sharing pendapat
tadi siang terlintas pertanyaan itu karena teringat saya pernah nonton salah satu kisah di DAAI TV, dan saya meneteskan air mata dlm nonton kisah tsb. sebenarnya saya tidak tau alasannya kenapa saya meneteskan air mata. setelah meneteskan air mata baru tersadar saya meneteskan air mata dan terpikirkan dan merasakan saya terharu pada kisah tsb.
dihubungkan dengan sebuah puisi Zen yg mengatakan pikiran bagaikan gelembung air yg terbentuk dan hilang, datang dan pergi. maka saya terlintas sama hal nya dengan perasaan yg datang dan pergi.
hubungannya dengan arahat menangiskah? saya juga terlintas pertanyaan, arahat tertawakah? mungkin saya sederhanakan menjadi, arahat senyumkah?
saya banyak membaca kisah dimana para master, sesepuh, arahat, dll.. yg tersenyum.
bagi saya, senyum adalah sebuah reaksi spontan yg pure yg memiliki banyak arti tergantung si penerima/melihat senyuman tsb.
mungkin tertawa tidak bisa disamakan dengan senyuman yg spontan yg pure tsb, tapi inti dibaliknya menurut saya adalah sama. hanya saja mungkin tertawa adalah reaksi yg sudah ditambahkan oleh pikiran dan perasaan yg bergabung dengan senyuman tsb hingga menjadi tertawa.
inti yg saya maksudkan adalah sesuatu yg pure yg dari dalam diri keluar seperti sebuah senyuman oleh arahat atau yg lainnya. jadi mungkin saja seorang arahat meneteskan air mata yg kita katakan adalah menangis.
jika seorang arahat bisa senyum, kenapa tidak bisa menangis?
tp memang saya belum pernah mendengar seorang arahat, sesepuh atau guru besar yg menangis. tapi saya juga tidak setuju seorang arahat harus seperti sebuah sosok yg kita pikirkan atau yg di gambarkan yg seharusnya seperti apa, seperti tidak akan menangis, karena sudah mencapai tingkat pencerahan.
makanya saya tanyakan apakah menangis harus memerlukan sebuah alasan. jika sebuah senyuman arahat tidak memerlukan alasan, apakah sebuah tetesan air mata butuh sebuah alasan?