//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Theravada atau Mahayana ?  (Read 48942 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #150 on: 20 November 2008, 10:48:40 PM »
Looking for the maker of this house, I ran to no avail through a string of many births, and wearisome is birth again and again. But now, maker of the house, you have been seen. you shall not raise this house again. All the rafters are broken; the ridgepole is shattered. The mind, approaching eternity, has attained the extinction of all desires.

nb: pakai nada puitis, kesannya akan lebih bermakna. (Banyak orang yg ingin mengatakan ini loh)

utk N1AR (ato RAIN)  :))

ini terjemahannya :

Bahasa Pali :
“Anekajati samsaram
 Sandhavissam anibbissam
 Gahakarakam gavesanto
 Dukkha jati punappunam
 Gahakaraka! dittho’si
 Punageham na kahasi
 Sabba to phasuka bhagga
 Gahakutam vismakhitam
 Vismakharagatam cittam
 Tanhanam khayamajjhaga.”

Bahasa Indonesia :
“Dengan letih Aku mencari Pembuat Rumah ini
 Berlari-berputar dalam lingkaran tumimbal lahir
 Menyakitkan, tumimbal lahir yang tiada akhir
 Pembuat Rumah! Sekarang telah Ku-ketahui
 Engkau tak akan dapat membuat rumah lagi
 Semua atapmu telah Ku-robohkan
 Semua fondasimu telah Ku-bongkar
 Batinku sekarang mencapai keadaan terbebas
 Dan berakhirlah semua nafsu keinginan.”


Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #151 on: 20 November 2008, 10:55:17 PM »
Aneh juga ya, ada arahat yang masih ingat ke AKU an nya ??
bagaimana dia membandingkan ke AKU annya yang dulu dengan keadaan sekarang sehingga dia bisa tahu yg dulu.
jangan-jangan pengertian kalian tentang menghilangkan ke AKU an itu tidak seperti yg murni diajarkan Buddha. :-?

anda belum jawab :

apakah AKU anda itu??
- jabang bayi?
- anak umur 3 tahun?
- anak SD?
- anak SMP?
- mahasiswa?
- atau orang tua peyot?

mana AKU-nya anda?

kalau memang AKU itu abadi selamanya, saya sih maunya jadi selalu tampan dan muda, jadi boleh khan BUNUH DIRI sekarang? 

hmm...setiap detik si AKU berubah. Jadi kemana AKU ?

begini, kita ini hidup dalam alam yang tidak kekal, masih tergantung waktu dan ruang.
AKU menurut ruang dan waktu adalah AKU yang juga mengikuti waktu dan ruang, yaitu AKU dari lahir sampai tua, itulah AKU menurut ruang dan waktu.
Kalau AKU yang anda mau itu, nanti ketika sudah tidak tergantung waktu, infinite. Menurut ajaran Christian nanti setelah kiamat roh akan disatukan dengan badan yang disempurnakan. Badan yang tidak tergantung ruang dan waktu yang wujudnya masih belum kita ketahui, tapi jauh lebih hebat dari yang sekarang.
Orang yang lahir cacat, buta, pincang dll akan disempurnakan, kalau nanti tidak ada kehidupan lagi yang lebih baik sial sekali mereka dilahirkan. Inilah kabar gembira.

btw, bagaimana pandangan Buddha terhadap orang cacat ? karma ?


sdr.petrus... untuk memberikan semacam jawaban tentang konsep An-ATTA di dalam ajaran buddhis, berikut ini dilampirkan salah satu Jawaban BUDDHA tentang ATTA kepada Uruvella Kassapa...

Jawaban Buddha atas pertanyaan Uruvela Kassapa tentang ATTA !!
--------------------------------------------------------------------------------

Suatu siang, kala Buddha dan Kassapa sedang berdiri di tepi sungai Neranjara, Kassapa berkata, "Gotama, di hari sebelumnya engkau menyebutkan tentang memeditasikan tubuh, perasaan-perasaan, persepsi persepsi, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran. Aku telah melatih meditasi itu, dan mulai dapat memahami betapa berbagai perasaan dan persepsi seseorang menentukan kualitas kehidupannya. Aku juga melihat tidak adanya elemen kekal abadi yang dapat diketemukan di dalam salah satu dari kelima sungai itu. Aku bahkan dapat melihat bahwa keyakinan akan suatu diri yang terpisah keliru adanya. Namun, aku masih belum mengerti mengapa seseorang menelusuri jalur spiritual jika tanpa adanya diri ? Siapakah yang akan menjadi terbebaskan ?

Buddha bertanya, "Kassapa, apakah engkau setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran ?"

"Ya Gotama, aku setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran".

"Apakah engkau setuju penderitaan pasti ada sebab-sebabnya ?"

