//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Meditasi: aliran mitologi, mitos dan logos (tulisan tahun 2006)  (Read 26418 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline vincentliong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 106
  • Reputasi: 0
Re: Meditasi: aliran mitologi, mitos dan logos (tulisan tahun 2006)
« Reply #60 on: 07 July 2008, 08:59:39 PM »
[at]  vincent, ada baiknya no hp apalgi no tlp rmh jgn dicantumkan, krn bisa disalahgunakan oleh oknum2 tidak bertanggungjawab. bukan karena tidak yakin dgn rekan2 dc, tpi forum ini terbuka bagi umum dan bisa d search d gugel, bisa2 malah repot sendiri..
Terimakasih telah mengingatkan. Sudah terlanjur dari dulu saya bermain sebagai orang terbuka yang mencantumkan contact person di berbagai web.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Meditasi: aliran mitologi, mitos dan logos (tulisan tahun 2006)
« Reply #61 on: 08 July 2008, 09:00:16 AM »
vincentliong,

Quote
Baik menurut user atau baik menurut sudutpandang pemikiran pengajar bisa jadi berbeda. Saya pribadi cenderung lebih suka membiarkan baik menurut user. Permasalahannya user tsb orang yang berbeda-beda, kepentingannya beda-beda, tujuan, sifat, dlsb beda-beda.

Cara paling mudah adalah dengan menjalin hubungan persahabatan dengan para user dan meminta mereka untuk menulis report tertulis baik yang pendek maupun yang panjangnya seperti menulis buku, lalu saya membaca apa saja yang mereka tulis di repot tersebut. Bagi yang memang malas/tidak suka menulis, maka dari hubungan persahabatan itu saya akan tahu apa yang terjadi dari cerita-cerita mereka kepada saya.

OK, berarti dari yang saya tangkap, tidak ada keharusan untuk ini-itu, tidak ada "indoktrinasi" ke arah tertentu, hanya sebagai 'kegiatan' yang memfokuskan pada feel & judgment agar orang lebih mengenal feel & judgment itu sendiri. Lalu, karena tidak ada tolok ukur tertentu dan dibiarkan menurut user, bagaimana kita tahu bahwa proses itu memberikan manfaat?

Kalau tidak salah ingat, di pembahasan sebelumnya ada dikatakan kita tidak bisa menilai pikiran orang lain karena sifatnya subjektif, maka digunakan pendekatan "feel" ragawi yang lebih objektif (walaupun saya katakan sama saja subjektifnya). Masalahnya, "data" tentang "pengalaman dekon", termasuk "feel & judgment" juga diproses melalui pikiran, yang akhirnya kita juga tidak tahu bagaimana pikiran orang mengenai "feel & judgment" itu. Misalnya dalam contoh "jawaban kuesioner" ada yang mengalami euforia dan tentu saja menempatkan "feel & judgment" dengan cara yang berbeda dengan orang yang misalnya malah mengalami depressi. 


Offline vincentliong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 106
  • Reputasi: 0
Re: Meditasi: aliran mitologi, mitos dan logos (tulisan tahun 2006)
« Reply #62 on: 08 July 2008, 07:43:57 PM »
Kainyn_Kutho wrote:

OK, berarti dari yang saya tangkap, tidak ada keharusan untuk ini-itu, tidak ada "indoktrinasi" ke arah tertentu, hanya sebagai 'kegiatan' yang memfokuskan pada feel & judgment agar orang lebih mengenal feel & judgment itu sendiri. Lalu, karena tidak ada tolok ukur tertentu dan dibiarkan menurut user, bagaimana kita tahu bahwa proses itu memberikan manfaat?


