Kesultanan Malaka
Pada awal abad ke-15 M, terjadi perang saudara di Kerajaan Majapahit yang dikenal sebagai Perang Paregreg. Dalam peperangan tersebut, seorang pangeran Kerajaan Majapahit yang bernama Paramisora bersama para pengikutnya melarikan diri dari Blambangan (Banyuwangi) menuju ke Tumasik (Singapura). Karena Tumasik dianggap kurang aman dan kurang sesuai untuk tempat pendirian sebuah kerajaan, maka perjalanan dilanjutkan ke utara sampai di Semenanjung Malaka. Di daerah inilah, Paramisora membangun perkampungan dibantu oleh petani dan nelayan setempat. Perkampungan baru itu berkembang pesat karena letaknya yang strategis di tepi jalur perdagangan internasional di Selat Malaka. Hal tersebut mendorong Paramisora membangun sebuah kerajaan yang bernama Malaka.
Kegiatan perdagangan di Selat Malaka pada saat itu didominasi oleh para pedagang Islam. Akibatnya, pengaruh Islam sangat besar di wilayah ini. Hal tersebut berpengaruh pula terhadap rajanya. Paramisora pun akhirnya memutuskan untuk menganut agama Islam dan berganti nama menjadi Iskandar Syah. Malaka kemudian menjadi kerajaan yang cukup penting di Asia Tenggara. Untuk menjaga keamanan dari ancaman Siam dan Majapahit, Iskandar Syah pada tahun 1405 meminta perlindungan pada Kaisar Cina dengan menyatakan takluk kepadanya.
Iskandar Syah berhasil mengembangkan Malaka menjadi kerajaan penting di Selat Malaka. Ia memerintah hingga tahun 1414 M. Setelah meninggal, ia digantikan putranya bernama Muhammad ISkandar Syah (1414-1424). Di bawah pemerintahannya, kekuasaan Malaka diperluas hingga menguasai seluruh wilayah Semenanjung Malaka. Guna memperkuat posisinya, Muhammad Iskandar Syah melakukan perkawinan politik dengan putri kesultanan Samudra Pasai. Perdagangan dan pelayaran di Selat Malaka pun semakin ramai. Namun, Muhammad Iskandar Syah kemudian dikudeta oleh saudaranya sendiri yang bernama Mudzafar Syah.
Setelah menjadi raja baru, Mudzafar Syah bergelar Sultan Mudzafar Syah sehingga ia merupakan Raja Malaka pertama yang bergelar sultan. Mudzafar Syah memerintah Malaka tahun 1424-1458. Di bawah Sultan Mudzafar Syah, Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan antara Timur dan Barat. Kedudukan yang begitu kuat membuat Sultan Mudzafar Syah berani menghadapi kerajaan Siam. Serangan dari Kerajaan Siam dapat dipatahkan. Bahkan, Mudzafar Syah mampu meluaskan wilayah di sekitar Malaka, seperti Pahang, Kampar, dan Indragiri. Setelah Sultan Mudzafar Syah wafat, tahta diwariskan kepada putranya yang bergelar Sultan Mansyur Syah.
Di bawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah, Malaka berkembang pesat mencapai puncak kejayaannya. Mansyur Syah terus meluaskan wilayah kekuasaan, bahkan Siam berhasil dikuasai. Pada masa pemerintahan Mansyur Syah inilah hidup seorang laksamana yang berjasa besar mengembangkan kesultanan Malaka, bernama Hang Tuah. Menurut cerita rakyat, ia digambarkan hidup dalam beberapa abad, sejak zaman Gajah Mada pada abad ke-14 sampai zaman Belanda pada abad ke-17.
Pengganti Sultan Mansyur Syah ialah Sultan Alaudin Syah (1477-1488 M). Pada masa pemerintahannya, Malaka mulai mengalami kemerosotan. Satu demi satu wilayah yang dahulunya dikuasai mulai melepaskan diri dari Malaka. Alaudin Syah digantikan putranya bernama Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M). Pemerintahan Mahmud Syah sangat lemah. Daerah kekuasaannya hanya meliputi sebagian kecil Semenanjung Malaka. Pada masa pemerintahannya muncul ekspedisi bangsa Portugis yang dipimpin Alfonso D'albuquerque, yang kemudian berhasil menaklukkan Malaka pada tahun 1511.