"Ya, aku setuju penderitaan pasti ada sebab-sebabnya ?"

"Kassapa, ketika sebab sebab penderitaan hadir, maka penderitaan juga hadir. Ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, maka penderitaan pun hilang."

"Ya, aku melihat ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, penderitaan itu sendiri akan hilang."

"Penyebab penderitaan adalah kebodohan bathin, suatu cara yang keliru untuk melihat realita. Berpikir bahwa yang tidak kekal sebagai kekal merupakan kebodohan bathin. Berpikir ada diri sementara tak ada yang disebut diri merupakan kebodohan bathin. Dari kebodohan bathin lahirlah keserakahan, ketakutan, iri hati, dan penderitaan yang tak terhitung jumlahnya. Jalan menuju pembebasan adalah jalan untuk melihat segala sesuatu secara mendalam agar benar benar mampu memahami sifat dasar ketidak kekalan (Anicca), tiada diri yang terpisah (An-atta), akan saling ketergantungan dari segala sesuatu (Pattica Samupada). Jalan ini adalah jalan untuk mengatasi kebodohan bathin. Setelah kebodohan bathin di atasi, penderitaan pun terlampaui. Itulah pembebasan sejati. Tak perlu ada suatu diri di sana untuk dibebaskan."


VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Petrus

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 312
  • Reputasi: -26
  • Gender: Male
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #152 on: 22 November 2008, 10:28:48 PM »
sdr.petrus... untuk memberikan semacam jawaban tentang konsep An-ATTA di dalam ajaran buddhis, berikut ini dilampirkan salah satu Jawaban BUDDHA tentang ATTA kepada Uruvella Kassapa...

Jawaban Buddha atas pertanyaan Uruvela Kassapa tentang ATTA !!
--------------------------------------------------------------------------------

Suatu siang, kala Buddha dan Kassapa sedang berdiri di tepi sungai Neranjara, Kassapa berkata, "Gotama, di hari sebelumnya engkau menyebutkan tentang memeditasikan tubuh, perasaan-perasaan, persepsi persepsi, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran. Aku telah melatih meditasi itu, dan mulai dapat memahami betapa berbagai perasaan dan persepsi seseorang menentukan kualitas kehidupannya. Aku juga melihat tidak adanya elemen kekal abadi yang dapat diketemukan di dalam salah satu dari kelima sungai itu. Aku bahkan dapat melihat bahwa keyakinan akan suatu diri yang terpisah keliru adanya. Namun, aku masih belum mengerti mengapa seseorang menelusuri jalur spiritual jika tanpa adanya diri ? Siapakah yang akan menjadi terbebaskan ?

Buddha bertanya, "Kassapa, apakah engkau setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran ?"

"Ya Gotama, aku setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran".

"Apakah engkau setuju penderitaan pasti ada sebab-sebabnya ?"

"Ya, aku setuju penderitaan pasti ada sebab-sebabnya ?"

"Kassapa, ketika sebab sebab penderitaan hadir, maka penderitaan juga hadir. Ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, maka penderitaan pun hilang."

"Ya, aku melihat ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, penderitaan itu sendiri akan hilang."

"Penyebab penderitaan adalah kebodohan bathin, suatu cara yang keliru untuk melihat realita. Berpikir bahwa yang tidak kekal sebagai kekal merupakan kebodohan bathin. Berpikir ada diri sementara tak ada yang disebut diri merupakan kebodohan bathin. Dari kebodohan bathin lahirlah keserakahan, ketakutan, iri hati, dan penderitaan yang tak terhitung jumlahnya. Jalan menuju pembebasan adalah jalan untuk melihat segala sesuatu secara mendalam agar benar benar mampu memahami sifat dasar ketidak kekalan (Anicca), tiada diri yang terpisah (An-atta), akan saling ketergantungan dari segala sesuatu (Pattica Samupada). Jalan ini adalah jalan untuk mengatasi kebodohan bathin. Setelah kebodohan bathin di atasi, penderitaan pun terlampaui. Itulah pembebasan sejati. Tak perlu ada suatu diri di sana untuk dibebaskan."


