[at] Markos
terima kasih koreksinya. saya tidak berniat berdiskusi dengan anda, karena anda sendiri sekedar mengoreksi, dan tidak bermaksud berdiskusi dengan saya. betul kan?
dan budhisme adalah apa yang anda fahami, bukan apa yang saya fahami. betul kan?
jadi, saya minta izin dari anda....
izinkan saya berdiskusi dengan sdr. sobat Dharma.
[at] sobat Dharma
mari kita bahas komentar dari sdr. Markosprawira
Secara logika, kalo hinduisme bisa mencapai nibbana, Pangeran Sidhattha dulu ga perlu susah2 mencari "jalan tengah"
adalah sudah menjadi tradisi semua agama baru, memiliki alasan serupa bahwa terciptanya agama baru tersebut adalah karena tidak sempurnanya agama yang terdahulu. seperti Islam terhadap nasrani, seperti protestan terahdap katholik, seperti budhisme terhadap hinduisme. jadi, hal serupa itu merupakan alasan seluruh agama baru.
Markos bilang,
secara logika.
ini pertanyaannya?
Jika sebenarnya pada waktu itu Hinduisme benar-benar mampu mencapai nibbana, apakah merupakan sesuatu yang mustahil tercipta agama-agama baru lagi?
sekarang, budhisme adalah ajaran yang sempurna yang mampu mencapai ajaran nibbana, maka apakah kesempurnaan ajaran budhisme tersebut menutup terciptanya agama-agama baru?
faktnya, sejak terciptanya budhisme telah banyak agama-agama baru bermunculan sampai saat ini.
jadi, apakah logic pernyataan markos tersebut. dimana logicnya? bagaimana ketertaikan term-term syllogisnya?
kawanku sobat-Dharma, jangan mudah percaya dengan apa dikatakan bahwa hal tersebut logic, secara logic, atau sudah sesuai dengan logika sebelum benar-benar dibuktikan dan diuji kebenarnanya dengan kaidah-kaidah ilmu logika.
faktnya, Sidharta tidak mampu mencapai nibbana dengan ajran
Hinduisme yang ada pada masa sang Budha. tetapi variabel Hinduisme pada waktu itu sama sekali berbeda dengan apa yang disebut dengan Hinduisme.
jika saya sekarang tidak mampu mencapai nibbana dengan ajaran dari sdr. Markosprawira, maka samakah artinya bahwa sang budha tidak dapat tidak dapat mencapai nibbana?
semoga kita bisa berpikir dengan jernih!
segitu dulu ah, kepanjangan!
Maksud saya itu, bagaimana kita bisa tahu 2 jalan itu bisa menuju nibbana sedangkan kita ini belum mencapainya
oleh karena itu diperlukan kemampuan berpikir logic, sehingga untuk bisa mengetahui apakah suatu ajaran dapat sampai kepada nibbana atau tidak, hal tersebut tidak selalu harus dialami terlebih dahulu.
para ilmuwan dapat mengukur jarak dari bumi ke bulan tanpa merentangkan tali yang panjang. bagaimana caranya?
para ilmuwan juga bisa menggambarkan kehidupan masa dinosaurus secara detail, padahal dia tidak berada pada masa tersebut. bagaimana caranya?
demikian pula dengan persoalan nibbana.