Kemudian Beliau mengucapkan Gatha (syair) sebagai berikut:
NI I WANG SEN EL CIE CIEN
Jauh pada dua kalpa yang lalu, Kau telah lahir di Sukhavati Loka
CE ING FA YEN TU CUNG SEN
Berhubung tekad pranidhanamu, untuk menolong makhluk-makhluk fana.
LEI SHE FU MU CHI CIN SHU
Mereka beryuga-yuga yang lampau, bagaikan ayah bunda sanak saudara.
SHE CIU TUNG KUI CIU PING LIEN
Nazarmu yang luhur, untuk menyeberangkan mereka ke Sukhavati Loka.
Setelah mendengar gatha Sang Buddha Amitabha , seluruh badanku gemetar teringat hal ihwal peristiwa dua kalpa yang lalu, seperti gambar hidup yang tampil di depan mataku dengan jelas dan terang.
Kemudian beliau berpesan kepada Kwan She Ing Phu Sat, “Silahkan anda membawa dia berkunjung ke mana saja�. Saya bernamaskara kepada beliau tiga kali, lalu kwan she ing phu sat membawa saya keluar dari panggung mimbar.
Pada saat itu, saya mengamati semua pintu, lorong, tepi kolam, pagar, gunung dan lahan terayam, semua bertatah dengan tujuh jenis intan mustika dan semuanya bersinar-sinar bagaikan dop lampu dan neon. Aneh bin ajaib, benda-benda seperti terbuat dari bahan materi yang bebentuk, namun semuanya tembus pandang, dapat dilewati tanpa halangan. Di atas pintu gerbang tertulis 4 aksara emas yang besar dan di kedua sisi pintu terdapat dua kalimat syair yang saya tidak kenal dan mengerti. Sekarang saya masih ingat satu aksara berbentuk “ “, dan lainnya saya lupa. Kwan She Ing Phu Sat menjelaskan, 4 aksara tersebut artinya “Istana Pahlawan Maha Perkasa�, juga boleh diartikan “AMITAYUS� ( umur tak terbatas).
Aula itu memancarkan sinar keemasan dengan gilang gemilang, besar megah bisa menambung beratus-ratus ribu hadirin. Di dalam aula terlihat banyak Bodhisattva hadir di sana, ada yang duduk, ada yang berdiri, ada juga yang di luar aula, mereka semuanya berbadan kristal warna keemasan. Tinggi badan Bodhisattva lebih pendek dari Buddha, diantara mereka terlihat juga Mahasthama Prapta Bodhisattva dan Nitya Virya Bodhisattva.
“Marilah, kita mengunjungi ke sana, ke setiap tingkat alam di Surga Sukhavati dari tingkat terendah sampai ke tingkat tertinggi�, ajak Kwan She Ing Phu Sat.
Dalam perjalanan tak terasa badan kami menjadi makin kecil, ketika mengetahui peristiwa aneh ini saya bertanya kepada Kwan She Ing Phu Sat. Beliau menjelaskan “Alam Surga Sukhavati terbagi sembilan tingkat, setiap tingkat berbeda-beda keadaan alamnya. Untuk menyesuaikan dengan keadaan alam di masing-masing tingkat, maka kondisi fisik penghuni harus berbeda. Tadi kami berangkat dari tingkat alam yang tertinggi menuju ke tingkat alam yang terendah. Antara 9 tingkat alam negeri teratai ini, tingkat yang teratas penghuniyna lebih besar dan tinggi dari penghuni di tingkat alam tengah, dan penghuni di tingkat alam tengah lebih besar dan tinggi dari penghuni di tingkat alam rendah. Dan kita sekarang sedang turun ke bawah. Umpamanya penghuni di bumi tinggi badannya lebih dari dua meter setengah, sedangkan penghini alam tertinggi badannya lebih dari 10 meter�.
