Cara lain menjelaskan urutan Kesempurnaan
1. Dàna diajarkan dalam urutan pertama,
(a) karena kedermawanan pasti ada dalam diri banyak orang dan dengan demikian adalah milik semua makhluk;
(b) karena tidak begitu berbuah seperti Sila, dan seterusnya dan:
(c) karena sangat mudah dipraktikkan.
2. Sila disebutkan segera setelah kedermawanan,
(a) karena Sila menyucikan kedua pihak, si pemberi dan si penerima;
(b) setelah memberikan ajaran sebagai balasan dari kebajikan makhluk lain (seperti dàna), Buddha ingin mengajarkan agar menghindari menyakiti makhluk lain seperti membunuh;
(c) karena dàna melibatkan tindakan melakukan sedangkan Sila melibatkan tindakan tidak melakukan, dan Buddha ingin mengajarkan tidak melakukan setelah melakukan tindakan postif (seperti dàna makanan);
(d) karena dàna mengarah pada memiliki kekayaan dan Sila mengarah pada kelahiran di alam manusia atau dewa; dan
(e) karena Buddha ingin mengajarkan pencapaian kelahiran di alam manusia atau dewa setelah mengajarkan pencapaian kekayaan.
3. Melepaskan Keduniawian disebut setelah Sila,
(a) karena melalui Melepaskan Keduniawian, Sila yang sempurna dapat dijalankan;
(b) karena Buddha ingin mengajarkan tindakan batin yang baik (melalui pertapaan) segera setelah mengajarkan tindakan jasmani dan ucapan yang baik (melalui Sila);
(c) karena pencapaian Jhàna dapat dengan mudah diperoleh bagi seseorang yang menjalani Sila dengan sempurna;
(d) cacat yang muncul karena perbuatan yang tidak baik (kammaparadha) dapat dihilangkan melalui pelaksanaan Sila; dengan melakukan demikian, kesucian tindakan yang dilakukan melalui jasmani dan ucapan (payoga-suddhi) dapat dicapai. Kotoran batin (kilesa-paradha) dapat dihilangkan melalui pertapaan; dengan demikian unsur-unsur turunan dari pandangan salah mengenai keabadian (sassatadiññhi) dan pemusnahan (uccheda-diññhi) dapat dihilangkan dan kesucian watak (asaya-suddhi) sehubungan dengan pengetahuan Pandangan Cerah (Vipassanà Nana) dan Pengetahuan bahwa kehendak adalah milik seseorang (Kammassakata Nana) dapat dicapai. Karena Buddha ingin mengajarkan penyucian pengetahuan dengan Melepaskan Keduniawian yang mengikuti penyucian daya-upaya (payoga-suddhi), dan
(e) karena Buddha ingin mengajarkan bahwa melenyapkan kotoran batin pada tahap pariyutthana melalui pertapaan hanya dapat terjadi setelah melenyapkan kotoran batin pada tahap vitikkama melalui moralitas
4. Kebijaksanaan disebutkan setelah Melepaskan Keduniawian,
(a) karena Melepaskan Keduniawian disucikan dan disempurnakan oleh Kebijaksanaan;
(b) karena Buddha ingin mengajarkan bahwa tidak ada Kebijaksanaan tanpa Jhàna (pertapaan);
(c) karena Buddha ingin mengajarkan bahwa Kebijaksanaan adalah penyebab utama bagi Ketenangseimbangan, segera setelah mengajarkan bahwa Melepaskan Keduniawian adalah penyebab utama bagi konsentrasi pikiran; dan
(d) karena Buddha ingin mengajarkan bahwa hanya dengan terus-menerus memikirkan (pertapaan) kesejahteraan makhluk-makhluk lain dapat memunculkan pengetahuan akan keterampilan (Upàya-kosalla ¥àõa) demi kesejahteraan makhluk-makhluk lain.
