“Demikian pula, para bhikkhu, Aku melihat jalan setapak tua, jalan tua yang dilalui oleh mereka Yang Tercerahkan Sempurna di masa lalu. Dan apakah jalan setapak tua itu, jalan tua itu? Bukan lain adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar. Aku mengikuti jalan itu dan dengan melakukan hal ini Aku telah secara langsung mengetahui penuaan-dan-kematian, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya. Aku secara langsung mengetahui kelahiran … penjelmaan … kemelekatan … ketagihan … perasaan … kontak … enam landasan indria … nama-dan-bentuk … kesadaran … bentukan-bentukan kehendak, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya. 2.107setelah mengetahuinya secara langsung, Aku telah menjelaskannya kepada para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan. Kehidupan suci ini, para bhikkhu, telah menjadi berhasil dan makmur, meluas, terkenal, menyebar, dibabarkan dengan sempurna di antara para deva dan manusia.” )SN 12.65)
Bahkan Sang Buddha tidak membangun jalan apa pun, Sang Buddha hanya menemukan jalan tua itu, dan Jalan itu yang telah ditemukan oleh Sang Buddha juga telah dinyatakan, diumumkan, diajarkan kepada para dewa dan manusia, dan tercatat dalam sutta-sutta. Lalu kenapa masih harus membangun jalan yang mungkin saja malah menyesatkan? dan parodi di atas juga jelas bertentangan dengan ajaran Sang Buddha, contohnya bahwa Sotapanna sudah ada di Nibbana, kalimat ini saja sudah dua pertentangan dengan ajaran Buddha, yaitu bahwa Nibbana adalah suatu tempat, dan bahwa Sotapanna sudah ada di Nibbana, yang menurut Sang Buddha seorang Sottapanna masih ada yang harus dilakukan untuk mencapai Nibbana, beda dengan para Arahat yang apa yang harus dilakukan telah dilakukan
Peringatan:
Hati-hati mengikuti jalan palsu yang mungkin menjerumuskan anda