//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Mengukur kemampuan diri sendiri  (Read 13455 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #15 on: 05 October 2010, 08:37:00 AM »
terima kasih. Bro fabian, di atas dikatakan kalau terlahir di keluarga rata2, tidak terlalu miskin maka kemungkinan tihetuka puggala. Kalau lahir dari keluarga kaya dan fisik juga baik, mental baik, berarti mungkin tihetuka puggala juga? bukan cuma untuk orang yang terlahir di keluarga sedang2 saja ya?

saya pernah dengar Ajahn Brahm tidak percaya abhidhamma, apa itu benar?

kalau saya ingin membaca lebih banyak cara menjadi bodhisatta versi theravada sumbernya di RAPB atau ada sumber lain?

terima kasih, sangat membantu

Bro Raynoism yang baik, Secara umum dikatakan bila seseorang terlahir di keluarga yang sangat miskin dan dipandang hina di masyarakat (umpamanya: candala/ gembel), maka karma baiknya terlalu kecil, sering dikatakan sulit untuk mencapai jhana atau nana.
Oleh sebab itu saya beranggapan mungkin juga bukan tihetuka puggala (ini hanya spekulasi saya).

Memang Ajahn Brahm dan Ajahn Thanissaro nampaknya mengesampingkan Abhidhamma.

Cara untuk menjadi Bodhisatta caranya hanya: Tekad yang kuat dan tulus untuk menyelamatkan mahluk lain dan bersedia berkorban, walaupun pengorbanan itu berupa siksaan di neraka selama jutaan trilyun tahun, untuk menolong mahluk lain agar terbebas dari Samsara.
Juga selalu disertai memupuk perbuatan baik (parami) untuk senantiasa memperkuat tekad tersebut...

Tak ada ritual atau upacara apapun.....
 
_/\_
« Last Edit: 05 October 2010, 08:42:50 AM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #16 on: 05 October 2010, 11:54:44 AM »
keren sekali penjelasannya.

ttg berkorban untuk di neraka, kesalahan apakah yang diperbuat oleh calon bodhisatta sampai masuk neraka? padahal dia kan terus berbuat baik memupuk parami, apakah yang dimaksud menghibur orang di neraka dengan ikut masuk neraka?

berarti kalau mau jadi bodhisatta, jangan sampai dapat kesucian tingkat apapun ya? sotapanna kan nda bisa jadi bodhisatta ya? (maks 7 kali lahir).

terima kasih

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #17 on: 05 October 2010, 06:35:01 PM »
keren sekali penjelasannya.

ttg berkorban untuk di neraka, kesalahan apakah yang diperbuat oleh calon bodhisatta sampai masuk neraka? padahal dia kan terus berbuat baik memupuk parami, apakah yang dimaksud menghibur orang di neraka dengan ikut masuk neraka?

berarti kalau mau jadi bodhisatta, jangan sampai dapat kesucian tingkat apapun ya? sotapanna kan nda bisa jadi bodhisatta ya? (maks 7 kali lahir).

terima kasih

Hanya kutip sana-sini bro... Maksud masuk ke neraka disiksa dalam waktu yang lama adalah, mengukur ketulusan dan kekuatan tekad kita, apakah kita sungguh-sungguh tulus ingin menolong sehingga rela disiksa di neraka demi menolong mahluk lain...? Apakah kita setulus itu ingin berkorban...? Apakah tekad kita sekuat itu...?

Bila telah mencapai Sotapanna rasanya tak akan bisa menjadi Bodhisatta karena hanya 7 kali terlahir lagi...
Perumpamaannya bagai kapal yang terapung-apung di Samudera dalam ketidak pastian, suatu ketika melihat daratan hijau, ia tentu tak akan lagi memikirkan kehidupan di Samudera lagi, yang ada dalam benak kapten saat itu selalu hanya bagaimana mendaratkan kapal tersebut.

Samudera adalah bagai alam samsara yang harus diarungi oleh Bodhisatta untuk waktu yang tak terbayangkan lamanya untuk memupuk parami.

Nibbana yang dialami oleh Sotapanna pertama-kalinya adalah bagai penggambaran daratan hijau yang nampak oleh seluruh penumpang kapal.
 
_/\_


Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #18 on: 06 October 2010, 06:13:33 PM »
oo....thanks a lot ya.ntar saya berlatih lagi

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.153
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #19 on: 06 October 2010, 07:06:22 PM »
keren sekali penjelasannya.

ttg berkorban untuk di neraka, kesalahan apakah yang diperbuat oleh calon bodhisatta sampai masuk neraka? padahal dia kan terus berbuat baik memupuk parami, apakah yang dimaksud menghibur orang di neraka dengan ikut masuk neraka?

berarti kalau mau jadi bodhisatta, jangan sampai dapat kesucian tingkat apapun ya? sotapanna kan nda bisa jadi bodhisatta ya? (maks 7 kali lahir).

terima kasih

aku rasa pengorbanan dan sisksaan seperti dalam neraka (seperti dikatakan setelah menjadi bodhisatva  tidak lahir ke alam niraya lagi)

Quote
Setelah kondisi ini terpenuhi dan ia telah mendapatkan penetapan, maka ada keuntungan-keuntungan menjadi Bodhisatta yang akan dialaminya, diantaranya yaitu:

- Ia tak akan terlahir di alam neraka
- Kalaupun lahir di alam binatang akan terlahir sebagai hewan tidak lebih kecil dari burung puyuh dan tidak lebih besar dari gajah.
- Bila terlahir di alam peta, hanya akan terlahir sebagai paradhatu pajivika peta (peta yang bisa memakan persembahan orang lain).
- Ia tak akan terlahir sebagai wanita
- Ia tak akan terlahir sebagai kebiri atau berkelamin ganda
- Ia tak akan terlahir cacat
- Bila terlahir di alam Brahma tak akan terlahir di alam Arupa Brahma.

kecuali dalam periode untuk mencapai ke bodhisatva an

Quote
Periode bertekad dengan pikiran selama + 9 asankheyya kappa + 100.000 kappa.
Periode bertekad dengan ucapan selama + 7 asankheyya kappa + 100.000 kappa.
« Last Edit: 06 October 2010, 07:09:37 PM by daimond »

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #20 on: 06 October 2010, 09:57:45 PM »
keren sekali penjelasannya.

ttg berkorban untuk di neraka, kesalahan apakah yang diperbuat oleh calon bodhisatta sampai masuk neraka? padahal dia kan terus berbuat baik memupuk parami, apakah yang dimaksud menghibur orang di neraka dengan ikut masuk neraka?

berarti kalau mau jadi bodhisatta, jangan sampai dapat kesucian tingkat apapun ya? sotapanna kan nda bisa jadi bodhisatta ya? (maks 7 kali lahir).

terima kasih

aku rasa pengorbanan dan sisksaan seperti dalam neraka (seperti dikatakan setelah menjadi bodhisatva  tidak lahir ke alam niraya lagi)

Bro Daimond yang baik, Bila seseorang dengan ketulusan yang sangat tinggi, tentu mau bila perlu menderita dalam usaha menolong mahluk lain dalam waktu yang lama, demi kebahagiaan mahluk lain.

