//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu  (Read 111797 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #180 on: 16 July 2007, 06:29:39 PM »

That's make sense now ?
Udana 8:6 hanya mengajarkan untuk menghargai Mahluk lain (baik yg kliatan maupun tidak) sebelum menganggu tempat mereka
[/quote]


TAN:

Mari kita kembali pada laptop agar tidak melenceng terlalu jauh:

Kepada para dewata di sana
Dia HARUS membuat persembahan
Bila dihormat, mereka akan menghormatinya
Bila dihargai, mereka akan menghargainya.

Mereka akan menunjukkan kasih sayang kepadanya
Seperti seorang ibu kepada anaknya sendiri,
Seorang yang dikasihi oleh para dewata,
Selalu mempunyai keberuntungan yang baik.

Berdasarkan kalimat di atas jelas sekali bahwa seseorang diajarkan untuk memberikan persembahan pada dewata. Memberikan persembahan artinya adalah "menyembah." Tetapi anehnya banyak umat Theravada yang mentertawakan orang yang bersembahyang pada para deva atau bodhisattva di kuil. Padahal di sutta-nya sendiri mengajarkan untuk memberikan persembahan pada para deva, bukannya sekedar penghargaan atau menghormati.
Menghina orang yang bersembahyang pada deva di kuil jelas sekali bukan merupakan perwujudan penghormatan pada para deva ataupun bodhisattva, sehingga jelas sekali bertentangan dengan kutipan Udana 8:6 di atas.
Kemudian dalam sutta di atas memperlihatkan adanya implikasi timbal-balik, yang menyebutkan "Seorang yang dikasihi oleh para dewata, Selalu mempunyai keberuntungan yang baik." Jadi berdasarkan konteksnya, seseorang yang memberikan persembahan pada para deva akan dikasihi oleh mereka, sehingga mendapatkan keberuntungan yang baik. Oleh karenanya, Udana 8.6 yang menjadi bagian kanon Pali mengajarkan bahwa menyembah deva dapat mendatangkan keberuntungan dan bahkan "diharuskan" oleh Buddha.
Saya kira sudah cukup jelas. Mari kita fokus pada kutipan di atas dulu.

Tan


Offline langitbiru

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 547
  • Reputasi: 23
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #181 on: 16 July 2007, 06:30:14 PM »
 :-t
astaga naga..rame amat disini  %-(

spt yg sumedho blg, adu argumen yg bener, jangan menghina pribadi lawan.
menghina pribadi lawan berarti ketidakmampuan untuk mengajukan argumen, artinya... you lost ;D
oni... kao titi bobo... gigi...

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #182 on: 16 July 2007, 06:44:08 PM »
Namo Buddhaya,

Orang menghina pribadi saya, masih dapat saya maafkan. Asal jangan menghina sekte. Tindakan yang sangat tidak terpuji.
Saya masih dapat menerima orang K. menghina Buddhisme. Tetapi kalau sesama Buddhis menghina Buddhis yang lain sekte, itu sudah keterlaluan dan tidak dapat saya toleransi. Paling tidak saya hendak menunjukkan bahwa pada kanon sektenya juga terdapat tahayulisme yang sama dengan yang dikatakan terhadap Mahayana. Orang yang menghina sekte lain memiliki kepribadian yang sangat rendah. Orang yang menyerang orang lain bukan kerabatnya mungkin masih dapat dianggap wajar, tetapi kalau yang diserang adalah saudara sendiri, maka dengan terpaksa saya menyatakan bahwa orang itu memiliki kepribadian yang bermasalah.
Oleh karena itu, sebelumnya saya sudah menyarankan agar topik ini dihentikan, tetapi ternyata tidak ada tanggapan sama sekali. Jadi terpaksa saya teruskan. Harap maklum adanya.

Tan

Offline Forte

  • Sebelumnya FoxRockman
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 16.577
  • Reputasi: 458
  • Gender: Male
  • not mine - not me - not myself
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #183 on: 16 July 2007, 06:55:47 PM »
Quote from: DHAMMAPADA I, 3-5
"Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya". Selama seseorang masih menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir.

"Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya". Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir.

Kebencian tak akan pernah berakhir apabila dibalas dengan kebencian. Tetapi, kebencian akan berakhir bila dibalas dengan tidak membenci. Inilah satu hukum abadi
Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku
6 kelompok 6 - Chachakka Sutta MN 148

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #184 on: 16 July 2007, 06:57:54 PM »
Quote from: Tan
Oleh karenanya, Udana 8.6 yang menjadi bagian kanon Pali mengajarkan bahwa menyembah deva dapat mendatangkan keberuntungan dan bahkan "diharuskan" oleh Buddha.
1. Tidak ada kata Harus dalam Buddhism, Buddhism bukan seperti agama samawi

2. Context Udana 8:6 adalah menjelaskan Untung Rugi-nya tindakan seseorang

3. Udana 8:6 menjelaskan kalao sebelum membongkar Hutan (Tempat tinggal Mahluk Laen)
sebisa mungkin memberikan Persembahan (read: Dana) ke mereka

4. Udana 8:6 bukan menyuruh MENYEMBAH!

5. Persembahan bukan MENYEMBAH

6. Memberikan Persembahan sejumlah Buku/Baju/Pangan ke Panti Asuhan, apakah hal tersebut berarti Menyembah Panti Asuhan ?

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #185 on: 16 July 2007, 09:43:29 PM »
Quote from: Tan
Oleh karenanya, Udana 8.6 yang menjadi bagian kanon Pali mengajarkan bahwa menyembah deva dapat mendatangkan keberuntungan dan bahkan "diharuskan" oleh Buddha.
1. Tidak ada kata Harus dalam Buddhism, Buddhism bukan seperti agama samawi

2. Context Udana 8:6 adalah menjelaskan Untung Rugi-nya tindakan seseorang

3. Udana 8:6 menjelaskan kalao sebelum membongkar Hutan (Tempat tinggal Mahluk Laen)
sebisa mungkin memberikan Persembahan (read: Dana) ke mereka

4. Udana 8:6 bukan menyuruh MENYEMBAH!

5. Persembahan bukan MENYEMBAH

6. Memberikan Persembahan sejumlah Buku/Baju/Pangan ke Panti Asuhan, apakah hal tersebut berarti Menyembah Panti Asuhan ?

1.Kata "harus" itu ada pada terjemahan bahasa Indonesia kitab Udana, yang di depannya ada pengantar dari STI, atas nama Bhante Pannyavaro. Jika terjemahan itu salah, seyogianya ada pernyataan resmi dari STI yang menarik kembali terjemahan tersebut. Jadi kata "harus" tersebut bukan dari saya, tetapi aslinya sudah ada di terjemahan.

2.Saya tidak mempermasalahkan untung-ruginya tindakan seseorang, yang harus saya tekankan adalah konsep memberi persembahan pada deva atau makhluk surgawi itu harus diakui ada dalam tradisi Theravada yang diwakili oleh kanon Pali. Jika demikian halnya, tidak etis bila umat Theravada merendahkan mereka yang memberikan persembahan pada dewa-dewi di kuil. Jadi penekanan apa yang saya sampaikan di atas sama sekali tidak berhubungan denga manfaat-manfaat yang Anda sebutkan. Kini apakah Anda mengakui bahwa konsep memberi persembahan pada dewa juga ada dalam tradisi Theravada (dalam hal ini kanon Pali). Mohon dijawab dahulu dengan "ya" atau "tidak."

