BAB A : PENDAHULUANDi Vajira Sutta, Bhikkhuni Vajira, seorang Arahat, saat menegur dan memberi penjelasan pada Mara yg berusaha menggodanya, mengatakan bahwa yg kita sebut "diri" ini adalah semata kumpulan dari sankhara/bentukan ("fabrications") seumpama "kereta" hanya ada karena komponen-komponennya berkumpul, berpadu atau terintegrasi. Anattalakkhana, Culasaccaka, Mahapuññama Sutta dll, menjelaskan bhw masing-masing dari pancakhandha bukanlah atta/diri/aku.
Kutipan SN 5.10 VAJIRA SUTTA:Mara, dengan tujuan mengganggu dan menteror, mendekat dan bertanya:
"Oleh siapa makhluk itu diciptakan?
Dimana Sang Pencipta berada?
Di mana makhluk diciptakan?
Di mana lenyapnya makhluk?"
Bhikkhuni Vajira, seorang Arahat, menjawab:
"Makhluk, kau bilang? Itukah pemikiranmu? Yang ada di sini, hanyalah kumpulan/tumpukan bentukan-bentukan (sankhara) semata. Tidak bisa ditemukan makhluk di tumpukan ini."
Lanjut Sang Bhikkhuni:
"Seperti halnya bila komponen-komponennya lengkap berkumpul, ada istilah 'kereta'; begitupula halnya bila khandha-khandha hadir berkumpul, maka sebagai perjanjian umum ada istilah 'makhluk'."
"Hanya penderitaan yang mengada menjelma tercipta;
Penderitaanlah yang tercipta dan lenyap;
Tiada apapun melainkan penderitaan yang tercipta.
Tiada apapun melainkan penderitaan yang lenyap."
Menyadari Sang Bhikkuni mengenalinya, Mara kecewa dan segera menghilang.----------------------------------------------------------------------------------------------
Kutipan SN.22.86 ANURADHA SUTTA, saat Bhikkhu Anuradha mempertanyakan di mana Sang Buddha akan berada bila Beliau telah mangkat:
"Anuradha, bagaimana menurutmu? Apakah kau menganggap RUPA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"
"Apakah kau menganggap VEDANA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"
"Apakah kau menganggap SAÑÑA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"
"Apakah kau menganggap SANKHARA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"
"Apakah kau menganggap VIÑÑANA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"----------------------------------------------------------------------------------------------
Kutipan dari SN 22.59. Anattalakkhana Sutta, Kotbah Tentang Sifat Bukan Diri, kotbah kedua dari Sang Guru Agung Pengenal Segenap Alam Semesta:
"Jasmani, para bhikkhu, adalah bukan diri.
JIKA JASMANI ADALAH DIRI, JASMANI INI TIDAK AKAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN.
Akan mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan jasmani,
'Semoga jasmani ini menjadi demikian. Semoga jasmani ini tidak menjadi demikian.'
TETAPI KARENA JASMANI BUKAN DIRI, MAKA JASMANI MENYEBABKAN KEKECEWAAN.
Dan tidaklah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan jasmani, '
Semoga jasmani ini menjadi demikian. Semoga jasmani ini tidak menjadi demikian'.”
"Perasaan (Sensasi) bukanlah diri...
"Persepsi bukanlah diri...
"Bentukan [batin] bukanlah diri...
"Kesadaran bukanlah diri.
JIKA KESADARAN ADALAH DIRI, KESADARAN INI TIDAK AKAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN.
Adalah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan kesadaran,
'Semoga kesadaranku menjadi demikian. Semoga kesadaranku tidak menjadi demikian.'
TETAPI KARENA KESADARAN BUKAN DIRI, KESADARAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN.
Dan tidaklah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan kesadaran, '
Semoga kesadaranku menjadi demikian. Semoga kesadaranku tidak menjadi demikian'.”
...
Demikian, O, para bhikkhu, apapun jasmani.. perasaan.. persepsi.. bentuk-bentuk mental/pikiran.. kesadaran...
BAIK yang lalu, akan datang, maupun kini ada,
BAIK kasar maupun halus,
BAIK dalam "diri" sendiri maupun di luar "diri" sendiri,
BAIK rendah maupun luhur,
BAIK jauh maupun dekat,
SEPATUTNYA dipandang dengan Pengertian Benar..