NEGERI TERATI TINGKAT TERBAWAH DIHUNI OLEH PEMBAWA KARMA
Sekarang kita sudah tiba di negeri teratai tingkat Bawah. Daratan di sana merata bagaikan telapak tangan, tanah berwarna kuning emas yang berkilau-kilau, namun tembus cahaya bagaikan kaca kristal. Sebentar lagi sebuah lapangan luas besar terlihat di depan mata kami, terlihat di sana banyak anak gadis berumur 13-14 tahun, diatas kepala mereka semua berias sepasang konde kecil, dihiasi bunga ungu, paras dan potongan badan mereka cantik-cantik semua. Mereka tidak hanya berpakaian seragam, tinggi badan dan raut muka mereka hampir sama dan serupa.
Dalam batinku bertanya, “Mengapa di negeri ini banyak terdapat penghuni yang perempuan?� lalu saya bertanya kepada Kwan She Ing Phu Sat, “Menurut Sutra bahwa penghuni Surga Sukhavati tiada jenis kelamin, mengapa disini banyak perempuannya?�
“Sutra tidak salah, lihatlah tampang dirimu sekarang!� jawabnya. Sungguh mengejutkan sampai saya tidak percaya dengan penglihatan sendiri, saya sudah menjelma menjadi anak perempuan yang mirip dengan mereka, baik pakaian seragam, maupun berdandan rias seperti mereka “mengapa jadi demikian?� saya menjadi bengong.
Kwan She Ing Phu Sat menjelaskan,� di negeri ini dipimpin oleh seorang Bodhisattva, beliau sebagai penguasa di sini, jika beliau ingin waraganya perempuan, maka warganya semua menjadi perempuan. Sebaliknya jika beliau ingin laki-laki maka semua warganya menjadi laki-laki. Sesungguhnya badan penghuni disini bukan dibentuk dari daging darah yang bersifat materia, lihat semua benda-benda, makhluk-makhluk disini semuanya bening tembus cahaya bagaikan kristal. Bentuk tubuh mudah berubah, dapat berbentuk perempuan atau laki-laki, namun sifat intinya tidak berbeda�.
Saya amati tubuhku, seperti apa yang diterangkan oleh Kwan She Ing Phu Sat, tidak terlihat kulit, daging, kuku, tulang, dan darah, hanya sesosok tubuh kristal yang putih kuning.
Manusia yang lahir di Sukhavati Lokha Varga Bawah-bawah, semuanya bersih batinnya, mereka membawa serta karma, sifat kebiasaan mereka masing-masing. Mereka baik laki-laki atau perempuan, tua, atau muda, “Penjelmaan Teratai� di negeri teratai Varga Bawah-Bawah ini, semuanya menjadi bocah yang berumur 13-14 tahun, menjadi muda belia, sangat ramah tamah, dan cantik indah. Bentuk luarnya bisa saja laki-laki atau perempuan, namun hakekatnya tidak berbeda.
“Mengapa manusia di bumi yang lahir disini berbentuk sama dan usia juga sama?� saya bertanya kepada Kwan She Ing Phu Sa.
“Sifat Buddha yang ada pada setiap makhluk adalah sama, tiada perbedaan. Berkat kekeuatan pranidhana (prasetya) Sang Buddha Amitabha, mereka dapat lahir di sini, dan mereka di beri hak dan kewajiban yang sama. Tidak memandang ketika di bumi sudah kakek-kakek, nenek-nenek, setengah tua atau masih muda belia, setelah penjelmaan teratai, semuanya sama rata berumur 13-14 tahun, dan bentuk luarnya hampir sama. Hal ini sama dengan bayi baru lahir di bumi, bentuk badan dan raut mukanya juga hampir sama.�, Penjelasan beliau.
Penghini di Varga Bawah-bawah setelah penjelmaan teratai, di dalam teratai, setiap hari di beri 2 jam pelajaran Dharma, yang memberi ceramah adalah seorang Bodhisattva Mahasattva. Ketika genta berbunyi, jam pelajaran Dharma dimulai, penghuni di kolam teratai, di gedung, di pavillion, semuanya keluar dari tempat kediamannya berkumpul di Aula. Mereka berseragam dan berbentuk serupa, oleh karena mereka telah dikendalikan oleh kekuatan Bodhisattva Mahasattva. Sang Bodhisattva ingin mereka berpakaian merah, semuanya merah, ingin berpakaian kuning, semuanya kuning; ingin hijau semuanya hijau.
