//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta  (Read 13611 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline F.T

  • Sebelumnya: Felix Thioris, MarFel, Ocean Heart
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.134
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • • Save the Children & Join with - Kasih Dharma Peduli • We Care About Their Future • There Are Our Next Generation.
Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« on: 31 January 2008, 06:20:54 PM »
Doa, Bisakah Terkabul ?
oleh : Yan Saccakiriyaputta

Hidup ini tidak memuaskan.
Ada saja yang kita rasa masih kurang kita miliki ; harta, rezeki, berkah, sandang-pangan, pekerjaan, kesehatan, keamanan, keturunan, keselamatan, kebahagiaan, dll.
Sesungguhnya semua itu bisa kita dapatkan dengan melakukan suatu usaha, dengan membuat sebabnya, karena manusia memang memiliki potensi untuk itu.

Manusia bukanlah makhluk lemah dan ringkih, sehingga untuk memenuhi segala kebutuhannya harus mengharapkan belas kasihan makhluk lain.
Menurut agama Buddha, manusia bukanlah wayang golek, yang segala sesuatunya diatur dan digerakkan oleh Pak Dalang / Sutradara.
Tak ada makhluk lain yang ikut mengatur persoalan nasib seseorang.

Namun karena terbelenggu oleh ketidaktahuan, manusia tidak dapat melihat dan merealisasikan potensi yang ada pada dirinya.
Mereka lebih suka memohon dan meminta kepada para dewa, sebagai jalan pintas untuk memenuhi segala keinginannya, tanpa mau bersusah payah.
Apalagi bila dalam memohon itu dipersembahkan sajian yang mewah dan mahal, maka dianggap akan lebih mempercepat terkabulnya permintaan mereka.
Tindakan memohon dan meminta kemurahari hati para Dewa atau Maha Dewa untuk sesuatu inilah yang umum disebut Berdoa.

Umat Buddha memuja Sang Buddha, sama sekali tidak dengan harapan untuk memperoleh hadiah-hadiah duniawi maupun spiritual, seperti : rezeki, harta, pekerjaan, jodoh, keturunan, keselamatan, berkah, diampuni dosanya, sorga, atau pamrih apapun.
Bukan juga karena perasaan takut akan hukuman.

Kita menghormat dan sujud kepada Sang Buddha karena Beliaulah yang menemukan dan membabarkan Jalan Kebebasan.
Karena itu, tidaklah berkelebihan bila Puja Bakti, sembahyang, dalam agama Buddha adalah betul- betul mumi dan tulus.

Dengan mempersembahkan bunga dan dupa di hadapan Buddha Rupang, kita bermaksud membuat diri kita merasa berhadapan langsung dengan Sang Buddha.
Dengan cara demikian kita memperoleh inspirasi dari sifat pribadi Sang Buddha yang mulia, dan menghirup kasih sayang Beliau yang tak terbatas, serta merenungi dan mencoba untuk mengikuti contoh mulia Beliau.

Pohon Bodhi juga merupakan lambang pencapaian penerangan sempuma.
Obyek-obyek penghormatan luar ini tidak mutlak perlu, dan ini hanya berguna untuk memusatkan pikiran seseorang kala bermeditasi.

Seseorang yang sudah maju tidak memerlukan obyek-obyek luar tersebut.
Karena dengan mudah ia dapat memusatkan perhatiannya dan menggambarkan Sang Buddha dalam batinnya.

Demi kebaikan kita sendiri dan karena rasa terima kasih, maka kita melakukan penghormatan luar seperti itu.
Tapi yang diharapkan oleh Sang Buddha dari para pengikutnya bukanlah penghormatan seperti itu.
Sang Buddha bersabda; bahwa cara penghormatan yang paling tepat adalah melaksanakan ajaran-Nya dengan baik.

Dalam agama Buddha tidak ada doa-doa permohonan, minta-minta keselamatan, berkah, rezeki, pengampunan, dan lain-lain; baik kepada Dewa, Brahma, Sang Buddha sendiri, ataupun Tuhan.
Beliau tak pernah manjanjikan hadiah kepada mereka yang berdoa kepada-Nya.
Sang Buddha tidak hanya menyatakan betapa sia-sianya doa-doa permohonan, tapi juga Beliau mencela perbudakan mental seperti itu.

Mengapa Sang Buddha tidak mengajarkan umatnya berdoa atau memohon atau meminta-minta kepada Tuhan, karena Tuhan - Yang Maha Esa - dalam agama Buddha bukanlah suatu pribadi atau makhluk hidup yang menjadi tempat menggantungkan hidup, berdoa, atau memohon. Tuhan dipandang sebagai Tujuan Akhir bagi semua makhluk.
Dengan demikian, doa permohonan tidak tepat ditujukan kepada Tuhan dalam pengertian agama Buddha.

Sang Buddha telah berhasil menempatkan Tuhan pada proporsi yang sebenamya, yaitu sebagai Dhamma Yang Tertinggi, Yang Tak Bersyarat.
Demikian juga halnya dengan Sang Buddha, karena telah menyadari dan menyelami hakikat Tuhan yang sebenamya, maka Beliau tidak seharusnya dipaksa untuk mengurusi hat-hal duniawi.
Umpamanya, dengan menjadikannya sebagai cukong yang senang berdagang kesejahteraan atau kebahagiaan ; ataupun sebagai hakim yang dapat disuap dengan doa-doa, puji-pujian, maupun persembahan kurban.

Sebagai Guru yang menganjurkan Ehipassiko, maka mengapa Sang Buddha tidak mengajarkan doa permohonan / minta-minta, dapat dikaji dari manfaat atau kegunaan doa yang demikian itu.
Untuk mengkaji manfaatnya, kita dapat membuat suatu analogi yang sederhana.

Ada tiga orang petani, menanam jagung dengan faktor-faktor penunjang tanah, air, cuaca, perawatan, dl1- yang sama.
Tapi :
- Si A, berdoa siang malam, agar biji jagung yang ditanam tumbuh menjadi pohon mangga.
- Si B, berdoa agar biji jagung itu tumbuh menjadi pohon jagung.
- Si C, tidak berdoa, karena yakin " segala sesuatu itu akan tumbuh dan berbuah sesuai dengan benih yang ditanam ".

Adakah yang mampu mengabulkan doa / permohonan si A ?
Rasanya penjelasan lewat analogi tersebut sudah sangat gamblang.
Doa hanya terkabul bila pas dan sesuai dengan benih / karma / perbuatan kita ; yang sebetulnya tanpa didoakan / dimohonkan / diminta juga pasti akan terkabul.

Untuk membuat keinginan kita terkabul, sebab yang tepat mesti kita miliki atau ciptakan.
Berdoa, itu boleh dan bisa saja, seperti kita boleh / bisa menebar pupuk, menyiram dengan air, tapi jika tidak menebar benih, maka tak ada yang tumbuh.
Doa permohonan menjadi sia-sia bila kita tidak memiliki simpanan karma balk, tidak memiliki penyebab terkabulnya doa permohonan kita.

Sang Buddha saat menjelaskan bagaimana hukum sebab-akibat bekerja dalam pikiran kita, menyatakan bahwa membunuh akan menyebabkan antara lain, berusia pendek.
Menghindari pembunuhan, akan menyebabkan usia panjang dan bebas dari penyakit.
Bila kita gagal mengikuti nasihat yang paling mendasar ini, tetapi tetap berdoa agar berumur panjang dan memiliki kesehatan yang balk, kita telah salah tafsir.
Sebaliknya bila di masa lalu seseorang telah menghindari pembunuhan, menyelamatkan nyawa seseorang atau makhluk lain, maka harapannya mungkin bisa terpenuhi.

Dengan cara yang sama, Sang Buddha mengatakan bahwa kemurahan hati merupakan awal dari kekayaan.
Jika kita murah hati pada kehidupan yang lalu, dan sekarang berharap agar kekayaan kita bertambah, maka keuangan kita bisa berkembang.
Sebaliknya bila kita kikir saat ini, kita sedang menciptakan sebab dari kemiskinan kita di masa mendatang !

Bila ada yang merasa doanya terkabul, maka terkabulnya doa itu sesungguhnya karena ia memiliki sebabnya.
Ia mempunyai tabungan karma baik di kehidupannya yang dulu, atau karena usahanya pada kehidupannya sekarang ini.
Untuk itu beberapa agama cenderung merangkaikan kata doa menjadi " Berdoa dan Bekerja ".

Kita tentu menyetujui bahwa yang menjadi penentu terpenuhinya keinginan kita adalah kata " bekerja ".
Sebab, bekerja tanpa berdoa, keinginan kita masih bisa tercapai.
Tapi kalau berdoa saja tanpa bekerja, hasilnya tidak pasti.

Apakah semua ini berarti bahwa doa permohonan adalah satu hal yang sama sekali tidak berguna ?
Walaupun jelas doa itu sendiri tak bisa mengabulkan keinginan kita, tentu tak bisa dikatakan ' mutlak sia-sia '.
Karena bagaimanapun juga, berdoa jauh lebih baik daripada melamun dengan pikiran kosong, apalagi berbohong, mencuri, mabuk-mabukan, atau perbuatan buruk lainnya.

Alih-alih mengajarkan doa-doa permohonan yang sia-sia, Sang Buddha mengajarkan Meditasi.
Meditasi bukanlah berdiam diri melamun atau mengosongkan pikiran.
Meditasi adalah perjuangan pikiran, latihan pengendalian pikiran ; mengesampingkan segala pikiran dan nafsu keinginan yang rendah dan egois, mengendapkan kekotoran batin sehingga pikiran menjadi tenang.

Makin maju tingkat meditasi kita, makin tenang, jemih, dan terang pikiran kita.
Dengan pikiran yang jernih, tentu kita menjadi lebih waspada, bijaksana, dan lebih bisa membedakan antara yang semu dengan yang sejati.
Pada tahap lebih lanjut, ini akan mengubah cara berpikir kita, mengubah pandangan dan tabiat kita menjadi lebih baik.
Cara berpikir dan tabiat yang baik tentu membuat tindakan kita pun menjadi baik.

Otomatis kelak kita akan memetik kebahagiaan, walaupun kita tidak berdoa, memohon, atau meminta.
Meditasi merupakan cara sembahyang yang paling mudah dan bersih, karena tidak mewajibkan seseorang untuk mengucapkan apa-apa yang tidak ia mengerti.
Tidak memperbesar keinginan atau keegoisan dengan permohonan atau permintaan untuk kepentingan / keuntungan diri sendiri.

Apakah berarti Dewa tidak bisa menolong manusia ?
Jangankan Dewa, manusia pun bisa menolong, tetapi bantuan atau pertolongan itu tidak terlepas dari karma kita sendiri, baik pada kehidupan yang lampau maupun yang sekarang.
Dewa yang kita mohoni, hanya mampu menyediakan situasi agar karma baik kita bisa tumbuh dan masak.

Bagaimana Dewa bisa menolong ?
Apabila moral dan batin kita bersih, otomatis para Dewa suka berada di dekat kita.
Tanpa diminta pun, mereka akan berusaha membantu kita.
Memberi firasat, menghalangi makhluk jahat atau ' black-magic ' yang ingin mengganggu.
Tapi kalau memang karma buruk kita yang lampau telah masak dan situasi serta kondisinya mendukung, maka siapa pun tak sanggup menolong lagi.

Dalam arti sejati :
" Diri sendiri sesungguhnya pelindung bagi diri sendiri.
Karena siapa pula yang dapat menjadi pelindung bagi dirinya ?
Setelah seseorang dapat melatih dirinya dengan baik, maka ia akan memperoleh suatu perlindungan yang sukar diperoleh."

Walau tak ada larangan untuk meminta pertolongan kepada para Dewa, umat Buddha tidak seharusnya menggantungkan hidupnya kepada para Dewa.
Kemandirian seharusnya menjadi sikap yang utama.
Sebab manusia mempunyai potensi tinggi untuk memenuhi kebutuhannya.
Hanya karena ketidaktahuannya atau kebodohannya yang sangat dalam itulah, maka manusia gagal untuk menyadari kemampuan tersebut.

Perlu diketahui bahwa pertolongan yang dapat diberikan oleh para Dewa maupun makhluk lain hanyalah terbatas pada pertolongan yang bersifat duniawi, tidak kekal, bisa musnah, bisa hilang; sehingga akhimya bisa menimbulkan penyesalan dan kedukaan.
Sedangkan kesucian, kebahagiaan sejati, dan kesempurnaan, hanya dapat dicapai melalui usaha dan perjuangan sendiri.

Sekarang mungkin timbul pertanyaan,
" Kalau memang agama Buddha tidak mengenal ajaran tentang doa, permohonan, atau minta-minta, lalu apa yang dilakukan atau diucapkan oleh umat Buddha saat sembahyang ?"

Sang Buddha mengajarkan agar kita memperbaiki yang ada di dalam diri kita sendiri, mengikis Lobha, Dosa, dan Moha.
Makin bersih batin kita, makin mampu kita menahan diri dari perbuatan salah ; yang berarti makin sedikit buah-buah pahit yang bakal kita terima.
Yang diucapkan waktu sembahyang adalah PARITTA atau SUTTA.

Dengan mengucapkan paritta atau sutta, pikiran dan ucapan diarahkan untuk berpikir dan berucap yang balk.
Itu berarti membuat karma baik lewat pikiran dan ucapan.