Vincent Liong answer:

Ada dua sudutpandang tentang manfaat:
* Manfaat menurut guru/pembimbing/ penjelasan orang yang dianggap lebih cerah/lebih mengerti tentang apa ang dianggap bermanfaat atau tidak bermanfaat. Dalam sudutpandang ini apa yang dianggap bermanfaat menurut guru belum tentu dianggap bermanfaat menurut pengguna, tetapi karena pengguna tidak memiliki pilihan selain mengikuti kata-kata/pendapat guru yang dianggap lebih benar dan menganggap pendapat/sudutpandangnya tiak memiliki nilai maka dia merasa tidak memiliki hak untuk mengatakan hal tsb tidak bermanfaat. Tidak ada demokrasi yang memperbolehkan pengguna berpendapat berbeda dengan guru, maka dari itu penelitian tentang hal-hal yang sudah bersifat doktrin sangat ditentang oleh pihak-pihak yang meyakini doktrin itu sendiri seperti yang ditekankan oleh sdr.Bond bahwa meditasi tidak boleh diteliti, dan sesuatu yang dapat diteliti tidak boleh diberi nama meditasi.
* Manfaat menurut user harus dikaitkan dengan kepentingan/minat/tujuan, dlsb dari user itu sendiri. Permasalahannya apakah orang mengerti hakikat dari kebebasan berpendapat itu sendiri? ini yang dimanfaatkan musuh kompatiologi untuk mencari celah menjatuhkan kompatiologi bahwa sebagai bukan pengguna (non-user) merasa berhak menjelasakan apa yang belum dialami dengan tujuan menjatuhkan kompatiologi. Kebebasan berpendapat adalah plus point sekaligus minus point bagi perkembangan kompatiologi. Tiap user yang memiliki kepentingan/minat/tujuan, dlsb dari user itu sendiri menuliskan kriteria berguna atau tidak berguna bagi dirinya sendiri.

Pertanyaannya: Penelitian dilakukan untuk membantu pemasaran suatu alat/tekhnik/metode atau untuk bertanggungjawab pada pengguna alat/tekhnik/metode itu sendiri?

Penelitian tentang manfaat suatu alat/tekhnik/metode sangat ditentukan oleh kejujuran dan keterbukaan pemilik/pendidik/pengguna alat/tekhnik/metode itu sendiri untuk bersikap jujur kepada diri sendiri dan orang lain.   




Kainyn_Kutho wrote:

Kalau tidak salah ingat, di pembahasan sebelumnya ada dikatakan kita tidak bisa menilai pikiran orang lain karena sifatnya subjektif, maka digunakan pendekatan "feel" ragawi yang lebih objektif (walaupun saya katakan sama saja subjektifnya). Masalahnya, "data" tentang "pengalaman dekon", termasuk "feel & judgment" juga diproses melalui pikiran, yang akhirnya kita juga tidak tahu bagaimana pikiran orang mengenai "feel & judgment" itu. Misalnya dalam contoh "jawaban kuesioner" ada yang mengalami euforia dan tentu saja menempatkan "feel & judgment" dengan cara yang berbeda dengan orang yang misalnya malah mengalami depressi.


Vincent Liong answer:

Feel ragawi dialami oleh setiap pribadi secara 100% sama, tetapi judgement terhadap feel ragawi yang dialami 100% beda.

Depresi maupun eforia adalah judgement terhadap suatu feel ragawi. Bisa saja suatu feel ragawi yang sama menghasilkan reaksi di peserta pertama sebagai eforia dan di peserta kedua sebagai depresi. Feel ragawi atas suatu campuran minuman tertentu berlaku umum (sama) untuk peserta yang meminumnya, judgement atas suatu campuran minuman tertentu berbeda antara peserta yang satu dan yang lain yang meminumnya.

Urutan pemerosesan data:
Feel Ragawi -> Judgement -> Generalisasi

Feel Ragawi belum bersifat pikiran karena sifatnya yang data mentah.
Judgement dan generalisasi bersifat pikiran.
Data Feel Ragawi dalam proses selanjutnya (judgement -> generalisasi) akan diproses menjadi pikiran juga.

Kalau kegiatan pemerosesan data diawali dengan “pikiran” (judgement -> generalisasi) maka tidak didapatkan pengalaman Feel Ragawi belum bersifat pikiran karena sifatnya yang data mentah.


“Human can learn, but they can’t un-learned.”

