//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya  (Read 17779 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« on: 03 November 2011, 10:03:09 AM »
Bagian 1
Informasi bagi umat awam penyokong
 
Apakah anda tahu kalau Buddha tidak mengizinkan Bhikkhu dan Sämaêera untuk menerima uang?
Anda tentunya sudah menemukan bahwa mayoritas para bhikkhu menerima dan menggunakan uang. Inilah salah satu faktor yang akan menuju lenyapnya ajaran Buddha. Anda dapat mempertahankan ajaran Buddha agar tetap ada dengan cara membantu dan mempelajari bagaimana dan apa saja yang pantas untuk diberikan.
Dalam bagian ini kita akan menyebutkan poin-poin penting yang mana harus diingat seorang umat sehingga memungkinkan bagi seorang bhikkhu untuk mendapatkan keperluannya tanpa melanggar peraturan Vinaya.
1.   Jangan pernah memberikan uang pada para bhikkhu, tapi hanya memberikan keperluan-keperluan yang diperbolehkan seperti jubah, obat-obatan, buku-buku, atau tiket transportasi. Jika anda tidak mengetahui apa yang diperlukan bhikkhu anda dapat menanyakan langsung padanya atau mengundangnya sehingga jika dia memerlukan apapun dapat memintanya dari anda.
2.   Sejumlah däna (uang) untuk keperluan dapat dititipkan pada seorang kappiya[1] dan ia harus diberi instruksi untuk membeli dan menyerahkan barang-barang tersebut kepada bhikkhu, sekelompok bhikkhu, atau Saògha dalam Vihära itu. Jangan menanyakan kepada bhikkhu, 'Kepada siapa saya harus berikan ini (uang)?' Jika anda menanyakan dengan cara ini maka itu tidaklah diperbolehkan bagi seorang bhikkhu untuk menunjuk seorang kappiya. Cukup dengan mengatakan, 'Bhante, saya ingin berdäna (dalam hal ini uang). Siapa kappiya bhante?'
3.   Setelah memberi instruksi kepada kappiya lalu beritahukanlah bhikkhu yang dimaksud dengan mengatakan, 'Saya sudah menitipkan sejumlah däna uang sebesar x kepada kappiya bhante. Ketika bhante membutuhkan sesuatu mintalah kepadanya dan dia akan menyerahkan atau memberikan barang yang diperlukan bhante.
4.   Jika anda sudah tahu siapa kappiya bhikkhu tersebut, anda cukup menitipkannya pada kappiya lalu menginformasikan kepada bhikkhu seperti nomor tiga
Bacalah dengan cermat keempat hal di atas dan perlu dicatat apa yang harus dikatakan. Prosedur-prosedur di atas diperbolehkan oleh Sang Buddha di mana yang disebut sebagai 'Kelayakan Meêéaka'. Hal tersebut dapat ditemukan di dalam Bhesajjä Khandhaka dari Mahävagga dalam Vinaya Pièaka dan terjemahan untuk itu sebagai berikut:
Oh para bhikkhu, ada sebagian orang dengan keyakinan dan penghormatan yang mana jika mereka mempercayakan sejumlah uang di tangan kappiya dan memerintahkannya dengan mengatakan, ' Dengan uang ini berikan kebutuhan-kebutuhan yang layak buat bhikkhu ini'. Maka para bhikkhu saya ijinkan kalian untuk menerima apapun kebutuhan-kebutuhan yang layak yang didapatkan dari uang tersebut. Tetapi para bhikkhu, tidak dalam jalan apapun uang dapat diterima atau dicari.'
Juga peraturan yang disebut Räja Sikkhäpada, peraturan urutan ke-sepuluh dalam Kaèhinavagga atau Cïvaravagga di bagian Nissaggiya Päcittiya dari Pätimokkha memberikan informasi yang berhubungan. Terjemahannya sebagai berikut;
Sekiranya ada seorang Räja, pejabat kerajaan, brähmaêa, atau perumah tangga, mengirimkan däna jubah untuk seorang bhikkhu melalui seorang utusan, (berkata,) “Setelah membelanjakan sebuah jubah dengan däna jubah ini, berikanlah bhikkhu bernama ini dan itu dengan sebuah jubah”: Jika utusan itu, menghampiri seorang bhikkhu, berkata, 'Ini adalah däna jubah yang dikirimkan untuk kepentingan bhante. Tolong bhante terima däna jubah ini,” maka bhikkhu itu harus memberitahu utusan tersebut. “Kami tidak menerima däna jubah, sahabat. Kami menerima jubah (kain-jubah) yang sesuai menurut musimnya.”
 
Jika utusan itu berkata pada bhikkhu itu, “Apakah bhante memiliki seorang kappiya?” maka, para bhikkhu, jika bhikkhu itu menginginkan sebuah jubah, ia dapat menunjuk seorang kappiya — bisa seorang pelayan Vihära atau seorang umat awam — (berkata,) “Tuan, itu, adalah kappiya para bhikkhu.”
 
Apabila utusan tersebut, setelah memerintahkan kappiya itu dan pergi ke bhikkhu itu, berkata, “Saya telah memerintahkan kappiya yang bhante tunjukkan. Silahkan bhante pergi (kepadanya) dan ia akan memberikan bhante dengan jubah dalam musimnya,” maka bhikkhu, yang menginginkan sebuah jubah dan mendatangi kappiyanya, dapat mendesak dan mengingatkannya dua atau tiga kali, “Saya membutuhkan sebuah jubah.” Apabila (kappiya itu) memberikan jubah setelah didesak dan diingatkan dua atau tiga kali, itu baik.
 
Jika ia masih belum memberikan jubah itu, (bhikkhu itu) harus berdiri diam paling banyak empat kali, lima kali, enam kali untuk bertujuan pada itu. Jika (kappiya itu) memberikan jubah itu setelah (bhikkhu itu) berdiri diam untuk tujuan itu sebanyaknya empat, lima, atau enam kali, itu baik.
 
Jika ia masih belum mendapatkan jubah (hingga poin itu), maka apabila ia memberikan jubah setelah (bhikkhu itu) berusaha lebih lanjut daripada itu, maka itu harus diserahkan dan diakui.
 
Jika ia masih belum mendapatkan (jubah itu), maka bhikkhu itu harus pergi sendiri ke tempat dari mana däna jubah itu dibawa, atau mengirimkan seorang utusan (untuk berkata), “Däna jubah yang anda, kirimkan untuk kepentingan bhikkhu itu tidak memberikan manfaat bagi bhikkhu itu sama sekali. Semoga anda mendapatkan kembali apa yang menjadi milik anda. Semoga apa yang menjadi milik anda tidak hilang.” Inilah jalan yang sesuai.
 
 
Bagian 2
Kesalahan dalam penerimaan uang
 
Sebelum kemangkatannya Sang Buddha mengatakan bahwa jika ia telah tiada, Saògha, jika menginginkan, dapat menghilangkan peraturan-peraturan yang kecil dan kurang penting dari Vinaya. Beberapa bhikkhu mengutip ini sebagai alasan agar mereka dapat menerima uang, tetapi kutipan-kutipan yang terdapat dalam Sutta-sutta menunjukkan aturan yang melarang penggunaan uang bukanlah peraturan sepele atau kecil. Dalam kutipan tersebut aturan masalah uang menunjukkan pokok dan esensi bagi pencapaian pencerahan. Seperti terkutip dalam Maniculaka Sutta, Saóyutta Nikäya, Saëäyatana Saóyutta, Gämäni Saóyutta, Sutta nomor sepuluh.
 
