KETERANGAN BEBERAPA ISTILAH PENTING
Ariya Sacca
Kebenaran Suci, terdapat 4 jenis :
1. Dukkha sacca = Kebenaran suci tentang 'penderitaan'
2. Samudaya sacca = Kebenaran suci tentang penyebab 'penderitaan'
3. Nirodha sacca = kebenaran suci tentang padamnya 'penderitaan'
4. Magga sacca = Kebenaran suci tentang jalan untuk terbebas dari 'penderitaan'.
Bhavana
1. Samatha - bhavana
Pengembangan ketenangan batin. Secara sementara kekotoran batin tertentu mengendap (lihat nivarana). Objek samatha-bhavana ini merupakan pannatti (konsepsi batin).
2. Vipassana – bhavana
Pengembangan kebijaksanaan melalui pengamatan dan perhatian murni terhadap fenomena batin dan jasmani yang dicengkeram oleh sifat universal (lihat Tilakkhana). Hasil akhirnya, kekotoran batin terbasmi hingga ke akarnya. Objek vipassana-bhavana ini merupakan paramattha (hakekatnya sesungguhnya segala sesuatu yang dialami).
Dukkha
1. Di dalam sifat alamiah universal (Tilakkhana), mengandung pengertian = tidak memuaskan. Dukkha jenis ini meliputi makhluk hidup suci atau tidak suci dan juga bukan makhluk hidup.
2. Di dalam kebenaran suci tentang dukkha (Dukkha sacca), mengandung pengertian = penderitaan biasa (dukkha-dukkha), penderitaan yang inheren karena perubahan (viparinama dukkha), penderitaan yang inheren bagi mahluk yang merupakan perpaduan (sankhara dukkha). Dukkha jenis ini hanya berkenaan dengan makhluk hidup yang belum suci.
Ekaggata
1. Sebagai faktor batin bersifat netral (bukan baik juga bukan tidak baik), mengandung pengertian faktor batin yang berfungsi memusatkan batin terhadap objek yang diamati.
2. Di dalam faktor jhana, mengandung pengertian sebagai faktor batin yang berfungsi menekan kamachanda-nivarana (hasrat nafsu indera).
Jhana
Kondisi batin yang melekat kuat terhadap objek (arammana) yang dialami. Objek yang dialami oleh batin selama di dalam kondisi jhana merupakan objek yang bukan sesungguhnya atau bersifat konsepsi batin (pannatti).
Khanda
Mengandung pengertian sebagai kelompok perpaduan; umum pula dijumpai dalam istilah upadanakkhandha yang berarti kelompok perpaduan yang berpotensi menimbulkan kemelekatan. Khandha terdiri dari 5 lima kelompok yaitu :
1. Vedanakkhandha = kelompok perpaduan perasaan, yaitu perasaan yang menyenangkan, perasaan tidak menyenangkan dan perasaan netral (bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan).
2. Sannakkhandha = kelompok perpaduan pencerapan. Fungsinya menandai objek, mencerap objek yang dialami, mengkondisikan pengenalan terhadap objek.
Apabila makhluk Anagami melaksanakan latihan Vipassana dengan sebuah pandangan untuk merealisasi “Anagami Phala-sampatti”, maka ia akan merealisasi tingkatan tersebut. Apabila ia melaksanakan latihan bagi tingkatan yang lebih luhur, maka Vipasanna-nana akan dikembangkan di dalam urutan yang sama seperti sebelumnya dan di dalam kematangan yang penuh ia akan merealisasi Nibbana dengan pandangan terang “Arahatta Magga dan Phala” (jalan kesucian Arahat dan buahnya) dan menjadi makhluk suci Arahat. Makhluk Arahat telah terbebas dari lima belenggu (samyojana) yang masih tersisa, yaitu :
1. Rupa-raga (hasrat untuk keberadaan bermateri halus)
2. Arupa-raga (hasrat untuk keberadaan tanpa materi)
3. Mana (kesombongan)
4. Uddhacca (kegelisahan batin)
5. Avijja (kegelapan atau kebodohan batin) secara bersama dengan semua “kilesa” (kekotoran batin)
Pada akhir masa kehidupannya saat ini ia akan Parinibbana, dan tidak akan tumimbal lahir lagi, ia secara mutlak terbebas dari duka ketuaan, kesakitan, kematian, dan seterusnya.
