III.2 PENJELASAN MENGENAI
CERITA PETA SANUVASIN1
[ Sanuvasipetavatthuvannanca ]
‘Sesepuh dari kota Kundi.’ Ini dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Hutan Bambu sehubungan dengan beberapa famili-peta dari bhikkhu thera Sanuvasin.
Dikatakan bahwa dahulu kala di Benares putra dari raja Kitava sedang dalam perjalanan pulang setelah berolahraga di taman hiburan. Dia melihat Paccekabuddha Sunetta meninggalkan kota setelah berkeliling mengumpulkan dana makanan.2 Mabuk karena kesombongan memiliki kekuasaan dan karena memang jelek akhlaknya, dia berpikir ‘Betapa beraninya si gundul itu lewat tanpa memberi hormat anjali padaku’. [178] Maka putra raja itu pun turun dari punggung gajah dan berkata pada bhikkhu itu, ‘Apakah engkau memperoleh dana makanan, saya ingin tahu?’Sambil berkata demikian, dia merampas mangkuk dari tangan bhikkhu tersebut, melemparkannya ke tanah dan menghancurkannya. Dicemoohnya bhikkhu itu, sementara thera tersebut (berdiri) memandang dengan bakti dihatinya dengan mata yang tertuju ke bawah, lembut, rileks dan menyebarkan cinta kasih,3tak terganggu karena telah mencapai Kesedemikianan4 di dalam segala situasi. Putra raja kemudian beranjak sambil berkata dengan pikiran yang dengki karena kebencian yang tidak pada tempatnya,’Tidakkah engkau tahu bahwa saya adalah putra raja Kitava? Apa manfaatmu bagiku hanya memandang (seperti itu)?’Tetapi begitu dia pergi, muncul energi yang amat panas di sekeliling tubuhnya, yang menyerupai panasnya api neraka. Dengan tubuh yang dikuasai oleh siksaan yang besar, dikuasai oleh perasaan sengsara yang luar biasa mencekam, dia mati dan muncul di Neraka Besar Avici. Di sana dia direbus selama 84.000 tahun sementara dia berdiri dan dibolak-balik dengan berbagai cara – ke sisi kanan, ke sisi kiri, telentang, tengkurap.5 Ketika jatuh dari sana , dia menjalani kesengsaraan karena kelaparan dan kehausan dan sebagainya selama jangka waktu yang tak terbatas di antara para peta. Ketika jatuh dari sana, dia muncul di suatu desa nelayan di dekat kota Kundi selama masa-Buddha ini. Di sana, muncul di dalam dirinya kemampuan untuk mengingat kehidupan-kehidupan lampaunya. Lewat sarana ini dia dapat mengingat kesengsaraan yang telah dijalaninya6 di masa lampau. Karena ketakutan akan tindakan-tindakan jahat, maka dia tidak mau pergi menangkap ikan bersama dengan sanak saudaranya, walaupun dia sudah cukup umur. Ketika mereka pergi, dia bersembunyi karena tidak mau membunuh ikan; sedangkan jika dia pergi,7 dia akan merusak jala atau mengambil ikan-ikan yang masih hidup8 untuk dilepaskan kembali ke dalam air. Karena tidak setuju9 akan tindakannya, sanak saudaranya pun mengusirnya dari rumah mereka. Tetapi ada satu saudara kandung lelaki yang amat menyayanginya.