Pada satu kesempatan yang Terberkahi tinggal di Räjagaha di mana tupai-tupai dan burung-burung diberi makan bernama Veluvana. Saat itu di Istana Räja, anggota kerajaan sedang mengadakan pertemuan dan di dalam pertemuan tersebut muncul perbincangan di antara mereka sebagai berikut;
Emas, perak, dan uang adalah layak bagi para bhikkhu yang merupakan putra-putra dari Pangeran Sakya (Buddha). Bhikkhu-bhikkhu tersebut yang merupakan putra-putra dari Pangeran Sakya menyetujui emas, perak, dan uang. Para bhikkhu yang merupakan putra-putra Pangeran Sakya menerima emas, perak, dan uang.
Namun pada saat itu Maniculaka sang kepala desa juga turut hadir dalam pertemuan itu dan ia mengatakan dalam pertemuan itu sebagai berikut;
Oo tuanku, janganlah berkata demikian. Emas, perak, dan uang tidaklah layak bagi para bhikkhu yang merupakan putra-putra Pangeran Sakya. Putra-putra Pangeran Sakya tidaklah menyetujui juga tidak menerima emas, perak, dan uang. Mereka telah melepaskan keterikatan pada emas,peermata, dan tanpa uang.
Tetapi Maniculaka Sang kepala desa tidak mampu meyakinkan pertemuan tersebut. Maka Maniculaka menjumpai Sang Buddha setelah menghampirinya, bersujud, dan duduk di satu sisi. Selagi duduk di satu sisi Maniculaka sang kepala desa berkata kepada Yang Terberkahi;
'Bhante, di Istana Räja para anggota kerajaan sedang berkumpul (dan ia mengulangi semua yang ia ucapkan seperti di atas) tetapi bhante, saya tak mampu untuk meyakinkan pertemuan tersebut.
'Bhante, dengan menjelaskan seperti itu apakah saya telah berbicara sesuai dengan apa yang Bhante katakan ataukah saya telah salah dalam menggambarkan apa yang Bhante katakan? Apakah jawaban yang saya berikan sesuai dengan ajaran atau akankan seseorang yang berbicara sesuai dengan ajaran ini menemukan alasan untuk mengecam saya?
'Anda benar, kepala desa, dengan menjelaskan secara demikian, dia adalah orang yang berbicara sesuai dengan kata-kataKu dan tidak salah dalam menggambarkannya. Anda telah menjawab sesuai dengan ajaran ini dan seseorang yang berbicara sesuai dengan ajaran ini tidak akan menemukan alasan untuk mengecam anda.
'Untuk itulah, kepala desa, emas, perak, dan uang tidaklah layak bagi para bhikkhu keturunan putra-putra Pangeran Sakya. Merekapun tidak menyetujui emas, perak atau uang, juga tidak menerima emas, perak dan uang. Mereka semua telah melepaskan kepemilikan terhadap emas dan permata dan juga tanpa uang
'Kepala desa, untuk siapapun emas, perak dan uang jika diperbolehkan maka baginya kelima kenikmatan indria dapat diperolehnya. Bagi siapapun kelima kenikmatan indria diperbolehkannya maka anda dapat memastikan', Dia tidak memiliki sifat bawaan seorang bhikkhu, dia tidak memiliki sifat bawaan dari putra seorang Pangeran Sakya.
'Kepala desa, inilah yang benar-benar Kukatakan, 'Seorang bhikkhu yang membutuhkan rumput, rumput dapat dicarinya. Bagi bhikkhu yang membutuhkan kayu, kayu dapat dicarinya. Bagi bhikkhu yang membutuhkan kereta, kereta dapat dicarinya. Tetapi kepala desa, saya juga katakan. Tidak dalam cara apapun emas, perak atau uang dapat diterima atau dicari.
Kutipan berikut diambil dari akhir Upakkilesa Sutta (Aòguttara Nikäya, buku ke-4, Rohitassa Vagga, Sutta no.10) menunjukkan bahwa penerimaan uang hanya menuju pada keberlanjutan kelahiran.
'Ternoda oleh nafsu badaniah, kemarahan dan terbutakan oleh kegelapan batin, beberapa bhikkhu dan brähmaêa menikmati kenikmatan kesenangan indriawi. Bhikkhu-bhikkhu bodoh dan brähmaêa tersebut meminum alkohol, terlibat hubungan seksual, menerima emas, perak dan uang dan mendapatkan kebutuhan mereka dengan penghidupan yang salah. Semua ini dikatakan pengkorupsi oleh Sang Buddha yang bercahaya bagaikan matahari.
Para bhikkhu dan brähmaêa yang terkorupsi oleh perubahan ini tidaklah murni, terkotorkan, tidak berkobar atau bercahaya. Tetapi malahan kebingungan, terbutakan, menjadi budak nafsu dan penuh dengan keserakahan. Mereka menambah ukuran kuburan dengan mengalami kelahiran lagi dan lagi.
Dalam Sutta ini Sang Buddha mengutip penerimaan uang sebagai kegemaran dalam pemuasan nafsu indria. Dalam Dhammacakkappavattana Sutta dengan jelas Sang Buddha memberi instruksi; 'Kedua jalan ekstrim ini bhikkhu, seharusnya dihindari oleh mereka yang meninggalkan kehidupan perumah tangga. Apakah kedua itu? Menggemari kesenangan indria yang mana rendah, cara perumah tangga, cara orang-orang pada umumnya, cara mereka yang tidak tercerahkan serta tidak bermanfaat dan penyiksaan diri yang mana menyakitkan, cara bagi yang belum tercerahkan dan tidak membawa manfaat.
Dalam pengajaran ini bahkan seorang umat awam yang telah mencapai tingkat pencerahan Anägämï menjalankan sepuluh sila secara alami dan tidak menerima uang juga tidak menggunakannya.
Sebagai contoh seorang Anägämï Ghaèïkära tanpa menggunakan permata, emas, perak atau uang dan menghidupi dirinya dengan mengambil tanah yang terkikis dari tepi sungai dan membuatnya menjadi kendi-kendi. Kendi-kendi tersebut ia tinggalkan di sisi jalan dan siapapun yang menginginkannya dapat menukarnya dengan barang yang sesuai seperti sejumlah beras atau makanan dan boleh mengambil kendi tersebut. Dengan jalan ini Ghaèïkära menghidupi dirinya dan kedua orang tuanya yang buta. (Lihat Ghaèïkära Sutta dari Majjhima Nikäya)
Ini menunjukkan bagaimana uang merintangi jalan kesucian dan bagaimana mereka yang benar-benar suci tidak menggunakan uang. Kutipan-kutipan di atas semua membuktikan penerimaan uang oleh bhikkhu bukanlah kesalahan kecil dan dapat membuat seorang bhikkhu tidak mampu mencapai Nibbäna.
 
 
 
 
« Last Edit: 03 November 2011, 10:06:54 AM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #1 on: 03 November 2011, 10:07:40 AM »
Bagian 3
Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan uang
 
Pengertian uang dalam semua aturan ini: Segala apapun yang dapat digunakan sebagai alat tukar untuk jual dan beli. Juga termasuk uang logam, catatan bank, cek, emas, dan perak.
 