Seorang manusia bisa belajar tetapi tidak bisa memundurkan proses kegiatan belajar yang telah dilalui menjadi belum belajar.
Feel Ragawi bisa diproses menjadi “pikiran” (judgement -> generalisasi) tetapi pikiran tidak bisa dimundurkan prosesnya menjadi Feel Ragawi.

Seperti seorang manusia yang pernah menggunakan narkotika tidak bisa memundurkan proses belajarnya “mengenai pengalaman menggunakan obat-obatan terlarang” ke sebelum pernah menggunakan obat-obatan terlarang. 

Offline vincentliong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 106
  • Reputasi: 0
Re: Meditasi: aliran mitologi, mitos dan logos (tulisan tahun 2006)
« Reply #63 on: 08 July 2008, 07:47:29 PM »
Meditation (from From Wikipedia, the free encyclopedia)
e-link: http://en.wikipedia.org/wiki/Meditation
“ Meditation is discipline in which one attempts to get beyond the conditioned, "thinking" mind into a deeper state of relaxation or awareness. …”

1a. "beyond - thinking" adalah/jelaskan:
1b. "conditioned thinking" adalah/jelaskan:
2. "deeper state of relaxation or awareness" adalah/jelaskan:




1a. "beyond - thinking"

input indrawi -> naluri/insting -> output spontan.
input indrawi -> thinking -> output tidak spontan.
input berupa pemikiran -> thinking -> output tidak spontan.
Bilamana suatu data telah bersifat thinking maka pengalaman indrawi akan. kalah/tertutupi oleh kegiatan berpikir (thinking) sehingga bersifat tidak spontan.
Kondisi beyond thinking hanya bisa terjadi bila samasekali belum berpikir (thinking).

Problemnya: penjelasan berupa ajaran lisan/tertulis diproses menggunakan kegiatan berpikir (thinking). Jadi bagaimana mengakali agar suatu kegiatan yang sudah memiliki ajaran (thinking) menjadi before/beyond thingking?

Ketika orang bertemu maka mengucapkan salam: “Apakabar?” dan jawaban yang standart “baik”. “How are you ?” dijawab “I’am fine thank you.”. Mengapa hal ini dilakukan? Jawab: untuk mencairkan suasana, untuk menghilangkan praduga/asumsi. Sama seperti apa rasa minuman ini? Jawab: Manis.   

Jadi selama sebuah kegiatan meditasi mampu mencaikan suasana, mencairkan praduga, asumsi/penghakiman, dlsb maka memenuhi definisi meditasi menurut point “1a” tsb di atas.


1b. "conditioned thinking"

"conditioned thinking" adalah pikiran yang dikondisikan oleh pihak lain; ajaran lisan/tertulis adalah contoh "conditioned thinking".

Jadi bagaimana “mengajarkan suatu ajaran” (conditioned thinking) yang tidak "conditioned thinking"?
* Saat memperkenalkan suatu jenis produk meditasi, mau tidak mau ada ajaran yang diceritakan untuk menjelaskan apa sich produk meditasi tsb, apa gunanya, dlsb; jadi sangat mustahil mengajarkan meditasi tanpa melanggar point "beyond conditioned thinking" ini meskipun pada akhir sesi meditasi dan setelah mengalami meditasi maka hal ini harus terpenuhi sebagai hasil akhir.
* Jadi ada dua cara yang bertolakbelakang satu sama lain dalam mengajarkan suatu metode/tekhnik meditasi; pertama-tama melanggar point "beyond conditioned thinking" terlebih dahulu, sampai orangnya berminat dan memutuskan untuk mencoba, lalu setelah itu “conditioned thinking" harus dibunuh dengan metode/tekhnik yang melunturkan “conditioned thinking" tersebut kembali menjadi "beyond conditioned thinking".
* Bagaimana keterampilan seorang guru harus mampu menentukan kapan dia menjadi guru yang bersikap “conditioned thinking" dan kapan harus mampu menghancurkan/melunturkan “conditioned thinking" tersebut.