Dengan tetap berpandangan terhadap kebebasan ini bahwa pertanyaan pada permulaan artikel ini :
“Apakah tujuan utama melaksanakan latihan meditasi” telah diberikan jawabannya sebagai berikut :
“Latihan meditasi dilaksanakan untuk tujuan utama merealisasi Nibbana dan terbebas dari duka cita kehidupan di dalam bentuk ketuaan, kesakitan, kematian, dan seterusnya”.
Oleh karena itu mereka semua yang dengan tekun berharap untuk merealisasi Nibbana dan merealisasi kebebasan mutlak atau kemunculannya. Objek-objek perenungan nampak padam. Bentuk dan ukuran tangan, kaki, kepala, jasmani dan seterusnya tidak dicerap lagi. Hanya kepadaman jasmani dan batin yang dicerap pada setiap saat perenungan. Bahkan, perenungan batin dicerap padam bersama objek perenungannya setiap saat. Pengertian bijaksana atas proses kepadaman ini di dalam pasangan batin dan objeknya adalah “Bhanga-nana” (pengetahuan bijaksana akan proses padamnya fenomena).
Dengan terus-menerus mencerap proses yang selalu padam di dalam tiap pasang batin dan objeknya maka akan tiba kemunculan perealisasian bahwa setiap fenomena dapat menimbulkan ketakutan. Ini adalah “Bhaya-nana” (Pengetahuan bijaksana atas kondisi-kondisi yang menakutkan).
Kemudian akan disusul dengan munculnya pengertian bijaksana merealisasi ketidaksempurnaan fenomena batin dan materi. Ini adalah “Adinava-nana” (Pengetahuan bijaksana atas kondisi-kondisi yang tidak memuaskan).
Kemudian akan disusul dengan pengertian bijaksana merealisasi sifat alamiah fenomena yang tidak menarik dan membosankan. Ini adalah “Nibbida-nana” (Pengetahuan bijaksana atas kondisi-kondisi yang membosankan).
Apabila direalisasi bahwa sungguh baik apabila tidak terdapat fenomena fisik maupun batin yang secara konstan datang/muncul dan padam di dalam cara demikian, muncullah pengertian bijaksana, mencari kebebasan dari ketidakpuasan terhadap fenomena-fenomena ini. Ini adalah “Muccitu-kamyata-nana” (Pengetahuan bijaksana dari niat untuk terbebas).
Dengan lebih lanjut merenungkan disertai keinginan kuat untuk terbebas, muncullah sebuah persepsi kuat atas sifat alamiah
Sotapanna terbebas dari tiga belenggu (samyojana) sebagai berikut :
1. Pandangan keliru bahwa fenomena kelompok perpaduan fisik dan batin adalah ego, atau diri. (Sakkaya-ditthi – kepercayaan bahwa fenomena fisik dan batin adalah diri).
2. Keraguan atas Buddha, Dhamma dan Sangha serta disiplin (Vicikiccha).
3. Kepercayaan bahwa metode di luar pengembangan jalan mulia berunsur delapan (Ariya Magga) dan di luar pengembangan pandangan terang di dalam empat kebenaran mulia (Ariya Sacca) dapat membawa kebahagiaan sejati (Silabbata-paramasa – kepercayaan hanya terhadap ritual dan upacara membawa ke kesucian).
Lebih lanjut, bahwa observasinya terhadap pelaksanaan lima kaidah kemoralan menjadi murni dan mutlak. Bagi alasan inilah, Sotapanna tidak mungkin tumimbal lahir ke alam yang tidak menyenangkan, yang rendah (Apaya loka). Ia akan menjalani kehidupan bahagia di dunia manusia dan para dewa selama tujuh kali tumimbal lahir maksimum, dan selama periode ini ia akan merealisasi tingkat kesucian Arahat.
Apabila Sotapanna melaksanakan latihan Vipassana dengan sebuah niat untuk merealisasi “Phala-samapatti” (perealisasian buah), ia kemudian akan mencapai keadaan itu dan menetap dengan objek Nibbana untuk jangka waktu 5 atau 6 menit, atau setengah jam, atau satu jam. Apabila ia cukup baik terlatih di dalam latihan perealisasian “Phala-samapatti” maka ia akan merealisasinya dengan sangat cepat dan menetap di dalam objeknya itu selama sehari penuh atau bahkan semalaman atau lebih lama lagi.