3.Saya tidak mempermasalahkan mengenai latar belakang sutta tersebut, yang berhubungan dengan "membongkar" hutan dan lain sebagainya. Kemudian jika para deva hidup lebih bahagia dibandingkan manusia, apakah "dana" yang diberikan pada mereka bermanfaat? Apakah masuk akal para pengemis miskin (dalam hal ini manusia) memberikan persembahan pada para konglomerat (deva)? Meskipun Anda menyebutnya sebagai "dana," poin-nya tetap sama: ada sesuatu yang diberikan pada para deva atau makhluk suci. Sekarang bagaimana benda persembahan tersebut dapat "sampai" pada para deva atau makhluk suci? Bagaimanakah Anda menjelaskannya secara ilmiah? Jika tidak dapat, maka tidak etis apabila umat Theravada menafsirkan sutra-sutra Mahayana secara harafiah. Kecuali kalau memang setelah dipersembahkan makanan itu biasa hilang dengan sendirinya dan muncul di alam deva.

4.Menyuruh menyembah atau bukan, yang pasti disuruh memberi persembahan. Bagi saya ini sama dengan "menyembah." Kalau memang bukan disuruh menyembah, jangan gunakan istilah "persembahan." Tetapi ini sebenarnya tidak penting, yang saya tekankan adalah poin 2. Tidaklah etis bagi umat Theravada untuk merendahkan mereka yang membawa persembahan ke kuil. Menurut Anda sendiri apakah sifat merendahkan itu bijaksana? Mohon dijawab dengan "ya" atau "tidak"?

5.Persembahan bukan "menyembah," itu adalah tafsiran Anda.

6.Apa yang diberikan pada panti asuhan, tidak pernah saya sebut sebagai "persembahan," melainkan "sumbangan" atau "amal."



Sekian,

Terima kasih

Tan

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #186 on: 16 July 2007, 10:09:20 PM »
Waduh sudah ramai :)


Berarti diskusi topik ini kita pending terlebih dahulu. Karena toh Anda juga tidak dapat memberikan makna yang tepat bagi kata zhibing. Jadi diskusi ini hanya akan berputar-putar saja. Orang yang menafsirkannya sebagai kanker, tentu juga punya pertimbangan2 tertentu yang kita tidak tahu. Sejauh ini Anda hanya bertanya saja dan tidak atau belum dapat memberikan jawaban definitif. Anda sendiri juga mengakui bahwa Anda tidak tahu arti kata zhibing, bukan? Bagi saja karena zhibing berarti "penyakit berat," maka orang yang menderita penyakit kanker juga dapat membaca sutra tersebut.

Lalu apa salahnya ada beberapa mantra yang khasiatnya sama. Mari kita lihat obat-obatan untuk pusing, ada Panadol, Refagan, Mixagrip, Oskadon, dll. Tidak harus hanya ada satu obat saja, bukan?

Bukanlah fokus saya untuk mencari definisi sesungguhnya dari kata zhi bing ( sebenarnya bukan zhibing), Sdr. Tan. Fokus saya pada konteks ini adalah mempertanyakan penambahan kata ”kanker” dari teks yang sudah ada, sehingga artinya yang luas menjadi spesifik. Tapi biarlah.

Benar, sebelumnya saya tidak dapat (belum berani) memberikan makna yang tepat pada kata ”zhi bing”, dan hal ini juga sempat membuat saya berpikir untuk menunda diskusi ini karena ragu setelah anda mengatakan kata ”zhi bing” berasal dari bahasa Mandarin Wenyan dan tidak menyadari bahwa itu adalah 2 kata. Tetapi mudah-mudahan sekarang saya bisa memastikan bahwa penyakit berat yang disebutkan dalam sutra bukanlah kanker. Kenapa bukan kanker? Karena tidak ada indikasi di dalam sutra bahwa penyakit mereka adalah kanker.  Hanya ada 2 indikasi dalam sutra yaitu badan para bhiksu yang kurus dan adanya darah dan nanah yang mengalir. Sampai di sini masih mengambang. Dan kata kuncinya ada pada 2 kata yaitu zhi & bing dan saya mencoba untuk menerjemahkannya, tentu saja secara bodoh.Hasilnya:
Zhi bing atau ? ? atau ? ?, dalam bahasa kerennya adalah Penyakit Hemorrhoid. Yup, Hemorrhoid tidak lain adalah wasir atau ambeien.http://cn.18dao.net/

(NB: ada tulisan mandarin yang tidak keluar di sini)

Jika kita mengacu pada 2 indikasi yang ada pada sutra, khususnya yang kedua yaitu adanya darah yang mengalir maka sangat pas dengan kondisi seseorang yang mengalami wasir yaitu adanya darah yang keluar dari lubang anus.Dan mengingat para bhiksu pada umumnya hidup meditatif dengan cara duduk, maka mereka memiliki potensi besar terhadap penyakit ini.Apakah wasir adalah termasuk penyakit berat? Ya bisa saja, JIKA dibiarkan. Tapi entah kenapa penerjemah Mandarin-Inggris atau Inggris-Indonesia tidak menerjemahkan sebagai wasir,tetapi justru menambahkan kata ”kanker”, apakah karena malu dengan anggapan bahwa wasir adalah penyakit wong deso dan kanker adalah penyakit wong kota atau bagaimana, saya tidak tahu. 
 
Jadi dari penyelidikan saya diatas, Sdr. Tan, saya bisa menyimpulkan bahwa penyakit tersebut bukan Kanker tapi Hemorrhoid atau Wasir.

Ketika kata ”kanker” ditambahkan padahal tidak ada indikasi ke arah penyakit tersebut, maka kita sudah merubah sebuah sutra. Dan orang akan beranggapan bahwa penyakit para bhiksu tersebut adalah penyakit kanker.

Nah, karena arti dari zhi bing sudah ada dan artinya sangat spesifik, maka argumen anda mengenai jenis-jenis obat yang sama fungsinya tersebut menjadi gugur. Kita tidak akan memberikan Panadol kepada orang sakit perut kan?? Kita tidak memberikan obat sakit wasir kepada penyakit Kanker kan ? :)

Quote
TAN:
Ada. Dalam Bayangshenzhoujing (Taisho Tripitaka 2898). Saya ulangi lagi dalam sutra tertera kata yin, yang tidak saya terjemahkan, karena saya tidak tahu apa kata yin itu dalam bahasa aslinya. Saya kira ini sudah benar dalam kaidah penerjemahan, selama kita tidak tahu apa terjemahan yang tepat, boleh saja dibiarkan dalam bahasa aslinya. Mungkin saja bahasa aslinya berarti karena udara dingin juga masuk akal. Tetapi karena kita tidak tahu pasti, maka biar saja tetap dalam yin. Kecuali Anda dapat mencantumkan sumber Sansekertanya. Jadi saya kira diskusi ini hanya berputar2 tanpa arah dan tidak menghasilkan apa-apa. Kalau Anda hendak memperbaiki terjemahannya, cobalah memberikan sesuatu usulan yang konkrit dan definitif.

Hanya satu Sdr. Tan?? Jika hanya 1 , 2 , 3...dan 10 diantara 100, itu bukan umum namanya Sdr. Tan.
Dan saya rasa diskusi ini tidak berputar-putar. Sekali lagi saya sampaikan bahwa kata-kata di depannya tidak mengindikasikan adanya dikotomi, sekarang tinggal anda membuktikan bahwa ada indikasi dikotomi dalam sutra tersebut maupun faktor keumuman menggunakan dikotomi dalam sutra lainnya. Itu saja, tidak berputar-putar kok.