Makna atau tujuan kita mengucapkan paritta adalah sebagai pengulangan terhadap Ajaran Sang Buddha, agar kita selalu ingat terhadap Dhamma Sang Buddha, selalu ingat kepada sila ( kemoralan ), kepada sifat-sifat luhur Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Dan pada akhimya ini memberi kita semangat, penguat tekad, pembangkit usaha untuk melaksanakan Dhamma, serta sebagai pengantar yang menenangkan untuk memulai meditasi.

Umat Buddha menyatakan berlindung kepada Tiratana - Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Hal ini jangan diartikan sebagai perlindungan yang pasif, karena " berlindung " di sini merupakan pernyataan tekad, janji kepada diri sendiri untuk mempelajari, mempraktikkan Buddha Dhamma sampai akhimya mencapai Tujuan
Jadi terlindung tidaknya, tergantung dari praktik Dhamma kita sendiri ; sama sekali tidak terkandung pengertian agar Tiratana menyelamatkan kita, tanpa kita perlu mempraktikkan Dhamma itu sendiri.

Ada juga Paritta yang mirip doa, berisi harapan, memang.
Tetapi jelas itu tidak bisa disebut doa, memohon, atau meminta, karena sebetulnya itu adalah PATTIDANA atau Pelimpahan Jasa.
Terkabul atau tidaknya harapan itu tergantung pada karma masing-masing.
Bukan tergantung pada belas kasihan suatu makhluk.
Ada juga yang bermakna ADITTHANA, tekad, untuk mewujudkan harapan itu dengan jalan melaksanakan Dhamma.

Bila kita tak bisa membaca paritta, karena sebagai pemula, maka kita bisa mengucapkan :
" Semoga semua makhluk berbahagia."
Kalimat itu diulang-ulang terus.
Bila hal itu sering kita lakukan dan hayati, maka batin kita akan diliputi oleh rasa cinta kasih ( metta ).

Bila kita hendak melakukan perbuatan / karma buruk yang merugikan makhluk lain, kita cepat menyadari.
" Baru saja saya mendoakan agar semua makhluk berbahagia, mengapa sekarang saya ingin menyakiti orang / makhluk lain ?"

Karma buruk batal kita laksanakan, buah buruk pun tak bakal kita rasakan.
" Sembahyang, Puja Bakti, dalam agama Buddha bukan untuk memaksakan keinginan kita, atau mengubah apa yang ada di luar diri kita, tapi untuk mengubah apa yang ada di dalam diri kita, mengikis kekotoran batin ; Lobha, Dosa, dan Moha."

Persembahan, boleh atau dilarang ?
Masalahnya bukan boleh atau dilarang, tetapi bermanfaat tidaknya tindakan itu.
Sang Buddha tidak pemah melarang umat awam ; Sang Buddha hanya memberitahukan akibat, pahala, dan konsekuensi dari suatu tindakan.

Kita sujud dan melakukan persembahan, bukanlah karena Sang Buddha memerlukan, meminta, merasa berhak, apalagi mengharuskan.
Seseorang yang telah menyucikan pikirannya dan menikmati kebahagiaan yang datang dari kebijaksanaan dan Kebahagiaan Sejati, sama sekali tidak memerlukan apa-apa dari luar dirinya untuk dapat menjadi bahagia.
Dan ... Sang Buddha sebetulnya tidak memerlukan atau pun memperoleh apa-apa dari persembahan kita !

Apakah ini berarti persembahan kita sia-sia ?
Yang mendapatkan manfaat dari persembahan kita sesungguhnya adalah diri kita sendiri.
Kita yang belum meraih kesucian, tentu memiliki kemelekatan dan kekikiran.
Selalu merasa kurang dan haus.

Ini membuat pikiran kita tidak tenang, mendorong kita untuk menghalalkan segala cara untuk mernperoleh yang kita inginkan.
Untuk mengikis kemelekatan dan kekikiran itu, salah satu caranya adalah melaksanakan persembahan atau berdana.
Memberi tanpa merasa kehilangan.
Hal ini memberikan potensi positif dan mengembangkan pikiran kita, yang selanjutnya memperbaiki tindakan kita.

Bagaimana dengan persembahan hewan kurban ?
Mempersembahkan hewan kurban telah sengaja menimbulkan suatu pembunuhan, yang termasuk karma buruk.
Sang Buddha sebagai Guru para Dewa dan manusia, tidak terlalu mengagung-agungkan kehidupan para Dewa, tapi juga tidak terlalu merendahkan kehidupan binatang.
Sang Buddha hanya menempatkan pada proporsi yang sebenarnya saja.

Memberikan komentar tentang persembahan kurban, Sang Buddha menyatakan :
" Barang siapa mencari kebahagiaan bagi dirinya sendiri dengan menganiaya makhluk lain yang juga mendambakan kebahagiaan, tidak akan memperoleh kebahagiaan setelah kematian."

Bagaimana dengan " doa kaul "?
" Tuhan / Dewa, berilah kami rezeki / makanan / anak.
Kalau doa kami dikabulkan, kami akan mempersembahkan ayam panggang 10 ekor."

Secara sadar atau tidak, doa itu bermakna :
" Tuhan / Dewa, berilah kami rezeki / makanan / anak, kalau Tuhan / Dewa berikan, nanti saya beri ayam panggang.
Tapi kalau Tuhan / Dewa tidak beri, saya juga tidak jadi memberi ayam panggang."
Bila Tuhan / Dewa yang kita sembah mampu memberi kita apapun yang kita minta, apakah kita tidak salah kaprah dengan menjanjikan sesuatu kepadanya ?
Ibarat kita menjanjikan uang sepuluh ribu rupiah kepada Om Liem, bila Om Liem mau mengabulkan permintaan kita ...

Bagaimana " kaul " secara Buddhis ?
Berdana, berbuat baik dulu, baru lalu mengharap,
" Semoga dengan kebaikan yang saya lakukan ini, saya bisa mendapatkan kebahagiaan / rezeki / makanan / anak".

Jadi, tanam dulu benih jagung kita, baru kita bisa berharap memanen jagung.
Kalau kita menanam -mendanakan- sebutir jagung, kelak kita akan mendapatkan hasil, pahalanya berbutir-butir.
Kalau kita berharap panen dulu baru kelak menanam, berarti kita perlu banyak belajar dari pak tani.

Semoga tulisan ini bisa memperbaiki cara kita bersembahyang.
Semoga semua makhluk berbahagia.


************ ********* ********* ********* ********* ********* *********
Do not believe in anything simply because you have heard it ;
Do not believe in anything by mere traditions just because they have been handed down for many generations ;
Do not believe in anything only because it is spoken and/or rumored by many ;
Do not believe in anything just because it is written in your religious books ;
Do not believe in anything merely on the authority of your elders and teachers ;
But after observation and analysis, when you find that anything agrees with reason and is conducive to the good and the benefit of one and all, then accept it and live up to it.

************ ********* ********* ********* ********* ********* *********

Sumber : Gunawan Kurnia


Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] yahoo.com

Offline Kembara

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 426
  • Reputasi: 13
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #1 on: 01 February 2008, 12:19:32 AM »
 ^:)^  _/\_
SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA
SADHU, SADHU, SADHU.

_/\_


Offline .f.a.i.t.h.

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 2
  • Reputasi: 0
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #2 on: 07 February 2008, 08:19:52 PM »
nice article ...
salam kenal yah ...
bisa di jelasin lebih lanjut ga penjelasannya?
apakan Tuhan itu ada? apakah harus berdoa untuk memperoleh kesempurnaan hidup?
berbuat baik saja tanpa berdoa apakah tidak cukup? Kenapa saya di lahirkan? kenapa ada manusia kenapa ada binatang? Siapa yg menciptakan semua ini?

Apakah Tuhan bisa menjawab ketika saya memuja dia, apakah dia mendengarkan? klo saya bisa hidup dengan kekuatan saya sendiri ... untuk apa saya memuja TUhan? untuk apa saya menghabiskan waktu saya untuk ke vihara? Saya butuh tahu benar apakah TUhan itu ada, dan untuk apa saya dekat dgn Dia?

Saya ga minta apa2 dari Tuhan hanya saja curious dgn semua penjelasan yg saya baca. Apakah Tuhan itu bener2 ada?

Terimasih untuk siapa yg mau memberikan jawaban.

Offline lisa

  • Teman
  • **
  • Posts: 70
  • Reputasi: 5
  • Gender: Female
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #3 on: 07 February 2008, 08:38:22 PM »
prendz aku mo tanya donk, katanya kalo paritta akan bermanfaat kalau kita punya Saddha (keyakinan) and sila yang tepat. biasanya kalo berpacaran yang aku pernah denger berciuman bibir ketemu bibir melanggar sila ke 3. apakah paritta yang kita bacakan tidak akan membawakan hasil? apakah buah karma yang kita dapatkan akan setimpal dengan manusia yang melakukan perbuatan Zinah?

Offline F.T

  • Sebelumnya: Felix Thioris, MarFel, Ocean Heart
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.134
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • • Save the Children & Join with - Kasih Dharma Peduli • We Care About Their Future • There Are Our Next Generation.
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #4 on: 07 February 2008, 09:23:52 PM »
nice article ...
salam kenal yah ...
bisa di jelasin lebih lanjut ga penjelasannya?
apakan Tuhan itu ada? apakah harus berdoa untuk memperoleh kesempurnaan hidup?
berbuat baik saja tanpa berdoa apakah tidak cukup? Kenapa saya di lahirkan? kenapa ada manusia kenapa ada binatang? Siapa yg menciptakan semua ini?

Apakah Tuhan bisa menjawab ketika saya memuja dia, apakah dia mendengarkan? klo saya bisa hidup dengan kekuatan saya sendiri ... untuk apa saya memuja TUhan? untuk apa saya menghabiskan waktu saya untuk ke vihara? Saya butuh tahu benar apakah TUhan itu ada, dan untuk apa saya dekat dgn Dia?

Saya ga minta apa2 dari Tuhan hanya saja curious dgn semua penjelasan yg saya baca. Apakah Tuhan itu bener2 ada?
Terimasih untuk siapa yg mau memberikan jawaban.

wahh.. pertanyaan yang sering di tanyakan ... hanya saja jawaban2 yang di berikan nantinya tidak akan memuaskan anda dan malah ujung2nya menjadi perdebatan ... :P

Jika kita mengatakan Tuhan itu ada ? lalu mengapa umat manusia masih menderita dan selalu di berikan cobaan ? Di mana kah kasih sayang dan maha pemaaf dari Tuhan ? ... Orang2 di afrika menderita kelaparan, bahkan baru2 ini di beritakan bahwa di bagian afrika ada sebuah kampung, karena tidak tersedianya makanan akhirnya mereka makan lumpur yang di buat seperti roti ... sungguh menyedihkan .. apakah ini kehendak Tuhan ??

Dalam Buddhist, tidak ada yang di ciptakan dan menciptakan ... Kita terlahir jadi manusia karena karma yang kita tanamkan di kehidupan masa lalu, demikian juga binatang2 yang ada ...

Berdoa termaksud perbuatan baik melalui Pikiran, Ucapan dan Perbuatan ..., Tentu ada manfaatnya juga ... Coba faith baca sekali lagi artikel di atas .. sudah di jelaskan dengan baik mengenai berdoa dan berbuat baik ..

Apakah Tuhan itu ada atau tidak ? Bagi saya bukan itu yang terpenting ... Yang penting adalah sy melatih diri berbuat kebajikan melalui Pikiran , Ucapan dan Perbuatan ... Pancarkan welas asih kepada semua mahkluk ...

Gunakan hatimu untuk menilai faith ... Percaya pada hati nurani mu ... Masing2 orang mempunyai pandangan yang berbeda2 mengenai hal ini... ok _/\_

Teman2 yang lain akan membantu faith menjawab hal ini, maaf jawaban saya hanya sekedar saja .. kalau ada kekeliruan mohon di ralat ...

_/\_


« Last Edit: 07 February 2008, 09:25:49 PM by Felix Thioris »


Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] yahoo.com

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #5 on: 07 February 2008, 10:21:38 PM »
nice article ...
salam kenal yah ...
bisa di jelasin lebih lanjut ga penjelasannya?
apakan Tuhan itu ada? apakah harus berdoa untuk memperoleh kesempurnaan hidup?
berbuat baik saja tanpa berdoa apakah tidak cukup? Kenapa saya di lahirkan? kenapa ada manusia kenapa ada binatang? Siapa yg menciptakan semua ini?

Terimasih untuk siapa yg mau memberikan jawaban.

Tergantung definisi tuhan, kalau definisi tuhan sebagai pencipta, penyebab terjadinya segala sesuatu itu tidak dikenal oleh agama Buddha. Karena tidak diketemukan suatu pribadi (atta) yang kekal, permanen. Yand diajarkan Sang Buddha adalah anatta.
Kalau mau lihat kenapa ada suatu makhluk bisa menganggap dirinya sebagai pencipta segala sesuatu (pandangan yang salah), lihat Aganna Sutta.
Berbuat baik saja tidak cukup, harus ada konsentrasi dan kebijaksanaan untuk memperoleh kesempurnaan.
Anda dilahirkan karena ada karmanya.
Ada manusia ada binatang karena ada karmanya.
Tidak ada yang menciptakan, tetapi ada hukum sebab akibat.
Hukum tersebut berjalan sebagaimana adanya, tanpa campur tangan suatu makhluk apapun juga.