Tetapi orang-orang dengan ketulusan rendah tentu keberatan untuk terlahir berulang-ulang dalam waktu yang lama, dalam menanggung penderitaan mahluk lain dalam waktu lama.

Tapi memang itulah salah satu prasyarat untuk mendapatkan penetapan (niyata vivarana) dari seorang Samma-Sambuddha dan memulai memupuk parami lagi sebagai Bodhisatta.


Quote
Quote
Setelah kondisi ini terpenuhi dan ia telah mendapatkan penetapan, maka ada keuntungan-keuntungan menjadi Bodhisatta yang akan dialaminya, diantaranya yaitu:

- Ia tak akan terlahir di alam neraka
- Kalaupun lahir di alam binatang akan terlahir sebagai hewan tidak lebih kecil dari burung puyuh dan tidak lebih besar dari gajah.
- Bila terlahir di alam peta, hanya akan terlahir sebagai paradhatu pajivika peta (peta yang bisa memakan persembahan orang lain).
- Ia tak akan terlahir sebagai wanita
- Ia tak akan terlahir sebagai kebiri atau berkelamin ganda
- Ia tak akan terlahir cacat
- Bila terlahir di alam Brahma tak akan terlahir di alam Arupa Brahma.

kecuali dalam periode untuk mencapai ke bodhisatva an

Quote
Periode bertekad dengan pikiran selama + 9 asankheyya kappa + 100.000 kappa.
Periode bertekad dengan ucapan selama + 7 asankheyya kappa + 100.000 kappa.

Ya benar bro.... Tak ada jalan singkat untuk menjadi Sammasam-Buddha....

 _/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #21 on: 07 October 2010, 04:44:52 PM »
Spoiler: ShowHide
Dahulu ketika saya masih kecil, pernah diceritakan bahwa nanti akan muncul Buddha lagi. Ketika itu saya berpikir dengan jalan berpikir anak kecil: "mungkin calon Buddha tersebut adalah saya, mungkin sayalah yang dimaksud calon Buddha yang akan muncul tersebut", saya merasa bahwa saya memiliki kemampuan menjadi Buddha, mungkin saya yang akan menjadi Buddha di kehidupan sekarang ini.

Pemikiran-pemikiran ini muncul disebabkan kurangnya pengetahuan Dhamma. Setiap orang merasa bisa ini, bisa itu, banyak sekali orang-orang yang memiliki over-confidence bahwa mereka terlahir sebagai manusia super, yang bisa menjadi apapun. Dalam jiwa manusia-manusia seperti ini, mereka kurang memiliki kerendahan hati untuk mengakui keterbatasan diri sendiri. Kadang-kadang manusia over-confidence mendapatkan berbagai benturan, akhirnya mereka putus asa dan menjadi stress.

Beberapa orang yang disebabkan dukungan karma baiknya di masa lampau, tidak mengalami banyak benturan, jalan mereka mulus saja. Tetapi hal ini juga berdampak negatif berupa kesombongan yang timbul semakin besar, kadang-kadang orang ini jadi terobsesi ingin menjadi terkenal, obsesifnya ini lama-lama menjadi penyakit kejiwaan megalomaniac. Orang yang telah diliputi penyakit megalomaniac ini seringkali berusaha dengan cara apapun untuk menggapai impian mereka, termasuk berbohong bila perlu.

Orang-orang megalomaniac ini seringkali mendapatkan pengikut di kalangan orang-orang bodoh yang percaya begitu saja, terhadap ucapan mereka. Orang-orang bodoh yang kurang pengertian Dhamma akan mudah sekali dipelintir oleh para megalomaniac ini.

Melalui banyak perubahan saya terus belajar Dhamma, belajar dan berdiskusi dengan pakar-pakar di bidangnya, tak lupa terus menggali, menguji suatu pendapat dengan diskusi, debat atau dengan mempraktekkan langsung, semakin lama saya semakin sadar bahwa saya sangat-sangat-sangat,............., sangat kecil.

Berikut saya berikan gambaran sebagai perbandingan, mengapa saya merasa sangat kecil.
Suatu ketika dikatakan bahwa Y.A. Pindola Bharadvaja terbang diatas batu yang sangat besar, kalau tidak salah dikatakan bahwa batu tersebut besarnya belasaan meter, mengelilingi kota Savatthi. Kesaktian Y.A. Pindola Bharadvaja belum seberapa dibandingkan dengan kesaktian siswa utama (aggasavaka).
Ada diceritakan suatu ketika Y.A. Sariputta (siswa utama) sedang duduk bermeditasi, sesosok Yakkha yang sakti memukul kepala Y.A. Sariputta tetapi Y.A. Sariputta tidak terluka, hanya merasa pusing sedikit. Y.A. Mogallana memuji kagum terhadap Y.A. Sariputta, karena mampu menahan pukulan tersebut, padahal pukulan itu bisa menghancurkan gunung. Ini adalah kehebatan Y.A. Sariputta.

Dari Sutta dikatakan bahwa suatu ketika Y.A. Sariputta balik memuji Y.A. Mogallana dengan mengatakan bahwa kemampuan kesaktian beliau bagai sebutir pasir dibandingkan dengan pasir di bukit dibandingkan dengan kesaktian Y.A. Mogallana. Kesaktian Y.A. Mogallana yang menurut saya sangat fenomenal adalah dengan ujung jari kaki beliau mampu menggoncangkan istana raja dewa Sakka, sehingga dewa Sakka dan seluruh penghuni istana raja dewa Sakka menjadi panik.

Dari perbandingan menurut Visuddhi Magga, dikatakan bahwa bila ada Bhikkhu dengan kesaktian sebanding Y.A. Mogallana disusun rapi dan rapat, hingga memenuhi seluruh Jambudipa, maka kesaktian seluruh bhikkhu tersebut bila digabungkan, baru sebanding dengan kesaktian seorang Pacceka Buddha.

lebih lanjut dikatakan bila ada banyak Pacceka Buddha disusun rapi, hingga memenuhi seluruh jambudipa (India) maka kesaktian seluruh Pacceka Buddha tersebut digabungkan, baru sebanding dengan seorang Sammasambuddha.

Inilah sebabnya saya mengatakan bahwa semakin banyak membaca buku Dhamma dan semakin banyak belajar dengan praktek langsung, saya semakin menyadari bahwa "betapa kecilnya" saya dibandingkan para petapa-petapa jaman dahulu. Bila saya melihat ada orang yang berusaha menyamakan dirinya dengan Sang Buddha, saya hanya tertawa menyadari kekonyolan pikiran tersebut, sama konyolnya dengan cara berpikir saya waktu masih kecil sebelum banyak belajar Dhamma.

Bagai peribahasa "burung pungguk merindukan bulan". Pemikiran-pemikiran bahwa dalam jaman sekarang ini "saya" mampu menyamai Sang Buddha, adalah pikiran tak tahu diri, pemikiran yang berasal dari anak-anak yang bodoh yang tak mampu mengukur kemampuan diri sendiri, yang disebabkan kurangnya pengetahuan Dhamma. Lebih bodoh lagi adalah orang yang menganggap bahwa jaman sekarang ada orang yang mampu menyamai Sang Buddha.
Jangankan Sang Buddha, bahkan menyaingi Y.A. Mogallana saja tak ada yang mampu di jaman sekarang.