Mengapa cek tidak diperbolehkan? Cek tidak diperbolehkan karena terkadang masih diperhitungkan dan juga karena cek adalah perintah kepada bank untuk memberikan uang kepada orang yang pembawa cek. Ini biasanya dikatakan seperti pembayaran sejumlah 100 dollar kepada pembawa cek, bhikkhu Dhamminda. Maka dari itu cek ditulis untuk bhikkhu dengan perintah untuk memberikan uang kepada bhikkhu itu dan jika ia menerimanya maka ia akan menerimanya dari bank. Ini sama saja dengan penerimaan uang secara tidak langsung. 'Di tempat semacam ini dan seperti ini ada uang dan itu adalah milikku, dan itu kuberikan padamu.' Maka daripada itu pemberian uang melalui cek haruslah dihindari.
Bhikkhu yang menulis cek melanggar satu pelanggaran karena memberi perintah pemberian uang. Jika ia menerima uang sebelumnya maka itu adalah Nissaggiya Päcittiya, atau jika dana tersebut diterima lewat kappiya dengan jalan yang benar itu adalah dukkaèa karena kesalahan pengaturan.
Seorang sämaêera diminta untuk menjalankan sepuluh sila yang mana pada sila  ke- sepuluh menghindari penerimaan emas, perak atau uang. Dengan melatih ini berarti seorang sämaêera mematuhi peraturan yang berhubungan dengan uang sama seperti yang dilakukan bhikkhu.
Bagi bhikkhu ada empat aturan pokok yang berhubungan dengan uang yang dapat ditemukan dalam Vinaya:
1.   Rupiya Sikkhäpada ( Nissaggiya Päcittiya no.18)
2.   Meêéaka Sikkhäpada (Vinaya Mahävagga Bhesajjä)
3.   Räja Sikkhäpada (Nissaggiya Päcittiya no.10)
4.   Rüpiya Saóvohära Sikkhäpada (Nissaggiya Päcittiya no.19)
Terjemahan untuk dua dan tiga sudah diberikan di atas sedangkan untuk satu dan empat seperti berikut:
1.   Rüpiya Sikkhäpada
Bhikkhu manapun yang dirinya menerima uang atau menyebabkan orang lain menerima uang untuknya, atau menyetujui uang itu ditaruh didekatnya atau disimpan untuknya maka ia melanggar Nissaggiya Päcittiya.
4.   Rüpiya Saóvohära Sikkhäpada
Bhikkhu manapun yang terlibat dalam aksi jual-beli dengan menggunakan emas, perak atau uang telah melanggar Nissagiyya Päcittiya.
Rüpiya Sikkhäpada masih perlu ditindaklanjuti agar dimengerti karena jika dipahami dengan baik atau sesuai seorang bhikkhu tidak akan salah mengartikan aturan lainnya yang berhubungan dengan uang. Dalam hal ini melarang para bhikkhu dalam melakukan tiga hal:
1.   Menerimanya sendiri secara langsung.
2.   Menyebabkan orang lain menerima uang untuknya.
3.   Menyetujui uang yang diletakkan di dekatnya atau disimpan untuknya.
Komentar dari Kaòkhävitaraêï  menjelaskan tiga hal di atas sebagai berikut:
1.   Dia menerima langsung ketika diserahkan atau ia mengambilnya di tempat manapun ketika ia menemukan dan tiada pemiliknya.
2.   Sebagai contoh (ketika itu diserahkan atau ia menemukannya) dia menyebabkan orang lain untuk mengambilkannya.
3.   Jika dengan membawa uang seorang pendonor mengatakan di hadapannya, ' Ini untuk anda' atau apabila uang tersebut disimpan di suatu tempat lainnya mereka mengatakan 'Di tempat ini dan itu ada uang dan itu milik saya dan saya serahkan untuk anda'. Kemudian jika mereka berkomunikasi tentang dan tersebut dengan cara pembicaraan singkat atau dengan isyarat tangan dan bhikkhu tersebut tidak menolaknya baik melalui isyarat tubuh atau ucapan dan menerimanya dalam hati maka hal ini dikatakan 'menyetujuinya'.
Jika ia dalam hatinya setuju dan berkeinginan untuk menerima, tapi baik melalui ucapan atau tindakan menolak dengan berkata, ' Ini tidak layak' atau kalau dia tidak menolak baik melalui tindakan atau ucapan tapi dengan pikiran yang bersih tidak menyetujuinya dengan berpikir, 'Ini tidak layak bagi kami', maka ini menjadi layak (tidak termasuk atau dikatakan sebagai menyetujui uang)
Dengan aturan ini Sang Buddha telah melarang semua cara yang memungkinkan agar däna uang dapat diterima. Jika seseorang mencoba untuk memberikan uang kepada bhikkhu maka dalam tiga hal ini ia tidak boleh mengatakan, 'Orang ini atau itu adalah kappiya saya'.
'Berikan uang itu pada kappiya saya. Ambil uang itu untuk saya. Taruh uangnya di sana.' Semua yang bisa ia lakukan hanyalah menolaknya dan mengatakan, ' Ini adalah tidak layak'. Penolakan adalah satu-satunya tindakan yang perlu ia ingat.
Kitab komentar Samanta Päsädikä menjelaskan bahwa tidak hanya tidak layak untuk menerima uang dengan satu dari tiga cara di atas bagi dirinya sendiri, tapi juga jika uang diterima untuk Saògha, sebuah perkumpulan, orang lain, pagoda, Vihära, atau untuk apapun juga.
Baru-baru ini ditulis sebuah buku tentang Vinaya yang mana telah menyajikan sebuah cara pandang yang keliru.
Seseorang diperbolehkan untuk menyebabkan disimpannya uang untuk Vihära, däna untuk kebutuhan däna sosial (misal, yatim piatu), tetapi bukan untuk bhikkhu tertentu. Contohnya seorang pendonor memberikan uang untuk kuil diinstruksikan untuk menaruh dalam kotak däna atau menaruhnya di nomor rekening ini, meskipun uang tersebut tidak diterima ke tangan bhikkhu, Saògha atau orang yang ditugaskan sebelumnya dapat mengatur penggunaan däna tersebut bahkan mengatakan, 'Beli ini' atau 'Dapatkan itu'
Telah ditunjukkan di atas bahwa tidak layak untuk menyebabkan penerimaan atau peyimpanan uang untuk kuil atau untuk lainnya. Untuk itu, pandangan ini tidak bersesuaian dengan Vinaya.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #2 on: 03 November 2011, 10:12:50 AM »
Kitab komentar memberikan ilustrasi prinsip-prinsip yang terkandung dalam peraturan ini dengan sebuah gambaran cerita:
Dari cerita menggambarkan;
Misalkan ada seseorang menaruh 100 atau 1000 koin dekat kaki seorang bhikkhu dan berkata, ' Ini untuk anda' dan si bhikkhu menolak dengan berkata 'ini tidak layak' tetapi pemberi itu menjawab 'Saya sudah berikan pada anda' dan ia langsung pergi. Maka jika ada orang lain datang dan menanyakan 'Bhante, apa ini?' Maka ia dapat diberitahu apa yang dikatakan oleh orang pertama dan apa yang ia katakan. Jika umat awam tersebut mengatakan, 'Bhante biar saya yang menyimpannya di tempat yang aman, tunjukkan saya tempat yang aman' . Maka dengan mendaki menara berlantai tujuh ia bisa menjelaskan 'Tempat ini aman' tetapi dia tidak boleh mengatakan 'Simpan di sini' (menurut Subkomentar Vimati Vinodanï, ini adalah pelanggaran Nissaggiya Päcittiya juga) Dia dapat menguncinya dan menjaganya. Jika suatu saat ada seorang pedagang membawa barang-barang seperti patta atau jubah dan berkata 'Ambil ini, bhante' maka bhikkhu itu dapat berkata, ' Umat awam, saya membutuhkan ini dan hal untuk mendapatkannya itu ada, tetapi sekarang ini tidak ada kappiya', dan jika pedagang itu berkata, 'Saya akan menjadi kappiya anda, bukalah pintunya dan berikan itu pada saya.' Maka setelah membuka pintunya ia harus berkata, ' Itu terletak dalam ruangan ini', tapi ia tidak boleh mengatakan 'Ambil ini'. Maka tergantung dari apa yang dikatakan sesuatu menjadi layak dan tidak layak. Kemudian jika pedagang itu sudah mengambilnya (koin) dan memberikan barang-barang yang layak kepada bhikkhu tersebut maka ini diperbolehkan. Tapi jika pedagang itu mengambil terlalu banyak koinnya maka bhikkhu itu harus berkata, 'Saya tak jadi mengambil barang daganganmu, pergilah!'
2.   Meêéaka Sikkhäpada
Terjemahannya telah diberikan sebelumnya. Di dalam kitab-kitab komentar tidak terdapat informasi terpisah mengenai jalan-jalan yang layak ini. Semua yang perlu diucapkan telah dijelaskan dalam komentar dari Räja Sikkhäpada. Satu baris terakhir yang perlu diingat sebagai rangkuman tentang semua aturan yang berhubungan dengan uang, 'Oh para bhikkhu, tidak dengan jalan apapun Saya mengijinkan uang untuk diterima atau dicari'
3.   Räja Sikkhäpada
Terjemahannya pun sudah. Komentar dari peraturan ini memberikan banyak informasi yang mana akan membantu para bhikkhu untuk mengetahui apa yang harus dilakukan dan katakan dalam berbagai situasi. Di bawah ini beberapa terjemahan atau kutipan-kutipan pilihan dari komentar dengan penambahan penjelasan lebih lanjut oleh penulis.
Dipilih dari Komentar Kaòkhävitaraêï
1.   'Setelah membeli jubah dengan uang ini, serahkan itu pada bhikkhu ini atau itu', dikatakan (dalam peraturan) untuk menunjukkan kemurnian dari kehendak dengan cara bagaimana uang tersebut terkirim. Jika pemberi itu mengirimkan utusan dan berkata, 'Berikan uang ini pada bhikkhu ini dan itu', maka itu terkirim secara tidak murni karena sumber uang yang tidak layak. Dalam kasus ini seorang bhikkhu jangan pernah menunjuk seseorang sebagai kappiya.
Jika seorang pemberi datang sendiri dan berkata, 'Saya berikan uang ini pada anda', maka bhikkhu itu tidak dapat menunjuk seorang kappiya. Jika bhikkhu ini hanya mengatakan 'Orang bernama A atau B adalah kappiya saya', pada titik ini akan menyebabkan uang diterima untuknya dan ini adalah pelanggaran Nissaggiya Päcittiya. Apa yang bisa dilakukan seorang bhikkhu hanyalah menolak uang tersebut.
2.   'Kami tidak menerima uang untuk membeli jubah. Kami hanya menerima jubah jika diberikan di saat yang tepat dan jubah tersebut layak' telah dikatakan untuk menunjukkan kalau uang haruslah ditolak. Karena walaupun däna untuk jubah dikirim dengan jalan yang benar, kata yang digunakan utusan itu tidak layak atau tepat.
Däna dalam bentuk emas, perak, koin atau mata uang tertentu adalah penyebab pelanggaran Nissaggiya Päcittiya. Mutiara, permata, batu ruby, batu-batu mulia, tujuh macam biji-bijian, budak lelaki atau perempuan, sawah, tanah kosong, kebun buah, taman bunga, barang-barang semacam ini apabila diterima untuk diri sendiri, oleh pagoda, Saògha, kumpulan, atau orang lain menyebabkan pelanggaran dukkaèa.
3.   Jika utusan itu menanyakan dengan cara yang sesuai atau diperbolehkan berkata, 'Bhante, apakah ada orang yang membantu anda?' Maka hal ini diijinkan untuk menunjuk seseorang. Jika  utusan itu menanyakan, 'Siapa yang akan mengambil ini?' atau 'Kepada siapa saya harus berikan ini?' Maka pada saat itu tidak diperbolehkan menunjuk seorang kappiya.
Jika bhikkhu tersebut menunjuk seseorang sebagai kappiya ketika umat awam menanyakan dengan cara di atas maka itu adalah pelanggaran Nissaggiya Päcittiya karena menyebabkan orang lain menerima uang untuknya.
4.   'Orang bernama A atau Orang bernama B membantu para bhikkhu' ini dikatakan untuk menunjukkan cara pembicaraan yang diperbolehkan bagi bhikkhu. Hanya ini yang bisa dilakukan atau diucapkan dalam situasi di atas dan tidak boleh mengatakan, 'Berikan padanya. Dia akan menyimpannya. Dia akan menukarnya. Dia akan membelanjakannnya.'
Jika umat awam itu bertanya dengan cara yang sesuai maka bhikkhu itupun harus melakukan cara yang sesuai agar dapat menunjuk seorang kappiya.
5.   'Orang yang anda tunjuk telah saya beri instruksi, bhante hampiri dia di waktu yang tepat dan dia akan memberikan anda jubah' artinya orang tersebut sudah diperintah oleh saya ketika keinginan untuk memiliki jubah muncul maka ia akan memberikannya. Jika utusan itu benar-benar mengatakan hal ini maka setelah diberi tahu semacam ini, maka diperbolehkan untuk meminta jubah. Tidak diperbolehkan untuk memintanya jika ia pergi begitu saja dan memberikan däna tersebut ke tangan kappiya.
Ini akan menjadi penghidupan yang salah dengan menanyakan jubah dari seseorang yang tidak memberikan undangan.
6.   Jika bhikkhu itu berkata, 'Orang ini membantu para bhikkhu', menunjuk seseorang yang hadir di saat itu. Maka jika utusan itu didepan bhikkhu ini memberikan dänanya ke tangan orang tersebut dengan mengatakan, 'Setelah membeli jubah untuk Therä ini, serahkanlah padanya' dan ia pergi. Maka meskipun ia tidak mengatakan ... telah saya perintah... ini layak bagi bhikkhu untuk meminta jubah.
Jika yang menunjuk kappiya yang akan diberikan dänanya adalah utusan itu sendiri dengan mengatakan, 'Saya akan berikan däna ini padanya, anda ambil jubahnya' maka ini tetap diperbolehkan.
7.   'Saya butuh jubah', menunjukkan cara yang benar dalam meminta jubah atau lainnya. Tapi tidaklah sesuai jika mengatakan 'Berikan saya jubah. Ambilkan saya jubah. Belikan saya jubah. Belanjakan saya jubah'.
Pilihan dari Samanta Päsädikä
1.   Tidak hanya tidak diperbolehkan menerima uang untuk diri sendiri tetapi itu juga tidak diperbolehkan menerima uang yang dibawa oleh pendana dan ia berkata, 'Ini saya berikan untuk Saògha, buatlah taman, pagoda, ruang makan, atau apapun'. Siapapun yang menerima uang untuk orang lain adalah pelanggaran dukkaèa, menurut Komentar Mahäpaccariya.
