Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Topik Buddhisme => Diskusi Umum => Topic started by: xenocross on 14 March 2009, 03:11:25 AM

Title: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:11:25 AM
saya mau post semua cerita Ajahn Brahm, dan semua ceramahnya di thread ini.
Buat yg mau nyumbang juga, silakan
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:12:45 AM
Beyond The Living: Gods, Ghosts and Demons

Oleh: Ajahn Brahmavamso


GHOSTS:

Dari judulnya, sudah pasti banyak yang tertarik. Kata Ajahn sepertinya malam ini yang paling banyak pendengarnya. Dulu waktu dia disuruh berkotbah di Kuala Lumpur, Malaysia, dia diminta kasih judul kotbahnya, dia juga kasih yang ini dan yang muncul dengar banyak sekali. Sampe Bhikkhu di Kuala Lumpur bercanda, wah waktu saya berkotbah yang dengar bisa dihitung pake jari.

Ajahn Brahm berkata, is ghost exist or not? The answer is YES!

Tapi tidak usah takut karena hantu tidak pernah melukai manusia. Hantu hanya menakuti, tidak pernah melukai. Jangan percaya pada wajah hantu yang mengerikan dalam film itu.

Kemudian dia bertanya, coba tunjuk tangan bagi mereka yang pernah lihat hantu! Ada beberapa pendengar yang menunjuk tangan.

Kemudian dia bertanya lagi, coba tunjuk tangan bagi mereka yang pernah dilukai hantu! Ada beberapa juga yang menunjuk tangan.

Kemudian Ajahm Brahm berkata kepada mereka, benarkah kamu dilukai hantu? Saya melihat kamu masih baik-baik duduk di sini mendengar cerita saya.

Ada orang berkata, sewaktu tidur seperti dicekik hantu tidak bisa bernafas. Apakah itu bukan berarti dilukai?

Ajahm Brahm menjawab, sebenarnya pengalaman itu bukanlah dicekik hantu. Itu adalah pengalaman fisik kita sewaktu tidur karena pikiran kita ataupun pernafasan kita yang terganggu. Pikiran kita terikat pada sesuatu membuat kita lupa atau tidak mau bernafas, lain kali kalau mengalami yang begitu cobalah relaks and let go.

Percayalah, tidak ada hantu yang jahat di dunia ini, paling ada hantu yang nakal. Karena hantu itu seperti anak-anak, suka main dan suka diperhatikan orang. Tetapi ada sejenis hantu yang sangat mengerikan, dia bukan hanya membunuh diri sendiri. Tetapi juga membunuh orang lain. Akan saya ceritakan tentang hantu ini nanti terakhir-akhir.

Dulu teman saya menceritakan pengalamannya tentang hantu. Sewaktu dia bermeditasi, dia mencium ada bau aneh tapi tidak dihiraukan. Kemudian dia melanjutkan meditasinya tetapi dia diganggu terus oleh hantu itu, digelitik seperti meminta perhatiannya. Dia tetap tidak menghiraukan. Keesokan harinya sewaktu dia masuk lagi ke ruang meditasinya, masih tercium bau yang aneh itu.

Dia tahu kalau itu adalah bau hantu karena bau dewa itu harum. Jadi sebelum dia memulai meditasinya, dia mengambil bantal lebih satu taruh di sampingnya dan berkata dengan tegas, "I know it is you. There you sit down and meditate with me or else, go somewhere else! Don't bother me!"

Setelah itu, meditasinya tidak pernah terganggu lagi dan bau yang tidak sedap itupun lenyap.

Ada sepasang suami istri Buddhis yang sering ke vihara kita di Australia. Mereka menceritakan pengalamannya membeli rumah baru. Agen rumah tidak memberitahukan kalau pemilik rumah sebelumnya baru saja mati di depan rumahnya sewaktu memindahkan perabotnya. Karena pemilik sebelumnya mungkin ada penyakit jantung atau karena kegemukan, dia mati di pintu rumah sewaktu memindah perabotnya. Suami istri ini tidak tahu jadi mereka pindah masuk saja seperti biasanya.

Tetapi tiap malam mereka diganggu orang yang iseng memijit bel. Mereka membuka pintu dan mengira mungkin saja anak-anak yang sedang iseng, tapi ternyata tidak ada orang. Sampai tengah malam pun begitu. Suaminya ada ide, dia mengeluarkan baterai dari bel jadi waktu dipijit tidak berbunyi lagi. Tetapi walaupun tidak ada baterai, bel itu berbunyi lagi. Barulah mereka tahu ini bukan perbuatan orang iseng. Ternyata itu hantu pemilik rumah sebelumnya yang mau masuk ke rumah. Dia belum sadar kalau dia sudah mati.

Mereka baru tau akan kejadian tentang hantu ini setelah mendengar dari tetangga-tetangganya.

Jadi sebagai umat Buddha mereka meminta petunjuk dari bhikkhu dan membacakan paritta (doa) supaya hantu itu bisa pergi ke tempat yang seharusnya dia berada.

Kalian tahu kenapa kebanyakan hantu tidak dapat diambil fotonya. Saya dulu juga heran. Sewaktu saya masih kuliah, saya bersama teman sekelas saya masuk menjadi anggota dari klub yang mengamati miracle (keajaiban). Karena mata kuliah saya semua tentang ilmiah, saya sangat ingin tahu tentang keajaiban di dunia.

Kita ada membuat kelompok belajar dan pergi mencari rumah-rumah yang berhantu. Kita berupaya untuk mengambil foto tetapi tidak ada satupun yang jadi. Setelah mendalami agama Buddha saya baru mengerti kalau hantu itu hanya dapat dilihat oleh pikiran.

Ini mengingatkan saya tentang cerita kungfu Tiongkok yang saya lihat sewaktu kecil. Cerita itu mengenai seorang anak yang belajar kungfu pada seorang guru. Pada suatu hari guru itu membawa anak itu pergi ke sebuah kolam. Dia berkata pada anak itu, Awas! Jangan terlalu dekat dengan kolam itu.

Kalau kamu jatuh ke dalam, kamu akan menjadi tulang-tulang yang kamu lihat itu pada dasar kolam. Karena kolam ini bukan kolam air biasa, melainkan air asam pekat yang menghancurkan apa saja. Jadi untuk melatih keseimbangan badanmu, kamu harus berjalan di atas jembatan kayu ini dan berlatih selama 7 hari.

Seandainya badanmu tidak seimbang kamu bisa jatuh ke dalam kolam. Jadi berhati-hatilah. Anak itu berlatih tanpa jatuh ataupun terpeleset sekalipun dan tibalah 7 hari itu. Gurunya berkata, kamu sudah berlatih 7 hari, untuk meyakinkan bahwa keseimbangan badanmu sudah mantap, saya akan menutup matamu dengan kain hitam dan kamu berjalan lagi di jembatan itu satu putaran.

Mulailah anak itu merasa takut. Selangkah demi selangkah dia maju di jembatan itu, tetapi baru 7 langkah dia sudah terpeleset dan jatuh ke kolam.

STAY TUNED! Seperti biasanya komersial iklan di TV muncul pada saat-saat kritis, dan saya harus menunggu beberapa menit untuk melihat apa yang terjadi pada anak itu.

Kembali ke film ini, anak itu berpikir tamatlah riwayatku. Tetapi begitu dia terjatuh dia terdengar gurunya tertawa terbahak-bahak dari tepi kolam dan berkata bukalah kain hitam itu dan berenanglah ke tepi. Anakku, tidak ada kolam asam, tulang tengkorak yang seperti kamu lihat itu hanyalah palsu saja. Itu air biasa, tetapi pikiranmu telah menghantui kamu, rasa takutmu lah yang menghantui kamu sehingga keseimbangan batinmu tidak terjaga, dan tentu saja dengan keseimbangan badanmu.

Kembali tentang klub pelacak keajaiban yang saya masuk dulu. Dalam program pertama dari klub ini, ada seorang wanita tua yang datang memberikan ceramahnya tentang ilmu gaib. Dia bilang, "Welcome to my talk. As you know, I'm a witch (nenek sihir)." Srrhh... kita semua berdiri bulu romanya. Kemudian berkata lagi. "Don't be afraid. There are 2 kinds of witches. Black Witch and White Witch. Black Witch is Evil and White Witch is a kind Witch, who always helps people. I'm a White Witch."

Semua orang menjadi tenang kembali.

Kemudian nenek itu melanjutkan lagi. "But... Black Witch will always say that she too a White Witch" hahaha...

Teman bersama saya yang masuk klub ini sekarang berbisnis di London dan masih aktif dalam klub ini. Saya bertemu dengannya akhir-akhir ini. Kartu bisnisnya sangat unik. Selain bisnis utamanya, di bawah namanya ada tertulis "Member of Ghost Buster of Northern Island". (artinya anggota penangkap hantu dari Pulau bagian Utara). Di Inggris banyak sekali hantu gentayangan. Karena hantu-hantu itu terlalu lengket / melekat pada keluarganya atau rumahnya atau barangnya. Mereka tidak rela meninggalkan kediamannya atau keluarganya, jadi tetap di sana tidak mau pergi-pergi untuk tumimbal lahir.

Tetapi bagaimanapun, bhikkhu yang baik lah yang ahli dalam menangkap hantu. Bhikkhu itu ahli sebenarnya bukan karena dia memiliki kekuatan gaib atau kekuatan lainnya. Tetapi karena Bhikkhu itu menaati peraturan-peraturan yang diberikan Sang Buddha, sehingga bhikkhu-bhikkhu dapat terbebas dari segala niat buruk atau apapun yang tidak baik, dan bhikkhu-bhikkhu juga bisa memancarkan kasih sayangnya kepada semua makhluk tanpa meminta pembalasan apapun.

Talk about this precept (peraturan), saya teringat tentang seorang wanita Thai usia 60 an yang sering ke vihara kita di Australia. Dia seorang Buddhis yang sangat saleh, taat pada Pancasila Buddhis dan tiap minggu menjalankan Atthasila Buddhis (8 sila Buddhis). Tetapi ada beberapa minggu saya tidak melihatnya, tetapi saya melihat putrinya dan bertanya kemana orang tua itu?

Kemudian putrinya bercerita. Ibunya sakit dan berada di hospital. Kata putrinya, sekarang saya lebih yakin dengan agama Buddha. Karena sebenarnya ketika ibuku baru masuk rumah sakit saya sangat kuatir dan pergi menjenguk seorang ahli pengobatan dengan ilmu gaib yang terkenal. Saya membayar A$20 kepadanya kemudian dia meminta nama, tanggal lahir, nama rumah sakit dan nomor tempat tidur ibuku. Begitu saya beritahu kepadanya, dia membaca mantra-mantranya sampai lama sekali. Kemudian dia bangun dan berkata padaku, apakah ibumu ada ilmu gaib atau memakai apa-apa dalam tubuhnya. Saya tidak bisa melihat dengan jelas karena dia seperti diselimuti oleh atmosphere putih disekelilingnya.

Saya menjawab, tidak ibu saya tidak memakai apa-apa tetapi dia penganut Buddha yang taat pada peraturannya. Seketika itu juga ahli gaib ini mengembalikan uangku A$20 dollar dan berkata, kenapa kamu tidak bilang sebelumnya, buang waktuku saja!

Dari sini, kalian harus tahu, bahwa menaati Sila yang ditetapkan Sang Buddha itu berarti melindungi diri kalian sendiri. Setiap kali ke vihara, kita selalu bersujud di depan rupang Sang Buddha. Kalian tahu apa artinya? Itu bukan berarti kita umat Buddha menyembah-nyembah di depan patung.

Dulu saya tidak mengerti, saya hanya ikut saja bersujud. Sekarang saya mengerti bahwa saya bersujud di depan rupang (patung) Sang Buddha bukan karena saya menyembahnya, tetapi saya menghormati dan mengagungkan jalan yang ditunjukkan Sang Buddha dan bersujud untuk mengingatkan saya harus berjalan di atas jalan yang ditunjukkan olehNYA.

==========================

Note: Pancasila Buddhis adalah Lima sila yang harus ditaati umat Buddha. Sewaktu seorang umat Buddha di wisudhi, selain berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha, dia juga harus berjanji taat pada Pancasila Buddhis yang ditetapkan oleh Sang Buddha sebagai peraturan untuk umat awam. Isi Pancasila Buddhis itu adalah:

1. Panatipata Veramani Sikkhapadang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak membunuh atau melukai makhluk apapun.

2. Adinandana Veramani Sikkhapadang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak mencuri, mengambil milik orang lain tanpa persetujuannya.

3. Kamesumichacara Veramani Sikkhapadang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak melakukan perbuatan serong atau asusila. Saya hanya setia pada pasangan saya.

4. Musavada Veramani Sikkha padang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak berbohong, tidak berkata kasar. Saya hanya berbicara yang jujur dan benar.

5. Sura-meraya-maja-pamadathana Veramani Sikkhapadang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak minum arak, makan obat yang mengakibatkan kecanduan dan kebodohan. Saya harus selalu berwaspada.

===========================

Sewaktu Ajahn Brahm berbicara tentang lima sila yang harus ditaati umat awam ini, dia bercanda tentang orang Thai yang pergi ke vihara. Dulu dia merasa aneh melihat beberapa lelaki Thai yang ke vihara berdoa dengan sikap anjali tetapi tidak semua lima jari bertemu lima jari sebagai mana seharusnya. Ada yang dua jarinya disimpan sehingga hanya 4 pasang jari yang keluar. Kemudian dia bertanya ke bhikkhu Thai temannya, kenapa mereka berdoa dengan jari begitu? Temannya menjawab, karena mereka tidak menaati salah satu peraturan dari lima sila itu. Ini hanyalah tradisi orang Thai yang sebenarnya tidak benar.

Seorang Buddhis yang benar harus tetap patuh pada perjanjiannya.

Kebetulan waktu ini kan waktu "Pho-Tho" bulan Juli menurut penanggalan Tiongkok. Banyak orang Singapura yang masih sembahyang besar-besaran untuk "hantu". Ada orang bertanya mengenai “Pho-Tho” kepada Ajahn Brahm.

Kata Ajahn, sebenarnya sembahyang "Pho-Tho" ini asal usulnya juga dari Ajaran Sang Buddha, hanya Ajaran itu telah direformasi.

Ceritanya ada tertulis dalam Sutta agama Buddha. Konon di masa kehidupan Sang Buddha, ada seorang raja di India yang bermimpi buruk dimana dia didatangi makhluk-makhluk halus yang menderita memohon-mohon padanya dengan sedih dan iba sekali.

Raja ini sangat gelisah setelah mimpi ini sehingga dia berkunjung kepada Sang Buddha memohon petunjuknya. Sang Buddha dengan kekuatannya tahu mengenai hal ini, Beliau berkata kepada raja itu bahwa mereka itu adalah orang-orang yang dihukum mati oleh raja ataupun raja sebelumnya. Karena mereka mati dengan penasaran, mereka menjadi gentayangan, tidak mau "let go" dengan dunia ini.

Raja yang bijaksana, berdana lah kepada orang-orang yang pantas menerima danamu. Keesokan harinya Raja membagi-bagi makanan dan pakaian kepada semua rakyatnya. Rakyatnya semua sangat gembira dan bersyukur dan berdoa atas kebahagiaan Raja. Sejak itu Raja itu tidak pernah bermimpi buruk lagi.

Cerita kedua adalah mengenai salah seorang murid utama Sang Buddha yang bernama Mogallana. Ibu Mogallana meninggal dunia. Mogallana sebagai anak berbakti ingin mengetahui keadaan ibunya, karena dia tahu pada masa hidupnya ibunya itu bukanlah seorang Buddhis, ibunya suka mencaci maki dan marah-marah terus pada siapapun termasuk pada Sang Buddha dan pengikutnya. Waktu itu Mogallana sudah mencapai kesucian dan mempunyai kekuatan menembus ruang dan alam, sehingga dia berhasil menemukan ibunya di alam kelaparan. Dia merasa kasihan sekali kepada ibunya, sedangkan ibunya tidak mengenal dia.

Dia melihat ibunya kelaparan, dan segera dia memberi makanan yang memang sudah disediakan kepada ibunya. Tetapi begitu ibunya makan, segera makanan itu menjadi bara api di kerongkongannya. Ibunya menjerit-jerit kesakitan dan segera Mogallana memberi ibunya minuman tetapi sama juga minuman itu juga menjadi bara api begitu masuk ke mulutnya.

Mogallana dengan segera upaya menolong ibunya tidak berhasil. Akhirnya dia pergi mencari Sang Buddha untuk memohon petunjuknya. Sang Buddha tahu akan kejadian ini juga dan berkata pada Mogallana, cepatlah kamu berdana memberi makan kepada orang suci agung atas nama ibunda mu.

Pada waktu kehidupan Sang Buddha, tentu saja tidak sukar mencari orang suci / Arahat, jadi Mogallana secepat mungkin mengumpulkan bhikkhu-bhikkhu lain yang juga temannya dan berdana ke mereka. Setelah itu mereka bersama-sama memanjatkan paritta untuk mentransfer kebaikan Mogallana kepada ibunya yang berada di alam kelaparan. Akhirnya ibunya terbebas dari alam kelaparan dan dilahirkan kembali di alam Surga Tusita.

Cerita ketiga adalah mengenai murid utama Sang Buddha yang lainnya (lupa namanya, entah Upali atau siapa). Pada suatu malam, sewaktu Upali bermeditasi di vihara dia mendengar suara dan tangis isakan seseorang. Setelah diteliti ternyata itu berasal dari seorang mahkluk halus di luar vihara. Hantu ini sedang memohon pada dewa penjaga pintu untuk membiarkan dia masuk menemui anaknya. Begitu Upali keluar, makhluk ini berkata kepada Upali, jangan melihat ke depan anakku, saya tidak memakai apa-apa, saya kotor! dan orang suci seperti kamu tidak pantas melihat saya. Tetapi saya memohon kepadamu anakku, tolonglah ibumu ini supaya terbebas dari kesengsaraan ini. Upali sangat terkejut mendengar perkataan makhluk ini. Tetapi sebelum dia sempat berkata apa-apa, makhluk ini sudah hilang. Pikiran Upali sangat terganggu oleh kejadian ini, karena ibunya belum meninggal dunia, kenapa makhluk ini berkata padanya bahwa dia adalah ibunya.

Seperti biasanya, Upali pergi mencari Sang Buddha memohon petunjuk. Sang Buddha berkata, Upali, ia benar adalah ibumu, tetapi ibu dari kehidupan lalu. Dia menderita karena karmanya, dan sekarang telah tiba karmanya bertemu denganmu yang telah menjadi orang suci. Cepatlah membuat jubah dan berdana lah kepada orang yang pantas supaya dia berpakaian kembali.

Karena pada masa itu, benang saja sukar diperoleh, apalagi kain lebih sulit lagi. Jadi dengan susah payah Upali mengumpul kain-kain kecil dari rakyat-rakyat di desa yang mereka diami, dan dia jahit jadi jubah dan berdana kepada bhikkhu-bhikkhu yang menjadi temannya.

Dan kemudian bersamaan mereka memanjat paritta (doa) menyalurkan jasa perbuatan baik pada ibunya pada kehidupan yang terdahulu, dan ibunya terlahir kembali entah di alam mana, saya lupa.

Pasti orang bertanya, mengapa bhikkhu-bhikkhu itu bisa mentransfer / menyalurkan jasa perbuatan baik kepada makhluk lain dengan mudah? Jawabannya karena pada masa kehidupan Sang Buddha, bhikkhu-bhikkhu yang ada pada masa itu benar-benar suci dan sudah mencapai Arahat.

Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:13:19 AM
GODS OR DEWA:

Ada seorang anak muda dari Amerika. Dia selalu suka jadi sukarelawan di panti-panti jompo atau di vihara. Sampai pada suatu hari dia berkata kepada temannya bahwa dia ingin menjadi seorang bhikkhu (pendeta Buddha). Bagaimana caranya? Temannya berkata pergilah kamu berdana kepada bhikkhu dan tanya lah dia bagaimana cara menjadi bhikkhu.

Pergi lah si anak ini ke vihara. Dia bertemu dengan seorang bhikkhu. Bhikkhu ini bertanya ada yang bisa saya bantu? Kebetulan Bhikkhu juga seorang berkebangsaan Amerika. Pada tahun 70-an masih sedikit bhikkhu orang kulit putih. Kata pemuda itu, saya ke sini mau berdana dan mau jadi bhikkhu, bagaimana caranya? Bhikku itu tersentak dan dia tahu pemuda ini ikhlas.

Bhikkhu itu berkata, pergilah kamu ke Thailand. Di sana ada Monastery International yang menerima kita para orang asing untuk berlatih. Jadi berangkatlah pemuda ini ke Thailand, sampai di Bangkok Airport jam 2 pagi tapi dia tidak tahu pasti alamat Monastery itu. Jadi dia pergi dengan naik taksi. Setelah perjalanan cukup jauh, sampailah ia di depan Monastery itu, waktu itu masih dini sekitar jam 3 lebih. Taksi itu pergi saja begitu mengantarnya. Ternyata Monastery itu belum terbuka, semuanya masih gelap gulita. Ketika dia mengamati pintunya, tiba-tiba tercium harum wangi.

Kemudian berbalik badan melihat seorang bapak tua dengan pakaian adat Thai berdiri di belakangnya. Bapak itu bertanya dengan bahasa Inggris yang fasih, ada yang bisa saya bantu? Pemuda ini sangat gembira sekali, karena untuk pertama kalinya di sini dia berjumpa dengan orang yang bisa berbahasa Inggris.

Pemuda ini menjawab, saya ke sini mau berdana dan menjadi bhikkhu. Bapak itu tersenyum dan menjawab, hari masih dini, belum ada yang bangun, mari saya antar kamu masuk ke dalam.

Dan bapak ini meraba kantongnya mengeluarkan kunci yang sudah usang dan membuka pintu samping monastery itu. Kemudian dia membawa pemuda ini ke sebuah ruang besar, menghidupkan lampu-lampu di ruang itu. Di sana ada patung-patung Buddha dan beberapa lukisan yang kelihatan sudah tua. Bapak itu menceritakan tentang sejarah lukisan-lukisan yang berada di ruang itu kepada pemuda tersebut dengan bahasa Inggris yang fasih sekali. Tak terasa subuh sudah sampai, bapak itu berkata pada pemuda itu:

"Mari saya antar kamu ke ruang tempat para bhikkhu menerima dana makan. Setelah sampai di sana, bapak itu berkata, tunggulah di sini kepala biara akan segera keluar, dan bapak itu berjalan keluar.

Begitu kepala biara itu keluar, dia terperanjat melihat pemuda ini. Karena dia tidak bisa berbahasa Inggris, dia segera mencari murid kulit putih lainnya.

Pemuda ini menjelaskan bagaimana dia bisa masuk ke vihara dan menunggu di sana.