Pada waktu itu, Y. M. Ananda sedang berdiam di Gunung Sanuvasin10 di dekat kota Kundi. Putra nelayan yang telah diusir sanak saudaranya itu berkelana kian kemari, dan sampai di tempat kediaman Y. M. Ananda. Dia menghampiri bhikkhu yang ketika itu sedang makan. Setelah Y. M. Ananda bertanya dan mengetahui bahwa dia membutuhkan makanan, beliau memberinya makanan. Setelah putra nelayan itu selesai makan [179] Y. M. Ananda menanyakan segala masalahnya. Melalui percakapan tentang Dhamma, Y M. Ananda mengetahui bahwa orang ini memiliki bakti di dalam hatinya (maka beliau bertanya), ‘Apakah engkau ingin meninggalkan keduniawian, sahabat?’ (dan dia menjawab), Ta, Tuan, saya ingin meninggalkan keduniawian.’Setelah mentahbiskannya sebagai samanera, Y M. Ananda kemudian pergi, bersama samanera itu, ke hadapan Sang Buddha. Sang Buddha berkata, ‘Ananda, engkau harus memiliki belas kasihan kepada samanera ini.’ Karena belum melakukan tindakan-tindakan yang berjasa di masa lampau, dia menerima hanya sedikit (dalam hal bahan makanan). Maka, Sang Guru, untuk membantu11, menyuruhnya mengisi pot-pot air untuk digunakan para bhikkhu. Ketika para umat awarn melihat hal ini, mereka memberinya banyak makanan secara rutin. Pada saatnya, dia menerima pentahbisan dan mencapai tingkatArahat. Setelah menjadi thera, beliau tinggal di Gunung Sanuvasin bersama duabelas bhikkhu. Sebanyak 500 sanak saudaranya, karena tidak mengumpulkan tindakan-tindakan yang bajik namun malahan mengumpulkan tindakan-tindakan yang jahat -seperti misalnya keegoisan dan sebagainya- mati dan muncul di antara para peta. Walaupun demikian, ibu dan ayahnya tidak mau mendekati sang Arahat karena mereka malu dengan pemikiran,’Ini adalah orang yang dulunya kita buang12 dari rumah’. Ibu dan ayahnya pun mengirimkan saudara lelaki yang mengasihinya. Saudaranya ini menampakkan dirinya pada saat thera tersebut memasuki desa mengumpulkan dana makanan. Dia berlutut13 dengan lutut kanan bertumpu di tanah dan memberi hormat ahjali, lalu berbicara menyampaikan syair-syair yang bermula: Ibu dan ayahmu, Tuan’. Tetapi lima syair yang bermula:’Thera dari kota Kundi’ dan sebagainya disisipkan oleh mereka yang membuat resensi Dhamma dengan tujuan untuk menunjukkan konteksnya.
1. Thera dari kota Kundi yang berdiam di Sanuvasin, yang bernama Potthapada, adalah seorang petapa dengan kemampuan-kemampuan yang telah berkembang.
2. lbu, ayah, dan saudara lelakinya telah pergi ke kehidupan yang sengsara di alam Yama. Karena telah melakukan tindakan-tindakan yang jahat, mereka telah pergi dari sini ke alam para peta.
3. Pergi ke kehidupan yang sengsara, ditusuk-jarum,14letih, telanjang dan kurus kering; ketakutan, di dalam kengerian yang besar dan bertangan penuh darah,15 sehingga mereka tidak mau menampakkan (dirinya sendiri).
4. [180] Saudara lelakinya, yang terpaku, telanjang, sendirian di jalur tunggal, membungkuk di atas kaki dan tangannya,16 menampakkan17 dirinya kepada thera itu.
5. Tetapi thera itu tidak memperhatikan18 dan lewat tanpa bicara, maka dia memberitahu sang thera, dengan mengatakan, “Saya adalah saudara lelakimu yang datang sebagai peta;
6. lbumu dan ayahmu, Tuan, telah pergi ke kehidupan yang sengsara di alam Yama. Karena telah melakukan tindakan-tindakan yang jahat, mereka telah pergi dari sini ke alam peta.
7. Pergi ke kehidupan yang sengsara, ditusuk-jarum, letih, telanjang dan kurus kering; ketakutan, di dalam kengerian yang besar dan bertangan penuh darah, sehingga mereka tidak mau menampakkan (dirinya sendiri).
8. Engkau penuh kasih sayang; mohon berbelas-kasihanilah – ketika engkau telah memberi, limpahkanlah itu kepada kami (karena) lewat sarana makanan yang diberikan olehmu itulah maka tangan yang penuh darah ini dapat ditopang.’”
1 Di sini, thera dari kota Kundi (Kundinagariyo thero): thera yang terlahir dan besar di kota dengan nama itu. Bacaan alternatifnya adalah Kundikanigaro thero, tetapi ini sama artinya. Yang berdiam di Sanuvasin (Sanuvasinivasino): yang berdiam di Gunung Sanuvasin. Bernama Potthapada (potthapado ti namena): dikenal dengan nama Potthapada. Adalah seorang petapa (samano): telah menghentikan (semua) kejahatan.19 Dengan kemampuan-kemampuan yang telah berkembang (bhavitindriyo): dengan kernampuan keyakinan dan sebagainya yang telah berkembang melalui pengolahan jalan Ariya, yaitu seorang Arahat.
2 -nya (tassa): thera Sanuvasin. Telah pergi ke kehidupan yang sengsara (duggata): telah pergi ke keadaan kesengsaraan.