Semakin banyak belajar Dhamma saya malah merasa semakin kecil?

 _/\_

yang saya dengar sih dari Bikkhu
katanya Kemampuan kesaktian dari para Bikkhu sama saja, misalkan yg telah menguasai 6 abhinna...hanya yg membedakan adalah kecepatan mereka memasuki jhana dan berganti ganti objek....


kalau menurut saya mengukur terus kualitas diri kurang baik, disini justru melatih pikiran membentuk objek dan subjek....
jalani saja apa adanya....

Bro Fabian dan Bro Marcedes yg baik,
Nice post utk bro Fabian, saya juga merasakan hal yg sama sewaktu saya kecil, saya terpesona dg seorang Samanera di Vihara pregolan, Surabaya. sehingga ingin meniru beliau (sangat menginspirasi saya sewaktu kecil dulu), tapi malah kemudian tersesat. untung segera ditolong beliau tanpa pertolongan beliau saya ga mungkin masuk srilanka. Beliau amat luar biasa sekali, amat lembut, penuh pancaran metta, yang baru melihat wajahnya saja udah seperti diguyur air es, langsung nyes dihati, begitu mendengar dhammadesananya, semua langsung terpaku senyap, hati menjadi begitu bahagia (sehingga saya sangat terkesan dan benar2 ingin meniru menjadi spt beliau). Setelah dewasa baru saya tahu bahwa itu semua hanya "mimpi" ternyata sulit untuk mewujudkan itu, benar2 sungguh sulit. SUNGGUH tidak mudah untuk mengikuti jalan menuju kebaikan, memang paling mudah jadi jahat kok. baru mo melatih diri untuk menjadi baik aja udah beratnya setengah mati, apalagi bisa seperti beliau yang penuh dg kewelas-asihan nya, amat memancarkan kedamaian dan keteduhan. sangat mustahil bagi saya bisa menjadi spt itu.

Bro Marcedes kalau saya tidak keliru, walau sama2 memiliki 6 abhinna, tetap ada bedanya, hanya 2 orang saja yang memiliki kemampuan melihat kehidupan masa lampau beribu kelahiran yang hampir menyamai Sang Buddha (hal itu dikarena tumpukan parami beliau) yaitu puteri Yasodara (Ven.Bhikkhuni Baddakaccana) dan YA.Anuruddha. mohon koreksinya jika saya salah.

mettacittena,


Samaneri yang saya hormati, mohon maaf...  ^:)^ menurut yang saya baca di Visuddhi Magga, tak ada yang kemampuannya mendekati Sang Buddha dalam mengingat kelahiran lampau, karena kemampuan seorang Sammasam-Buddha tak terbatas, sedangkan diantara para Siswa kalau tidak salah kemampuan Y.A. Moggalana yang tertinggi (mampu mengingat 1 asankheyya kappa dan 100.000 kappa). 

 _/\_



thanks bro Fabian yg baik,
maaf baru sempat nanggapi sekarang, karena br sempat online, memang benar tidak ada yg mampu menyamai kemampuan sammasambuddha, jadi ini kemampuan memang dibawah sammasambuddha, hanya sedikit dibawahnya, namun jauh diatas dari para murid utama, karena tumpukan parami beliau. sebentar sy cek dlu darimana sy baca ttg hal ini, nanti sy quote klo ketemu.

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #22 on: 07 October 2010, 04:51:54 PM »
Spoiler: ShowHide
bro fabian, yang dimaksud bertekad dengan pikiran itu seperti apa? dengan ucapan?

kalau misalnya seseorang itu punya tekad jadi bodhisattva, setelah mati,apakah di kehidupan berikut dia masih ingat dia punya tekad itu? (kalau lahir di surga inget ya?)

cara menjadi bodhisattva tipe panna bagaimana?

kalau saya ingin jadi bodhisattva, dikehidupan ini harus berjanji di depan patung Buddha atau bhikkhu atau cukup saya menyempurnakan parami?

apakah ada buku panduan untuk menjadi bodhisattva?

thanks


Bro Raynoism yang baik,
Periode bertekad dengan pikiran adalah periode dimana seseorang bertekad ingin menjadi Buddha dengan aspirasi dalam pikiran, ia berulang-ulang dalam setiap kesempatan berbuat baik, dan selalu bertekad dalam batin untuk menjadi Samma-Sambuddha. Periode ini disebut mano panidana kala (periode bertekad dengan pikiran). Ini berlangsung selama 9 asankheyya kappa (asankheyya kappa: jumlah kappa yang tak terhitung) dan ditambah 100.000 kappa.

Untuk menguatkan tekad awal beliau untuk menolong mahluk lain calon Bodhisatta mengurbankan dirinya untuk menolong induk harimau yang kelaparan sehabis melahirkan dengan memberikan tubuhnya sendiri.

Selanjutnya periode bertekad dengan pikiran dan ucapan. Pada periode ini seorang calon Bodhisatta (belum jadi Bodhisatta, karena masih bisa goyah, belum mantap) mengulangi aspirasinya dengan pikiran dan kata-kata, bila ditanya orang ia akan terus terang bahwa ia ingin menjadi Samma-Sambuddha. periode ini disebut vaci panidana kala. Lamanya aspirasi ini adalah 7 asankheyya kappa dan 100.000 kappa.

Setelah periode ini lewat maka calon Bodhisatta akan terlahir seperti pertapa Sumedha, menerima penetapan dari seorang Buddha (niyata vivarana). Maka ia baru disebut Bodhisatta, calon Buddha yang sesungguhnya. Setelah mendapat penetapan menjadi bodhisatta, maka dimulailah periode bertekad dengan pikiran , ucapan dan perbuatan (disebut kaya panidana kala), tapi untuk mendapatkan penetapan dari seorang Buddha seorang calon Bodhisatta harus memenuhi kriteria tertentu, diantaranya yaitu:

- Ia harus seorang manusia
- Ia harus seorang laki-laki normal
- Ia harus seorang Tihetuka Puggala (lahir tidak disertai akar lobha, dosa dan moha)
- Ia harus seorang petapa atau Bhikkhu
- Ia harus telah memiliki Jhana dan abhinna
- Ia harus berhadapan langsung dengan seorang Buddha.
- Ia harus siap mengorbankan nyawanya untuk kepentingan Sang Buddha
- Ia harus tekad yang sangat kuat, walaupun ia menyadari bahwa ia akan terlahir berulang kali tak terhitung banyaknya, bahkan ia rela bila terlahir di alam apaya (ump; neraka) untuk mencapai cita-citanya.

Setelah kondisi ini terpenuhi dan ia telah mendapatkan penetapan, maka ada keuntungan-keuntungan menjadi Bodhisatta yang akan dialaminya, diantaranya yaitu:

- Ia tak akan terlahir di alam neraka
- Kalaupun lahir di alam binatang akan terlahir sebagai hewan tidak lebih kecil dari burung puyuh dan tidak lebih besar dari gajah.
- Bila terlahir di alam peta, hanya akan terlahir sebagai paradhatu pajivika peta (peta yang bisa memakan persembahan orang lain).
- Ia tak akan terlahir sebagai wanita
- Ia tak akan terlahir sebagai kebiri atau berkelamin ganda
- Ia tak akan terlahir cacat
- Bila terlahir di alam Brahma tak akan terlahir di alam Arupa Brahma.