Kepala biara terperanjat, karena di dalam vihara mereka tidak pernah ada bapak yang dikatakan pemuda itu, lagipula hanya kepala biara dan wakilnya yang ada kunci pintu itu. Dia juga terperanjat karena pemuda itu tahu sejarah lukisan-lukisan itu, sementara orang-orang yang bermukim lama di sana saja sudah tidak tahu menahu tentang sejarah itu. Setelah pemuda itu menjelaskan ciri-ciri khas orang itu, ternyata baju adat itu seperti baju Raja Thailand yang dulu.

Segera mereka membawa pemuda itu untuk melihat sebuah lukisan seseorang. Pemuda itu berkata: "Yes! This is the man who helped me this morning." Segera mereka mengerti bahwa bapak itu ternyata Raja Thailand dulu yang sudah meninggal dunia dan menjadi Dewa. Karena keikhlasan dan kesucian hati dari pemuda ini, dewa pun menolongnya.

Cerita kedua tentang Dewa adalah dari pengalaman senior saya di Thailand. Pada masa saya dulu, bhikkhu-bhikkhu banyak yang berniat ke India, tempat asal usul agama Buddha. Mereka berjalan dari Thailand ke India, perlu waktu satu tahun. Banyak yang tidak berhasil, atau meninggal karena perjalanan yang berbahaya dalam hutan liar, ataupun tersesat. Senior saya, seorang bhikkhu yang sangat saleh bercerita tentang pengalamannya. Dia sudah berhasil sampai ke India.

Tetapi dalam perjalanan pulangnya sekitar 4 hari sebelum mencapai Thailand dia sudah kehabisan tenaga, karena sudah hampir seminggu dia belum menemukan makanan untuk mengisi perutnya. Akhirnya dia terjatuh di jalan, dari kejauhan dia nampak seorang berpakaian rapih dan bersih seperti orang kota membawa rantangan makanan berjalan ke arahnya.

Orang itu menderma makanannya kepada senior saya itu. Senior saya heran bagaimana orang ini bisa tahu kalau ada bhikkhu yang menunggu dana makanan. Karena bhikkhu tidak boleh bertanya asal usul makanan dari seorang pemberi, senior saya hanya menerima dan memakan makanan itu. Tetapi begitu dia membuka rantang makanan, dia terperanjat dengan isi makanan itu karena semuanya berisi sayuran yang bagus-bagus adat Thai seperti yang dijual di restoran. Senior saya tidak tahan untuk tidak bertanya.

Sehingga dia berkata kepada orang itu: "Maafkanlah saya untuk bertanya, dari manakah kamu berasal sehingga kamu tahu kalau di sini ada seorang bhikkhu yang sedang menunggu dana makan?" Orang itu hanya tersenyum dan menunjuk ke atas langit.

Cerita lain tentang dewa adalah pengalaman saya sendiri. Sewaktu saya berada di Thailand, sudah biasa seorang bhikkhu berjalan kaki dari suatu tempat ke tempat lain.

Suatu waktu, karena saya berjalan melewati banyak hutan yang tidak ada penduduknya, saya tidak menerima makanan maupun minuman. Sebagai seorang bhikkhu, sudah menjadi peraturan untuk hanya makan atau minum dari pemberian orang, tidak boleh meminta. Pada saat itu matahari terik sekali dan sudah 2 hari saya berjalan tidak makan atau pun minum. Kemudian tibalah saya di sebuah desa. Sewaktu saya berjalan di pintu desa, dari kejauhan saya sudah melihat ada warung dimana beberapa orang duduk sambil mengobrol.

Saya melihat ada iklan Coca-Cola. Sewaktu saya melewati warung itu, sebagai seorang bhikkhu saya tidak boleh melihat ke sana ke mari, apalagi meminta minum kepada mereka, jadi pandangan mata saya tetap menunduk ke bawah. Mereka sepertinya tidak menghiraukan saya. Kemudian saya berpikir dan berkata dalam hati, kalau benar ada DEWA yang menolong bhikkhu yang baik seperti yang tertulis dalam Sutta Pitaka, tunjukkanlah kepadaku sekarang juga keberadaan dewa itu. Kemudian saya berusaha konsentrasi dengan jalan saya sampai kira-kira setelah 9 meter saya berjalan, saya mendengar ada orang berlari-lari ke arah saya dan berteriak dengan bahasa Thai yang artinya persembahan dana makan untuk bhikkhu. Ternyata seorang wanita membawa Coca-Cola untuk saya, kemudian diikuti teman-temannya yang lain.

Kemudian saya duduk di bangku di tepi jalan. Kemudian saya minum Coca-Cola yang berada di sampingku, 9 botol! Dan berpikir, Wah! DEWA benar ada, dan bukan hanya satu, mereka benar-benar mau menunjukkan bahwa DEWA itu ada!

DEMON ATAU IBLIS

Apakah Demon itu ada? Well, ini cerita tentang seorang wanita penganut Buddhis juga. Wanita ini sangat taat pada sila-sila yang dia ucapkan. Dia juga seorang yang aktif dalam kegiatan Buddhis. Pada kehidupan pribadinya, dia termasuk seorang sukses dalam bisnis jadi banyak yang iri padanya. Mungkin karena iri, salah satu orang yang dikenalnya bermaksud tidak baik padanya.

Dia tidak mengetahui kalau ada yang mau berniat buruk padanya. Tetapi dia bisa merasakan kalau ada sesuatu yang terus mengikutinya dan berusaha mengganggunya. Dia merasa tidak nyaman. Kebetulan pada hari Minggu itu seperti biasanya dia pergi ke vihara. Begitu di vihara, dia merasa nyaman kembali. Tetapi dia sempat mencari bhikkhu di vihara untuk menceritakan tentang rasa tidak nyaman yang dialaminya akhir-akhir ini. Bhikkhu ini segera tahu kalau ada sesuatu yang tidak wajar terjadi, jadi bhikkhu inipun membawa beberapa murid-muridnya mengikuti wanita ini ke rumahnya.

Segera saja, bhikkhu itu mengetahui kalau ada DEMON di rumah wanita itu.

Setelah membacakan paritta, bhikkhu itu menyuruh DEMON tersebut untuk mewujudkan rupanya. Bhikkhu ini bertanya: "Why do you want to hurt this woman? Have she ever hurted you before in anyway?"

Demon itu berkata: "Saya disuruh oleh seseorang untuk membunuhnya, saya sudah berusaha dengan berbagai cara untuk masuk ke tubuhnya tetapi gagal. Saya sedang menunggu kelemahannya."

Bhikkhu itu berkata: "Wanita ini tidak dapat kamu lukai karena dia dilindungi oleh sila (perilaku dan moral) yang telah diperbuatnya. Kembalilah kamu ke alam yang seharusnya kamu berada."

Demon itu berkata lagi: "Tidak, saya tidak bisa kembali dengan kegagalan. Kalau saya gagal dengan tugas saya, itu sama saja dengan kematian saya."

Bhikkhu itu dengan kasih sayang berkata: "Bertobatlah Demon. Saya akan membacakan paritta untukmu sehingga dapat membantumu terlahir kembali di alam yang seharusnya kamu berada. Pergilah dengan sukarela."

Dengan cerita ini, apakah saya telah menjawab pertanyaanmu tentang Demon? I hope so. Semua cerita yang saya ceritakan itu berdasarkan TRUE STORY yang saya dengar ataupun saya alami.

Now, seperti yang saya ceritakan pertama-tama. Di dunia ini ada satu hantu yang benar-benar mengerikan, bukan hanya bisa membunuh diri kita sendiri, tetapi juga bisa membunuh orang lain. Tahukah kalian hantu apakah itu?

Hantu itu namanya "Hantu Botol". Dia tersimpan dalam botol. Sekali kamu bertemu botol itu dan membuka botol itu, hantu itu segera keluar dan ada yang mengakibatkan makin lama perut kamu semakin bulat dan besar.

Ini sebuah cerita yang diceritakan oleh seorang lelaki. Seperti biasanya lelaki ini suka pergi ke pub after work untuk minum-minum bersama dengan teman-temannya. Pada suatu malam dalam perjalanan pulang ke rumah, ada pemeriksaan lalu lintas di jalan yang akan dilewatinya. Dia melihat semua kendaraan berjalan dengan lambat dan segera ia mengetahui kalau di depan pasti ada pemeriksaan. Dia bermaksud untuk berputar balik mencari jalan lain karena dia tahu pasti bahwa dirinya tidak akan lulus dari pemeriksaan, angka alkohol di tubuhnya pasti sangat tinggi. Tetapi begitu menoleh ke belakang, sudah banyak mobil antri di belakangnya. Dia berpikir, ah, pasrah lah saya untuk menerima denda. Begitu sampai gilirannya, terdengar suara BUMP! (benturan) besar di depan. Polisi pemeriksa itu berkata: "There's an accident in front, we have to go to check it. Count yourself lucky, just go ahead!"

Lelaki itu kegirangan karena dia pikir, wah, I'm really lucky this time.

Dengan gembira sekali dia mengendarai mobilnya pulang dan langsung tidur.

Keesokan paginya, dia terbangun oleh sirene mobil polisi. Kemudian terdengar bel pintunya berbunyi. Dia langsung berpikir, saya tidak melanggar peraturan kemarin, kenapa polisi itu datang ke rumah saya? Ah, sekarang alkohol saya pasti sudah menurun, kalaupun mau ditest sekarang saya tidak perlu takut. Dia segera bangun membuka pintu. Begitu melihat polisi kemarin, dia berkata, "Hello Sir, ada yang bisa saya bantu? "

Polisi itu menjawab: "Yes, tolong bantu kami membuka pintu garasimu."

Begitu dibuka, lelaki itu terperanjat melihat mobil di garasi bukanlah mobilnya, melainkan mobil polisi kemarin.

Sekarang dia bukan hanya menerima hukuman karena mabuk saja, tetapi juga hukuman karena mencuri.

Kalau Anda atau teman Anda suka minum minuman keras, segeralah nasehati mereka untuk menghentikan kebiasaan buruknya ini.

Alkohol bukan saja merusak kesehatan, dia juga banyak menghancurkan kehidupanmu, keluargamu, bahkan banyak kecelakaan lalulintas yang membunuh akibat alkohol.

Inilah yang saya maksudkan dengan the HORRIBLE GHOSTS!


Penerjemah: Tidak diketahui
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:13:57 AM
Miracles, Prophecies and Science (Keajaiban, Ramalan dan Ilmiah)
Public Talks at Suntec City Convention Centre

Apakah benar ada keajaiban di dunia ini. Jawaban saya adalah pasti ada...
Adakah Ajahm Bhram keajaiban ini? No comment.

Selama meditasi enam bulan di hutan, pernahkah Ajahm Brahm bertemu dengan non-human being?
Ajahm Brahm berhenti sebentar sebelum menjawab, ada. Saya bertemu dengan kanguru. (suara tertawa memenuhi ruangan)

Dalam Buddhism, tidak diajarkan kekuatan gaib atau membuat keajaiban. Tetapi, Sang Buddha pernah berkata bahwa terdapat 3 macam keajaiban (miracle) yang dapat diperoleh dari pikiran terlatih. Yang pertama adalah miracle yg terdapat pada pikiran terlatih dari Buddha manussa, yaitu manusia Buddha, manusia yg mencapai penerangan sempurna pada kehidupan sebagai manusia. Seperti Sang Buddha sendiri.

Dalam sutta, tertulis bahwa Sang Buddha pernah menunjukkan kesaktiannya, dengan mengubah langit menjadi tujuh warna cantik dan mempesona, kemudian berjalan di sungai tanpa apa2. Sang Buddha melakukan ini bukan karena mau menunjukkan kecongkakannya. Tetapi melakukannya dengan welas asih supaya menyadarkan penduduk2 desa yang pikirannya tersesat diajarkan oleh seorang penganut agama sesat. Tetapi kemudian Sang Buddha melarang muridnya untuk menunjukkan kesaktian yang mereka miliki. Kesaktian ini bisa diperoleh setelah seseorang mencapai jhana-jhana tertentu dalam melakukan meditasi, misalnya mengetahui kehidupan masa lalu seseorang, mengetahui pikiran orang lain, menembus dinding, dan lain-lain.

Kenapa Sang Buddha melarang? Karena dengan penunjukkan kesaktian seseorang bisa menimbulkan banyak masalah. Pada zaman Sang Buddha, terjadi beberapa insiden. Satu di antaranya, seorang muridnya menyalah gunakan kesaktiannya di desa untuk menunjukkan kehebatan agama Buddha dan menukarnya dengan makanan atau dana.

Memang kadang2 kesaktian kita mengetahui masa lalu dapat menimbulkan masalah. Satu contohnya ialah seorang wanita di sebuah desa di thailand yg sering melakukan meditasi, dia mempunyai dua orang putra. Putra sulungnya menjadi guru dan kepala sekolah di desa itu. Wanita itu meninggal dunia dan terlahir kembali menjadi putri dari putranya kedua. Karena kesaktiannya masih terlekat, setelah dilahirkan kembali dia tetap ingat tentang kehidupannya yang lalu. Dia memberitahukan orang tuanya yg sekarang bahwa dia adalah ibunya, dan menceritakan tentang pengalaman2 mereka yg lalu. Tentu saja sebentar kemudian semua penduduk di desa tahu akan kelahiran kembali ini. Pada waktu sekolah, kepala sekolah tidak tahu bagaimana menghadapi ibunya yg dulu ini. Ibunya juga tidak bisa memberi hormat kepada anaknya sebagaimana seorang murid memberi hormat kepada guru.

Bukankah ini juga suatu masalah? Adalagi cerita dari seorang buddhist. Dia sudah mencapai jhana tertentu dari meditasinya, dia bisa melihat masa bayinya, dan dapat merasakan bau sedap sewaktu masa bayinya. Kemudian dia melihat orang yg selalu mengendong dan menjaganya. Dia melihat wajah itu sangat asing, bukan wajah ibunya. Hal ini membuat dia curiga mengenai asal usulnya. Akhirnya dia bertekad untuk bertanya langsung kepada ibunya. Dia bercerita pada ibunya bahwa tentang apa yg dia ketahui semasa dia masih bayi, tentang wajah seorang wanita yg tidak pernah dia lihat sampai sekarang. Ibunya tersenyum dan berkata, kamu terlalu banyak berpikir yg bukan2, wanita itu adalah baby-sitter yg kami upah utk membantu menjaga kamu selama 4 bulan. Setelah 4 bulan, dia tidak bekerja lagi karena itu kamu tidak pernah melihat ataupun mengingati tentang dia lagi.

Bayangkan saja jika bhikkhu2 diijinkan untuk menunjukkan kesaktiannya, maka sudah pasti banyak orang yg meminta mereka utk menceritakan tentang masa lalu mereka dan meminta ramalan dan lain lain.

Miracle kedua adalah miracle yg diperoleh oleh pikiran terlatih dari orang-orang yg bermeditasi. Setelah mencapai jhana pertama bagi orang yg melakukan meditasi, kulitnya, wajahnya akan kelihatan bersinar2 tanpa memakai kosmetik apapun, kulitnya halus, putih dan bersih. Jika dia meninggalkan tarikan itu dan melanjutkan meditasinya mencapai jhana kedua, miracle lain akan diperolehnya lagi, seperti mengetahui kejadian pada masa lalu, kehidupan yg lalu, kejadian yg akan datang, mendengar suara sejauh manapun. Pada jhana ketiga, dia dapat menunjukkan dirinya dimanapun juga, membuat satu menjadi seratus, seribu bayangan, menembus gunung dan laut dan lain-lain. Bila dia juga meninggalkan tarikan2 dari miracle yg diperolehnya ini dan melanjutkan ke jhana ke-empat, maka dia akan mencapai penerangan sempurna menjadi seorang Arahat yang bebas dari belenggu apapun.

Pengalaman saya sendiri dari meditasi adalah sewaktu saya masih menjadi siswa di universitas. Meditasi pula lah yang membawa saya menuju ke ajaran Buddha. Seperti yang pernah saya katakan, saya banyak membaca buku termasuk buku meditasi. Saya selalu bermeditasi sebelum belajar, ini sangat membantu konsentrasi saya. Dengan demikian pelajaran yang saya belajar atau hafal lebih mudah saya pahami. Inilah keajaiban yang saya peroleh pertama2 dalam meditasi.

Dalam kehidupan di biara, ada peraturan tidak tertulis di mana biasanya makanan yg lebih baik akan terlebih dahulu diberikan pada bhikkhu yang lebih senior.

Suatu hari ada penderma yg memberikan sebuah paha ayam ke dapur biara. Paha ayam ini disediakan di mangkuk bhikkhu senior di meja makan. Para bhikkhu berkumpul di ruang makan dan berdiri di samping meja makan untuk berdoa sebelum mulai makan.

Setelah selesai berdoa, begitu baru duduk, bhikkhu senior memanggil salah seorang bhikkhu junior dan berkata ambillah paha ayam ini dan makanlah ia kalau kamu memang begitu menginginkannya.

Ada cerita lain tentang meditasi, ini adalah mengenai pengalaman saya berkotbah tentang meditasi. Seperti yg pernah saya beritahu tentang pengajaran saya di penjara Australia barat. Pada hari pertama saya mengajar tentang meditasi, hampir seratus persen dari narapidana di penjara itu yg hadir. Saya sangat gembira karena saya kira orang yg berminat pada ajaran Sang Buddha semakin bertambah dan ini adalah suatu tampak positif pada Buddhism. Pada acara tanya jawab, mereka serentak bertanya "benarkan bermeditasi dapat menembus tembok?" Setelah mendengar penjelasan saya, tampak dengan jelas mereka semua terlihat kecewa. Pada pelajaran selanjutnya cuma beberapa orang yg hadir. Saya menghampiri petugas penjara dan bertanya kenapa yg datang sangat sedikit. Sambil tertawa petugas itu menjawab, mereka kira mereka dapat belajar meditasi dan melarikan diri dari penjara dengan menembus tembok. Mendengar penjelasannya, saya menjadi tersenyum.

Miracle jenis ketiga adalah miracle yang diperoleh dari pikiran terlatih melalui pendidikan dan latihan (education and training). Sang Buddha berkata, dengan pendidikan dan latihan dengan kesungguhan, manusia dapat memperoleh miracle yang dapat mengubah kehidupannya. Seperti seorang yg bodoh jika dididik tidak pintar juga tetapi setelah lama berlatihan dia akan lebih maju walaupun tidak menjadi sepintar apa yang kita harap. Miracle jenis ketiga inilah yang Sang Buddha harapkan kita untuk mengembangkannya.

Ada kisah benar mengenai seorang anak yg sangat bodoh di sebuah kampung di Thailand. Dia seperguruan dengan saya, tetapi saya tidak akan mengatakan siapa namanya. Sejak kecil anak itu begitu bodoh dan malas untuk belajar, dan selalu tinggal kelas. Orang tuanya menjadi putus asa, dan sudah menjadi tradisi orang Thai utk membawa anaknya ke biara untuk dididik pendeta kalau memang mereka sudah angkat tangan. Maka tinggallah anak ini di dalam biara, Para pendeta mengajarkan dia membaca paritta dan menyuruhnya utk menghafalnya, tetapi paritta terpendek pun sepertinya sulit dia hafalkan. Akhirnya ada seorang bhikkhu yg menganjurkan untuk mendidiknya bermeditasi, pertama2 dia diajarkan meditasi pernafasan yg paling mudah. Ternyata anak ini sangat mudah menerima ajaran ini, dan dia seperti sangat suka sekali dengan pelajaran meditasi. Dia sangat rajin melatih dan melatih terus setiap hari dan ternyata tidak lama kemudian dia berhasil dan mulai dari itu pikirannya mulai terbuka dan tidak sebodoh dulu lagi. Itulah keajaiban yg dikatakan Sang Buddha, keajaiban yang diperoleh dari pendidikan dan latihan. Sekarang anak itu hampir seumur dengan saya atau bahkan lebih tua, dan dia sekarang adalah seorang guru meditasi yg sangat baik.

Selain pendidikan, contoh keajaiban yg terjadi dengan training (latihan) adalah cerita tentang seorang officer penjara yg sangat dibenciin oleh narapidana. Semasa saya mengajar di penjara, saya ketahui di dalam penjara itu ada salah seorang officer yg sangat dibenciin oleh narapidana. Menurut cerita narapidana yang mengikuti kelas saya, officer ini sangat congkak dan jahat. Salah seorang narapidana itu paling benci padanya karena dia pernah dipermainkan oleh officer ini. Menurutnya, setelah dipenjara 3 bulan lamanya, istrinya berhasil membujuk seorang teman utk membawanya menjenguk narapidana ini di penjara. Di Australia sangat luas, tidak seperti di Singapore, dari suatu tempat ke tempat lain sangat jauh, apalagi ke penjara, tentu saja di tempat yg sangat asing dan terpencil, jika tidak ada kendaraan sendiri sangat susah utk menjenguk ke penjara. Setelah bersusah payah istrinya berhasil ke penjara, mereka tidak bisa saling bertemu. Karena menurut narapidana itu didukung oleh teman2nya, officer yg kebetulan bertugas itu sengaja berbuat demikian. Officer itu tahu istrinya datang menjenguknya, juga tahu dia lagi bekerja di bagian barat dari penjara itu. Tetapi officer itu sengaja memanggil2 dengan radio di bagian timur saja, tentu saja dia tidak dengar. Pada saat temannya memberitahunya, dan dia lari ke ruang pengunjung, masa kunjung sudah berakhir. Sejak saat itu kebenciannya kepada petugas itu semakin mendalam.

Jadi sewaktu saya memberikan pelajaran tentang cinta kasih terhadap semua makhluk termasuk orang yang kita benci ataupun musuh kita, narapidana ini sangat memprotes. Dia berkata kepadaku, itu mudah dilakukan oleh seorang pendeta yang tinggal di biara seperti saya, tetapi mereka bukan hidup dibiara yang dipenuhi oleh orang2 yang memiliki cinta kasih, mereka hidup di dunia nyata yang penuh dgn berbagai macam manusia jahat.

Saya bilang tanggapannya itu tidak benar. Kalau memang benar kita berniat mengembangkan cinta kasih, itu bisa dipupuk dengan latihan. Saya sebagai seorang bhikkhu tidak boleh bertaruh dengan kamu, tetapi percayalah dengan cinta kasihmu, kamu dapat merubah officer yg kamu katakan jahat itu menjadi officer yg juga penuh cinta kasih. Saya akan mengajar di sini selama tiga bulan. Kalau kamu benar percaya pada Dhamma yg diajarkan Sang Buddha, lakukanlah apa yang saya nasehati utk mengembangkan cinta kasih ini. Narapidana ini terdiam, tetapi teman2nya segera ribut2 dan membujuknya utk membuktikan. Ada pula yang bertaruh. Akhirnya dia setuju, dan saya menyuruhnya utk membuat segelas kopi dan memberikan kepada officer itu.

Dia merasa enggan. Tetapi akhirnya dia pergi. Saya katakan padanya kamu harus membawa kopi yang kamu buat sendiri dengan perasaan cinta yg tulus dari hatimu sambil berkata "may whoever drinks this coffee be well and be happy".

