"Atthangatassa na pamánam atthi
Yena nam vajju tam tassa natthi
Sabbesu dhammesu samúhatesu
Samúhatá vádapathá pi sabbetii"
(Suttanipáta, Upasívamánavapucchá)
"Tentang dia yang telah pergi, tiada lagi ukuran
Tentang dia tiada apa pun yang dapat dikatakan ada
Ketika segala sesuatu telah tanggal seluruhnya
Segala cara menyebut pun tanggal seluruhnya."
I. NIBBÁNA, ATTÁ, & ANATTÁ
oleh: Ñánavíra Thera
Adalah sebuah kesalahan umum utk menganggap bahwa sebuah kuantitas negatif sebagai ketidakadaan (nothing), dan kemudian, entah bagaimana, itu dianggap 'tidak ada'. Sebuah kuantitas negatif mendeskripsikan sebuah operasi pengurangan: pengurangan mengekspresikan perbedaan antara keadaan sebelumnya dan keadaan sesudahnya. Misalkan kita memiliki 8 jeruk dalam sebuah tumpukan, dan 3 jeruk tersebut diambil dan dimakan, maka hanyalah 5 jeruk yg tinggal; dan dengan membandingkan tumpukan sebelum jeruk2x itu diambil dgn tumpukan sesudah jeruk2x itu diambil, kita dapat mengatakan tumpukan yg sekarang adalah tumpukan sebelumnya 'minus 3 jeruk'. Perbedaan kedua tumpukan itu diekspresikan sebagai sebuah kuantitas negatif, tapi tidak seorangpun mengatakan bahwa perbedaannya 'tidaklah ada'. Bahkan jika semua jeruk diambil sehingga tidak ada yg tersisa, sebuah perbandingan memberikan perbedaan sebagai minus delapan, bukan sebagai tidak ada; dan lagi, perbedaan itu bukanlah sebuah fiksi.
Dg cara yg persis, sebuah pernyataan bahwa nibbána, atau kepadaman, adalah negatif, itu adalah sebuah penghancuran atau sebuah ketidak hadiran atau sebuah pengakhiran, tidak berarti bahwa ia 'tidak eksis', tidak juga berarti bahwa ada sesuatu yg mistik atau tidak nyata, bukan pula berarti tidak ada apa-apa; sederhananya, seperti yg kita lihat, nibbána adalah perbedaan mendasar antara keadaan sebelumnya dg keadaan sesudahnya, antara seorang biasa dan seorang arahat.
Apa yg Sang Buddha katakan tentang nibbána? Kita akan sulit menemukan deskripsi yg lebih lengkap daripada yg ditawarkan Sutta berikut.
Vuttam hetam bhagavatá arahatáti me sutam. Dvemá
bhikkhave nibbánadhátuyo. Katamá dve. Saupádisesá ca nibbánadhátu
anupádisesá ca nibbánadhátu. Katamá ca bhikkhave saupádisesá
nibbánadhátu. Idha bhikkhave bhikkhu araham hoti khínásavo
vusitavá katakaraníyo ohitabháro anuppattasadattho
parikkhínabhavasamyojano sammadaññávimutto. Tassa titthanteva
pañcindriyáni, yesam avighátattá manápámanápam paccanubhoti,
sukhadukkham patisamvediyati. Tassa yo rágakkhayo dosakkhayo
mohakkhayo, ayam vuccati bhikkhave saupádisesá nibbánadhátu.
Katamá ca bhikkhave anupádisesá nibbánadhátu. Idha bhikkhave
bhikkhu araham hoti khínásavo vusitavá katakaraníyo ohitabháro
anuppattasadattho parikkhínabhavasamyojano sammadaññávimutto.
Tassa idheva bhikkhave sabbavedayitáni anabhinanditáni
sítibhavissanti, ayam vuccati bhikkhave anupádisesá nibbánadhátu.
Imá kho bhikkhave dve nibbánadhátuyoti.
Etam attham bhagavá avoca, tatthetam iti vuccati:
Duve imá cakkhumatá pakásitá
Nibbánadhátú anissitena tádina,
Eká hi dhátu idha ditthadhammika
Saupádisesá bhavanettisankhayá,
Anupádisesá pana samparáyiká
Yamhi nirujjhanti bhaváni sabbaso.
Ye etad aññáya padam asankhatam
Vimuttacittá bhavanettisankhayá,
Te dhammasárádhigamá khaye ratá
Pahamsu te sabbabhaváni tádinoti.
Ayam pi attho vutto bhagavá iti me suttanti.
(Itivuttaka, Dukanipáta, II,7)
"Saya mendengar ini dikatakan oleh Sang Bhagava, Sang Arahat:
'Para bhikkhu, ada dua Unsur Kepadaman (nibbaanadhaatu). Apakah
yang dua itu? Unsur Kepadaman Dengan Sisa (saupaadisesaa) dan
Unsur Kepadaman Tanpa Sisa (anupaadisesaa).