Pada waktu menerima penetapan, tergantung dari kebijaksanaannya, maka seorang Bodhisatta akan menjadi salah satu dari tiga jenis Samma-Sambuddha, yaitu:

Bila kebijaksanaan Bodhisatta tinggi maka ia akan menjadi pannadhika Buddha, yaitu Buddha yang mencapai kesucian melalui kebijaksanaannya. Waktu pencapaian ke-Buddha-an juga relatif cepat, yaitu 4 asankheyya kappa dan 100.000 kappa.

Bila kebijaksanaannya menengah maka Ia akan menjadi Saddhadhika Buddha, yaitu Buddha yang mencapai ke-Buddha-annya melalui Saddha, jangka waktu pencapaian menjadi Buddha adalah 8 asankheyya kappa dan 100.000 kappa.

Yang kebijaksanaannya paling rendah akan mencapai ke-Buddha-an setelah melaksanakan parami selama 16 asankheyya kappa dan 100.000 kappa.

Untuk tambahan lebih lengkap silahkan baca RAPB.

Sebagai tambahan pengetahuan: lamanya 1 kappa adalah: bila ada satu gudang kosong yang panjangnya 8 km, lebarnya 8 km dan tingginya 8 km, diisi dengan biji mustard hingga penuh dan rapat, kemudian setiap seratus tahun sekali seseorang mengambil biji mustard tersebut, maka setelah biji mustard tersebut habis satu kappa belum terlewati.

 
_/\_


Nice post bro Fabian yg baik,
bisakah mencantumkan sumber referensinya? karena saya ingin tahu suttanya apa. ini juga penting bagi saya, untuk bahan kuliah. sayang ga bisa kirim GRP.... ;D

mettacittena,
« Last Edit: 07 October 2010, 04:53:30 PM by pannadevi »

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #23 on: 07 October 2010, 05:37:39 PM »
Spoiler: ShowHide
bro fabian, yang dimaksud bertekad dengan pikiran itu seperti apa? dengan ucapan?

kalau misalnya seseorang itu punya tekad jadi bodhisattva, setelah mati,apakah di kehidupan berikut dia masih ingat dia punya tekad itu? (kalau lahir di surga inget ya?)

cara menjadi bodhisattva tipe panna bagaimana?

kalau saya ingin jadi bodhisattva, dikehidupan ini harus berjanji di depan patung Buddha atau bhikkhu atau cukup saya menyempurnakan parami?

apakah ada buku panduan untuk menjadi bodhisattva?

thanks


Bro Raynoism yang baik,
Periode bertekad dengan pikiran adalah periode dimana seseorang bertekad ingin menjadi Buddha dengan aspirasi dalam pikiran, ia berulang-ulang dalam setiap kesempatan berbuat baik, dan selalu bertekad dalam batin untuk menjadi Samma-Sambuddha. Periode ini disebut mano panidana kala (periode bertekad dengan pikiran). Ini berlangsung selama 9 asankheyya kappa (asankheyya kappa: jumlah kappa yang tak terhitung) dan ditambah 100.000 kappa.

Untuk menguatkan tekad awal beliau untuk menolong mahluk lain calon Bodhisatta mengurbankan dirinya untuk menolong induk harimau yang kelaparan sehabis melahirkan dengan memberikan tubuhnya sendiri.

Selanjutnya periode bertekad dengan pikiran dan ucapan. Pada periode ini seorang calon Bodhisatta (belum jadi Bodhisatta, karena masih bisa goyah, belum mantap) mengulangi aspirasinya dengan pikiran dan kata-kata, bila ditanya orang ia akan terus terang bahwa ia ingin menjadi Samma-Sambuddha. periode ini disebut vaci panidana kala. Lamanya aspirasi ini adalah 7 asankheyya kappa dan 100.000 kappa.

Setelah periode ini lewat maka calon Bodhisatta akan terlahir seperti pertapa Sumedha, menerima penetapan dari seorang Buddha (niyata vivarana). Maka ia baru disebut Bodhisatta, calon Buddha yang sesungguhnya. Setelah mendapat penetapan menjadi bodhisatta, maka dimulailah periode bertekad dengan pikiran , ucapan dan perbuatan (disebut kaya panidana kala), tapi untuk mendapatkan penetapan dari seorang Buddha seorang calon Bodhisatta harus memenuhi kriteria tertentu, diantaranya yaitu:

- Ia harus seorang manusia
- Ia harus seorang laki-laki normal
- Ia harus seorang Tihetuka Puggala (lahir tidak disertai akar lobha, dosa dan moha)
- Ia harus seorang petapa atau Bhikkhu
- Ia harus telah memiliki Jhana dan abhinna
- Ia harus berhadapan langsung dengan seorang Buddha.
- Ia harus siap mengorbankan nyawanya untuk kepentingan Sang Buddha
- Ia harus tekad yang sangat kuat, walaupun ia menyadari bahwa ia akan terlahir berulang kali tak terhitung banyaknya, bahkan ia rela bila terlahir di alam apaya (ump; neraka) untuk mencapai cita-citanya.

Setelah kondisi ini terpenuhi dan ia telah mendapatkan penetapan, maka ada keuntungan-keuntungan menjadi Bodhisatta yang akan dialaminya, diantaranya yaitu:

- Ia tak akan terlahir di alam neraka
- Kalaupun lahir di alam binatang akan terlahir sebagai hewan tidak lebih kecil dari burung puyuh dan tidak lebih besar dari gajah.
- Bila terlahir di alam peta, hanya akan terlahir sebagai paradhatu pajivika peta (peta yang bisa memakan persembahan orang lain).
- Ia tak akan terlahir sebagai wanita
- Ia tak akan terlahir sebagai kebiri atau berkelamin ganda
- Ia tak akan terlahir cacat
- Bila terlahir di alam Brahma tak akan terlahir di alam Arupa Brahma.

Pada waktu menerima penetapan, tergantung dari kebijaksanaannya, maka seorang Bodhisatta akan menjadi salah satu dari tiga jenis Samma-Sambuddha, yaitu:

Bila kebijaksanaan Bodhisatta tinggi maka ia akan menjadi pannadhika Buddha, yaitu Buddha yang mencapai kesucian melalui kebijaksanaannya. Waktu pencapaian ke-Buddha-an juga relatif cepat, yaitu 4 asankheyya kappa dan 100.000 kappa.

Bila kebijaksanaannya menengah maka Ia akan menjadi Saddhadhika Buddha, yaitu Buddha yang mencapai ke-Buddha-annya melalui Saddha, jangka waktu pencapaian menjadi Buddha adalah 8 asankheyya kappa dan 100.000 kappa.

Yang kebijaksanaannya paling rendah akan mencapai ke-Buddha-an setelah melaksanakan parami selama 16 asankheyya kappa dan 100.000 kappa.

Untuk tambahan lebih lengkap silahkan baca RAPB.

Sebagai tambahan pengetahuan: lamanya 1 kappa adalah: bila ada satu gudang kosong yang panjangnya 8 km, lebarnya 8 km dan tingginya 8 km, diisi dengan biji mustard hingga penuh dan rapat, kemudian setiap seratus tahun sekali seseorang mengambil biji mustard tersebut, maka setelah biji mustard tersebut habis satu kappa belum terlewati.