Penghuni di sini pada siang hari, mereka keluar dari bunga teratainya bermain-main, menyani, menari, melakukan kebaktian, membaca sutra, atau kegiatan lainnya. Jika jam istirahat mereka kembali ke bunga teratai masing-masing. Pendek kata, bunga teratai terbuka pada siang hari, menutup pada malam hari. Waktu istirahat kegiatan mereka di dalam bunga teratai juga bermacam-macam, ada yang menyebut-nyebut nama Sang Buddha, ada yang bermimpi indah. (Mereka lahir di sini, berkat karunia Sang Buddha, ada yang terbawa kekotoran batin, sehingga mereka ketika tanpa sadar sering mengenang perbuatan atau peristiwa mereka pada masa lampau di bumi.)
Kwan She Ing Phu Sa berkata, “Mari kita melihat-lihat di lapangan sana.�
Kami tiba di lapangan, mula-mula terlihat kurang lebih 20 orang anak gadis, kemudian jumlahnya terus bertambah dari puluhan, ratusan, ribuan, sehingga ratusan ribu anak gadis yang hampir serupa memenuhi semua gedung, aula, dan lapangan. Penampilan mereka seolah-olah untuk tontonan kami. Dalam sekejab mata mengumpulkan orang sebanyak ratusan ribu orang di sana sangat mudah. Andai kata di bumi kita ingin mengundang atau mengerahkan masa sebanyak puluhan ribu saja harus persiapan sampai beberapa hari.
Kemudian kami berada di kolam teratai, terlihat air kolam berbeda dengan air kolam di bumi, air sana tidak berbentuk cairan, melainkan merupakan gas.
“Mandilah engkau di kolam sana!� anjur Kuan She Ing Phu Sa. “Bagaimana kalau baju saya basah kuyup nanti?� Saya ragu-ragu dan takut karena saya tidak bisa berenang. “Jangan khawatir, air di sini berbeda dengan air di dunia sana.� Tutur Beliau.
Saya menuruti anjuran Beliau, dengan sedikit gemetar, perlahan-lahan turun ke kolam. Sungguh benar kata Beliau bajuku tidak basah. Di samping itu pula, ketakukatan hilang, yang mula-mula saya khawatir bisa tenggelam di bawah kolam. Eh, tidak disangka saya bisa berenang. Saya bisa timbul, menyelam, belok kanan, dan belok kiri menurut kehendak-ku. Saya berputar-putar di dalam kolam, alangkah nikmat dan gembiranya. Terdorong oleh naluri ingin tahu, saya coba ir kolam seteguk, luar biasa segar dan manis, kemudian saya minum sepuas hati. Badan saya terasa makin kuat dan segar, dan semangatku menjadi berlipat ganda. Badanku seolah-olah menjadi ringan bisa terbang. Saya coba lagi memegang-megang bajuku sama sekali tidak basah. Saat ini saya makin berani menjauhi tepi kolam. Ketika saya berenang sampai di tengah kolam, terlihat banyak sekali bunga teratai, semuanya indah-indah berkembang dengan cemerlang. Saya menjumpai beberapa kuntum bunga teratai yang berhuni bocah yang sedang rajin menyebut nama Sang Buddha. Saya menjumpai juga beberapa bunga teratai yang layu, yang patah kelopak atau tangkainya, bahkan ada yang sudah mati kering. Belakangan saya baru diberi tahu bahwa yang disebut dalam Amitabha Sutra tentang Air delapan pahala (Pa Kung Te Sui), yaitu air kolam yang saya selami dan minum air sepuas-puasnya.
DELUSI PENGHUNI DI NEGERI TERATAI VARGA BAWAH TINGKAT BAWAH
Pada umumnya, penghuni di negeri teratai varga bawah-bawah, ketika masa hidupnya di dunia fana, mereka sangat tekun menyebut nama sang Buddha Amitabha, dan berkeyakinan keras mereka akan lahir di Sukhavati Loka sesuai dengan Pranidhana-Nya Yang Maha Karuna. Namun mereka lahir di Sukhavati Loka masih membawa karma-karma buruknya (Tai Ye Wang Sheng).
“Apakah maksudnya sebutan ‘Pembawa serta karma-karam lahir di Surga Sukhavati Loka itu?’�
Penghuni Sukhavati Loka, pada masa hidupnya di dunia fana yang silam, pernah berbuat jahat (karma buruk), misalnya membunuh, mencuri, menipu, memfitnah, mencelakakan orang, mengadu domba, berzina, dan lain-lain. Sebenarnya, pelaku Dasakusala (Sepuluh Kejahatan) tidak diperbolehkan lahir di Tanah Suci, namun mereka pada hari tuanya, memperoleh mitra yang baik, bijaksana, dan memberkenalkan tentang Dharma, mengajar mereka membaca Sutra, sehingga mereka menyesal kesalahan mereka yang lampau, dan betul-betul bertobat, pada sisa masa hidupnya tekun menyebut nama Sang Buddha Amitabha, berkat kekuatan Pranidhana Sang Amitabha, mereka diterima lahir di Sukhavati Loka Varga Bawah-bawah. (Negeri teratai Bagian Bawah di sektor yang Bawah)
Sukhavati Loka dibagi 9 Varga atau 9 tingkat. Penghuni Varga bawah-bawah (Tingkat Bawah) jika ingin meningkat naik ke Varga Atas-atas (Tingkat Teratai Atas), mereka harus bertapa selama 12 kalpa. Satu kalpa sama dengan 16.798.000 tahun, maka mereka yang dari Varga Bawah-Bawah meningkat ke Barga Atas-Atas membutuhkan waktu 201.576.000 tahun. Namun kita yang hidup di dunia fana, harus bersyukur, karena bila selalu menghindari perbuatan jahat, melakukan kebaikan, tekun melakkukan meditasi, mungkin dalam 35 tahun kita dapat mencapai Varga Tengah, atau Varga Atas. Bahkan bila kita pada masa kelahiran yang lampau telah menanam bibit kebajikan, mungkin pada masa kelahiran ini, kita sudah dapat mencapai ke-Buddha-an.
Sesungguhnya “Badan Manusia Sungguh Sulit Diperoleh�., perkataan Sutra ini sangat benar, maka kita harus menghargai masa hidup sebagai manusia ini, jangan menyia-nyiakan masa emas ini. Maka tekunlah bermiditasi pada kesempatan yang baik ini, dengan kemungkinan besar kita akan lahir di Varga Atas-Atas, Ketika “Bunga Teratai Berkembang Akan Menjumpai Buddha� (Hua Kuai Cien Fo). Bhuksu Yin Kwan dan Bhiksu Hong Ti adalah contoh hidup (nyata), mereka lahir di Varga Atas-Atas. (hal ini akan saya terangkan di belakng).
Ketika kembali menceritakan dunia fana yang kita alami. Pada umumnya makhluk atau manusia di dunia fana terdapat 8 (delapan) delapan jenis penderitaan, yaitu lahir, tua, sakit, mati, yang diinginkan tidak tercapai, berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, pembaraan api panca skanda. Penderitaan-penderitaan tersebut tidak terdapat di Sukhavati Loka, biarpun di Varga Bawah-Bawah juga tidak menemukan penderitaan, di Sukhavati Loka hanya ada Suka tiada Duka, Maka disebut Dunia Suka Ria. Walaupun penghuni di Varga bawah-bawah untuk mencapai Varga Atas-Atas membutuhkan waktu 12 kalpa lamanya. Namun dijamin pasti akan meningkat setingkat demi setingkat, sampai tercapai Kebudhaan disana tidak ada jalan mundur, dan tidak perlu khawatir terjerumus kembali ke alam samasara. Seluruh proses pertapaan, dari awal sampai akhir, semuanya berlangsung dalam keadaan “Sangat Gembira�.
Bunga Teratai di Varga Bawah-bawah jauh berbeda dengan teratai di Bumi. Besarnya antara setengah sampai satu setengah kilometer persegi. Tingginya setinggi gedung 4 tingkat. Semua teratai memancarkan cahaya terang. Jika penghuni di dalam teratai merenungkan masa lampau, atau menimbulkan macam-macam delusi, maka warna bunga teratai segera pudar dan hilang sinarnya. Kebalikannya jika mereka tidak mengingat kembali karma-karma masa lampaunya, dalam batinnya bersih bening tanpa delusi, maka bunganya akan memancarkan aneka macam cahaya.
Berikutnya saya menceritakan dua contoh yang nyata: Kwan She Ing Phu Sa berkotbah, “Insan berperasaan pada beryuga-yuga (kelahiran-kelahiran) yang lampau, telah berulang-ulang membuat aneka macam karma. Karma yang berulang-ulang menjadi sifat./penyakit kronis, sampai terbawa mati, ikut serta lahir di Sukhavati Loka, kekotoran batin/delusi karma mereka pada waktu istirahat, dengan tidak terasa sering terpantul keluar dan tampil di layar bayangan mereka Hal demikian paling banyak terjadi pada penghuni Varga Bawah-Bawah. Mereka makin meningkat pada Varga Bawah Tengah, lalu Varga Bawah Atas, kotoran batin/delusi karmanya semakin berkurang dan hilang. Karma-karma yang sulit mereka lupakan pada umumnya cinta kasih yang mendalam terhadap orang maupun bernda yang dicintai/disayangi yang mereka tinggalkan di dunia fana. Misalkan cinta kasihnya terhadap ayah bunda, saudara-saudara, kekasih, dan lain-lain, atau kenikmatan terhadap kesohoran, pujian, makanan, minuman, harta benda yang mereka pernah miliki. Hal-hal tersebut sering terpantul kembali bagaikan impian. Mari saya membawa anda menyaksikan sendiri kenyataan tentang pantulan karma/delusi.�
Melalui berberapa belokan, kami menemukan bunga teratai yang pudar warnanya. Kami masuk ke dalam bunga teratai, terlihatlah sebuah gedung bertingkat yang besar dan megah, lebih megah ke dalam dari istana, mempunyai taman bunga yang ditata rapi dan indah sekali, benda-benda antik di ruang tamu halus-halus, dan tak ternilai harganya, semua dekorasi dalam ruang kamar halus mewah berselera tinggi, bagaikan rumah kediaman Perdana Menteri. Di dalam gedung dihuni puluhan sanak saudara (keluarga), orang, tua muda, laku-laku perempuan, semuanya berpakaian mewah-meah. Banyak pula pelayan-pelayan keluar masuk, hiruk pikuk, seperti sedang mempersiapkan suatu pesta besar.
Saya bertanya kepada Kwan She Ing Phu Sa, “Mengapa di sini masih ada orang hidup berkeluarga seperti di bumi?�
Beliau menjelaskan,� Orang in iwaktu mendekati ajalnya ,tekun melakukan kesucian, tulus berbakti kepada Buddha Amitabha, akhirnya berhasil lahir di Sukhavati Loka, namun sifat atau kebiasaan yang telah sangat melekat pada dirinya yang berkalpa-kalpa lamanya sulit dibersihkan dengan seketika.
Orang-orang di dalam rumahnya adalah ayah bundanya, isterinya, kekasihnya, saudara-saudaranya, anak cucunya, serta famili-familinya yang amat ia cintai pada masa lalu di dunia fana. Kasih ayangnya yang mendalam kepada mereka, sungguh sulit baginya untuk melupakan dan melepaskan mereka. Maka setiap waktu istirahat di dalam bunga teratainya, kerinduannya terhadap sanak keluarga dan orang-orang yang dicintai muncul, dengan seketika mereka berkumpul di sekelilingnya.
Sesuai dengan sebutannya, di Sukhavati Loka suka ria tanpa duka derita, maka penghuninya ingat ayah bundanya, ingat isteri datanglah isterinya, ingat gedung mewah, muncullah gedung mewah, ingin makan enak, hidangan enak lezat segera berada di depannya. Macam-macam peristiwa akan tampil bila ia hendaki, bagaikan impian ketika kita sedang tidur. Saat kita bermimpi kita menganggap segala peristiwa di dalam alam impian adalah sungguh dan nyata, namun setelah kita terbangun baru menyadari peristiwa-peristiwa, orang, gedung, harta benda.. dan sebagainya yang terjadi di dalam impian, hanyalah khayalan kosong belaka. Hal demikian disebut pantulan karma atau delusi adalah bayangan kosong, dan sesungguhnya keluarganya di bumi sedikitpun tidak mengetahui hal-hal tersebut.�
Uraian Kuan She Ing Phu Sat sangat bermakna. Coba kita renungkan hidup kita di bumi ini, bukankah suatu impian yang panjang, keitka sukma kita meninggalkan jasad, segala harta benda, orang-orang yang kita miliki dan cintai tidak dapat kita bawa serta,dan bukan lagi milik kita, bagaikan suatu impian panjang dan pada akhirnya menjadi kosong hampa.
Kuan She Ing Phu Sat melanjutkan, “penghuni di Varga Bawah-Bawah mempunyai delusi dan lamunan melebihi keinginannya di bumi. Karena di dunia fana adalah dunia materi yang banyak dan besar hambatannya. (misalnya, terhalang selembar kertas tipis saja, kita tidak dapat melihat benda di belakang kertas. Zat materi selalu berubah seperti metabolisme. Jika persyaratan cukup menjadi hidup, jika persyaratan kurang menjadi mati atau musnah), maka banyak hal dan benda dikehendaki tidak bisa diperoleh, sehingga timbul resah dan penderitaan! Di Sukhavati Loka tidak terjadi hal demikian, karena dunia ini bukan dunia materi. Apa yang kau inginkan (delusi), segera akan kau memperolehnya. Dan akan engkau nikmati tidak terbatas. Sukhavati Loka adalah Sunyata (kosong, hakekat), meliputi seluruh Dharma Dhatu. Alam Dewata (kayangan) tergolong alam Astral (mental, spiritual), walau penghunji sana memiliki kesaktian, namun masih terbatas. Masih ada tidak bisa tercapai. Dunia fana bersifat materi, mempunyai hambatan berlapis-lapis, maka yang diinginkan oleh manusia sulit tercapai.
“Apa bedanya Alam Delusi (impian) di dunia kita dengan alam hakiki yang murni bersih yang dicapai oleh sang Tathagata?�, tanya saya kepada Kuan She Ing Phu Sat?�
Petunjuk Beliau adalah,� Alam hakiki adalah alam kekal yang tidak pernah lahir pun tidak akan musnah. Alam tersebut senantiasa memancarkan beraneka macam cahaya. Dunia delusi adalah dunia yang tidak tetap, selalu berubah, tidak dapat memancarkan cahaya, setelah makhluk itu terbangun, akhirnya mereka baru sadar segala sesuatunya yang terjadi hanya khayalan kosong belaka. Seperti makhluk bumi bermimpi melihat gunung, sungai, manusia, benda, gedung-gedung dan kota, ketika mereka bangun dari impian, semuanya hilang lenyap. Maka peristiwa-peristiwa di dunia fana dikelabui oleh delusi menjadi fanatik terhadap materi, kuasa, dan nama. Mereka demi harta benda, sejengkal tanah, ‘kehormatan’ mengorbankan jiwa raganya, namun sampai akhir hayatnya, tidak sesuatupun terbawa oleh mereka, melainkan kedua tangan hampa saja. Lebih malang lagi sukmanya selalu berputar-putar di alam samsara tidak bisa bebas. Dan sesuai dengan karma mereka masing-masing memperoleh ganjaran yang setimpal. Ingin terbebas dari lautan derita (alam samasara), cepatlah bangun, maka pantai seberang tidak akan jauh lagi. “