby

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 41
  • Reputasi: 3
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #53 on: 09 September 2010, 09:48:46 AM »
Bro Viriya foot image nya bagus banget

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #54 on: 30 January 2011, 06:57:42 PM »
II.3. JANGAN BERPIKIR

[...]
Akhirnya saat mengetahui, katakanlah

To see the complete text, please view the original source.

dimana om??  ;D
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #55 on: 30 January 2011, 10:03:56 PM »
dimana om??  ;D
Astagaaaaaaa!! , ... gw juga lupa apa yg dimaksud "melihat sumber aslinya"

mungkin .... bisa tanya Bro Indra (om kumis) dan Bro Hendra (om Haa)
karna 2 orang ini yg menterjemahkan buku Mahasi Sayadaw ...

kalo buku masih lebih ..... nona hemayanti bisa minta  sama kedua orang ketua adat forum DC  ;D
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #56 on: 30 January 2011, 10:08:34 PM »
Astagaaaaaaa!! , ... gw juga lupa apa yg dimaksud "melihat sumber aslinya"

mungkin .... bisa tanya Bro Indra (om kumis) dan Bro Hendra (om Haa)
karna 2 orang ini yg menterjemahkan buku Mahasi Sayadaw ...

kalo buku masih lebih ..... nona hemayanti bisa minta  sama kedua orang ketua adat forum DC  ;D


sepertinya itu hanyalah kasus kecerobohan dalam men-copas (ie. tidak diperiksa lagi), hasil terjemahan gak mungkin masih dalam english.

NB: stock available

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #57 on: 31 January 2011, 06:30:58 PM »
masih ada ya om indra??  :)
cara mendapatkannya gimana om??
cuma2 apa bayar?  ;D
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #58 on: 31 January 2011, 06:33:35 PM »
masih ada ya om indra??  :)
cara mendapatkannya gimana om??
cuma2 apa bayar?  ;D

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=11235.0

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Metode Mahasi Sayadaw
« Reply #59 on: 31 January 2011, 06:56:07 PM »
makasih om indra...  _/\_
saya download aja deh..
bener ini bukunya om ?
Satipatthāna Vipassanā
Pandangan Terang melalui Perhatian Murni
Mahasi Sayadaw
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

 

anything