2.   Jika seorang bhikkhu menolaknya dan berkata 'Itu tidak sesuai bagi bhikkhu untuk menerimanya', maka jika pendäna itu berkata 'Saya akan letakkan di tangan tukang kayu atau pekerja. Anda cukup memantaunya ketika mereka bekerja' dan pergi maka ini diperbolehkan. Atau ia berkata, 'Saya akan berikan ke tangan orang saya atau saya akan menyimpannya sendiri. Jika anda membutuhkan apapun maka kirimkan itu pada saya guna mendapatkannya. Inipun diperbolehkan.
3.   Jika tanpa menyangkut Saògha, perkumpulan, atau perorangan. Mereka hanya berkata, 'Kami berikan emas, perak atau uang ini untuk pagoda, Vihära, pembangunan', maka ini tidak boleh ditolak. Bhikkhu yang bersangkutan harus memberi tahu kappiya dengan berkata, 'Inilah yang mereka katakan', Apabila mereka berkata, 'Kami berikan ini untuk kepentingan atau manfaat pagoda, Vihära, pembangunan, anda terimalah ini dan simpan'. Maka bhikkhu harus menolaknya dengan mengatakan, 'Itu tidaklah pantas bagi kami untuk menerimanya'.
Pada kasus pertama bhikkhu tersebut tak dapat menolak karena ia tidak diminta untuk menerima uang. Ia tidak bisa melakukan apapun kecuali memberi tahu kappiyanya.
4.   Jika seseorang membawa sejumlah besar emas, perak atau uang dan berkata, 'Ini saya serahkan pada Saògha, bhante, gunakan untuk mendapatkan empat kebutuhan darinya'. Maka apabila Saògha harus menerimanya maka tindakan menerima itu sendiri telah melanggar dan menggunakan barang-barang yang didapat dari itu juga merupakan pelanggaran.
Jika saat itu diberikan kepada Saògha seorang bhikkhu berkata, 'Itu tidaklah layak' dan maka umat awam itu pergi berkata 'Baiklah kalau begitu, saya akan menyimpannya kalau memang ini tidak layak'. Kemudian bhikkhu lainnya berkata padanya, 'Kamu telah menghalangi pendapatan Saògha' atau kata-kata lainnya yang berhubungan dengan itu. Bagi siapapun yang mengatakan hal tersebut adalah pelanggaran dukkaèa karena penolakan dari seorang bhikkhu telah menyelamatkan banyak orang dari melakukan pelanggaran.
Jika bhikkhu yang menolak itu mengatakan 'Tidak layak' dan umat awam tersebut berkata, 'Saya akan berikan ke tangan kappiya atau orang saya atau saya akan menyimpannya sendiri. Anda cukup menerima dan mendapatkan barang-barang kebutuhan yang didapatkan darinya'. Ini diperbolehkan.
Kitab Komentar menjelaskan bahwa metode yang dibabarkan di peraturan ini tidak perlu dijalankan oleh semua kappiya. Dijelaskan bahwa ada sepuluh jenis kappiya dan dua tipe kappiya. Keterangannya sebagai berikut;
5.   Jika seseorang mengirim utusan dengan däna untuk membeli jubah untuk bhikkhu dan utusan tersebut menghampiri seorang bhikkhu dengan berkata, 'Bhante, orang ini atau itu telah mengirimkan däna untuk pembelian jubah untuk anda. Ambillah uang ini.' Maka bhikkhu harus menolaknya, 'Ini tidak layak'. Jika utusan tersebut bertanya, 'Bhante apakah anda mempunyai kappiya?'
Jika ada seseorang apakah dia sudah ditugaskan oleh umat awam dengan berkata, 'Kau layani bhikkhu ini' atau ia hanyalah teman atau memiliki hubungan dengan bhikkhu itu dan melayaninya. Maka jika saat itu orang tersebut duduk dihadiri oleh bhikkhu itu dan ia menunjukkannya dengan berkata, 'Orang ini yang melayani para bhikkhu.' Maka jika utusan tersebut memberikan dänanya pada orang tersebut dan berkata 'Setelah membeli jubah, berikanlah pada Therä ini' dan ia pun pergi. Maka ini disebut kappiya yang ditunjuk di hadapan langsung bhikkhu yang menunjuknya. (1)
Apabila orang tersebut tidak hadir disitu, saat itu dan bhikkhu tersebut berkata, 'Di desa ini atau itu ada orang bernama A atau B, ia yang melayani para bhikkhu.' Maka jika utusan itu menghampiri orang yang dimaksud dengan memberikan dänanya dan berpesan sama seperti di atas. Maka setelah itu ia harus kembali memberitahu bhikkhu tersebut sebelum pergi. Maka ini dikatakan sebagai kappiya yang ditunjuk bhikkhu tanpa kehadiran kappiya. (2)
Apabila utusan tersebut tidak kembali tapi menyuruh orang lain untuk menyampaikan maka ini disebut tipe kedua kappiya yang ditunjuk oleh bhikkhu tanpa kehadiran dirinya. (3)
Apabila si utusan tidak mengirim seseorang semacam ini, tetapi malahan sebelum pergi ia berkata pada bhikkhu, 'Bhante, saya akan berikan däna ini untuk pembelian jubah kepada orang ini, anda ambil jubahnya'. Maka ini adalah tipe ketiga kappiya yang ditunjuk tanpa kehadiran bhikkhu. (4)
Demikianlah ada empat macam kappiya yang ditunjuk oleh bhikkhu. Satu yang ditunjuk di hadapan kappiya dan tiga ditunjuk tanpa kehadiran kappiya. Dari kesemua empat hal ini seorang bhikkhu harus melakukan dengan cara yang sama sebagaimana tertulis dalam aturan Räja Sikkhäpada.
Jika bhikkhu ditanyakan oleh utusan dengan cara yang sama seperti disebutkan di atas sebelumnya dan jika bhikkhu itu memang tak ada kappiya atau tidak ada hasrat untuk membuat perencanaan harus berkata, 'Saya tidak ada kappiya', maka jika saat itu seseorang datang dan utusan itu memberikan däna tersebut kepada orang itu dan pergi setelah mengatakan, 'Dapatkan jubah dari orang ini'. Maka ini kappiya yang ditunjuk oleh utusan dihadiri bhikkhu. (1)
Di lain kasus utusan tersebut memasuki desa sendiri dan memilih seseorang dan memberikan dänanya ke tangannya. Maka dengan cara yang sama seperti sebelumnya ia kembali dan memberitahukan bhikkhu tersebut, mengirim orang lain untuk memberitahunya atau sebelum pergi berkata 'Saya akan berikan däna ini ke tangan orang yang bernama ini atau itu, anda minta jubahnya' dan dia pun pergi. Ketiga kasus ini disebut kappiya yang ditunjuk oleh utusan tanpa dihadiri bhikkhu. (2, 3, 4).
Ke-empat ini semuanya disebut kappiya yang ditunjuk oleh utusan. Dari ke-empat hal ini bhikkhu harus berlatih secara tepat dengan cara yang sama sebagaimana dikatakan dalam 'Perijinan Meêéaka' yang mengatakan;
'Oh para bhikkhu, ada orang-orang dengan keyakinan dan penghormatan dan jika mereka mengharuskan untuk mempercayakan uang di tangan kappiya dan menginstruksikannya dengan berkata. 'Dengan uang ini berikanlah sesuatu yang diperbolehkan kepada bhante ini', Maka bhikkhu, Saya ijinkan kalian untuk menerima apapun barang-barang yang layak yang didapatkan dari uang itu. Tetapi bhikkhu, tidak dalam cara apapun Saya mengijinkan uang diterima dan dicari.' Menurut kelayakan ini ada batasan dalam hitungan berapa kali bhikkhu memintanya.
Bhikkhu yang belum menyetujui akan penerimaan däna tersebut, bahkan jika ia bertanya, berdiri hingga ribuan kali itu tetap diperbolehkan untuk menerima apa yang layak dari itu. Jika mereka tidak memberikan apapun, setelah menunjuk orang lain sebagai kappiya, ia harus menyebabkan orang itu untuk membawakan barang-barang kebutuhan. Jika ia mau, ia bisa melaporkannya pada orang yang berdäna, tetapi tidak perlu melakukannya jika ia tak mau.
Bhikkhu tidak diijinkan untuk menyebabkan uang dipindahkan dari kappiya yang satu ke yang lainnya. Ia harus berkata pada kappiya yang baru. 'Seseorang telah menitipkan dänanya untuk pembelian jubah dengan orang bernama A atau orang bernama B dan saya membutuhkan jubah.'
(5)  Jika bhikkhu setelah ditanya oleh seorang utusan seperti apa yang tertulis di atas dan bhikkhu tersebut menjawab, 'Saya tak ada kappiya'. Maka jika saat itu seseorang berada disitu dan mendengar itu dan berkata, 'Teman, berikan itu pada saya. Saya akan belikan jubah untuk bhante ini dan memberikannya' Maka jika utusan berkata, 'Baiklah teman, kau berikan itu' dan setelah memberikan dänanya ke tangan orang tersebut dan tanpa memberi tahu bhikkhu itu dan langsung pergi (tanpa memberi tahu bhikkhu untuk meminta jubahnya pada orang tersebut, ini disebut menjadi kappiya karena mulutnya sendiri).
Jenis lainnya jika seorang utusan hanya memberikan dänanya kepada siapa saja dan memberitahukan 'Kau berikan jubah pada bhante ini' dan langsung pergi. Maka ini disebut menjadi kappiya dengan perantara orang lain.
Kedua jenis terakhir ini adalah kappiya yang tanpa ditunjuk terlebih dahulu. Dalam kasus ini bhikkhu harus berlatih sesuai dengan yang tertulis di atas di mana bhikkhu harus memperlakukan seolah-olah mereka bukanlah kerabat atau orang yang belum memberikan undangannya untuk meminta barang kebutuhan. Jika mereka berdasarkan keinginannya membawakan jubah dan menyerahkannya maka itu dapat diterima. Jika tidak, jangan berkata apapun.
Meskipun dalam peraturan hanya disebut utusan yang membawa dänanya, jika pendonornya yang membawa dänanya sendiri atau däna tersebut untuk makanan atau lainnya, prosedurnya sama.
4.   Rüpiya Saóvohära Sikkhäpada
Bhikkhu manapun yang terlibat dalam tukar-menukar dengan menggunakan beragam bentuk emas, perak atau uang telah melanggar Nissaggiya Päcittiya.
Rüpiya Sikkhäpada melarang penerimaan emas, perak, atau uang. Peraturan ini juga melarang penggunaannya dalam tukar-menukar dengan barang-barang terbuat dari emas, perak (seperti perhiasan) atau untuk sesuatu yang layak seperti jubah, mangkuk makan, atau barang lainnya). Peraturan ini juga melarang penukaran barang-barang yang layak atau benda apapun yang terbuat dari emas, perak, atau uang untuk mendapatkan emas, perak, atau uang.
Komentar Samanta Päsädikä memberikan penjelasan dengan contoh yang disebut 'empat mangkuk makan yang tidak layak' di sana tertulis;
Dengan maksud menunjukkan kesalahan yang besar untuk melanggar peraturan ini ke-empat mangkuk makan harus dijelaskan; Jika bhikkhu menerima uang dan membeli biji besi dan membuatnya menjadi besi dan membuatnya menjadi sebuah mangkuk makan. Maka mangkuk makan ini disebut 'sesuatu yang sangat tidak layak' karena tidak ada jalan apapun untuk dapat merubahnya menjadi layak. Jika mangkuk itu dihancurkan dan dibuat cangkir, itu tetaplah tidak layak. Jika itu dibuat pisau lalu ia  membuat tusuk gigi yang dibuat dengan menggunakan pisau tersebut tusuk gigi menjadi tidak layak atau membuatnya menjadi mata kail maka jika ada ikan yang tertangkap maka itu tetap tidak layak. Jika ia memasukkan mata pisau yang dipanaskan yang dibuat dari itu dan mencelupkannya dalam air atau susu dan menghangatkannya maka air atau susu tersebut menjadi tidak layak.
Jika bhikkhu setelah menerima uang membeli mangkuk yang siap pakai maka itu tidaklah layak. Dikatakan dalam komentar Mahäpaccariya. Mangkuk itu tidak layak bagi bhikkhu, bhikkhunï, sämaêera atau sämaêeri, atau bahkan sikkhamänä. Mangkuk ini bisa dibuat menjadi layak lagi jika ia mengembalikannya ke tempat dia membelinya. Ambil kembali uangnya dan kembalikan mangkuknya, maka itu akan menjadi layak lagi (jika däna uangnya diterima dengan jalan yang pantas).
Jika bhikkhu setelah menerima dengan cara yang tidak layak pergi ke tempat penjualan mangkuk dengan kappiya dan setelah melihat mangkuk ia berkata, 'Saya suka ini' dan kappiya itu memberikan uangnya dan mengaturnya dengan penjual mangkuk. Maka meskipun begitu mangkuk tersebut didapatkan dengan cara pembicaraan yang benar itu tetap tidak layak karena sumber penerimaan uang tersebut. Ini tidaklah berbeda dari contoh kedua. Kenapa ini tidak layak bagi bhikkhu lain juga? Ini dikarenakan uang tersebut belum diserahkan terlebih dahulu (Menurut Vinaya, di tengah-tengah Saògha).
Jika bhikkhu tidak menerima uang dan kappiya didatangkan dan diinstruksikan dengan berkata, 'Setelah membeli mangkuk berikan pada Therä ini.' Maka jika kappiya itu dan bhikkhu tersebut pergi ke toko mangkuk dan setelah melihat mangkuk bhikkhu itu berkata 'Ambil uangnya dan ambilkan saya ini' dan demikian ia telah menyebabkan uang diberikan dan ia mendapat mangkuk. Maka mangkuk tersebut tidak layak hanya bagi bhikkhu itu saja karena ia telah mengatur pembelian dengan jalan yang salah. Ini layak untuk bhikkhu lainnya karena asal-usul uangnya diterima dengan benar.
Mahäsuma Therä memiliki upajjhäya bernama Anuruddha Therä dan memiliki mangkuk semacam itu, mengisinya dengan ghee dan menyerahkannya pada Saògha. Murid dari Tipièaka Cüëanäga Therä juga memiliki hal yang serupa dan Sang Therä menyebabkan itu terisi dengan ghee dan menyerahkannya pada Saògha. Inilah ke-empat mangkuk yang tidak layak.
Jika bhikkhu tidak menerima uangnya dan kappiya didatangkan juga diinstruksikan dengan berkata ' Setelah membeli mangkuk berikan pada Therä', maka jika kappiya dan bhikkhu pergi ke toko mangkuk bersama dan setelah melihat mangkuk Sang bhikkhu berkata 'Saya suka yang ini' atau 'Saya akan ambil yang ini' dan kappiya mengambil uangnya dan mengatur pembeliannya dengan si penjaga toko maka mangkuk itu sangat layak bahkan Sang Buddha pun akan menggunakannya.


