easter-japanese

Pada suatu ketika Yang Mulia Ānanda sedang menetap di Kosambī di Taman Ghosita. Di sana Yang Mulia Ānanda berkata kepada para bhikkhu:

“Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman,” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Ānanda berkata sebagai berikut: [157]

“Teman-teman, bhikkhu atau bhikkhunī mana pun yang menyatakan pencapaian Kearahattaannya di hadapanku telah melakukannya melalui empat jalan ini1 atau melalui salah satu di antaranya. Apakah empat ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu mengembangkan pandangan terang yang didahului oleh ketenangan. Ketika ia sedang mengembangkan pandangan terang yang didahului oleh ketenangan, sang jalan dihasilkan.2 Ia mengejar jalan ini, mengembangkannya, dan melatihnya. Ketika ia mengejar, mengembangkan, dan melatih jalan ini, belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan tersembunyi tercabut.3

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang.4 Ketika ia sedang mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang, sang jalan dihasilkan. Ia mengejar jalan ini, mengembangkannya, dan melatihnya. Ketika ia mengejar, mengembangkan, dan melatih jalan ini, belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan tersembunyi tercabut.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu mengembangkan ketenangan dan pandangan terang secara bersama-sama.5 Ketika ia sedang mengembangkan ketenangan dan pandangan terang secara bersama-sama, sang jalan dihasilkan. Ia mengejar jalan ini, mengembangkannya, dan melatihnya. Ketika ia mengejar, mengembangkan, dan melatih jalan ini, belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan tersembunyi tercabut.

(4) “Kemudian, pikiran seorang bhikkhu dicengkeram oleh kegelisahan akan Dhamma.6 Tetapi akan tiba suatu saat ketika pikirannya menjadi kokoh secara internal, tenang, menyatu, dan terkonsentrasi. Kemudian sang jalan muncul padanya. Ia mengejar jalan ini, mengembangkannya, dan melatihnya. Ketika ia mengejar, mengembangkan, dan melatih jalan ini, belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan tersembunyi tercabut.

“Bhikkhu atau bhikkhunī mana pun, Teman, yang menyatakan pencapaian Kearahattaannya di hadapanku telah melakukannya melalui empat jalan ini atau melalui salah satu di antaranya.”


Catatan Kaki
  1. Bersama dengan Ce dan Be saya membaca maggehi, bukan seperti Ee aṅgehi. Yang belakangan kemungkinan adalah kesalahan editorial. Walaupun Mp tidak memberikan kemasan di sini, paragraf yang tertulis dalam Paṭis II 92,9 dan dikomentari pada Paṭis-a III 584,24-25, dengan suatu cara yang memerlukan maggehi: Catūhi maggehī ti upari vuccamānehi catūhi paṭipadāmaggehi, na ariyamaggehi (“Melalui empat jalan: melalui empat jalan praktik yang dibicarakan di bawah, bukan melalui jalan mulia”). ↩︎

  2. Mp menjelaskan ini sebagai jalan melampaui keduniawian yang pertama, tetapi Mp-ṭ mengatakan: “Ini dikatakan sehubungan dengan jalan memasuki-arus (sotāpattimagga), tetapi makna dari paragraf ini dapat dipahami secara sederhana melalui jalan [persiapan] yang duniawi” (lokiyamaggavasen’eva). ↩︎

  3. Mp dan Mp-ṭ, secara bersama-sama, mengatakan bahwa karena tidak ada pengembangan dan tidak ada latihan atas jalan yang melampaui keduniawian, yang berlangsung hanya selama satu momen pikiran, ia mengembangkan dan melatih jalan duniawi persiapan (pubbabhāgiyo lokiyamaggo) dengan tujuan untuk mencapai jalan-jalan yang melampaui keduniawian. Kemudian belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan tersembunyi tercabut melalui jalan-jalan berturut-turut (maggappaṭipāṭiya pahīyanti byantī honti). ↩︎

  4. Mp: “Ini adalah orang yang secara alami memperoleh pandangan terang. Berdasarkan pada pandangan terang, ia menghasilkan konsentrasi.” ↩︎

  5. Yuganaddhaṃ bhāveti. Mp mengatakan bahwa setiap kali ia mencapai suatu pencapaian meditatif (samāpatti), ia memeriksanya melalui fenomena-fenomena terkondisi. Dan setelah memeriksa fenomena-fenomena terkondisi, ia memasuki pencapaian berikutnya. Demikianlah, setelah mencapai jhāna pertama, ia keluar dan memeriksa fenomena-fenomena terkondisi di sana sebagai tidak kekal, dan seterusnya. Kemudian ia memasuki jhāna ke dua, keluar, dan memeriksa fenomena-fenomena terkondisi di sana, dan seterusnya hingga landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Akan tetapi, karena yuganaddha secara literal berarti “berpasangan bersama-sama,” beberapa orang menerjemahkan kata ini sebagai cara praktik ketenangan dan pandangan terang yang muncul secara bersamaan. Sistem komentar tidak mengakui kemungkinan ini tetapi beberapa sutta menyiratkan bahwa pandangan terang dapat muncul dalam jhāna dan meditator tidak perlu mundur sebelum memulai perenungan. Dalam AN, baca khususnya 9:36; baca juga MN 52.4-14, I 350-52; MN 64.9-15, I 435-37. ↩︎

  6. Tulisannya bermacam-macam. Ee menuliskan dhammuddhaccaviggahītamanā; akhiran –manā agak mencurigakan. Be menuliskan -viggahitaṃ mānasaṃ. Ce menuliskan -viggahītaṃ mānaṃ. Sedangkan manā dan mānasaṃ keduanya dapat diterjemahkan sebagai “pikiran,” mānaṃ biasanya berarti “keangkuhan.” Terjemahan Sinhala tampaknya mendukung ini dengan menerjemahkan mānaṃ sebagai adhimānaya (Pāli adhimāna), “menilai diri sendiri terlalu tinggi,” tetapi membicarakan “keangkuhan” – bukannya “pikiran” – sebagai “dicengkeram oleh kegelisahan” sepertinya tidak masuk akal. Mp mengemas kata ini tanpa menyebutkan subjeknya: “Dicengkeram, secara menyeluruh dicengkeram, oleh kegelisahan, yang terdapat dalam sepuluh kekotoran pandangan terang (dasa vipassan’upakkilesā; baca Vism 633-38, Ppn 20.105-28) sehubungan dengan dhamma dari ketenangan dan pandangan terang.” Teks itu sendiri sama sekali tidak menyiratkan adanya kekotoran pandangan terang. Saya memahami orang yang sedang dijelaskan di sini sebagai seorang praktisi yang secara mendalam merefleksikan Dhamma, memperoleh rasa keterdesakan, dan kemudian akhirnya menjadi tenang dan mendapatkan pandangan terang ketika bertemu dengan kondisi-kondisi yang mendukung. Dalam kalimat berikutnya pada teks, kata yang diterjemahkan sebagai “pikiran” adalah cittaṃ. ↩︎