Quote
Apakah Tuhan bisa menjawab ketika saya memuja dia, apakah dia mendengarkan? klo saya bisa hidup dengan kekuatan saya sendiri ... untuk apa saya memuja TUhan? untuk apa saya menghabiskan waktu saya untuk ke vihara? Saya butuh tahu benar apakah TUhan itu ada, dan untuk apa saya dekat dgn Dia?
Mungkin yang anda maksud tuhan seperti konsep agama lain ya? Tuhan seperti yang dimaksud tidak ada di agama Buddha.

Quote
Saya ga minta apa2 dari Tuhan hanya saja curious dgn semua penjelasan yg saya baca. Apakah Tuhan itu bener2 ada?
Sekali lagi, tidak ada.

prendz aku mo tanya donk, katanya kalo paritta akan bermanfaat kalau kita punya Saddha (keyakinan) and sila yang tepat. biasanya kalo berpacaran yang aku pernah denger berciuman bibir ketemu bibir melanggar sila ke 3. apakah paritta yang kita bacakan tidak akan membawakan hasil? apakah buah karma yang kita dapatkan akan setimpal dengan manusia yang melakukan perbuatan Zinah?
Biasanya paritta bisa terwujud karena kekuatan cinta kasih, keyakinan, atau kekuatan kebenaran.

Agak  :outoftopic:

Kalau melanggar sila ketiga, definisi klasiknya (komentar Brahmajala Sutta, komentar Khangka-vitarani, komentar Khuddakapatha) :
1. Mengetahui ada makhluk yang tidak patut "disentuh"
2. Ada niat untuk berhubungan seksual dengan makhluk tersebut.
3. Ada usaha melakukan
4. Terjadi hubungan seksual, dalam hal ini terjadi penetrasi alat kelamin pria ke salah satu dari 3 lubang, (mulut, alat kelamin wanita, lubang pembuangan), walaupun cuma sedalam sebuah biji.

Tidak dijelaskan semua makhluk yang tidak patut disentuh, tetapi dijelaskan 20 jenis wanita yang tidak patut disentuh :
1. Wanita yang masih dijaga ibunya
2. Wanita yang masih dijaga ayahnya
3. Wanita yang masih dijaga kedua orangtuanya
4. Wanita yang masih dijaga kakak atau adik laki2nya
5. Wanita yang masih dijaga dengan kakak atau adik perempuannya.
6. Wanita yang masih dijaga oleh saudaranya.
7. Wanita yang masih dijaga oleh sukunya.
8. Wanita yang masih dijaga oleh orang2 belajar Dhamma di bawah guru yang sama (Bhikkhuni???)
9. Wanita bersuami
10. Wanita yang tidak boleh disentuh oleh hukum (raja)
11. Wanita yang telah dibeli seorang laki-laki untuk dinikahi
12. Wanita yang hidup dengan seorang pria karena kehendaknya sendiri
13. Wanita yang menjadi seorang istri karena kekayaan seorang laki-laki
14. Wanita yang menjadi istri seorang laki-laki karena mengharapkan harta benda laki-laki
15. Wanita yang telah bertunangan
16. Wanita yang telah dibebaskan dari perbudakan oleh seorang laki-laki, dan kemudian dinikahi
17. Seorang budak wanita yang dinikahi seorang laki-laki
18. Seorang pekerja wanita yang dinikahi seorang laki-laki
19. Wanita yang dimenangkan dalam peperangan oleh seorang laki-laki, dan dinikahi
20. Seorang wanita yang tinggal sementara waktu dengan seorang pria, dan mengerti bahwa ia adalah istri sementara

Harus diketahui bahwa definisi di atas adalah definisi budaya pada zaman Sang Buddha. Kalau zaman dahulu, pelacur dianggap sebagai istri bayaran sementara, jadi kalau ada yang main pelacur dianggap tidak melanggar sila. Kalau zaman sekarang mungkin wanita yang masih di bawah umur, pelacur, dll. Dan tentunya 20 jenis tersebut bisa juga diaplikasikan bagi pria, homoseksual, dll.

Tradisi lain atau yang lebih modern menganggap pelanggaran sila ketiga adalah perbuatan seksual yang menyimpang, termasuk petting, hubungan anal seks, dll. Hmm, bagaimana dengan ciuman?

Kayaknya kalau cuma ciuman bibir ke bibir aja belum melanggar sila. Tapi apakah mengumbar hawa nafsu adalah suatu perbuatan baik?
Sila ketiga ini intinya hanya mengajarkan tentang hubungan seksual yang tidak patut. Jadi hubungan seksual suami-istri/pasangan tidak apa2. Bahkan masturbasi tidak dianggap melanggar sila ketiga. Apakah perbuatan tersebut baik? Anda tentukan sendiri. Kalau mau berlatih lebih lagi, bisa mengganti sila ketiga Kamesu micchacara veramani sikkhapadam samadiyami dengan Abrahmacariya veramani sikkhapadam samadiyami. Kalau yang belakangan ini lebih ketat lagi, masturbasi dan hubungan suami-istri juga tidak dilakukan. Atau sekalian mengambil 8 sila.

Perlu diketahui juga bahwa pernikahan adalah sesuatu yang dianggap urusan perumah tangga, tidak pernah diatur tata cara, monogami, poligami, upacara pernikahan, dll. Hubungan suami dan istri yang baik memang pernah diajarkan, bagaimana sebaiknya sikap seorang suami, sikap seorang istri, kalyanamitta, dll. Tetapi yang menyangkut teknis tidak pernah diajarkan, apalagi diatur. Mungkin Sang Buddha menyadari manusia berbeda-beda tradisi? Kalau zaman dahulu di Tiongkok sepasang kekasih yang mengikatkan janji, menyembah langit dan bumi menganggap diri mereka sudah menikah, tanpa perlu diketahui masyarakat, ada kesaksian, catatan sipil, dll.
Karena Sang Buddha mengajarkan jalan menuju lenyapnya Dukkha, hal-hal duniawi seperti tata cara menikah tidak diajarkan oleh Beliau. Bahkan seorang Bhikkhu yang menikahkan pria dan wanita, (istilahnya mak comblang) itu melanggar Vinaya.

Tentunya kalau sudah berpacaran, harus diingat telah berkomitmen pada suatu pihak. Jadi yang masih pacaran, jangan dianggap main-main. Mentang-mentang cuma pacaran bisa dianggap bisa ganti-ganti, sambung putus sambung putus.
Bukan juga sudah pacaran bisa bebas semaunya, harus diingat bahwa ada norma-norma masyarakat yang berlaku. Kalau di luar negri yang norma-norma masyarakatnya menganggap kumpul kebo adalah hal yang lumrah, mungkin hidup seatap tanpa upacara, dll dianggap sesuatu yang biasa, tapi kalau di sini dianggap melanggar norma-norma masyarakat.
« Last Edit: 07 February 2008, 10:32:30 PM by karuna_murti »
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline .f.a.i.t.h.

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 2
  • Reputasi: 0
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #6 on: 09 February 2008, 08:31:59 PM »
wah terimakasih atas penjelasannya
sorry ga bermaksud debat ... klo bener2 bisa masuk di lokiga dan hati nurani saya pasti akan saya ikuti jalan yg paling benar.
semoga sabar menjelaskan ......  _/\_

nice article ...
salam kenal yah ...
bisa di jelasin lebih lanjut ga penjelasannya?
apakan Tuhan itu ada? apakah harus berdoa untuk memperoleh kesempurnaan hidup?
berbuat baik saja tanpa berdoa apakah tidak cukup? Kenapa saya di lahirkan? kenapa ada manusia kenapa ada binatang? Siapa yg menciptakan semua ini?

Apakah Tuhan bisa menjawab ketika saya memuja dia, apakah dia mendengarkan? klo saya bisa hidup dengan kekuatan saya sendiri ... untuk apa saya memuja TUhan? untuk apa saya menghabiskan waktu saya untuk ke vihara? Saya butuh tahu benar apakah TUhan itu ada, dan untuk apa saya dekat dgn Dia?

Saya ga minta apa2 dari Tuhan hanya saja curious dgn semua penjelasan yg saya baca. Apakah Tuhan itu bener2 ada?
Terimasih untuk siapa yg mau memberikan jawaban.

wahh.. pertanyaan yang sering di tanyakan ... hanya saja jawaban2 yang di berikan nantinya tidak akan memuaskan anda dan malah ujung2nya menjadi perdebatan ... :P

Jika kita mengatakan Tuhan itu ada ? lalu mengapa umat manusia masih menderita dan selalu di berikan cobaan ? Di mana kah kasih sayang dan maha pemaaf dari Tuhan ? ... Orang2 di afrika menderita kelaparan, bahkan baru2 ini di beritakan bahwa di bagian afrika ada sebuah kampung, karena tidak tersedianya makanan akhirnya mereka makan lumpur yang di buat seperti roti ... sungguh menyedihkan .. apakah ini kehendak Tuhan ??

Dalam Buddhist, tidak ada yang di ciptakan dan menciptakan ... Kita terlahir jadi manusia karena karma yang kita tanamkan di kehidupan masa lalu, demikian juga binatang2 yang ada ...

Berdoa termaksud perbuatan baik melalui Pikiran, Ucapan dan Perbuatan ..., Tentu ada manfaatnya juga ... Coba faith baca sekali lagi artikel di atas .. sudah di jelaskan dengan baik mengenai berdoa dan berbuat baik ..

Apakah Tuhan itu ada atau tidak ? Bagi saya bukan itu yang terpenting ... Yang penting adalah sy melatih diri berbuat kebajikan melalui Pikiran , Ucapan dan Perbuatan ... Pancarkan welas asih kepada semua mahkluk ...

Gunakan hatimu untuk menilai faith ... Percaya pada hati nurani mu ... Masing2 orang mempunyai pandangan yang berbeda2 mengenai hal ini... ok _/\_

Teman2 yang lain akan membantu faith menjawab hal ini, maaf jawaban saya hanya sekedar saja .. kalau ada kekeliruan mohon di ralat ...

_/\_




apakah benar Tuhan ga ada???? sedih dehhh

menurut akal sehat saya ... segala sesuatu pasti ada ujung pangkal nya ... klo saya tanya siapa yg pertama??? dulu bgt mula2 siapa yg mulai hidup dengan karma pertama???? sehingga memunculkan karma berikutnya?? klo ada siapa yg ciptain dia??? untuk masalah afrika....mmmm ... saya sedikit setuju dgn pernyataan anda... masa Tuhan tega menciptakanada org Afrika yg kelaparan ... mmm bukan itu logika saya berkata awalnya Tuhan menciptakan dua pasang manusia saja.. dengan keadaan yg bahagia ( saya setuju dengan logika agama lain ttg penciptaan) kllo anda bawa masalah afrika rasanya kurang relevan dgn pertanyaan saya ttg siapa yg menciptakan manusia ... saya rasa penyebab org afrika sengsara lebih karena buah dosa yg dia hatus tanggung dari dosa nenek moyangnya .. bukan dosa yg dia lakukan di kehidupan dia dulu ( saya agak sedikit susah percaya dengan konsep reinkarnasi) setiap dosa melahirkan buah yg jelek saya setuju bgt .. karena itu saya sebagai atheis menanamkan sifat baik dan welas asih untuk kebaikan hidup saya dan org lain. Apa yg paling penting buat saya bukan kesempurnaan saya, tapi bagaimana hidup saya berarti bagi org lain di kehidupan saya yg singkat ini..... bukan berpikir saya harus sempurna .. perkara saya masuk surga atau nirwana nantinya pasti bisa ketahuan secara otomatis dari hasil yg saya perbuat tanpa harus mengutamakan hidup hanya untuk itu.

Kenapa saya tidak percaya reinkarnasi :

begini dari teori anda ttg masalah Afrika saya menangkap kejanggalan sedikt :
Daerah Afrika yg hanya sedikit persentasenya apa bisa mewakili karma jelek yg di hasilkan manusia dari seluruh bumi????? Klo iya saya rasa akan lebih banayk persentase daerah seperti Afrika di kehidupan ini dari pada daerah yg makmur.... kenapa????
penganut Budhis yg percaya ttg reinkarnasi berapa% ????? dari berapa % itu hanya beberapa org yg bener2 mengembangkan dirinya untuk menghasilkan karma baik.....supaya di kehidupan selanjutnya dia hidup lebih baik.....berati klo saya pake teori itu alhasil dunia ini di penuhi dgn daerah2 sengsara seperti Afrika dong???? karena mayoritas sebagian besar umat manusia tidak percaya akan reinkarnasi atau tidam memeluk agama Budhis yg mengakibatkan dia tidak tahu bagaimana mengembangkan dirinya supaya mengahasilkan karma baik dikehidupan berikutnya.Terus kerena persentase umat manusia non Budhis lebih banyak = umat manusia yg sengsara akibat karma jelek di kehidupan sebelumnya akan buaaanyakkkk sekali dan daerah seperti Afrika akan lebih besar presentasenya .... sampai disini mengerti kah??? apa yg saya maksud???? sekali lagi bukan memojokkan saya hanya berpikir dari sisi logika dan hati nurani saya.. kasian aja banyak umta manusia di luar sana yg tidak menegti ttg pengebangan diri harus merasakan karma yg jelek dan akibatnya di kehidupan selanjutnya dia sengsara .. hati nurani saya tidak terima dgn hal itu.... Klaupun saya terpaksa percaya????? kalaupun saya terpaksa percaya .. apa andil Umat Budhis untuk menyelamatkan umat manusia biar tidak mendapat karma jelek????? ga bisa bayangin deh di kehidupan selanjutnya banyak org jadi binatang .. banyak jd org afrika....sengsara ( kenapa saya berkata bengini karena logika persentase umat manusia budhis dan non budhis yg saya jelaskan tadi)

Bagi saya tuhan itu ada... dia yg menciptakan manusia pertama nenek moyang saya dan seisi bumi.. saya hanya mencari kebenaran siap Tuhan itu dari semua agama yg ada.