Seperti orang membuat batik tulis, setelah digambar dengan lilin, lalu dicelup ke dalam pewarna lalu lilinnya disingkirkan, fungsi lilin adalah agar pewarna mewarnai daerah yang diinginkan saja dan tidak mewarnai daerah yang tertutup lilin. Berbagai tindakan yang berlawanan dilakukan demi mencapai hasil yang diharapkan.


2. "deeper state of relaxation or awareness"

"deeper state of relaxation or awareness" adalah bahasa keren/indah untuk menjelaskan kondisi "beyond conditioned thinking" meskipun penjelasan yang digunakan oleh pengajar pada saat menerangkan produk meditasi kepada calon pengguna sudah bersifat “conditioned thinking" yang harus dilunturkan pada tahap praktikum metode/tekhnik meditasi.
* Apa sich arti orang sedang di kondisi "deeper state of relaxation”?
Jawab: belum/tidak sedang berpikir.
* Apa sich arti seseorang sedang di kondisi “aware”?
Jawab: Mengalami data secara utuh/lengkap, kondisi ini hanya bisa didapatkan saat seseorang belum berpikir yaitu saat seseorang mengalami pengalaan indrawi yang tidak terbatasi oleh kata-kata.   


Prasyarat-prasyarat tersebut di atas adalah prasyarat suatu kegiatan/tekhnik/metode/ritual yang dinamakan “meditasi” memiliki standart yang memenuhi criteria untuk pantas disebut “meditasi”. Bila hal-hal tsb di atas tidak terpenuhi maka meski namanya “meditasi”, menggunakan berbagai atribut budaya yang berkesan pencerahan spiritual, sebenarnya hal tsb tidak pantas disebut “meditasi”. Jadi keberhasilan “meditasi” sangat ditentukan oleh keterampilan guru dan efektifitas metode untuk menciptakan kondisi “meditasi”.

Ada komentar?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Meditasi: aliran mitologi, mitos dan logos (tulisan tahun 2006)
« Reply #64 on: 09 July 2008, 09:32:05 AM »
vincentliong,

Quote
Ada dua sudutpandang tentang manfaat:
* Manfaat menurut guru/pembimbing/ penjelasan orang yang dianggap lebih cerah/lebih mengerti tentang apa ang dianggap bermanfaat atau tidak bermanfaat. Dalam sudutpandang ini apa yang dianggap bermanfaat menurut guru belum tentu dianggap bermanfaat menurut pengguna, tetapi karena pengguna tidak memiliki pilihan selain mengikuti kata-kata/pendapat guru yang dianggap lebih benar dan menganggap pendapat/sudutpandangnya tiak memiliki nilai maka dia merasa tidak memiliki hak untuk mengatakan hal tsb tidak bermanfaat. Tidak ada demokrasi yang memperbolehkan pengguna berpendapat berbeda dengan guru, maka dari itu penelitian tentang hal-hal yang sudah bersifat doktrin sangat ditentang oleh pihak-pihak yang meyakini doktrin itu sendiri seperti yang ditekankan oleh sdr.Bond bahwa meditasi tidak boleh diteliti, dan sesuatu yang dapat diteliti tidak boleh diberi nama meditasi.

Ya, bagi yang ini, jika gurunya 'ngaco', maka murid juga 'ngaco'. Saya tidak tahu pendekatan bond dari mana, tetapi kalau menurut saya, bukan masalah "boleh atau tidak", tetapi "bisa atau tidak". Meditasi bisa dan harus diteliti, tetapi itu harus dilakukan oleh orang itu sendiri, tidak bisa meneliti orang lain.

Quote
Pertanyaannya: Penelitian dilakukan untuk membantu pemasaran suatu alat/tekhnik/metode atau untuk bertanggungjawab pada pengguna alat/tekhnik/metode itu sendiri?

Penelitian tentang manfaat suatu alat/tekhnik/metode sangat ditentukan oleh kejujuran dan keterbukaan pemilik/pendidik/pengguna alat/tekhnik/metode itu sendiri untuk bersikap jujur kepada diri sendiri dan orang lain.   