 
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #3 on: 03 November 2011, 10:14:14 AM »
Bagian 4
Penyerahan dan pengakuan
 
Jika bhikkhu telah menerima emas, perak, atau uang maka menurut peraturan Vinaya, ia harus melakukan penyerahan barang-barang yang tidak layak tersebut di tengah-tengah bhikkhu Saògha terdahulu dan mengakui kesalahannya. Jika ia telah membeli sesuatu yang didapat dari emas, perak, atau uang tersebut maka barang-barang tersebut yang telah dibeli pun harus diserahkan dan mengakui kesalahannya. Jika di saat melakukan penyerahan, seorang umat awam menyaksikan maka itu diperbolehkan menjelaskan apa yang telah terjadi padanya. Jika umat awam tersebut mengambil uang tersebut dan bertanya, 'Apa yang harus saya lakukan dengan ini?' Maka ia bisa diberitahu, 'Benda ini atau itu layak (ghee, madu, mentega, dan lain-lain). Dia tidak diberitahu dengan cara, 'Beli ini atau itu'. Maka apabila umat tersebut membeli sesuatu dan menyerahkannya pada Saògha dan semua bhikkhu kecuali orang yang menerima uang itu dapat menggunakannya. Jika tidak ada umat awam yang hadir maka Saògha dapat menentukan salah seorang bhikkhu untuk mengambil uang itu dan membuangnya.
 