Masalah afrika .. sebaiknya anda liat beberapa video yg bercerita ttg bagaimana beberapa misionaris datang untuk membantu mereka lepas dari buah dosa nenek moyang mereka .. dan betapa banyak keajaiban yg terjadi di sana ketika dosa itu terlepas dari mereka...... sampe AIDS,kanker dan penyakit ganas aibat dosa mereka dan dosa nenek moyang bisa sembuh (dari video yg saya tonton)

mohon petunjuk dan jawaban yg bisa memuaskan hati saya .... dan masuk lokiga saya .. tapi ttg pernyataan tiadanya TUhan saya sangat tidak setuju .....

Thanks  _/\_

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #7 on: 09 February 2008, 09:41:31 PM »
apakah benar Tuhan ga ada???? sedih dehhh

menurut akal sehat saya ... segala sesuatu pasti ada ujung pangkal nya ... klo saya tanya siapa yg pertama??? dulu bgt mula2 siapa yg mulai hidup dengan karma pertama???? sehingga memunculkan karma berikutnya?? klo ada siapa yg ciptain dia??? untuk masalah afrika....mmmm ... saya sedikit setuju dgn pernyataan anda... masa Tuhan tega menciptakanada org Afrika yg kelaparan ... mmm bukan itu logika saya berkata awalnya Tuhan menciptakan dua pasang manusia saja.. dengan keadaan yg bahagia ( saya setuju dengan logika agama lain ttg penciptaan) kllo anda bawa masalah afrika rasanya kurang relevan dgn pertanyaan saya ttg siapa yg menciptakan manusia ... saya rasa penyebab org afrika sengsara lebih karena buah dosa yg dia hatus tanggung dari dosa nenek moyangnya .. bukan dosa yg dia lakukan di kehidupan dia dulu ( saya agak sedikit susah percaya dengan konsep reinkarnasi) setiap dosa melahirkan buah yg jelek saya setuju bgt .. karena itu saya sebagai atheis menanamkan sifat baik dan welas asih untuk kebaikan hidup saya dan org lain. Apa yg paling penting buat saya bukan kesempurnaan saya, tapi bagaimana hidup saya berarti bagi org lain di kehidupan saya yg singkat ini..... bukan berpikir saya harus sempurna .. perkara saya masuk surga atau nirwana nantinya pasti bisa ketahuan secara otomatis dari hasil yg saya perbuat tanpa harus mengutamakan hidup hanya untuk itu.

Kenapa saya tidak percaya reinkarnasi :

begini dari teori anda ttg masalah Afrika saya menangkap kejanggalan sedikt :
Daerah Afrika yg hanya sedikit persentasenya apa bisa mewakili karma jelek yg di hasilkan manusia dari seluruh bumi????? Klo iya saya rasa akan lebih banayk persentase daerah seperti Afrika di kehidupan ini dari pada daerah yg makmur.... kenapa????
penganut Budhis yg percaya ttg reinkarnasi berapa% ????? dari berapa % itu hanya beberapa org yg bener2 mengembangkan dirinya untuk menghasilkan karma baik.....supaya di kehidupan selanjutnya dia hidup lebih baik.....berati klo saya pake teori itu alhasil dunia ini di penuhi dgn daerah2 sengsara seperti Afrika dong???? karena mayoritas sebagian besar umat manusia tidak percaya akan reinkarnasi atau tidam memeluk agama Budhis yg mengakibatkan dia tidak tahu bagaimana mengembangkan dirinya supaya mengahasilkan karma baik dikehidupan berikutnya.Terus kerena persentase umat manusia non Budhis lebih banyak = umat manusia yg sengsara akibat karma jelek di kehidupan sebelumnya akan buaaanyakkkk sekali dan daerah seperti Afrika akan lebih besar presentasenya .... sampai disini mengerti kah??? apa yg saya maksud???? sekali lagi bukan memojokkan saya hanya berpikir dari sisi logika dan hati nurani saya.. kasian aja banyak umta manusia di luar sana yg tidak menegti ttg pengebangan diri harus merasakan karma yg jelek dan akibatnya di kehidupan selanjutnya dia sengsara .. hati nurani saya tidak terima dgn hal itu.... Klaupun saya terpaksa percaya????? kalaupun saya terpaksa percaya .. apa andil Umat Budhis untuk menyelamatkan umat manusia biar tidak mendapat karma jelek????? ga bisa bayangin deh di kehidupan selanjutnya banyak org jadi binatang .. banyak jd org afrika....sengsara ( kenapa saya berkata bengini karena logika persentase umat manusia budhis dan non budhis yg saya jelaskan tadi)

Bagi saya tuhan itu ada... dia yg menciptakan manusia pertama nenek moyang saya dan seisi bumi.. saya hanya mencari kebenaran siap Tuhan itu dari semua agama yg ada.

Masalah afrika .. sebaiknya anda liat beberapa video yg bercerita ttg bagaimana beberapa misionaris datang untuk membantu mereka lepas dari buah dosa nenek moyang mereka .. dan betapa banyak keajaiban yg terjadi di sana ketika dosa itu terlepas dari mereka...... sampe AIDS,kanker dan penyakit ganas aibat dosa mereka dan dosa nenek moyang bisa sembuh (dari video yg saya tonton)

mohon petunjuk dan jawaban yg bisa memuaskan hati saya .... dan masuk lokiga saya .. tapi ttg pernyataan tiadanya TUhan saya sangat tidak setuju .....

Thanks  _/\_


Anda terbiasa dengan logika samawi, bahwa ada ujung dan pangkal, ada alfa dan omega, ada awal dan akhir. Tapi coba jangan berpikiran sempit, coba anda kurangkan 1 dari bilangan terkecil. Apa kesimpulan anda? Di mana ujung garis bilangan?
Anda setuju ada awal dan akhir, kecuali..... tuhan, dan garis bilangan.

Kalau anda setuju awal dan akhir, siapa yang menciptakan tuhan? Agama samawi biasanya berkelit dengan mengatakan bahwa tuhan di luar definisi biasa, kekal, tidak ada awal dan akhir. Apakah garis bilangan itu tuhan?

Makanya jangan pakai matematika sempit, pakai matematika tak hingga...

Agama Buddha memang tidak percaya reinkarnasi, tetapi percaya kelahiran kembali. Sedikit cerita, kalau reinkarnasi berarti percaya ada suatu "jiwa", atau "inti", atau "roh" yang berpindah dari suatu kehidupan ke kehidupan lain. Agama Buddha tidak percaya ada sesuatu yang berkondisi, yaitu sesuatu yang lahir, yang tidak bisa hancur. Semua yang lahir pasti akan hancur. Karena itu Agama Buddha mengatakan lahir kembali, bukan reinkarnasi. Kalau reinkarnasi itu agama Hindu.

Agama Buddha percaya bahwa semua yang berkondisi tidak permanen, yang ada hanya sebab dan akibat. Sebagai contoh, dari sebuah biji, berkembang menjadi pohon, berbuah, buah tersebut menghasilkan biji baru. Jadi kelahiran kembali adalah suatu siklus sebab akibat, tidak diketemukan ada sesuatu inti yang kekal.

Menurut anda mana yang lebih masuk akal? Ada awal dan akhir, kecuali......... atau cuma ada sebab dan akibat?

Sebenarnya ada banyak lagi sanggahan Agama Buddha terhadap tuhan. Anda bisa membaca Beyond Belief, karangan
A.L. De Silva (PDF, Bahasa Inggris) di link berikut ini : http://www.buddhanet.net/pdf_file/beyond-belief02.pdf

Kalau anda ingin mencari kebenaran, jangan takut dengan masalah Bahasa Inggris.

Metta,
 _/\_
« Last Edit: 09 February 2008, 09:47:36 PM by karuna_murti »
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline F.T

  • Sebelumnya: Felix Thioris, MarFel, Ocean Heart
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.134
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • • Save the Children & Join with - Kasih Dharma Peduli • We Care About Their Future • There Are Our Next Generation.
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #8 on: 09 February 2008, 10:09:11 PM »
wah terimakasih atas penjelasannya
sorry ga bermaksud debat ... klo bener2 bisa masuk di lokiga dan hati nurani saya pasti akan saya ikuti jalan yg paling benar.
semoga sabar menjelaskan ......  _/\_

apakah benar Tuhan ga ada???? sedih dehhh

menurut akal sehat saya ... segala sesuatu pasti ada ujung pangkal nya ... klo saya tanya siapa yg pertama??? dulu bgt mula2 siapa yg mulai hidup dengan karma pertama???? sehingga memunculkan karma berikutnya?? klo ada siapa yg ciptain dia??? untuk masalah afrika....mmmm ... saya sedikit setuju dgn pernyataan anda... masa Tuhan tega menciptakanada org Afrika yg kelaparan ... mmm bukan itu logika saya berkata awalnya Tuhan menciptakan dua pasang manusia saja.. dengan keadaan yg bahagia ( saya setuju dengan logika agama lain ttg penciptaan) kllo anda bawa masalah afrika rasanya kurang relevan dgn pertanyaan saya ttg siapa yg menciptakan manusia ... saya rasa penyebab org afrika sengsara lebih karena buah dosa yg dia hatus tanggung dari dosa nenek moyangnya .. bukan dosa yg dia lakukan di kehidupan dia dulu ( saya agak sedikit susah percaya dengan konsep reinkarnasi) setiap dosa melahirkan buah yg jelek saya setuju bgt .. karena itu saya sebagai atheis menanamkan sifat baik dan welas asih untuk kebaikan hidup saya dan org lain. Apa yg paling penting buat saya bukan kesempurnaan saya, tapi bagaimana hidup saya berarti bagi org lain di kehidupan saya yg singkat ini..... bukan berpikir saya harus sempurna .. perkara saya masuk surga atau nirwana nantinya pasti bisa ketahuan secara otomatis dari hasil yg saya perbuat tanpa harus mengutamakan hidup hanya untuk itu.

Hi faith... , ini ada tanya jawab ttg asal mula manusia ...

Tanya:
Bagaimana asal mula manusia


Jawaban dari Dhamma Study Group Bogor (Sdr. Selamat Rodjali):
Namo Buddhaya,

Asal mula manusia tidak pernah di bahas (secara mendetil -red) di dalam Kitab Suci Tipitaka. Yang ada adalah penjelasan mengenai manusia pertama yang muncul di bumi ini, yaitu di dalam Aganna Sutta.

Menurut sutta ini, manusia pertama di bumi ini bukanlah adam dan hawa, dan bukan pula sepasang tetapi banyak. Manusia pertama di bumi ini tidak diciptakan dari debu yang ditiupkan nafas kehidupan, tetapi berproses dari mahluk yang baru meninggal dari alam abhassara. Manusia pertama ini tidak memiliki ciri perempuan maupun lelaki seperti sekarang. Proses pembentukan ciri-ciri keperempuanan dan kelelakian berlangsung lama sesuai dengan tingkat perkembangan lobha mereka.


hm.. saya membawa masalah afrika bukan untuk menjawab pertanyaan siapa pencipta manusia ..., tetapi memperlihatkan kondisi dunia saat ini yang sangat memprihatinkan ...
Setiap manusia menanggung karmanya masing2, apa hubungannya nenek moyangnya dulu buat dosa trus mereka yang tanggung ? Jika demikian maka nenek moyang mereka enak dunx bebas dari dosa dan hidup sante2 di surga ?? gitu maksudnya, faith ???