Para bhikkhu, yang manakah Unsur Kepadaman Dengan Sisa? Para
bhikkhu, seorang bhikkhu adalah Arahat, yang arus kotoran batinnya
(asava) telah musnah, yang telah menjalani hidup dan melakukan apa
yang harus dilakukan, telah meletakkan beban, mencapai
kesejahteraannya sendiri, memusnahkan kelekatan pada kehidupan,
yang bebas melalui pemahaman benar. Di dalam dirinya tersisa lima
daya (indriyaa); karena belum hancur ia menderita hal-hal yang enak
dan yang tidak enak, ia mengalami hal-hal yang nikmat dan yang
menyakitkan. Musnahnya nafsu, kebencian dan ketidaktahuan, para
bhikkhu, itulah yang dinamakan Unsur Kepadaman Dengan Sisa.
Para bhikkhu, yang manakah Unsur Kepadaman Tanpa Sisa? Para
bhikkhu, seorang bhikkhu adalah Arahat ...(dst)... Para bhikkhu, semua
perasaannya, yang tidak lagi menyenangi apa yang ada di sini
sekarang, akan menjadi dingin; inilah, para bhikkhu, yang dinamakan
Unsur Kepadaman Tanpa Sisa.
Inilah, para bhikkhu, kedua Unsur Kepadaman.'
Sang Bhagava mengucapkan kata-kata itu. Ini pula yang dikatakannya:
'Kedua Unsur Kepadaman ini telah dijelaskan Oleh Yang Tak
Terbelenggu, Sang Suci, Sang Waspada:
Di sini, melalui penghancuran semua yang membawa pada keberadaan,
Satu Unsur Dengan Sisa masih ada, dalam hidup ini;
Dan satu Unsur Tanpa Sisa, yang akan datang
Di mana makhluk-makhluk (eksistensi) semuanya berakhir.
Batin mereka yang mengetahui keadaan tak terbentuk ini
Bebas, melalui penghancuran semua yang membawa pada kehidupan:
Intisari Ajaran tercapai, orang-orang ini bersukacita
Dalam penghancuran, segala keberadaan ditanggalkan.'
Kata-kata ini juga diucapkan oleh Sang Bhagava, demikian kudengar."
Kelima khandhá, atau kelompok, yg membentuk sebuah mahkluk hidup bersama dg seluruh pengalamannya akan dunia, berada dalam sebuah kondisi perubahan terus-menerus. Mereka secara berkesinambungan muncul dan lenyap kembali, dan walaupun tubuh tampak dalam perubahan lebih lambat, perubahan pada bathin dapat dilihat susul-menyusul dalam urutan yg cepat; selama ada rága, dosa dan moha, atau nafsu, kebencian dan delusi, belum dihancurkan, kelima kelompok ini akan terus muncul dari kehidupan yg satu ke kehidupan yg lain.
Rágam appaháya dosam appaháya moham appaháya na
parimuccati játiyá....
(Anguttara II,i,6)
Tanpa meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, tidak ada yg bebas
dari kelahiran...
Arahat adalah orang yg telah berhasil dalam menghancurkan, selamanya, nafsunya, kebencian dan delusi: penghancuran ini, seperti yg kita lihat, dikenal sebagai saupádisesá nibbánadhátu, atau Unsur Kepadaman dg Sisa. Yg tersisa -- dikarenakan nafsu, kebencian, dan delusi yg dulu -- terdiri dari lima indra Arahat -- mata, telinga, hidung, lidah, dan tubuh -- mengakibatkan ia dapat mengalami sensasi menyenangkan dan menyakitkan selagi ia hidup. Namun ia tidak bersukacita ataupun terpengaruh dalam berbagai perasaan itu, karena ia telah menghancurkan nafsu, kebencian, dan delusi; dan ketika ia mati perasaan inipun berakhir. Bisa dikatakan: kelima indranya hancur ketika kematian, dan karena telah memusnahkan nafsu, kebencian, dan delusi, ia terbebas dari kelahiran; indra-indranya tidak akan muncul lagi sebagai eksistensi, dan konsekuensinya tidak ada lagi sensasi baru yg bergantung pada itu -- dg kata lain, perasaannya 'akan menjadi dingin':
Seyyathápi bhikkhave telañca paticca vattiñca teladípo
jháyeyya, tasseva telassa ca vattiyá ca pariyádáná anáháro
nibbáyeyya; evameva kho bhikkhave bhikkhu káyapariyantikam
vedanam vediyamáno, Káyapariyantikam vedanam vediyámíti pajánáti,
jívitapariyantikam vedanam vediyamáno, Jívitapariyantikam vedanam
vediyámíti pajánáti, Káyassa bhedá uddham jívitapariyádáná idheva
sabbavedayitáni anabhinanditáni sítibhavissantíti pajánátíti.