Buddha tidak pernah menunjukkan metode di mana bhikkhu yang telah menerima uang atau membeli barang-barang dengannya dapat menikmati manfaatnya. Tetapi jika uang tersebut diserahkan sesuai dengan Vinaya, maka bhikkhu Saògha masih boleh mendapatkan manfaat. Jika benda-benda dan uang tersebut tidak diserahkan maka tidak ada bhikkhu atau sämaêera yang dapat menggunakan barang-barang tersebut.
Jika bhikkhu tidak menyerahkan atau membuang uang atau benda-benda yang telah dibeli itu maka tidak peduli berapa banyak kalipun ia melakukan pengakuan atas pelanggarannya, ia dikatakan masih memiliki pelanggaran tersebut. Maka apabila ia mendengarkan pembacaan Pätimokkha atau menyatakan kemurniannya maka ia akan juga melanggar pelanggarana lainnya yaitu berbohong dengan sengaja. Dalam pernyataan Pätimokkha:
Bhikkhu yang manapun yang ditanya hingga tiga kali mengetahui ia masih memiliki pelaggaran dan masih belum mengakuinya ia adalah seseorang yang memberitahukan kebohongan. Para bhikkhu, berbohong dengan sengaja telah dinyatakan akan menjadi rintangan bagi pencapaian oleh Sang Bhagavä.
 

Bagian 5
Metode moderen
 
Ada banyak metode yang digunakan para bhikkhu saat ini untuk mengumpulkan dan menggunakan sejumlah besar dana uang. Jika anda seorang bhikkhu, anda akan menemukan perbedaan cara di setiap Vihära. Kebanyakan metode ini tidak mengikuti apa yang telah ditetapkan dalam naskah-naskah Tipièaka. Yang terbaik adalah menghindari praktek yang menimbulkan keraguan dan pertanyaan serta berpraktek menurut prosedur-prosedur yang diberikan dalam teks.
 
Sebagai contoh dalam teks tidak mengajarkan bhikkhu untuk mengajar seseorang di saat mereka mencoba memberikan uang tentang bagaimana harus menyerahkan barang-barang yang layak. Dalam teks mengajarkan jika uang itu dibawa dengan keinginan yang tidak murni untuk diberikan kepada bhikkhu maka bhikkhu tak dapat menunjuk seorang kappiya. Tidak ada jalan untuk membuat pemberian uang dapat dilayakkan. Uang tidaklah pernah dapat dimiliki oleh seorang bhikkhu. Ia tidak boleh berkata, apa yang harus dilakukan dengan uang yang digunakan sebagai däna kebutuhan, hanya boleh meminta barang-barang kebutuhan. Pada poin ini sangat halus dan kebanyakan para bhikkhu tidak mengerti akan hal ini, apa karena kurangnya dalam pembelajaran, tradisi atau pengaruh halus akan hasrat terhadap uang.
Lalu bagaimana bhikkhu yang tidak menerima uang bisa mendapatkan barang-barang kebutuhan yang layak? Ada beberapa cara yang diperbolehkan Sang Buddha untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan. Cara mudahnya adalah memintanya dari seseorang yang memiliki hubungan darah atau pada mereka yang telah mengundang (berpaväraêa) untuk memintanya barang-barang kebutuhan. Pada umumnya bhikkhu tak dapat meminta barang-barang kebutuhan kepada mereka yang belum memberikan undangan dan tidak memiliki hubungan darah. Melakukan hal itu adalah penghidupan yang salah. Bagaimanapun, apabila bhikkhu itu sakit, ia bisa meminta obat atau makanan dari siapapun juga. Juga apabila jubah atau mangkuknya dicuri atau hancur, ia dapat memintanya dari siapapun (Lihat Nissaggiya Päcittiya enam dan duapuluh satu). Bhikkhu juga dapat meminta untuk tenaga kerja atau meminjam perkakas. Ia dapat meminta seseorang untuk membawakannya air di tempat umum seperti sungai atau waduk tetapi ia tidak boleh meminta air milik pribadi untuk minum dari rumah seseorang. Bhikkhu juga dapat mengambil kayu, batu atau bahkan material dari hutan belantara yang belum ada pemiliknya dan diijinkan oleh hukum setempat.
Sebelum pentahbisannya sebagai sämaêera atau bhikkhu, seseorang dapat mengatur däna uang untuk mendukungnya mendapatkan barang-barang kebutuhan ketika ia nanti menjadi seorang bhikkhu atau sämaêera. Däna semacam itu dapat dititipkan dengan saudara kandung atau teman dan mereka harus diberitahu untuk memberikan barang-barang keperluan tersebut padanya setelah mereka ditahbiskan. Bhikkhu atau sämaêera yang baru saja ditahbiskan dapat meminta barang-barang keperluan tersebut dari orang yang memegang däna jika ia memiliki hubungan darah dengannya. Tetapi bhikkhu atau sämaêera masih butuh mendapatkan undangan dahulu sebelumnya dari teman yang memegang dänanya. Ini perlu dijelaskan pada teman sebelum pentahbisan.
Ketika seseorang telah ditahbis, jika ia masih memiliki uang di dalam bank ketika selagi menjadi umat awam, maka ia sudah tak dapat mengambil atau membuat perencanaan dengan uang tersebut untuk keuntungannya sendiri. Ia dapat meninggalkan itu di bank hingga ia lepas jubah dan tidak menggunakannya semenjak ia ditahbiskan. Jalan alternatifnya, ia bisa memberikan uang tersebut kepada orang tuanya, atau kerabatnya atau temannya untuk digunakan tetapi itu tak dapat diberikan kepada bhikkhu atau sämaêera atau Vihära.
Penerimaan dan penggunaan konpensasi pensiun ketika masih ditahbiskan juga tidak diperbolehkan. Orang yang menginginkan memasuki Saògha harus membuat perencanaan yang baik yang berhubungan dengan konpensasi pensiunnya sebelum memakai jubah.
 
 
KESIMPULAN
 
Peraturan yang berhubungan dengan uang sangatlah rumit untuk dijelaskan tetapi tidaklah sulit untuk dilaksanakan. Semua yang perlu bhikkhu lakukan adalah menolak untuk menerima uang. Untuk mereka yang menjaga peraturan sungguh-sungguh mereka akan mendapatkan atau meningkatkan pengertian yang lebih mendalam dari Dhamma. Mereka akan mampu merealisasikan buah dari Vinaya yang mana tidak ditemukan di dalam kata-kata dari peraturannya, tetapi berada di dalam hati bagi mereka yang mempraktekkannya.
Buddha Säsana Ciraó Tièèhatu (tiga kali)
Semoga ajaran Buddha dapat bertahan lama.
Sädhu… Sädhu… Sädhu !!!
 
ex- Phra Uttamadhammo-Sekarang Ashin U Vappa
Pa Auk Tawya, Juli 2010
[1] Orang yang membantu atau melayani para bhikkhu.