sdr dilbert, sebenarnya penderitaan seperti apa yang ingin dihilangkan oleh Siddharta pada waktu itu ?
sebagian besar orang India yang menderita pada waktu itu adalah orang-orang miskin yang dilihat dari kacamata seorang keturunan raja. Kemiskinan mereka disebabkan sistem monarkhi absolut dan adanya diskriminasi berdasarkan kasta.
Yang saya herankan mengapa Keinginan (termasuk keinginan baik) yang harus dihilangkan untuk menghilangkan derita ?
Seandainya ajaran ini berhasil diterapkan ke semua manusia, apa yang akan terjadi ?
Dunia pasti kosong tidak berpenduduk karena keinginan sex sudah tidak ada lagi, tidak adalagi keinginan untuk berusaha, belajar, berprestasi dll. (bahkan keinginan menjadi arahat pun seharusnya dilarang )
Belum lagi akibat dari menghilang AKU, identitas diri sudah tidak ada lagi, manusia tidak punya harga diri sebagai manusia.
Padahal kita lihat bahwa penderitaan yang dialami oleh orang India tsb juga dialami oleh bangsa lain dan mereka bisa menghilangkan sebagian besar penderitaan tsb dengan kemajuan berpikir dan ilmu serta pemerintahan yang membuat rakyat bisa hidup lebih baik dan sehat tanpa menghilangkan harga diri sebagai manusia. Malahan sekarang hak-hak pribadi/aku dilindungi oleh undang-undang di hampir semua negara (kecuali komunis).

Bagaimana ?


« Last Edit: 22 November 2008, 10:35:33 PM by Petrus »

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #153 on: 22 November 2008, 10:49:06 PM »
Belum lagi akibat dari menghilang AKU, identitas diri sudah tidak ada lagi, manusia tidak punya harga diri sebagai manusia.
Padahal kita lihat bahwa penderitaan yang dialami oleh orang India tsb juga dialami oleh bangsa lain dan mereka bisa menghilangkan sebagian besar penderitaan tsb dengan kemajuan berpikir dan ilmu serta pemerintahan yang membuat rakyat bisa hidup lebih baik dan sehat tanpa menghilangkan harga diri sebagai manusia.

Wah..!! Menarik sekali tanggapan dari bro Petrus. ^:)^

Tapi ada sedikit yang saya tidak mengerti, bisa Bro terangkan apa itu harga diri sebagai manusia?? Trima kasih sebelumnya.
yaa... gitu deh

Offline Petrus

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 312
  • Reputasi: -26
  • Gender: Male
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #154 on: 22 November 2008, 10:58:53 PM »
Belum lagi akibat dari menghilang AKU, identitas diri sudah tidak ada lagi, manusia tidak punya harga diri sebagai manusia.
Padahal kita lihat bahwa penderitaan yang dialami oleh orang India tsb juga dialami oleh bangsa lain dan mereka bisa menghilangkan sebagian besar penderitaan tsb dengan kemajuan berpikir dan ilmu serta pemerintahan yang membuat rakyat bisa hidup lebih baik dan sehat tanpa menghilangkan harga diri sebagai manusia.

Wah..!! Menarik sekali tanggapan dari bro Petrus. ^:)^

Tapi ada sedikit yang saya tidak mengerti, bisa Bro terangkan apa itu harga diri sebagai manusia?? Trima kasih sebelumnya.
anda lihat sendiri bagaimana penghormatan kepada hewan yang dilakukan melebihi penghormatan kepada manusia di India (hindu). Didalam ajaran Buddha (reform Hindu), walaupun hewan tidak disembah seperti itu, hewan tetap saja ditempatkan seharga dengan manusia, cacing perlu diselamatkan ketika pembangunan sebuah vihara di myanmar.
Apakah harga diri anda mau disamakan dengan seekor sapi ?


« Last Edit: 22 November 2008, 11:01:35 PM by Petrus »

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #155 on: 22 November 2008, 11:15:29 PM »
Belum lagi akibat dari menghilang AKU, identitas diri sudah tidak ada lagi, manusia tidak punya harga diri sebagai manusia.
Padahal kita lihat bahwa penderitaan yang dialami oleh orang India tsb juga dialami oleh bangsa lain dan mereka bisa menghilangkan sebagian besar penderitaan tsb dengan kemajuan berpikir dan ilmu serta pemerintahan yang membuat rakyat bisa hidup lebih baik dan sehat tanpa menghilangkan harga diri sebagai manusia.

Wah..!! Menarik sekali tanggapan dari bro Petrus. ^:)^

Tapi ada sedikit yang saya tidak mengerti, bisa Bro terangkan apa itu harga diri sebagai manusia?? Trima kasih sebelumnya.
anda lihat sendiri bagaimana penghormatan kepada hewan yang dilakukan melebihi penghormatan kepada manusia di India (hindu). Didalam ajaran Buddha (reform Hindu), walaupun hewan tidak disembah seperti itu, hewan tetap saja ditempatkan seharga dengan manusia, cacing perlu diselamatkan ketika pembangunan sebuah vihara di myanmar.
Apakah harga diri anda mau disamakan dengan seekor sapi ?