* Bagus faith, tanamkan kebajikan dan pancarkan welas asih kepada semua mahkluk dengan niat tulus dan penuh kesadaran ... _/\_ 


Kenapa saya tidak percaya reinkarnasi :

begini dari teori anda ttg masalah Afrika saya menangkap kejanggalan sedikt :
Daerah Afrika yg hanya sedikit persentasenya apa bisa mewakili karma jelek yg di hasilkan manusia dari seluruh bumi????? Klo iya saya rasa akan lebih banayk persentase daerah seperti Afrika di kehidupan ini dari pada daerah yg makmur.... kenapa????
penganut Budhis yg percaya ttg reinkarnasi berapa% ????? dari berapa % itu hanya beberapa org yg bener2 mengembangkan dirinya untuk menghasilkan karma baik.....supaya di kehidupan selanjutnya dia hidup lebih baik.....berati klo saya pake teori itu alhasil dunia ini di penuhi dgn daerah2 sengsara seperti Afrika dong???? karena mayoritas sebagian besar umat manusia tidak percaya akan reinkarnasi atau tidam memeluk agama Budhis yg mengakibatkan dia tidak tahu bagaimana mengembangkan dirinya supaya mengahasilkan karma baik dikehidupan berikutnya.Terus kerena persentase umat manusia non Budhis lebih banyak = umat manusia yg sengsara akibat karma jelek di kehidupan sebelumnya akan buaaanyakkkk sekali dan daerah seperti Afrika akan lebih besar presentasenya .... sampai disini mengerti kah??? apa yg saya maksud???? sekali lagi bukan memojokkan saya hanya berpikir dari sisi logika dan hati nurani saya.. kasian aja banyak umta manusia di luar sana yg tidak menegti ttg pengebangan diri harus merasakan karma yg jelek dan akibatnya di kehidupan selanjutnya dia sengsara .. hati nurani saya tidak terima dgn hal itu.... Klaupun saya terpaksa percaya????? kalaupun saya terpaksa percaya .. apa andil Umat Budhis untuk menyelamatkan umat manusia biar tidak mendapat karma jelek????? ga bisa bayangin deh di kehidupan selanjutnya banyak org jadi binatang .. banyak jd org afrika....sengsara ( kenapa saya berkata bengini karena logika persentase umat manusia budhis dan non budhis yg saya jelaskan tadi)

:-? , Sepertinya ada kekeliruan dari faith, apakah umat manusia yang banyak itu dan non buddhist semuanya berbuat kejahatan ? , mengapa faith mengatakan bahwa mereka yang tidak mengenal buddhist berarti tidak mengembangkan diri ?
Sy melihat banyak non Buddhist juga yang aktif dalam kegiatan sosial dan melakukan hal2 yang positif .. walau pandangan berbeda tetapi prilaku dan tindakan mereka baik ... Bukan label agama yang menentukan seseorang menjadi suci tetapi pikiran, ucapan dan perbuatan yang baiklah yang di nilai.

Kita tidak dapat mengubah dunia, tetapi kita dapat mengubah cara pandang kita terhadap dunia ...
Contoh kecil saja : Merokok dapat merusak kesehatan, tetapi kenapa masih banyak orang yang mau merokok padahal sudah tau itu merusak kesehatan ?
Saya pun kasihan terhadap mereka yang merokok, tetapi apakah saya bisa melarang semua perokok di bumi untuk menghentikan kebiasaan merokoknya ?

Kita hanya dapat memberikan nasihat kepada perokok untuk menghentikan kebiasaan mereka dan memberikan penjelasan, tetapi untuk mereka berhenti itu tergantung dari keputusan mereka sendiri ...

Bagi saya tuhan itu ada... dia yg menciptakan manusia pertama nenek moyang saya dan seisi bumi.. saya hanya mencari kebenaran siap Tuhan itu dari semua agama yg ada.

Masalah afrika .. sebaiknya anda liat beberapa video yg bercerita ttg bagaimana beberapa misionaris datang untuk membantu mereka lepas dari buah dosa nenek moyang mereka .. dan betapa banyak keajaiban yg terjadi di sana ketika dosa itu terlepas dari mereka...... sampe AIDS,kanker dan penyakit ganas aibat dosa mereka dan dosa nenek moyang bisa sembuh (dari video yg saya tonton)

mohon petunjuk dan jawaban yg bisa memuaskan hati saya .... dan masuk lokiga saya .. tapi ttg pernyataan tiadanya TUhan saya sangat tidak setuju .....

Thanks  _/\_

:)) seperti sy katakan di awal bahwa anda akan menemukan jawaban2 yang tidak memuaskan karena faith sudah mempunyai persepsi dari logika faith sendiri bahwa Tuhan itu ada ... Jadi walau bagaimana di diskusikan pun hanya akan mengarah ke debat yang saling mengakui bahwa saya yang benar dan itu tidak bermanfaat bagi kemajuan batin kita ...

:-? Kasihan nenek moyang mereka yang di persalahkan , Manusia suka mencari kambing hitam jika sedang menghadapi kesulitan .. " Ini yang buat saya jadi begini atau itu yang buat saya jadi begini " ... Sadarilah bahwa kita sendiri yang bertanggung jawab menanggung apa yang kita perbuat semasa hidup baik di masa lalu maupun masa sekarang ...

Carilah jawabannya di hati faith, tanyakan kepada diri faith sendiri, apakah Tuhan itu ada ?  Sy pikir faith lebih pandai menilai dengan menggunakan logika ... _/\_
« Last Edit: 09 February 2008, 10:20:26 PM by Felix Thioris »


Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] yahoo.com

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #9 on: 09 February 2008, 10:12:16 PM »
saudaraku faith, saya pusing baca postingan anda bb
saya seorang buddhis, tapi saya percaya tuhan kok...
point pertama yg saya tangkap>> ialah awal mula
biar singkat, yg menciptakan anda siapa?? ayah dan ibu, dari sperma dan indung telur..., sperma ayah dari mana?? indung telur ibu dari mana?? (saya juga ndak tahu..hikhik..) lalu ayah lahir dari mana? dari ibu nya.. lalu ibu anda lahir dari mana dari ibunya... Secara garis besar semua dari mahluk yg penuh kasih sayang, yaitu sang ibu..
ibu saya lahir dari mana?? dari ibu nya..(nenek), lalu nenek lahir dari mana?? dari ibunya.. (kapan beresnya saudaraku.. jika pertanyaan seperti ini...) adakah manfaatnya bagi anda?? Dgn terjawabnya pertanyaan ini sesuai kehendak anda>> akankah menjamin anda akan masuk surga??

jika anda tetap bersikeras Tuhan itu ada, dalam artian
Ia yg maha sempurna,maha kuasa,maha mengetahui.. seperti Tuhan yg kita kenal di kristeeeenn (maaf nulisnya kayak gitu.. kalo gak jadi kr****n)
yah, laksanakana apa yg menurut anda baik benar bijak, bagi diri anda sendiri dan bagi orang lain...
Janganlah permasalahkan ttg tuhan, (dalam artian apa kata orang)
lakukanlah
"janganlah berbuat jahat"
"Tambahlah kebajikan"
"Sucikan hati dan pikiran"

ayo bang berjuang mengarungi hidup ini... Tuhan berserta anda
GBU
Samma Vayama

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #10 on: 09 February 2008, 11:23:39 PM »
salam kenal faith, anda bisa baca artikel ini :

Tuhan, Bagaimana Ini?
“Tuhan, bagaimana ini, sudah dua hari toko
tidak ada pembeli sama sekali, hari ini cuma
dapat 7.000 rupiah, mana cukup untuk menutup
biaya-biaya....”