(Vedaná Samyutta, 7)
Bhikku, seperti sebuah lampu minyak yg bergantung pada minyak dan
sumbu, dan sesederhana ketika kehabisan minyak dan sumbu, sehingga
tanpa pendukung, lampu tersebut padam; Demikianlah, bhikkhu, ketika
seorang bhikkhu merasakan tubuhnya akan berakhir, ia mengerti 'Saya
merasakan tubuh ini akan berakhir', dan ketika ia merasakan hidupnya
akan berakhir, ia mengerti 'saya merasakan hidup ini akan berakhir', dan
dia mengerti 'Dengan berakhirnya tubuh ini dan dengan berakhirnya
hidup ini, semua perasaan tidak bersukacita di dalamnya, di sini dan
sekarang akan menjadi dingin'.
Bukan hanya perasaan2 yg berakhir ketika kematian seorang arahat, namun kelima kelompok, tercerai, dan tidak pernah muncul lagi:
Abhedi káyo, nirodhi saññá, vedaná sítibhavimsu sabbá,
Vúpasamimsu sankhárá, viññánam attham agamáti.
(Udána, VIII,9)
Tubuh hancur, pencerapan berakhir, semua perasaan menjadi dingin,
Bentukan mental reda sepenuhnya, kesadaraan mati.
Inilah yg disebut anupádisesá nibbánadhátu, atau Unsur Kepadaman Tanpa Sisa.
Hal yg penting utk diketahui pada kedua Unsur Kepadaman ini adalah keduannya merupakan penghancuran atau pengakhiran. Unsur Kepadaman Dengan Sisa adalah penghancuran nafsu, kebencian dan delusi: inilah yg dihancurkan, bukan sisanya -- indra-indra -- bukan pula sensasi yg bergantung pada itu, inilah yg disebut Unsur Kepadaman. (Sama halnya dengan absennya penyakit kita sebut 'sehat', dan bukan tubuh itu sendiri yg dapat dikatakan 'memiliki kesehatan' atau 'menjadi sehat'.) Kehancuran ini, kemudian, adalah permanen, karena nafsu, kebencian dan delusi telah dihancurkan, tidak pernah muncul lagi dalam hidup ini ataupun sesudahnya: dan juga, karena keberadaan ketiga hal ini adalah perlu agar penderitaan batin dapat muncul, penghancuran ini, Unsur Kepadaman, adalah menyenangkan, dalam artian absennya penderitaan batin adalah menyenangkan. (Penderitaan fisik, seperti yg kita lihat, tidak terpengaruh sepanjang, indra2 masih ada) Dengan Unsur Kepadaman Tanpa Sisa, sisanya -- indra2 -- yg sebelumnya tidak hancur, sekarang hancur, dan akhirnya kelima kelompok berakhir utk muncul. Kepadaman ini sendiripun -- pengakhiran final -- bersifat permanen, dan menyenangkan dalam artian absennya seluruh perasaan baik itu batin maupun fisik.
Tatra kho áyasmá Sáriputto bhikkhú ámantesi, Sukham idam ávuso
nibbánam, sukham idam ávuso nibbánanti. Evam vutte áyasmá Udáyi
áyasmantam Sáriputtam etad avoca, Kim panettha ávuso Sáriputta
sukham yad ettha natthi vedayitanti. Etad eva khvettha ávuso sukham
yad ettha natthi vedayitam.
(Anguttara IX,34)
YM Sáriputta mengatakan kepada bhikkhu, 'Kepadaman ini sahabat,
adalah menyenangkan.' Ketika ini dikatakan, YM Udáyi berkata kepada
YM Sáriputta, 'Tapi, sahabat Sáriputta, apa yg menyenangkan di sini,
berhubung tidak ada perasaan?'
'Karena itulah, sahabat, menyenangkan di sini, bahwa di sini tidak ada
perasaan.'
Jadi, tidak satupun dari kedua Unsur Kepadaman ini yg dikatakan mengandung atau teridir dari semua atau salah satu dari lima kelompok; keduanya dinyatakan dalam pengertian absennya hal2 yg tidak diinginkan; keduanya adalah permanen dan menyenangkan. Maka Nibbána atau kepadaman, adalah negatif, sebagaimana 'minus tiga jeruk' adalah negative; tetapi seperti halnya di sana harus ada tumpukan jeruk terleih dahulu sebelum kita dapat mengatakan 'minus tiga jeruk', harus ada sebuah mahkluk hidup yg penuh oleh nafsu, kebencian dan delusi terlebih dahulu, sebelum kita dapat mengatakan 'nibbána'. Nibbána bukanlah tidak ada apa-apa: itu adalah sebuah pengakhiran dari proses eksistensi.