Maaf bro, saya masih belum mengerti dengan yang anda maksud sebagai harga diri sebagai manusia. Bisa tolong lebih jelas lagi, definisi dan contoh praktis dari pengalaman pribadi, mungkin.... Trima kasih sebelumnya.
yaa... gitu deh

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #156 on: 23 November 2008, 08:58:02 AM »
sdr.petrus... untuk memberikan semacam jawaban tentang konsep An-ATTA di dalam ajaran buddhis, berikut ini dilampirkan salah satu Jawaban BUDDHA tentang ATTA kepada Uruvella Kassapa...

Jawaban Buddha atas pertanyaan Uruvela Kassapa tentang ATTA !!
--------------------------------------------------------------------------------

Suatu siang, kala Buddha dan Kassapa sedang berdiri di tepi sungai Neranjara, Kassapa berkata, "Gotama, di hari sebelumnya engkau menyebutkan tentang memeditasikan tubuh, perasaan-perasaan, persepsi persepsi, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran. Aku telah melatih meditasi itu, dan mulai dapat memahami betapa berbagai perasaan dan persepsi seseorang menentukan kualitas kehidupannya. Aku juga melihat tidak adanya elemen kekal abadi yang dapat diketemukan di dalam salah satu dari kelima sungai itu. Aku bahkan dapat melihat bahwa keyakinan akan suatu diri yang terpisah keliru adanya. Namun, aku masih belum mengerti mengapa seseorang menelusuri jalur spiritual jika tanpa adanya diri ? Siapakah yang akan menjadi terbebaskan ?

Buddha bertanya, "Kassapa, apakah engkau setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran ?"

"Ya Gotama, aku setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran".

"Apakah engkau setuju penderitaan pasti ada sebab-sebabnya ?"

"Ya, aku setuju penderitaan pasti ada sebab-sebabnya ?"

"Kassapa, ketika sebab sebab penderitaan hadir, maka penderitaan juga hadir. Ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, maka penderitaan pun hilang."

"Ya, aku melihat ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, penderitaan itu sendiri akan hilang."

"Penyebab penderitaan adalah kebodohan bathin, suatu cara yang keliru untuk melihat realita. Berpikir bahwa yang tidak kekal sebagai kekal merupakan kebodohan bathin. Berpikir ada diri sementara tak ada yang disebut diri merupakan kebodohan bathin. Dari kebodohan bathin lahirlah keserakahan, ketakutan, iri hati, dan penderitaan yang tak terhitung jumlahnya. Jalan menuju pembebasan adalah jalan untuk melihat segala sesuatu secara mendalam agar benar benar mampu memahami sifat dasar ketidak kekalan (Anicca), tiada diri yang terpisah (An-atta), akan saling ketergantungan dari segala sesuatu (Pattica Samupada). Jalan ini adalah jalan untuk mengatasi kebodohan bathin. Setelah kebodohan bathin di atasi, penderitaan pun terlampaui. Itulah pembebasan sejati. Tak perlu ada suatu diri di sana untuk dibebaskan."


sdr dilbert, sebenarnya penderitaan seperti apa yang ingin dihilangkan oleh Siddharta pada waktu itu ?
sebagian besar orang India yang menderita pada waktu itu adalah orang-orang miskin yang dilihat dari kacamata seorang keturunan raja. Kemiskinan mereka disebabkan sistem monarkhi absolut dan adanya diskriminasi berdasarkan kasta.
Yang saya herankan mengapa Keinginan (termasuk keinginan baik) yang harus dihilangkan untuk menghilangkan derita ?
Seandainya ajaran ini berhasil diterapkan ke semua manusia, apa yang akan terjadi ?
Dunia pasti kosong tidak berpenduduk karena keinginan sex sudah tidak ada lagi, tidak adalagi keinginan untuk berusaha, belajar, berprestasi dll. (bahkan keinginan menjadi arahat pun seharusnya dilarang )
Belum lagi akibat dari menghilang AKU, identitas diri sudah tidak ada lagi, manusia tidak punya harga diri sebagai manusia.
Padahal kita lihat bahwa penderitaan yang dialami oleh orang India tsb juga dialami oleh bangsa lain dan mereka bisa menghilangkan sebagian besar penderitaan tsb dengan kemajuan berpikir dan ilmu serta pemerintahan yang membuat rakyat bisa hidup lebih baik dan sehat tanpa menghilangkan harga diri sebagai manusia. Malahan sekarang hak-hak pribadi/aku dilindungi oleh undang-undang di hampir semua negara (kecuali komunis).

Bagaimana ?





Siddhattha Gotama saat itu melihat dunia ini penuh dengan penderitaan. Sakit, tua, mati, ratap-tangis, berpisah dari orang yg disayangi, sistem kasta, ego manusia yg menyerempet tatanan sosial, kondisi duniawi serba tidak memuaskan. Saya berani memastikan Sdr. Petrus pernah atau akan mengalami semua hal tadi yg saya sebutkan di kalimat sebelumnya, dan hal itu juga berlaku bagi semua orang.