Rasanya semua penelitian juga dilakukan untuk kemudian digunakan secara bertanggung jawab; juga dengan kejujuran (pada diri sendiri dan orang lain) agar tidak memanipulasi data.
Yang saya tanyakan, manfaatnya yang unik dari kompatiologi ini apa?


Quote
Feel ragawi dialami oleh setiap pribadi secara 100% sama, tetapi judgement terhadap feel ragawi yang dialami 100% beda.
Seperti saya pernah tanyakan, apakah di waktu dan kondisi berbeda, feel orang terhadap objek sama, tetap sama?
Misalnya berdasarkan kondisi, minum sirup setelah minum jus pare, dan minum sirup setelah minum sirup lain, apakah feel-nya tetap 100% sama?
Jika berdasarkan waktu, apakah indera saya tidak mengalami perkembangan dan perubahan? Jika anda bilang tidak, mungkin anda harus research tentang presbyacousis.

Untuk judgment, secara umum, saya setuju.

Quote
“Human can learn, but they can’t un-learned.”

Seorang manusia bisa belajar tetapi tidak bisa memundurkan proses kegiatan belajar yang telah dilalui menjadi belum belajar.
Feel Ragawi bisa diproses menjadi “pikiran” (judgement -> generalisasi) tetapi pikiran tidak bisa dimundurkan prosesnya menjadi Feel Ragawi.

Betulkah? Bagaimana dengan kasus dementia atau alzheimer? Atau bagaimana dengan Amnesia?
« Last Edit: 09 July 2008, 11:33:40 AM by Kainyn_Kutho »

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Meditasi: aliran mitologi, mitos dan logos (tulisan tahun 2006)
« Reply #65 on: 09 July 2008, 10:23:10 AM »


Quote
by vincent liong,
Ada dua sudutpandang tentang manfaat:
* Manfaat menurut guru/pembimbing/ penjelasan orang yang dianggap lebih cerah/lebih mengerti tentang apa ang dianggap bermanfaat atau tidak bermanfaat. Dalam sudutpandang ini apa yang dianggap bermanfaat menurut guru belum tentu dianggap bermanfaat menurut pengguna, tetapi karena pengguna tidak memiliki pilihan selain mengikuti kata-kata/pendapat guru yang dianggap lebih benar dan menganggap pendapat/sudutpandangnya tiak memiliki nilai maka dia merasa tidak memiliki hak untuk mengatakan hal tsb tidak bermanfaat. Tidak ada demokrasi yang memperbolehkan pengguna berpendapat berbeda dengan guru, maka dari itu penelitian tentang hal-hal yang sudah bersifat doktrin sangat ditentang oleh pihak-pihak yang meyakini doktrin itu sendiri seperti yang ditekankan oleh sdr.Bond bahwa meditasi tidak boleh diteliti, dan sesuatu yang dapat diteliti tidak boleh diberi nama meditasi.

Lu jawab dulu yak pertanyaan gua nih

"Riset terhadap teknik meditasi" dengan "meditasi" sama dalam definisi atau tidak sama dalam definisi? (cukup jawab sama atau tidak sama)

Nah kalo lu uda jawab singkat, baru gua jelasin. Kalau ngak tulisan lu itu cuma mengarang saja kali ye...emang gua pernah ngomong meditasi ngak boleh diteliti(coba lu quote tulisan gua  :)) :))), kalo lu bilang penelitan terhadap teknik meditasi boleh diberi nama meditasi, sekalian aja  lu bilang Anjing boleh dinamakan  Babi. Nah lu pikir sendiri  deh..:)) :)) :))
« Last Edit: 09 July 2008, 10:26:56 AM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline vincentliong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 106
  • Reputasi: 0
Re: Meditasi: aliran mitologi, mitos dan logos (tulisan tahun 2006)
« Reply #66 on: 11 July 2008, 02:24:50 AM »
Kainyn_Kutho wrote:
Yang saya tanyakan, manfaatnya yang unik dari kompatiologi ini apa?