 
_/\_


Samaneri yang saya hormati

Nice post bro Fabian yg baik,
bisakah mencantumkan sumber referensinya? karena saya ingin tahu suttanya apa. ini juga penting bagi saya, untuk bahan kuliah. sayang ga bisa kirim GRP.... ;D

mettacittena,

Terima kasih Samaneri yang saya hormati,  ^:)^  Sumber yang utama mengenai ini adalah Buddhavamsa dari Khudaka Nikaya, mungkin beserta Atthakatanya (madhurata vilasini) juga, saya sudah agak lupa, coba periksa mungkin Nidana katha juga ada memuat mengenai ini. Tapi referensi yang cepat saya dapatkan dari buku, "A catechism of Buddhist Doctrine" oleh Egerton C. Baptist.

Semoga membantu.....
 
_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #24 on: 08 October 2010, 11:02:41 AM »
Spoiler: ShowHide

Dahulu ketika saya masih kecil, pernah diceritakan bahwa nanti akan muncul Buddha lagi. Ketika itu saya berpikir dengan jalan berpikir anak kecil: "mungkin calon Buddha tersebut adalah saya, mungkin sayalah yang dimaksud calon Buddha yang akan muncul tersebut", saya merasa bahwa saya memiliki kemampuan menjadi Buddha, mungkin saya yang akan menjadi Buddha di kehidupan sekarang ini.

Pemikiran-pemikiran ini muncul disebabkan kurangnya pengetahuan Dhamma. Setiap orang merasa bisa ini, bisa itu, banyak sekali orang-orang yang memiliki over-confidence bahwa mereka terlahir sebagai manusia super, yang bisa menjadi apapun. Dalam jiwa manusia-manusia seperti ini, mereka kurang memiliki kerendahan hati untuk mengakui keterbatasan diri sendiri. Kadang-kadang manusia over-confidence mendapatkan berbagai benturan, akhirnya mereka putus asa dan menjadi stress.

Beberapa orang yang disebabkan dukungan karma baiknya di masa lampau, tidak mengalami banyak benturan, jalan mereka mulus saja. Tetapi hal ini juga berdampak negatif berupa kesombongan yang timbul semakin besar, kadang-kadang orang ini jadi terobsesi ingin menjadi terkenal, obsesifnya ini lama-lama menjadi penyakit kejiwaan megalomaniac. Orang yang telah diliputi penyakit megalomaniac ini seringkali berusaha dengan cara apapun untuk menggapai impian mereka, termasuk berbohong bila perlu.

Orang-orang megalomaniac ini seringkali mendapatkan pengikut di kalangan orang-orang bodoh yang percaya begitu saja, terhadap ucapan mereka. Orang-orang bodoh yang kurang pengertian Dhamma akan mudah sekali dipelintir oleh para megalomaniac ini.

Melalui banyak perubahan saya terus belajar Dhamma, belajar dan berdiskusi dengan pakar-pakar di bidangnya, tak lupa terus menggali, menguji suatu pendapat dengan diskusi, debat atau dengan mempraktekkan langsung, semakin lama saya semakin sadar bahwa saya sangat-sangat-sangat,............., sangat kecil.

Berikut saya berikan gambaran sebagai perbandingan, mengapa saya merasa sangat kecil.
Suatu ketika dikatakan bahwa Y.A. Pindola Bharadvaja terbang diatas batu yang sangat besar, kalau tidak salah dikatakan bahwa batu tersebut besarnya belasaan meter, mengelilingi kota Savatthi. Kesaktian Y.A. Pindola Bharadvaja belum seberapa dibandingkan dengan kesaktian siswa utama (aggasavaka).
Ada diceritakan suatu ketika Y.A. Sariputta (siswa utama) sedang duduk bermeditasi, sesosok Yakkha yang sakti memukul kepala Y.A. Sariputta tetapi Y.A. Sariputta tidak terluka, hanya merasa pusing sedikit. Y.A. Mogallana memuji kagum terhadap Y.A. Sariputta, karena mampu menahan pukulan tersebut, padahal pukulan itu bisa menghancurkan gunung. Ini adalah kehebatan Y.A. Sariputta.

Dari Sutta dikatakan bahwa suatu ketika Y.A. Sariputta balik memuji Y.A. Mogallana dengan mengatakan bahwa kemampuan kesaktian beliau bagai sebutir pasir dibandingkan dengan pasir di bukit dibandingkan dengan kesaktian Y.A. Mogallana. Kesaktian Y.A. Mogallana yang menurut saya sangat fenomenal adalah dengan ujung jari kaki beliau mampu menggoncangkan istana raja dewa Sakka, sehingga dewa Sakka dan seluruh penghuni istana raja dewa Sakka menjadi panik.

Dari perbandingan menurut Visuddhi Magga, dikatakan bahwa bila ada Bhikkhu dengan kesaktian sebanding Y.A. Mogallana disusun rapi dan rapat, hingga memenuhi seluruh Jambudipa, maka kesaktian seluruh bhikkhu tersebut bila digabungkan, baru sebanding dengan kesaktian seorang Pacceka Buddha.

lebih lanjut dikatakan bila ada banyak Pacceka Buddha disusun rapi, hingga memenuhi seluruh jambudipa (India) maka kesaktian seluruh Pacceka Buddha tersebut digabungkan, baru sebanding dengan seorang Sammasambuddha.

Inilah sebabnya saya mengatakan bahwa semakin banyak membaca buku Dhamma dan semakin banyak belajar dengan praktek langsung, saya semakin menyadari bahwa "betapa kecilnya" saya dibandingkan para petapa-petapa jaman dahulu. Bila saya melihat ada orang yang berusaha menyamakan dirinya dengan Sang Buddha, saya hanya tertawa menyadari kekonyolan pikiran tersebut, sama konyolnya dengan cara berpikir saya waktu masih kecil sebelum banyak belajar Dhamma.

Bagai peribahasa "burung pungguk merindukan bulan". Pemikiran-pemikiran bahwa dalam jaman sekarang ini "saya" mampu menyamai Sang Buddha, adalah pikiran tak tahu diri, pemikiran yang berasal dari anak-anak yang bodoh yang tak mampu mengukur kemampuan diri sendiri, yang disebabkan kurangnya pengetahuan Dhamma. Lebih bodoh lagi adalah orang yang menganggap bahwa jaman sekarang ada orang yang mampu menyamai Sang Buddha.
Jangankan Sang Buddha, bahkan menyaingi Y.A. Mogallana saja tak ada yang mampu di jaman sekarang.

Semakin banyak belajar Dhamma saya malah merasa semakin kecil?

 _/\_

yang saya dengar sih dari Bikkhu
katanya Kemampuan kesaktian dari para Bikkhu sama saja, misalkan yg telah menguasai 6 abhinna...hanya yg membedakan adalah kecepatan mereka memasuki jhana dan berganti ganti objek....


kalau menurut saya mengukur terus kualitas diri kurang baik, disini justru melatih pikiran membentuk objek dan subjek....
jalani saja apa adanya....