Sdr. Tan, jika yang dimaksud adalah udara dingin maka seharusnya kata yang digunakan bukanlah ”yin” yang sifatnya luas, tapi harus yang spesifik misalnya ”han feng” atau ”hon fung” seperti kata-kata di depan yang sifatnya spesifik yaitu ”ren” (panas) dan merupakan unsur. Bahkan kata ”angin” (feng) sudah ada di depannya dan juga merupakan unsur. Jadi tanggapan anda bahwa adanya dikotomi adalah kurang tepat.
Saya tidak tahu bahasa sanksertanya apa, tetapi yang pasti bukan kata yang berdikotomi seperti yang anda anggap, dan ”yin” adalah kata yang berdikotomi. Pada tahap ini tugas saya menepis, menolak keberadaan kata ”yin” yang berdikotomis sebagai sesuatu yang wajar berada di dalam sutra Buddhis, sudah selesai. Masalah kata yang sebenarnya, itu bukanlah tugas saya , tapi tugas anda atau tepatnya umat Mahayanis. Dan bagaimana anda bisa mengharapkan untuk dicari sebuah noda kepada orang yang berusaha menghilangkan noda? :)

NB: Apakah Sdr. Tan  adalah Ivan Taniputera yang menyusun sutra-sutra Mahayana yang di ebook-kan di Dhamamcitta? Jika ya, seharusnya Sdr. Ivan Taniputera memiliki sutra dalam bahasa Sanskertanya. Karena sangat mengherankan, pada mantranya terdapat bahasa sanksertanya, tapi keseluruhannya tidak ada.

Quote
Ya mungkin saja. Kenapa tidak?

Tepat :)

Quote
Masalahnya terjadi standar ganda di sini. Saat membicarakan mengenai naskah Mahayana Anda memaksakan penafsiran yang harafiah. Tetapi saat membicarakan mengenai naskah Theravada, maka dengan enteng Anda mengatakan bahwa itu adalah perumpamaan. Tentu kita tidak boleh demikian. Kalau kita bicara secara harafiah, maka tidak boleh dianggap sebagai perumpamaan saja.
Usaha pelogisan yang Anda ungkapkan di atas memang benar. Tetapi tidak boleh berat sebelah atau berstandar ganda. Jika Anda tidak menyetujui pelogisan mantra, maka naskah-naskah Pali juga tidak boleh "dilogiskan" agar dapat dipahami oleh orang lain atau diri Anda.

Kalau kita sudah menerapkan standar ganda, maka akhirnya adalah ego yang bermain. Saya kira apa yang Anda pelogisan sebenarnya tidak masalah, yang pasti kita hendaknya tidak menerapkan standar ganda.

Tidakkah demikian?

Tidak demikian Sdr. Tan. Saya tidak menggunakan standar ganda, tetapi melogiskan berdasarkan indikasi-indikasi logis yang ada dalam sutta ataupun sutra. Hal ini sudah saya buktikan ketika saya menjawab pertanyaan mengenai sukhavati di topik lain. Bagi non Mahayanis, sukhavati adalah tidak ada tetapi bagi saya masih ada indikasi logis di dalamnya. Jadi saya tidak menolak mentah-mentah jutru dengan adanya indikasi-indikasi di dalamnya, saya berusaha melogiskannya dan hasilnya saya berpendapat sukhavati dalam Mahayana hampir menyerupai alam sudhavasa dalam Theravada.
Dan dalam konteks sutra penyembuh ”kanker” ini, saya tidak menemukan indikasi logisnya.

Mengenai perumpamaan, saya perlu minta maaf, karena bukan perumpamaan yang saya maksud, tetapi pelogisan. Dan alasan adanya perumpamaan adalah usaha pelogisan seseorang terhadap teks. Apakah salah? Saya rasa tidak, selama dalam teks (sutta atau sutra) memang ada indikasi sebuah perumpamaan.

Jadi saya rasa saya tidak menggunakan standar ganda. Mungkin ini karena anda yang tidak bisa mengikuti dan memahami jalan pikiran saya. ;)
« Last Edit: 16 July 2007, 10:16:15 PM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #187 on: 16 July 2007, 10:10:35 PM »
Quote
Ya itu khan penafsiran Anda. Wabah penyakit dan kelaparan dengan makhluk2 halus adalah sesuatu yang berbeda dan tidak ada hubungannya. Pandangan bahwa wabah penyakit disebabkan oleh makhluk2 halus jelas sudah ketinggalan zaman  .
Dalam Sutta dijelaskan bahwa saat itu Vesali terjadi wabah penyakit dan kelaparan:

"The city of Vesali was afflicted by a famine, causing death, especially to the poor folk. Due to the presence of decaying corpses the evil spirits began to haunt the city; this was followed by a pestilence. Plagued by these three fears of famine, non-human beings and pestilence, the citizens sought the help of the Buddha who was then living at Rajagaha."

Pertanyaan saya: Di Sutta disebutkan adanya makhluk2 halus (hantu) yang menghantui kota. Ini jelas tidak masuk akal dan mencerminkan pandangan ketinggalan zaman. Sangat primitif!!! 
Coba kita lihat dengan jelas bahwa pertama kali terjadi bencana kelaparan (famine) - banyak mati timbul - timbul hantu (kayak cerita film horor saja   ) - lalu timbul wabah penyakit.

:) Sdr. Tan, ini bukan penafsiran, tetapi memang demikian dimana fenomena tidak akan berdiri sendiri. Katakanlah ini adalah penafsiran, tapi ini BUKANLAH-lah penafsiran yang gegabah karena penafsiran ini berdasarkan indikasi-indikasi logis. Berbeda dengan apa yang penerjemah atau penambah kata ”kanker” dalam sutra penyembuh ”kanker”, mereka menafsirkan secara gegabah karena tidak ada indikasi logis yang mengacu pada penyakit kanker.

Mengenai hantu. Saya sudah memperkirakan anda akan membahas mengenai hal ini. Oleh karena itu di awal saya pernah menyampaikan (14 July 2007, 09:34:23 AM) bahwa logika tidak identik dengan sains. Argumen yang anda sampaikan tidak lain adalah menggunakan logika standar, logika sains, logika sempit. Ketika kita hanya menggunakan materi disekeliling kita sebagai alat pembanding, itu berarti kita menggunakan logika sempit. Anda berusaha menyangkal keberadaan hantu dengan hanya menggunakan alat materi untuk mengamati, anda tidak memasukan adanya indikasi keberadaan alat non materi sebagai alat pengamatan anda dalam perbandingan yang anda lakukan. Saya pribadi tidak menepis indikasi keberadaan alat non materi, jadi mengenai hantu, bagi saya adalah logis. Dan jika anda tidak menepis indikasi keberadaan alat non materi dan menggunakannya maka hantu akan menjadi hal yang logis bagi anda. Ini yang membedakan saya dengan anda. Jadi selamat mencari alat itu. :) Dan saya rasa saya tidak perlu lagi menanggapi argumen anda yang hanya berdasarkan logika standar seperti ini, karena nanti tidak akan nyambung. Bisa-bisa abcde.....y! :D

Quote
Oke pertanyaan Anda saya jawab dengan pertanyaan pula. Bagaimana Anda yakin bahwa meditasi Vipassana dan Anapanasatti merupakan salah satu metode yang diajarkan oleh Buddha? Dari manfaatnya? Ternyata banyak orang yang mempelajarinya malah makin tinggi emosinya. Apakah itu pasti ajaran Buddha?

Ini pertanyaan anda Sdr. Tan???. Pertanyaan ini tidak ada hubungan dengan pertanyaan saya dan kaitan angka 84.000. Tapi baiklah mungkin anda berkeras, semoga setelah saya menjawab, anda bisa menyebutkan satu persatu ke 84.0000 pintu Dharma dan saya mau lihat apakah mantra ada di dalamnya. :)

Indikasi logis bahwa Anapanasati merupakan salah satu metode yang diajarkan oleh Sang Buddha :
1.   Semua obyek bisa dijadikan obyek konsentrasi (silahkan anda coba sendiri di sekeliling anda termasuk tubuh anda). Dengan demikian napas pun bisa dijadikan obyek konsentrasi. Dan dengan demikian ada indikasi logis bahwa Sang Buddha mengajarkan Anapanasati, selain bisa diamati juga mudah didapat. Logis? Ya, jelas logis.:)
2.   Anda yang telah mengkritisi para bhiksu Mahayana agar mempelajari Agama Sutra, tentu anda kenal dengan ”The Great Sutra on Breathing”. Baik teks/ literatur Pali (Theravada) maupun teks/literatur Sanskrit dan Mandarin (Mahayana) terdapat bahasan mengenai napas sebagai obyek perhatian. Dua aliran besar Buddhisme membahas hal yang sama, ini adalah indikasi logis bahwa Sang Buddha mengajarkan Anapanasati. Logis? Ya, jelas logis.:) Sedangkan mantra ??? Anda coba pikirkan sendiri :)
Begitu juga dengan Vipassana , anda bisa telaah dan cari indikasi-indikasi logisnya.