Vincent Liong answer:

Bicara tentang hal meditasi, dogma, doktrin, dlsb; masing-masing memiliki perannya dalam kegiatan menerima dan memproses data.

“Meditasi”(berdasarkan definisi wikipedia bahasa Inggris), seperti juga kompatiologi yang berdasarkan pendefinisian tersebut dapat masuk kategori meditasi lebih cenderung pada kegiatan menerima data.

“Think”(berpikir) adalah memproses data yang telah diterima. Dogma, doktrin, dlsb berfungsi mengubah kegiatan pemerosesan data seseorang dari “cara buatannya sendiri”(pengalaman hidup, insting-nya sendiri) menjadi yang dianggap/diasumsikan lebih baik dan benar yaitu berdasarkan dogma, doktrin, dlsb tsb (conditioned thinking). Saat ini berbagai macam training menjanjikan kegiatan memproses data yang lebih baik.

Manfaat dari kompatiologi adalah memperlengkap jumlah data yang diterima dan merapikan susunannya dalam penggaris ukur indrawi, kegiatan memproses data yang diterima tetap dikerjakan menggunakan referensi pengalaman, insting dan kemampuan adaptasi alami orang tersebut yang telah dimiliki sejak lahir.

Saya pribadi orang yang tidak setuju dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat mengubah kegiatan memproses data yang diterima, sebab beresiko cara yang baru yang dianggap/diasumsikan lebih benar dan baik, tidak relefan dengan situasi dan kondisi manusia-manusia yang berbeda-beda yang sifatnya individual. Bisa saja seseorang disugesti bahwa cara baru tersebut lebih baik/benar tetapi ini membuat orang tsb kehilangan sensitifitas kemampuan beradaptasi yang telah dimiliki sejak lahir. Saya hanya setuju untuk melakukan pengubahan kegiatan memproses data yang diterima bila pribadi tersebut bermasalah terhadap “social acceptable”, pengubahannya pun hanya untuk membuat lebih sedikit “social acceptable” kalau bisa tidal lebih dari itu.



Kainyn_Kutho wrote:
Seperti saya pernah tanyakan, apakah di waktu dan kondisi berbeda, feel orang terhadap objek sama, tetap sama?
Misalnya berdasarkan kondisi, minum sirup setelah minum jus pare, dan minum sirup setelah minum sirup lain, apakah feel-nya tetap 100% sama?
Jika berdasarkan waktu, apakah indera saya tidak mengalami perkembangan dan perubahan? Jika anda bilang tidak, mungkin anda harus research tentang presbyacousis.

Vincent Liong answer:

Tentunya feel meminum misalnya jus pare juga dipengaruhi oleh minuman yang diminum sebelum dan sesudah jus pare tsb, sebab selalu ada rasa yang menempel di lidah sehingga tidak akan murni 100% tidak terkontaminasi.



Kainyn_Kutho wrote:
Betulkah? Bagaimana dengan kasus dementia atau alzheimer? Atau bagaimana dengan Amnesia?

Vincent Liong answer:
Hal Dementia, Alzheimer, Amnesia; kelihatannya lebih cenderung berkaitan dengan proses berpikir, terutama kegiatan mengingat/memory bukan feel(sebelum diproses berpikir). Saya tidak kompeten dalam bidang tsb.



Dari Wikipedia:

