easter-japanese

1

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian, pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahNya, dan memasuki Vesālī untuk menerima dana makanan. Ketika Beliau telah melakukan perjalanan menerima dana makanan di Vesālī, setelah makan, ketika kembali dari perjalanan menerima dan makanan itu, Beliau berkata kepada Yang Mulia Ānanda: “Bawalah alas duduk, Ānanda. Mari kita pergi ke Altar Cāpāla untuk melewatkan hari.”

“Baik, Bhante,” Yang Mulia Ānanda menjawab, dan setelah mengambil alas duduk, ia mengikuti persis di belakang Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā pergi ke Altar Cāpāla, duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuk Beliau, dan berkata kepada Yang Mulia Ānanda: [309]

“Vesālī sungguh menyenangkan, Ānanda. Altar Udena sungguh menyenangkan, Altar Gotamaka sungguh menyenangkan, Altar Sattamba sungguh menyenangkan, Altar Bahuputta sungguh menyenangkan, Altar Sārandada sungguh menyenangkan, Altar Cāpāla sungguh menyenangkan. Siapa pun, Ānanda, yang telah mengembangkan dan melatih empat landasan kekuatan batin, menjadikannya kendaraan dan landasan, menjalankannya, mengokohkan, dan dengan benar melakukannya maka ia dapat, jika ia menghendaki, hidup selama satu kappa atau selama sisa dari kappa itu. Sang Tathāgata, Ānanda, telah mengembangkan dan melatih empat landasan kekuatan batin, menjadikannya kendaraan dan landasan, menjalankannya, mengokohkan, dan dengan benar melakukannya. Jika Beliau menghendaki, maka Sang Tathāgata dapat hidup selama satu kappa atau selama sisa dari kappa itu.”2

Tetapi walaupun Yang Mulia Ananda diberikan isyarat yang jelas itu oleh Sang Bhagavā, walaupun ia diberikan petunjuk yang jelas itu, ia tidak mampu menangkap petunjuk itu. Ia tidak memohon kepada Sang Bhagavā: “Bhante, sudilah Sang Bhagavā hidup selama satu kappa! Sudilah Yang Berbahagia hidup selama satu kappa, demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi belas kasihan pada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para deva dan manusia.” Karena pikirannya dikuasai oleh Māra.3

Untuk ke dua kalinya … Untuk ke tiga kalinya Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Ānanda: “Vesālī sungguh menyenangkan … Altar Udena sungguh menyenangkan … Altar Cāpāla sungguh menyenangkan. Siapa pun, Ānanda, yang telah mengembangkan dan melatih empat landasan kekuatan batin … dan dengan benar melakukannya maka ia dapat, jika ia menghendaki, hidup selama satu kappa atau selama sisa dari kappa itu. Sang Tathāgata, Ānanda, telah mengembangkan dan melatih empat landasan kekuatan batin, menjadikannya kendaraan dan landasan, menjalankannya, mengokohkan, dan dengan benar melakukannya. Jika Beliau menghendaki, maka Sang Tathāgata dapat hidup selama satu kappa atau selama sisa dari kappa itu.”

Tetapi sekali lagi, walaupun Yang Mulia Ānanda [310] diberikan isyarat yang jelas itu oleh Sang Bhagavā, walaupun ia diberikan petunjuk yang jelas itu, ia tidak mampu menangkap petunjuk itu … Karena pikirannya dikuasai oleh Māra.

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Ānanda: “Engkau boleh pergi, Ānanda, jika engkau menghendaki.”

“Baik, Bhante,” Yang Mulia Ānanda menjawab, dan ia bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan duduk di bawah sebatang pohon tidak jauh dari Sang Bhagavā.