Apabila ia melaksanakan perenungan terhadap “Upadanakkhanda” di dalam cara yang sama seperti yang telah disebutkan di atas dengan sebuah pandangan untuk merealisasi tingkat “Magga dan Phala” yang lebih tinggi, maka vipassana-nana akan dikembangkan dari tahapan Udayabbaya-nana dalam urutan yang sama seperti sebelumnya dan dalam kematangan penuh ia akan merealisasi Nibbana dengan pandangan terang dari “Sakadagami-Magga dan Phala” (Jalan makhluk suci yang paling banyak akan kembali lagi satu kali ke alam nafsu dan buahnya) dan menjadi makhluk Sakadagami (yang kembali satu kali lagi). Ia kemudian terbebas dari nafsu indera (kama-raga) yang kasar dan keinginan buruk (patigha) yang kasar. Ia akan menuju kehidupan bahagia di dalam alam manusia dan dewa maksimum selama dua kali tumimbal lahir dan akan merealisasi tingkat kesucian Arahat selama periode tersebut.
Apabila makhluk Sakadagami melaksanakan latihan Vipassana dengan sebuah pandangan untuk merealisasi Sakadagami Phala-Samapatti maka ia akan merealisasi tingkat tersebut.
Apabila ia melaksanakan latihan dengan sebuah pandangan merealisasi tingkat “Magga dan Phala” yang lebih luhur, Vipassana-nana akan dikembangkan di dalam urutan yang sama seperti sebelumnya dan di dalam kematangan penuh ia akan merealisasi Nibbana dengan pandangan terang dari “Anagami Magga dan Phala” (Jalan makhluk yang tidak akan kembali lagi ke alam yang diliputi nafsu dan buahnya) dan menjadi makhluk Anagami (Makhluk yang tidak pernah kembali lagi, ke alam nafsu indera). Ia kemudian secara total terbebas dari dua belenggu/samyojana lebih banyak, yaitu “kama-raga” (nafsu indera) dan “Patigha” (keinginan buruk). Ia tidak akan tumimbal lahir lagi di “Kama-loka” (alam yang diliputi nafsu indera) namun akan tumimbal lahir di “Rupa-loka” (alam dengan materi halus) atau “Arupa-loka”/alam tanpa materi (bila ia saat itu makhluk Arupa Brahma) dan ia nantinya akan menjadi Arahat.
3. Sankharakkhandha = kelompok perpaduan faktor-faktor/penyerta batin yang baik, yang tidak baik dan yang netral (bukan baik juga bukan tidak baik).
4. Vinnanakkkandha = kelompok perpaduan kesadaran, fungsinya menyadari objek yang dialami.
5. Rupakkhandha = kelompok perpaduan materi/fisik/jasmani, yang secara umum terdiri dari unsur materi padatan, unsur materi cairan, unsur materi panas, unsur materi gerak.
Lokiya dhamma
Dhamma yang bersifat duniawi. Dalam hal ini meliputi batin para makhluk rendah, makhluk manusia, makhluk dewa maupun brahma/makhluk awam (puthujjhana puggala) yang belum hancur belenggu/kekotoran batinnya.
Lokuttara Dhamma
Dhamma yang mengatasi duniawi. Dalam hal ini meliputi batin para makhluk suci (Ariya puggala) pada saat hancurnya tiga atau lebih belenggu/ kekotoran batinnya (magga, phala) dan Nibbana.
Nivarana
Rintangan batin, terdiri dari 5, yaitu :
1. Kamachanda = hasrat di dalam nafsu indera.
2. Byapada = niat jahat.
3. Thina-middha = sikap malas dan lamban
4. Uddhacca-kukkucca = sikap batin gelisah/tak dapat memegang objek dengan baik dan khawatir atas perbuatan baik yang belum dilakukan atau perbuatan jahat yang telah dilakukan.