Ini bukan mantra atau sejenisnya, tetapi dengan menyebutnya, hati kita lebih konsentrasi, dan menambah percaya diri.

Dia bilang, officer itu tidak menghiraukan kopinya, seperti tidak melihat adanya kehadiran dia. Saya bilang tidak apa2, lanjutkanlah. Setelah tiga hari, tidak ada perkembangan juga. Saya bilang lagi, kamu harus memberikannya dengan senyuman dan salam, jangan cuma sekedar membawa kopi itu ke mejanya.

Kemudian setelah seminggu, saya tanya bagaimana? Dia bilang akhirnya officer itu ada tanggapan, "EHM" begitu aja. Ini juga udah langka karena officer itu terkenal dingin sikapnya.

Saya bilang ok, sekarang kamu tambahkan lagi beberapa potong biskuit untuknya. Dia sendiri mungkin juga sangat penasaran tentang officer ini, sehingga dia menurut apa yang saya katakan. Kemudia dia bilang dia berkata pada officer itu, "SIR, ini adalah kopi yg saya buat special untuk mu, dan biskuit ini saya menyuruh orang membelinya dari luar tetapi saya tidak memakannya, karena saya ingat utk menyimpannya buat kamu."

Officer itu pertama kali melihat wajahnya dan mengangguk. Setelah beberapa lama lagi, hampir sebulan, narapidana itu dengan hati berbunga2 mencariku setelah saya selesai mengajar. Dia berkata, bhikkhu, kamu benar, cinta kasih bisa berkembang di mana saja kalau kita memang berniat. Kemarin, untuk pertama kalinya, officer itu tersenyum padaku sewaktu saya membawakan kopi dan biskuit untuknya. Menurut teman2 lain, dia bukan hanya tersenyum padaku, juga mengangguk pada narapidana lain yg memberi salam padanya. This is miracle.

Pada hari terakhir tugas pengajaran saya di penjara itu, saya sempat bertanya pada narapidana itu lagi bagaimana perkembangannya. Dia berkata sangat baik, sekarang dia dan officer itu menjadi banyak bercerita satu sama lain.

Saya harap kalian juga sebagai umat Buddhist biasa dapat mengembangkan miracle (keajaiban) dari the third miracle yang dikatakan Sang Buddha, yakni mengembangkan pendidikan kalian, anak2 kalian ditambah dengan latihan sesungguh hati. Percayalah, kalian juga akan menemukan keajaiban pada diri kalian sendiri.
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:14:54 AM
Clairvoyance

Oleh : Ajahn Brahm

Tema pembicaraan kita pada malam ini adalah tentang kemampuan melihat masa depan (clairvoyance). Ada berapa orang di antara anda sekalian yang telah meramalkan bahwa saya akan berbicara tentang hal ini pada malam ini ? Dan yang anehnya, kadang-kadang kebanyakan dari kita telah sudah mengetahui apa yang akan terjadi kemudian. Atau mungkin kita pergi ke paranormal atau ke orang-orang yang menyebut diri mereka peramal. Mereka memberikan ramalan. Kadang-kadang mereka benar dan kadang-kadang mereka tidak benar. Dan apa yang terjadi, terutama dengan para bhikkhu yang ada di depan anda ini, karena kami telah bermeditasi untuk waktu yang lama dan orang-orang berpikir kami mempunyai kekuatan supranatural yang hebat. Seperti yang saya alami ketika saya menghadiri suatu konferensi global pada bulan Juni lalu. Pihak panitianya menginginkan suatu pertunjukan untuk konferensi tersebut. Lalu mereka bertanya, apakah saya bisa "terbang" (levitate) di hadapan umum, karena hal itu akan menjadikan konferensi tersebut sukses besar. Dan saya menolaknya. Mengapa ? Karena para bhikkhu tidak akan pernah mempertunjukkan kekuatan supranatural mereka. Karena jika kami benar-benar melakukan hal-hal seperti meramal nasib di dalam praktek kami, maka tentu saja anda semua akan bertanya kepada saya tentang siapa yang akan memenangkan Piala Melbourne. Dan anda semua akan bertanya kepada saya, "Tolonglah, bisakah anda memberitahukan nomor lotere nya?" Itu namanya mencuri ! Karena jika seseorang membeli lotere atau bertaruh di pacuan kuda, bukankah itu tidak adil ketika anda mencuri kesempatan dengan mencari para bhikkhu atau peramal, dan mencari tahu siapa yang akan menang ? Oleh karena itu kami tidak melakukan hal-hal seperti itu. Dan juga jika kami mengetahui apa yang akan terjadi dan memberitahukannya kepada orang-orang, lalu bayangkan saja apa yang akan dilakukan oleh pemerintah. Mereka akan mengangkat saya menjadi anggota CIA. Dan saya takkan pernah bisa datang ke Buddhist Center ini lagi karena saya akan menjadi sangat sibuk. Kerjanya hanya meramal peristiwa apa yang akan terjadi, kapan bom akan meledak, atau siapa yang menjadi teroris atau siapa yang bukan teroris. Dan jika anda bisa "terbang" seperti apa yang sudah saya katakan sebelumnya, Pesta Olahraga Persemakmuran di Melbourne akan segera tiba, dan saya akan senantiasa berada di sana di setiap saat, mengikuti pertandingan lompat tinggi. Dan itu akan menjadi sangat tidak adil karena saya mencuri kesempatan dari orang lain. Jadi, kami tidak melakukan hal-hal tsb.

Tetapi orang lain melakukannya. Kadang-kadang bahkan para bhikkhu sendiri. Kadang-kadang anda mengatakan sesuatu dan orang-orang mendengarkan dengan penuh perhatian. Terutama tradisi-tradisi di Asia. Mereka selalu berpikir bahwa bhikkhu-bhikkhu bisa meramal tentang hal-hal ini. Memberikan nomor lotere dan hal-hal semacam itu. Dan sayangnya, kadang-kadang mereka benar. Saya ingat ini ketika saya masih seorang bhikkhu muda, saya sedang menetap di gunung seorang diri di pedalaman Thailand. Dan orang-orang Thai di sana suka bermain lotere. Kami punya sebuah guyonan di Thailand, bahwa tidak seorang pun yang tahu kapan rahib Buddhis bekerja, kapan bulan purnama ataupun setengah bulan purnama tiba. Tetapi mereka semua tahu kapan ada permainan lotere. Karena itu adalah hari yang paling penting dalam seminggu bagi mereka. Jadi, mereka akan mendatangi saya dua atau tiga hari sebelumnya. Dan mereka akan bertanya, "Begini, anda kan seorang bhikkhu pertapa. Anda pasti sudah menjalani meditasi yang mendalam, jadi anda bisa menolong kami. Bisakah anda memberi kami angka-angkanya?" Dan kadang-kadang mereka akan datang dan memperlihatkan semua bilur-bilur di tangan mereka untuk menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat miskin. Dan mereka akan berkata, "Oh, anda benar-benar tidak memiliki rasa iba, jika anda tidak memberitahukan kami angka-angkanya." Kadang-kadang saya berpikir untuk bilang, "Baiklah, selama kalian membagikan saya 10 persen !"

Tetapi tentu saja kami tidak bisa melakukan hal-hal seperti itu. Dan pada akhirnya saya hanya berkata kepada mereka, "Tidak, saya tidak bisa mengatakannya." Namun mereka mencoba mengelabui saya. Mereka mulai bertanya kepada saya pertanyaan-pertanyaan seperti, "Berapa lama anda akan tinggal di sini?" Saya bilang saya tidak tahu. "Kapan anda akan pergi?" Dan saya katakan, sekitar dua atau tiga hari lagi. Setelah itu saya mengetahui bahwa ketika saya bilang saya tidak tahu, itu artinya 0 (nol), dua atau tiga hari artinya 5 (lima), dua tambah tiga. Jadi, sebagian besar penduduk desa membeli 50 (limapuluh). Dan bagi orang-orang Thai yang bermain lotere ilegal ini, dua angka terakhir adalah angka lotere yang sebenarnya. Itulah yang mereka beli. Dan ternyata angka 50 pun keluar. Saya mengetahui hal itu karena keesokan harinya, kepala desa bersama dengan beberapa orang warganya datang mengunjungi saya, dan mereka berkata, "Semua penduduk desa sangat senang dengan anda. Anda adalah seorang bhikkhu yang hebat. Tolonglah anda tinggal di sini selama-lamanya." Itulah yang mereka katakan. Jadi saya pun harus segera angkat kaki dari sana, karena itu bukanlah alasan untuk tinggal dengan bhikkhu, yakni hanya untuk menjadi kaya.

Ada sebuah cerita yg sangat menarik. Tidak berapa lama sesudah Perang Dunia Kedua, ada salah seorang sepupu saya, atau lebih tepatnya sepupu ibu saya. Usianya sekitar delapan belas atau dua puluhan tahun. Hanya untuk bersenang-senang seperti yg dilakukan kebanyakan orang, dia pun pergi menemui salah seorang dari paranormal-paranormal yang terkenal di London. Paranormal ini melihat padanya dan berkata, "Kamu akan menikah dgn seorang pria yg bernama Donald Woofrist." Dia tak pernah mengenal seseorang dengan nama itu. Dan itu bukan nama yang umum. Tidak seperti John Smith atau nama-nama yang umum lainnya. Ini adalah Woofrist. Dan tentu saja dia mengabaikannya. "Itu sesuatu yang tidak mungkin. Cuma hal-hal yang bodoh," pikirnya. Dan beberapa minggu kemudian, dia sedang berada di sebuah pesta dansa dan bertemu dengan seorang pria muda yang baik. Mereka pun berdansa bersama. Dan seperti halnya jika anda berdansa dengan seseorang, maka dia pun bertanya, "Namamu siapa ?" Lalu pria itu menjawab,"Donald." "Dan nama keluargamu?" tanyanya lagi. Dan pria itu menjawab,"Woofrist." Astaga! Dan mereka telah menikah selama 50 atau 60 tahun sekarang dan mereka tetap bersama setelah sekian lama.

Itu sangatlah aneh. Maksud saya, bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi. Tidak ada orang yang bisa melakukan hal itu. Itu tak bisa diprediksi. Sudah pasti ada sesuatu di sana. Kadang-kadang ia memang benar-benar menjadi kenyataan. Tetapi ada bahayanya juga. Salah seorang umat Buddha senior di sini di Australia Barat yakni Profesor Jayasuriya. Dia dulunya adalah seorang profesor sosiologi di UWA. Dia menceritakan kepada saya tentang salah seorang sahabat karibnya yang juga seorang profesor, yaitu Profesor Jayatileki(?), yang merupakan seorang umat Buddha yang sangat taat dan telah menulis banyak buku mengenai Buddhisme. Dia adalah orang yang sangat pintar, yang meninggal di usia muda. Alasan mengapa dia meninggal di usia muda adalah karena semasa kuliah, dia juga pernah mengunjungi seorang peramal di sekitar daerah selatan India atau di utara Sri Lanka. Peramal tersebut berkata kepada mahasiswa muda ini bahwa dia kelak akan menikah dengan seorang wanita dengan nama tertentu. Dan tentu saja dia sama sekali tidak pernah mengenal orang dengan nama tersebut. Tetapi kemudian, dia bertemu dengan wanita tersebut dan menikah dengannya. Suatu kebetulan yang tidak mungkin. Sehingga dia menjadi benar-benar percaya kepada peramal itu dan pergi mengunjunginya secara rutin. Tetapi pada suatu hari, peramal ini berkata kepadanya,"Sekarang saya bisa melihat masa depanmu, kamu akan hidup sampai usia tua." Dan karena peramal ini sudah pernah meramalnya dengan begitu tepat, maka dia pun berpikir bahwa si peramal ini akan selalu benar. Jadi ketika dia menginjak usia 40, Profesor Jayatileki(?) mengidap suatu penyakit ringan. Tetapi karena dia diberitahu bahwa dia akan hidup sampai usia tua, maka dia tidak pernah berobat ke dokter. Sampai semuanya sudah terlambat. Dia meninggal pada pertengahan usia 40-an. Dan dia meninggal karena dia tidak berobat ke dokter. Karena dia mempercayai ramalan peramal itu. Secara harfiah dikatakan, kepercayaannya pada si peramal itu telah membunuhnya.
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:15:28 AM
Itulah alasannya mengapa ketika anda mencari peramal, untuk mengetahui masa depan anda atau hal-hal lain yg sejenis dgn itu, satu hal yang ditekankan dgn sangat jelas dalam Buddhisme adalah bahwa anda tidak bisa mempercayai hal-hal ini. Anda tidak tahu apakah ia benar atau tidak. Itulah alasannya mengapa saya menceritakan sebuah kisah dari buku "Membuka Pintu Hati". Tentang satu-satunya orang yang pernah diramal masa depannya oleh Ajahn Chah. Ajahn Chah adalah guru saya di Thailand. Dia adalah seorang bhikkhu yg sangat ketat disiplinnya. Dia menjalankan semua peraturan dan pantangan yang menjadi kewajiban seorang bhikkhu. Tetapi pada suatu hari, seorang pria datang mengunjunginya. Pria ini adalah salah seorang donatur vihara. Dan dia berkata kepada guru saya Ajahn Chah, "Ajahn Chah, anda adalah seorang meditator yg hebat. Saya yakin bahwa anda telah mencapai pencerahan. Dan banyak orang yang telah tercerahkan akan memiliki kekuatan supranatural. Tolong ramal masa depan saya." Dan sebagai seorang bhikkhu yang baik, Ajahn Chah berkata, "Saya tidak diperbolehkan utk melakukan hal itu. Itu melanggar peraturan kebhikkhuan." Itu adalah alasan yang bagus. Tetapi pria ini tidak mudah untuk ditolak. Dia mengingatkan Ajahn Chah tentang ceramah yang dia berikan baru-baru ini mengenai rasa terima kasih. Dan orang ini mengingatkannya bahwa di masa-masa awal vihara Ajahn Chah, pria inilah yang memberinya makan ketika tidak ada seorang pun yang datang. Bahwa dialah yang mengantarkan Ajahn Chah dari satu tempat ke tempat lain, ketika tidak ada seorang pun yang mau melakukannya. Dia menyisihkan waktu dari pekerjaannya. Dia bahkan sudah memberikan sumbangan yang besar untuk membangun vihara. Dan pada kenyataannya, tanpa dukungan dari pria ini, Ajahn Chah mungkin tidak akan mempunyai sebuah vihara. "Tentu saja, Ajahn sudah mengajarkan kami tentang rasa terima kasih. Tidak bisakah anda berterima kasih kepada saya atas semua dukungan dan sumbangan yang telah saya berikan, hanya dgn meramal masa depan saya?" Dan itu adalah argumen yang sangat kuat. Ajahn Chah menyadari bahwa dia berada dalam keadaan terjepit. Jadi, dia pun memutuskan hanya untuk satu kali ini saja di dalam hidupnya, dia akan meramal masa depan orang ini. Ajahn Chah berkata, "Ulurkan tangan anda. Saya akan membaca dari garis-garis di telapak tangan anda, bagaimana nasib anda di masa depan." Hanya untuk satu kali ini saja, untuk satu-satunya orang, Ajahn Chah melakukan hal ini. Jadi, anda bisa membayangkan betapa gembiranya pria ini. Tetapi Ajahn Chah tidak terburu-buru. Anda harus berhati-hati tentang hal ini. Kalau tidak, anda bisa melakukan kesalahan. Jadi, secara perlahan-lahan Ajahn Chah menelusuri garis-garis di telapak tangan pria tsb dengan jarinya. Dan untuk beberapa saat, Ajahn Chah akan berhenti dan berkata, "Hmmm, ini menarik." "Oooh, lihat itu !" "Wah, wah !" Dan setiap kali Ajahn Chah melakukan ini, anda bisa melihat kegembiraan orang ini telah memasuki level yg berikutnya. Sebagaimana yang akan anda lakukan, jika saya yang meramal nasib anda, dan jika anda percaya bahwa saya akan meramal dgn tepat 100 persen, anda akan senang sekali, bukan ? Dan inilah yg terjadi pada pria tsb. Ini bukan Ajahn Brahm, tetapi Ajahn Chah, seorang Arahat yang hebat. Jadi, ketika Ajahn Chah selesai, orang ini sudah tidak sabar lagi ingin mengetahui masa depannya seperti apa, nasibnya seperti apa. Karena dia tahu Ajahn Chah tidak akan pernah berdusta. Dan Ajahn Chah begitu bijaksana dan sakti, bahwa apa pun yang dia katakan, pasti benar. Dan apa yang selanjutnya dikatakan Ajahn Chah ternyata memang benar. Dia meramal nasib orang ini dengan begitu sempurna. Sungguh menakjubkan. Karena ketika Ajahn Chah berkata, "Saya tahu masa depan anda seperti apa." Dan pria tersebut berkata,"Ya, tolong katakan kepada saya." Dan Ajahn Chah berkata,"Masa depan anda, Tuan ...... adalah tidak pasti."

Dan Ajahn Chah memang tidak salah. Itu adalah seorang guru yang cerdas dan hebat. Karena Ajahn Chah tahu, pria ini tak akan begitu mudah ditolak hanya dgn berkata, "Tidak, saya tidak bisa melakukannya karena tidak sesuai dgn peraturan kebhikkhuan." Jadi, Ajahn Chah mengajarinya, mengapa bhikkhu tidak bisa meramal nasib. Karena nasib anda, masa depan anda, adalah tidak pasti. Tidak ada seorang pun yang benar-benar bisa meramalnya. Semua yg bisa mereka katakan hanyalah kemungkinan tentang apa yg akan terjadi. Kadang, ada kemungkinan yang benar-benar terjadi. Hanya setelah itu terjadi, baru kita berpikir, "Wah, dia seorang peramal yang hebat!" Anda perhatikan, jika ramalannya tidak terjadi, tidak ada orang yg pergi ke sana lagi, dan dia hanya akan dipuji oleh orang yang masa depannya diramal dengan tepat. Itu adalah salah satu masalahnya.

Ketika Ajahn Chah mengajarkan tentang masa depan, dia mengikutsertakan hal itu di dalam ramalan nasibnya, bahwa masa depan itu tidak pasti. Dan itu artinya melihat secara jelas tentang apa yang dimaksud dgn meramal masa depan. Tentu, di sana ada kecenderungan. Hal-hal yang mungkin akan terjadi. Tetapi anda selalu dapat mengubahnya. Hukum Karma di dalam agama Buddha artinya adalah, ya, di sana ada kecenderungan, ada pengaruh-pengaruh. Hal-hal yang menekan dan mendorong anda. Tetapi dgn kebijaksanaan, dgn ketekunan, dgn kecakapan, anda selalu dapat membalikkan segala sesuatunya. Anda tidak ditakdirkan terhadap apa pun di dalam kehidupan. Anda secara konstan, selalu merubah dan menciptakan masa depan anda sendiri. Itulah alasannya mengapa ketika orang-orang bertanya, "Apakah Buddhisme percaya pada sang pencipta?" Dan mereka bilang, "Ya. Anda sendirilah sang penciptanya."

Anda secara terus-menerus menciptakan masa depan anda. Dan itu bukanlah sesuatu yang perlu anda cari di dalam buku, karena anda bisa melihatnya di dalam kehidupan anda sendiri. Pada dasarnya, anda adalah orang yang paling bertanggung jawab atas nasib anda sendiri. Tentu saja kehidupan bisa memberikan anda bahan-bahan baku yang berbeda-beda. Tetapi bagaimana anda menggunakan bahan baku tersebut, sepenuhnya terserah kepada anda. Jadi, bila anda berkata tentang meramal masa depan, tak seorang pun yang bisa meramal itu, karena anda bisa merubahnya, jika anda mau. Ia benar-benar terserah kepada anda. Dan itu adalah sebuah ajaran yang ampuh, yang jauh lebih baik daripada mengatakan kepada anda, nomor lotere apa yang akan keluar, atau siapa yang akan memenangkan Piala Melbourne, atau apa yg akan terjadi kelak. Karena jika anda meramal masa depan, itu bukan hanya tidak akurat dan menipu orang-orang, tetapi poin yang kedua, anda sudah mengambil bagian yang paling penting dari kehidupan. Ibaratnya seperti memberikan seseorang jawaban dari soal-soal ujian di sekolah. Itu melenyapkan alasan mengapa kita mengikuti ujian di sekolah. Kita mengikuti ujian, karena ujian-ujian ini diberlakukan tidak hanya untuk lulus saja, tetapi mereka ada di sana agar kita bisa belajar. Sekolah tidak hanya untuk mendapatkan gelar saja. Sekolah ada di sana adalah agar kita bisa belajar untuk mendapat ilmu, untuk mengetahui, untuk mencari tahu. Itulah alasannya mengapa kita memiliki universitas dan sekolah-sekolah. Itulah alasannya mengapa kita memiliki sebuah kehidupan. Jadi, ia menghilangkan arti dari kehidupan ini, jika kita bisa meramalkan apa yg akan terjadi. Oleh karena itu, masa depan itu tidak pasti, dan siapa pun yang memiliki pengetahuan tentang apa yg akan terjadi, mereka tidak akan pernah memberitahukan anda, karena kadang-kadang mereka bisa saja salah.
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:15:51 AM
da sebuah cerita lain. Ada seorang rekan sesama bhikkhu yang seangkatan dengan saya dan kami bergabung dalam kehidupan kebhikkhuan di Vihara Thai-nya Ajahn Chah. Dia berasal dari Amerika. Ayahnya adalah seorang tentara amerika, seorang kolonel dan dia berasal dari sebuah keluarga yang kaya raya dan tinggal di Pasadena. Di rumah yang besar dengan kolam renang, rumah untuk tamu, segalanya. Dia sangat akrab dgn saya. Kami duduk berdampingan di vihara selama bertahun-tahun. Dia bilang, ketika dia masih kecil, dia mengalami suatu mimpi yang berulang-ulang. Selalu muncul di kolam renang di rumah keluarganya. Dan dia melihat adik perempuannya tenggelam di kolam renang keluarganya itu. Suatu hari dia sedang duduk di kolam renang tsb. Hanya untuk santai-santai, hanya dia seorang diri. Dan mimpi itu pun mulai muncul. Mimpi itu begitu sering muncul, dan memang mimpi itu benar-benar menjadi kenyataan, karena dia mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia pun turun tangan dan dia berhasil menyelamatkan nyawa adiknya. Karena mimpi itu muncul berkali-kali sehingga dia mampu mengingatnya. Itulah sebenarnya yang telah menyelamatkan nyawa adiknya. Dia berkata bahwa dia juga mengalami mimpi yang lain bertahun-tahun kemudian. Ketika dia sedang berada di New Zealand, pergi berwisata dan bekerja di sana. Pada saat itu dia sedang berada di sebuah rumah bersama beberapa pemuda yg lain. Dan seperti kebanyakan anak-anak muda pada usia itu, mereka mengkonsumsi zat-zat terlarang. Dan dia mengalami sebuah mimpi, bahwa kepolisian New Zealand menyerbu rumah tsb, dan menangkapnya. Dia mengalami mimpi itu berulang kali. Tetapi kali ini, karena kebodohannya sendiri, dia tidak melakukan apa-apa. Dan hal itu pun terjadi. Dia akhirnya dideportasi.