Kemudian, tidak lama setelah Yang Mulia Ānanda pergi, Māra Yang Jahat berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, sudilah Sang Bhagavā mencapai nibbāna akhir sekarang! Sudilah Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan mencapai nibbāna akhir sekarang! Sekarang adalah waktunya, Bhante, bagi Sang Bhagavā untuk mencapai nibbāna akhir! Kata-kata ini diucapkan, Bhante, oleh Sang Bhagavā:4 ‘Aku tidak akan mencapai nibbāna akhir, Yang Jahat, hingga ada para siswaKu para bhikkhu yang kompeten, disiplin, percaya-diri, mencapai keamanan dari belenggu, terpelajar, penegak Dhamma, berlatih sesuai Dhamma, berlatih dengan cara yang benar, dan berperilaku sesuai Dhamma; yang telah mempelajari ajaran guru mereka dan dapat menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menegakkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya; yang dapat sepenuhnya membantah dalam cara-cara yang logis ajaran-ajaran orang lain dan mengajarkan Dhamma penawar.’5 Sekarang pada saat ini Sang Bhagavā memiliki para bhikkhu siswa yang kompeten … dan yang dapat mengajarkan Dhamma penawar. Bhante, sudilah Sang Bhagavā mencapai nibbāna akhir sekarang! Sudilah Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan mencapai nibbāna akhir sekarang! Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai nibbāna akhir!

“Dan kata-kata ini diucapkan, Bhante, oleh Sang Bhagavā: ‘Aku tidak akan mencapai nibbāna akhir, Yang Jahat, hingga ada para siswaKu para bhikkhunī yang kompeten … hingga ada para siswaKu umat awam laki-laki [311] yang kompeten … hingga ada para siswaKu umat awam perempuan yang kompeten … dan mengajarkan Dhamma penawar.’ Sekarang pada saat ini Sang Bhagavā memiliki para siswa bhikkhunī … para siswa umat awam laki-laki … para siswa umat awam perempuan yang kompeten, disiplin, percaya-diri, mencapai keamanan dari belenggu, terpelajar, penegak Dhamma, berlatih sesuai Dhamma, berlatih dengan cara yang benar, dan berperilaku sesuai Dhamma; yang telah mempelajari ajaran guru mereka dan dapat menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menegakkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya; yang dapat sepenuhnya membantah dalam cara-cara yang logis ajaran-ajaran orang lain dan mengajarkan Dhamma penawar. Bhante, sudilah Sang Bhagavā mencapai nibbāna akhir sekarang! Sudilah Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan mencapai nibbāna akhir sekarang! Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai nibbāna akhir!

“Dan kata-kata ini diucapkan, Bhante, oleh Sang Bhagavā: ‘Aku tidak akan mencapai nibbāna akhir, Yang Jahat, hingga kehidupan spiritual dariKu telah menjadi berhasil dan makmur, meluas, terkenal, menyebar luas, dinyatakan dengan baik di antara para deva dan manusia.’ Kehidupan spiritual dari Sang Bhagavā itu telah berhasil dan makmur, meluas, terkenal, menyebar luas, dinyatakan dengan baik di antara para deva dan manusia. Bhante, sudilah Sang Bhagavā mencapai nibbāna akhir sekarang! Sudilah Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan mencapai nibbāna akhir sekarang! Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai nibbāna akhir!”

[Sang Bhagavā berkata:] “Tenanglah, Yang jahat. Tidak akan lama lagi sebelum nibbāna akhir Sang Tathāgata terjadi. Tiga bulan dari sekarang Sang Tathāgata akan mencapai nibbāna akhir.”

Kemudian Sang Bhagavā, di Altar Cāpāla, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, melepaskan kekuatan vitalNya.6 Dan ketika Sang Bhagavā melepaskan kekuatan vitalNya, suatu gempa bumi terjadi, menakutkan dan mengerikan, dan gemuruh halilintar mengguncang angkasa.

Kemudian, setelah memahami makna ini, Sang Bhagavā pada kesempatan itu mengucapkan ucapan inspiratif ini: [312]

“Membandingkan yang tidak dapat dibandingkan dan penjelmaan yang berkelanjutan, Sang Bijaksana melepaskan kekuatan kehidupan. Bergembira secara internal, terkonsentrasi, Beliau memutuskan kehidupanNya sendiri bagaikan jaket perisai.”7

Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir: “Gempa bumi ini sungguh kuat! Gempa bumi ini sungguh kuat, menakutkan dan mengerikan, dan gemuruh halilintar mengguncang angkasa! Apakah penyebab dan kondisi dari gempa bumi yang kuat ini?”

Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, gempa bumi ini sungguh kuat! Gempa bumi ini sungguh kuat, menakutkan dan mengerikan, dan gemuruh halilintar mengguncang angkasa! Apakah penyebab dan kondisi dari gempa bumi yang kuat ini?”

“Ānanda, ada delapan penyebab dan kondisi bagi sebuah gempa bumi yang kuat. Apakah delapan ini?

(1) “Ānanda, bumi ini berdiri di atas air; air bersandar pada angin; angin bertiup di angkasa. Akan tiba waktunya, Ānanda, ketika angin kencang bertiup dan mengguncang air. Air itu, karena terguncang, juga mengguncang bumi ini. Ini adalah penyebab dan kondisi pertama bagi gempa bumi yang kuat.

(2) “Kemudian, ada petapa atau brahmana yang memiliki kekuatan batin dan mencapai penguasaan pikiran, atau dewata yang sangat kuat dan perkasa. Ia telah mengembangkan persepsi tanah yang terbatas dan persepsi air yang tidak terbatas. Ia membuat bumi ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar.8 Ini adalah penyebab dan kondisi ke dua bagi gempa bumi yang kuat.

(3) “Kemudian, ketika Sang Bodhisatta meninggal dunia dari kumpulan Tusita dan, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, memasuki rahim ibunya, bumi [313] ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar. Ini adalah penyebab dan kondisi ke tiga bagi gempa bumi yang kuat.

(4) “Kemudian, ketika Sang Bodhisatta, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, keluar dari rahim ibunya, bumi ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar. Ini adalah penyebab dan kondisi ke empat bagi gempa bumi yang kuat.

(5) “Kemudian, ketika Sang Tathāgata tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tiada taranya, bumi ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar. Ini adalah penyebab dan kondisi ke lima bagi gempa bumi yang kuat.

(6) “Kemudian, ketika Sang Tathāgata memutar roda Dhamma yang tiada taranya, bumi ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar. Ini adalah penyebab dan kondisi ke enam bagi gempa bumi yang kuat.

(7) “Kemudian, ketika Sang Tathāgata, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, melepaskan kekuatan vitalNya, bumi ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar. Ini adalah penyebab dan kondisi ke tujuh bagi gempa bumi yang kuat.

(8) “Kemudian, ketika Sang Tathāgata mencapai nibbāna akhir melalui elemen nibbāna tanpa sisa, bumi ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar. Ini adalah penyebab dan kondisi ke delapan bagi gempa bumi yang kuat.

“Ini adalah kedelapan penyebab dan kondisi itu bagi sebuah gempa bumi yang kuat.” [314]


Catatan Kaki
  1. Bagian sutta ini sampai pada bagian syair juga terdapat pada SN 51:10, V 258-63. Keseluruhan sutta terdapat pada DN 16.3.1-20, II 102-9. ↩︎

  2. Kappaṃ vā tiṭṭheyya kappāvasesaṃ vā. Mp mengemas kappa sebagai āyukappa, “kappa umur kehidupan,” umur kehidupan normal manusia pada waktu tertentu, pada saat itu adalah seratus tahun. Kappāvasesa, “sisa dari kappa,” dijelaskan sebagai sedikit lebih dari umur kehidupan normal yang seratus tahun. Mp menyebutkan pandangan seorang sesepuh bernama Mahāsīva, yang berpendapat bahwa Sang Buddha dapat hidup selama sisa kappa kosmis, tetapi Mp mengutip komentar kuno yang berpendapat bahwa hanya “kappa umur kehidupan” yang dimaksudkan (idameva aṭṭhakathāya niyāmitaṃ). Namun demikian, tidak ada dalam Nikāya-nikāya kata kappa digunakan dalam makna umur kehidupan normal, dan tampaknya tidak ada alasan untuk mengartikan kata yang digunakan di sini memiliki makna yang berbeda dari penggunaan biasa, yaitu, kappa kosmis. ↩︎