Dicopas dari http://www.facebook.com/notes/hadaya-vatthu/kehidupan-bebas-dari-uang/2050323628807
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #4 on: 03 November 2011, 11:20:15 AM »
Bagian 1
[...]
2.   Sejumlah däna (uang) untuk keperluan dapat dititipkan pada seorang kappiya[1] dan ia harus diberi instruksi untuk membeli dan menyerahkan barang-barang tersebut kepada bhikkhu, sekelompok bhikkhu, atau Saògha dalam Vihära itu. Jangan menanyakan kepada bhikkhu, 'Kepada siapa saya harus berikan ini (uang)?' Jika anda menanyakan dengan cara ini maka itu tidaklah diperbolehkan bagi seorang bhikkhu untuk menunjuk seorang kappiya. Cukup dengan mengatakan, 'Bhante, saya ingin berdäna (dalam hal ini uang). Siapa kappiya bhante?'
[...]

Pertanyaan: "kepada siapa saya dapat memberikan uang ini?" dengan "Saya ingin berdana, siapa kappiya bhante?". Bukannya sama-sama menunjuk seseorang?

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #5 on: 03 November 2011, 12:41:45 PM »

Bagian 1

...cut...

2.   Sejumlah däna (uang) untuk keperluan dapat dititipkan pada seorang kappiya[1] dan ia harus diberi instruksi untuk membeli dan menyerahkan barang-barang tersebut kepada bhikkhu, sekelompok bhikkhu, atau Saògha dalam Vihära itu. Jangan menanyakan kepada bhikkhu, 'Kepada siapa saya harus berikan ini (uang)?' Jika anda menanyakan dengan cara ini maka itu tidaklah diperbolehkan bagi seorang bhikkhu untuk menunjuk seorang kappiya. Cukup dengan mengatakan, 'Bhante, saya ingin berdäna (dalam hal ini uang). Siapa kappiya bhante?'

...cut...
 
Jika utusan itu berkata pada bhikkhu itu, “Apakah bhante memiliki seorang kappiya?” maka, para bhikkhu, jika bhikkhu itu menginginkan sebuah jubah, ia dapat menunjuk seorang kappiya — bisa seorang pelayan Vihära atau seorang umat awam — (berkata,) “Tuan, itu, adalah kappiya para bhikkhu.”
 
...cut...
 


dua kalimat yg di bold diatas kelihatan agak rancu.

apakah seorang bhante boleh memilih/menunjuk seorang kapiyya atau tidak boleh?

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #6 on: 03 November 2011, 02:13:52 PM »
Pertanyaan: "kepada siapa saya dapat memberikan uang ini?" dengan "Saya ingin berdana, siapa kappiya bhante?". Bukannya sama-sama menunjuk seseorang?

Inti yang pertama ada objek uang yang ingin diberikan...dan ketika seorang bhikkhu mengetahuinya karena ada dana "uang" maka dia tidak boleh mengatakan kepada siapa "uang "itu harus diberikan.  Berbeda jika kita mengatakan saya ingin "berdana" dana disini berarti 4 kebutuhan pokok bhikkhu....bukan "uang" sehingga seorang bhikkhu boleh menjawab ketika ditanya siapa kapiyanya, bila ada. Tetapi jika seorang bhikkhu mengetahui yang akan didanakan adalah uang maka ia harus menolaknya. Biasanya kita mengatakan bhante siapa kapiya bhante karena saya ingin mendanakan  catupacaya.
« Last Edit: 03 November 2011, 02:27:01 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #7 on: 03 November 2011, 02:26:12 PM »
Quote
Bagian 1

...cut...

2.   Sejumlah däna (uang) untuk keperluan dapat dititipkan pada seorang kappiya[1] dan ia harus diberi instruksi untuk membeli dan menyerahkan barang-barang tersebut kepada bhikkhu, sekelompok bhikkhu, atau Saògha dalam Vihära itu. Jangan menanyakan kepada bhikkhu, 'Kepada siapa saya harus berikan ini (uang)?' Jika anda menanyakan dengan cara ini maka itu tidaklah diperbolehkan bagi seorang bhikkhu untuk menunjuk seorang kappiya. Cukup dengan mengatakan, 'Bhante, saya ingin berdäna (dalam hal ini uang). Siapa kappiya bhante?'

...cut...
 
Jika utusan itu berkata pada bhikkhu itu, “Apakah bhante memiliki seorang kappiya?” maka, para bhikkhu, jika bhikkhu itu menginginkan sebuah jubah, ia dapat menunjuk seorang kappiya — bisa seorang pelayan Vihära atau seorang umat awam — (berkata,) “Tuan, itu, adalah kappiya para bhikkhu.”
 
...cut...
 



dua kalimat yg di bold diatas kelihatan agak rancu.

apakah seorang bhante boleh memilih/menunjuk seorang kapiyya atau tidak boleh?

::

Yang kalimat warna merah tidak boleh menunjuk seorang kapiya karena , bhikkhu itu secara nyata mengetahui uang yang akan didanakan karena ada pertanyaan "kepada siapa saya harus berikan ini(uang)?

Sementara kalimat warna hijau boleh menunjuk kapiya karena hanya ditanya "apakah bhante memiliki seorang kapiya?"  dan kebetulan sedang memerlukan jubah.  Disana tidak ada kata "uang" ataupun melihat uang secara fisik yang akan didanakan kepada bhikkhu tersebut
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #8 on: 03 November 2011, 02:39:05 PM »


Yang kalimat warna merah tidak boleh menunjuk seorang kapiya karena , bhikkhu itu secara nyata mengetahui uang yang akan didanakan karena ada pertanyaan "kepada siapa saya harus berikan ini(uang)?

Sementara kalimat warna hijau boleh menunjuk kapiya karena hanya ditanya "apakah bhante memiliki seorang kapiya?"  dan kebetulan sedang memerlukan jubah.  Disana tidak ada kata "uang" ataupun melihat uang secara fisik yang akan didanakan kepada bhikkhu tersebut

Anumodana Bro, paham sekarang...

Tergantung objeknya.. jika kebutuhan pokok, maka beliau boleh menanggapi namun jika objeknya uang atau diluar kebutuhan pokok, maka beliau akan memilih untuk diam.

Satu lagi pertanyaan, mengenai kapiya, apakah si Bhikkhu yg memilih atau bagaimana?

_/\_

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #9 on: 03 November 2011, 02:55:14 PM »
Anumodana Bro, paham sekarang...

Tergantung objeknya.. jika kebutuhan pokok, maka beliau boleh menanggapi namun jika objeknya uang atau diluar kebutuhan pokok, maka beliau akan memilih untuk diam.

Satu lagi pertanyaan, mengenai kapiya, apakah si Bhikkhu yg memilih atau bagaimana?

_/\_

::


Biasanya umat yang menawarkan diri atau berpavarana(bertekad) di hadapan bhikkhu. Atau bisa juga umat menunjuk seseorang dimana orang yang ditunjuk bersedia, kemudian memberitahukan kepada bhikkhu bersangkutan. Oleh karena itu bhikhu bila tidak ada kapiya maka mereka bergantung pada sanak famili yang sedarah, karena mereka dapat meminta langsung dan sanak famili sedarah tersebut tidak perlu pavarana untuk menjadi kapiya.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #10 on: 03 November 2011, 03:35:20 PM »
Biasanya umat yang menawarkan diri atau berpavarana(bertekad) di hadapan bhikkhu. Atau bisa juga umat menunjuk seseorang dimana orang yang ditunjuk bersedia, kemudian memberitahukan kepada bhikkhu bersangkutan. Oleh karena itu bhikhu bila tidak ada kapiya maka mereka bergantung pada sanak famili yang sedarah, karena mereka dapat meminta langsung dan sanak famili sedarah tersebut tidak perlu pavarana untuk menjadi kapiya.

Anumodana penjelasannya Bro Bond...

Pada intinya, seorang bhikkhu diminimalisir untuk memilih (makanan apa yg diberikan, kapiya juga umat yg menawarkan diri, uang tidak boleh pegang, kebutuhan hidup bergantung pemberian orang, dll).. tujuannya untuk memadamkan banyak keinginan.

Juga diminimalisir potensi gangguan panca indera (dilarang menonton tari2an, nyanyian, hiburan, pake wewangian, pake perhiasan, berhubungan badan, dll) ini esensinya... jadi, seorang bhikkhu harusnya paham sendiri, apakah pantas: maen gitar, nonton film korea, hobby foto2an (memang tidak ada dalam vinaya soal foto2an, tapi klu tau esensi menjadi petapa dan disiplin vinaya maka tau sendiri mana yg pantas dan mana yg tidak).. termasuk maen game, internetan, dan... facebook... ini termasuk kegiatan 'abu2': jika dilakukan dalam kapasitas menyebarkan dhamma, maka oke. Namun pantas dipertimbangkan internet dan facebook SANGAT berpotensi mengganggu konsentrasi dan ketenangan panca-indera.. salah klik akan muncul gambar2 yg menggoda...  tau2 nongol private-chat dari seorang gadis muda...