5. Usaha disebutkan setelah Kebijaksanaan,
(a) Karena kebijaksanaan dipenuhi oleh adanya usaha;
(b) karena Buddha ingin mengajarkan betapa menakjubkannya usaha menyejahterakan makhluk-makhluk setelah mengajarkan Kebijaksanaan yang terdiri dari Pandangan Cerah mengenai ciri atau fakta mengenai tidak adanya diri atau aku;
(c) karena Buddha ingin mengajarkan penyebab dari daya upaya setelah penyebab dari keseimbangan, dan
(d) karena Buddha ingin mengajarkan bahwa manfaat yang besar hanya dapat diperoleh dari usaha yang bersemangat setelah melakukan pertimbangan yang matang.
6. Kesabaran disebutkan setelah Usaha,
(a) karena Kesabaran dipenuhi oleh Usaha (karena hanya seorang yang berusaha yang dapat bertahan dalam berbagai penderitaan yang dialaminya);
(b) Karena Buddha ingin mengajarkan usaha adalah hiasan bagi Kesabaran (karena kesabaran yang diperlihatkan oleh seorang yang malas karena ia tidak dapat memenangkannya adalah tidak berharga, sebaliknya kesabaran yang diperlihatkan oleh seorang yang berusaha terlepas ia dapat memenangkannya atau tidak adalah layak mendapat penghargaan);
(c) karena Buddha ingin mengajarkan penyebab dari Konsentrasi segera setelah ia mengajarkan penyebab dari Usaha (sebagai kegelisahan, uddhacca, karena Usaha yang berlebihan dapat ditinggalkan hanya dengan pemahaman akan Dhamma dengan cara merenungkannya, dhammanijjhànakkhanti);
(d) karena Buddha ingin mengajarkan bahwa hanya seorang yang memiliki Usaha dapat terus-menerus berusaha (seperti halnya hanya seseorang dengan kesabaran yang tinggi yang terbebas dari kegelisahan dan selalu dapat melakukan kebajikan;
(e) karena Buddha ingin mengajarkan bahwa kemelekatan terhadap imbalan tidak dapat muncul jika memiliki perhatian karena seseorang bekerja dengan rajin demi kesejahteraan makhluk lain (karena tidak akan ada kemelekatan jika seseorang merenungkan Dhamma dalam melakukan kebajikan); dan
(f) karena Buddha ingin mengajarkan Bodhisatta memiliki kesabaran terhadap penderitaan yang disebabkan oleh makhluk lain meskipun pada saat ia tidak mengusahakan kesejahteraan mereka (seperti terbukti dalam Cåëà Dhammapàla Jàtaka, dan yang lainnya).
7. Kejujuran disebut segera setelah Kesabaran
(a) karena Kesabaran akan dapat dijaga dan bertahan lama melalui Kejujuran karena Kesabaran seseorang hanya akan bertahan jika seseorang tersebut jujur,
(b) karena telah disebutkan tadi bahwa Kesabaran terhadap perbuatan salah yang dilakukan oleh makhluk lain, Buddha ingin mengajarkan selanjutnya bagaimana Bodhisatta menepati kata-katanya untuk membantu mereka yang bahkan berbuat jahat terhadapnya. (Sejak menerima ramalan, Bodhisatta berkeinginan untuk mencapai Kebuddhaan dan bertekad untuk menyelamatkan semua makhluk. Untuk menepati tekadnya itu, ia memberikan bantuan bahkan kepada mereka yang berbuat jahat kepadanya. Sebagai ilustrasi: dalam Mahàkapi Jàtaka, Jàtaka keenam dari Tiÿsa Nipàta, sebuah kisah mengenai Bodhisatta dalam kehidupannya sebagai seekor monyet yang menyelamatkan seorang brahmana yang terjatuh ke jurang yang dalam. Lelah karena berusaha keras menyelamatkan orang tersebut dari bahaya, Bodhisatta dengan penuh kepercayaan, jatuh tertidur dipangkuan orang yang diselamatkannya. Dengan pikiran jahat (memakan daging penolongnya), orang jahat tersebut memukul kepala monyet tersebut dengan menggunakan batu. Tanpa menunjukkan kemarahan dan dengan sabar menderita luka di kepalanya, Bodhisatta melanjutkan usahanya menolong orang tersebut dari bahaya binatang buas. Ia menunjukkan jalan keluar dari hutan dengan tetesan darah yang jatuh saat ia melompat dari satu pohon ke pohon lain;
(c) karena Buddha ingin menunjukkan bahwa seorang Bodhisatta dengan penuh toleransi tidak pernah lengah dalam berlatih mengatakan hanya yang sebenarnya dengan sungguh-sungguh meskipun ia difitnah oleh orang lain; dan
(d) karena setelah mengajarkan meditasi perenungan sehingga konsep tanpa-diri dapat dipahami, Bodhisatta ingin menunjukkan Kebijaksanaan Kejujuran yang dikembangkan melalui perenungan tersebut (dhammanijJhànakkhanti).