Dengan kedua kejadian tsb, membuatnya yakin bahwa mimpi-mimpi yang dia alami, pasti akan terjadi. Jadi, ketika dia menjadi bhikkhu di Thailand pada masa-masa Perang Vietnam, vihara kami hanya berjarak sekitar satu atau setengah jam dari perbatasan di mana Vietkong dan Khmer Merah bermarkas. Dan di sana adalah wilayah Thailand yang bakal diserang oleh para tentara komunis itu. Bahkan pemerintahan asing dan kedutaan besar di Bangkok benar-benar berpikir bahwa wilayah timur laut Thailand akan jatuh. Ada rencana untuk melakukan pengungsian darurat. Kami diberitahu tentang hal itu. Jadi, itu adalah ancaman yang benar-benar serius. Dan bhikkhu ini selalu mengalami mimpi ini, bahwa ketika penyerangan terhadap wilayah timur laut Thailand yg dilakukan oleh tentara komunis di perbatasan itu terjadi, dia tidak akan selamat. Dia selalu bermimpi berlari menelusuri sawah, dan ditembak oleh tentara komunis. Dan dia begitu yakin dikarenakan dua mimpi yang dia alami sebelumnya menjadi kenyataan. Bahwa ini adalah takdirnya, bahwa dia akan tertembak. Tetapi tentu saja, itu tidak pernah terjadi. Dia memang tertembak, tetapi tertembak di perasaannya. Karena dia jatuh cinta pada seorang gadis, melepas jubah dan menikah. Dan setahun kemudian, dia meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Bukan karena ditembak. Dia keliru.

Ada beberapa kejadian yang saya alami sendiri, ketika anda melihat bahwa kadang-kadang apa yang kita ramalkan bakal terjadi. Tetapi walaupun kita yakin itu akan terjadi, kadang itu tidak terjadi, karena hidup selalu berubah. Hal-hal yang selalu mempengaruhi sesuatu yang disebut nasib. Kita sendiri yang menciptakan nasib. Dan orang lain kadang-kadang mempengaruhinya juga. Jadi, anda tidak bisa memastikan. Itulah sebabnya mengapa saya selalu berkata kepada orang-orang, jangan pernah percaya kepada peramal yang miskin. Jika mereka memang hebat, tentu saja mereka sendiri juga sudah kaya. Jika anda melihat saya bersusah payah mencari dana untuk mendirikan pusat retret kita, mengapa anda malah meminta saya memberikan anda nomor lotere ? Cari saja sendiri !

Kadang, ada suatu penglihatan tentang masa depan, atau melihat apa yang akan terjadi. Atau suatu penglihatan mendalam tentang sifat alami dari segala sesuatunya, dan ini benar-benar aneh. Baiklah, kadang-kadang anda salah. Tetapi orang bertanya, bagaimana mungkin anda kadang-kadang bisa benar ? Bagaimana mungkin seseorang bisa meramalkan sebuah nama seperti Donald Woofrist yang dinikahi oleh sepupu ibu saya ? Bagaimana hal itu bisa terjadi ? Dan tepat di sinilah praktek meditasi Buddhis muncul untuk menjelaskan hal-hal ini. Karena kita semua tahu bahwa di dalam Buddhisme, kita sangat mementingkan sesuatu yang kita sebut pikiran (mind). Dan Buddhisme selalu memiliki enam indera. Tidak hanya lima yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa kecapan, dan sentuhan. Selalu enam. Seperti guyonan saya sebelumnya, bahwa hal itu bukanlah hasil temuan budaya timur. Itu adalah bagian dari warisan budaya barat. Karena Socrates, Plato, Aristoteles, terutama Aristoteles, selalu mengatakan enam indera. Pikiran (mind) juga termasuk. Entah bagaimana, kita kehilangan indera keenam tersebut. Guyonan saya adalah ada suatu masa di dalam sejarah peradaban barat, di mana kita jadi kehilangan pikiran kita / gila (lost our mind). Tinggal lima indera saja yang tersisa. Dan yang menarik adalah, sebenarnya Aristoteles menyebut pikiran itu sebagai indera yang umum (common sense), karena ia bersifat umum (common) terhadap kelima indera (sense) yang lain. Jadi guyonan saya yang kedua adalah bahwa kita juga kehilangan akal sehat (common sense) kita. Kita jadi gila. Kita kehilangan aspek-aspek spiritual dari segala sesuatunya. Dan karena kita tidak pernah menganggap bahwa pikiran itu ada, maka kita sama sekali tidak mengembangkan pikiran. Itulah sebabnya mengapa kita tidak memiliki kemampuan apa pun dalam bidang itu di dunia barat.

Jika anda benar-benar mengembangkan pikiran terutama melalui meditasi, pada akhirnya anda akan menjadi kuat. Anda menjadi sangat-sangat kuat. Anda telah mendengar saya menjelaskan tentang retret meditasi. Sekarang saya akan menjelaskannya lagi secara singkat di sini. Ketika energi anda, energi alamiah anda, anda boleh menyebutnya energi spiritual jika anda suka, anda boleh menyebutnya chi atau hawa tubuh atau apapun itu, ketika energi tsb dipakai sampai habis dengan sangat cepat - melakukan aktivitas, datang ke sini, pergi ke sana - itu tidak menyediakan cukup energi hanya untuk pikiran yang murni saja, hanya untuk "Yang Mengetahui" saja. Dan karena kita begitu aktif, begitu banyak melakukan sesuatu, begitu banyak berpikir, maka pikiran kita menjadi sangat sangat lemah. Dua bagian dari pikiran. "Yang Melakukan" dan "Yang Mengetahui". "Yang Melakukan" adalah bagian yang aktif, yang berpikir, yang merencanakan, yang mengeluh, yang menggerakkan tubuh anda, bagian yang melakukan dari pikiran. Bagian yang kedua dari pikiran adalah "Yang Mengetahui", bagian pikiran yang pasif yang menerima informasi. Kita memberikan begitu banyak energi kepada "Yang Melakukan" ini, untuk berpikir, untuk merencanakan, untuk bergerak. Hampir tidak ada energi yang tersisa, hanya untuk "Yang Mengetahui" ini saja. Itulah sebabnya mengapa kita menjadi bodoh. Apa yg anda temukan di dalam meditasi, tujuan sesungguhnya di dalam meditasi, adalah untuk tidak melakukan apa pun, untuk tidak merencanakan, untuk tidak menguasai. Jadi, bagian yg aktif dari pikiran, "Yang Melakukan", menjadi tenang. Ia berhenti menghabiskan energi, sehingga energi pun secara bebas mengalir ke "Yang Mengetahui", ke dalam pikiran, ke dalam kesadaran pasif. Dan ini adalah salah satu alasan mengapa ketika anda mulai bermeditasi, anda mulai mendapatkan kecerahan pikiran, pikiran mulai mendapatkan energi. Anda mulai bisa melihat dan mendengar segala sesuatunya. Menjadi lebih peka terhadap dunia di sekitar anda. Dan itulah yang biasanya dialami oleh para meditator, yg meningkatkan kecerahan, kebahagiaan. Kesadaran menjadi lebih bertenaga. Guru meditasi saya menciptakan sebuah sebutan, yaitu kesadaran yang bertenaga, karena memang itulah yang terasa. Anda bisa melihat jauh lebih dalam lagi tentang segala sesuatunya. Anda bisa mendengar lebih dalam, anda bisa merasakan lebih dalam, anda bisa melihat lebih dalam lagi. Dan anda juga bisa mengetahui secara jauh lebih dalam lagi.
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:16:08 AM
Pengalaman-pengalaman yang saya alami sendiri, pada masa-masa awal saya sebagai seorang meditator. Kadang, saya hanya pergi ke luar dan melihat ke langit di malam hari. Sungguh menakjubkan, ia sungguh luar biasa. Apa pun yang anda lihat, kelihatannya menjadi lebih dalam, lebih kaya, corak dan warnanya. Ada suatu saat di dalam retret meditasi, ketika anda melihat ke karpet, seperti karpet yang ada di depan anda sekarang ini, ini adalah karpet yang sudah usang yang dibeli oleh umat Buddha, ia sudah bertahan untuk waktu yang lama. Tetapi ada berapa orang di antara anda semua yang benar-benar melihat ke karpet ini dan melihat betapa indahnya ia. Dan anda berpikir,"Kenapa ? Ini kan cuma karpet yang sudah usang, itu saja." Apa yg terjadi, kadang-kadang ketika anda mengalami meditasi yang mendalam, ketika pikiran anda menjadi begitu kuat, energinya mulai meningkat, dan anda melihat selembar karpet ini, ia terlihat menjadi begitu indah. Dan anda pun mulai melihat begitu banyak warna yang berbeda-beda di sana. Begitu banyak bentuk. Anda melihat jauh lebih banyak lagi dari selembar karpet yang sederhana ini, yg tidak pernah anda lihat seumur hidup anda, dan ia menjadi benar-benar indah. Memikat, dan penuh dgn detil-detil yang tidak pernah anda duga sebelumnya. Saya menyebutnya kesadaran yang bertenaga, hanya karena ia menunjukkan bahwa karpet adalah selalu seperti itu.

Tetapi sekarang pikiran anda menjadi kuat. Anda bisa melihat secara jauh lebih mendalam lagi tentang apa yang sedang terjadi di sana. Dan itu adalah bagian dari meditasi, untuk membuat pikiran menjadi lebih dan lebih kuat lagi, dgn membuatnya menjadi lebih dan lebih tenang lagi. Dan membiarkan, bukan melakukan, tetapi hanya mengetahui. Inilah cara kita untuk memperkuat pikiran, dan kadang-kadang pikiran anda menjadi begitu kuat, karena anda sangat tenang, tidak banyak melakukan kegiatan. Anda pun bisa memahami dari mana kekuatan supranatural itu datang. Pikiran kita menjadi bertenaga. Dan pikiran yg kuat adalah sama seperti tubuh yang kuat, mampu melakukan hal-hal yang bagi orang lain merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Dan pikiran yg kuat itulah yang menimbulkan kemampuan untuk melihat masa depan.

Tetapi peramal yg tulen, orang yang benar-benar mengetahui, tidak akan pernah berkata, "Inilah yg akan terjadi kelak." Ketika semua yg mereka lihat hanyalah berupa kecenderungan, maka mereka akan berkata,"Inilah yang cenderung akan terjadi." Anda bisa melihat, bukan secara detil tentang masa depan, melainkan arus menuju masa depan. Dan satu hal yang akan selalu dikatakan oleh orang yang bijaksana, "Ketika anda melihat arus menuju masa depan, anda bisa melihat bahwa dunia ini tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Anda bisa melihat sifat-sifat dari manusia. Kita akan mempertahankan agar kehidupan ini terus berlangsung, dengan satu atau lain cara, ... selama berabad-abad." Anda tidak harus menjadi peramal untuk bisa melihat hal itu. Tetapi tentu saja kadangkala ramalan-ramalan itu dibuat orang-orang karena ada maksud tersembunyi. Mereka meramalkannya hanya untuk menakut-nakuti anda. Tetapi kenyataan yg sebenarnya adalah dia mampu melihat bahwa itu tidak akan pernah terjadi. Sesuai dengan sifat manusia yang selalu bisa beradaptasi. Melihat masa depan artinya adalah melihat secara jelas. Seseorang mengatakan hal ini kepada saya suatu hari, "Lihatlah, begitu banyak angin topan, gelombang tsunami, gempa bumi. Itu adalah sebuah pertanda. Kiamat sedang berlangsung !" Dan saya katakan, "Anda tidak melihat dgn jelas. Itu bukan melihat masa depan." Kadang, orang-orang selalu memusatkan perhatian pada apa yang salah. Tetapi saya bilang, "Berapa banyak angin topan yang tidak terjadi minggu lalu ? Berapa banyak gempa bumi yang tidak terjadi di dunia ? Berapa banyak gelombang tsunami yg tidak muncul ?" Dan itu jauh lebih banyak. Untuk menjadi peramal yg sebenarnya, kita harus melihat secara keseluruhan. Dan secara keseluruhan itu adalah, ya, kadang-kadang hal-hal ini terjadi, kadang-kadang tidak. Kebanyakan tidak terjadi. Dan umat manusia selalu beradaptasi. Jadi, dunia ini tidak akan berakhir dengan begitu cepat.

Tetapi bila kita memiliki ramalan-ramalan ini, kita seharusnya selalu mempergunakan mereka dengan bijaksana. Hal-hal ini hanya memberitahukan kita secara kasar, apa yg bakal terjadi, dan itu terserah kepada kita untuk tidak menjadi korban dari kepercayaan seperti ini, melainkan untuk memanfaatkannya. Itulah sebabnya Hukum Karma tidak mengatakan, "Saya sudah ditakdirkan menjadi seperti ini untuk selama-lamanya !" Jika anda jelek, anda tidak ditakdirkan untuk menjadi jelek. Anda bisa melakukan operasi pengangkatan wajah di zaman sekarang. Sungguh menakjubkan melihat bagaimana anda bisa mengubah karma anda. Apapun itu, selalu ada sesuatu di sana yang bisa kita lakukan terhadapnya. Tetapi itu hanyalah salah satu bagian dari melihat masa depan. Begitu anda memahami bagaimana pikiran bisa dikembangkan, anda akan bisa memahami bagaimana hal-hal ini bisa dilakukan. Dan kadang-kadang mereka benar-benar terjadi. Dan mereka terjadi adalah justru ketika anda tidak bisa meramalkannya. Anda tidak bisa membuatnya terjadi. Hal yg menarik adalah bahwa orang-orang yang mengembangkan kekuatan-kekuatan supranatural itu, mereka tidak mampu mengaturnya. Ia tidak seperti meramal berdasarkan permintaan. Seperti misalnya, "Bisakah anda memberitahukan masa depan saya?" Dan kemudian berusaha untuk mengaturnya, karena tiap-tiap kejadian penglihatan masa depan atau kekuatan supranatural ini, akan muncul dari ketenangan pikiran, ketika ia tidak melakukan apa pun. Jika anda mencoba melakukan sesuatu, ia selalu menjadi kacau balau. Anda tidak bisa memaksakan hal-hal ini. Ia terjadi karena adanya sebab-sebab alamiah. Anda harus mempertahankan sebab-sebab alamiah tersebut. Bahkan kekuatan supranatural untuk terbang, terkadang ada sebab-sebab alamiah yang menyebabkan hal itu terjadi. Jika sebab-sebab itu tidak ada, ia tidak akan terjadi

Sekarang, ada sebuah kisah yang sering saya ceritakan tentang melayang di udara (levitate). Ini adalah sebuah cerita dari sutta-sutta kuno. Sebuah cerita mengenai seorang bhikkhu yg tinggal di hutan selama bertahun-tahun lamanya. Dan dia belajar untuk melayang di udara, untuk terbang ke angkasa. Dan dia selalu pergi di pagi hari, berlatih setiap pagi di hutan untuk terbang ke angkasa. Itu adalah tindakan yang sangat berbahaya, hanya karena seseorang melihatnya. Dan ketika mereka melihatnya, dia mulai menjadi terkenal. Bayangkan saja, jika anda melihat seseorang terbang di langit, apa yang akan anda lakukan ? Anda akan memberitahukan ke teman-teman anda, atau mungkin dia sendiri yg akan memberitahukan, supaya mereka bisa melihatnya. Akhirnya, berita tersebut sampai kepada sang raja, dan sang raja menyadari bahwa seseorang yang bisa terbang ke angkasa tentunya adalah seorang meditator yang sangat sangat hebat, dan mungkin dia adalah orang yg bijaksana pula. Jadi dia ingin mengundang bhikkhu ini untuk datang dan mendemonstrasikan kemampuannya serta untuk menjadi penasehatnya, semacam penasehat spiritual bagi sang raja. Jadi, dia mengundang bhikkhu ini untuk datang ke istana. Dan tentu saja bhikkhu ini menolak. "Tidak, saya adalah seorang bhikkhu hutan. Saya senang tinggal di hutan. Di sini sangat nyaman dan damai. Saya tidak mau tinggal di istana !" Namun setelah ditolak oleh bhikkhu ini, sang raja kemudian mengirimkan tentaranya untuk menjemput bhikkhu ini, sehingga bhikkhu ini pun terpaksa pergi ke istana. Tetapi sang raja sangat baik. Dia menyediakan satu bagian dari wilayah istananya untuk dibuat menjadi sebuah hutan kecil untuk bhikkhu ini. Jadi, sang raja pun membawa bhikkhu ini ke istananya, dan membawanya ke sebuah gubuk kecil yg nyaman, di dalam sebuah hutan kecil yg nyaman pula. Dan bhikkhu ini cukup bahagia di sana. Sang raja akan datang dan memberikannya sejumlah makanan, dan bertanya kepadanya beberapa pertanyaan tentang Dhamma, tentang kehidupan, kebijaksanaan dan seterusnya. Dan sang bhikkhu akan "terbang" di setiap paginya, dan sang raja akan melihatnya dan terinspirasi, bahwa hal-hal ini benar-benar terjadi. Tetapi kemudian masalahnya adalah, pada suatu hari, sang raja sangat sibuk, jadi dia pun mengirim salah seorang putrinya untuk membawakan makanan untuk bhikkhu ini. Dan ini adalah seorang wanita muda yg sangat-sangat cantik, seperti putri-putri raja pada umumnya. Ketika dia membawakan makanan untuk bhikkhu ini, sang bhikkhu juga sedang dalam perjalanan kembali dari "penerbangan" pagi harinya. Dan dari angkasa sana, dia melihat putri raja ini. Sang bhikkhu begitu terpesona pada kecantikan sang putri. Dan dia pun punya sedikit waktu lagi ... sebelum akhirnya dia jatuh dan terjerembab ke tanah ! Dia kehilangan kemampuan terbangnya tepat pada saat itu dan untuk seterusnya, karena dia begitu terpesona pada kecantikan sang putri raja.
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:16:28 AM
Anda menyadari akan bahayanya, betapa begitu sensitifnya kekuatan supranatural itu. Mereka muncul karena ada penyebabnya, yaitu kemurnian pikiran. Meditasi mendalam dan kesederhanaan. Dan anda menyadari bahwa anda tidak bisa melakukan hal itu di kota-kota besar. Jadi, anda pun kembali ke hutan. Dan menurut cerita tsb, diperlukan waktu sekitar tiga tahun untuk mengembalikan kemampuan supranatural sang bhikkhu tsb. Itu sangat sensitif. Kemampuan melihat masa depan yg sebenarnya, kekuatan supranatural yg sebenarnya, anda harus memiliki pikiran yg sangat-sangat murni untuk mendapatkannya. Hal itu sebenarnya cukup bagus untuk beberapa alasan, karena ia seperti mekanisme pengaman. Jika ada yg menyalahgunakan kekuatan-kekuatan itu, seperti misalnya menggunakannya untuk keuntungan pribadi, hanya sekedar untuk dipamerkan, "Hei, lihatlah saya !" Jika anda memiliki tingkatan ego dan nafsu seperti itu, maka anda akan kehilangan semua kemampuan itu. Anda menyalahgunakannya, maka anda akan kehilangannya. Dahulu kala, terdapat beberapa orang suci, dan bahkan di masa sekarang juga ada, yang dikenal memiliki kekuatan-kekuatan supranatural seperti ini. Mereka bisa melakukan hal-hal yg menakjubkan orang-orang. Kadang-kadang orang memperhatikan mereka, dan ia kelihatan begitu nyata. Mereka tidak memperhatikan bahwa kadang-kadang mereka memiliki kekuatan-kekuatan ini ketika mereka masih muda. Tetapi mereka cenderung kehilangan beberapa kekuatan tsb seiring perjalanan hidup mereka. Dan alasannya adalah karena kadang-kadang mereka melupakan kemurnian dari gaya hidup mereka, kemurnian dari motivasi mereka. Dan karena mereka terjebak di dalam hal-hal duniawi, mereka kehilangannya. Itulah yg kadang-kadang terjadi.

Jadi, seorang peramal yang tulen, orang yg benar-benar memiliki kekuatan-kekuatan seperti ini. mereka muncul dari pikiran yang damai. Suatu gaya hidup yang sederhana. Hati yang sangat-sangat murni. Tidak egois. Selalu memberi. Orang-orang semacam ini memiliki pikiran yang sangat kuat. Mereka menjalani meditasi yang mendalam. Mereka bisa mendapatkan kekuatan-kekuatan itu, tetapi mereka tidak akan menggunakannya untuk kepentingan pribadi mereka. Kadang mereka bahkan tidak akan menggunakannya sama sekali. Mereka akan menyembunyikannya, semata-mata demi untuk kesederhanaan, demi untuk mengajarkan Dhamma, karena hal itulah yang ingin mereka berikan kepada orang-orang. Baiklah, jadi anda bisa terbang ke udara. Lalu memangnya kenapa ? Apa tujuannya ? Sekarang, jika bhikkhu benar-benar melakukan hal itu, mereka hanya akan menjadi pemain sirkus, hanya itu saja. Hanya orang-orang aneh, hal-hal yang aneh. Dan juga jika anda memiliki semua kemampuan itu, maka para ilmuwan dan psikolog akan memasang segala jenis peralatan, untuk mencoba menemukan bagaimana anda melakukannya, atau mencoba untuk membantahnya. Dan anda tidak akan pernah menemukan kedamaian. Dan juga dengan mampu melakukan hal-hal seperti itu, bukan merupakan tujuan dari hidup ini. Tujuan hidup yang sebenarnya adalah kebijaksanaan, kedamaian, kemurahan hati. Kadang-kadang dengan mengetahui bahwa hal-hal ini memang ada, bisa menjadi inspirasi, tetapi ada sesuatu yang jauh lebih penting di dalam kehidupan: mengetahui bahwa kedamaian itu ada, mengetahui bahwa kebahagiaan itu ada, mengetahui bahwa kebijaksanaan itu ada.

Jadi, ketika Sang Buddha memberikan ramalannya, beliau akan meramalkan hal-hal sesuai dengan sebab dan akibat, dengan berkata, "Lihat, jika anda mengembangkan kebaikan dan kemurahan hati di dalam hidup anda, maka anda akan menjadi kaya." Bukan kaya dengan uang yang melimpah, tetapi kaya akan kebahagiaan. Jika anda memaafkan orang lain, anda akan memiliki banyak teman, dan anda akan memperoleh kedamaian di hati anda. Itulah ramalan. Apa yang Sang Buddha katakan adalah jika anda menempatkan sebab-sebab tsb pada tempatnya, inilah yang akan terjadi. Dan ramalan-ramalan seperti itulah yang suka diberikan oleh Buddhisme. Jika anda murah hati, anda akan memperoleh banyak kebahagiaan.