oleh
YASANANDA YUDHA WIBISONO


SUATU SIANG BEBERAPA BULAN yang lalu, setelah puja bhakti dan latihan meditasi, saya berbincang-bincang dengan seorang bapak yang cukup rajin hadir pada sesi latihan meditasi bersama. Bapak tersebut mengaku sering mendengar suara-suara saat meditasi rutin di rumah, dan hal ini dianggapnya mengganggu. Setelah menjawab bagaimana bersikap atas kondisi tersebut, saya bertanya apa tujuannya berlatih meditasi, sebab terkadang halangan meditasi bisa muncul disebabkan adanya konsep-konsep salah yang dipercaya oleh seseorang. Ternyata bapak ini ingin bias melihat apa karma lampaunya yang menyebabkan ia saat ini mengalami banyak penderitaan hidup. Saat ditanya apa penderitaannya, bapak ini bercerita bahwa dia dulunya aktivis di agama tetangga selama 25 tahun dan sudah direkomendasikan menjadi pendeta. Tetapi bukannya menjadi pendeta dia malah pindah agama, karena waktu akan menikah (dijodohkan orang tuanya), pendeta di sana tidak mau menikahkan bapak ini karena ia bersikukuh tidak mau dibaptis sebagai syarat untuk pernikahan. Bapak tersebut beranggapan pembaptisan bukan jaminan orang akan taat & rajin berdoa. Pernikahan akhirnya dilakukan di salah satu kelenteng di Surabaya yang bersedia membantunya. Persoalan muncul waktu mengetahui istrinya bukan istri yang sesuai dengan harapannya, lalu sejak kematian ayahnya, ia berselisih paham dengan saudara-saudara dan ibunya mengenai harta warisan. Dari bincang-bincang itulah saya kemudian tahu bahwa bapak ini ternyata merasa bisa bercakap-cakap dengan Tuhan secara pribadi dan sewaktu pindah agama pun ia juga merasa bisa bercakap-cakap dengan patung Dewi Kwan Im atau dewa-dewa lainnya Seminggu kemudian saya menanyakan perkembangan latihan meditasinya, dan diskusi tersebut akhirnya berkembang menjadi pembahasan mengenai cara bapak tersebut mengatasi masalahnya. Di situlah saya ketahui ternyata permasalahan dengan istri dan keluarganya berakar dari permasalahan ekonomi. Bapak ini terhimpit masalah ekonomi. Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi dengan istri dan keluarganya juga berakar dari masalah ekonomi.
Cara bapak ini cukup unik, dia terus meminta dan meminta kalau perlu ngomel pada Tuhan. ialah satu doa yang dia ceritakan saat itu adalah “Tuhan, bagaimana ini, sudah dua hari toko tidak ada pembeli sama sekali, hari ini cuma dapat Rp. 7.000, mana cukup untuk menutup biaya-biaya. Saya tidak minta jadi konglomerat, asal cukup saja dan ada kelebihan sedikit”. Waktu dia merasa jengkel dengan istrinya dia juga berdoa, “Tuhan, kenapa waktu saya batal jadi pendeta, kamu tidak paksa saya untuk berangkat, kenapa harus ketemu istri seperti ini”. Bapak itu juga bercerita bahwa meskipun seminggu sepi, pada akhir minggu ada orderan cukup besar sehingga bisa cukup untuk menutup kebutuhan bulan itu, tapi ia berterima kasih secukupnya dan tetap menuntut Tuhan memberinya lebih dari itu.
Cerita di atas hanyalah salah satu cerita klasik yang sering kita temui sehari-hari.
Menggambarkan CARA sebagian orang untuk bertahan dalam derasnya arus KEHIDUPAN yang penuh ketidakpastian ini.
Di mana kata KEHIDUPAN sendiri sering dipakai orang untuk menggambarkan serangkaian kejadian yang kita alami dari saat kita bangun di pagi hari sampai kita tidur di malam hari, dari saat kita lahir sampai saat kita mati.
Kejadian-kejadian tersebut sangat bervariasi meliputi kejadian-kejadian yang kita anggap menyenangkan, netral sampai yang paling tidak menyenangkan bahkan yang paling menakutkan.
Dari jaman dahulu kala manusia sudah membuat penjelasan-penjelasan atas kejadian yang mereka alami sesuai dengan level pengetahuan mereka. Bila ada gunung berapi meletus dan menumpahkan lahar serta debu awan panas, hal tersebut membuat mereka menderita dan ketakutan, mereka mengalami luka-luka, kehilangan sanak keluarga dan tempat tinggal. Mereka tidak kuasa melawan kekuatan tersebut maka mereka melakukan kompromi atas dasar pertimbangan-pertimbangan tertentu. Informasi-informasi mereka kumpulkan dan
dianalisa. Informasi tersebut bisa dari mimpi, penampakan hal tertentu yang tidak lazim (misal awan bergambar manusia atau binatang), rumor (misalnya ada warga yang memotong pohon di puncak gunung tersebut) dan sebagainya. Dari situ muncul konsep yang berkembang menjadi kepercayaan lokal penduduk setempat.
Pemujaan terhadap kekuatan gunung berapi yang dianggap hidup dilakukan dengan cara-cara yang mereka anggap bisa menyenangkan kekuatan tersebut. Konsep menyenangkan ini memakai standar apa yang mereka anggap menyenangkan. Misalnya mempersembahkan
buah-buahan dan binatang bahkan gadis-gadis dan laki-laki muda. Bila letusan gunung berapi itu belum reda, maka mereka bisa berasumsi bahwa jumlah dan kualitas persembahan belum mencukupi, maka mereka akan menambah persembahan tersebut.
Dan apabila selesai melakukan persembahan kedua kebetulan letusan mereda maka mereka mendapatkan kesimpulan yang meyakinkan bahwa kekuatan tersebut sudah bisa dipuaskan dengan cara itu. Hal ini akhirnya menjadi kepercayaan pemujaan terhadap gunung berapi atau kekuatan yang ada di puncak gunung berapi. Kepercayaan ini akhirnya diturunkan dari generasi ke generasi. Yang tidak mereka sadari adalah bahwa meskipun tidak diberi persembahan apapun letusan gunung berapi pasti akan reda juga (anicca).
Seperti pada kasus letusan Gunung Merapi baru-baru ini, setelah “puas” meletus juga akan reda dengan sendirinya.
Kekuatan rasa takut danketidaktahuan ini menyebabkanbermunculannya paham DINAMISME & ANIMISME di seluruh dunia, mereka memuja gunung, pohon, batu, api, binatang dan lain-lain.
Mereka selalu mengaitkan apa yang terjadi pada mereka dengan hal-hal tersebut.
Pada perkembangannya seiring dengan berkembangnya kebudayaan & peradaban di daerah masing-masing, banyak paham-paham ini bertransformasi menjadi paham POLITHEISME (pemujaan pada banyak Tuhan/Dewa Penguasa), salah satu yang terkenal adalah pemujaan pada dewa-dewa Yunani Kuno (Zeus, Hera, dll). Di sini Tuhan Penguasa digambarkan bersifat seperti manusia tapi memiliki kekuatan yang besar, tidak jarang suka semena-mena dan kejam, sehingga dipuja untuk mendapatkan perlindungan sekaligus ditakuti hukumannya apabila gagal dipuaskan. Pada waktu yang hampir bersamaan ada suatu paham kepercayaan yang tumbuh berkembang di daerah Timur Tengah dan sekitarnya. Di mana paham ini juga memuja satu kekuatan abstrak tunggal di luar manusia yang akhirnya mulai menggeser paham POLITHEISME menjadi paham MONOTHEISME. Tuhan yang abstrak tersebut (wujudnya tidak pernah tampak) digambarkan memiliki sifat-sifat manusia yang serba Maha, pada masa-masa awalnya diceritakan sebagai sosok yang pilih kasih dan mudah murka. Namun seiring dengan munculnya tokoh-tokoh spiritual baru, sosok Tuhan mulai digambarkan sebagai sosok yang lembut dan penuh kasih sayang. Sang Buddha sendiri dalam Brahmajala Sutta menjelaskan bahwa banyak paham kepercayaan yang berkembang di India saat itu munculnya dari ketidaktahuan pendiri paham itu sendiri. Dalam suatu kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia, salah seorang bhikkhu kita ditanya apakah agama Buddha mengakui adanya Tuhan. Bhikkhu tersebut menjawab tidak mengakui Tuhan kalau Tuhan itu suatu makhluk. Paus sempat bingung, mungkin juga kebanyakan orang yang belum mengenal betul agama Buddha akan mengalami kebingungan seperti beliau. agama buddha tidak mengenal tuhan?
Pernah dalam suatu pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, bhikkhu kita ditanya oleh salah seorang tokoh agama sebagai berikut : “Bapak Bhikkhu yang terhormat, saya telah membaca banyak kitab suci agama Buddha tetapi saya tidak bisa menemukan kata-kata Tuhan di manapun juga. Apakah agama Buddha tidak ber-Tuhan?” Bhikkhu kita tersebut lalu menjawab dengan enteng “Lho, bukankah di kitab-kitab suci Bapak-Bapak sekalian juga tidak ada kata-kata Tuhan?” Jawaban tersebut tentunya menimbulkan reaksi keras dari para tokoh agama yang hadir di situ, salah satunya bahkan berinisiatif menunjukkan betapa banyaknya tulisan Tuhan di kitab sucinya. Bhikkhu tersebut lalu berkata : “ Itu kan kitab suci yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, kalau dalam kitab suci yang asli kan tidak ada kata Tuhan”. Mereka terdiam dan berpikir. Akhirnya mereka mengakui bahwa apa yang diucapkan bhikkhu tersebut mengandung kebenaran. Kitab suci Nasrani dalam bahasa aslinya Ibrani menyebut Tuhan sebagai Yahwe, sedangkan di Al Quran menyebut Tuhan dengan Allah, di Hindu dengan Sang Trimurti Brahma Siwa Wisnu (mohon maaf bila ada kesalahan istilah dan ejaan). Sedangkan kata Tuhan sendiri berasal dari bahasa kawi, dari kata 'TUAN' yang artinya 'yang disembah'. Bhikkhu tersebut kemudian bertanya kepada para tokoh agama tersebut “atas dasar apa kata Yahwe, Allah, Sang Trimurti lalu diterjemahkan menjadi kata Tuhan, apakah sosok Tuhannya sama?” Kata water, banyu, sui bisa diterjemahkan menjadi kata air dalam Bahasa Indonesia karena mengacu pada benda yang sama. Lalu apakah Tuhan dari agama-agama tersebut mengacu pada Sesuatu yang sama? Para tokoh agama tersebut akhirnya sepakat mengakui bahwa secara umum kelihatannya sama tetapi sebenarnya memiliki banyak perbedaan konsep yang cukup signifikan. Sangat diragukan mengacu pada Tuhan yang sama, kalau toh mau dianggap sama itupun hanya berupa anggapan belaka, bukan suatu kebenaran. Oleh karena itu wajar dan sah saja bila konsep Tuhan di dalam agama Buddha berbeda dengan konsep Tuhan di agama-agama lain. Bhikkhu tersebut juga menjelaskan bahwa konsep Tuhan dalam agama Buddha jarang sekali diterjemahkan menjadi kata Tuhan karena menghindari pemahaman yang bias. NIBBANA sebagai konsep Ketuhanan dalam agama Buddha lebih sering ditulis dalam bahasa aslinya
untuk menghindari salah persepsi. nibbana konsep ketuhanan yme dalam agama buddha Para tokoh nasional kita di masa lampau kelihatannya sudah memikirkan baik-baik segala konsekuensi yang ada pada saat menyusun Pancasila Dasar Negara kita. Mungkin karena itulah sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan YME dan bukannya Tuhan Yang Maha Esa. Kalau Tuhan Yang Maha Esa bisa diartikan satu sosok Tuhan tunggal yang tidak ada duanya di mana kita harus mengakui adanya satu sosok tunggal itu dan bukan yang lain. Hal itu tidak mungkin karena tiap agama masing-masing memiliki Konsep Tuhan yang tidak persis sama satu dengan lainnya. Ketuhanan YME lebih bisa merangkul semua pihak karena semua agama pasti memiliki Konsep Tuhan Yang Tunggal meskipun Konsep Tuhan masing-masing tidak persis sama.
Ketuhanan YME mengisyaratkan kehidupan bernegara dan berbangsa (dalam hal ini beragama) harus berlandaskan pada pengakuan akan adanya konsep Tuhan yang tidak mendua atau banyak tetapi benar-benar tunggal (Maha Esa).
Nibbana adalah sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak diciptakan, yang mutlak (asankhata/bukan perpaduan/tunggal/esa), Nibbana bukan tempat (surga) atau makhluk adikodrati. Tidak ada kata-kata yang tepat untuk menjelaskan Nibbana, tetapi Nibbana bisa dialami/ direalisasikan oleh siapa saja yang mau melatih dirinya sesuai Dhamma Sang Guru Agung Buddha Gotama.
N i b b a n a m erupakan tujuan tertinggi dari umat Buddha, tujuan hidup, kondisi keabadian tanpa kelahiran, tanpa kematian dan tanpa penderitaan. Nibbana (yang mutlak/ tunggal/esa/asankhata) merupakan konsep Ketuhanan YME dalam Agama Buddha.
Sering kita ditanya mengapa Nibbana tidak bisa dijelaskan kata-kata. Jawabannya cukup sederhana, karena banyak hal yang kita jumpai di dunia ini, tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sebagai contoh adalah warna. Misalkan kita memegang kain warna kuning tertentu, maka sulit bagi kita untuk menjelaskan secara tepat seberapa kuning warna kain itu pada teman kita lewat pesawat telepon. Kita harus menunjukkan sendiri kain itu baru tidak diperlukan penjelasan lewat kata-kata lagi. Yang lebih mustahil bila kita harus menjelaskan warna itu pada orang buta sejak lahir. Biar kita tempelkan ke pipi orang itu, kita suruh dia cium baunya tetap tidak akan berhasil. Satu-satunya jalan adalah mengobati mata orang tersebut sampai sembuh, baru orang itu mengerti warna kain tanpa perlu dijelaskan lagi.
Demikian pula dengan Nibbana, sudah begitu banyak Siswa Mulia Sang Buddha yang merealisasikan Nibbana, namun sebagaimanapun jelasnya Nibbana bagi Mereka, tetap tidak akan bisa dijelaskan pada kita-kita yang belum mencapainya. Kita tetap seperti orang buta tadi. Satusatunya jalan adalah membuka mata batin kita dengan latihan sungguh-sungguh sesuai petunjuk Mereka yang telah pernah mencapainya, baru Nibbana akan menjadi jelas buat kita. Kalau kita terus berusaha membayangkan Nibbana bahkan terus bertanya-bertanya maka kita akan jadi seperti orang buta yang terus bertanya-tanya mengenai warna kain dengan cara disentuh, dicium dan sebagainya. Hal itu akan sia-sia. nibbana bukan maha dewa pengatur kehidupan Cerita ini kisah nyata. Beberapa tahun yang lalu, pada suatu malam selesai dari kebaktian di tempat ibadahnya, seorang pengabar agama yang taat di agama tetangga pulang ke rumahnya di daerah Surabaya Barat dengan mengendarai sepeda motor. Di tengah perjalanan dia dihadang perampok yang hendak merampas sepeda motornya. Karena mungkin sedikit melawan akhirnya selain sepeda motornya dirampas, ia juga dianiaya dan ditinggal sendirian di jalan sepi tersebut dengan kondisi terluka parah.
Dengan sisa tenaga yang ada ia berusaha untuk meminta bantuan dari kendaraan yang lewat namun tidak ada satupun yang berani berhenti untuk menolong karena takut dengan penampilannya yang luka parah. Akhirnya ia terus berjalan dan merangkak sampai ke lokasi perumahannya lalu ditolong
satpam perumahan yang mengenalinya. Dari cerita di atas orang tidak akan berhenti berpikir kenapa ia mengalami kejadian yang mengerikan tersebut. Apa penyebabnya. Bagaimana orang yang sudah begitu taat sembahyang dan baru saja keluar dari pelayanan di tempat ibadahnya bisa menerima musibah seperti itu. Orang akhirnya muncul dengan berbagai jawaban yang selalu dikaitkan dengan keberadaan sosok maha dewa pengatur kehidupan. Di mana jawaban tersebut sering menggambarkan keterlibatan langsung maha dewa atas nasib manusia.
Penjelasan-penjelasan itu pada awalnya memang bisa menghibur, memberikan ketabahan dan harapan bagi manusia untuk menghadapi kenyataan-kenyataan dalam hidupnya. Tetapi karena Tuhan dilibatkan dalam penjelasan tersebut dan digambarkan sebagai makhluk maha dewa, akhirnya menyebabkan gambaran Tuhan jadi tidak sempurna dan membingungkan.
Jawaban yang paling sering dipakai orang adalah bahwa hal itu merupakan COBAAN dari Tuhan untuk melihat apakah pengikutnya itu benar-benar setia padanya. Apabila kita menggambarkan ada sosok Tuhan dalam bentuk maha dewa sedang mencoba manusia yang sudah begitu taat kepadanya dengan cara seperti itu, kita tentunya boleh merasa ngeri dengan sosok Tuhan seperti itu. Dan tentunya sosok tersebut tidak bisa disebut bersifat maha pengasih dan penyayang. Apabila seorang ibu mencoba membuat roti kukus yang enak, maka disitu ada resiko roti kukus itu tidak “mengembang” atau sering dikatakan orang rotinya “bantat”. Ibu itu tidak tahu hasil akhirnya karena itu ia harus mencoba. Konsep cobaan sebagai jawaban atas kejadian di atas sulit diterima kecuali Tuhan maha dewa memang sedang coba-coba dan tidak tahu bagaimana hasil percobaannya itu. Berarti maha dewa tersebut tidak maha tahu. Tetapi kalau betul-betul maha tahu, tentunya maha dewa itu sudah tahu bagaimana hasilnya, lalu apa fungsinya mencoba. Apabila sudah tahu hasilnya tetapi tetap diberi cobaan yang mengerikan, hal ini tentunya mirip dengan sifat manusia yang iseng dan kejam (baca tsunami).Yang menjadi pertanyaan apakah Tuhan bisa digambarkan seperti itu? Menurut saya hal ini karena manusia sendiri yang menggambarkan Tuhan sebagai sosok makhluk maha dewa sehingga menimbulkan banyak kerancuan dan bukan gambaran Tuhan yang sesungguhnya. Jawaban lain yang sering dipakai adalah bahwa kejadian yang terjadi sudah merupakan RENCANA Tuhan. Apabila kita telaah penjelasan ini tentunya timbul suatu pengertian bahwa kejadian yang terjadi pada teman kita tersebut sudah direncanakan sebelumnya bahkan mungkin pada saat ia belum lahir di mana perampok tersebut juga merupakan bagian dari rencana tersebut.
Misalkan ada suatu pentas sandiwara di mana ada seorang yang baik hati dirampok oleh perampok, maka aktor perampok harus betul-betul menjalankan perannya dengan baik agar sandiwara itu bagus jadinya. Apabila dalam skenarionya (rencana) dia harus merampok lalu dia malah menolong orang tentunya hal itu akan menyebabkan sutradara marah. Dia sudah merusak jalan cerita dan melawan perintah. Tetapi bila dia betul-betul berperan sebagai perampok yang bengis maka seharusnya akan mendapatkan pujian dari sang sutradara, harusnya dia dapat piala Oscar.
Bila kita kembali pada cerita di atas maka seharusnya perampok sepeda motor tadi masuk surga karena sudah menjalankan perintah sesuai rencana-“Nya”. Tetapi yang terjadi biasanya perampok itu dikatakan akan masuk neraka karena kejahatannya.
Konsep bahwa semua kejadian sudah direncanakan Tuhan sulit bisa diterima. Apabila semua sudah direncanakan berarti sejak awal diciptakan manusia sudah ditentukan mana yang akan masuk neraka dan mana yang akan masuk surga. Lalu di mana letak keadilannya dan lagi pula apa fungsinya menciptakan manusia dengan rencana seperti itu. Atau konsep ini murni bikinan manusia sehingga akhirnya menyebabkan gambaran Tuhan jadi seperti itu.