Mengenai hasil meditasi, itu tergantung pribadi masing-masing, apakah betul atau tidak dalam melakukannya, rutin atau tidak, serius atau tidak, dan hal-hal lainnya? 
Lagi pula dari mana Sdr. Tan bisa memastikan banyak orang yang semakin tinggi emosinya? Apakah anda sudah survey keliling dunia atau hanya di lingkungan anda?? Kalau belum, gocap + gocap = cepe deh......

Nah, sekarang saya tinggal menunggu dan menikmati anda menuliskan satu persatu 84.000 pintu Dharma.  :-?
« Last Edit: 16 July 2007, 10:20:01 PM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #188 on: 16 July 2007, 10:10:58 PM »
Quote
Sama sekali belum menjawab pertanyaan saya. Ingat pertanyaan saya adalah: "Kalau air di mangkuk Sang Buddha dapat membebaskan warga Vesali dari wabah penyakit dan kelaparan, mengapa air itu tidak dapat membebaskan Beliau sendiri dari penyakit?  "

Lagipula penjelasan Anda di atas sama sekali tidak memuaskan saya. Malah saya berhasil menunjukkan banyak hal yang tidak saintifik.

Sudah dijawab di atas, Sdr. Tan. Bukan air percikan penyebab dan faktor tunggal kesembuhan masyarakat Vesali, tetapi ADANYA BANYAK FAKTOR salah satunya adalah hujan. Nampaknya anda tidak menyimak dengan baik apa yang saya sampaikan.:) Dan saya tahu apa yang menyebabkan anda tidak menyimak dengan baik, tapi biarlah anda sadari sendiri.

Sdr. Tan, baik Mahayana maupun Theravada sepaham mengenai adanya banyak faktor dalam kemunculan suatu fenomena, dan kita bisa membuktikannya. Jadi bukan tafsiran saya semata. 

Sekali lagi saya ulang Sdr. Tan, bahwa suatu fenomena tidak muncul karena hanya 1 faktor saja. Kesembuhan masyarakat Vesali tidak karena faktor percikan air atau pembacaan Ratana Sutta semata tetapi ada hal lain yaitu HUJAN.

Sang Buddha tahu bahwa suatu fenomena tidaklah berdiri sendiri. Dan ketika Ia sakit maka ia menggunakan air hanya untuk minum untuk meringankan dahaga, bukan untuk menyembuhkan diriNya (Mahaparinibbana Sutta). Sekali lagi, berbeda dengan sutra penyembuh ”Kanker” yang hanya mengandalkan mantra sebagai faktor utama penyembuh. Ini tidak logis!

Sekali lagi saya sampaikan Sdr. Tan, bahwa logis tidak sama dengan sains. Dan perkiraan saya di atas bahwa anda menggunakan logika standar, logika sains, logika sempit, ternyata benar karena anda nyatakan sendiri. Sekali lagi, maaf,  saya tidak akan menanggapi tanggapan anda yang menggunakan logika standar, logika sains, logika sempit seperti ini. Dan selama ini anda belum menyajikan indikasi logis apapun tentang mantra selain membalikkan pertanyaan saya. Abcde...y! =))
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #189 on: 16 July 2007, 10:17:52 PM »
1.Kata "harus" itu ada pada terjemahan bahasa Indonesia kitab Udana, yang di depannya ada pengantar dari STI, atas nama Bhante Pannyavaro. Jika terjemahan itu salah, seyogianya ada pernyataan resmi dari STI yang menarik kembali terjemahan tersebut. Jadi kata "harus" tersebut bukan dari saya, tetapi aslinya sudah ada di terjemahan.
Saya yakin Anda bisa mencerna Bahasa Indonesia dengan baik dan Benar:
Di tempat manapun seorang bijaksana Membangun rumahnya
Di sini ia sepantasnya memberi makan kepada
Mahluk laen (orang bijak, yang terkendali, yang menjalani kehidupan suci).

Kepada para dewata di sana (merujuk kepada Rumah) dia harus membuat persembahan;
Kalimat ini menyambung kalimat sebelumnya dengan (disini ia sepantasnya...)

Bila dihormat, mereka akan menghormatnya, Bila dihargai, mereka akan menghargainya.
Adakah anda membaca tulisan "Bila disembah ?"

tapi asik juga tuh kalao ada tulisan "Bila disembah",
berarti isinya: "Bila disembah, mereka (dewata) akan menyembah... =))


Quote
2.Saya tidak mempermasalahkan untung-ruginya tindakan seseorang, yang harus saya tekankan adalah konsep memberi persembahan pada deva atau makhluk surgawi itu harus diakui ada dalam tradisi Theravada yang diwakili oleh kanon Pali.

Jika demikian halnya, tidak etis bila umat Theravada merendahkan mereka yang memberikan persembahan pada dewa-dewi di kuil. Jadi penekanan apa yang saya sampaikan di atas sama sekali tidak berhubungan denga manfaat-manfaat yang Anda sebutkan.
Berdasarkan apa yang anda pelajari dari Mahayana...
Kalau seandainya Kucing anda dibunuh orang lain, Apakah anda JUGA akan membunuh Kucing orang tersebut ?

Quote
Kini apakah Anda mengakui bahwa konsep memberi persembahan pada dewa juga ada dalam tradisi Theravada (dalam hal ini kanon Pali).
Mohon dijawab dahulu dengan "ya" atau "tidak."
Kalau menurut Context Udana 8:6, berarti Ya,
Pali-Canon mengakui adanya Persembahan untuk Mahluk laen sewaktu membangun rumah

Quote
3.Saya tidak mempermasalahkan mengenai latar belakang sutta tersebut, yang berhubungan dengan "membongkar" hutan dan lain sebagainya. Kemudian jika para deva hidup lebih bahagia dibandingkan manusia,
Lha... elo baca sutta tentang sukhavati kalao baca dari tengah doank, gmana jadinya ?
Apa gak omong kosong semua rasanya ?
Pasti dan tentunya, Kisah awal bisa mendukung Kisah Tengah, dan Akhir

Quote
Apakah "dana" yang diberikan pada mereka bermanfaat?
Apakah masuk akal para pengemis miskin (dalam hal ini manusia) memberikan persembahan pada para konglomerat (deva)?
Apakah masuk akal anda membeli Indomie, sementara Pt. Indofood sudah begitu kolongmelarat ?

Quote
Meskipun Anda menyebutnya sebagai "dana," poin-nya tetap sama:
ada sesuatu yang diberikan pada para deva atau makhluk suci.
Tapi tetap, context nya beda... bukan MENYEMBAH;
Ketika elo Cheng-Beng (Ching-Ming), menyediakan Persembahan berupa: Dupa, buah-buahan, dan Teh hangat,
Apakah elo menyembah Leluhur elo ?

Quote
Sekarang bagaimana benda persembahan tersebut dapat "sampai" pada para deva atau makhluk suci?
Bagaimanakah Anda menjelaskannya secara ilmiah?
BENDA mungkin tidak sampai,
Namun "HORMAT" anda jelas bakal Sampai...

Quote
Jika tidak dapat, maka tidak etis apabila umat Theravada menafsirkan sutra-sutra Mahayana secara harafiah.
Kecuali kalau memang setelah dipersembahkan makanan itu biasa hilang dengan sendirinya dan muncul di alam deva.
Kebanyakan nonton filem kalao gue bilank... o_O

Quote
4.Menyuruh menyembah atau bukan, yang pasti disuruh memberi persembahan. Bagi saya ini sama dengan "menyembah."
Berarti elo menyembah leluhur elo sewaktu Ching-Ming... Thanks kejujurannya...