Saya selalu teringat tentang sumbangan, kebaikan yg pernah saya berikan di kehidupan saya sebagai seorang bhikkhu, dan terutama sebelum saya menjadi bhikkhu. Sesuatu yang sedikit, yang saya berikan. Salah satu pemberian terbesar yang pernah saya berikan, sumbangan untuk vihara, adalah ketika saya masih seorang mahasiswa, seorang mahasiswa yang miskin. Saya pergi mendengarkan ceramah yang diberikan oleh seorang bhiksuni Tibet, dan dia tidak berbicara banyak tentang Buddhisme secara teoritis. Yang dia lakukan adalah menceritakan tentang sebuah panti asuhan yang dia pimpin, yang terletak di sekitar utara India. Saya berpikir betapa mulianya bhiksuni tersebut. Jadi, pada keesokan paginya, saya begitu terinspirasi. Saya pergi ke bank. Saya mengambil 10 pound, saat itu sekitar tahun 1969 atau 1970. Anda mungkin tidak menganggap itu jumlah yg banyak, tetapi bagi saya itu adalah uang jatah makan saya selama dua minggu. Saya menjadi kelaparan dikarenakan sumbangan itu. Saya sungguh menderita secara lahiriah. Namun saya tidak pernah menyesalinya. Itu adalah salah satu sumbangan terbesar yang pernah saya berikan. Saya tidak pernah menyesalinya karena hal itu memberikan kebahagiaan batiniah yg begitu besar kepada saya setiap kali saya mengingatnya. Hal kecil seperti itu, membuktikan kebenaran ramalan Sang Buddha: jika anda berbaik hati kepada seseorang, maka anda akan selalu memperoleh banyak kebahagiaan sebagai imbalannya. Kita menyebutnya investasi yang kecil, keuntungan yang besar. Pasar saham, anda tidak pernah bisa mempercayainya, anda tidak bisa meramalnya. Tetapi hukum karma, kemurahan hati, anda selalu bisa meramalnya. Hanya memaafkan, ketika seseorang menyakiti atau melukai anda. Anda hanya memaafkan mereka. Sungguh menakjubkan bahwa anda bisa meramalkan bagaimana membawa kedamaian dan kerukunan di dunia ini. Terutama bagi dunia anda khususnya. Anda bisa meramalkan bahwa jika anda murah hati dan baik, anda menolong makhluk-makhluk lain, maka makhluk-makhluk lain akan baik dan murah hati terhadap anda. Anda bisa meramalkan hal itu.

Saya menghabiskan kehidupan saya sebagai seorang bhikkhu dengan mencoba berbaik hati dan murah hati dan memberikan apa yg bisa saya berikan. Saya tidak bisa memberikan uang, tetapi paling tidak saya bisa memberikan waktu saya. Dan sebentar lagi saya akan melakukan perjalanan ke luar negeri. Saya tidak begitu membutuhkan asuransi. Asuransi saya adalah karma baik saya. Jika saya jatuh sakit ketika saya berada di Thailand, orang-orang akan berkelahi dan berebut untuk merawat saya. "Tolong datang ke rumah sakit saya." "Tidak, anda sudah ke rumah sakit itu sebelumnya, tolong datang ke tempat saya saja." Sama seperti di London atau di Amerika, begitu banyak orang yang merawat anda. Itulah sebabnya mengapa ketika saya sakit, saya mencoba untuk menyembunyikannya. Bilamana saya jatuh sakit, beraneka ragam jenis obat-obatan akan disodorkan kepada saya. Dan setiap orang berkata, "Saya membawakan obat yg istimewa ini untuk anda Ajahn Brahm, tolong terimalah..." Lalu seseorang yang lain pun datang dan berkata, "Saya membawakan obat yg istimewa ini, tolong ambil yg ini juga..." Dan seseorang yg lain datang, "Tidak, tolong ambil punya saya..." Dan mereka tidak akan pergi sampai saya berjanji untuk menerimanya. Jadi, saya harus mengambil dan memakan semuanya, dan itulah yang membuat saya jadi benar-benar sakit !

Jadi, dengan cara ini kita meramal masa depan, kebaikan dan kemurahan hati, itulah yang bisa kita ramal. Tetapi orang-orang tidak tertarik dengan hal itu. Mereka hanya ingin tahu siapa yang akan memenangkan Piala Melbourne. Mereka ingin tahu bagaimana saham-saham akan bergerak. Mereka ingin tahu apa yang akan terjadi di masa depan, siapa yang akan mereka nikahi, kapan mereka seharusnya melakukan ini dan melakukan itu. Dan tentu saja, itu adalah ramalan dari orang-orang yang bodoh. Jadi tolong, ketika kita membicarakan tentang ramal-meramal, pahamilah ia: ya, kadang-kadang ia benar, tetapi kadang-kadang ia salah. Anda tidak bisa mempercayainya. Jadi anda harus berhati-hati.
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:17:07 AM
Saya tertarik untuk menceritakan sebuah kisah tentang Lima Malaikat, tetapi saya rasa saya sudah sering menceritakannya sebelumnya. Ia ada di buku saya yg berjudul Membuka Pintu Hati. Baiklah, itu adalah sebuah cerita yang bagus tentang apa yg terjadi dengan ramalan-ramalan. Karena ini adalah tentang mimpi yang sempurna. Kadang-kadang anda pernah mengalami mimpi-mimpi yang kelihatannya begitu nyata, dan kadang mereka benar-benar terjadi. Hanya setelah benar-benar terjadi, barulah anda memahami apa makna dari mimpi itu sebenarnya. Ada seorang pria yang tinggal di Perth beberapa tahun yang lalu. Dia bermimpi tentang lima malaikat, dan setiap malaikat mempunyai lima kendi yang terisi penuh dengan emas. Dan malaikat-malaikat itu antri untuk memberikan dua puluh lima kendi penuh emas itu kepada pria tsb. Pemberian yg sungguh berlimpah. Dan begitu dia menerima kendi emas yg terakhir, seperti yg biasanya terjadi pada mimpi-mimpi seperti itu, dia pun terbangun, di kamar tidurnya. Tidak ada satu pun malaikat di kamar tidurnya. Tetapi yg lebih celaka lagi, tidak ada satu pun kendi emas. Itu hanyalah sebuah mimpi. Namun, ketika dia turun ke bawah, secara mengejutkan dia menemukan bahwa istrinya pada pagi itu telah membuatkan lima kue bolu dan lima roti panggang untuknya. Itu agak aneh, ada apa dengan angka keramat lima ini ? Anda bisa menebak apa yg terjadi, ketika dia membaca suratkabar, dia menyadari bahwa hari itu adalah tanggal 5 Mei, dan Mei adalah bulan ke lima. Kadang-kadang anda memiliki semacam pemahaman bahwa ada sesuatu yang berbau mistis di sana. Bahwa sesuatu memang sedang terjadi. Jadi, dia pun melihat ke bagian belakang suratkabar. Pacuan kuda ! Dan seperti anda-anda yg tinggal di daerah ini ketahui, ada sebuah tempat pacuan kuda yang bernama Ascot. Dia memperhatikan: A-S-C-O-T, lima huruf ! Jadi, dia langsung melihat ke pacuan nomor lima. Anda bisa membayangkan betapa terkejutnya dia ketika mengetahui bahwa kuda nomor lima bernama "Lima Malaikat" ! Sekarang, kebetulan-kebetulan seperti itu tidak mungkin bisa terjadi. Jadi, dia permisi keluar kantor pada siang harinya, dia tidak pernah memberitahu istrinya, dia mengambil uang sebesar lima ribu dollar di bank untuk bertaruh angka keberuntungan lima. Dia pergi ke tempat pacuan kuda, dia memilih bandar nomor lima, untuk mempertahankan angka keberuntungan lima, lima ribu dollar, pacuan nomor lima, untuk kemenangan kuda nomor lima, si Lima Malaikat. Itu tidak mungkin suatu kebetulan belaka, ia tidak mungkin salah. Angka keberuntungan lima tidak mungkin bisa salah. Dan ternyata ia memang tidak salah. Karena setelah mencapai garis finish, kuda andalannya berada di urutan ... ke lima.

Seringkali kita mensalahartikan apa yang akan terjadi. Jadi, kadang-kadang kita tidak bisa mempercayai prediksi-prediksi dan ramalan-ramalan seperti itu. Jadi, sumber-sumber ramalan yg didapat dari tukang ramal, paranormal, dari bhikkhu atau apa pun itu, tolong jangan pernah percaya pada mereka. Jangan gantungkan hidup anda pada ramalan-ramalan itu, karena ia tidak pasti. Dan pada akhirnya akan terungkap. Seorang peramal yang hebat, orang seperti Ajahn Chah, akan selalu berkata sejak awal, bahwa hidup adalah tidak pasti. Masa depan itu tidak pasti. Anda tidak bisa meramalnya. Jadi, berhentilah merencanakan dan mengkhawatirkan hal-hal ini. Adalah merupakan seorang peramal yg hebat untuk bisa mengetahui bahwa masa depan itu tidak pasti, karena anda tidak tahu apa yang akan terjadi. Mengagumkan bukan ? Yang artinya anda tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa.

Pada hari Senin, saya akan mulai melakukan perjalanan ke luar negeri. Saya tidak tahu berapa penerbangan yang harus saya jalani. Mungkin 20 atau 30. Jadi, kemungkinan untuk mengalami semacam kecelakaan bagi saya, sebenarnya cukup tinggi. Saya mungkin akan diserang teroris, dan diledakkan di ketinggian 30.000 kaki. Tetapi saya selalu berkata kepada orang-orang tentang tiga keuntungan dengan diledakkan di dalam pesawat pada ketinggian 30.000 kaki. Anda masih ingat ketiga keuntungan tsb ? Yang pertama, anda akan dikremasi seketika itu juga, jadi anda tidak perlu membayar seorang pengurus pemakaman. Yang kedua, perusahaan penerbangan akan memberikan santunan/ganti rugi, asuransi. Jadi, anda sebenarnya dibayar untuk mati. Dan yang ketiga, dengan mati di atas sana, anda kan sudah setengah jalan menuju ke surga.... Jadi, ada banyak sekali keuntungannya.

Mengapa setiap kali kita melihat ramalan, kita selalu berpikir tentang hal-hal negatif yang akan terjadi. Begitu banyak kekhawatiran akan masa depan, ketika kita meramalkan hal-hal terburuk yg akan terjadi pada kita. Itu bukan meramal namanya. Itu seperti phobia pada masa depan. Kita selalu melihat hal-hal buruk yg akan terjadi. Dan cara Buddhisme adalah untuk tidak melihat pada hal-hal buruk yg akan terjadi, tetapi untuk melihat pada hal-hal baik yg mungkin akan terjadi. Saya akan mengakhiri dengan sebuah cerita yang tidak bisa saya tulis di buku saya, karena berhubungan dengan masalah hak cipta. Tetapi saya boleh menceritakannya. Ada sebuah cerita tentang Winny The Pooh. Pada suatu malam Winny The Pooh dan Picklet sedang berjalan di hutan, di tengah hujan badai. Mereka berada jauh dari rumah. Badai menjadi semakin hebat. Ranting-ranting berjatuhan, dan kemudian pohon-pohon tercerabut dari tanah oleh angin topan. Dan mereka sangat takut. Pada suatu ketika, pada saat badai mengalami puncaknya, si kecil Picklet, sahabat Winny The Pooh, begitu takutnya sampai-sampai dia tidak bisa berjalan lagi. Dia memandang Winny The Pooh dan berkata, "Saya tidak bisa berjalan lagi. Saya sangat takut. Apa yg akan terjadi jika pohonnya jatuh, ketika kita berada di bawahnya?" Dan itu adalah suatu kemungkinan yang nyata. Untuk beberapa saat, bahkan Winny The Pooh sendiri juga takut. Tetapi dia memiliki kebijaksanaan. Dan dia menjawab, "Apa yang akan terjadi jika pohonnya tidak jatuh menimpa kita ketika kita berada di bawahnya ?" Dan itulah akhir dari rasa takut. Ketika kita meramalkan masa depan, mengapa kita selalu berpikir tentang hal-hal buruk yg akan terjadi ? Mengapa kita selalu khawatir tentang kegagalan ? Mengapa kita tidak bisa meramalkan masa depan ? Karena ia tidak pasti. Jadi, mengapa kita tidak meramal dengan cara yang positif ? Bukan pada hal-hal buruk yang akan terjadi, tetapi pada hal-hal baik yang akan terjadi. Jadi, jika anda akan menikah, daripada memikirkan tentang hal-hal buruk yg mungkin terjadi, bagaimana kalau berpikir tentang hal-hal baik yg mungkin terjadi.

Pada hari Minggu, Ajahn Vayama melakukan upacara Kathina. Terakhir saya membaca di suratkabar, hari itu akan turun hujan. Lalu, apa yang akan terjadi jika hujan turun ? Saya akan bilang, apa yang akan terjadi jika hujan tidak turun ? Dan anda pun bisa tidur dengan nyenyak. Jadi, selama ini kita terlalu khawatir tentang masa depan karena kita menambahkan hal-hal yg negatif di dalam ramalan kita. Dan meramal masa depan, penglihatan jernih yg sebenarnya, adalah memahami masa depan. Ya, ia tidak pasti, seperti yg diramalkan Ajahn Chah. Akan selalu ada ketidakpastian di sana. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Jadi, jika anda akan merencanakan masa depan, memikirkan tentang masa depan, karena ia tidak pasti, mengapa anda tidak berpikir dengan cara yang positif saja ? Dan inilah yang aneh. Jika anda berpikir dengan positif, hal-hal itu biasanya benar-benar terjadi. Kita melakukan upacara Kathina pada hari Minggu yang lalu di Vihara Bodhinyana. Apakah anda memperhatikan ? Hari Kamis, hujan turun. Jumat, hujan. Sabtu, hujan. Hari Minggu, ketika kita melakukan upacara Kathina, adalah hari yang sangat cerah. Lalu, Senin hujan, Selasa hujan, Rabu juga hujan. Hal-hal yg aneh terjadi, bukan ? Ketika hujan turun selama satu atau dua minggu, kita mengalami satu hari yang cerah. Dan itu adalah hari ketika kita melakukan upacara Kathina. Anda pikir mengapa itu bisa terjadi ? Apakah itu sebuah ramalan ? Atau hanya pikiran yang positif saja ? Daripada khawatir akan apa yg akan terjadi jika hujan turun, kita berpikir apa yg akan terjadi jika hujan tidak turun. Dan memang itulah yang terjadi.

Sekarang anda sudah memahami, bukan meramalkan masa depan, tetapi menciptakan masa depan. Membuatnya terjadi. Jadi, jika anda menjalani pemeriksaan biopsi minggu depan, dan anda akan berpikir, "Bagaimana jika saya mengidap kanker ?" Jika anda berpikir seperti itu, kadang-kadang anda akan mendapatkannya. Kekhawatiran adalah salah satu penyebab terbesar dari kanker, anda tahu itu ? Tetapi jika anda berpikir, "Bagaimana jika saya tidak mengidap kanker ?" maka anda memperluas kesempatan anda untuk tidak mendapatkannya. Mengertikah anda ? Kita yg menciptakan masa depan, bukan kehidupan. Jadi kita berbicara mengenai meramal masa depan. Ini artinya melihat secara jelas, dan ia juga melihat secara positif, karena ia benar-benar membuat anda kaya dan sehat, aman dan bahagia. Dan bukankah hal itu yg benar-benar kita harapkan dari sebuah ramalan pada awalnya ? Tetapi anda tidak akan mendapatkannya dengan cara diberitahu tentang apa yg akan terjadi. Anda mendapatkannya dengan cara mendengarkan hal-hal seperti Dhamma, yang menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi di dalam urusan ramal-meramal ini. Ketidakpastian. Anda adalah sang pencipta, anda bisa mengubah segala sesuatunya. Jadi, daripada khawatir atau cemas tentang apa yg dikatakan seseorang, anda mengambil alih tanggungjawab, anda mengambil alih kemudi, lalu pergi dan melakukannya. Dan itu adalah penglihatan yg sebenarnya, apa yg sebenarnya dimaksud dengan meramal masa depan. Jadi, saya harap anda menikmati pembicaraan hari ini tentang meramal masa depan.

Terima kasih banyak. ********

Sumber : "Clairvoyance"
- The Buddhist Society Of Western Australia (http://www.bswa.org)
- Milis Samaggi-Phala (samaggiphala [at] yahoogroups.com)
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:20:36 AM
Berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha

Oleh : Ajahn Brahm



Cerita dari tradisi Hindu berikut ini telah saya adaptasikan sehingga menjadi bernuansa Buddhis.

Ada seorang pengusaha kaya yang selalu sibuk mengurusi bisnisnya. Dia sangat egois dan kikir serta tidak pernah mau menolong orang lain. Pada suatu hari, ketika dia sedang berkunjung ke sebuah desa untuk menagih hutang dari pelanggannya, tanpa sengaja dia melewati sebuah vihara. Tampak seorang bhikkhu sedang memberikan khotbah Dhamma pada sekelompok umat awam. Si pengusaha pun berhenti sejenak untuk mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh bhikkhu. "Saudara-saudara sekalian, hidup ini tidak kekal. Setiap orang, termasuk saya dan anda semua, pada akhirnya akan mati dan meninggalkan seluruh harta kekayaan kita, bahkan tubuh kita ini juga. Jadi mulai saat ini berlindunglah pada Buddha, Dhamma dan Sangha, yakni dengan berusaha mengendalikan diri untuk tidak berbuat jahat, memperbanyak berbuat kebajikan dan mempraktekkan kedermawanan, serta rajin berlatih meditasi untuk mengkondisikan pikiran agar ketika tiba saatnya kita meninggalkan tubuh ini, pikiran kita akan tetap murni dan jernih sehingga kita bisa dilahirkan kembali di alam kehidupan yang lebih baik." Mendengar ucapan sang bhikkhu, si pengusaha pun terpana. Dia merasa cemas setelah mendengar kata-kata bhikkhu tersebut. "Wah gawat! Berarti pada saat aku mati nanti, jika pikiranku masih sama seperti sekarang ini, pasti aku bakal dilahirkan kembali di neraka! Tidak bisa! Aku harus mensucikan pikiranku mulai saat ini juga!" katanya di dalam hati. "Tetapi bagaimana mungkin? Mendermakan hartaku, yang aku peroleh dengan susah payah selama ini, kepada vihara atau orang lain? Enak saja! Atau bermeditasi setiap hari di vihara? Lalu siapa yang akan menjalankan bisnisku yang sedang berkembang pesat itu?" gerutunya lagi. Dia begitu risau dan berusaha mencari jalan keluarnya. Namun kerisauannya itu tidak berlangsung lama. Dengan pengalamannya sebagai seorang pengusaha ulung, dia pun memutuskan untuk mencoba "mengakali sistem". Dan dengan penuh percaya diri, dia pun kembali ke rumahnya.

Beberapa tahun kemudian, isteri pengusaha tersebut pun hamil dan melahirkan anak pertama mereka. Si pengusaha menamakan anaknya "Buddha". Dan setahun kemudian, anak keduanya pun lahir dan dia namakan "Dhamma", dan seterusnya di tahun berikutnya lahirlah anak ketiga yang dia beri nama "Sangha". Sambil tersenyum dia berkata, "Akhirnya aku memiliki anak-anak yang bernama Buddha, Dhamma, dan Sangha. Dan seperti yang dibilang bhikkhu itu tempo hari, kalau aku bisa mengingat Buddha, Dhamma dan Sangha pada saat ajalku tiba, maka aku akan dilahirkan di alam yang lebih baik. Dan aku pasti bisa mengingatnya, karena ketiga anakku akan berada di sisiku pada saat itu. Dan yang terpenting lagi, aku tidak perlu menyumbangkan hartaku atau bermeditasi, hihihi."

Tahun demi tahun berlalu, dan ketika anak-anaknya sudah dewasa, si pengusaha yang sudah tua renta pun akhirnya jatuh sakit. Menyadari bahwa ajalnya sudah hampir tiba, dia memanggil ketiga orang anaknya untuk mendampinginya di saat-saat terakhir. Dengan suara yang lemah, dia berkata," Anak-anakku, aku akan segera meninggalkan kalian. Biarkan aku memanggil nama kalian satu persatu untuk terakhir kalinya supaya aku bisa pergi ke surga. Oh Buddha, Dhamma, Sangha." Setelah memanggil nama ketiga anaknya tersebut, dia pun tersenyum puas karena dia yakin telah mengingat Buddha, Dhamma dan Sangha dengan baik. Sambil memejamkan matanya, dia menanti saat-saat kematiannya tiba. Namun beberapa saat kemudian, tiba-tiba dia membuka matanya kembali dan berteriak, "Hei, sekarang kalian bertiga semua ada di sini, lalu siapa yang menjaga toko dan gudang kita ?" Dan tepat pada saat itu pula, dia meninggal dunia.


Kondisi pikiran terakhir kita tidak bisa ditentukan secara instan dengan "mengakali sistem" seperti itu, melainkan tergantung pada apa yang telah kita pikirkan dan kerjakan sepanjang hidup kita. ********

Sumber : "Laughing All The Way To Nibbana"
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:22:25 AM
Law of Karma

Ajahn Brahm
Sunday, 12 September 2004

Kebanyakan orang Barat salah mengerti tentang hukum karma. Secara keliru mereka beranggapan bahwa hukum karma adalah fatalisme (doktrin yang beranggapan bahwa semua sudah ditentukan oleh takdir dan tak bisa dirubah), dimana seseorang ditakdirkan untuk menderita atas kejahatan yang tak diketahui pada kehidupan lampau yang telah terlupakan. Itu tidaklah benar, seperti yang akan diceritakan berikut ini.

Dua orang wanita membuat kue.

Wanita pertama memiliki bahan-bahan yang menyedihkan. Tepung putih tua yang sudah berlumut, sehingga gumpalan-gumpalan hijaunya harus dibuangi terlebih dahulu. Mentega yang diperkaya kolesterol yang sudah agak masam. Dia harus menyisihkan bongkahan-bongkahan berwarna coklat dari gula pasirnya (karena seseorang memakai sendok bekas mengaduk kopi) dan satu-satunya buah yang dipakainya adalah kismis purba, sekeras uranium bekas. Dan dapurnya bergaya “pra-perang dunia”. Adapun mengenai perang dunia yang mana masih perlu diselidiki lebih lanjut.

Wanita kedua memiliki bahan-bahan terbaik. Tepung whole-wheat hasil cocok tanam organik, dijamin bukan hasil rekayasa genetik. Dia mempunyai margarine bebas kolesterol, gula pasir dan buah-buahan segar langsung dari kebun sendiri. Dan dapurnya adalah dapur paling mutakhir, dengan segala peralatan super modern.

Wanita yang manakah yang membuat kue yang paling enak?

