manusia itu kepintaran berusaha mengada-ngada, sering bersikap seperti teguran Master hui neng pada dua orang bhiksu yang berdebat pandangan intelektualnya tentang bendera yang bergerak atau tentang guru zen yang menanyakan jawaban kebijaksanaan seorang murid tentang keberadaan batu di luar, dimana muridnya menjawab 'klo menurut ajaran guru Buddha bla bla bla....'
Avijja, diri dan kemelekatan.
Pandangan keberadaan diri yang salah sebagai sumber kemelekatan. makanya guru Buddha mengajarkan tilakhana dan 4 kesunyataan mulia dan petunjuk/cara jalan 8 kebenaran mulia untuk mengkikis/menanggalkan dan menemukan/menyadari kehidupan (keberadaan diri) yang sebenarnya.
meskipun secara pengetahuan para murid/umat tahu akan hal itu, tetapi awam/manusia masih diliputi avijja selama mereka belum mengenal kesejatian keberadaan (ke)hidup(an) diri mereka yang sebenarnya.
Indera hanya sebatas indera, gunung hanyalah (se)bentuk gunung, tangan adalah tangan, kaki adalah kaki, mulut adalah mulut dllsbgnya tetapi siapakah yang membuat perbedaan (penilaian) tindakan atau bentukan objek atau bahkan atas subjek itu sendiri?
aa dan bro johan saceng dari kutipan diatas coba renungkan, aku ada pertanyaan, sebenarnya siapakah yang membangun tembok ((keangkuhan) keakuan diri dan bagaimana (kesempurnaan) kondisinya?
apa maknanya kata 'perenungan',
kadang-kadang kita lupa, secara jasmaniah sifat dasar duniawi/daging kita, dengan panca indera dan pikiran kita perhatian kita hampir selalu tertuju memandang, mencari, melekat kepada yang duniawi, karena memang itulah alat untuk berinteraksi dengan dunia luar (duniawi - (skandha)) oleh karena dan dengan standard penilaian avijja keakuan diri kita sendiri.
bagaimana caranya kita dapat melihat keadaan diri sendiri klo begitu?, biasanya dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat rupa jasmaniah diri sendiri dengan alat bantu cermin, so bagaimana klo kehidupan kita? itulah gunanya perenungan yaitu melalui hati kita melihat dan memeriksa jiwa kita (sikap hati (batin - (jiwa)) dan pandangan-pandangan, pemikiran-pemikiran kita) melalui standard ajaran kebenaran dan membentuk, memurnikannya. inilah yang disebut perenungan atau meditasi, sampai dimana pada satu keadaan kita dapat menyadari keadaan kenyataan yang sebenarnya (the truth) masuk dalam proses samadhi.
ada istilah hati sudah tergelapi atau tercemari atau diseliputi avijja (kebodohan). dimanakah avijja itu?
oleh karena avijja, sebenarnya saat kita memandang kita hanya memandang satu arah dengan penilaian
standard avijja keakuan diri kita sendiri, tetapi saat kita didalam kebenaran, kita melihat kenyataan keseluruhan.
seperti juga kutipan ini.
Sorry Aa Tono, ikut nimbrung.
Maaf saya tidak mau ikut, dan saya tidak mau seperti burung beo yang hanya bisa copy paste tanpa membaca apa sebenarnya isi dari Udana VIII,3.
Udana VIII,3 adalah mengenai Nibbana, tidak ada kaitannya dengan issara/isvara (tuhan)
Nibanna itu suatu pencapaian (kondisi), apakah tahu setelah itu?, sedangkan belum ada pencapaian, bahkan apa yang ada semua hanya sebatas gambar diri (khayalan keakuan diri) masing-masing, sama seperti tulisan-tulisan aa dan juga pada umumnya pengikut kristus, umat atau awam pada umumnya hanya (ingin) melihat menurut ukuran kesesuaian keinginan diri kita masing-masing, kita hanya memandang (kebenaran) sebatas (gambar keakuan) diri kita sendiri.
aa numpang nambahin ya
ini penilaian siapa, pemikiran siapa, bagaimana gambaran kondisi batin bro hatred bertindak mencantumkannya di forum ini. termasuk juga motivasi benar yang membuat gambar statistik grafik tersebut. bahkan kenyataan yang terjadi sebenarnya klo benar ada, siapa pelakunya dan motivasi perbuatannya?
klo anda renungkan tulisan sebelumnya diatas, semua hanyalah terjadi kebohongan kepentingan diri/keakuan (avijja) yang mendasarkan kepada kebenaran.
siapakah yang telah mengerti ajaran guru Buddha tentang kemelekatan tetapi sudah berjalan belajar sungguh-sungguh melepaskan ikatan atau kemelekatan?
hanya untuk perenungan, klo gak berguna yah gak apa-apa koq.....
Namaste salam.
coecoe