Bro Fabian dan Bro Marcedes yg baik,
Nice post utk bro Fabian, saya juga merasakan hal yg sama sewaktu saya kecil, saya terpesona dg seorang Samanera di Vihara pregolan, Surabaya. sehingga ingin meniru beliau (sangat menginspirasi saya sewaktu kecil dulu), tapi malah kemudian tersesat. untung segera ditolong beliau tanpa pertolongan beliau saya ga mungkin masuk srilanka. Beliau amat luar biasa sekali, amat lembut, penuh pancaran metta, yang baru melihat wajahnya saja udah seperti diguyur air es, langsung nyes dihati, begitu mendengar dhammadesananya, semua langsung terpaku senyap, hati menjadi begitu bahagia (sehingga saya sangat terkesan dan benar2 ingin meniru menjadi spt beliau). Setelah dewasa baru saya tahu bahwa itu semua hanya "mimpi" ternyata sulit untuk mewujudkan itu, benar2 sungguh sulit. SUNGGUH tidak mudah untuk mengikuti jalan menuju kebaikan, memang paling mudah jadi jahat kok. baru mo melatih diri untuk menjadi baik aja udah beratnya setengah mati, apalagi bisa seperti beliau yang penuh dg kewelas-asihan nya, amat memancarkan kedamaian dan keteduhan. sangat mustahil bagi saya bisa menjadi spt itu.

Bro Marcedes kalau saya tidak keliru, walau sama2 memiliki 6 abhinna, tetap ada bedanya, hanya 2 orang saja yang memiliki kemampuan melihat kehidupan masa lampau beribu kelahiran yang hampir menyamai Sang Buddha (hal itu dikarena tumpukan parami beliau) yaitu puteri Yasodara (Ven.Bhikkhuni Baddakaccana) dan YA.Anuruddha. mohon koreksinya jika saya salah.

mettacittena,


Samaneri yang saya hormati, mohon maaf...  ^:)^ menurut yang saya baca di Visuddhi Magga, tak ada yang kemampuannya mendekati Sang Buddha dalam mengingat kelahiran lampau, karena kemampuan seorang Sammasam-Buddha tak terbatas, sedangkan diantara para Siswa kalau tidak salah kemampuan Y.A. Moggalana yang tertinggi (mampu mengingat 1 asankheyya kappa dan 100.000 kappa). 

 _/\_



bro Fabian yang baik,
saya juga masih dalam taraf belajar, jadi belum menguasai Tipitaka, tetapi saya pernah baca bahwa beliau disebutkan seperti itu, setelah saya cari ketemu di Anguttara Nikaya (A.i.25)


Quote
Suttantapitake
Aṅguttaranikāya

Namo tassa bhagavato arahato sammàsambuddhassa
1. Ekakanipātapāḷi (1)
14. Etadaggavaggo (2)

Vaggo catuttho
1. 14. 5. 11.
 ‘‘Etadaggaṃ , bhikkhave, mama sāvikānaṃ bhikkhunīnaṃ Mahābhiññappattānaṃ yadidaṃ bhaddakaccānā.

http://www.metta.lk/pali-utils/Pali-Proper-Names/rahulamata.htm
Quote
Buddhaghosa identifies (AA.i.204f) Ráhulamátá with Bhaddakaccáná who, in the Anguttara Nikáya (A.i.25), is mentioned as chief among nuns in the possession of supernormal powers (mahábhiññappattánam). She was one of the four disciples of the Buddha who possessed such attainment, the others being Sáriputta, Moggallána and Bakkula.

mettacittena,
« Last Edit: 08 October 2010, 11:15:09 AM by pannadevi »

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #25 on: 08 October 2010, 11:30:08 AM »
Spoiler: ShowHide

[spoiler]
bro fabian, yang dimaksud bertekad dengan pikiran itu seperti apa? dengan ucapan?

kalau misalnya seseorang itu punya tekad jadi bodhisattva, setelah mati,apakah di kehidupan berikut dia masih ingat dia punya tekad itu? (kalau lahir di surga inget ya?)

cara menjadi bodhisattva tipe panna bagaimana?

kalau saya ingin jadi bodhisattva, dikehidupan ini harus berjanji di depan patung Buddha atau bhikkhu atau cukup saya menyempurnakan parami?

apakah ada buku panduan untuk menjadi bodhisattva?

thanks


Bro Raynoism yang baik,
Periode bertekad dengan pikiran adalah periode dimana seseorang bertekad ingin menjadi Buddha dengan aspirasi dalam pikiran, ia berulang-ulang dalam setiap kesempatan berbuat baik, dan selalu bertekad dalam batin untuk menjadi Samma-Sambuddha. Periode ini disebut mano panidana kala (periode bertekad dengan pikiran). Ini berlangsung selama 9 asankheyya kappa (asankheyya kappa: jumlah kappa yang tak terhitung) dan ditambah 100.000 kappa.

Untuk menguatkan tekad awal beliau untuk menolong mahluk lain calon Bodhisatta mengurbankan dirinya untuk menolong induk harimau yang kelaparan sehabis melahirkan dengan memberikan tubuhnya sendiri.

Selanjutnya periode bertekad dengan pikiran dan ucapan. Pada periode ini seorang calon Bodhisatta (belum jadi Bodhisatta, karena masih bisa goyah, belum mantap) mengulangi aspirasinya dengan pikiran dan kata-kata, bila ditanya orang ia akan terus terang bahwa ia ingin menjadi Samma-Sambuddha. periode ini disebut vaci panidana kala. Lamanya aspirasi ini adalah 7 asankheyya kappa dan 100.000 kappa.

Setelah periode ini lewat maka calon Bodhisatta akan terlahir seperti pertapa Sumedha, menerima penetapan dari seorang Buddha (niyata vivarana). Maka ia baru disebut Bodhisatta, calon Buddha yang sesungguhnya. Setelah mendapat penetapan menjadi bodhisatta, maka dimulailah periode bertekad dengan pikiran , ucapan dan perbuatan (disebut kaya panidana kala), tapi untuk mendapatkan penetapan dari seorang Buddha seorang calon Bodhisatta harus memenuhi kriteria tertentu, diantaranya yaitu:

- Ia harus seorang manusia
- Ia harus seorang laki-laki normal
- Ia harus seorang Tihetuka Puggala (lahir tidak disertai akar lobha, dosa dan moha)
- Ia harus seorang petapa atau Bhikkhu
- Ia harus telah memiliki Jhana dan abhinna
- Ia harus berhadapan langsung dengan seorang Buddha.
- Ia harus siap mengorbankan nyawanya untuk kepentingan Sang Buddha
- Ia harus tekad yang sangat kuat, walaupun ia menyadari bahwa ia akan terlahir berulang kali tak terhitung banyaknya, bahkan ia rela bila terlahir di alam apaya (ump; neraka) untuk mencapai cita-citanya.

Setelah kondisi ini terpenuhi dan ia telah mendapatkan penetapan, maka ada keuntungan-keuntungan menjadi Bodhisatta yang akan dialaminya, diantaranya yaitu:

- Ia tak akan terlahir di alam neraka
- Kalaupun lahir di alam binatang akan terlahir sebagai hewan tidak lebih kecil dari burung puyuh dan tidak lebih besar dari gajah.
- Bila terlahir di alam peta, hanya akan terlahir sebagai paradhatu pajivika peta (peta yang bisa memakan persembahan orang lain).
- Ia tak akan terlahir sebagai wanita
- Ia tak akan terlahir sebagai kebiri atau berkelamin ganda
- Ia tak akan terlahir cacat
- Bila terlahir di alam Brahma tak akan terlahir di alam Arupa Brahma.