Seringkali bukan orang yang memiliki bahan-bahan terbaik yang bisa membuat kue terbaik, namun ini merupakan masalah ketrampilan membikin kue daripada sekadar bahan-bahannya. Kadang-kadang orang dengan bahan-bahan yang menyedihkan mengerahkan segala usaha, perhatian dan cintanya untuk memanggang kuenya sehingga menghasilkan kue yang lezat. Itulah yang kita lakukan dengan bahan-bahan yang ada.

Saya mempunyai beberapa teman yang memiliki “bahan-bahan” yang menyedihkan dalam hidupnya: mereka lahir dalam kemiskinan, korban kekerasan terhadap anak, tidak pintar di sekolah, mungkin cacat dan tidak atletis. Tapi beberapa karakteristik yang dimilikinya “dipanggang” dengan begitu baik, sehingga menghasilkan kue yang begitu mengagumkan. Saya sangat mengagumi mereka. Dapatkah anda mengenali orang-orang seperti itu?

Saya juga mempunyai beberapa teman yang memiliki bahan-bahan terbaik untuk mengisi hidup mereka. Keluarga yang berkecukupan dan saling mencinta, mereka cerdas di sekolahan, berbakat dalam olahraga, berpenampilan menarik dan popular, namun mereka menyia-nyiakan masa mudanya dengan obat-obatan terlarang atau alkohol. Dapatkah anda mengenali orang-orang seperti itu?

Setengah dari karma adalah bahan-bahan yang kita miliki. Setengah sisanya, bagian yang paling menentukan, adalah apa yang kita lakukan dengan bahan-bahan tersebut dalam hidup ini.
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:26:09 AM
Who's reading Ajahn Brahm's book? A very mixed crowd - Germans, Chinese, Thais, any number of people literate in the eight languages into which his book has been translated. Executives, students, psychologists, even Christian chaplains.

"Last month, a Catholic priest in Adelaide phoned me especially to thank me for the book because he uses it in his chaplaincy work," Ajahn Brahm says, sounding both delighted and a bit amazed. "When you get praise from Christians, you think, wow, this book is actually making those bridges between different religions."

With his knack for presenting Buddhist teachings without being too "Buddhisty" - conveying their wisdom in universally relevant ways - he makes a skilful bridge-builder (if an imperfect bricklayer).

Whether travelling around the world giving talks or based at his monastery in Australia, where only two per cent of the population is Buddhist, Ajahn Brahm is actively involved in interfaith dialogue, although he would rather not use the term "dialogue".

"It's friendship, actually," he says.

He tells of a particularly close friendship he has with the Catholic abbot of a Benedictine monastery just north of Perth. Both being entertaining speakers, they regularly do public talks together as "The Two Abbots", a sort of two-man spiritual-comedy act.

The concept is catchy, but also inspiring. "People see a Buddhist abbot and a Catholic abbot sitting together, talking about similar things, and being obviously friends. And they love it."

The two abbots' close friendship also makes it possible to have that "interfaith dialogue" more effectively. Ajahn Brahm observes that at many interfaith gatherings, one has to "tread on eggshells" out of fear of causing offence.

"But our friendship has gone way beyond that now. We know each other well enough that we're not afraid to disagree. He can say whatever he likes. He's my friend and I refuse to be offended.

"He can say, 'I don't believe in reincarnation!' And I can say, 'I don't believe in God!' And we both win, because we know exactly what we mean," he says with a laugh.

Debates about God's existence aside, another sticking point some Buddhists - particularly orthodox Theravadans - may have in truly respecting other religions is their belief that the only way to achieve ultimate liberation is through the practice of insight meditation, which is not found in other religions.

When this point is raised, Ajahm Brahm immediately responds, "That's called conceit."

He then goes on to quote an inarguable authority - the Lord Buddha. "Once the Buddha was asked that question - 'Can you become enlightened in other traditions?' And he gave this beautiful answer: 'Wherever there's an eightfold path, wherever you practise a bit of meditation, some virtue, some wisdom, there you'll find people becoming enlightened."'

Still, that watch-word "meditation" was mentioned, was it not? Yes, but Ajahn Brahm is keen to demystify "meditation". Many times in his talks, he emphasizes that there is nothing magical or esoteric about it. Meditation is simply stilling the mind. "It's a fundamental freedom of all human beings." He likens it to getting out of a speeding car and walking. When you're riding in the car, you can only see the world whizzing by through the window, the details blurred. Once you slow down, once you still the mind, you can see more clearly.

Buddhism has no monopoly on meditation. He points out that meditation is so popular nowadays that there are meditation groups in Christian and other faiths, so non-Buddhists can practise it within a tradition they're comfortable with.

Nor does Buddhism, or any religion, have a monopoly on truth.

"Now, you can actually bottle water and sell it. But you can't bottle truth and sell it. Religions try to do that. [They say] 'We're the only ones who've got the truth. So we've got the franchise, and no one else can sell it."'

Just as water is the same, no matter what bottle it's in (and no matter what those clever marketers say), so truth is the same, no matter what religious container it's in - love, peace, harmony, forgiveness, freedom.

Making that distinction between the containers and the contents is the key to avoiding inter-religious strife, he says. So much conflict is instigated when others attack one's own containers - the symbols, texts, icons of one's religion. But one need not get upset if one can remember that they are just symbols, and focus on maintaining the contents, the teachings.

"When the Taliban destroyed the Bamyan Buddha statues, Buddhists did not allow themselves to seek revenge, because that would, in fact, mean the Taliban had succeeded not only in destroying the containers, but also the contents."

Similarly, he says, "A Muslim might say, 'I don't like those cartoons [referring to the controversy over offensive caricatures drawn of the Prophet Muhammad], but it's more important that we're friends. Forgiven.' Wouldn't it be wonderful if that happened?"

Following an incident where US soldiers allegedly flushed a copy of the Koran down a toilet, Ajahn Brahm was asked what he would do if someone flushed a Buddhist holy book down a toilet.

"Call a plumber."
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:26:37 AM
Surga dan Neraka

Oleh : Ajahn Brahm


Ada sebuah cerita tentang seorang pendekar samurai yang ingin mengetahui apa pandangan Buddhisme tentang surga dan neraka, apakah surga dan neraka itu benar-benar ada atau tidak. Dia sudah berkelana ke mana-mana mencari jawabannya, tetapi tidak ada seorang pun yang bisa memberikan jawaban yang memuaskan dirinya.

Tetapi pada suatu hari, dia bertemu dengan seorang rahib tua. Pendekar ini berkata, "Rahib, saya sudah bertanya kepada begitu banyak orang tentang hal ini, tetapi saya belum menemukan jawaban yang memuaskan saya. Saya ingin bertanya kepada anda, apakah surga dan neraka itu benar-benar ada ?" "Jika anda benar-benar mengetahuinya, tolong jawablah. Tetapi jika anda tidak tahu, jangan buang-buang waktu saya, bilang saja anda tidak tahu !" ujar pendekar itu lagi. Lalu rahib tua ini memandang wajah si pendekar dan berkata, "Kamu itu terlalu bodoh untuk bisa memahaminya !" Si pendekar pun menjawab, "Saya tidak bodoh, karena saya adalah seorang pendekar samurai ! Saya tidak hanya berlatih ilmu bela diri saja, tetapi saya juga berlatih meditasi dan mengembangkan kepribadian yang luhur. Jadi sekali lagi saya tidak bodoh, karena saya adalah seorang pendekar samurai !"

Sang rahib kemudian memandangi si pendekar itu lagi dan sambil tersenyum mengejek dia berkata, "Hihihi, kamu, samurai ? Jangan mengada-ada, kamu itu cuma seorang yang bodoh, seorang pemuda kampung. Tidak lebih !" Si pendekar pun tidak bisa menahan amarahnya lagi dan berteriak, "Sudah dua kali kamu melecehkan saya !" Dan sambil menghunus pedang samurainya, dia berkata, "Hei rahib tua, saya peringatkan jika sekali lagi kamu menghina saya, saya akan memenggal kepalamu dengan sekali tebas, tidak perduli siapa pun kamu!" "Coba saja kalau bisa, dasar bodoh tengik tidak tahu diri ! Kamu bahkan takkan bisa memotong roti dengan pedangmu itu !" ejek si rahib tua ini lagi.

Dan itu sudah lebih dari cukup. Si pendekar samurai sudah dihina sebanyak tiga kali. Dan kemudian dengan berapi-api dia mengangkat pedangnya dan mengayunkannya ke arah sang rahib. Dan tepat ketika ujung pedangnya hampir menyentuh lehernya, seketika itu juga sang rahib melihat tepat ke mata si pendekar dan berkata, "Pendekar, itulah yang disebut neraka." Si pendekar pun terpana untuk beberapa saat, sebelum akhirnya dia tersadar. Dia akhirnya memahami maksud dari kata-kata sang rahib, bahwa kemarahanlah yg bisa menggambarkan seperti apa sebenarnya neraka itu. Jawaban yg selama ini dia cari-cari telah dia temukan. Dia begitu bahagia dan kagum kepada rahib tua tersebut. Sambil meneteskan air mata, dia pun meletakkan pedangnya dan berlutut di hadapan rahib itu sebagai ungkapan hormat dan rasa terima kasihnya. Melihat hal ini, sang rahib kemudian berkata, "Dan sekarang pendekar, inilah yang dinamakan surga...." *******
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:27:43 AM
Positive Forgiveness... mengubah hidupnya menjadi berarti

Saya tahu anda berpikir bahwa kalau kita memberikan maaf dalam kehidupan nyata, kita hanya akan dimanfaatkan oleh orang lain. Orang lain akan melangkahi kita, mereka akan berpikir bahwa kita lemah. Saya setuju. Pemberian maaf seperti itu jarang bisa berhasil. Seperti kata orang, ‘dia yang memberikan pipi sebelahnya, harus pergi ke dokter gigi dua kali, bukannya sekali!’.

Saya menyebut pemberian maaf seperti itu dengan ‘positive forgiveness’. ‘Positive’ berarti memberikan dukungan positif pada hal-hal baik yang ingin kita lihat. ‘Forgiveness’ berarti melepaskan hal-hal buruk yang menjadi bagian dari masalah –bukan memperdalam ataupun mengingat-ingatnya, melainkan moving on. Contohnya, dalam sebuah kebun, memberi air pada tanaman liar adalah seperti menyuburkan masalah; tidak memberi air sama sekali adalah seperti hanya mempraktekkan pemberiaan maaf; dan memberi air kepada bunga tapi tidak kepada tanaman liar menggambarkan ‘positive forgiveness’.

Sekitar 10 tahun yang lalu, dalam suatu acara Jumat malam di Perth, seorang wanita datang kepada saya. Saya ingat, dia telah secara rutin hadir setiap acara Jumat mingguan, tapi ini pertama kalinya dia berbicara langsung kepada saya. Dia mengatakan bahwa dia ingin mengucapkan terima kasih, bukan hanya kepada saya, tapi juga kepada semua bhikkhu yang mengajar di sana. Lalu dia mulai menjelaskan mengapa. Dia mulai datang ke vihara kami 7 tahun silam. Saat itu, dia tidaklah tertarik pada Buddha Dhamma ataupun meditasi. Alasan utamanya ke vihara sekadar alasan untuk meninggalkan rumah.

Dia mempunyai suami yang brutal. Dia adalah seorang korban kekerasan domestik yang luar biasa. Pada saat itu, dukungan lembaga-lembaga belumlah ada untuk menolong korban kekerasan seperti itu. Dalam sebuah luapan emosi, dia tidak bisa berpikir jernih, pokoknya lari selamanya dari sana. Jadi dia datang ke vihara, dengan pikiran bahwa selama 2 jam di vihara, berarti 2 jam dia bebas dari kekerasan.

Apa yang didengarnya dari vihara kami mengubah hidupnya. Dia mendengar dari bhikkhu-bhikkhu mengenai positive forgiveness. Dia memutuskan untuk mencoba ke suaminya. Dia bercerita bahwa setiap kali suaminya memukul, dia memaafkannya dan melupakannya. Bagaimana dia bisa melakukannya, hanya dia yang tahu. Lalu setiap kali sang suami melakukan atau mengatakan sesuatu yang baik, bagaimanapun kecilnya, saat itu juga dia akan memeluknya atau mencium ataupun memberikan tanda-tanda untuk mengisyaratkan kepada sang suami betapa berarti kebaikan tersebut baginya. Dia sama sekali tidak berpura-pura, melainkan tulus, setulus-tulusnya.

Dia menghembuskan nafas dan berkata kepada saya bahwa dia melakukannya selama 7 tahun. Pada saat itu matanya sudah berkaca-kaca dan demikian pula dengan saya. "Selama 7 tahun…", katanya, "dan sekarang anda tidak akan dapat mengenali pria itu lagi. Dia berubah total. Sekarang, kami mempunyai hubungan yang berharga dan saling mencintai dan dua orang anak yang lucu." Wajahnya terlihat bersinar. Saya rasanya hendak berlutut dihadapannya. "Anda lihat tempat duduk itu?" katanya, menunjukkan kepada saya, "Dia membuat tempat duduk kayu buat bermeditasi itu untuk saya minggu ini sebagai surprise… Andai saja itu terjadi 7 tahun yang lalu, dia hanya akan menggunakannya untuk memukul saya!" Tenggorokan saya yang tersumbat menjadi lega bersamaan dengan tawa kami berdua.

Saya mengagumi wanita itu. Dia meraih dan memenangkan kebahagiaannya, menurut saya, dari kecemerlangan kualitas dirinya. Dan dia telah mengubah seorang monster menjadi seorang pria yang care. Dia menolong diri sendiri sekaligus suaminya, sungguh mengagumkan.

Itu adalah contoh ekstrim dari positive forgiveness, keberhasilan dari usaha yang luar biasa. Namun, itu telah menunjukkan apa yang bisa dicapai saat pemberian maaf dipadukan dengan pemberian dukungan pada hal-hal yang baik.
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:28:10 AM
 Bukalah pintu hatimu... teman

Beberapa abad yang silam, tujuh orang bhikkhu tinggal di sebuah gua di sebuah rimba di suatu tempat di Asia, bermeditasi pada jenis cinta kasih tak berkondisi yang saya kisahkan di cerita sebelumnya.Ada seorang bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya dan sahabat baiknya. Yang keempat adalah seorang lawan bhikkhu kepala: mereka tidak bisa pernah akur. Bhikkhu yang kelima adalah seorang bhikkhu yang sangat tua, begitu tuanya sampai-sampai mungkin akan meninggal dalam beberapa tahun lagi. Yang keenam sakit berat –bisa saja meninggal kapan pun. Dan yang terakhir, ketujuh, adalah bhikkhu yang tidak berguna.

Dia mendengkur saat dia seharusnya bermeditasi, tidak bisa mengingat paritta dan kalaupun kebetulan ingat, dia mengucapkannya dengan nada sumbang. Dia juga tidak bisa mengatur jubahnya dengan pantas. Namun yang lain-lain semuanya membiarkannya saja dan berterimakasih kepadanya karena telah mengajarkan mereka cara bersabar.

Suatu hari, segerombolan penjahat menemukan gua tersebut. Gua itu sangat terpencil, sangat tersembunyi, sehingga mereka ingin mengambil alih gua tersebut untuk dijadikan markas. Jadi mereka berniat untuk membunuh semua bhikkhu tersebut. Namun, bhikkhu kepala sangat fasih berbicara untuk meyakinkan orang. Dia akhirnya bisa –jangan tanya saya caranya- membujuk gerombolan penjahat untuk membiarkan bhikkhu-bhikkhu itu pergi, kecuali satu orang, yang akan dibunuh sebagai peringatan kepada bhikkhu-bhikkhu yang lain untuk tidak mengatakan lokasi gua kepada seorangpun. Hanya itulah yang terbaik yang bisa dilakukan si bhikkhu kepala.

Bhikkhu kepala berpikir sendirian selama beberapa menit untuk membuat keputusan yang menyedihkan mengenai siapa yang seharusnya dikorbankan, sehingga yang lainnya semua bisa bebas pergi.

Sewaktu saya menceritakan kisah ini di publik, saya berhenti sebentar bertanya kepada pemirsa, “Baiklah, menurut kalian, siapakah yang akan dipilih bhikkhu kepala?”. Pertanyaan ini biasanya bisa menyegarkan pemirsa yang terkantuk-kantuk dalam kotbah saya dan membangunkan mereka yang sudah tertidur. Saya mengingatkan mereka bahwa ada bhikkhu kepala, saudara laki-laki, sahabat baik, lawan, bhikkhu tua, si sakit (dua-duanya sudah mau mati) dan bhikkhu yang tidak berguna. Menurut anda, siapa yang akan terpilih?

Beberapa orang memilih si lawan. “Bukan,” saya jawab.

“Saudara laki-lakinya?”

“Salah.”

Bhikkhu yang tak berguna selalu disebutkan –betapa kejamnya kita! Setelah saya cukup menikmati jawaban-jawaban itu, saya beberkan jawabnya: bhikkhu kepala tidak bisa memilih.

Cinta kasihnya kepada saudaranya persis sebesar, tidak lebih dan tidak kurang, cinta kasihnya kepada sahabat baiknya, dan juga persis sama besarnya dengan cinta kasihnya terhadap lawannya, kepada bhikkhu tua, si sakit bahkan kepada bhikkhu yang tak berguna itu. Dia telah menyempurnakan arti kata-kata: pintu hati saya akan selalu terbuka untukmu, apapun yang kamu lakukan, siapapun kamu.

Pintu hati si bhikkhu kepala terbuka lebar untuk semua, tanpa kondisi, tidak membeda-bedakan, cinta kasih yang mengalir bebas. Dan yang paling penting, cinta kasihnya kepada orang lain sama besarnya dengan cinta kasihnya kepada diri sendiri. Pintu hatinya juga terbuka untuk dirinya sendiri. Itulah mengapa dia tidak bisa memilih antara dirinya sendiri dan yang lain-lain.

Saya mengingatkan ajaran Judeo-Christian di dalam diri pemirsa saya bahwa buku mereka mengajarkan untuk “cintai tetanggamu seperti dirimu sendiri”. Tidak lebih dari dirimu sendiri dan tidak kurang dari dirimu sendiri, namun sama besarnya dengan dirimu sendiri. Itu berarti memperlakukan orang lain seperti halnya diri sendiri dan diri sendiri seperti halnya orang lain.

Mengapa kebanyakan pemirsa saya berpikir bahwa bhikkhu kepala akan mengorbankan diri dan memilih dirinya sendiri untuk dibunuh? Mengapa, dalam budaya kita, kita selalu mengorbankan diri sendiri untuk orang lain dan menganggap ini untuk kebaikan? Mengapa kita kadang-kadang menuntut lebih, lebih kritis dan menghukum diri sendiri lebih daripada siapa pun? Semuanya untuk satu alasan: kita belum belajar bagaimana untuk mencintai diri sendiri. Bila anda merasa sulit untuk berkata kepada orang lain: “pintu hatiku terbuka untukmu, apapun yang kau lakukan,” maka akan jauh lebih sulit untuk berkata kepada diri sendiri, “Aku. Orang yang sangat dekat, sejauh yang bisa saya ingat. Saya sendiri. Pintu hatiku akan selalu terbuka untuk diriku sendiri. Tidak perduli apa yang telah saya lakukan. Masuklah.”

Itulah yang saya maksudkan dengan mencintai diri kita sendiri: yang dinamakan pemberian maaf. Melangkah keluar dari penjara rasa bersalah; berdamai dengan diri sendiri. Dan jika anda mendapatkan keberanian untuk mengatakan kata-kata itu kepada diri anda sendiri, dengan sejujurnya, dalam hati anda yang dalam, maka anda akan menyongsong ke depan, bukan mundur, untuk menemukan cinta kasih yang menakjubkan. Suatu hari, kita semua harus mengatakan kata-kata itu atau yang sejenis, kepada diri kita sendiri, dengan kejujuran, bukan main-main. Saat kita melakukannya, sama halnya seperti memanggil pulang bagian dari diri kita yang telah lama terpisah dan membeku di luar. Kita merasa penuh, utuh, siap dan bebas untuk berbahagia. Hanya saat kita bisa mencintai diri sendiri dengan cara begitu, kita mengerti untuk mencintai orang lain, tidak lebih dan tidak kurang.

Dan harap diingat, anda tidak perlu menjadi sempurna terlebih dahulu, tanpa kesalahan, untuk memberikan cinta kepada diri anda sendiri. Jika anda harus menunggu kesempurnaan, itu tidak akan tiba. Kita harus membuka pintu hati kita kepada diri kita sendiri, apapun yang telah kita lakukan. Sekali kita berada di dalam, maka kita telah sempurna.

Orang sering bertanya kepada saya, apa yang terjadi kepada tujuh bhikkhu tersebut sewaktu bhikkhu kepala mengatakan para penjahat bahwa dia tidak bisa memilih.

Kisah ini, seperti yang saya dengar beberapa tahun silam, tidak mengatakan: ceritanya berhenti di tempat saya menyelesaikannya. Tapi saya tahu apa yang terjadi kemudian; saya berpikir apa yang seharusnya terjadi. Ketika bhikkhu kepala menjelaskan kepada para penjahat mengapa dia tidak bisa memilih antara dirinya sendiri dan orang lain, dan menceritakan arti cinta kasih dan pemberian maaf seperti yang telah saya lakukan tadi, maka semua penjahat menjadi sangat terkesan dan terinspirasi sehingga tidak hanya mereka melepaskan semua bhikkhu, namun mereka juga bertobat dan menjadi bhikkhu!

Dari buku "Opening the Door of Your Heart"
Ajahn Brahm
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:28:43 AM
Beruntungnya mereka, Malangnya saya... atau Beruntungnya saya, malangnya mereka...
Poor me, lucky them...

Kehidupan bhikkhu junior di Thailand rasanya tidaklah adil. Bhikkhu senior mendapatkan makanan terbaik, duduk di tempat paling empuk dan tidak perlu kerja mengangkut-angkut apapun. Makanan hari ini (bhikkhu hutan hanya makan sekali sehari) tidak mengundang selera; saya harus duduk berjam-jam dalam sebuah acara di semen yang keras (dan juga tidak rata, karena penduduk tidak begitu pandai dalam menyemen); dan kadang-kadang saya harus bekerja keras. Malangnya saya; beruntungnya mereka.

Saya menghabiskan waktu yang lama dan tidak menyenangkan untuk memikirkan keluhan saya. Bhikkhu senior mungkin sudah tercerahkan, jadi makanan enak merupakan kesia-siaan, seharusnya sayalah yang mendapatkan makanan terbaik. Bhikkhu senior sudah terbiasa duduk bersila di lantai yang keras selama bertahun-tahun, karena itu sayalah yang seharusnya duduk di tempat yang empuk. Lagipula, bhikkhu senior gemuk-gemuk karena makan makanan yang enak-enak, jadi sudah memiliki ‘bantalan alam’ sendiri. Bhikkhu senior hanya ngomong bhikkhu junior harus kerja, tapi tak pernah kerja sendiri, jadi bagaimana mereka bisa mengerti betapa panas dan melelahkannya mendorong kereta dorong itu? Proyek itu adalah ide mereka, jadi seharusnya merekalah yang bekerja! Malangnya saya; beruntungnya mereka.