Sering kali ada orang yang menjelaskan bahwa kejadian itu untuk mengingatkan manusia bahwa Tuhan maha dewa memiliki kekuasaan penuh atas nasib manusia. Apabila hal itu yang terjadi maka berarti maha dewa tersebut bukan maha pencipta karena sudah menciptakan manusia yang tidak sempurna sehingga perlu terus-terusan diingatkan. Apalagi teman kita itu tadi kerjaannya tiap saat melayani Tuhan kenapa ia yang harus diingatkan dan bukannya yang lain. Terkadang orang menyalahkan iblis yang diceritakan merupakan ciptaan Tuhan maha dewa sebagai biang keladi atas segala penderitaan dan musibah yang terjadi. Jika Tuhan maha dewa merupakan makhluk yang maha tahu, maha kuasa dan maha pengasih tentunya tidak perlu menciptakan iblis dan kalau toh sudah terlanjur diciptakan harusnya dikendalikan supaya tidak menciptakan penderitaan. Kecuali memang iblis sengaja diciptakan dan dibiarkan supaya menggoda manusia, sehingga manusia yang punya pilihan bebas bisa punya alternatif pilihan mau masuk surga atau neraka. Bila memiliki sifat maha tahu tentunya sudah bisa diketahui manusia mana yang bakal tahan godaan lalu masuk surga dan mana yang tidak tahan lalu masuk neraka. Tetapi bila Tuhan maha dewa tidak tahu mana yang akan dipilih manusia, maka sebagai perwujudan rasa cinta kasih, seharusnya tidak menciptakan iblis penggoda karena besar kemungkinan manusia akan tergoda lalu masuk neraka. Saat kita mengingat kejadian tsunami yang menghancurkan jutaan hidup manusia dengan cara yang sangat mengerikan, belum lagi penderitaan dan trauma berkepanjangan bagi yang masih hidup, tentunya kita juga boleh bertanya-tanya mengapa hal tersebut terjadi. Pada waktu itu tidak ada satu tokoh agamapun bisa membahas mengapa hal itu terjadi.
Bersambung.....
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #11 on: 09 February 2008, 11:26:40 PM »
Apakah ada Tuhan maha dewa yang sedang murka pada jutaan orang-orang tidak berdosa itu? Sebesar apa kesalahan mereka sehingga patut menerima hukuman seperti itu. Saat itu para tokoh agama hanya menjelaskan betapa kecil kita dibanding kekuasaan Tuhan sehingga kita tidak seharusnya menjadi sombong dan belajar rendah hati, serta mengembangkan kepedulian kita pada korban bencana tersebut.
Penjelasan tokoh agama itu memang benar dan sudah seharusnya kita berpikir seperti itu tetapi dibalik penjelasan itu akan tetap tersimpan tanda tanya besar kenapa Tuhan maha dewa tega melakukan hal tersebut. Apabila manusia dilarang untuk mempertanyakan segala rencana Tuhan maha dewa, maka manusia seharusnya tidak diciptakan dengan akal budi yang sedemikian rupa sehingga mampu berpikir logis dan mempertanyakan 'policy' Tuhan maha dewa.
Dalam kitab Jataka VI: 208 tercatat :
Dengan mata, seseorang dapat melihat pemandangan memilukan, Mengapa “maha dewa” itu tidak menciptakan secara baik? Bila kekuatannya dikatakan tak terbatas,
Mengapa tangannya begitu jarang memberkati, Mengapa dia tidak menganugerahi kebahagiaan saja? Mengapa kejahatan, kebohongan dan ketidaktahuan merajalela?
Mengapa kepalsuan menang, sebaliknya kebenaran dan keadilan gagal Saya menganggap, pandangan tentang “ maha dewa” adalah Ketidakadilan yang membuat dunia yang diatur keliru.
Tujuan dari pembahasan di atas murni untuk melakukan koreksi atas konsep keliru yang masih sering dimiliki umat Buddha yaitu yang menggambarkan Tuhan sebagai maha dewa yang mengatur nasib manusia.
Sangat tidak tepat menggambarkan kesucian dengan cara seperti itu. Karena itu kita TIDAK pernah menggambarkan Tuhan sebagai maha dewa pencipta, penguasa, pemberi berkah, penghukum dsb. Tuhan adalah Mutlak, tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata tetapi bisa direalisasikan dalam mengembangkan kebijaksanaan dalam kehidupannya saat ini dan tidak harus menunggu kematian datang. Tuhan adalah kebahagiaan tertinggi Nibbana. Nibbana adalah Tuhan dalam agama Buddha. Jawaban-jawaban yang menggambarkan keterlibatan maha dewa atas nasib manusia tersebut di atas memang tidak bisa diterima dengan logika. Tetapi buat sebagian orang bisa menjadi hiburan dan harapan untuk bertahan atas penderitaan hidup yang sedang mereka alami terutama bagi yang mau percaya penuh atas konsep-konsep tersebut. Lalu bagaimana penjelasan Dhamma atas kejadian-kejadian yang dialami manusia dalam kehidupannya sehari-hari?
hukum alam semesta (niyama dhamma) sebagai penjelasan atas kejadiankejadian yang terjadi di alam semesta ini Dahulu kala orang mengira hujan dan petir adalah kerjaan para dewa-dewi yang ada di atas kahyangan. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka diketahui bagaimana terjadinya hujan dan siklusnya. Ilmu pengetahuan mulai menguak tabir kegelapan dan mulai menjelaskan bagaimana alam bekerja dengan hukum-hukumnya. Newton, Einstein dan masih banyak ilmuwan lainnya mulai mempelajari sebagian dari hukum-hukum yang bekerja di
alam semesta ini. Listrik bisa menyalakan lampu dan peralatan lainnya adalah salah satu temuan penting hukum alam di abad modern ini.
Hukum alam semesta adalah hukum yang mengatur segala gejala, proses, aktivitas, sebab akibat batin dan jasmani (fisik) yang ada di alam semesta itu sendiri. Hukum ini tidak bisa diraba, dilihat, didengar, dan dicium keberadaannya, namun bisa diketahui dan dipelajari cara kerjanya dari gejala-gejala yang muncul secara fisik maupun batin. Hukum ini terdiri atas :
1. Utu Niyama yaitu hukum tertib “physical organic” yang mengatur mengatur musim, iklim, cuaca, radiasi panas dingin, timbulnya gunung berapi, dll. Semua aspek fisika dari alam diatur oleh hukum ini.
2. Bija Niyama yaitu hukum yang mengatur tumbuh-tumbuhan
3. Citta Niyama yaitu hukum yang mengatur fenomena dan kekuatan pikiran
4. Kamma Niyama yaitu hukum yang mengatur sebab akibat perbuatan (karma).
5. Dhamma Niyama yaitu hukum yang mengatur segala sesuatu di luar 4 hukum di atas. Misalnya hukum gravitasi dll.
Hukum alam semesta ini ada sejak saat tanpa awal dan tidak ada akhirnya, kekal abadi. Bukan diciptakan oleh makhluk adikodrati tertentu. Bila orang berargumen bahwa hukum ini pasti ada yang menciptakan (konsep penciptaan) maka logikanya si pencipta hukum ini harusnya ada juga yang menciptakan, dan yang menciptakan si pencipta hukum ini pasti juga ada yang menciptakan, sehingga tidak akan ada habisnya. Terkadang ada orang yang bersikeras bahwa si pencipta tidak ada yang menciptakan, dengan pernyataan ini maka orang tersebut sebenarnya sudah mengakui bahwa tidak semuanya muncul karena penciptaan. Dengan demikian jika dikatakan bahwa hukum alam semesta ini sudah ada sejak saat tanpa awal dan bukan ciptaan makhluk pencipta maka hal tersebut tentunya sudah konsisten dengan pernyataan orang tersebut.
Ilmuwan terkenal Stephen Hawking yang dianggap sebagai Einstein kedua telah menemukan rumusan dengan didukung fakta-fakta bahwa alam semesta muncul karena sebab-sebab tertentu yang murni berdasarkan hukum-hukum alam semesta.
Kemunculan inipun merupakan suatu proses yang sangat panjang dan bukan diciptakan makhluk adikodrati dari tidak ada menjadi ada seperti sulap dalam beberapa hari (baca teori Big Bang & Black Hole). Temuan Stephen Hawking ini selaras dengan apa yang telah disampaikan Sang Buddha 2500 tahun yang lalu dalam salah satu sutta Tripitaka mengenai proses kemunculan alam semesta ini (baca Digha Nikaya III: 84 & Majjhima Nikaya III: 120).
Jika orang berusaha menjelaskan kejadian-kejadian yang dialami di kehidupannya sehari-hari, maka secara langsung maupun tidak langsung orang tersebut PASTI sedang menjelaskan bekerjanya suatu hukum alam tertentu.
Ada satu kisah hidup seorang mahasiswa PTS di Surabaya sewaktu dia masih kecil. Pada suatu waktu ia melihat ayahnya memberi uang pada salah seorang preman di kampungnya. Dia sangat tidak suka pada preman-preman itu karena sering mengganggunya sewaktu dia pulang jalan kaki dari sekolahnya. Iapun lalu menegur ayahnya untuk apa memberi bantuan pada preman-preman seperti itu. Sang ayah yang dulunya ternyata pernah jadi preman tersebut hanya tersenyum dan mengatakan bahwa ia masih kecil belum tahu apa-apa. Beberapa waktu kemudian terjadi kebakaran di gudang toko mereka. Pada saat panik-paniknya menyelamatkan harta benda yang ada, anak kecil ini melihat suatu kejadian yang tidak akan pernah bisa dia lupakan. Di depan toko mereka berdiri berjajar para preman kampung yang dibencinya tersebut.
Sambil membawa parang mereka berteriakteriak mengancam masa yang sudah bergerombol mau menjarah toko mereka. Harta mereka akhirnya selamat dari penjarahan berkat jasa para preman tersebut.
Saat kejadian tersebut terjadi kita bisa lihat bahwa beberapa hukum alam telah bekerja sebagai satu kesatuan yang tidak terpisah. Utu Niyama, hukum pengatur temperatur bekerja karena adanya kondisi-kondisi pendukung seperti korsleting listrik yang menyebabkan panas tinggi dan munculnya api. Cuaca yang panas dan kering mendukung menjalarnya api. Di sini Utu Niyama bekerja secara obyektif tidak pilih-pilih sesuai dengan munculnya kondisi-kondisi pendukung. Dan bila kondisi-kondisi pendukung munculnya api telah lenyap, lenyap pula api tersebut.
Kamma Niyama salah satunya bisa dilihat dengan matangnya kondisi-kondisi yang menyebabkan hilangnya harta benda karena kebakaran serta terselamatkannya harta mereka dari penjarahan. Citta Niyama juga muncul dalam bentuk aktivitas pikiran yang kacau, sedih, marah dsb. Bahkan proses munculnya pemikiran di batin anak tersebut dan bagaimana itu tinggal di ingatannya dalam waktu yang cukup lama.
Dari cerita di atas kita bisa melihat keberadaan hukum-hukum alam semesta bekerja sesuai dengan ada tidaknya kondisi-kondisi pendukung yang muncul. Jika ada yang mencoba untuk menjelaskan bahwa kejadian di atas merupakan kerjaan maha dewa maka sebenarnya orang tersebut sedang “me-makhluk-kan” hukum alam semesta.
Hukum alam semesta bersifat sangat universal. Hukum ini tidak pandang bulu, selama kondisi-kondisinya tepat maka hukum ini akan bekerja. Contohnya api. Api muncul diatur oleh hukum alam karena ada kondisi yang mendukungnya. Api akan membakar apa saja yang bisa dibakarnya.
Apabila ada anak kecil yang tidak tahu bahwa api itu panas membakar, lalu anak tersebut memasukkan tangannya ke dalam bara api maka tangannya pasti akan terbakar. Orang yang tahu bahwa api bisa membakar juga akan terbakar bila tangannya masuk ke dalam bara api. Orang yang tidak percaya bahwa api bisa membakar juga akan terbakar, orang yang percaya juga akan terbakar. Orang yang memuja api tiap hari, menjadi pengikut setia api juga akan terbakar kalau tangannya dimasukkan api. Tidak ada dispensasi untuk pemuja api, juga tidak ada bonus kebakaran bagi yang tidak percaya dan membenci api.
Tahu atau tidak tahu, dipuja atau dibenci, dipercaya atau tidak dipercaya oleh siapa pun, kapan pun, di manapun selama ada kondisi pendukung yang tepat maka api akan membakar tanpa pandang bulu. manusia sering melihat sifat hukum alam semesta sebagai sifat tuhan maha dewa Sering kita dengar di lingkungan kita orang mengatakan Tuhan Maha Adil berdasarkan pengamatannya pada kehidupan manusia. Sebenarnya orang tersebut sedang menggambarkan sifat Hukum Karma yang adil. Hukum Karma akan mengatur bahwa perbuatan baik akan berbuah menjadi kebahagiaan, sedangkan perbuatan buruk akan membuahkan penderitaan pada pelakunya. Tidak ada dispensasi untuk umat Buddha yang percaya Hukum Karma, juga tidak ada bonus buah karma buruk buat mereka yang tidak percaya Hukum Karma. Mereka yang tidak tahu kalau ada Hukum Karma juga akan mendapat perlakuan yang sama. Selama perbuatan dengan niat baik dilakukan maka pelaku perbuatan akan menuai kebahagiaan. Begitu pula sebaliknya. Umat agama apapun, tua muda, miskin kaya, status sosial tinggi rendah, suku apapun tidak berbeda di “mata” Hukum Karma. Dalam suatu ceramah di televisi,
seorang tokoh agama menceritakan ada tujuh orang murid yang masing-masing diberi seekor kelinci oleh gurunya untuk diuji. Mereka disuruh untuk membunuh kelinci tersebut di tempat yang tidak ada siapapun bisa melihat perbuatan mereka. Pada waktu yang telah ditentukan kemudian ketujuh murid ini kembali. Lalu satu persatu menceritakan bagaimana mereka telah berhasil membunuh kelinci di tempat yang sangat terpencil di mana tidak ada siapapun melihat mereka, di gua, di dalam sumur, di semak belukar, di jurang dsb. Hanya ada satu murid yang kembali dengan kelinci yang tetap hidup. Sewaktu ditanya murid ini menjawab bahwa ia tidak bisa menemukan satu tempat pun di mana Tuhan tidak melihatnya (Tuhan Maha Tahu). Murid inipun akhirnya lulus ujian. Pada waktu kita hendak melakukan perbuatan baik atau buruk di tempat yang paling tersembunyi dan tidak ada makhluk apapun yang melihat perbuatan kita, masih ada satu makhluk yang pasti akan melihat perbuatan kita. Makhluk itu adalah diri kita sendiri. Karma adalah niat (bibit) di pikiran kita, jadi biarpun tidak ada makhluk apapun yang tahu perbuatan kita, namun pikiran kita telah merekam kejadian tersebut. Pada saat bibit ini memiliki kondisi yang tepat untuk berbuah maka kita akan menerima buah dari perbuatan kita. Semua ini diatur oleh Hukum Karma yang meliputi segenap alam semesta ini. Pada saat karma akan berbuah karena matangnya kondisi-kondisi pendukungnya maka tidak ada satu makhluk pun yang bisa menghindar darinya. Tidak juga para dewa dan brahma. Hukum Karma berkuasa penuh. Orang sering melihat bahwa biar presiden, raja, orang sekuat dan sekaya apapun apabila waktunya tiba, bisa mengalami kejatuhan yang menyakitkan dalam bentuk kehilangan kekuasaan, sakit dan mati. Pada saat tsunami terjadi tidak ada satu orang pun, negara dengan senjatanya yang canggih bisa meredam kekuatan alam ini. Hukum Karma dan hukum alam semesta lainnya bekerja sesuai dengan kondisinya. Mereka yang meninggal dan yang masih hidup sedang menuai karma buruknya secara kolektif tanpa bisa ditawar. Bukan karena Hukum Karma ini sedang murka tetapi karena perbuatan-perbuatan mereka di masa lampau mendapatkan kondisi yang tepat untuk berbuah bersama-sama. Jadi kematian ini jika bukan karena tsunami tentunya karena kejadian yang lain. Ada juga yang karma buruknya berbuah dalam bentuk berpisah dengan orang yang mereka cintai tetapi tidak sampai terbunuh. Jika ada orang yang menjelaskan kejadian ini sebagai gambaran kekuasaan Tuhan (Maha Kuasa), sebenarnya dia sedang menceritakan bekerjanya kekuatan Hukum Karma dan hukum alam lainnya.
Hukum Karma mengatur kelahiran seseorang dan makhluk hidup lainnya sesuai karmanya masing-masing. Alam semesta terbentuk melalui proses yang sangat panjang diatur oleh hukum alam. Jika ada yang menjelaskan kemunculan makhluk hidup serta alam di sekitarnya adalah hasil ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta maka sebenarnya orang tersebut sedang menceritakan hasil dari proses-proses pembentukan batin dan fisik alamiah oleh hukum-hukum alam semesta. Tidak ada satu tempat pun di alam semesta ini di mana kita tidak melihat hasil dari pembentukan yang nantinya akan hancur lagi (anicca), beberapa menyebutnya kita bisa melihat Tuhan ada di mana-mana melalui ciptaan-Nya. sembahyang dan doa, perlukah? Dalam suatu kesempatan ada seorang umat yang sedang belajar Dhamma bertanya mengenai perlu tidaknya dia melanjutkan kebiasaannya menghormat kepada dewa-dewa di klenteng. Pertanyaan itu ia ajukan karena meskipun telah belajar Dhamma dia masih merasakan adanya kebutuhan untuk mohon perlindungan dan pertolongan para dewa dalam mengatasi problem hidupnya. Yang jadi masalah umat ini juga mengerti kalau kehidupannya sangat tergantung dari karma yang telah dilakukannya. Tetapi berhubung mengerti tidak sama dengan mampu menghayati dan melaksanakan-nya maka timbullah konflik itu di dalam pikirannya.
Dalam Maha Parinibbana Sutta, Sang Buddha memang mengajarkan Bhikkhu Ananda untuk bernaung pada diri sendiri dan tidak menjadikan orang lain pernaungan, untuk bernaung pada Dhamma dan tidak bernaung pada yang lain, dengan cara mengembangkan Meditasi Pandangan Terang. Di lain sisi ketika berada di Pataliputta, Sang Buddha mengutarakan bahwa di mana pun seorang bijak tinggal hendaknya ia mempersembahkan dana makanan bagi orang-orang suci dan kemudian membagi jasa persembahan pada para dewa yang berada di tempat itu. Karena dengan dihormati maka para dewa akan menghormati, dengan dijunjung maka para dewa akan menjunjung balik. Para dewa akan mencintainya laksana seorang ibu mencintai putranya sendiri, dan seseorang yang dicintai para dewa akan senantiasa terberkahi.
Dalam Vimanavatthu II: 5, salah satu sutta dalam Tripitaka diceritakan ada seorang umat awam yang tekun melaksanakan moralitas dan kedermawanan sangat
dicintai para dewa sehingga memiliki nama harum dan sering mendapat bantuan dari para dewa pada saat mengalami kesulitan. Dan setelah kematiannya ia terlahir lagi di alam surga yang penuh kebahagiaan dengan umur yang panjang. Di dalam Vimanavatthu juga diceritakan bahwa para dewa-dewi bisa terlahir di alam surga karena keyakinan yang kuat pada Tri Ratna, memiliki moralitas, dermawan dan punya kebijaksanaan. Dari kutipan-kutipan tersebut kita bisa lihat bahwa Sang Buddha selalu menganjurkan para siswanya untuk senantiasa mengembangkan keyakinan pada Tri Ratna, melatih moralitas, kedermawanan, serta pengembangan batin (bhavana). Setelah menjadikan diri sendiri sebagai perlindungan dengan latihan-latihan tersebut di atas maka hendaknya membagi jasa-jasa perbuatan baik tersebut kepada para dewa (dalam konteks lain juga dilimpahkan pada sanak keluarga yang telah meninggal dan makhluk halus di alam penderitaan). Dengan demikian bisa mendatangkan kegembiraan bagi para dewa dan semua makhluk. Pada akhirnya hal tersebut akan mengondisikan berbuahnya karma baik melalui berkah dan perlindungan para dewa pada saat yang diperlukan. Kita bisa lihat tidak ada satu statemen pun yang menunjukkan bahwa kita tidak boleh menghormati dan menghargai para dewa. Apalagi mengembangkan kesombongan dan memandang rendah para dewa. Itu merupakan pemahaman yang tidak benar dan tidak lengkap. Para dewa patut kita hormati dan sanjung karena tidak ada satu pun dewa yang terlahir di alam surga karena melakukan perbuatan jahat. Semuanya lahir di sana karena dorongan perbuatan bajik. Karena itu hendaknya kita menjadikan perbuatan baik itu sebagai inspirasi supaya kita bisa melakukan kebajikan yang sama. Sebagai perbandingan apabila kita bertemu dengan orang yang bajik apakah itu seorang Bhikkhu maupun umat awam, sudah sepantasnya kita juga menghormati serta memberikan penghargaan yang pantas serta mau mencontoh kebajikan mereka. Dalam kasus umat yang bingung tersebut, hendaknya dipahami bahwa menghormati kebajikan apalagi terinspirasi pada kebajikan yang telah dilakukan dewa tertentu adalah suatu perbuatan yang baik. Hal ini boleh terus dilakukan. Tetapi juga harus dipahami bahwa kita tidak boleh jadi tergantung dan melekat pada para dewa. Terus meminta berkah dan perlindungan para dewa tapi tidak pernah berbuat kebajikan adalah perbuatan yang sia-sia belaka, meskipun terkadang menimbulkan sedikit hiburan berupa harapan bagi si pemohon.
Misalkan ada kasus di mana ada karma baik berbuah melalui permohonan kepada dewa maka berkah yang akan diberikan para dewa kepada kita adalah berkah duniawi.