"INI BUKAN MILIKKU, INI BUKAN AKU, INI BUKAN DIRIKU"----------------------------------------------------------------------------------------------
Dalam Alagaddupama Sutta, Sang Buddha menjelaskan bahwa masing-masing dari pancakhandha ini adalah bak daun dan ranting kering di hutan sana, yang bukan milik kita dan bukan milik siapa-siapa. Dalam Vina Sutta, beliau mengatakan bahwa suatu "diri" takkan dapat ditemukan di manapun di seluruh komponen batin jasmani ini, laksana suara musik yang keluar dari kecapi takkan dapat ditemukan di bagian atau komponen manapun pada alat musik tersebut, udara maupun pada pemain yang memetiknya.Seumpama ada seseorang yang ingin bunuh diri untuk memusnahkan dirinya, selama batinnya belum bebas dari Avijja tentunya komponen-komponen khandhanya masih akan terbentuk kembali. Orang itu tidak bisa memerintahkan masing-masing komponen pancakhandha yang membentuk "dirinya" atau yang dianggap milik "dirinya" untuk tidak membentuk lagi. Orang tersebut tidak bisa meminta masing-masing dari komponen pancakhandha yang dianggap berisi (mengandung) "dirinya/atta/aku" agar musnah dan tidak membentuk lagi.
RUPA, VEDANA, SAÑÑA, VIÑÑANA dan SANKHARA (pancakhandha) memang memiliki karakter, sifat, properties atau corak alamiahnya sendiri.
Dan tak ubahnya dengan komponen-komponen jasmani ini (seperti jantung, otak, ginjal, hati, usus, tulang, dll), tak dapat ditemukan suatu "diri/atta" pada masing-masing dari komponen-komponen batin ini. Tak ada yang bisa diajak chatting, ngobrol, curhat, berkelahi, dllnya dari masing-masing komponen batin dan jasmani ini. (",)
Seiring kita maju dalam meditasi vipassana, yang kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, akan semakin terlihat jelas sifat ANICCA, DUKKHA dan ANATTA pada batin jasmani. Jasmani kian melapuk tak dapat dicegah. Perasaan datang dan pergi sesukanya, bahkan pada objek yang sama dia bisa berubah, menjadi bosan misalnya. Ingatan yang tidak diharapkan untuk muncul bisa menghantui kita, sebaliknya kita tanpa sengaja malah bisa menjadi lupa akan hal-hal yang kita ingin ingat terus. Ginkgo Biloba? (",). Persepsi yang terangkai dari ingatan-ingatan kita pun bisa berubah sesuai dengan pengalaman yang kita lalui. Mungkin kita pernah mendengar (atau mengalaminya) seseorang melakukan tindakan yang "berlebihan" dan merusak karena suatu hal (mulai dari sakit perut kebelet ke WC, alkohol, nafsu, amarah dll) kemudian setelah sadar dia minta maaf "Maaf, yang tadi itu bukan saya...!". Emosi termasuk kehendak dan segala bentuk-bentuk batin baik positif, negatif, maupun netral adalah semata mekanisme khas atau atribut tipikal yang dimiliki semua makhluk. Bentuk-bentuk batin atau pikiran timbul dan lenyap karena terkondisi juga oleh kontak atau pertemuan antara kesadaran, keenam indera dan objek-objeknya. Kesadaran (consciousness) tidak bisa prima sepanjang hari, bahkan adakalanya di saat harusnya tidur, dia masih terang bak lampu 100 Watt, dsb. Kita tahu betapa kesadaran sangat dipengaruhi oleh jasmani, kondisi kebugaran, kesehatan, jenis makanan, minuman, atau obat-obatan yang kita konsumsi. Kesadaran hanyalah atribut arus kesadaran tipikal yang dijumpai pada setiap makhluk.
PANCAKKHANDHA, Jasmani (rupa), Perasaan (vedana), Persepsi (sañña), Bentuk-bentuk Mental/Pikiran (sankhara) dan Kesadaran (viññana) adalah berubah-ubah, timbul lenyap, tak memuaskan, tak bisa diandalkan, bukan suatu diri, tidak mengandung atau kosong dari suatu diri, bukan milik diri, tak berhubungan dengan suatu diri, tunduk pada proses perubahan, memiliki sifat, karakter, corak, mekanisme, prilaku, kondisi-kondisi penunjang dan hukumnya sendiri yang alami dan khas (tipikal)."RUPA, semata mekanisme jasmaniah yang terkondisi, BUKAN MAKHLUK.