Di dunia ini, reaksi adalah hal yg tidak bisa dihapus ketika kita membuat aksi. Namun konsepnya berbeda bila kita adalah 'si aksi'. kalau kita berbuat atas dasar keinginan / kehendak (cetana), kita akan menerima akibatnya, baik atau buruk. Akibat ini akan dibawa sampai ke kehidupan mendatang. Semua kekuatan di dunia ini adalah hasil dari pengulangan (repetisi). Mobil Anda dapat berjalan karena ada kinerja mesin yg berulangkali memutar tuas roda, sehingga roda dan ban Anda terus berputar yg menyebabkan mobil Anda dapat berjalan. Ini adalah contoh simpelnya. Semua ilmu eksak, seperti Matematika, Fisika, Biologi dan Kimia menjurus pada satu aspek yg sama, yaitu "pengulangan adalah sumber energi / tenaga". Kehidupan pun berulang! Dari satu bentuk kehidupan ke kehidupan lainnya. Dan yg menyebabkan semua orang terseret pada kelahiran berulang adalah buah kamma. Kalau kita tidak membuat kamma baru (ingat kamma itu perbuatan yg berkehendak / berkeinginan), kita tinggal menerima buah kamma terdahulu sampai habis, dan tidak ada buah kamma selanjutnya yg menyeret kita ke kehidupan berikutnya.

Ketika menjadi seseorang yg tak terkungkung oleh keinginan, bukan berarti tidak lagi 'berbuat' baik. Justru perbuatan baik adalah fondasi awal untuk merasakan kebahagiaan tulus di duniawi ini, satu proyek dasar untuk menyucikan diri menuju ke pembebasan.

Kalau Anda melihat dunia ini yg sebenarnya mengidap penyakit kronis berupa fatamorgana dan ilusi kebahagiaan, Anda pasti setuju bahwa kebahgiaan sejati bukanlah di dunia fana. Ingat, agama Anda juga memberikan dogma bahwa alangkah lebih baik tidak ada manusia di dunia ini, dan nantinya Tuhan akan menjemput semua orang ke akhirat. Artinya? Pandangan Agama Anda juga setuju bahwa dunia ini hanya fatamorgana. Tapi di Agama Anda, dianjurkan untuk menikmati duniawi terlbih dahulu dan 'nanti' baru menikmati kebahagiaan sejati (Surga). Buddhisme itu adalah ajaran yg bisa langsung dibuktikan saat ini, tidak perlu menunggu 'nanti' sampai kita mati. Memangnya ada jaminan setelah mati kita akan menerima keadaan seperti yg sudah dijelaskan di Kitab Suci yg berada di dunia fana? Buddhisme mengundang orang bijak untuk menyelami kebenaran sesuai apa yg diperbuat.

Namun ada masalah kongkrit yang masih belum banyak orang pahami. Sang Buddha membabarkan Dhamma dengan tujuan untuk menlong semua makhluk. Namun tidak semua orang memiliki kematangan spiritual yg sama, oleh karena itu ada yg menjalani kehidupan sebagai Bhikkhu-Bhikkhuni, ada pula yg menjadi Upasaka-Upasaki (umat awam). Sistem kesinambungan adalah yg berlaku di dunia ini. Artinya umat awam menyokong Bhikkhu, dan sekiranya umat awam itu kelak menjadi Bhikkhu, selanjutnya umat awam yg lain menyokongnya.

Identitas diri tidak pernah hilang wahai Saudaraku Petrus yg baik...
Yg dianjurkan Sang Buddha adalah menghilangkan pandangan keliru akan adanya AKU (AKU yang akan hidup abadi di akhirat setelah mati di duniawi, atau AKU yang akan musnah setelah mati di duniawi). Semua solusi orang lain untuk mengakhiri penderitaan adalah OBAT BIUS. Tentunya Anda pernah menghadapi problema yg cukup berat bukan? Lalu apakah Anda pernah melupakannya sejenak dan malah pergi ke tempat rekreasi atau having fun? Sekilas nampaknya Anda bahagia, tidak terikat oleh masalah lagi. Namun alam bawah sadar Anda sangat menderita. Siddhattha Gotama bahkan sangat sedih sampai tidak bersemangat hidup ketika menyadari bahwa semua orang yg disayanginya akan menderita penyakit, penuaan (terlihat buruk rupa), dan kematian. Coba tanyakan pada diri Anda. Anda sudah tahu bahwa semua orang (orang yg Anda cintai) akan sakit, tua dan mati. Namun Anda tidak peduli bukan? Dan ketika Anda berpisah dengan orang yg Anda cintai, Anda malah menangis. Kenapa Anda tidak menangis sejak awal ketika Anda sadar bahwa hal itu pasti akan terjadi? KENAPAAAA....??