* http://en.wikipedia.org/wiki/Dementia
Dementia (from Latin de- "apart, away" + mens (genitive mentis) "mind") is the progressive decline in cognitive function due to damage or disease in the brain beyond what might be expected from normal aging. Although dementia is far more common in the geriatric population, it may occur in any stage of adulthood. This age cutoff is defining, as similar sets of symptoms due to organic brain dysfunction are given different names in populations younger than adulthood (see, for instance, developmental disorders).
Dementia is a non-specific illness syndrome (set of symptoms) in which affected areas of cognition may be memory, attention, language, and problem solving. Higher mental functions are affected first in the process. Especially in the later stages of the condition, affected persons may be disoriented in time (not knowing what day of the week, day of the month, month, or even what year it is), in place (not knowing where they are), and in person (not knowing who they are).
Symptoms of dementia can be classified as either reversible or irreversible, depending upon the etiology of the disease. Less than 10 percent of cases of dementia are due to causes which may presently be reversed with treatment. Causes include many different specific disease processes, in the same way that symptoms of organ dysfunction such as shortness of breath, jaundice, or pain are attributable to many etiologies. Without careful assessment of history, the short-term syndrome of delirium can easily be confused with dementia, because they have many symptoms in common. Some mental illnesses, including depression and psychosis, may also produce symptoms which must be differentiated from both delirium and dementia.[1]

* http://en.wikipedia.org/wiki/Alzheimer
Alzheimer's disease (AD), also called Alzheimer disease or simply Alzheimer's, is the most common cause of dementia. Alzheimer's is a degenerative and terminal disease for which there is no known cure. In its most common form, it afflicts individuals over 65 years old, although a less prevalent early-onset form also exists. It is estimated that 26.6 million people worldwide were afflicted by AD in 2006, which could quadruple by 2050,[1] although estimations vary greatly.[2]
Each individual experiences the symptoms of AD in unique ways.[3] The symptoms of Alzheimer's disease are generally reported to a physician when memory loss becomes apparent. If AD is suspected as the cause, the physician or healthcare specialist will confirm the diagnosis with behavioral assessments and cognitive tests, often followed by a brain scan, if available.[4] The duration of the disease is between 5 and 20 years.[5][6] The disease can develop many years before it is eventually diagnosed. In its early stages, memory loss, shown as a difficulty to remember recently learned facts, is the most common symptom, although it is often initially misdiagnosed as age-related memory-loss or stress.[7] As the disease advances, symptoms include confusion, anger, mood swings, language breakdown, long-term memory loss, and the general withdrawal of the sufferer as his or her senses decline.[7][8] Gradually, minor and major bodily functions are lost, leading ultimately to death.[9]
The cause and progression of Alzheimer's disease are not well understood. Research indicates that the disease is associated with plaques and tangles in the brain.[10] No treatment has been found to stop or reverse the disease, and it is not known whether current treatments slow the progression, or simply manage the symptoms. Many preventive measures have been suggested for Alzheimer's disease, but their value is unproven in reducing the course and severity of the disease. Mental stimulation, exercise and a balanced diet are often recommended, both as a possible prevention and as a sensible way of managing the disease.[11]
Because AD cannot be cured and is degenerative, management of the Alzheimer's patient is essential. The role of the main caregiver is often taken by the spouse or a close relative.[12] Caregivers may themselves suffer from stress, over-work, depression, and being physically hit or struck.[citation needed]

* http://en.wikipedia.org/wiki/Amnesia
Amnesia (from Greek Ἀμνησία) is a condition in which memory is disturbed. In simple terms it is the loss of memory. The causes of amnesia are organic or functional. Organic causes include damage to the brain, through trauma or disease, or use of certain (generally sedative) drugs. Functional causes are psychological factors, such as defense mechanisms. Hysterical post-traumatic amnesia is an example of this. Amnesia may also be spontaneous, in the case of transient global amnesia.[1] This global type of amnesia is more common in middle-aged to elderly people, particularly males, and usually lasts less than 24 hours.
Another effect of amnesia is the inability to imagine the future. A recent study published online in the Proceedings of the National Academy of Sciences shows that amnesiacs with damaged hippocampus cannot imagine the future.[2] This is because when a normal human being imagines the future, they use their past experiences to construct a possible scenario. For example, a person who would try to imagine what would happen at a party that would occur in the near future would use their past experience at parties to help construct the event in the future.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Meditasi: aliran mitologi, mitos dan logos (tulisan tahun 2006)
« Reply #67 on: 11 July 2008, 09:16:48 AM »
vincentliong,

Quote
Manfaat dari kompatiologi adalah memperlengkap jumlah data yang diterima dan merapikan susunannya dalam penggaris ukur indrawi, kegiatan memproses data yang diterima tetap dikerjakan menggunakan referensi pengalaman, insting dan kemampuan adaptasi alami orang tersebut yang telah dimiliki sejak lahir.

