Untuk menjadi komunikator yang efektif dalam Dialog kita harus “melangkah keluar dari zona aman” kita. Permasalahannya adalah bahwa kita terpaku di dalam “zona aman” kita.
Jika “zona aman” kita sempit, kita akan terpenjara dalam dunia sempit. Namun demikian, kebanyakan diantara kita lebih memilih tetap tinggal dalam penjara tersebut daripada harus membayar dengan ketidakpastian yang mungkin muncul jika kita melangkah keluar dari ”zona aman” kita. Kita membiarkan diri kita terjebak dalam dunia aman kita yang sempit. Kita tidak akan pernah dapat menyadari batas kemampuan kita, karena kita tidak pernah menggalinya. Kita tidak pernah dapat menikmati seluruh kemampuan kita karena kita tidak pernah mengujinya.
Sebagian besar orang hanya mempergunakan 10% dari seluruh kemampuannya, 90% yang lainnya terkubur dalam-dalam di dalam ketakutan mereka. Kita takut gagal, kita takut menanggung malu atas kegagalan kita. Kita takut menjadi bahan tertawaan orang lain. Kita takut mendapat kritikan orang lain. Oleh karena itu, kita memilih tinggal dalam gua dan tetap tinggal dalam”zona aman” kita. Akibatnya setiap hari adalah ulangan hari-hari kemarin. Kita mengenakan pakaian yang sama, berbicara / dialog tentang masalah yang sama, berjumpa dengan orang-orang yang sama karena di sanalah kita merasa AMAN. Melangkah keluar dari “zona aman” kita berarti memimpikan impian yang tidak mungkin terwujud, menjangkau sesuatu yang dulu tidak pernah dijangkau, mencoba apa yang dulu tidak pernah di coba, berarti menanggung resiko Gagal, berani berjalan ke tempat yang belum pernah kita tinggali.