Sekali lagi, menghilangkan konsep keakuan bukan tidak mengakui HAM. Buktinya sistem kasta di Tanah India dihapus oleh Sang Buddha lewat jalan demokrasi cinta-kasih. Konflik antar negara diselesaikan tanpa setetes darah pun. Anda bisa membacanya di referensi buku2 sejarah! Mana ada orang lain yg bisa sedemikian hebatnya seperti Sang Buddha. Ini berarti Sang Buddha mengakui hak manusia (bahkan semua makhluk). Makanya juga Sang Buddha tidak pernah memaksa orang lain untuk memeluk pandangan-Nya. Coba tanya pada diri Anda, siapa yg datang ke hati orang lain lalu mengetuk pintu hati mereka untuk 'diberikan' pandangan yg berisi Kabar Baik? Siapa yg sekiranya kurang mengakui hak untuk menjalani hidup orang?

Apakah Anda menghargai hak diri Anda sebagai orang yg pantas untuk tercerahkan dari postingan kali ini?
« Last Edit: 23 November 2008, 09:18:08 AM by upasaka »

Offline N1AR

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 930
  • Reputasi: 22
  • Yui
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #157 on: 23 November 2008, 10:46:17 PM »
Looking for the maker of this house, I ran to no avail through a string of many births, and wearisome is birth again and again. But now, maker of the house, you have been seen. you shall not raise this house again. All the rafters are broken; the ridgepole is shattered. The mind, approaching eternity, has attained the extinction of all desires.

nb: pakai nada puitis, kesannya akan lebih bermakna. (Banyak orang yg ingin mengatakan ini loh)

utk N1AR (ato RAIN)  :))

ini terjemahannya :

Bahasa Pali :
“Anekajati samsaram
 Sandhavissam anibbissam
 Gahakarakam gavesanto
 Dukkha jati punappunam
 Gahakaraka! dittho’si
 Punageham na kahasi
 Sabba to phasuka bhagga
 Gahakutam vismakhitam
 Vismakharagatam cittam
 Tanhanam khayamajjhaga.”

Bahasa Indonesia :
“Dengan letih Aku mencari Pembuat Rumah ini
 Berlari-berputar dalam lingkaran tumimbal lahir
 Menyakitkan, tumimbal lahir yang tiada akhir
 Pembuat Rumah! Sekarang telah Ku-ketahui
 Engkau tak akan dapat membuat rumah lagi
 Semua atapmu telah Ku-robohkan
 Semua fondasimu telah Ku-bongkar
 Batinku sekarang mencapai keadaan terbebas
 Dan berakhirlah semua nafsu keinginan.”



bahasa pali  ^:)^ ^:)^

upasaka ; grp nyusul..

^idolaku  ;D

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #158 on: 23 November 2008, 10:56:46 PM »
 _/\_ same 2 same

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #159 on: 23 November 2008, 11:11:29 PM »

sdr dilbert, sebenarnya penderitaan seperti apa yang ingin dihilangkan oleh Siddharta pada waktu itu ?
sebagian besar orang India yang menderita pada waktu itu adalah orang-orang miskin yang dilihat dari kacamata seorang keturunan raja. Kemiskinan mereka disebabkan sistem monarkhi absolut dan adanya diskriminasi berdasarkan kasta.
Yang saya herankan mengapa Keinginan (termasuk keinginan baik) yang harus dihilangkan untuk menghilangkan derita ?
Seandainya ajaran ini berhasil diterapkan ke semua manusia, apa yang akan terjadi ?
Dunia pasti kosong tidak berpenduduk karena keinginan sex sudah tidak ada lagi, tidak adalagi keinginan untuk berusaha, belajar, berprestasi dll. (bahkan keinginan menjadi arahat pun seharusnya dilarang )
Belum lagi akibat dari menghilang AKU, identitas diri sudah tidak ada lagi, manusia tidak punya harga diri sebagai manusia.
Padahal kita lihat bahwa penderitaan yang dialami oleh orang India tsb juga dialami oleh bangsa lain dan mereka bisa menghilangkan sebagian besar penderitaan tsb dengan kemajuan berpikir dan ilmu serta pemerintahan yang membuat rakyat bisa hidup lebih baik dan sehat tanpa menghilangkan harga diri sebagai manusia. Malahan sekarang hak-hak pribadi/aku dilindungi oleh undang-undang di hampir semua negara (kecuali komunis).

Bagaimana ?