Quote
Kalau memang bukan disuruh menyembah, jangan gunakan istilah "persembahan." Tetapi ini sebenarnya tidak penting, yang saya tekankan adalah poin 2.
Silahkan pilih kata yg menurut anda lebih tepat untuk "Buah, Dupa/Hio, Teh, Rumah-rumahan Kertas" yang disajikan sewaktu Ching-Ming (Cheng Beng)

Quote
Tidaklah etis bagi umat Theravada untuk merendahkan mereka yang membawa persembahan ke kuil.
Menurut Anda sendiri apakah sifat merendahkan itu bijaksana?
Mohon dijawab dengan "ya" atau "tidak"?
Tidak, Sifat tersebut tidak bijaksana,
Namun amat disayangkan.... sesama Tukang BECAK NGAMUK,
Seharusnya anda yang Lebih paham tentang BECAK bisa memberikan penjelasan yang benar dengan benar,
bukan dengan Emosi yang berlebihan (dan menyerang kembali dengan cara yang sama)

Quote
5.Persembahan bukan "menyembah," itu adalah tafsiran Anda.
6.Apa yang diberikan pada panti asuhan, tidak pernah saya sebut sebagai "persembahan," melainkan "sumbangan" atau "amal."
......... Mohon dijawab tentang Ching-Ming


Quote
Sekian,

Terima kasih
Semoga semua mahluk berbahagia...
Termasuk Tukang Becak, Tukang Ojek dan juga Supir Angkot
« Last Edit: 16 July 2007, 10:29:08 PM by Kemenyan »

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #190 on: 16 July 2007, 11:03:09 PM »
TAN:

Mengenai istilah zhibing dalam Sutra dan lain sebagainya akan saya diskusikan dulu dengan rekan-rekan Mahayana yang lebih paham. Jadi kita akhiri dulu sampai di sini. Saya akan menanggapi hal-hal lainnya dahulu.

KELANA:

Tidak demikian Sdr. Tan. Saya tidak menggunakan standar ganda, tetapi melogiskan berdasarkan indikasi-indikasi logis yang ada dalam sutta ataupun sutra. Hal ini sudah saya buktikan ketika saya menjawab pertanyaan mengenai sukhavati di topik lain. Bagi non Mahayanis, sukhavati adalah tidak ada tetapi bagi saya masih ada indikasi logis di dalamnya. Jadi saya tidak menolak mentah-mentah jutru dengan adanya indikasi-indikasi di dalamnya, saya berusaha melogiskannya dan hasilnya saya berpendapat sukhavati dalam Mahayana hampir menyerupai alam sudhavasa dalam Theravada.
Dan dalam konteks sutra penyembuh ”kanker” ini, saya tidak menemukan indikasi logisnya.

Mengenai perumpamaan, saya perlu minta maaf, karena bukan perumpamaan yang saya maksud, tetapi pelogisan. Dan alasan adanya perumpamaan adalah usaha pelogisan seseorang terhadap teks. Apakah salah? Saya rasa tidak, selama dalam teks (sutta atau sutra) memang ada indikasi sebuah perumpamaan.

Jadi saya rasa saya tidak menggunakan standar ganda. Mungkin ini karena anda yang tidak bisa mengikuti dan memahami jalan pikiran saya. 

TAN:

Anda menyebutkan bahwa Anda melakukan pelogisan terhadap suatu Sutta atau Sutra. Oleh karena itu, dalam melogiskan sesuatu, Anda menggunakan standar Anda sendiri bukan? Karena “logis” dan “tidak logis” adalah bergantung dari masing-masing individu. Bagi Anda, Sutra Penyembuhan Penyakit Berat di atas nampak tidak logis, tetapi menurut standar saya adalah “logis.” Jadi jelas sekali Anda tidak dapat memaksakan konsep atau standar Anda. Itu poinnya. Pelogisan tidak salah, tetapi Anda tidak dapat memaksakan apa yang Anda anggap “logis” pada orang lain.

***

KELANA:

Sdr. Tan, ini bukan penafsiran, tetapi memang demikian dimana fenomena tidak akan berdiri sendiri. Katakanlah ini adalah penafsiran, tapi ini BUKANLAH-lah penafsiran yang gegabah karena penafsiran ini berdasarkan indikasi-indikasi logis. Berbeda dengan apa yang penerjemah atau penambah kata ”kanker” dalam sutra penyembuh ”kanker”, mereka menafsirkan secara gegabah karena tidak ada indikasi logis yang mengacu pada penyakit kanker.

Mengenai hantu. Saya sudah memperkirakan anda akan membahas mengenai hal ini. Oleh karena itu di awal saya pernah menyampaikan (14 July 2007, 09:34:23 AM) bahwa logika tidak identik dengan sains. Argumen yang anda sampaikan tidak lain adalah menggunakan logika standar, logika sains, logika sempit. Ketika kita hanya menggunakan materi disekeliling kita sebagai alat pembanding, itu berarti kita menggunakan logika sempit. Anda berusaha menyangkal keberadaan hantu dengan hanya menggunakan alat materi untuk mengamati, anda tidak memasukan adanya indikasi keberadaan alat non materi sebagai alat pengamatan anda dalam perbandingan yang anda lakukan. Saya pribadi tidak menepis indikasi keberadaan alat non materi, jadi mengenai hantu, bagi saya adalah logis. Dan jika anda tidak menepis indikasi keberadaan alat non materi dan menggunakannya maka hantu akan menjadi hal yang logis bagi anda. Ini yang membedakan saya dengan anda. Jadi selamat mencari alat itu.  Dan saya rasa saya tidak perlu lagi menanggapi argumen anda yang hanya berdasarkan logika standar seperti ini, karena nanti tidak akan nyambung. Bisa-bisa abcde.....y! 

TAN:

Di sini Anda menyebutkan “logika” orang lain sebagai logika sempit. Bagaimana kalau saya juga mengatakan bahwa “logika” Anda juga sempit? Jelas dalam kasus Sutra Penyembuhan Penyakit Berat itu Anda menggunakan logika Anda sendiri yang didasari oleh sekte tertentu. Kalau Anda mempelajari filsafat Tantra, maka tidak ada masalah dengan Sutra Penyembuhan Penyakit Berat. Penerjemah Sutra itu adalah seorang scholar terkenal dalam dunia Buddhis. Kalau menurut dia tidak “logis” maka Sutra itu tidak akan diterjemahkan. Jadi jangan paksakan standar Anda pada orang lain.

Tetapi Anda nampaknya belum memahami inti permasalahannya, atau mungkin Anda sengaja melupakannya. Saya sudah mengkritik mengenai penyebab penyakit yang ada di Ratana Sutta: “As a consequence the evil spirits were exorcised, the pestilence subsided.” Coba cari lagi di atas.

Berdasarkan kalimat di atas jelas sekali bahwa begitu roh jahatnya diusir, maka penyakitnya sembuh. Dengan demikian, kanon Pali masih memiliki konsep bahwa penyebab penyakit adalah roh-roh jahat. Ini adalah pandangan yang sudah ketinggalan zaman, dan tidak masuk akal. Apakah Anda menyebut logika saya ini “sempit,” dan memaksakan atau menganggap logika orang primitif sebagai logika yang henbat? Apakah Anda percaya bahwa penyakit disebabkan oleh roh-roh jahat? Mohon dijawab dahulu dengan “ya” atau “tidak”?

Anda menyebut “hantu” sebagai sesuatu yang logis. Itu hak Anda. Tetapi bukankah ada Kalama Sutta? Bukankah saya punya hak untuk tidak percaya begitu saja pada keberadaan hantu selama saya belum membuktikannya? Bagaimana Anda tahu bahwa ada dunia non-materi? Apa dasarnya? Apakah Anda mengungkapkan adanya dunia materi demi mendukung atau membenarkan logika Anda?