3 Ditusuk-jarum (sucik’ atta):20 menderita21 dengan tubuh22 yang kasar dan berbau tengik.23 Bacaan alternatifnya adalah ‘lenyap-jarum’ (sucigata).24 Mereka tertimpa, tertindas,25 oleh rasa lapar dan haus yang telah memperoleh nama jarum’ (sucika) dalam pengertian bahwa mereka itu menusuk.26 Beberapa terbaca bertenggorokan-jarum (sicikantha): yang artinya lubang mulut mereka bagaikan mata jarum.27 Letih (kilanta): lelah dalam pikiran dan tubuh. Telanjang (nagino): tidak berpakaian, penampilannya telanjang. Kurus kering (kisa): dengan tubuh yang kurus kering, karena mereka memiliki tubuh yang hanya terdiri dari kulit dan tulang. Ketakutan (uttasanta): mereka menjadi ngeri karena takut akan hukuman28 karena berpikir, ‘Petapa ini adalah anakkami.’[181] Di dalam kengerian yang besar (mahatasa): mereka dipenuhi ketakutan yang luar biasa karena tindakan-tindakan yang telah mereka lakukan sebelumnya. Tidak mau menampakkan (na dassenti): tidak mau menampakkan diri sendiri, tidak mau pergi menghadap dia. Bertangan penuh darah (kururino): bertindak dengan kejam.
4 Saudara lelakinya (tassa bhata): saudara laki-laki thera Sanuvasin. Terpaku: vitaritva=vitinno (bentuk tata bahasa alternatif), yang artinya ketakutan dan gemetaran karena ngeri dicela. Bacaan alternatifnya adalah bergegas (vituritva):29 terburu-buru, yaitu bergegas. Di jalur tunggal (ekapathe): pada jalan jalur tunggal. Sendirian (ekako): sendirian, tidak ditemani. Membungkuk di atas kaki dan tangannya (catukundiko bhavitvana): dia menggerakkan diri ke mana-mana dengan empat kaki-tangan yang tertekuk30 _ (berarti) tertekuk keempatnya; beristirahat31 dan pergi ke mana-mana di atas dua tangan dan dua lutut, yang artinya: sudah menjadi demikian rupa. Dia bertindak dengan cara ini, sehingga apa pun yang memalukan dapat tertutup dari depan. Menampakkan dirinya kepada thera itu (therassa dassayi tummam): membuat dirinya tampak, membiarkan dirinya tampak, di hadapan thera itu.32
5 Tidak memperhatikan (amanasikatva): tidak ada perhatian (amanasikaritva, bentuk tata bahasa alternatif), tidak memperhatikan dia itu mungkin siapa. Maka dia (so ca): maka peta itu. Saya adalah saudara lelakimu yang datang sebagai peta (bhata petagato aham): peta itu memberitahukan thera tersebut dengan mengatakan, ‘Saya adalah saudara lelakimu di dalam kehidupan lampau; dan sekarang saya datang ke sini sebagai peta’- dernikianlah hal ini harus dipahami. Tiga syair yang bermula: Ibu(mu) clan ayah(mu)’ dikatakan untuk menunjukkan cara dia memberitahukan hal ini.
6 Di sini, ibumu dan ayahmu: mata pita ca te=tava mata pita ca (tata bahasa alternatif).
8 Mohon berbelas-kasihaniah (anukampassu): tolong bantulah (kami), berbaik hatilah. Limpahkanlah (anvadisahi): berikanlah itu. Kepada kami: no=amhakam33 (bentuk tata bahasa alternatif). Yang diberikan olehmu: tava dinnena=taya dinena (bentuk tata bahasa alternatif).
(Mereka yang mengulang Dhamma) kemudian mengucapkan syair-syair ini untuk menunjukkan alur tindakan yang diambil34 oleh thera tersebut ketika beliau mendengar ini:
9. Ketika sang thera dan duabelas bhikkhu lain telah mengumpulkan dana makanan, mereka berkumpul di tempat yang sama dengan tujuan berbagi makanan tersebut.35
10. Sang thera berkata kepada mereka semua: ‘Berikanlah kepadaku sebagaimana telah diterima; saya akan mengubahnya menjadi makanan bagi Sahgha36 karena belas kasihan pada sanak saudaraku.”
11. [182] Mereka menyerahkannya kepada sang thera dan sang thera pun mengundang Sahgha. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya dengan mengatakan, Tiarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”
12. Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah makanan-makanan – yang bersih, pilihan, disiapkan dengan baik, dan berbumbu kari dengan berbagai aroma; sesudah itu saudara lelakinya menampakkan dirinya, 37tampan, kuat clan bahagia, dan berkata,
13. Melimpah (adalah) makanan ini, tuan, tetapi liatlah bahwa kami masih telanjang. Tolong kerahkanlah usahamu, 38tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh pakaian.’