Wah, harus mulai dari situasi dimana BUDDHA masih anak-anak, sewaktu umur kira kira 10 tahun, Pangeran Siddharta diajak Ayahanda Raja untuk menghadiri pesta panen. Pada saat tersebut, Siddharta kecil melihat rangkaian rantai makanan, dimana cacing dimakan oleh anak ayam, kemudian anak ayam diterkam oleh elang. Serangkaian peristiwa ini membekas di dalam hati Siddharta kecil, yang bertanya tanya di dalam hati, mengapa kehidupan semua makhluk begitu menderita.

Kemudian ditambah lagi peristiwa 4 penampakan agung, dimana Siddharta Remaja bertemu dengan 4 kejadian penting yaitu bertemu orang sakit, orang tua, orang mati dan pertapa yang menyebabkan tekad Siddharta untuk mencari tahu JALAN MENUJU PEMBEBASAN.

Pembebasan apa ?? Tentunya pembebasan dari sakit, tua, dan mati... Inilah dukkha/penderitaan awal yang dirasakan oleh Siddharta.

Sedangkan menurut Ajaran Buddha (setelah Siddharta mencapai penerangan sempurna dan memperoleh Pengetahuan sempurna), Berbagai bentuk penderitaan yang ada di dunia ini dapat dirangkum ke dalam tiga bagian utama atau kategori, yaitu:
1. Penderitaan Biasa (Dukkha-Dukkha), misalnya sakit flu, sakit perut, sakit gigi, dan sebagainya.
2. Penderitaan karena Perubahan (Viparinama-Dukkha), misalnya berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, tidak tercapai apa yang diinginkan, sedih, ratap tangis, putus asa, dan sebagainya.
3. Penderitaan karena memiliki Badan Jasmani (Sankhara-Dukkha), yaitu penderitaan karena kita lahir sebagai manusia, sehingga bisa mengalami sakit flu, sakit gigi, sedih, kecewa, dan sebagainya.

 
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline pujianto

  • Teman
  • **
  • Posts: 76
  • Reputasi: 6
  • Buka pintu hati, emang ada pintunya?
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #160 on: 24 November 2008, 09:31:09 AM »
sdr dilbert, sebenarnya penderitaan seperti apa yang ingin dihilangkan oleh Siddharta pada waktu itu ?
sebagian besar orang India yang menderita pada waktu itu adalah orang-orang miskin yang dilihat dari kacamata seorang keturunan raja. Kemiskinan mereka disebabkan sistem monarkhi absolut dan adanya diskriminasi berdasarkan kasta.
Yang saya herankan mengapa Keinginan (termasuk keinginan baik) yang harus dihilangkan untuk menghilangkan derita ?
Seandainya ajaran ini berhasil diterapkan ke semua manusia, apa yang akan terjadi ?
Dunia pasti kosong tidak berpenduduk karena keinginan sex sudah tidak ada lagi, tidak adalagi keinginan untuk berusaha, belajar, berprestasi dll. (bahkan keinginan menjadi arahat pun seharusnya dilarang )
Belum lagi akibat dari menghilang AKU, identitas diri sudah tidak ada lagi, manusia tidak punya harga diri sebagai manusia.
Padahal kita lihat bahwa penderitaan yang dialami oleh orang India tsb juga dialami oleh bangsa lain dan mereka bisa menghilangkan sebagian besar penderitaan tsb dengan kemajuan berpikir dan ilmu serta pemerintahan yang membuat rakyat bisa hidup lebih baik dan sehat tanpa menghilangkan harga diri sebagai manusia. Malahan sekarang hak-hak pribadi/aku dilindungi oleh undang-undang di hampir semua negara (kecuali komunis).

Bagaimana ?




bro Petrus daripada kamu pusing-pusing memikirkan urusan agama Buddha dengan teropong agama dan kepercayaan kamu yang akan mengakibatkan kamu bertambah pusing, buat apa ambil pusing dengan segala ajaran agama lain yang kamu sendiri gak pernah akan kamu percaya ataupun yakin, lebih baik urus diri sendiri aja sesuai ajaran agama yang kamu percaya sehingga kamu menjadi orang yang dikagumi banyak orang seperti madame Theresia. Apakah kamu sudah mengamalkan ajaran agamamu seperti madame Theresia?, apabila belum lebih baik belajar lagi deh.



Semoga semua makhluk berbahagia

Offline pujianto

  • Teman
  • **
  • Posts: 76
  • Reputasi: 6
  • Buka pintu hati, emang ada pintunya?
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #161 on: 24 November 2008, 09:40:58 AM »
anda lihat sendiri bagaimana penghormatan kepada hewan yang dilakukan melebihi penghormatan kepada manusia di India (hindu). Didalam ajaran Buddha (reform Hindu), walaupun hewan tidak disembah seperti itu, hewan tetap saja ditempatkan seharga dengan manusia, cacing perlu diselamatkan ketika pembangunan sebuah vihara di myanmar.
Apakah harga diri anda mau disamakan dengan seekor sapi ?




bro Petrus sejak kapan agama Buddha merupakan reform dari agama Hindu?