bersambung.....
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #12 on: 09 February 2008, 11:30:35 PM »
Sama dengan bila kita memperoleh harta, kekuasaan, nama baik, keuntungan, kelancaran dan kesehatan melalui usaha sendiri. Kasus ini jarang terjadi. Dalam 100 kali permohonan, kalau ada satu yang terkabulkan, itu saja sudah luar biasa (boleh lakukan survei). Yang sering terjadi adalah pada saat memohon tidak langsung terkabul, lalu seiring berlalunya waktu kondisi-kondisi di luar orang tersebut berubah. Terkadang berubah buruk, terkadang berubah baik. Bila kondisi berubah menjadi lebih baik, maka hal ini dianggap permohonan terkabul. Padahal kalau saja kita mau mengembangkan kesabaran, kita bisa amati bahwa tidak ada penderitaan yang tidak berlalu. Kalau bukan kondisi luar yang berubah, kondisi persepsi
kita yang berubah. Orang boleh saja memiliki harta yang melimpah, kekuasaan, ketenaran, dan kesehatan yang baik, tetapi belum tentu dia bahagia. Kebahagiaan akan diraih bila seseorang mulai mengurangi kemelekatan terhadap kondisi-kondisi duniawi tersebut. Oleh karena itu apabila orang ingin mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya, hal itu hanya bisa didapatkan melalui usaha mengembangkan batin menuju pada lenyapnya kemelekatan. Tidak ada dewa dan mahadewa mana pun bisa membuat pikiran kita bebas dari kemelekatan, bebas dari penderitaan. Hanya diri sendiri yang mampu membebaskan kita dari penderitaan. Jadi pada saat penderitaan muncul pada suatu kenyataan hidup yang sedang terjadi tidak sesuai keinginan kita. Kita harus segera menyadari, menyelidiki dengan cermat apa sebenarnya keinginan-keinginan tersebut dan apa kenyataan yang terjadi. Apabila kemelekatan pada keinginan tersebut lenyap, maka lenyap pula 'rasa' penderitaan itu. Mengembangkan pikiran-pikiran yang positif atas kenyataan hidup yang sudah terjadi akan
membantu penerimaan kita atas kenyataan tersebut. Apabila seseorang tetap tidak bisa menerima kenyataan itu karena batinnya belum cukup terlatih, maka memohon bantuan para dewa bisa juga memberi hiburan pengharapan asalkan dibarengi dengan banyak berbuat kebajikan. Pada saatnya nanti, bila terus melatih diri, batin akan jadi lebih mudah melepaskan keinginan-keinginan yang menyebabkan penderitaan.
Di saat seseorang terus maju di dalam kebajikan dan kebijaksanaan maka dia akan menjadi orang yang terus maju dalam ketenangan dan kebahagiaan. Bahkan pada saat karma buruk berbuah bertubi-tubi orang tersebut justru makin bertambah bajik dan bijak. Karena kebahagiaan bukan berasal dari pemberian orang, dewa, maha dewa manapun. Kebahagiaan munculnya dari dalam, dari cara berpikir dan pemahaman yang benar akan hidup dan kehidupan.
Semoga pembahasan di atas bisa menambah keyakinan kita dalam melatih diri. Semoga kita semua maju dalam Dhamma. Semoga kita memperoleh kedamaian dan kebahagiaan dalam kehidupan seharihari.
Semoga semua makhluk berbahagia.

diambil dari Dawai edisi 46
http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/dawai/dawai-46.pdf

trus kalo mau ebook beyond belief yang indonya
http://geocities.com/centaury_x/beyondbelief.pdf
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline kosasihw

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 4
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
Re: Doa, Bisakah Terkabul ? oleh : Yan Saccakiriyaputta
« Reply #13 on: 27 March 2009, 04:59:48 PM »
saya setuju tuhan tidak ada hehehe maap nih bukan tidak beragama kita buddhist asli. memang masalah ini bisa menimbulkan perdebatan jika ditanggapi dengan maksud tertentu, semua kehidupan kita tergantung dari karma kita masing masing, tidak ada yang menentukan kita lahir dimana, kalo sekarang kita bisa milih saya juga mau jadi orang kaya hehehe......kita harus menerima semua keadaan sekarang, dan untuk masa depan masih dapat berubah, oleh karena itu banyak banyaklah berbuat kebajikan, jgn lupa sucikan hati dan pikiran, hanya kita yang dapat menolong diri kita sendiri seperti yang ada di e-book dhammacitta, sekian terima kasih......maap maap kalo ada salah ini sesuai pengalaman pribadi.