Saya pribadi orang yang tidak setuju dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat mengubah kegiatan memproses data yang diterima, sebab beresiko cara yang baru yang dianggap/diasumsikan lebih benar dan baik, tidak relefan dengan situasi dan kondisi manusia-manusia yang berbeda-beda yang sifatnya individual. Bisa saja seseorang disugesti bahwa cara baru tersebut lebih baik/benar tetapi ini membuat orang tsb kehilangan sensitifitas kemampuan beradaptasi yang telah dimiliki sejak lahir. Saya hanya setuju untuk melakukan pengubahan kegiatan memproses data yang diterima bila pribadi tersebut bermasalah terhadap “social acceptable”, pengubahannya pun hanya untuk membuat lebih sedikit “social acceptable” kalau bisa tidal lebih dari itu.

OK, terima kasih untuk penjelasannya. Memang betul, bukan masalah "lebih benar/salah". "Socially Acceptable" sebetulnya hanyalah masalah mayoritas manusia di satu komunitas, bukan perihal benar dan salah.


Quote
...Dementia is a non-specific illness syndrome (set of symptoms) in which affected areas of cognition may be memory, attention, language, and problem solving. Higher mental functions are affected first in the process. Especially in the later stages of the condition, affected persons may be disoriented in time...

Quote
...In its early stages, memory loss, shown as a difficulty to remember recently learned facts, is the most common symptom, although it is often initially misdiagnosed as age-related memory-loss or stress.[7] As the disease advances, symptoms include confusion, anger, mood swings, language breakdown, long-term memory loss, and the general withdrawal of the sufferer as his or her senses decline...

Begitulah. Dementia dan Alzheimer mempengaruhi kondisi pikiran, yang lebih lanjut mempengaruhi bagaimana seseorang mengkognisi atau mengindera ('feel' dalam kompatiologi). 'Feel' itu tidak pernah bisa sama, sangat banyak faktor yang mempengaruhinya.


Quote
For example, a person who would try to imagine what would happen at a party that would occur in the near future would use their past experience at parties to help construct the event in the future.

Demikian juga semua hal pelajaran hanyalah memori/ingatan, yang untuk dijadikan dasar dalam menentukan pilihan masa depan. Oleh sebab itu, orang menderita amnesia can unlearn.

Offline vincentliong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 106
  • Reputasi: 0
Re: Meditasi: aliran mitologi, mitos dan logos (tulisan tahun 2006)
« Reply #68 on: 11 July 2008, 10:14:49 AM »
Kainyn_Kutho wrote:
OK, terima kasih untuk penjelasannya. Memang betul, bukan masalah "lebih benar/salah". "Socially Acceptable" sebetulnya hanyalah masalah mayoritas manusia di satu komunitas, bukan perihal benar dan salah.

Pembahasan "Socially Acceptable" ini juga wilayah yang abu-abu sebab; seseorang bisa beranggapan bahwa orang lain tidak memenuhi kriteria "Socially Acceptable" sedangkan orang lain itu sendiri merasa telah mendapatkan "Socially Acceptable" yang lebih dari cukup.

Intinya bagaimana memainkan sisi eksistensialisme (diri sendiri) dan sisi romantisme (bertoleransi terhadap masyarakat) dengan tujuan dirinya mendapatkan "Socially Acceptable". Dalam beberapa kasus, bisa saja seseorang sangat kuat di sisi eksistensialisme (diri sendiri) dan tetap mampu menghasilkan kondisi "Socially Acceptable" yang lebih dari cukup bagi dirinya sendiri.

Alasan "Socially Acceptable" sering dijadikan alasan bagi kelompok yang mengaku mewakili masyarakat untuk bertindak melanggar hukum, misalnya dalam teror yang saya alami tahun lalu, kasus pembakaran saint Joan, dlsb.