Ehipassika cattari ariya sacca
(undangan untuk datang, melihat dan membuktikan sendiri kebenaran dari Empat Kebenaran Mulia)
-------------
Suatu hari seorang sahabat bertanya kepada saya,
Sahabat (S): "Anda tahu perkataan Marx bahwa 'agama adalah candu bagi masyarakat' berlaku untuk semua agama dan kepercayaan.
Ilalang (I): "Oh, really?"
S: "Ya seperti candu--agama menjadi pelarian dari bagi manusia dalam menghadapi masalah eksistensinya. Agama mendorong orang untuk mencari penjelasan ke dalam 'kekuasaan Tuhan' dan membuat manusia terlena dalam kemalasan".
I: "Wow, ngomong-ngomong apakah Anda pernah mendalami agama2 itu?"
S: "My friend, saya tidak perlu mencoba narkoba dulu untuk bisa menasehati orang agar tidak terperangkap narkoba".
I: "OK... Bagaimana dengan agama Buddha? Anda tahu, tidak ada Tuhan dalam agama Buddha sebagaimana anda pahami dalam agama Monoteistik"
S: "Well, baiklah apa sih inti ajaran agama Budha?"
Lalu saya jelaskan tentang 'hukum karma' dan ajaran 'tumimbal lahir'.
S: "Itu sama saja dengan penganut agama-agama monoteistik yang mencari penjelasan ke dalam 'kekuasaan Tuhan'. Penjelasan di luar institusi manusiawi seperti itu hanya membuat terlena, malas, dan menghalangi Anda untuk menghadapi kehidupan secara langsung".
Lalu saya jelaskan Empat Kebenaran Mulia
S: "Untuk poin 1 dan 2, no question, itu FAKTA.
Untuk poin 3, jika anda menyatakan tentang "Nibbana", "padam", atau apapun istilahnya sebagai keadaan yang bahagia sekali, kembali lagi Anda menjelaskan keadaan diluar manusia, yang bisa mengalihkan perhatian dari masalah eksistensial. Menghalangi Anda untuk melihat FAKTA yg anda sebut 'dukkha' itu secara aktual.
"Tentang poin 4, sebelumnya saya ingin bertanya. Apakah praktik Jalan Mulia beruas Delapan dipahami sebagai (1) pengembangan yang simultan, ke delapan item itu dipraktikan secara PARAREL atau (2) sebagai pengembangan SERIAL dari tahapan2, dimana kultivasi dari suatu tahap akan membawa praktisi maju ke awal tahap berikutnya?
"Karena jika Anda melihat jalan itu sebagai metode bertahap untuk mencapai apa yang pada poin 3 Anda sebut sebagai 'keadaan yang bahagia sekali', itu sama saja dengan janji surga yang memisahkan Anda dari kondisi aktual. Umat Buddha akan dengan mudah terlena dengan tahapan-tahapan yang dirasakan sudah diperoleh, atau sebaliknya merasa terlalu jauh bahkan untuk mulai mempraktikkan "jalan"... Meditasi bukanlah sesuatu yang terpisah dari kehidupan bukan?
Saya tidak tahu bagaimana Anda melihat poin 1 dan 2, tapi secara aktual membutuhkan keberanian luar biasa untuk menyelidiki sendiri, berhadapan dengan batin sendiri, setidaknya mengakui kepada diri sendiri bahwa dirinya penuh keserakahan, kebencian, irihati, harapan, kekecewaan, posesif, dsb ini. Pada dewasa ini, tidak banyak orang mempunyai keberanian untuk seperti itu. Mereka lebih senang mengandalkan sesuatu di luar dirinya untuk menjawab semua permasalahan eksistensinya, guru, kitab suci, Tuhan".
I: "Saya rasa Anda berbicara tentang Ehipassiko..."