VEDANA, semata reaksi kontak dengan indera, BUKAN MAKHLUK.
SAÑÑA, semata produk & rekaman sensorik indera, BUKAN MAKHLUK.
SANKHARA, semata adonan/lapisan/matriks kompleks tapi kosong, yang terus membentuk, berproses & berubah selama kondisi penunjangnya masih ada, BUKAN MAKHLUK.
VIÑÑANA, semata atribut tipikal arus daya kesadaran yg timbul lenyap, BUKAN MAKHLUK.
SEMATA fenomena alam dengan sifat alami & kondisi penunjangnya sendiri yang khas atau tipikal."
Itulah sebabnya dikatakan bahwa mereka adalah semata fenomena yang bukan suatu "diri/atta", kosong dari suatu "diri/atta", dan bukan milik "diri/atta" atau siapapun jua.
JASMANI bak pohon yang terus tumbuh menua, layu dan mati.
PERASAAN bak getaran khas/tipikal, yang dimiliki semua lonceng di seluruh dunia.
PERSEPSI bak mekanisme khas/tipikal yang dimiliki semua kamera di seluruh dunia.
BENTUKAN BATIN bak mekanisme khas/tipikal gaya menarik dan menolak yang dimiliki semua magnet di seluruh dunia.
KESADARAN bak daya listrik yang dipakai semua gadget di seluruh dunia.BAB B : TUMIMBAL LAHIR, HUKUM KARMA, PATICCASAMUPPADA, & ANATTA ADALAH SATU KESATUAN UTUH
Setelah mengenal ANATTA, lalu bila timbul pertanyaan:
1. Siapa yang terlahir kembali?
2. Siapa pewaris kamma? Bila tidak ada diri, kenapa harus takut berbuat jahat atau masuk neraka?
3. Kok bisa ada makhluk yg bisa mengingat kelahirannya di masa lampau?
Sebelumnya ijinkan saya mencoba menjawab dengan catatan bahwa kerangka berpikirnya adalah:
a. Tidak ada "Diri/Atta", yang ada hanya mekanisme sankhara dan bentukan2nya menjadi pancakhandha/namarupa.
b. Sankhara selama diliputi avijja tentu terus membentuk namarupa, yg bila kematian datang namarupa terurai, sankhara melalui patisandhi vinnana mencari media yg sesuai dan membentuk namarupa lagi, terurai, dst.
c. Sankhara bersifat individual tapi bukan atta. Misal di kebun kelapa sawit, ada ribuan pohon kelapa individual tapi pohon kelapa tetap saja bukan makhluk. Vipallasa (kesalahan persepsi) lah yang menyebabkan efek individual/separatisme menjadi terlihat sebagai personifikasi. INDIVIDUALITAS tidak sama dengan PERSON. Misalnya pohon kelapa pun bila punya bentuk-bentuk batin dan enam indera, pasti dia akan berpikir bahwa itu adalah aku.
d. Atta Vipallasa (persepsi keliru mengenai adanya atta) memang sudah sejak awal tak terelakkan. Sejak Viññana memungkinkan NAMA RUPA membentuk enam landasan indera (indera mata, telinga, hidung, pengecap, peraba, dan indera pikiran) dan mereka mengadakan kontak dengan objek luar, otomatis tak terelakkan akan timbul Atta Vipallasa atau persepsi tentang adanya Diri/Aku/Atta. Tapi melalui samadhi dan vipassana akan makin dipahami bahwa pancakhandha ini bukan diri dan "nyeleneh, ngeyel atau bandel" karena memang punya sifat khas dan alaminya sendiri.
Dalam Milindapanha dikatakan yang terlahir kembali adalah tidak berbeda tapi juga tidak sama. Misal ibu Pangeran Siddharta, Ratu Mahamaya adalah terdiri dari 5 khandha. Begitu meninggal, karena sankhara beliau masih diliputi Avijja maka sankhara tersebut masih membentuk di tempat yang sesuai dengan kondisi si sankhara, yang ternyata adalah alam deva. {Perhatian: Jangan lupa sankhara adalah fenomena alam impersonal (bukan atta) yang bisa berubah-ubah kondisinya, tergantung perbuatan (kamma) dan pengarahannya.} Sankhara Ratu Mahamaya sesaat setelah beliau meninggal di alam manusia membentuk ("fabricate") namarupa baru di alam tersebut, dengan viññana baru sesuai kamma sebelumnya, rupa baru sesuai kamma sebelumnya, dll. membentuk "sosok" baru.
