easter-japanese

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian, di pagi hari, Sang Bhagavā merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan pergi ke kediaman perumah tangga Anāthapiṇḍika, di mana Beliau duduk di tempat duduk yang telah dipersiapkan untuk Beliau.

Pada saat itu, orang-orang di rumah Anāthapiṇḍika sedang ribut dan gaduh. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika menghampiri Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Perumah tangga, mengapakah orang-orang di rumahmu begitu ribut dan gaduh? Seseorang akan berpikir bahwa itu adalah para nelayan yang sedang mengangkut ikan.”

“Ini, Bhante, adalah menantuku Sujātā, yang kaya dan telah dibawa ke sini dari sebuah keluarga kaya. Ia tidak mematuhi ayah mertuanya, ibu mertuanya, atau suaminya. Ia bahkan tidak menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakan Sang Bhagavā.”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Sujātā: “Kemarilah, Sujātā.”

“Baik, Bhante,” ia menjawab. Ia mendekati Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: [92]

“Sujātā, seorang laki-laki mungkin memiliki tujuh jenis istri. Apakah tujuh ini? Seorang yang seperti pembunuh, seorang yang seperti pencuri, seorang yang seperti raja lalim, seorang yang seperti ibu, seorang yang seperti adik perempuan, seorang yang seperti teman, dan seorang yang seperti budak. Seorang laki-laki mungkin memiliki tujuh jenis istri ini. Yang manakah engkau?”

“Bhante, Aku tidak mengerti secara terperinci makna dari pernyataan ini yang Sang Bhagavā katakan secara ringkas. Sudilah Sang Bhagavā mengajarkan Dhamma kepadaku sedemikian sehingga aku dapat memahami secara terperinci makna dari pernyataan yang dikatakan secara ringkas ini.”

“Maka dengarkan dan perhatikanlah, Sujātā. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” ia menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dengan pikiran penuh kebencian, hampa dari simpati, bernafsu pada orang lain, merendahkan suaminya, ia berusaha membunuh orang yang membelinya dengan harta: seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang pembunuh.

“Ketika suami perempuan itu memperoleh kekayaan dengan bekerja keras melalui keterampilan, berdagang, atau bertani, ia berusaha mencurinya, bahkan jika [sang suami memperoleh] hanya sedikit: seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang pencuri.

“Seorang yang rakus, malas bekerja, kasar, kejam, tajam dalam ucapan, seorang perempuan yang mendominasi penyokongnya sendiri: seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang tiran. [93]

“Seorang senantiasa berbelas kasih dan simpatik, yang menjaga suaminya bagaikan seorang ibu kepada anaknya, yang melindungi harta yang diperoleh suaminya: seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang ibu.

“Ia yang selalu menjunjung tinggi suaminya bagaikan seorang adik perempuan kepada kakak laki-lakinya, teliti, menuruti kehendak suaminya: seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang adik perempuan.

“Seorang yang bergembira ketika ia melihat suaminya seolah-olah melihat seorang teman yang telah lama tidak bertemu; dibesarkan dengan baik, bermoral, mengabdi pada suaminya: seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang teman.

“Seorang yang tetap sabar dan tenang, ketika diancam dengan kekerasan melalui tongkat pemukul,1 yang menerima suaminya dengan pikiran yang bebas dari kebencian, sabar, patuh pada kehendak suaminya: seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang budak.

“Jenis-jenis istri di sini yang disebut pembunuh, pencuri, dan raja lalim, tidak bermoral, kasar, tidak hormat, dengan hancurnya jasmani akan pergi ke neraka.

“Tetapi jenis-jenis istri di sini yang disebut ibu, adik perempuan, teman, dan budak, kokoh dalam moralitas, terkendali, dengan hancurnya jasmani akan pergi ke alam surga.

Seorang laki-laki mungkin memiliki tujuh jenis istri ini. Sekarang, yang manakah engkau?” [94]

“Mulai hari ini, Bhante, biarlah Sang Bhagavā menganggapku sebagai seorang istri yang seperti seorang budak.”


Catatan Kaki
  1. Vadhadaṇḍatajjitā. Mp: “Ketika suaminya mengambil tongkat pemukul dan mengancam akan membunuhnya, dengan berkata: ‘Aku akan membunuhmu’” (daṇḍakaṃ gahetvā vadhena tajjitā, “ghātessāmi nan” ti vuttā). ↩︎