Ketika saya sudah menjadi bhikkhu senior, saya makan makanan terbaik, duduk di tempat yang empuk dan hanya sedikit bekerja fisik. Namun, ternyata saya malah iri kepada bhikkhu junior. Mereka tidak perlu memberikan ceramah, tidak perlu mendengarkan keluhan umat, problem sehari-hari mereka dan tidak perlu menghabiskan waktu berjam-jam untuk urusan administrasi. Mereka tidak perlu bertanggung-jawab dan mereka memiliki begitu banyak waktu luang. Saya jadi berpikir, ‘Malangnya saya; beruntungnya mereka!’

Segera saya tersadar. Bhikkhu junior memiliki ‘penderitaan bhikkhu junior’. Bhikkhu senior memiliki ‘penderitaan bhikkhu senior’. Sewaktu saya menjadi bhikkhu senior, saya hanyalah mengganti satu bentuk penderitaan ke bentuk lain.

Seperti itu jugalah berlaku pada orang-orang yang masih single (baca: jomblo) yang iri kepada mereka yang sudah menikah, dan mereka yang sudah menikah iri kepada yang masih single. Dari sini kita mengerti, sewaktu kita menikah, kita hanyalah mengganti ‘penderitaan orang single’ dengan ‘penderitaan orang menikah’. Sewaktu kita bercerai, kita hanyalah mengganti ‘penderitaan orang menikah’ dengan ‘penderitaan orang single’. Malangnya saya; beruntungnya mereka.

Sewaktu kita miskin, kita iri kepada mereka yang kaya. Namun, banyak orang kaya yang iri kepada persahabatan tulus dan waktu luang yang dimiliki oleh mereka yang miskin. Menjadi kaya hanyalah mengganti ‘penderitaan orang miskin’ dengan ‘penderitaan orang kaya’. Pensiun dan penurunan penghasilan hanyalah mengganti ‘penderitaan orang kaya’ dengan ‘penderitaan orang miskin’. Begitu seterusnya… Malangnya saya; beruntungnya mereka.

Dengan berpikir anda akan bahagia kalau sudah menjadi sesuatu yang lain hanyalah khayalan. Menjadi sesuatu yang lain hanyalah mengganti satu bentuk penderitaan dengan bentuk yang lain. Tapi saat anda puas dan berdamai terhadap apapun adanya anda, junior ataupun senior, menikah ataupun jomblo, kaya ataupun miskin, maka anda bebas dari penderitaan. Beruntungnya saya; malangnya mereka…
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:29:34 AM
Saya bisa saja memberitahukan anda apa yang dimaksud dengan "menjalani kehidupan yang berarti" itu, tetapi itu hanya akan menambah satu lagi filosofi ke dalam kebingungan ilmu pengetahuan spiritual yang mungkin saja telah membebani anda selama ini. Salah satu keindahan dari Buddhisme adalah bahwa ia tidak mengatakan kepada anda apa yang harus anda percayai, tetapi ia memberitahukan anda bagaimana cara untuk menemukannya.

Sebagai contoh, selama bertahun-tahun, saya mempercayai apa yang orang lain katakan kepada saya tentang kebahagiaan.

Ketika saya berumur 14 tahun, saya sedang belajar untuk menghadapi ujian O-level saya di sebuah SMA di London. Orangtua saya dan guru-guru menasehati saya untuk berhenti bermain sepakbola di sore hari dan pada akhir pekan, agar saya bisa menyelesaikan tugas-tugas sekolah saya di rumah. Mereka menjelaskan betapa pentingnya ujian O-level itu dan jika saya bisa lulus, maka saya akan bahagia.

Jadi, saya pun menuruti nasehat mereka dan lulus ujian dengan hasil yang sangat baik. Tetapi hal itu tidak membuat saya terlalu bergembira karena dengan keberhasilan saya itu berarti sejak saat itu saya harus belajar lebih keras lagi, selama dua tahun ke depan, untuk menghadapi ujian A-level. Orangtua saya dan guru-guru kembali menasehati saya untuk berhenti pergi ke luar rumah di malam hari dan pada akhir pekan, berhenti mengejar gadis-gadis selain mengejar bola kaki, dan sebaliknya agar saya tinggal di rumah dan belajar. Mereka mengatakan kepada saya betapa pentingnya ujian A-level itu dan jika saya bisa lulus, maka saya pun akan bahagia.

Jadi, saya pun menuruti nasehat mereka dan, sekali lagi, saya berhasil lulus ujian dengan hasil yang sangat baik. Tetapi sekali lagi, hal itu tidak menjadikan saya terlalu bergembira, karena sekarang saya harus belajar dengan sekuat tenaga, untuk tiga tahun lagi, di sebuah universitas, untuk meraih gelar sarjana. Orangtua saya (ayah saya kini telah meninggal dunia) dan guru-guru menasehati saya untuk menghindari bar-bar dan pesta pora, dan sebaliknya saya harus bekerja keras. Mereka mengatakan kepada saya betapa pentingnya gelar sarjana itu untuk bisa sukses di dalam hidup, dan jika saya bisa meraihnya, maka saya bisa bahagia.

Pada titik ini, saya mulai curiga.

Saya melihat beberapa orang teman lama saya yang telah berhasil meraih gelar sarjana mereka dan bekerja dengan lumayan keras. Mereka berkata kepada saya bahwa mereka bekerja begitu keras untuk menabung agar bisa membeli sesuatu yang penting. Bila mereka sudah punya cukup uang untuk membeli mobil, atau sebuah apartemen kecil, maka mereka akan bahagia.

Ketika mereka sudah membeli mobil kecil mereka, mereka masih saja tidak begitu bahagia. Mereka harus berjuang untuk mengatasi kekacauan di dalam kehidupan percintaan mereka, mencari pasangan hidup mereka masing-masing. Mereka bilang, bila mereka sudah menikah, maka mereka akan bahagia.

Begitu mereka telah menikah, mereka harus bekerja keras untuk membeli apartemen yang lebih besar lagi, atau bahkan sebuah rumah impian. "Bila kami sudah memiliki simpanan yang cukup untuk didepositokan, maka kami akan bahagia", kata mereka.

Lalu mereka akan memiliki anak-anak yang membangunkan mereka di tengah malam, yang menghisap habis semua sisa uang mereka dan tiba-tiba saja menciptakan gelombang kekhawatiran yang baru. Untuk kesekian kalinya kebahagiaan akan terganggu. Dan seperti kebanyakan orang-orang yang berkata kepada saya, "Begitu anak-anak sudah dewasa, meninggalkan rumah dan mandiri, maka kami bisa melakukan apa pun yang kami inginkan". Lalu mereka pun akan bahagia.

Pada saat anak-anak sudah meninggalkan rumah, para orangtua sudah beranjak pensiun. Mereka terus bekerja keras, berinvestasi dan menabung untuk hari tua mereka. "Bila kami pensiun nanti", kata mereka, "Maka kami akan bahagia."

Bahkan sebelum mereka pensiun, dan tentu saja sesudahnya, teman-teman dan sanak keluarga saya yang telah berusia lanjut, semuanya akan pergi ke gereja. Apakah anda pernah memperhatikan berapa banyak orang-orang lanjut usia yang suka pergi ke vihara dan gereja? Itu karena mereka semua berpikir, "Bila saya nanti meninggal, maka saya akan bahagia!"

Itu adalah jenis kebahagiaan yang mereka ingin saya mempercayainya: "Bila kamu mendapatkan ini atau itu, maka kamu akan bahagia." Kebahagiaan selalu berupa mimpi tentang masa depan, seperti pelangi yang berjarak satu atau dua langkah ke depan, tetapi selamanya tidak dapat dicapai. Ada sesuatu yang salah. Tidak ada seorang pun yang benar-benar bahagia sekarang.

Itulah yang terjadi bila kita hanya percaya begitu saja pada orang lain, dan bukan dengan melihat kebenarannya sendiri. Jika anda menjalani kehidupan anda dengan mengumpulkan kakayaan, menimbun kemelekatan, atau bahkan mengejar surga - anda akan menemukan bahwa anda tidak menjalani kehidupan yang berarti.
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:34:52 AM
Dua Bata Jelek

Setelah kami membeli tanah untuk vihara kami pada tahun 1983, kami jatuh bangkrut. Kami terjerat hutang. Tidak ada bangunan diatas tanah itu, pun tidak sebah gubuk. Pada minggu2 pertama kami tidur diatas pintu tua yang kami beli murah dari pasar loak. Kami menganjalnya dengan batu bata pada setiap sudutnya.

Kami hanyalah bikkhu miskin yang memerlukan sebuah bangunan. Kami tak mampu membayar tukang, jadi saya harus belajar cara pertukang. Sedangkan saya sebelumnya adalah fisikawan teoritis dan guru SMU, tidak bekerja kasar. Setelah beberapa tahun, saya menjadi cukup terampil bertukang, bahkan saya menjuluki tim saya sebagai BBC ( Buddhist Building Company).

Sebagai seorang bikkhu, saya memiliki kesabaran dan waktu sebanyak yang saya perlukan. Saya pastikan setiap batu bata trpasang sempurna. Akhirnya saya menyelesaikan tembok batu saya yang pertama dan berdiri dibaliknya untuk mengaguminya. Saat itulah saya menperhatikan - Oh, Tidak! Tidak ! saya telah keliru menyusun dua batu bata, sehingga tampak miring, mereka terlihat jelek sekali.

Saya telah membuat kesalahan dan saya telah menjadi gundah gulan. Saya bermaksud menbongkarnya tetapi kepala vihara bilang tidak perlu, biarkan saja temboknya sperti itu.

Suatu vihara ada seorang yang berkunjung, dia melihatnya "Itu sebuah tembok yang indah", ia berkomentar dengan santai. Saya terkejut dan bertanya kembali "Apakah Anda tidak melihat dua batu bata jelek yang merusak keseluruhan tembok itu?"

Ucapan dia selanjutnya telah mengubah keseluruhan pandangan saya terhadap tembok ini. Dia berkata "Ya, saya melihat dua bata jelek itu, tetapi saya juga dapat melihat 998 batu bata yang bagus'

Saya tertegun. Untuk pertama kalinya dalam lebih tiga bulan saya baru mampu melihat batu bata lainnya selain dua bata jelek itu. Diatas, dibawah, sebelah kiri, sebelah kanan adalah batu bata yang bagus dan sempurna. Lebih dari itu, jumlah bata yang terpasang sempurna, jauh lebih banyak daripada dua bata jelak itu.

Berapa banyak orang memutuskan hubungan atau bercerai karena semua melihat dari diri pasangannya adalah "dua bata jelek"?
Berapa banyak yang dari diri kita mengalami depresi karena melihat kedalam diri kita hanyalah "dua bata jelek"?

Cerita diatas dikutip dari BUKU :
"Membuka Pintu Hati", Judul Asli "Opening the door of your Heart"
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:38:43 AM
Siluman Pemangsa Amarah
November 7th, 2005 by ferry-tan

Yang menjadi masalah dengan kemarahan adalah bahwasanya kita menikmati marah. Ada sejenis kecanduan dan kenikmatan besar sehubungan dengan pelampiasan kemarahan. Dan kita tak ingin membiarkan sesuatu yang kita nikmati berlalu begitu saja. Bagaimanapun juga, ada juga bahaya dalam kemarahan, suatu konsekuensi yang lebih berat daripada kesenangannya. Jika saja kita menyadari buah dari kemarahan, dan selalu ingat hubungannya dengan kemarahan, kita akan rela membiarkan kemarahan barlalu.

Di sebuah alam pada zaman dahulu kala, sesosok siluman masuk ke istana ketika raja sengan pergi. Siluman itu sangat buruk rupa, baunya sangat tak sedap, dan apapun yang dia katakan begitu menjijikkan sampai-sampai para pengawal dan pekerja istana terpaku dalam kengerian. Karena itu si siluman enak saja melenggang ke ruangan dalam, menuju aula pertemuan kerajaan, dan mendudukkan dirinya di singgasana raja. Melihat siluman itu denga kurang ajarnya duduk di singgasana raja, para pengawal dan pekerja lainnya menjadi tersadar dari keterpakuan mereka.

"Keluar dari sini!" bentak mereka. "Kamu tidak boleh di situ! Jika kamu tidak angkat pantatmu sekarang juga, kami akan tebas kamu denga pedang!"

Karena mendapat sedikit kata-kata amarah ini, siluman itu membesar beberapa inci, tampangnya bertambah jelek, tambah bau, dan omongannya makin jorok saja.

Pedang-pedang dihunus, golok dikeluarkan dari sarungnya, ancaman telah dinyatakan. Di setiap perkataan atau perbuatan yang dipenuhi oleh amarah, bahkan di setiap pikiran marah pun, siluman itu menjadi bertambah besar, tambah buruk, tambah bau, dan tambah kotor makiannya.

Pertempuran sudah berlangsung beberapa saat ketika sang raja tiba. Dia melihat ada siluman raksasa yang sedang duduk di atas singgasananya. Dia belum pernah melihat sesuatu yang jeleknya minta ampun seperti itu, bahkan di bioskop pun tidak. Bau busuk yang tertebar dari tubuh siluman itu bahkan akan membuat belatung pun jatuh sakit. Dan sumpah-serapahnya pun lebih parah daripada yang pernah Anda dengan di bar-bar terkumuh pada malam minggu yang berjubel pemabuk.

Sang raja adalah seorang yang bijaksana. Makanya dia jadi raja: dia tahu apa yang harus dilakukan.

"Selamat datang," sapa sang raja dengan hangat. "Selamat datang di istana saya. Sudahkan seseorang menyuguhkan minuman untuk Anda? Atau makanan?"

Karena sedikit ungkapan yang lembut itu, tubuh siluman itu mengecil beberapa inci, keburukannya berkurang, baunya berkurang, dan kekasarannya berkurang.

Para armada istana cepat tanggap dengan maksud sang raja. Seseorang lalu bertanya kepada siluman itu apakah dia mau secangkir teh. "Kami punya Dajeeling, English Breakfast, atau Earl Gray. Atau barangkali Anda lebih suka peppermint? Itu bagus untuk kesehatan Anda, lho." Yang lainnya menelepon untuk memesan pizza, family size untuk siluman sebesar itu, sementara yang lainnya membuatkan sandwich, dengan "ham setan" tentu saja. Seorang prajurit memijat kaki si siluman, dan yang lain memijati lehernya. "Mmmm… enak sekali," pikir si siluman.

Karena setiap perkataan, perbuatan, dan pikirian yang baik itu, tubuh siluman itu terus mengecil, berkurang buruknya, berkurang bau dan kekasarannya. Sebelum pengantar pizza datang dengan antarannya, si siluman sudah susut ke ukuran semula ketika pertama kali dia datang dan duduk di singgasana raja. Tetapi para penghuni istana tak berhenti berbuat baik. Segera saja siluman itu menjadi begitu kecilnya sampai sulit untuk dilihat lagi. Lalu, stelah satu lagi perbuatan baik dilakukan, dia benar-benar lenyap tak berbekas.

Kita menyebut monster seperti itu sebagai "siluman pemangsa amarah"

Suatu kali pasangan Anda dapat menjadi "siluman pemangsa amarah". Marahlah kepada mereka, dan mereka akan bertambah parah - tambah jelek, tambah bau, tambah galak kata-katanya. Masalah yang ada menjadi bertambah besar setiap kali Anda marah kepada mereka. Meskipun cuma di dalam pemikiran saja. Barangkali sekarang Anda menyadari kesalahan Anda dan tahu harus berbuat apa.

Rasa sakit adalah "siluman pemangsa amarah" lainnya. Ketika kita berpikir dengan marah, "Hei, sakit! Enyah dari sini! Kau tak diizinkan!" rasa sakit akan tumbuh seinci lebih besar dan lebih parah dengan cara yang berbeda. Memang sulit untuk bersikap baik pada sesuatu yang begitu buruk dan garang seperti rasa sakit, tetapi ada masa-masa dalam hidup kita ketika kita tak punya pilihan lain. Seperti dalam cerita ketika saya sakit gigi, kalau kita menyambut rasa sakit, denga sungguh-sungguh, dengan tulus, rasa sakit akan mejadi lebih kecil, berkuranglah masalahnya, dan suatu ketika akan lenyap sama sekali.

Beberapa jenis kanker adalah "siluman pemangsa amarah", monster yang buruk dan menjijikkan duduk di dalam tubuh kita;
"Singgasana" kita. Lumrah kalau kita berkata, "Enyah dari sini! Kau tak diizinkan!" Ketika satu cara dan lain cara gagal, atau bahkan lebih awal dari itu, semoga kita dapat berkata, "Selamat datang." Beberapa jenis kanker diperparah denga sterss - itulah sebabnya mereka menjadi "siluman pemangsa amarah". Kanker semacam itu tahu diri ketika "raja istana" dengan berani berkata "Kanker, pintu hatiku terbuka penuh untukmu, apa pun yang kamu lakukan. Masuklah"

————————————–
Kutipan dari buku "Membuka Pintu Hati"
Penulis : Ajahn Brahm
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 14 March 2009, 03:39:45 AM
Anak-Anak Kelas B
November 7th, 2005 by ferry-tan

Beberapa tahun yang lalu, sebuah percobaan di bidang pendidikan diadakan secara rahasia di sebuah sekolah di Inggris. Sekolah itu memiliki dua kelas untuk setiap kelompok anak-anak yang berusia sepantar. Pada akhir tahun ajaran diadakan sebuah ujian dalam rangka memilih anak-anak untuk kelas pada tahun berikutnya. Bagaimanapun, hasil ujian itu tak pernah diumumkan. Dalam kerahasiaan, hanya kepala sekolah dan para pakar psikologi saja yang mengetahui kenyataannya, anak-anak yang mendapat peringkat pertama ditempatkan pada kelas yang sama dengan anak-anak yang mendapat peringkat empat dan lima, delapan dan sembilan, dua belas dan tiga belas, dan selanjutnya. Sementara anak-anak yang mendapat peringkat dua dan tiga pada ujian tersebut ditempatkan pada kelas yang sama dengan anak-anak yang medapat peringkat enam dan tujuh, sepuluh dan sebelas, dan selanjutnya. Dengan kata lain, berdasarkan kinerja selama ujian, anak-anak dibagi rata menjadi dua kelas. Para guru pun diseleksi berdasarkan kesetaraan kemampuan. Bahkan setiap ruang kelas pun diberikan fasilitas yang sama. Segala sesuatunya dibuat setara mungkin, kecuali untuk satu hal: satu disebut "kelas A" dan yang lain disebut "kelas B".

Pada kenyataannya, setiap kelas memiliki anak-anak yang setara kemampuannya. Tetapi di benak setiap orang, anak-anak dari kelas A dianggap sebagai anak-anak yang cerdas, sedangkan anak-anak dari kelas B dianggap tak begitu pandai. Beberapa orang tua dari anak-anak kelas A mendapat kejutan yang menyenangkan karena anak-anaknya lulus dengan baik dan menghadiahi mereka dengan bingkisan dan pujian. Sementara beberapa orang tua dari anak-anak kelas B mengomeli dan menghukum anak-anaknya karena mereka dianggap tak berusaha cukup keras selama ujian. Bahkan para guru pun mengajar anak-anak kelas B denga sikap berbeda; dengan tidak berharap banyak dari mereka. Sepanjang tahun ajaran, ilusi tersebut terus dipertahankan. Lalu tibalah ujian akhir tahun berikutnya.

Hasilnya membuat merinding, tetapi tidak mengejutkan. Anak-anak kelas A menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada anak-anak kelas B. Pada kenyataannya hasilnya juga akan seperti itu jika dulunya mereka terpilih sebagai setengah dari yang teratas pada ujian tahun lalu. Mereka benar-benar menjadi anak-anak kelas A (nomor 1). Dan kelompok lain, walaupun setara dengan tahun lalu, mereka menjadi anak-anak kelas B (nomor 2) sungguhan. Seperti apa mereka diajar sepanjang tahun, seperti apa mereka diperlakukan, seperti apa mereka dipercaya, demikianlah jadinya mereka.

————————————–
Kutipan dari buku "Membuka Pintu Hati
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: marcedes on 14 March 2009, 09:11:55 AM
Nanti saya bahagia

Ketika saya masih berumur 14 tahun, saya belajar untuk menghadapi ujian 0-level di sebuah sekolah tinggi di London. Orang tua dan guru-guru saya menasehati saya agar berhenti bermain sepakbola pada sore hari dan akhir pekan,
dan mengerjakan PR saja di rumah. Mereka menerangkan betapa penting-nya ujian 0-level tersebut dan jika saya lulus, Nanti saya akan bahagia.

Saya mengikuti nasihat mereka dan lulus dengan baik sekali. Tetapi itu tidak membuat saya bahagia sekali, Karena keberhasilan saya berarti bahwa saya harus belajar lebih keras lagi, selama 2 tahun lagi untuk mempersiapkan ujian A-level.
Orang tua dan guru-guru menasehati saya agar berhenti berkeluyuran pada sore hari dan akhir pekan,kalau dulu di minta berhenti mengejar-ngejar bola, sekarang diminta untuk berhenti mengejar-ngejar cewek. Di rumah saja.
mereka berkata Betapa penting nya ujian A-level dan kalau saya lulus nanti, maka saya akan bahagia.

Sekali lagi saya mengikuti nasihat mereka dan berhasil baik. dan sekali lagi tidak membuat saya benar-benar bahagia, karena Sekarang saya harus belajar dengan keras selama 3 tahun lagi jauh lebih keras dari sebelumnya untuk gelar universitas.
Ibu dan para guru ( saat itu ayah sudah meninggal ) menasehati saya agar menjauhi bar dan pesta kampus, melainkan belajar saja dengan tekun, Mereka berkata betapa penting nya gelar sarjana dan jika saya berhasil maka ,nanti saya akan bahagia.

Sampai di titik itu, saya mulai curiga.


Saya melihat beberapa teman yang lebih senior, Yang telah belajar dengan tekun dan meraih gelar sarjana. Sekarang mereka bahkan bekerja lebih keras lagi untuk pekerjaan pertama mereka.
Mereka bekerja demikian keras untuk menabung sejumlah uang untuk membeli mobil. Mereka berkata "Saat tabungan saya cukup untuk membeli sebuah mobil, Nanti saya akan bahagia."

Ketika mereka sudah punya cukup dana dan telah membeli mobil pertama-nya, Mereka masih saja tidak bahagia. Sekarang mereka bekerja lebih keras untuk membeli sesuatu yang lain. dan setelah itu mereka akan bahagia. Atau mereka berjuan gigih dalam gelora percintaan, mencari teman hidup.
mereka berkata kepada saya "Saat saya menikah dan sudah mapan, Nanti saya akan bahagia."