Catatan:
*. Sankhara adalah laksana matrlks / pondasi (bak gedebong pisang, bawang merah, adonan kue) yang bertindak sebagai fenomena aktif ("agent") pembentuk sekaligus juga produk/hasil-hasil bentukannya yang termasuk kamma, sifat batin, pola kebiasaan dsb. Sankhara diibaratkan oleh Sang Buddha dalam <em>SN 22.95. Phena Sutta</em> sebagai gedebong pisang yang berlapis-lapis tapi tidak memiliki inti; karena pada hakekatnya hanya terdiri dari lapisan-lapisan atau bentuk-bentuk batin yang tipikal. Struktur dan substansinya berubah-ubah dan tidak kekal dari waktu ke waktu. Contoh: Sankhara Ratu Mahamaya saat beliau berusia balita sangat berbeda saat beliau remaja, dan berubah lagi saat beliau dewasa, ... dst.
*. Tahukah kita? Dari kisah Jataka, pada kehidupan lampau Devadatta pernah menjadi ayah kandung Sang Boddhisatta (calon Buddha Gotama). Dan jauh di kehidupan lampau, Sang Bodhisatta pernah terlahir sebagai wanita, seorang putri kerajaan sebagai saudara tiri bodhisatta lainnya yang kelak menjadi Buddha Purana pada kehidupan beliau saat itu.
KESIMPULAN JAWABAN:1. Setelah makhluk tumimbal lahir ke alam berikut, apakah akan menjadi pribadi yg sama?
Jawabnya, ada tumimbal atau tidak, sesungguhnya tidak ada atta. Yang ada hanyalah sankhara yang terus berproses selama ada Avijja. Bila Avijja lenyap, sankhara tak memiliki bahan bakar lagi, menjadi inert, berhenti berproses atau padam.
Tapi sebagai perjanjian umum, dalam bahasa "duniawi" atau sehari-harinya boleh dikatakan bahwa "makhluk" yang lahir di alam berikut adalah kelanjutan proses sebelumnya, tidak beda tapi juga tidak sama.
2. Buat apa takut masuk neraka, toh "DIRI" di kehidupan yang akan datang bukan "DIRI INI"?
Sekali lagi, tidak ada "Diri/Atta" yang terlibat. Tempat timbulnya perasaan senang maupun derita (sebagai hasil/akibat buah kamma baik atau buruk) adalah TETAP di mekanisme sankhara ini (yang kita persepsikan secara salah sebagai "Aku"), di mana mekanisme sankhara ini akan selalu berproses aktif membentuk namarupa selama Avijja belum lenyap. Ingat, sankhara bukan "Diri/Atta".
Tapi dalam "bahasa duniawi" boleh dikatakan bahwa "diri" inilah pewaris kamma. Jadi hendaknya kita tak ragu meninggalkan kejahatan dan hendaknya kita berbahagia dalam melakukan kebajikan, dengan tentunya tetap berlatih agar terbebas dari kegelapan dan segala bentuk penderitaan.
Menarik untuk dicermati bahwa dalam SN.12.46. Aññatra Sutta, saat Sang Buddha ditanya siapa yang mewarisi kamma, beliau menegaskan ada dua pandangan ekstrim:
1. Yang menerima akibat adalah "diri" ini
2. Yang menerima akibat adalah "bukan diri" ini
Lalu Sang Buddha menjelaskan bahwa untuk menghindari dua pandangan di atas, beliau mengajak kita menggunakan Dhamma sebagai jalan tengah. Lalu beliau mengulang kotbah tentang Paticcasamupada sehubungan dengan pertanyaan itu.
3. Bagaimana dengan makhluk yang mengingat dirinya di kehidupan sebelumnya?
Wajar, karena persepsi atau memorinya masih tersimpan. Bak sebuah komputer yang diganti seluruh komponennya tapi tidak diganti hard disk dan memori BIOS-nya. Bila komputer tsb "memiliki kesadaran dan pikiran" dia pasti BERPERSEPSI dan bilang "Tadi yang casingnya lapuk dan pakai prosesor Pentium 3 itu AKU, sekarang AKU pakai prosesor Pentium 4 dan casingku sekarang bagus, loh".