Demikian pula, kalau Anda menolak logika saya yang Anda sebut “sempit” dan “standar,” saya juga punya hak untuk menolak sistim logika Anda.

***

KELANA:

Ini pertanyaan anda Sdr. Tan???. Pertanyaan ini tidak ada hubungan dengan pertanyaan saya dan kaitan anngka 84.000. Tapi baiklah mungkin anda berkeras, semoga setelah saya menjawab, anda bisa menyebutkan satu persatu ke 84.0000 pintu Dharma dan saya mau lihat apakah mantra ada di dalamnya. 

Indikasi logis bahwa Anapanasati merupakan salah satu metode yang diajarkan oleh Sang Buddha :
1.   Semua obyek bisa dijadikan obyek konsentrasi (silahkan anda coba sendiri di sekeliling anda termasuk tubuh anda). Dengan demikian napas pun bisa dijadikan obyek konsentrasi. Dan dengan demikian ada indikasi logis bahwa Sang Buddha mengajarkan Anapanasati, selain bisa diamati juga mudah didapat. Logis? Ya, jelas logis.
2.   Anda yang telah mengkritisi para bhiksu Mahayana agar mempelajari Agama Sutra, tentu anda kenal dengan ”The Great Sutra on Breathing”. Baik teks/ literatur Pali (Theravada) maupun teks/literatur Sanskrit dan Mandarin (Mahayana) terdapat bahasan mengenai napas sebagai obyek perhatian. Dua aliran besar Buddhisme membahas hal yang sama, ini adalah indikasi logis bahwa Sang Buddha mengajarkan Anapanasati. Logis? Ya, jelas logis.  Sedangkan mantra  Anda coba pikirkan sendiri 
Begitu juga dengan Vipassana , anda bisa telaah dan cari indikasi-indikasi logisnya.

Mengenai hasil meditasi, itu tergantung pribadi masing-masing, apakah betul atau tidak dalam melakukannya, rutin atau tidak, serius atau tidak, dan hal-hal lainnya? 
Lagi pula dari mana Sdr. Tan bisa memastikan banyak orang yang semakin tinggi emosinya? Apakah anda sudah survey keliling dunia atau hanya di lingkungan anda?? Kalau belum, gocap + gocap = cepe deh......

Nah, sekarang saya tinggal menunggu dan menikmati anda menuliskan satu persatu 84.000 pintu Dharma.

TAN:

Nah, itu jawaban Anda! Jadi Anda mengatakan bahwa meditasi Vipassana termasuk metoda yang diajarkan Buddha, karena tercantum dalam Kanon Pali atau sutta bukan? Jawaban saya, juga sama. Kami umat Mahayana percaya bahwa metoda mantra (mantrayana) adalah salah metoda yang diajarkan Buddha, karena tercantum dalam kanon Mahayana. Anda boleh mengakui kesahihan kanon Pali, saya juga punya hak mengakui kesahihan kanon Mahayana. TITIK. Case closed!

***

KELANA:

Sudah dijawab di atas, Sdr. Tan. Bukan air percikan penyebab dan faktor tunggal kesembuhan masyarakat Vesali, tetapi ADANYA BANYAK FAKTOR salah satunya adalah hujan. Nampaknya anda tidak menyimak dengan baik apa yang saya sampaikan.  Dan saya tahu apa yang menyebabkan anda tidak menyimak dengan baik, tapi biarlah anda sadari sendiri.

Sdr. Tan, baik Mahayana maupun Theravada sepaham mengenai adanya banyak faktor dalam kemunculan suatu fenomena, dan kita bisa membuktikannya. Jadi bukan tafsiran saya semata. 

Sekali lagi saya ulang Sdr. Tan, bahwa suatu fenomena tidak muncul karena hanya 1 faktor saja. Kesembuhan masyarakat Vesali tidak karena faktor percikan air atau pembacaan Ratana Sutta semata tetapi ada hal lain yaitu HUJAN.

Sang Buddha tahu bahwa suatu fenomena tidaklah berdiri sendiri. Dan ketika Ia sakit maka ia menggunakan air hanya untuk minum untuk meringankan dahaga, bukan untuk menyembuhkan diriNya (Mahaparinibbana Sutta). Sekali lagi, berbeda dengan sutra penyembuh ”Kanker” yang hanya mengandalkan mantra sebagai faktor utama penyembuh. Ini tidak logis!

Sekali lagi saya sampaikan Sdr. Tan, bahwa logis tidak sama dengan sains. Dan perkiraan saya di atas bahwa anda menggunakan logika standar, logika sains, logika sempit, ternyata benar karena anda nyatakan sendiri. Sekali lagi, maaf,  saya tidak akan menanggapi tanggapan anda yang menggunakan logika standar, logika sains, logika sempit seperti ini. Dan selama ini anda belum menyajikan indikasi logis apapun tentang mantra selain membalikkan pertanyaan saya. Abcde...y! 

TAN:

Tidak perlu berbicara masalah faktor atau kondisi. Yang kita bicarakan adalah bukti tekstual! Saya akan kutipkan kembali: ““As a consequence the evil spirits were exorcised, the pestilence subsided.” Dari kalimat di atas jelas sekali bahwa penyebab hilangnya wabah penyakit adalah terusirnya makhluk halus. Anda boleh mengatakan bahwa logika saya sempit. Itu adalah hak Anda. Tetapi saya juga berhak mengatakan bahwa Anda sama sekali sudah meninggalkan logika modern dan memilih untuk menganut logika abad pertengahan. Anda menyebutkan mengenai hujan. Sudah saya ungkapkan bahwa air hujan bukanlah desifektan, jadi tidak dapat menyembuhkan penyakit apapun. Malah kuman-kuman penyakit yang ada pada mayat dapat dapat merembes pada tanah dan mencemari air tanah.
Anda mencoba menyebutkan mengenai hujan, bukankah ini juga berarti Anda menggunakan “logika sains” yang Anda sebut sempit itu? Tetapi sayangnya argumen Anda mengenai hujan itu juga sama sekali tidak saintifik.
Anda juga belum memberikan penjelasan memuaskan, bila benar air di mangkuk Buddha dapat menyembuhkan penyakit, maka mengapa sang Buddha sendiri masih dapat sakit? Jika jawaban Anda: “Sang Buddha tahu bahwa suatu fenomena tidaklah berdiri sendiri. Dan ketika Ia sakit maka ia menggunakan air hanya untuk minum untuk meringankan dahaga, bukan untuk menyembuhkan diriNya (Mahaparinibbana Sutta)” – maka saya juga boleh berargumen bahwa Buddha menyadari kalau suatu fenomena tidaklah berdiri sendiri, sehingga ketika sakit ia tidak menggunakan mantra untuk menyembuhkan dirinya. Cukup dapat dipahami

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #191 on: 16 July 2007, 11:29:39 PM »
KEMENYAN

Saya yakin Anda bisa mencerna Bahasa Indonesia dengan baik dan Benar:
Di tempat manapun seorang bijaksana Membangun rumahnya
Di sini ia sepantasnya memberi makan kepada Mahluk laen (orang bijak, yang terkendali, yang menjalani kehidupan suci).

Kepada para dewata di sana (merujuk kepada Rumah) dia harus membuat persembahan;
Kalimat ini menyambung kalimat sebelumnya dengan (disini ia sepantasnya...)

Bila dihormat, mereka akan menghormatnya, Bila dihargai, mereka akan menghargainya.
Adakah anda membaca tulisan "Bila disembah ?"

tapi asik juga tuh kalao ada tulisan "Bila disembah",
berarti isinya: "Bila disembah, mereka (dewata) akan menyembah... 