5. Vicikiccha = sikap batin ragu secara skeptis.
Paticca-samuppada
Sebab-musabab yang saling tergantung, formulasi umumnya terdiri dari empat pernyataan, yaitu :
1. Adanya ini mengkondisikan adanya itu.
2. Timbulnya ini mengkondisikan timbulnya itu.
3. Tidak adanya ini mengkondisikan tidak adanya itu.
4. Padamnya ini mengkondisikan padamnya itu.
Piti
1. Sebagai faktor/penyerta batin berarti kegiuran batin terhadap objek yang dialami; dan bersifat netral (bukan baik juga bukan tidak baik).
2. Sebagai faktor jhana merupakan faktor batin yang fungsinya menekan byapada-nivarana (niat jahat).
Samyojana
Adalah belenggu batin, ada 10 jenis, yaitu :
1. Sakkaya-ditthi = kepercayaan atau pandangan keliru terhadap lima kelompok perpaduan (khandha 5) sebagai inti/aku/diri.
2. Vicikiccha = keraguan skeptis.
3. Silabbata-paramasa = kepercayaan bahwa hanya dengan ritual keagamaan dapat merealisasi kesucian.
4. Kamaraga = nafsu indera
5. Patigha = niat jahat/dendam.
6. Ruparaga = hasrat untuk memiliki fisik/nafsu untuk tumimbal lahir di alam bermateri halus.
7. Aruparaga = nafsu untuk tidak memiliki fisik/nafsu untuk tumimbal lahir di alam tanpa materi.
8. Mana = kesombongan
9. Uddhacca = kegelisahan batin.
10. Avijja = kegelapan batin, tak dapat membedakan kebaikan dari keburukan, tak mengetahui kebenaran suci, tak mengetahui hakekat sesungguhnya segala sesuatu.
Sankhara
1. Di dalam sifat alamiah yang berlaku universal (Tilakkhana), mengandung pengertian = perpaduan.
2. Di dalam lima kelompok perpaduan/yang berpadu (Khandha 5), mengandung pengertian = faktor/penyerta batin (cetasika) yang baik, netral dan buruk, di luar pencerapan (sanna) dan perasaan (vedana).
3. Di dalam fenomena sebab-musabab yang saling tergantung (Paticca-samupada), baik sebagai sebab (paccaya) maupun sebagai akibat (pacayuppana) mengandung pengertian = kehendak (cetana) lampau dan melandasi perbuatan-perbuatan lampau, yang baik dan yang tidak baik.
Sukha
1. Di dalam khandha 5, dikategorikan sebagi faktor batin perasaan (sukkha vedana) yang berfungsi merasakan objek yang menyenangkan yang dialmi.
2. Di dalam faktor jhana, merupakan faktor batin perasaan yang berfungsi menekan uddhacca-kukkucca-nivarana (kegelisahan – kekhawatiran)
Tilakkhana
Tiga sifat alamiah yang berlaku universal, yaitu :
1. Sabbe sankhara anicca = semua fenomena perpaduan bersifat tidak kekal.
2. Sabbe sankhara dukkha = semua fenomena perpaduan bersifat tidak memuaskan.
3. Sabbe dhamma anatta = semua dhamma dalam hakekat sesungguhnya adalah tanpa kepemilikan, tanpa inti, tanpa diri.
Upekkha
1. Di dalam hal perasaan (upekkha vedana), mengandung pengertian perasaan netral, bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan.
2. Di dalam hal sikap batin luhur tanpa batas (brahma-vihara), mengandung pengertian sikap batin seimbang terhadap semua fenomena yang dicengkeram Tilakkhana.
Vicara
1. Sebagai faktor/penyerta batin artinya perenungan penopang, fungsinya membuat batin menambat terhadap objek yang dialami.
2. Sebagai faktor jhana (jhananga) merupakan faktor penyerta batin yang fungsinya menekan Vicikiccha-nivarana (keraguan skeptis).
Vitakka
1. Sebagai faktor/penyerta batin artinya perenungan permulaaan, fungsinya membuat batin mengarah kepada objek yang dialami.
2. Sebagai faktor jhana (jhananga) merupakan faktor/penyerta batin yang fungsinya menekan Thina-middha-nivarana (sikap batin malas dan lamban).
sumber :
http://soul-blade.blogspot.com/2008/07/purpose-of-practising-kamatthana.html