  3. Yathā taṃ Mārena pariyuṭṭhitacitto. Mp: “Seperti halnya semua kaum duniawi tidak akan dapat menangkap petunjuk itu, demikian pula Ānanda tidak mampu menangkapnya. Karena Māra dapat menguasai pikiran siapa pun yang belum sepenuhnya meninggalkan dua belas pembalikan kognisi (vipallāsa; baca 4:49), dan Ānanda [sebagai hanya seorang pemasuk-arus] masih memiliki empat di antaranya. [Mp-ṭ: Pembalikan persepsi dan pemikiran yang menganggap apa yang tidak menarik sebagai menarik dan yang menyakitkan sebagai menyenangkan.] Māra menguasai pikirannya dengan memperlihatkan pemandangan yang menyeramkan. Ketika melihat ini, Ānanda gagal menangkap petunjuk jelas yang diberikan kepadanya oleh Sang Buddha.” ↩︎

  4. Menarik bahwa dalam Nikāya-nikāya tidak terdapat percakapan demikian antara Sang Buddha dan Māra yang tercatat pernah terjadi sebelumnya dalam kehidupan Sang Buddha. Ini hanya terdapat dalam sutta ini dan paralelnya pada DN 16.3.7-8, II 104-6; dan SN 51:10, V 260,29-262,11. ↩︎

  5. Ungkapan pattayogakkhemā, “mencapai keamanan dari belenggu,” terdapat dalam seluruh tiga edisi AN tetapi tidak terdapat pada beberapa (tidak semua) edisi teks paralel dalam DN dan SN yang disebutkan dalam catatan sebelumnya. Karena frasa ini biasanya menunjukkan pencapaian Kearahattaan, tampaknya tidak pada tempatnya untuk menggambarkan umat-umat awam. Mp mengomentari semua ungkapan lainnya di sini kecuali ini, yang menyiratkan bahwa ungkapan ini tidak ada dalam versi yang digunakan oleh komentator.

    Mp mengemas sappāṭihāriyaṃ dhammaṃ desenti dengan “mereka mengajarkan Dhamma yang membebaskan” (yāva niyyānikaṃ katvā dhammaṃ desessanti). Mp-ṭ menjelaskan: “Mereka menjelaskan Dhamma sedemikian sehingga doktrin-doktrin orang lain terbantahkan dan doktrin mereka sendiri ditegakkan; demikianlah, dengan mengutip alasan-alasan yang membawa pencapaian tujuan [yang harus] dicapai]” (yathā paravādaṃ bhañjitvā sakavādo patiṭṭhahati, evaṃ hetūdāharaṇehi yathādhigatamatthaṃ sampādetvā dhammaṃ kathessanti). Alasan saya menerjemahkan sappāṭihāriya sebagai “penawar” dijelaskan pada Jilid 1 p.566, catatan 586. ↩︎

  6. Āyusaṅkhāraṃ ossaji. Mp: “Setelah sepenuhnya menegakkan perhatian, setelah membatasinya dengan pengetahuan, Beliau melepaskan, meninggalkan kekuatan vitalNya. Sang Bhagavā tidak melepaskan kekuatan vitalNya dengan cara seperti seseorang menjatuhkan segumpal tanah dengan tangannya, melainkan Beliau bertekad, ‘Aku akan memasuki buah pencapaian selama hanya tiga bulan lagi tetapi tidak lebih dari itu.’” ↩︎

  7. Syair ini sulit, khususnya bait pertama. Dikomentari secara identik oleh Spk III 254-55, Sv II 557-58, Mp IV 153-54, dan Ud-a 329-30. Komentar memberikan dua interpretasi, satu menganggap tulaṃ dan atulaṃ sebagai berlawanan, yang lainnya menganggap tulaṃ sebagai singkatan dari kata kerja kini (= tulento) dan atulaṃ dan sambhavaṃ sebagai berlawanan. Saya mengadopsi interpretasi ke dua untuk pembahasan terperinci atas syair ini, baca CDB 1941-44, catatan 255. ↩︎

  8. Ce dan Ee menuliskan kampeti, saṅkampeti, sampakampeti. Be menambahkan kata kerja ke empat, sampavedheti, yang dapat diterjemahkan “membuat[nya] bergoyang keras.” Persis di bawah, padanan non-kausatif dari ketiga kata kerja muncul dalam Ce dan Ee: kampati, saṅkampati, sampakampati. Be menuliskan yang ke empat, sampavedhati↩︎