TAN:

Tidak perlu lari kemana-mana. Tadi yang Anda tanyakan adalah kata “harus,” saya sudah menjelaskan mengenai keberadaan kata “harus.” Kini silakan dijawab dahulu apakah kata “harus” itu ada dalam terjemahan bahasa Indonesia tidak? Lagipula tadi khan Anda mempermasalahkan bahwa dalam Buddhisme tidak ada yang “harus.” Lalu saya sudah buktikan bahwa kata “harus” memang ada dalam terjemahan bahasa Indonesianya. Case closed!

***

KEMENYAN:

Berdasarkan apa yang anda pelajari dari Mahayana...
Kalau seandainya Kucing anda dibunuh orang lain, Apakah anda JUGA akan membunuh Kucing orang tersebut ?

TAN:

Kalau dengan membunuh kucing orang itu, dia jadi menghargai kehidupan seekor kucing dan tidak melakukan pembunuhan terhadap makhluk imut nan lucu itu dengan semena-mena, maka saya akan membunuh kucing orang itu. Saya tidak bermasalah sedikitpun menanggung karmanya.

***

KEMENYAN:
Pali-Canon mengakui adanya Persembahan untuk Mahluk laen sewaktu membangun rumah
TAN:
Baik! Tidak perlu ditambahi “sewaktu membangun rumah.” Yang penting ada! Case Closed!
***
KEMENYAN:
Lha... elo baca sutta tentang sukhavati kalao baca dari tengah doank, gmana jadinya ?
Apa gak omong kosong semua rasanya ?
Pasti dan tentunya, Kisah awal bisa mendukung Kisah Tengah, dan Akhir
TAN:
Mau dianggap ga masuk akal atau omong kosong silakan. Itu hak Anda. Saya juga berhak untuk membuktikan bahwa kanon Pali omong kosong.
***
KEMENYAN:
Apakah masuk akal anda membeli Indomie, sementara Pt. Indofood sudah begitu kolongmelarat ?
TAN:
Tetapi saya tidak memberi persembahan untuk PT. Indofood. Saya membeli produk mereka. Contoh Anda tidak relevan. Tidak ada orang yang membeli Indomie merasa memberi persembahan untuk PT. Indofood.
***
KEMENYAN:
Tapi tetap, context nya beda... bukan MENYEMBAH;
Ketika elo Cheng-Beng (Ching-Ming), menyediakan Persembahan berupa: Dupa, buah-buahan, dan Teh hangat,
Apakah elo menyembah Leluhur elo ?
TAN:
Namanya bukan persembahan, tetapi sesajian.
***
KEMENYAN:
BENDA mungkin tidak sampai,
Namun "HORMAT" anda jelas bakal Sampai...
TAN:
Kalau begitu kita tidak perlu pakai “benda,” cukup “hormat” saja yang kita kirimkan. Begitukah maksud Anda? Untuk apa mengirim barang yang Anda ragu atau tahu tidak bakal sampai?
***
KEMENYAN:
Kebanyakan nonton filem kalao gue bilank... o_O
TAN:
Bukan nonton filem tapi berpikir logis. Khan umat Theravada katanya pikirannya paling logis. Kalau Mahayana mah katanya cuman tahayul. Jadi wajar donk kalau gue ikut cara pikir mereka.
***
KEMENYAN:
Berarti elo menyembah leluhur elo sewaktu Ching-Ming... Thanks kejujurannya...
TAN:
Saya memberikan sesajian bukan persembahan. Jadi saya tidak menyembah leluhur, tetapi saya menghormati mereka.
***
KEMENYAN:
Silahkan pilih kata yg menurut anda lebih tepat untuk "Buah, Dupa/Hio, Teh, Rumah-rumahan Kertas" yang disajikan sewaktu Ching-Ming (Cheng Beng)
TAN:
Sesajian adalah istilah yang tepat.
***
KEMENYAN:
Tidak, Sifat tersebut tidak bijaksana,
Namun amat disayangkan.... sesama Tukang BECAK NGAMUK,
Seharusnya anda yang Lebih paham tentang BECAK bisa memberikan penjelasan yang benar dengan benar,
bukan dengan Emosi yang berlebihan (dan menyerang kembali dengan cara yang sama)
TAN:
Tidak bijaksana khan? Berarti Case Closed!
Percuma, ngomong dengan mereka. Penjelasan yang benar akan jadi nggak benar. Lebih baik pakai cara yang nggak benar sekalian... toh hasilnya sama-sama ga benarnya hehehehehehe.
***
KEMENYAN:

......... Mohon dijawab tentang Ching-Ming

TAN:

Sudah di atas! Namanya sesajian.

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #192 on: 17 July 2007, 12:01:32 AM »
Quote
Kalau dengan membunuh kucing orang itu,
dia jadi menghargai kehidupan seekor kucing dan tidak melakukan pembunuhan terhadap makhluk imut nan lucu itu dengan semena-mena,
maka saya akan membunuh kucing orang itu.

Saya tidak bermasalah sedikitpun menanggung karmanya.

berdasarkan Reply itu maka Kesimpulan akhir gue adalah:
Tukang Becak, Supir Angkot, dan Tukang Ojek...
pasti selalu bertengkar dalam hal masalah cari penumpang...

Case Closed!
nyerah gue ngelawan Supir Angkot....
Susah urusannya kalao udah debat masalah penumpang... ^:)^
« Last Edit: 17 July 2007, 12:04:33 AM by Kemenyan »

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #193 on: 17 July 2007, 03:16:26 AM »
Hi all!

Gue mau coba ngasih tanggapan yang baik-baik nih, seperti sarannya Bro. Kemenyan. Padahal gue dulu sudah ngasih jawaban yang baik-baik lho, tetapi kayaknya tidak ada hasilnya. Jadi sebelumnya gue mau nyampein beberapa patah kata nih.

1.Kalau kita bukan Mahayanis, mendingan tidak perlu sok memberikan kritik atau mempertanyakan sutra-sutra Mahayana. Sutra-sutra Mahayana hanya dapat dimengerti dengan kerangka filosofis Mahayana. Menjustifikasi Sutra-sutra Mahayana dengan kerangka pemikiran Theravada jelas tidak tepat. Oleh karena itu, saya menghimbau pada rekan-rekan Theravada untuk memusatkan perhatian saja pada kanon Pali. Banyak hal-hal mulia dan berharga dalam kanon Pali yang tak akan habis kalian gali seumur hidup. Tidak perlu mengacak-acak atau mempertanyakan kanon Mahayana. Karena kalau kalian berpikir dengan kerangka Mahayana penjelasan seperti apapun tidak akan memuaskan kalian. Ujung-ujungnya hanya akan ribut.

2.Mari kita kembangkan persatuan dan persahabatan antar umat Buddha. Tidak perlu lagi saling merendahkan satu sama lain. Apa yang tidak terdapat dalam kanon Pali bukan berarti tidak diajarkan Buddha. Pandangan ini juga ujung-ujungnya akan membawa keributan. Mahayana dan Theravada perkembangannya telah terpisah selama ribuan tahun, jadi mustahil menganggap bahwa keduanya akan identik atau sama persis.

3.Untuk umat Mahayana coba pelajarilah kanon Pali. Banyak juga hal-hal berharga yang dapat digali dari sana.

Sekarang gue mau sharing dulu tentang mantra. Ga perlu dijadiin bahan polemik atau perdebatan. Ini sekedar sharing.