Soal chat pribadi antara seorang wanita dan bhikkhu ini: terjadi di area tertutup hanya berdua, sama halnya dengan percakapan handphone antara bhikkhu dan wanita berdua saja... Setahu saya ada vinaya yg melarang seorang Bhikkhu berduaan diruangan dengan seorang wanita.. esensinya agar tidak terjadi godaan (pikiran, ucapan dan perbuatan) / gangguan moralitas yg menggoyahkan latihan si Bhikkhu...

Vinaya memang tidak mengatur soal handphone dan chat pribadi (krn zaman dulu belum ada sarana telekomunikasi begini) namun jika paham esensi vinaya, maka -imo- hal2 beginipun harus dihindari, demi latihan dan dispilin itu sendiri...

Begitu pentingnya 'latihan kesadaran dan menjauhi kondisi2 yg menggoda' ini bagi seorang Bhikkhu, sehingga hal2 yg -kelihatan- remehpun diatur dalam vinaya (yg sebenarnya ada tujuan/esensinya): berjalan tidak boleh mata jelalatan, menunduk sedikit, menatap 2 m kedepan, jalan perlahan, tidak buru2... makan juga, suapan sudah dekat, baru mulut dibuka. Setelah habis kunyahan dan ditelan, baru disusul suapan berikutnya... (cmiiw)

Jika informasi yg sy dapatkan diatas adalah benar, maka kelihatannya banyak bhikkhu2 sekarang yg kurang awas soal ini, berjalan sangat gagah dan mata jelalatan kesana-kemari, juga makan kelihatan rakus dan tidak tenang... Sy jarang ketemu langsung dgn Bhikkhu, dari yg jarang tsb, sy lihat tidak banyak Bhikkhu yg menjaga disiplin begini, bbrp dari yg sedikit tsb diantaranya adalah Bhante Pannavaro, berjalan sangat tenang, menunduk, juga bbrp bhikkhu pemula.. sementara bbrp bhikkhu senior lain justru sperti sdh lupa menjaga hal2 begini; berjalan seperti artis, dagu terangkat dan mata terbuka lebar dan melirik sana-sini....  nggak usah sy sebut namanya deh...

::
« Last Edit: 03 November 2011, 03:44:11 PM by williamhalim »
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #11 on: 03 November 2011, 03:57:57 PM »
Bagian 1
[...]
Sekiranya ada seorang Räja, pejabat kerajaan, brähmaêa, atau perumah tangga, mengirimkan däna jubah untuk seorang bhikkhu melalui seorang utusan, (berkata,) “Setelah membelanjakan sebuah jubah dengan däna jubah ini, berikanlah bhikkhu bernama ini dan itu dengan sebuah jubah”: Jika utusan itu, menghampiri seorang bhikkhu, berkata, 'Ini adalah däna jubah yang dikirimkan untuk kepentingan bhante. Tolong bhante terima däna jubah ini,” maka bhikkhu itu harus memberitahu utusan tersebut. “Kami tidak menerima däna jubah, sahabat. Kami menerima jubah (kain-jubah) yang sesuai menurut musimnya.”
 
Jika utusan itu berkata pada bhikkhu itu, “Apakah bhante memiliki seorang kappiya?” maka, para bhikkhu, jika bhikkhu itu menginginkan sebuah jubah, ia dapat menunjuk seorang kappiya — bisa seorang pelayan Vihära atau seorang umat awam — (berkata,) “Tuan, itu, adalah kappiya para bhikkhu.”
[...]

Jadi, kalau mau berdana jubah, tidak bisa langsung ke bhikkhu, tapi ke kappiya? Kalau bhikkhu-nya tidak ada kappiya, berarti pavarana dulu?

atau bhikkhu tsb menolak karena bahasanya (antara dana-jubah vs kain-jubah)? bedanya apa ya?

"menurut musimnya", maksudnya apa?
« Last Edit: 03 November 2011, 04:08:15 PM by dhammadinna »

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
Re: Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #12 on: 03 November 2011, 04:10:18 PM »
tapi ada lhoo, di kehidupan nyata, w pernah liat Bhikkhu yg pake jubah theravada pindapatta, pas wkt w ke penang...
bhikkhunya terima uang pas pindapatta, tanpa disertai oleh kappiyanya, uda itu seorg diri lagi...
apakah itu bhikkhu gadungankah? yg hanya berpura2 menjadi bhikkhu? dari gelagatnya sih, w liat spt itu... :-? :-? :-?
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

Offline William_phang

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.101
  • Reputasi: 62
Re: Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #13 on: 03 November 2011, 04:13:51 PM »
tapi ada lhoo, di kehidupan nyata, w pernah liat Bhikkhu yg pake jubah theravada pindapatta, pas wkt w ke penang...
bhikkhunya terima uang pas pindapatta, tanpa disertai oleh kappiyanya, uda itu seorg diri lagi...
apakah itu bhikkhu gadungankah? yg hanya berpura2 menjadi bhikkhu? dari gelagatnya sih, w liat spt itu... :-? :-? :-?


Kayak ga perlu jauh2 deh...disini aja wkt pindapatta apalagi pas waisak juga ngasih angpao dan dimasukan kedalam patta (mangkok).... dulu krn tidak tau jadi ikut2an juga dan ini di vihara yg besar loh.....hehehe

Belum lagi juga ulah umat yg minta pemberkatan rumah habis itu di kasih angpao.....hehehe

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Kehidupan Bebas Dari Uang/Vinaya
« Reply #14 on: 03 November 2011, 04:36:44 PM »
Quote
Bagian 1
[...]
Sekiranya ada seorang Räja, pejabat kerajaan, brähmaêa, atau perumah tangga, mengirimkan däna jubah untuk seorang bhikkhu melalui seorang utusan, (berkata,) “Setelah membelanjakan sebuah jubah dengan däna jubah ini, berikanlah bhikkhu bernama ini dan itu dengan sebuah jubah”: Jika utusan itu, menghampiri seorang bhikkhu, berkata, 'Ini adalah däna jubah yang dikirimkan untuk kepentingan bhante. Tolong bhante terima däna jubah ini,” maka bhikkhu itu harus memberitahu utusan tersebut. “Kami tidak menerima däna jubah, sahabat. Kami menerima jubah (kain-jubah) yang sesuai menurut musimnya.
 
Jika utusan itu berkata pada bhikkhu itu, “Apakah bhante memiliki seorang kappiya?” maka, para bhikkhu, jika bhikkhu itu menginginkan sebuah jubah, ia dapat menunjuk seorang kappiya — bisa seorang pelayan Vihära atau seorang umat awam — (berkata,) “Tuan, itu, adalah kappiya para bhikkhu.”
[...]





Jadi, kalau mau berdana jubah, tidak bisa langsung ke bhikkhu, tapi ke kappiya? Kalau bhikkhu-nya tidak ada kappiya, berarti pavarana dulu?

atau bhikkhu tsb menolak karena bahasanya (antara dana-jubah vs kain-jubah)? bedanya apa ya?

"menurut musimnya", maksudnya apa?

Dalam vinaya ada ketentuan bhikkhu boleh memiliki sejumlah tertentu jubah. Yang pasti ada satu set jubah(jubah jubah atas, jubah bawah dan Jubah sanghati)  yang disebut jubah adithana. Oleh karena itu bila melebihi ketentuan jumlah tersebut maka jubah lama harus dibuang atau tidak digunakan lagi . Jadi bila bhikkhu tersebut belum memerlukannya akan mengatakan seperti kalimat yang ditebalkan. diatas. Tetapi bila dengan menanyakan kapiya dan kapiya menerimanya maka kapiya tersebut akan menyimpannya dan kapanpun bhikkhu tersebut memerlukannya , ia bisa memintanya. Jika tidak ada kapiya bisa didanakan langsung  bila memang ia benar-benar memerlukannya langsung. Kecuali jika anda mengatakan "bhante ini adalah dana jubah untuk Sangha" maka bhikkhu tersebut bisa menerimanya dan menaruh ditempat sangha, dan bhikkhu tersebut tidak boleh menggunakan jubah tersebut tanpa seijin sangha. Karena merupakan milik bersama dalam hal ini sangha terkait kecuali jubah tersebut memang untuk  bhikkhu tersebut secara individu dan mengikuti ketentuan vinaya yang ada. Menurut musimnya = menurut waktu yang tepat .
« Last Edit: 03 November 2011, 04:48:20 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada