//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme  (Read 5991 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« on: 25 November 2013, 03:58:29 PM »
Mohon bantuannya adakah yang mengetahui sejarah sanksi hukuman dalam Buddhisme, seperti kasus para pembunuh bayaran Nigantha yang membunuh Moggallana dihukum mati oleh raja. Terima kasih
« Last Edit: 01 December 2013, 11:53:36 AM by Shinichi »
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #1 on: 25 November 2013, 04:20:05 PM »
1.21. Dan pada saat itu, yakkha Vajirapāni,[11] memegang pentungan besi besar, menyala dan berkilauan, melayang di angkasa tepat di atas Ambaṭṭha, berpikir: ‘Jika pemuda Ambaṭṭha ini tidak menjawab pertanyaan wajar yang diajukan oleh Yang Terberkahi untuk ke tiga kalinya, aku akan memecahkan kepalanya menjadi tujuh keping!’ Sang Tathāgata melihat Vajirapāni, demikian pula Ambaṭṭha. Dan melihat pemandangan itu, Ambaṭṭha ketakutan dan kehilangan akal, bulu badannya berdiri, dan ia mencari perlindungan, tempat bernaung, dan keselamatan dari Sang Bhagavā. Merangkak mendekati Sang Bhagavā, ia berkata: ‘Apakah yang Yang Mulia Gotama tanyakan? Sudilah Yang Mulia Gotama mengulangi pertanyaannya!’ ‘Bagaimana menurutmu, Ambaṭṭha? Pernahkah engkau mendengar tentang siapakah leluhur dari suku Kaṇhayana?’ ‘Ya, aku pernah mendengarnya, seperti yang Yang Mulia Gotama katakan, itulah asal mula suku Kaṇhāyanā, ia adalah leluhur kami.’

http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_3:_Ambaṭṭha_Sutta#1.21
There is no place like 127.0.0.1

Offline Shasika

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.152
  • Reputasi: 101
  • Gender: Female
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #2 on: 25 November 2013, 05:02:02 PM »
1.21. Dan pada saat itu, yakkha Vajirapāni,[11] memegang pentungan besi besar, menyala dan berkilauan, melayang di angkasa tepat di atas Ambaṭṭha, berpikir: ‘Jika pemuda Ambaṭṭha ini tidak menjawab pertanyaan wajar yang diajukan oleh Yang Terberkahi untuk ke tiga kalinya, aku akan memecahkan kepalanya menjadi tujuh keping!’ Sang Tathāgata melihat Vajirapāni, demikian pula Ambaṭṭha. Dan melihat pemandangan itu, Ambaṭṭha ketakutan dan kehilangan akal, bulu badannya berdiri, dan ia mencari perlindungan, tempat bernaung, dan keselamatan dari Sang Bhagavā. Merangkak mendekati Sang Bhagavā, ia berkata: ‘Apakah yang Yang Mulia Gotama tanyakan? Sudilah Yang Mulia Gotama mengulangi pertanyaannya!’ ‘Bagaimana menurutmu, Ambaṭṭha? Pernahkah engkau mendengar tentang siapakah leluhur dari suku Kaṇhayana?’ ‘Ya, aku pernah mendengarnya, seperti yang Yang Mulia Gotama katakan, itulah asal mula suku Kaṇhāyanā, ia adalah leluhur kami.’

http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_3:_Ambaṭṭha_Sutta#1.21
^:)^
I'm an ordinary human only

Offline bluppy

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.163
  • Reputasi: 65
  • Gender: Female
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #3 on: 25 November 2013, 07:26:47 PM »
http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima3/129-balapandita-e.html

MAJJHIMA NIKâYA III
3. 9. Bàlapaõóitasutaü
(129) To Recognize The Fool and the Wise One

"Again, bhikkhus, the fool sees an offender taken hold by the king and given various kinds of torture caned and wipped, flogged with the jungle rope, flogged with the soiled stick, hands severed, legs severed, or both hands and legs severed, ears and nose severed, put in the boiling gruel pot, shell tonsured, put in Ràhu's mouth, garlanded with the blazing garland, hands scorched, the bark dress given, put with snakes, putting hooks in theflesh, cutting pieces of flesh from the body, driving a spike from ear to ear, beating to make the body like straw, immersing in the boiling oil, giving to the dogs to be eaten, raising on a spike alive until death, and cutting the neck with the sword. Bhikkhus, then it occurs to the fool, for the reason of doing evil this robber, evil doer is punished. If the king gets hold of me, I too will be subjectedto these same punishments. This is the second instance that the fool experiences unpleasantness and displeasure."

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #4 on: 25 November 2013, 10:15:39 PM »

terima kasih atas 2 contoh yang telah diberikan,
sebenarnya, contoh yang saya harapkan adalah sesuatu hukuman yang nyata kehidupan nyata, sperti kasus bhante mogallana vs Nigantaha.

masih ada yang lain ?



GRP Sent !!!


http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima3/129-balapandita-e.html

MAJJHIMA NIKâYA III
3. 9. Bàlapaõóitasutaü
(129) To Recognize The Fool and the Wise One

"Again, bhikkhus, the fool sees an offender taken hold by the king and given various kinds of torture caned and wipped, flogged with the jungle rope, flogged with the soiled stick, hands severed, legs severed, or both hands and legs severed, ears and nose severed, put in the boiling gruel pot, shell tonsured, put in Ràhu's mouth, garlanded with the blazing garland, hands scorched, the bark dress given, put with snakes, putting hooks in theflesh, cutting pieces of flesh from the body, driving a spike from ear to ear, beating to make the body like straw, immersing in the boiling oil, giving to the dogs to be eaten, raising on a spike alive until death, and cutting the neck with the sword. Bhikkhus, then it occurs to the fool, for the reason of doing evil this robber, evil doer is punished. If the king gets hold of me, I too will be subjectedto these same punishments. This is the second instance that the fool experiences unpleasantness and displeasure."

1.21. Dan pada saat itu, yakkha Vajirapāni,[11] memegang pentungan besi besar, menyala dan berkilauan, melayang di angkasa tepat di atas Ambaṭṭha, berpikir: ‘Jika pemuda Ambaṭṭha ini tidak menjawab pertanyaan wajar yang diajukan oleh Yang Terberkahi untuk ke tiga kalinya, aku akan memecahkan kepalanya menjadi tujuh keping!’ Sang Tathāgata melihat Vajirapāni, demikian pula Ambaṭṭha. Dan melihat pemandangan itu, Ambaṭṭha ketakutan dan kehilangan akal, bulu badannya berdiri, dan ia mencari perlindungan, tempat bernaung, dan keselamatan dari Sang Bhagavā. Merangkak mendekati Sang Bhagavā, ia berkata: ‘Apakah yang Yang Mulia Gotama tanyakan? Sudilah Yang Mulia Gotama mengulangi pertanyaannya!’ ‘Bagaimana menurutmu, Ambaṭṭha? Pernahkah engkau mendengar tentang siapakah leluhur dari suku Kaṇhayana?’ ‘Ya, aku pernah mendengarnya, seperti yang Yang Mulia Gotama katakan, itulah asal mula suku Kaṇhāyanā, ia adalah leluhur kami.’

http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_3:_Ambaṭṭha_Sutta#1.21

Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #5 on: 25 November 2013, 11:26:26 PM »
Pada malam sebelum mengkat (parinibbana), Sang Buddha memanggil Ananda Thera ke samping tempat berbaring beliau dan memerintahkan Ananda Thera agar menjatuhkan hukuman Brahma (Brahmadanda) kepada Channa. Sebagai contoh, para bhikkhu tidak boleh menghiraukannya dan tidak melakukan pekerjaan apapun bersama Channa.

Setelah Sang Buddha mangkat (parinibbana), Channa mendengar hukuman yang diberikan oleh Ananda Thera. Ia merasakan penyesalan yang mendalam atas kesalahan-kesalahannya sehingga ia tidak sadarkan diri sebanyak 3 kali. Kemudian ia mengakui kesalahannya kepada para bhikkhu dan meminta maaf. Pada saat itu, ia mengubah tingkah lakunya dan pandangannya. ia juga patuh pada petunjuk mereka untuk praktek meditasi. Beberapa waktu kemudian Channa mencapai tingkat kesucian arahat.
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #6 on: 25 November 2013, 11:34:01 PM »
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #7 on: 30 November 2013, 07:19:52 AM »
link ke-2, paling mendekati pencarian saya, GRP sent  _/\_

kalau sejarah penindasan agama buddha, bisa diliat di
http://en.wikipedia.org/wiki/Persecution_of_Buddhists

http://www.zum.de/whkmla/sp/1112/sbk/sbk2.html#iii1
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #8 on: 30 November 2013, 10:06:43 AM »
Apakah ini termasuk?

Kejadian-kejadian yang digambarkan dekat dengan kematian raja Mahāsena sekitar tahun 304 M, yang mengikuti kemenangan Mahāvihāra atas saingan sengitnya vihara Abhayagiri. Persaingan ini telah dimulai sekitar 400 tahun sebelumnya, ketika vihara Abhayagiri, setelah dibangun oleh raja Vaṭṭagāminī, menjadi rumah bagi Bahalamassutissa, pengikut seseorang tertentu yang bernama Mahātissa, yang diusir dari Mahāvihāra karena keakraban yang tidak pantas dengan umat awam. Vihara ini kemudian dianggap sebagai yang bersifat memecah belah dari Theravāda.[87] Abhayagiri menjadi [vihara] yang dihubungkan dengan ajaran-ajaran yang dicurigai diimpor dari daratan [India]. Karena sedikit jika ada dari literatur mereka yang bertahan, tidak jelas persisnya bagaimana posisi doktrinal mereka berkembang.[88]

Kedua vihara menerima dukungan kerajaan sampai masa Vohārika Tissa, kira-kira tahun 230 M, ketika Abhayagirivāsin dituduh mengimpor kitab “Vetulya”. Biasanya diasumsikan bahwa ini sesuatu yang berhubungan dengan Mahāyāna, walaupun terdapat sedikit bukti langsung. Dalam setiap kasus, kitab-kitab ini diganyang. Tidak ada pembahasan tentang ajaran-ajaran yang diajarkan atau mengapa ajaran-ajaran ini sangat berbahaya. Kita bahkan mungkin dimaafkan untuk membayangkan apakah isi sebenarnya dari teks-teks ini sepenuhnya relevan.[89]

Dalam setiap kasus, buku-buku “Vetulya” dibakar dan para bhikkhu dilecehkan. Mengikuti ini, raja-raja Vohārikatissa, Goṭhābhaya, dan Jeṭṭhatissa mendukung Mahāvihāra. Tetapi Abhayagiri terus menyebabkan masalah. 60 orang bhikkhu diusir oleh Goṭhābhaya karena menganut Vetullavāda; ini digambarkan dalam Mahāvaṁsa sebagai “duri dalam ajaran sang penakluk”,[90] persis seperti Dīpavaṁsa menyebut Vajjiputtaka dan para pemecah belah lainnya sebagai “duri dalam pohon banyan”. Belakangan kemudian, Nikāyasaṅgraha dari Dharmakīrti (abad ke-14) mengubah perumpamaan yang murni harfiah ini menjadi sejarah, dengan menyatakan bahwa kira-kira tahun 32 SM, tak lama setelah Abhayagiri dibangun, sekelompok bhikkhu Vajjiputtaka, di bawah kepemimpinan seseorang tertentu bernama Dharmaruci, datang ke Sri Lanka dan, ditolak oleh Mahāvihāra, menemukan dukungan di Abhayagiri. Inilah Vajjiputtaka/Mahāsaṅghika yang lalai.[91]

Tetapi segera keadaan berubah. Seorang bhikkhu bernama Saṅghamitta datang dari India. Dilukiskan dalam warna yang paling gelap oleh Mahāvihāravāsin, bhikkhu ini membantu Abhayagiri untuk berkumpul kembali. Ia ditolak oleh raja Jeṭṭhatissa dan melarikan diri kembali ke India; tetapi pada saat penobatan Mahāsena ia kembali dan melakukan upacara penobatan untuk raja. Di bawah pengaruh Saṅghamitta, raja Mahāsena menganiaya Mahāvihāra: para bhikkhu diusir dari vihara tersebut selama sembilan tahun, dan Abhayagirivāsin, bersama dengan menteri Soṇa, merampok harta kekayaan Mahāvihāra untuk menghias Abhayagiri. Para pendukung dari Mahāvihāra sangat gempar sehingga seorang menteri bernama Meghavaṇṇabhaya mengundurkan diri ke wilayah Malaya, di mana Mahāvihāravāsin tinggal dalam pengasingan, mengumpulkan laskar perang dan bergerak menuju ibukota. Namun masa itu sifat kepahlawanan masih berlaku. Menteri pemberontak tersebut merenungkan bahwa ia tidak seharusnya makan jauh dari sahabat baiknya sang raja, maka menjelang peperangan itu mereka berbagi sarapan. Raja bertanya mengapa Meghavaṇṇabhaya bermaksud untuk berperang, dan ia menjawab bahwa ia tidak tahan melihat penghancuran Mahāvihāra. Raja dengan bijaksana meminta maaf dan berjanji untuk membangun kembali Mahāvihāra: suatu teladan mengagumkan bagi mereka yang akan melakukan perang suci saat ini. Tetapi salah satu istri raja sangat bersedih sehingga ia memerintahkan Saṅghamitta dan Soṇa dibunuh. Abhayagiri kemudian dilucuti untuk menghiasi Mahāvihāra.

Kejadian-kejadian ini memuncak dengan kematian Mahāsena. Mahāvaṁsa, dalam terjemahan Geiger, berakhir dengan kata-kata ini: “Demikianlah ia mengumpulkan bagi dirinya sendiri banyak jasa kebajikan dan banyak rasa bersalah,” sangat sempurna membungkus dunia moral yang sangat dalam dan ambigu dari kronologis Sri Lanka. Di sepanjangnya kita melihat sebuah pengabdian yang sejati pada cita-cita Dhamma. Sementara terdapat sedikit bukti perembesan ajaran-ajaran dan praktek yang maju melalui budayanya, masih raja-raja membuat usaha terus-menerus untuk menghidupkan cita-cita raja yang baik seperti yang ditunjukkan oleh Aśoka. Tetapi permintaan terhadap pemerintah mutlak tidak berkompromi dengan cita-cita yang mulia ini. Setelah dengan dekat menjalin konsep Buddhisme mereka dengan bangsa Sri Lanka, Sangha menemukan tidak mungkin mempertahankan ketidakbergantungan dari arena politik. Sementara kita tidak dapat menerima semua yang kita temukan dalam halaman-halaman yang berdarah ini, kita harus ingat bahwa sejarah adalah seperti ini, di mana pun, sepanjang waktu. Bagi seluruh Sri Lanka tidak lebih buruk daripada, dan mungkin lebih baik daripada kebanyakannya. Tidak diragukan tradisi-tradisi Buddhis lain telah menghadapi pilihan yang pahit dan perjuangan yang mematikan. Perbedaannya bahwa kita tidak mengetahui apa pun tentang tradisi-tradisi Buddhis lain, karena orang Sinhala satu-satunya umat Buddhis dari India kuno yang melestarikan sebuah literatur sejarah. Literatur tersebut menyatakan bahwa tanpa kadangkala kekerasan yang mendukung, Buddhisme tidak akan bertahan. Sementara kita harus menyesalkan kekerasan itu, kita tidak dapat menolak bahwa tradisi, termasuk teks-teks yang mengatakan kita kisah ini, kenyataannya telah bertahan di mana semua yang lain gagal.


http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23774.msg433795.html#msg433795
« Last Edit: 30 November 2013, 10:19:07 AM by Shinichi »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Shasika

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.152
  • Reputasi: 101
  • Gender: Female
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #9 on: 30 November 2013, 11:09:33 PM »
Sepertinya pembahasan hal semacam ini kok menyamakan agama tetangga aja, [ASK] apakah kemajuan untuk bathin kita ?  ^:)^

Sejak dari awal postingan saya sudah memberi "sign" dengan emoticon "bow" ternyata berbicara bahasa isyarat itu TIDAK MUDAH buktinya masih berlanjut terus, saya YAKIN sepenuhnya kepada DHAMMA dan bagi saya hal2 semacam ini TIDAK AKAN ada manfaatnya untuk kemajuan bathin kita.

Contoh : Sutta Deva duta (bagi saya kok sama persis ama ancaman NERAKA nya agama tetangga). Akan lebih bermanfaat bila kita membahas hal2 yang bisa membawa KEMAJUAN BATHIN kita. Maaf beribu maaf bila kurang berkenan, silahkan dihapus saja postingan ini. ^:)^
I'm an ordinary human only

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
vinaya pitaka di DC
« Reply #10 on: 08 December 2013, 05:26:31 PM »
All,

dimana link lengkap vinaya pitaka di DC?
saya ketemu di luar daerah kekuasaan DC tp pakai stempel DC (http://sulut.kemenag.go.id/file/file/BimasBuddha/idtu1363905506.pdf).

mau cari rujukan literatur untuk statement ini: "Pergilah kalian, demi kebaikan semua, demi kebahagiaan semua, atas dasar belas kasih kepada dunia, demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Janganlah pergi berdua dalam satu jalan. Babarkanlah Dhamma ini, yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya dan indah pada akhirnya."
(Marakatha, Mahavagga Pali, Vinaya Pitaka I, ada dimana ? halaman berapa ?)


 _/\_
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline The Ronald

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.231
  • Reputasi: 89
  • Gender: Male
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #11 on: 08 December 2013, 05:52:59 PM »
ga ada di buku itu ...
 itu buku pertama..adanya mungkin di buku ke 3..mahavagga


mahavagga- first khandaka - 11


1. And the Blessed One said to the Bhikkhus: 'I am delivered, O Bhikkhus, from all fetters, human and divine. You, O Bhikkhus, are also delivered from all fetters, human and divine. Go ye now, O Bhikkhus, and wander, for the gain of the many, for the welfare of the many, out of compassion for the world, for the good, for the gain, and for the welfare of gods and men, Let not two of you go the same way1, Preach, O Bhikkhus, the doctrine p. 113 which is glorious in the beginning, glorious in the middle, glorious at the end, in the spirit and in the letter; proclaim a consummate, perfect, and pure life of holiness. There are beings whose mental eyes are covered by scarcely any dust, but if the doctrine is not preached to them, they cannot attain salvation. They will understand the doctrine. And I will go also, O Bhikkhus, to Uruvelâ, to Senâninigama1, in order to preach the doctrine.'


http://www.sacred-texts.com/bud/sbe13/sbe1312.htm
« Last Edit: 08 December 2013, 06:07:41 PM by The Ronald »
...

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #12 on: 08 December 2013, 06:02:41 PM »
All,

dimana link lengkap vinaya pitaka di DC?
saya ketemu di luar daerah kekuasaan DC tp pakai stempel DC (http://sulut.kemenag.go.id/file/file/BimasBuddha/idtu1363905506.pdf).

mau cari rujukan literatur untuk statement ini: "Pergilah kalian, demi kebaikan semua, demi kebahagiaan semua, atas dasar belas kasih kepada dunia, demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Janganlah pergi berdua dalam satu jalan. Babarkanlah Dhamma ini, yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya dan indah pada akhirnya."
(Marakatha, Mahavagga Pali, Vinaya Pitaka I, ada dimana ? halaman berapa ?)


 _/\_

Link tsb adalah e-book Sutta Vibhanga, salah satu bagian dari Vinaya Pitaka yang ada di perpustakaan DC: http://dhammacitta.org/perpustakaan/vinaya-pitaka-volume-i-suttavibhanga/

Sedangkan yang ditanyakan TS adalah Mahavagga yang belum ada terjemahan Indonesia-nya oleh DC. Versi Inggris-nya sudah diberikan sdr. Ronald, sedangkan versi yang sejajar terdapat juga dalam SN 4.5: http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_4.5:_Dutiyam%C4%81rap%C4%81sa_Sutta
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #13 on: 08 December 2013, 06:11:20 PM »
terima kasih atas bantuan para mahluk DC karena telah meringankan beban saya  _/\_


GRP sent !!!
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« Reply #14 on: 09 December 2013, 10:43:20 PM »
thx's all yg sdh bantu cari petunjuk walau ada yg cocok / kurang cocok / tidak cocok sama sekali.
malam ini, malam terakhir....


setelah itu silaken di lock,  _/\_

Post: 3000 (kebetulan jg :) )
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

 

anything