Tuhan Pencipta yang dimaksud itu adalah sosok makhluk tinggi yang maha kuasa dan maha pencipta, yang berpribadi, yang mengatur macem-macem
Terhadap pandangan ini,
Sakyamuni Buddha bersabda,
“Jadi, karena diciptakan oleh seorang Tuhan
yang maha tinggi, maka manusia akan menjadi pembunuh, pencuri,
penjahat, pembohong, pemfitnah, penghina, pembual, pencemburu,
pendendam dan orang yang keras kepala. Oleh karena bagi mereka yang
berpandangan bahwa segala sesuatu adalah ciptaan seorang Tuhan, maka
mereka tidak akan lagi mempunyai keinginan, ikhtiar ataupun untuk
menghindar dari perbuatan lain. (Majjhima Nikaya II, Sutta no. 101).
Jika ada suatu makhluk yang merancang kehidupan dunia, kemuliaan dan
kesengsaraan, tindakan baik dan tindakan jahat – maka manusia tidak
lain adalah alat dari kehendaknya dan tentu makhluk itu yang
bertanggung jawab (Jataka VI : 208).
Buddha bersabda: “Ada Yang Tidak Terlahir, Yang Tidak Terjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak (Udana VIII:3).
Yang
Mutlak = Asamkhata-Dhamma = Yang Tak Terkondisi. Dengan adanya Yang Tak
Terkondisi (Asamkhata), maka manusia yang terkondisi (Samkhata) dapat
mencapai kebebasan mutlak dari samsara.
Dengan adanya hukum Dharma, unsur IMANEN dari Ketuhanan YME tidak lenyap sama sekali, namun ajaran
Buddha menekankan unsur TRANSENDEN dari Ketuhanan YME. Semua yang transenden adalah TIDAK TERKONSEPKAN, harus dipahami secara INTUITIF melalui PENCERAHAN, bukan melalui konsep.
Tak terelakkan, ketika kita bicara tentang konsep Ketuhanan, diperlukanlah: SEBUTAN. Salah satu sebutan: Adi-Buddha. Sebutan lain: Advaya, Diwarupa, Mahavairocana (kitab-kitab Buddhis bahasa Kawi), Vajradhara (Tibet: Kargyu & Gelug), Samantabhadra (Tibet: Nyingma), Adinatha (Nepal). Daftar ini tidak lengkap dan masih bisa diperpanjang lagi sesuai dengan kebutuhan
Ajaran-ajaran mengenai Adi Buddha telah lama dianut oleh leluhur-leluhur kita di tanah Jawa yang menganut aliran Buddha esoterik yang mendirikan candi borobudur serta candi-candi Buddhis lainnya.
Adi-Buddha = Realitas Tertinggi
Adi-Buddha = Kebenaran Mutlak.
Adi-Buddha = Ketuhanan Yang Maha Esa
Adi-Buddha = Dharmakaya
Dharmakaya:
tubuh Dharma yang absolut, kekal, meliputi segalanya, tidak terbatasi oleh ruang dan waktu, ada dengan sendirinya, bebas dari pasangan yang berlawanan, bebas dari pertalian sebab-akibat.
Adi-Buddha bukan suatu personifikasi.
Adi-Buddha bukan sosok yang punya inti-ego (ego-conscious).
Adi-Buddha bukan Tuhan antropomorfik (menyerupai manusia).
Adi-Buddha bukan Tuhan antropopatis (berperasaan = manusia).
SANGHYANG ADI BUDDHA adalahasal usul dari segala sesuatu yang ada di alam semesta, ia sendiri tanpa asal dan tanpa akhir, ada dengan sendirinya, tidak terhingga, Supreme dalam segala kondisi, conditionlesss, absolute, ada dimana-mana, esa tiada duanya, kekal abadi. Namun semua kata-kata indah dan besar itu tidak mampu melukiskan keadaannya yang sebenarnya dari Sanghyang Adi Buddha.
Apakah Adi Buddha tersebut ?Adi Buddha tak dapat dikatakan sebagai zat Ilahi yang memiliki inti ego (ego conscious). Adi Buddha bukanlah Tuhan Antrofomorfik (menyerupai manusia) maupun Tuhan Antropopatis (memiliki perasaan dan emosi seperti
manusia) yang membuat sebuah rencana dibenaknya, lalu berkeinginan untuk mewujudkannya dan dikemudian hari memutuskan untuk menilai baik tidaknya hasil karya itu – layaknya seorang arsitek yang memandangi
gedung hasil ciptaannya sendiri untuk memuji atau mencela.
Dalam Literatur Mahayana dapat kita jumpai konsep pemahaman mengenai Ketuhanan tersebut. Dalam kitab Sutra Vimalakirti Nirdesa, disebutkan Dharma tertinggi adalah tak terkatakan.
Sumber Pencantuman KetuhananKonsep mengenai Adi Buddha dapat kita jumpai dalam
1. Kitab Namasangiti Karanda Vyuha.
2. Svayambu Purana
3. Maha Vairocanabhisambodhi Sutra
4. Guhya Samaya Sutra
5. Tattvasangraha Sutra dan
6. Paramadi Buddhodharta Sri Kalacakra Sutra.
Di Indonesia,
1. Kitab Namasangiti versi Chandrakirti dari Sriwijaya dan
2. Sanghyang Kamahayanikan pada jaman Pemerintahan Mpu Sindok.
The Indonesian Buddhists had suggested Buddhism’s belief in God by speaking in terms of
Adibuddha. This was from the Kalachakra (Cycle of Time) teachings, which had been spread to Indonesia a little more than a thousand years ago. Adibuddha means, literally, the first or primordial Buddha.
You could speak about it in terms of the clear light mind. In each person, this is the creator of our appearances, what we perceive; so in this sense it’s like a creator. During a lecture tour of Indonesia in 1988, I had many discussions with
Buddhist monks about the issue of God in Buddhism. Since Adibuddha can be interpreted as the clear light primordial consciousness, and since all appearances of samsara and nirvana are the play or “creation” of
that mind, we concluded that there is no reason to feel uncomfortable in saying that Buddhism accepts a creator God. The fact that Buddhism asserts Adibuddha not to be an individual separate being, but something
present in each sentient being, is just a matter of theological differences concerning the nature of God. Many Jewish, Christian, Islamic, and Hindu thinkers assert that God is abstract and present in all beings. As the Muslims say, “Allah has many names.”
Therefore, from my experience in Indonesia, I agreed, on the basis of Adibuddha, that Buddhism does accept a creator God, but with its own unique interpretation.http://www.berzinarchives.com/web/en/archives/study/islam/general/islamic_buddhist_dialog.html?query=indonesia