Begitu menikah, Mereka masih saja tidak bahagia. Mereka harus bekerja lebih keras lagi, bahkan mencari kerja sampingan untuk menabung cukup banyak untuk uang muka sebuah rumah kecil.
Mereka berkata "Saat, kami sudah punya rumah sendiri, Nanti kami akan bahagia."

Sayang-nya membayar cicilan bulanan untuk rumah kredit berarti mereka masih tidak bahagia. Lebih-lebih mereka akan membangun sebuah keluarga. Mereka akan mempunyai anak-anak yang menyedot simpanan mereka. Dan mereka melipatgandakan kekhawatiran mereka. Seakrang mungkin perlu 20 tahun lagi untuk mencapai apa yang mereka inginkan, lalu mereka berkata
"ketika anak-anak sudah besar, Keluar dari rumah dan mandiri. Nanti kami akan bahagia."

Saat anak-anak sudah keluar dari rumah, kebanyakan orang tua sudah memasuki masa-masa pensiun, lalu mereka terus menunda kebahagiaan mereka, bekerja keras untuk tabungan hari tua, mereka berkata "ketika saya sudah pensiun, nanti saya akan bahagia"

Bahkan sebelum mereka pensiun, dan tentunya juga setelahnya mereka mulai menjadi religius dan pergi ke tempat ibadah.
Pernahah anda perhatikan berapa banyak orang tua memenuhi bangku-bangku ditempat ibadah?....
saya bertanya kepada mereka, Mengapa mereka sekarang pergi ke Tempat ibadah.
Mereka berkata "karena saat saya mati, Nanti saya akan bahagia. "

Bagi mereka yang percaya bahwa "Saat saya mendapatkan ini, Nanti saya akan bahagia.".. kebahagiaan mereka hanyalah menjadi impian masa depan.
Seperti halnya kaki pelangi yang terlihat satu atau dua langkah di depan, namun selamanya tidak bisa digapai.
Didalam hidup atau bahkan setelah hidup. Mereka tidak akan pernah mewujudkan kebahagiaan.
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: lisa on 14 March 2009, 01:32:32 PM
TAKUT BERBICARA DI DEPAN UMUM

Oleh : Ajahn Brahm

Saya diberi tahu bahwa salah satu rasa takut paling besar yang dirasakan orang adalah berbicara di depan umum. Saya harus sering berbicara di depan umum, di vihara - vihara, di Konferensi, di upacara pernikahan dan pemakaman, di radio , dan bahkan di siaran langsung televisi. Semua itu adalah bagian dari pekerjaan saya .

Saya ingat pada suatu peristiwa, lima menit menjelang saya memberikan ceramah, ketika rasa takut membanjiri saya . Saya belum mempersiapkan apa pun untuk ceramah itu. Saya tak punya ide apa yang akan saya katakan. Seketika tiga ratus orang sudah duduk di aula, berharap untuk dapat ilham. Mereka telah merelakan waktu malamnya untuk mendengarkan saya bicara. Saya mulai berpikir, " Bagaimana kalau saya tidak punya apa - apa untuk diomongkan ? Bagaimana kalau saya salah omong ? Bagaimana kalau saya tampak bego ? "

Seluruh rasa takut dimulai dengan pikiran" bagaimana kalau " dan berlanjut dengan sesuatu yang membawa bencana. Saya telah menduga - duga apa yang akan terjadi , dan dengan cara yang negatif. Saya telah berlaku bodoh. Saya tahu saya telah berlaku bodoh; saya tahu semua teori , tetapi itu tidak berjalan. Rasa takut terus bergulir, Saya berada dalam masalah.

Pada saat itulah saya mengerahkan sebuah trik, yang dalam istilah para bhikkhu disebut " cara - cara lihai" , yang dapat mengatasi rasa takut saya , dan terbukti ampuh sampai sekarang. Saya memutuskan masa bodoh pendengar saya menikmati ceramah saya atau tidak, asalkan saya sendiri menikmatinya . Saya memutuskan untuk bersenang - senang saja .

Sekarang , kapan saja saya memberikan ceramah, saya bersenang - senang saja. Saya bergembira - ria. Saya membawa cerita - cerita lucu, sering saya sendiri jadi korban, dan tertawa bersama hadirin. Pada suatu siaran langsung radio di Singapura, saya bercerita tentang ramalan Ajahn Chah mengenai mata uang masa depan ( warga Singapura tertarik dengan hal - hal yang berbau ekonomi ).

Ajahn Chah meramalkan kelak ketika dunia kehabisan kertas dan logam untuk membuat uang, orang - orang harus mencari sesuatu yang lain untuk transaksi sehari - hari. Ia meramalkan bahwa mereka akan memakai butiran - butiran yang terbuat dari tahi ayam. Orang akan bepergian ke mana - mana dengan kantong penuh tahi ayam. Bank - bank akan penuh dengan benda itu dan para perampok akan mencoba mencurinya. Orang - orang kaya akan merasa begitu bangga dengan banyaknya tahi ayam yang mereka miliki dan orang - orang miskin akan bermimpi memenangkan lotere berhadiah segunduk tahi ayam .Ketika jumlah tahi ayam yang beredar cukup besar, pemerintah akan mencermati betul - betul situasi tahi ayam di negaranya, isu - isu lingkungan dan sosial akan dikesampingkan dahulu.

Apakah perbedaan hakiki antara kertas, logam, dan tahi ayam? Tidak ada !

Saya menikmati menuturkan cerita itu . Cerita itu mengandung pernyataan memprihatinkan mengenaikan budaya kita saat ini . Dan itu menggelikan. Warga Singapura senang mendengarkannya.

Saya jadi mengerti bahwa jika Anda memutuskan untuk bersenang- senang ketika harus berbicara di depan umum, Anda akan merasa santai. Secara psikologis, mustahil ada rasa takut dan kegembiraan pada saat yang sama. Saat saya santai, gagasan - gagasan mengalir dengan bebas dalam benak saya selama berceramah, lalu dengan fasihnya meluncur melalui mulut saya. Lagi pula , hadirin jadi tidak bosan kalau ceramahnya lucu.

Seorang bhikkhu Tibet suatu ketika menjelaskan pentingnya membuat hadirin tertawa pada saat ceramah.

" Begitu mereka membuka mulut," katanya," Anda dapat melemparkan pil kebijaksanaan ke dalamnya."

Saya tak pernah mempersiapkan ceramah saya. Alih - alih, saya mempersiapkan hati dan pikiran saya . Para bhikkhu di Thailand terlatih untuk tidak mempersiapkan ceramahnya, tetapi untuk selalu siap berceramah kapan saja , tanpa pemberitahuan terlabih dahulu .

Saat itu adalah Magha Puja, hari raya Buddhis terpenting kedua di Thailand timur laut. Saya sedang berada di vihara Ajahn Chah, Wat Nong Pah Pong, dengan sekitar dua ratus bhikkhu dan ribuan umat awam. Ajahn Chah memang sangat terkenal; saat itu adalah tahun kelima saya sebagai bhikkhu.

Setelah kebaktian malam, tiba saatnya untuk ceramah utama. Dalam acara - acara besar,biasanya Ajahn Chah yang berceramah, tetapi tidak selalu. Terkadang ia akan menoleh kebarisan para bhikkhu dan , jika matanya berhenti pada Anda, berarti Anda dalam masalah. Ia akan meminta Anda memberikan ceramah. Sekalipun saya termasuk yang termuda di antara para bhikkhu, itu bukan jaminan bahwa saya tak akan dipilihnya, tak ada yang bisa menebak Ajahn Chah.

Ajahn Chah memandangi barisan para bhikkhu. Matanya tiba pada saya, tetapi lewat lagi. Diam -diam saya menghembuskan napas lega. Lalu sapuan matanya menelusur balik barisan para bhikkhu. Tebak, dimana ia berhenti ?

"Brahm," Ajahn Chah memerintahkan, " ayo berikan ceramah utama ."

Tak ada jalan keluar. Saya harus memberikan ceramah dadakan dalam bahasa Thai selama satu jam, di depan guru saya, rekan - rekan bhikkhu, dan ribuan umat awam. Tidak masalah apakah itu akan menjadi ceramah yang bagus atau tidak. Masalahnya sayalah yang harus melakukannya.

Ajahn Chah tak pernah mengatakan apakah ceramah Anda bagus atau tidak . Bukan itu intinya. Suatu ketika ia meminta seorang bhikkhu Barat yang sangat mahir untuk memberikan ceramah kepada umat awam yang berkumpul di viharanya untuk kebaktian mingguan. Setelah satu jam, sang bhikkhu bermaksud untuk mengakhiri ceramahnya, tetapi Ajahn Chah mencegahnya dan menyuruh dia melanjutkan selama satu jam lagi. Itu berat. Sang bhikkhu masih mampu berceramah, dan setelah berjuang untuk jam keduanya dalam bahasa Thai, sang bhikkhu bermaksud menutup ceramahnya, tetapi seketika itu pula Ajahn Chah menyuruh dia untuk terus berceramah. Itu hal yang mustahil. Bhikkhu Barat biasanya tidak banyak tahu bahasa Thai. Anda hanya bisa mengulang - ulang . Para pendengar akan bosan. Tetapi tak ada pilihan lain. Pada akhir jam ketiga, sebagian besar hadirin sudah beranjak pergi, dan yang masih bertahan pun sibuk mengobrol dengan sesamanya. Bahkan para nyamuk dan cecak pun sudah pergi tidur. Pada akhir jam ketiga, Ajahn Chah menyuruhnya untuk berceramah sejam lagi ! Sang bhikkhu Barat tetap patuh. Dia bercerita setelah pengalaman itu ( ceramah itu berakhir juga setelah jam keempat ), ketika Anda telah menyelami dalam - dalam respon hadirin, Anda tidak akan takut lagi berbicara di depan umum.

Begitulah kami dilatih oleh Ajahn Chah yang agung .

Dikutip dari : Buku Membuka Pintu Hati , Hal 61 s/d 65 ( Yayasan Penerbit Karaniya)

www.karaniya. com
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: lisa on 14 March 2009, 01:34:17 PM
Siluman Pemangsa Amarah
November 7th, 2005 by ferry-tan

Yang menjadi masalah dengan kemarahan adalah bahwasanya kita menikmati marah. Ada sejenis kecanduan dan kenikmatan besar sehubungan dengan pelampiasan kemarahan. Dan kita tak ingin membiarkan sesuatu yang kita nikmati berlalu begitu saja. Bagaimanapun juga, ada juga bahaya dalam kemarahan, suatu konsekuensi yang lebih berat daripada kesenangannya. Jika saja kita menyadari buah dari kemarahan, dan selalu ingat hubungannya dengan kemarahan, kita akan rela membiarkan kemarahan barlalu.

Di sebuah alam pada zaman dahulu kala, sesosok siluman masuk ke istana ketika raja sengan pergi. Siluman itu sangat buruk rupa, baunya sangat tak sedap, dan apapun yang dia katakan begitu menjijikkan sampai-sampai para pengawal dan pekerja istana terpaku dalam kengerian. Karena itu si siluman enak saja melenggang ke ruangan dalam, menuju aula pertemuan kerajaan, dan mendudukkan dirinya di singgasana raja. Melihat siluman itu denga kurang ajarnya duduk di singgasana raja, para pengawal dan pekerja lainnya menjadi tersadar dari keterpakuan mereka.

"Keluar dari sini!" bentak mereka. "Kamu tidak boleh di situ! Jika kamu tidak angkat pantatmu sekarang juga, kami akan tebas kamu denga pedang!"

Karena mendapat sedikit kata-kata amarah ini, siluman itu membesar beberapa inci, tampangnya bertambah jelek, tambah bau, dan omongannya makin jorok saja.

Pedang-pedang dihunus, golok dikeluarkan dari sarungnya, ancaman telah dinyatakan. Di setiap perkataan atau perbuatan yang dipenuhi oleh amarah, bahkan di setiap pikiran marah pun, siluman itu menjadi bertambah besar, tambah buruk, tambah bau, dan tambah kotor makiannya.

Pertempuran sudah berlangsung beberapa saat ketika sang raja tiba. Dia melihat ada siluman raksasa yang sedang duduk di atas singgasananya. Dia belum pernah melihat sesuatu yang jeleknya minta ampun seperti itu, bahkan di bioskop pun tidak. Bau busuk yang tertebar dari tubuh siluman itu bahkan akan membuat belatung pun jatuh sakit. Dan sumpah-serapahnya pun lebih parah daripada yang pernah Anda dengan di bar-bar terkumuh pada malam minggu yang berjubel pemabuk.

Sang raja adalah seorang yang bijaksana. Makanya dia jadi raja: dia tahu apa yang harus dilakukan.

"Selamat datang," sapa sang raja dengan hangat. "Selamat datang di istana saya. Sudahkan seseorang menyuguhkan minuman untuk Anda? Atau makanan?"

Karena sedikit ungkapan yang lembut itu, tubuh siluman itu mengecil beberapa inci, keburukannya berkurang, baunya berkurang, dan kekasarannya berkurang.

Para armada istana cepat tanggap dengan maksud sang raja. Seseorang lalu bertanya kepada siluman itu apakah dia mau secangkir teh. "Kami punya Dajeeling, English Breakfast, atau Earl Gray. Atau barangkali Anda lebih suka peppermint? Itu bagus untuk kesehatan Anda, lho." Yang lainnya menelepon untuk memesan pizza, family size untuk siluman sebesar itu, sementara yang lainnya membuatkan sandwich, dengan "ham setan" tentu saja. Seorang prajurit memijat kaki si siluman, dan yang lain memijati lehernya. "Mmmm… enak sekali," pikir si siluman.

Karena setiap perkataan, perbuatan, dan pikirian yang baik itu, tubuh siluman itu terus mengecil, berkurang buruknya, berkurang bau dan kekasarannya. Sebelum pengantar pizza datang dengan antarannya, si siluman sudah susut ke ukuran semula ketika pertama kali dia datang dan duduk di singgasana raja. Tetapi para penghuni istana tak berhenti berbuat baik. Segera saja siluman itu menjadi begitu kecilnya sampai sulit untuk dilihat lagi. Lalu, stelah satu lagi perbuatan baik dilakukan, dia benar-benar lenyap tak berbekas.

Kita menyebut monster seperti itu sebagai "siluman pemangsa amarah"

Suatu kali pasangan Anda dapat menjadi "siluman pemangsa amarah". Marahlah kepada mereka, dan mereka akan bertambah parah - tambah jelek, tambah bau, tambah galak kata-katanya. Masalah yang ada menjadi bertambah besar setiap kali Anda marah kepada mereka. Meskipun cuma di dalam pemikiran saja. Barangkali sekarang Anda menyadari kesalahan Anda dan tahu harus berbuat apa.

Rasa sakit adalah "siluman pemangsa amarah" lainnya. Ketika kita berpikir dengan marah, "Hei, sakit! Enyah dari sini! Kau tak diizinkan!" rasa sakit akan tumbuh seinci lebih besar dan lebih parah dengan cara yang berbeda. Memang sulit untuk bersikap baik pada sesuatu yang begitu buruk dan garang seperti rasa sakit, tetapi ada masa-masa dalam hidup kita ketika kita tak punya pilihan lain. Seperti dalam cerita ketika saya sakit gigi, kalau kita menyambut rasa sakit, denga sungguh-sungguh, dengan tulus, rasa sakit akan mejadi lebih kecil, berkuranglah masalahnya, dan suatu ketika akan lenyap sama sekali.

Beberapa jenis kanker adalah "siluman pemangsa amarah", monster yang buruk dan menjijikkan duduk di dalam tubuh kita;
"Singgasana" kita. Lumrah kalau kita berkata, "Enyah dari sini! Kau tak diizinkan!" Ketika satu cara dan lain cara gagal, atau bahkan lebih awal dari itu, semoga kita dapat berkata, "Selamat datang." Beberapa jenis kanker diperparah denga sterss - itulah sebabnya mereka menjadi "siluman pemangsa amarah". Kanker semacam itu tahu diri ketika "raja istana" dengan berani berkata "Kanker, pintu hatiku terbuka penuh untukmu, apa pun yang kamu lakukan. Masuklah"

————————————–
Kutipan dari buku "Membuka Pintu Hati"
Penulis : Ajahn Brahm

habis membacanya dalam hati gue bertekad seperti ini klo hadapin masalah jgn marah-marah kyk siluman, tapi kenapa yah rasanya sulit banget? tetep aja kalah ma emosi
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: Xcript on 17 March 2009, 02:30:42 PM
Wah dhammadesana yang bagus... lanjut donk...
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: Shining Moon on 21 March 2009, 03:09:19 AM
Omong-omong soal Ajahn Brahm,
saya dan temen2 punya vcd ajahn brahm 'dealing with emotion' teks indo untuk dibagikan (license bswa.org, teks by bodhi sprout)...harusnya sih per maret ini  udah didistribusiin ke vihara2 di jkt n bbrp daerah. apa ada yang berminat?
 _/\_
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: Sumedho on 21 March 2009, 06:46:42 AM
boleh di upload utk di share kgk?
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: dery on 21 March 2009, 09:16:30 AM
ikutan nunggu ni, klo emang boleh diupload... sekalian buat vihara di Pontianak
 _/\_
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: Shining Moon on 21 March 2009, 05:33:32 PM
boleh..boleh..tapi gimana caranya ya?jangan marah ya kalao bolot.
vhr di ponti? harusnya ada temen yang udahnsebar ke daerah kalimantan juga.
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: xenocross on 21 March 2009, 09:10:25 PM
kalau saya baru dapet video ceramah, ada 2 file. kalau inet lg kenceng gua upload. mau upload lewat mana nih?
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: Hendra Susanto on 21 March 2009, 09:19:37 PM
kasih ke pak tuhan medho aje... nanti upload di perpus dc
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: andry on 21 March 2009, 10:14:27 PM
nice post, GRP
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: Shining Moon on 23 March 2009, 06:15:09 PM
Teman2...,
saya baru saja tanya sama teman2 dari bodhi sprout (yang megang license ngopi vcd ajahn brahm dealing with emotion dari bswa.org). Sepertinya utk upload ke forum atau ke website dhammacitta, bodhi sprout mesti minta ijin dulu dari bswa.org (soalnya kmrn minta license-nya cuman buat perbanyak dalam bentuk vcd, bukan di-upload lagi)..so, sorry berat saya nggak bisa upload di sini yah.
Kalau ada teman2 yang berminat sama vcd-nya, contact saya aja. Nanti akan dikirim ke alamatnya. Syukur2 kalo mau bantu distribusi ke vihara2 mumpung masih ada stock...(hehe aji mumpung ya)
With metta,
yuli _/\_
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: Namaste on 02 October 2009, 12:12:07 PM
yuri, klo aku berminat ma tuh vcd, mo kan kirim ketempat aku?....alamatku: perum pantai modern blk c 1 / 49 tr/rw 01/13 segara makmur, taruma jaya, bekasi........thx ya........ :) ^:)^ _/\_ _/\_
Title: Re: Ajahn Brahm stories
Post by: Adhitthana on 03 October 2009, 12:18:37 AM
Dari buku "Opening the Door of Your Heart"
Ajahn Brahm

Sewaktu menjenguk seseorang di rumah sakit, banyak sekali yang mengatakan, "Bagaimana rasanya hari ini?"

Betapa konyolnya ucapan itu! Tentu saja keadaan mereka buruk, kalau tidak pastilah mereka tidak berada di rumah sakit kan? Lagi pula, kata-kata klise tersebut membuat pasien menjadi tertekan mentalnya. Mereka tentu merasa kurang sopan kalau mereka membuat penjenguk menjadi sedih dengan berkata yang sebenarnya mengenai keadaan mereka yang payah. Bagaimana mereka bisa mengecewakan seseorang yang telah susah payah datang mengunjungi mereka di rumah sakit dengan menjawab bahwa mereka kesakitan, payah, seperti seonggok karung bekas? Oleh karena itu, mereka terpaksa berbohong, berkata, "Saya sudah baikan hari ini", dengan perasaan bersalah bahwa mereka tidak berbuat apa-apa untuk cepat sembuh. Begitulah, begitu banyak pengunjung rumah sakit yang justru membuat pasien merasa lebih sakit!

Seorang bhikkhuni Australia tradisi Tibetan dalam keadaan sekarat akibat menderita kanker parah di sebuah rumah sakit di Perth. Saya mengenalnya sudah beberapa tahun dan cukup
sering menjenguknya. Suatu hari dia menelpon saya di vihara, meminta agar saya mengunjunginya hari itu juga, karena dia merasa waktunya sudah dekat. Saya menghentikan segala aktifitas saya dan segera meminta seseorang mengantarkan saya ke rumah sakit di Perth yang berjarak tujuh puluh kilometer. Sewaktu lapor di resepsi rumah sakit tersebut, suster jaga mengatakan bahwa si bhikkhuni Tibetan tersebut memberi intruksi agar tidak seorangpun diijinkan menjenguknya.

"Tapi saya sudah datang begitu jauh khusus untuk menjenguknya," saya berkata kalem.

"Maaf", kata sang suster, "Dia tidak ingin menerima segala pengunjung dan kita harus menghormatinya."

"Tidak mungkin," protes saya, "Dia telah menelpon saya sekitar satu setengah jam yang lalu dan meminta saya datang."

Suster tua itu memandang saya dan meminta saya untuk mengikutinya. Kami berhenti di depan kamar sang bhikkhuni dan si suster menunjuk sebuah kertas yang diplester di pintunya: "TIDAK MENERIMA PENGUNJUNG!"

"Lihat!" kata si suster.

Begitu saya memeriksa kertas tersebut, saya membaca kata-kata lain, ditulis dengan huruf-huruf yang lebih kecil di bawahnya: "... kecuali Ajahn Brahm."

Akhirnya saya boleh masuk.

Saat saya bertanya kepada si bhikkhuni, mengapa dia menaruh kertas pengumuman tersebut dengan perkecualian, dia menjelaskan bahwa setiap kali teman dan kerabat datang mengunjunginya, mereka sangat sedih dan tertekan menyaksikan keadaan dan kondisinya yang parah. dan itu membuat perasaannya menjadi lebih buruk. "Kena kanker sudah cukup
jelek dan saya tidak ingin menambahnya dengan berhadapan dengan segala problem mental penjenguknya lagi"

Kemudian dia berkata bahwa cuma saya satu-satunya teman yang memperlakukannya sebagai seorang pribadi, bukan sebagai seseorang yang sekarat; teman yang tidak sedih melihatnya
semakin hari semakin kurus dan loyo, malahan menceritakan lelucon-lelucon dan membuatnya tertawa. Saat itu saya menghiburnya dengan lelucon-lelucon, sementara dia mengajarkan saya bagaimana menolong seorang teman yang sedang menghadapi kematian. Saya belajar darinya bahwa saat menjenguk seseorang di rumah sakit, berbicaralah kepada pribadinya dan biarkan penyakitnya menjadi urusan dan pembicaraan dokter serta suster saja.

 _/\_