8. Tekad disebut segera setelah Kejujuran
(a) karena Kejujuran dicapai melalui Tekad karena tidak berkata salah dapat menjadi sempurna dalam diri seseorang yang memiliki Tekad untuk berkata benar tidak tergoyahkan bahkan dengan risiko hidupnya;
(b) karena setelah mengajarkan kejujuran, Buddha ingin mengajarkan tekad dan komitmen dari seorang Bodhisatta akan kejujuran dengan tanpa ragu-ragu; dan
(c) karena setelah mengajarkan bahwa hanya mereka yang memiliki Kebijaksanaan akan kebenaran terhadap berbagai hal (yang sangatlah jarang) yang dapat membangun Kesempurnaan dan membawa mereka kepada pemenuhan Kesempurnaan, Buddha ingin mengajarkan prasyarat-Pàramã tersebut dapat dipengaruhi sebagai hasil dari Kebijaksanaan akan Kebenaran.
9. Cinta kasih disebut setelah Tekad,
(a) karena pengembangan Cinta Kasih dapat membantu dalam pemenuhan Tekad untuk melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan makhluk lain;
(b) karena, setelah mengajarkan tekad, Buddha ingin mengajarkan apa yang membawa manfaat kepada makhluk lain sesuai dengan tekadnya (bagi seorang Bodhisatta dalam memenuhi kesempurnaannya, biasanya hidup dalam cinta kasih); dan
(c) karena jika seseorang dapat merasa puas dalam kepastian untuk bekerja demi kesejahteraan makhluk lain, seseorang dapat mencapai cita-citanya dengan cinta kasih.
10. Ketenangseimbangan disebut setelah Cinta Kasih,
(a) karena Ketenangseimbangan menyucikan Cinta Kasih; (jika seseorang mengembangkan Cinta Kasih tanpa Ketenangseimbangan, sesorang dapat tertipu oleh kemelekatan atau keserakahan yang bertopeng Cinta Kasih). Hanya jika seseorang melatih Ketenangseimbangan, seseorang dapat jauh dari tipuan kemelekatan atau keserakahan;
(b) karena setelah mengajarkan bagaimana ketertarikan terhadap makhluk lain dapat menjadi Cinta Kasih, Buddha ingin mengajarkan bahwa ketidak-berbedaan tersebut harus dipertahankan ke arah semua keburukan yang ditimbulkannya. (Bodhisatta bekerja demi kesejahteraan makhluk lain dengan Cinta Kasih; Ia menjaga batin-Nya yang seimbang; memaafkan mereka yang bersalah kepada-Nya);
(c) karena, setelah mengajarkan pengembangan Cinta Kasih, Buddha ingin mengajarkan manfaat-manfaatnya, hanya setelah melatih Cinta Kasih, maka Ketenangseimbangan dapat berhasil dikembangkan; dan
(d) Buddha ingin mengajarkan sifat-sifat baik (dari seorang Bodhisatta) yang dapat tetap sama bahkan kepada mereka yang baik kepadanya.
Demikianlah guru kita, Raja Dunia, mengajarkan Kesempurnaan ini dalam urutan yang baik dan benar, seperti yang telah dijelaskan di atas, ditata dengan prinsip urutan dan rangkaian, bukan secara acak dan sembrono.
Semoga bermanfaat
Dikutip dari Riwayat Agung Para Buddha, Buku 1, Hal 75-80