Kamu ini sudah tersesat dan sangat menyesatkan orang lain.
Buddha adalah manusia yang memiliki wawasan dan pengetahuan luas, beliau tidak pernah menyamakan manusia sebagai binatang (domba), jadi tolong pahami saja agama sendiri deh.

Apakah menyayangi sesama makhluk hidup itu lalu berarti status manusia menjadi sama dengan binatang?
Setiap kamu menayangkan pendapatmu maka makin terlihat kebodohan kamu dalam agama?
Belajarlah lagi melalui sumber yang benar, jangan biarkan dirimu tersesat lebih jauh.

Semoga Tuhan mengampuni manusia yang sedang dalam kegelapan ini



Semoga semua makhluk berbahagia

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #162 on: 24 November 2008, 09:49:27 AM »
Quote from: Petrus
Malahan sekarang hak-hak pribadi/aku dilindungi oleh undang-undang di hampir semua negara (kecuali komunis).

wah.. neh gak setuju neh. kata siapa hak2 pribadi dilindungi disetiap negara kecuali komunis.

asal tau aja ya, justru negara2 kapitalis seperti USA,negara2 eropa, dan termasuk Indonesia tuh gak melindungi hak2 pribadi.

justru cuma negara Komunis lah yang dapat melindungi hak2 pribadi


Bukti nya =, coba deh u pikir sendiri bagaimana u bisa hidup lebih nyaman sekarang, sedangkan u liat banyak orang yang hidupnya lebih berkekurangan.

trus u punya pembantu gak petrus? apa lu melindungi hak2 pribadi pembantu  u??? haa????

dengan hanya menjadikan seseorang pembantu u aja, itu sudah merupakan Pemanfaatan manusia, dimana masih ada manusia diatas manusia. ini yang u namakan perlindungan hak2 pribadi????????

Hidup di negara kapitalis itu segitiga men. dimana satu orang akan lebih baik hidupnya dengan cara menekan kesejahteranan minimal 3 orang. jadi 1 orang kaya berarti bakal ada 3 orang miskin men. itu yang  u namakan adil????

kalaupun ada negara maju yang hidupnya nyaman, itu juga karena dia memiskinkan negara lain. sama kayak sistem MLM.

bagaimana komunis itu dianggap tidak melindungi hak2 manusia, itu karena sistem komunis itu masih baru dan perlu banyak belajar, jadi belon sempurna.

Komunisme yang sempurna, justru itulah yang diidam2kan oleh banyak orang.

dan Orang2 yang seperti anda yang bisanya hanya ingin memanfaatkan orang lain tuk kesenangan sendiri. itulah contoh orang bejat yang pantas masuk neraka, tidak ada surga bagi Kapitalis.
i'm just a mammal with troubled soul



Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #163 on: 24 November 2008, 09:54:33 AM »
Orang awam seperti saya, dalam kehidupan ini lebih menyukai hal2 yg ga memusingkan spt mengumpulkan bunga2 kesenangan indera atau mempertebal harga diri sehingga org lain hormat...
yg penting gw HEPI deh (konsep Outside In, bagaimana objek bisa memuaskan diri saya)
atau konsep tertentu dimana ada mahluk superior yg menuntut agar dia tidak diduakan, yg menuntut agar org hanya tunduk kepadanya

Orang bijaksana seperti pangeran Siddhatta, memikirkan bagaimana agar orang bisa keluar dari lingkaran kehidupan yg isinya serba tidak memuaskan
bukan melihat dari konsep Outside In, tapi Inside Out (Bagaimana diri ini bisa membuat orang lain menjadi bahagia)

Nah mari kita lihat bersama, konsep manakah yg lebih bijaksana.

Semoga bermanfaat

Offline Andi Sangkala

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 102
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
  • Eling eling mangka eling rumingkang di bumi alam
Re: Theravada atau Mahayana ?
« Reply #164 on: 24 November 2008, 10:20:31 AM »
anda lihat sendiri bagaimana penghormatan kepada hewan yang dilakukan melebihi penghormatan kepada manusia di India (hindu). Didalam ajaran Buddha (reform Hindu), walaupun hewan tidak disembah seperti itu, hewan tetap saja ditempatkan seharga dengan manusia, cacing perlu diselamatkan ketika pembangunan sebuah vihara di myanmar.
Apakah harga diri anda mau disamakan dengan seekor sapi ?




makin lama domba yang satu ini makin tersesat.
apakah kamu punya harga diri?

bahagia deh dalam agama Buddha manusia tidak pernah direndahkan sebagai sapi apalagi domba


I love

Karena Tidak Sayang Maka Tidak Kenal

Andi