Tambahan lagi sifat 'perasaan"
Perenungan terhadap “perasaan” (Vedananupassana)
Perasaan muncul karena adanya peristiwa mental yang di sebut ‘kontak” (phasa). Kontak tersebut menandai “munculnya pada saat yang bersamaan” kesadaran terhadap obyek tersebut melalui indra. Kontak merupakan factor yang memungkinkan kesadaran “menyentuh” objek tersebut yang lalu akan tampak oleh pikiran melalui indra tersebut.
Karena itulah terdapat Enam jenis kontak yang dibedakan menurut ke Enam indra ;
1 .Kontak Mata.
2 .Kontak Telinga .
3 .Kontak Hidung.
4 .Kontak Lidah.
5 .Kontak Tubuh.
6 .Kontak Pikiran.
Dan ke Enam jenis PERASAAN yang di bedakan menurut kontak yang menyebabkan PERASAAN tersebut.
Perasaan merupakan sesuatu yang sangat penting sebagai Obyek perenungan karena PERASAAN lah yang biasanya memicu tercetusnya kotoran batin yang tadinya Teresembunyi. Perasaan dan kotoran batin tidaklah selalu harus berhubungan. Perasaan yang menyenangkan tidak selalu harus menimbulkan keserakahan , perasaan yang tidak menyenangkan tidak selalu harus menimbulkan Kebencian, dan perasaan Netral tidak selalu harus menimulkan Kebodohan Batin. Hubungan antara keduanya dapat diputuskan, dan cara utama untuk melakukannya adalah dengan Perhatian Murni.
Perasaan akan mengerakkan kotoran batin hanya bila perasaan itu tidak diperhatikan, dan bila perasaan itu dinikmati, alih-alih diamati. Dengan mengubah perasaan menjadi Objek Pengamatan, perhatian murni akan meredakan perasaan agar tidak memancing tanggapan yang buruk.Kemudian alih-alih berhubungan dengan perasaan sebagaimana biasanya melalui kemelekatan, penolakan, atau kelesuan, kita berhubungan dengan perasaan tersebut melalui perenungan dengan mengunakan perasaan itu sebagai batu loncatan untuk memahami sifat dari pengalaman kita.
Pada tahap – tahap awal, perenungan terhadap perasaan meliputi perhatian terhadap munculnya perasaan dengan mengamati sifat-sifat khasnya ; menyenangkan, tidak menyenangkan, ataupun netral. Perasaan tersebut kita amati tanpa mengidentifikasi diri kita dengannya, yaitu tanpa menganggap perasaan itu sebagai “aku”, “milikku”, atau sesuatu yang sedang terjadi “padaku”. Kita menjaga kesadaran kita dengan perhatian semata ; kita memperhatikan setiap perasaan yang muncul dan menganggapnya sebagai perasaan semata-mata, yaitu peristiwa mental semata yang tidak memiliki rujukan subjektif apapun, tanpa penunjuk kepada sang ego. Tugas kita semata – mata mengawasi sifat dari perasaan tersebut, yaitu apakah perasaan itu bersifat menyenangkan, tidak menyenangkan, ataupun Netral