Pada waktu menerima penetapan, tergantung dari kebijaksanaannya, maka seorang Bodhisatta akan menjadi salah satu dari tiga jenis Samma-Sambuddha, yaitu:

Bila kebijaksanaan Bodhisatta tinggi maka ia akan menjadi pannadhika Buddha, yaitu Buddha yang mencapai kesucian melalui kebijaksanaannya. Waktu pencapaian ke-Buddha-an juga relatif cepat, yaitu 4 asankheyya kappa dan 100.000 kappa.

Bila kebijaksanaannya menengah maka Ia akan menjadi Saddhadhika Buddha, yaitu Buddha yang mencapai ke-Buddha-annya melalui Saddha, jangka waktu pencapaian menjadi Buddha adalah 8 asankheyya kappa dan 100.000 kappa.

Yang kebijaksanaannya paling rendah akan mencapai ke-Buddha-an setelah melaksanakan parami selama 16 asankheyya kappa dan 100.000 kappa.

Untuk tambahan lebih lengkap silahkan baca RAPB.

Sebagai tambahan pengetahuan: lamanya 1 kappa adalah: bila ada satu gudang kosong yang panjangnya 8 km, lebarnya 8 km dan tingginya 8 km, diisi dengan biji mustard hingga penuh dan rapat, kemudian setiap seratus tahun sekali seseorang mengambil biji mustard tersebut, maka setelah biji mustard tersebut habis satu kappa belum terlewati.

 
_/\_


Samaneri yang saya hormati

Nice post bro Fabian yg baik,
bisakah mencantumkan sumber referensinya? karena saya ingin tahu suttanya apa. ini juga penting bagi saya, untuk bahan kuliah. sayang ga bisa kirim GRP.... ;D

mettacittena,
[/quote]
[/spoiler]
Terima kasih Samaneri yang saya hormati,  ^:)^  Sumber yang utama mengenai ini adalah Buddhavamsa dari Khudaka Nikaya, mungkin beserta Atthakatanya (madhurata vilasini) juga, saya sudah agak lupa, coba periksa mungkin Nidana katha juga ada memuat mengenai ini. Tapi referensi yang cepat saya dapatkan dari buku, "A catechism of Buddhist Doctrine" oleh Egerton C. Baptist.

Semoga membantu.....
 
_/\_

[/quote]

bro Fabian yg baik,
bisakah sy minta bantuannya utk diquotekan? krn semalam sy sudah searching tidak berhasil ketemu, ini termasuk penting juga bagi bahan kuliah sy, krn kita musti melampirkan data referensi tsb (spt yg sy lakukan diatas dg mengquotekan cuplikan sutta tsb, maupun dari Buku Pali Proper Names nya, sy semalam udah scan buku tsb, udah sy resize kecil tp belum sy lampirkan disini krn sejak tadi pagi sy gangguan terus inet nya (terputus melulu mungkin krn mendung), jadi sy blm bisa melampirkan buku sy tsb, klo di buku itu jelas2 disebutkan bhw beliau memang memiliki kemampuan tsb krn timbunan paraminya.(she could recall one asenkheyya and one hundred thousand kappas).

mettacittena,

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #26 on: 09 October 2010, 05:14:43 PM »
kalau pada tradisi Zen, guru2 zen seperti master sheng yen, beliau juga ingin jadi bodhisatta? apakah hanya di mahayana secara umum adanya bodhisatta?

Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #27 on: 09 October 2010, 05:18:07 PM »
kalau pada tradisi Zen, guru2 zen seperti master sheng yen, beliau juga ingin jadi bodhisatta? apakah hanya di mahayana secara umum adanya bodhisatta?

Di tradisi Theravada juga ada yang ambil jalan Bodhisatta kalo ga salah...

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #28 on: 09 October 2010, 05:38:48 PM »
kalau pada tradisi Zen, guru2 zen seperti master sheng yen, beliau juga ingin jadi bodhisatta? apakah hanya di mahayana secara umum adanya bodhisatta?



Di tradisi Theravada juga ada yang ambil jalan Bodhisatta kalo ga salah...


yup di theravada juga ada..tapi kalau di zen ada juga? kok saya baca buku2nya jarang diomongin...(yoi, buku kan ga isa ngomong, maksud saya dibahas)

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Mengukur kemampuan diri sendiri
« Reply #29 on: 09 October 2010, 09:06:49 PM »
Spoiler: ShowHide

Dahulu ketika saya masih kecil, pernah diceritakan bahwa nanti akan muncul Buddha lagi. Ketika itu saya berpikir dengan jalan berpikir anak kecil: "mungkin calon Buddha tersebut adalah saya, mungkin sayalah yang dimaksud calon Buddha yang akan muncul tersebut", saya merasa bahwa saya memiliki kemampuan menjadi Buddha, mungkin saya yang akan menjadi Buddha di kehidupan sekarang ini.

Pemikiran-pemikiran ini muncul disebabkan kurangnya pengetahuan Dhamma. Setiap orang merasa bisa ini, bisa itu, banyak sekali orang-orang yang memiliki over-confidence bahwa mereka terlahir sebagai manusia super, yang bisa menjadi apapun. Dalam jiwa manusia-manusia seperti ini, mereka kurang memiliki kerendahan hati untuk mengakui keterbatasan diri sendiri. Kadang-kadang manusia over-confidence mendapatkan berbagai benturan, akhirnya mereka putus asa dan menjadi stress.

Beberapa orang yang disebabkan dukungan karma baiknya di masa lampau, tidak mengalami banyak benturan, jalan mereka mulus saja. Tetapi hal ini juga berdampak negatif berupa kesombongan yang timbul semakin besar, kadang-kadang orang ini jadi terobsesi ingin menjadi terkenal, obsesifnya ini lama-lama menjadi penyakit kejiwaan megalomaniac. Orang yang telah diliputi penyakit megalomaniac ini seringkali berusaha dengan cara apapun untuk menggapai impian mereka, termasuk berbohong bila perlu.

Orang-orang megalomaniac ini seringkali mendapatkan pengikut di kalangan orang-orang bodoh yang percaya begitu saja, terhadap ucapan mereka. Orang-orang bodoh yang kurang pengertian Dhamma akan mudah sekali dipelintir oleh para megalomaniac ini.

Melalui banyak perubahan saya terus belajar Dhamma, belajar dan berdiskusi dengan pakar-pakar di bidangnya, tak lupa terus menggali, menguji suatu pendapat dengan diskusi, debat atau dengan mempraktekkan langsung, semakin lama saya semakin sadar bahwa saya sangat-sangat-sangat,............., sangat kecil.