Sebagai penganut Buddhisme Mantrayana (Tantrayana) yang merupakan bagian Mahayana, kami yakin bahwa suatu mantra atau dharani terlahir dari hati Buddha atau bodhisattva. Ini adalah misteri Kebuddhaan yang tidak dapat kita pertanyakan. Kita sendiri belum menjadi Buddha, sehingga belum dapat menyelami misteri mantra itu. Oleh karena itu, meskipun saya gunakan kata “yakin” di sini, hal itu tidak bukanlah keyakinan membuta seperti yang ditentang oleh Kalama Sutta. Memang benar bahwa kita harus menguji dan mempertanyakan segala sesuatu. Tetapi kami umat Mantrayana dengan rendah hati mengakui bahwa logika atau pemikiran manusia sungguh terbatas. Dengan demikian mempertanyakan suatu sutra dharani atau mantra sungguh suatu yang sangat tidak patut dan sangat jumawa, mengingat keterbatasan kita tadi.
Menerapkan logika duniawi yang tajam terhadap suatu dharani, mantra, atau sutra yang dibabarkan oleh Hyang Buddha juga jelas sesuatu yang tidak patut. Bagaimana mungkin kita yang masih penuh lobha, dosa, dan moha ini dapat memahami “kata-kata suci” (Chengyan) yang terlahir dari hati Buddha dan bodhisattva? Demikianlah filosofi Tantrayana yang kami anut.

Sekarang gue mau sharing tentang Sutra Dharani Penyembuhan Penyakit Berat. Gw harap ini tidak jadi polemik. Karena memang tidak ada yang perlu dipolemikkan. Kami umat Mahayana punya pandangan dan falsafah sendiri yang tidak sama dengan Theravada.

Sutra ini adalah Sutra Mahayana yang bernuansa Tantrayana yang terdapat pada kanon Taisho Tripitaka jilid 18 – 22 (bagian Tantrayana). Jika pemikiran kita dilandasi oleh ajaran Theravada, maka sutra ini tak akan dapat dipahami. Oleh karena itu, sekali lagi tidak bijaksana apabila seorang Theravadin berusaha menjustifikasi sutra2 Mahayana berdasarkan sudut pandangnya sendiri. Hal itu tidak akan pernah ketemu. Bagi kami umat Mantrayana, sutra2 ini sangat berharga dan “logis.” Kami yakin bahwa sutra ini dibabarkan sendiri oleh YM. Bhagavat Sakyamuni, karena belas kasih Beliau waktu melihat banyak umat yang sakit. Sekali lagi mantra itu terlahir dari hati Buddha dan bodhisattva yang mengatasi logika kita.

Gw merasa sutra ini sangat bermanfaat. Marilah kita bayangkan teman kita menderita penyakit berat, misalnya kanker. Dokter sudah angkat tangan dan tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Bagi orang yang menderita penyakit, itu adalah vonis mati. Sungguh mengerikan menanti saat-saat ajal yang belum pasti dengan menderita sakit yang teramat sangat. Oleh karena itu, semangat dan harapan sesungguhnya adalah satu-satunya obat yang berharga bagi saat itu. Sutra Dharani Penyembuhan Penyakit Berat adalah salah satu penumbuh harapan dalam kondisi tersebut. Terlepas dari orang itu sembuh atau tidak. Mungkin ada rekan yang berargumen bahwa pada saat itu, sebaiknya mengajarkan mengenai dukkha, anatta, dan anicca, tetapi dalamkondisi seperti itu, tidak selalu tepat mengajarkan konsep mendalam seperti itu.

Kami umat Mahayana meyakini bahwa dengan melafalkan Sutra, mantra, atau nama Buddha seseorang mengikat jodoh dengan jalan Kebuddhaan (baca Saddharmapundarika Sutra). Jadi meskipun orang yang sakit itu pada kehidupan sekarang belum memahami konsep2 agama Buddha, tetapi pada kehidupan mendatang dengan pelafalan sutra, mantra, atau nama Buddha, ia berjodoh kembali dengan Buddhadharma. Selain itu, pelafalan mantra dan dharani juga adalah praktek meditasi

Demikian penjelasan atau sharing ini. Marilah kita hentikan segenap polemik. Saya sudah berusaha berbicara sebaik mungkin. Semoga niat baik saya ini tidak sia-sia. Gw mohon maaf kalau ada kata yang salah. Marilah kita semua menjadi sahabat.

Metta,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #194 on: 17 July 2007, 11:11:35 AM »
Hi all!

Saya kira ini tanggapan terakhir saya untuk topik ini. Pembahasan seperti ini tidak ada gunanya diperpanjang. Karena itu saya akan berhenti sampai di sini saja. Tetapi sebelumnya perkenankanlah saya mengungkapkan beberapa hal.

1)Sebenarnya motivasi mengungkapkan beberapa sutta dari kanon Pali bukanlah untuk mendiskreditkan sekte Theravada. Saya sekedar ingin memberikan wawasan baru pada forum ini, bahwa kalau kita tidak ingin dicubit, maka hendaknya tidak mencubit orang lain. Saling mencubit itu tidak baik dan tidak berguna bagi perkembangan batin. Wawasan yang saya berikan nampaknya sudah cukup, sehingga saya akan berhenti sampai di sini saja. Mohon maaf untuk rekan-rekan lain yang terganggu.

2)Naskah-naskah suci Buddhis, baik yang berasal dari Thera ataupun Mahayana sebenarnya mengacu pada esensi kebenaran yang sama, yakni nibanna/ nirvana, yang hanya saja disampaikan dengan bahasa berbeda. Mungkin analoginya demikian. Ada manual atau buku panduan bagi tipe Handphone Nokia yang sama dalam tiga bahasa, taruhlah bahasa Indonesia, Arab, dan Mandarin. Orang yang tidak paham bahasa Arab, barangkali akan berkomentar, “Aduh! Buku apa ini? Kok isinya huruf seperti cacing semua?” Orang yang tidak paham bahasa Mandarin akan berkata, “Wah! Kok hurufnya kaya coret-coretan semua? Ada artinya ga ya. Begitu pula orang yang tidak paham bahasa Indonesia akan berkata, “Bahasanya gw kaga ngerti nih. Tutup aja deh!” Jadi yang terbaik, adalah masing-masing orang mengambil buku panduan, yang sesuai dengan “bahasa” yang dipahaminya dan tidak perlu mencela bahwa buku panduan berbahasa Arab tidak berguna atau tidak masuk akal, karena dipenuhi huruf seperti cacing, yang tidak “make sense” bagi mereka. Huruf yang berbentuk seperti cacing itu baru “make sense” bagi mereka yang paham bahasa Arab. Demikian pula, huruf yang seperti coret2an itu baru “make sense” bagi mereka yang paham bahasa Mandarin. Tidak ada yang perlu diributkan di sini. Tidak ada buku panduan yang paling benar atau salah.

3)Naskah-naskah itu hanya kebenaran sementara yang mengacu pada kebenaran lebih tinggi. Ibaratnya suatu brosur perjalanan atau pariwisata, contoh ke Beijing. Brosur itu bukanlah kota Beijing sendiri, dan untuk benar-benar mengalami kota Beijing, satu-satunya jalan adalah Anda berangkat ke Beijing sendiri. Tidak ada jalan lain. Hanya dengan membaca brosur perjalanan, Anda tidak akan tiba di Beijing. Brosur perjalanan itu ada yang dikeluarkan oleh biro perjalanan ABC, UVW, atau XYZ. Masing-masing memaparkan keindahan kota Beijing secara berbeda. Anehnya ada orang yang memperdebatkan bahwa brosur perjalanan yang dipegangnya paling benar atau hebat dan mencela brosur perjalanan lain. Ini tentu saja tidak masuk akal, karena brosur perjalanan tidak identik dengan kota Beijing sendiri, dan mereka sendiri yang berdebat itu juga belum sampai di Beijing; tetapi sibuk berdebat mengenai brosur perjalanan mana yang terbaik. Ini jelas perdebatan yang tidak perlu. Masing2 hanya perlu berangkat ke Beijing dan selesailah perdebatan itu.

Saya kira sekian saja. Semoga semua orang di forum itu dapat menjadi sahabat satu lain. Semoga semua makhluk selamanya berbahagia dan bebas dari penderitaan. Mohon maaf kalau ada kata-kata yang salah.

Metta,

Tan

 

anything