Sankhara bak chipset dan BIOS, Viññana bak arus listrik, Sañña bak memori dan harddisk, rupa bak casing, fan dan rangkanya, Mano (indera pikiran) bak prosesor, Panca indera yang lain bak interface (keyboard, touchscreen, mouse, microphone, dll).
CATATAN: Jelas perumpamaan di atas tidak sesederhana itu. Bahkan komputer pun bukan merupakan perumpamaan yang baik untuk menggambarkan pancakhandha, karena komputer tidak memiliki sankhara atau viññana yang terbentuk sesuai hukum Paticcasamupada. Hanya sekedar ilustrasi yang mudah-mudahan membuat kita tersenyum. (",)
BAB C : MANFAAT MENGENAL & MERENUNGKAN SIFAT ANICCA, DUKKHA & ANATTA DALAM KESEHARIANMemahami atau menembus kebenaran Anicca, Dukkha & Anatta, yang membawa pada kebebasan akhir, secara total tentu dicapai melalui meditasi dan vipassana. Namun sejak mulai mengenal kebenaran tersebut melalui mendengar Dhamma dan kemudian mengamati dan merenungkan gerak-gerik batin jasmani, sedikit demi sedikit kita akan melihat bahwa pancakhandha ini ternyata hanyalah fenomena batin jasmani yang tidak kekal, tidak dapat diandalkan, tidak memuaskan, yang bukan "diri/aku/atta", tanpa "diri/aku/atta", bukan milik "diri/aku/atta" yang memiliki sifat dan corak khasnya sendiri. Dengan bijaksana melihatnya, pemahaman ini akan:
1. "Membantu sedikit demi sedikit" mengurangi ego/keakuan, sifat egosentris, sifat membanding-bandingkan diri, dan segala perwujudannya.
2. "Membantu sedikit demi sedikit" mengurangi kemelekatan, ketidaksukaan, kegelisahan, dan PENDERITAAN batin jasmani. Meningkatkan kemampuan melepas dan ikhlas (letting go).
*karena kita MULAI menjadi "tidak terlalu" terpesona, melekat, tergantung pada jasmani, perasaan, persepsi, bentuk-bentuk batin, dan kesadaran (pancakhandha ini) juga semua fenomena di luar itu.
3. "Membantu sedikit demi sedikit" untuk lebih sabar, santai, toleran, pengertian, memaklumi dan memaafkan sesama, SEANEH APAPUN atau BETAPAPUN TIDAK MASUK AKALNYA tindakan seseorang; termasuk memaafkan "diri sendiri" secara bijaksana. Semoga kita bisa mengurangi, mencegah, atau menyembuhkan kerusakan yang belum atau mungkin telah kita timbulkan baik pada diri sendiri, orang-orang terdekat, bahkan semua makhluk.
4. Menyemai benih, menyuburkan dan mengokohkan welas asih tulus tanpa batas dalam batin, karena memahami bahwa semua makhluk tak berdaya diliputi Anicca, Dukkha, dan Anatta sehingga patut dilindungi dan dibalut dengan welas asih yang melindungi. Welas asih yang dipancarkan pun akan semakin tulus dan tanpa pamrih seiring melemahnya "sakkhaya ditthi" atau pandangan keliru mengenai adanya "Aku/Diri/Atta". Tak mengherankan bahwa para Buddha dan para Arya memiliki perlindungan welas asih tulus tanpa batas kepada semua makhluk.
5. "Membantu sedikit demi sedikit" agar kita tidak terlalu melekat, terbebani, terbawa, terhanyut, terlena, terikat, terbelenggu, terperangkap, terlumpuhkan, terganggu, tersiksa, bergantung, atau terpengaruh oleh pancakhandha ini sehingga dengan sikap batin "melepas" (letting go) kita bisa lebih efektif, efisien dan leluasa dalam memanfaatkan setiap momen, yang laksana harta karun tak ternilai, untuk mengasihi, berbagi, berlatih dan berkarya.. dalam kehidupan sehari-hari.
"... Singkatnya, pancakhandha adalah tidak memuaskan" <Sang Buddha, Mahasatipatthana Sutta>
*****************************