Berikut saya berikan gambaran sebagai perbandingan, mengapa saya merasa sangat kecil.
Suatu ketika dikatakan bahwa Y.A. Pindola Bharadvaja terbang diatas batu yang sangat besar, kalau tidak salah dikatakan bahwa batu tersebut besarnya belasaan meter, mengelilingi kota Savatthi. Kesaktian Y.A. Pindola Bharadvaja belum seberapa dibandingkan dengan kesaktian siswa utama (aggasavaka).
Ada diceritakan suatu ketika Y.A. Sariputta (siswa utama) sedang duduk bermeditasi, sesosok Yakkha yang sakti memukul kepala Y.A. Sariputta tetapi Y.A. Sariputta tidak terluka, hanya merasa pusing sedikit. Y.A. Mogallana memuji kagum terhadap Y.A. Sariputta, karena mampu menahan pukulan tersebut, padahal pukulan itu bisa menghancurkan gunung. Ini adalah kehebatan Y.A. Sariputta.

Dari Sutta dikatakan bahwa suatu ketika Y.A. Sariputta balik memuji Y.A. Mogallana dengan mengatakan bahwa kemampuan kesaktian beliau bagai sebutir pasir dibandingkan dengan pasir di bukit dibandingkan dengan kesaktian Y.A. Mogallana. Kesaktian Y.A. Mogallana yang menurut saya sangat fenomenal adalah dengan ujung jari kaki beliau mampu menggoncangkan istana raja dewa Sakka, sehingga dewa Sakka dan seluruh penghuni istana raja dewa Sakka menjadi panik.

Dari perbandingan menurut Visuddhi Magga, dikatakan bahwa bila ada Bhikkhu dengan kesaktian sebanding Y.A. Mogallana disusun rapi dan rapat, hingga memenuhi seluruh Jambudipa, maka kesaktian seluruh bhikkhu tersebut bila digabungkan, baru sebanding dengan kesaktian seorang Pacceka Buddha.

lebih lanjut dikatakan bila ada banyak Pacceka Buddha disusun rapi, hingga memenuhi seluruh jambudipa (India) maka kesaktian seluruh Pacceka Buddha tersebut digabungkan, baru sebanding dengan seorang Sammasambuddha.

Inilah sebabnya saya mengatakan bahwa semakin banyak membaca buku Dhamma dan semakin banyak belajar dengan praktek langsung, saya semakin menyadari bahwa "betapa kecilnya" saya dibandingkan para petapa-petapa jaman dahulu. Bila saya melihat ada orang yang berusaha menyamakan dirinya dengan Sang Buddha, saya hanya tertawa menyadari kekonyolan pikiran tersebut, sama konyolnya dengan cara berpikir saya waktu masih kecil sebelum banyak belajar Dhamma.

Bagai peribahasa "burung pungguk merindukan bulan". Pemikiran-pemikiran bahwa dalam jaman sekarang ini "saya" mampu menyamai Sang Buddha, adalah pikiran tak tahu diri, pemikiran yang berasal dari anak-anak yang bodoh yang tak mampu mengukur kemampuan diri sendiri, yang disebabkan kurangnya pengetahuan Dhamma. Lebih bodoh lagi adalah orang yang menganggap bahwa jaman sekarang ada orang yang mampu menyamai Sang Buddha.
Jangankan Sang Buddha, bahkan menyaingi Y.A. Mogallana saja tak ada yang mampu di jaman sekarang.

Semakin banyak belajar Dhamma saya malah merasa semakin kecil?

 _/\_

yang saya dengar sih dari Bikkhu
katanya Kemampuan kesaktian dari para Bikkhu sama saja, misalkan yg telah menguasai 6 abhinna...hanya yg membedakan adalah kecepatan mereka memasuki jhana dan berganti ganti objek....


kalau menurut saya mengukur terus kualitas diri kurang baik, disini justru melatih pikiran membentuk objek dan subjek....
jalani saja apa adanya....

Bro Fabian dan Bro Marcedes yg baik,
Nice post utk bro Fabian, saya juga merasakan hal yg sama sewaktu saya kecil, saya terpesona dg seorang Samanera di Vihara pregolan, Surabaya. sehingga ingin meniru beliau (sangat menginspirasi saya sewaktu kecil dulu), tapi malah kemudian tersesat. untung segera ditolong beliau tanpa pertolongan beliau saya ga mungkin masuk srilanka. Beliau amat luar biasa sekali, amat lembut, penuh pancaran metta, yang baru melihat wajahnya saja udah seperti diguyur air es, langsung nyes dihati, begitu mendengar dhammadesananya, semua langsung terpaku senyap, hati menjadi begitu bahagia (sehingga saya sangat terkesan dan benar2 ingin meniru menjadi spt beliau). Setelah dewasa baru saya tahu bahwa itu semua hanya "mimpi" ternyata sulit untuk mewujudkan itu, benar2 sungguh sulit. SUNGGUH tidak mudah untuk mengikuti jalan menuju kebaikan, memang paling mudah jadi jahat kok. baru mo melatih diri untuk menjadi baik aja udah beratnya setengah mati, apalagi bisa seperti beliau yang penuh dg kewelas-asihan nya, amat memancarkan kedamaian dan keteduhan. sangat mustahil bagi saya bisa menjadi spt itu.

Bro Marcedes kalau saya tidak keliru, walau sama2 memiliki 6 abhinna, tetap ada bedanya, hanya 2 orang saja yang memiliki kemampuan melihat kehidupan masa lampau beribu kelahiran yang hampir menyamai Sang Buddha (hal itu dikarena tumpukan parami beliau) yaitu puteri Yasodara (Ven.Bhikkhuni Baddakaccana) dan YA.Anuruddha. mohon koreksinya jika saya salah.

mettacittena,


Samaneri yang saya hormati, mohon maaf...  ^:)^ menurut yang saya baca di Visuddhi Magga, tak ada yang kemampuannya mendekati Sang Buddha dalam mengingat kelahiran lampau, karena kemampuan seorang Sammasam-Buddha tak terbatas, sedangkan diantara para Siswa kalau tidak salah kemampuan Y.A. Moggalana yang tertinggi (mampu mengingat 1 asankheyya kappa dan 100.000 kappa). 

 _/\_



bro Fabian yang baik,
saya juga masih dalam taraf belajar, jadi belum menguasai Tipitaka, tetapi saya pernah baca bahwa beliau disebutkan seperti itu, setelah saya cari ketemu di Anguttara Nikaya (A.i.25)


Quote
Suttantapitake
Aṅguttaranikāya

Namo tassa bhagavato arahato sammàsambuddhassa
1. Ekakanipātapāḷi (1)
14. Etadaggavaggo (2)

Vaggo catuttho
1. 14. 5. 11.
 ‘‘Etadaggaṃ , bhikkhave, mama sāvikānaṃ bhikkhunīnaṃ Mahābhiññappattānaṃ yadidaṃ bhaddakaccānā.

http://www.metta.lk/pali-utils/Pali-Proper-Names/rahulamata.htm
Quote
Buddhaghosa identifies (AA.i.204f) Ráhulamátá with Bhaddakaccáná who, in the Anguttara Nikáya (A.i.25), is mentioned as chief among nuns in the possession of supernormal powers (mahábhiññappattánam). She was one of the four disciples of the Buddha who possessed such attainment, the others being Sáriputta, Moggallána and Bakkula.

mettacittena,

Samaneri yang saya hormati   ^:)^ , bilademikian berarti ada 4 orang diantara para siswa yang mampu mengingat 1 asankheyya dan 100.000 kappa, ingatan kelahiran lampau memang ada batasnya ya seperti itu. Tapi faktor abhinna yang lain tak ada siswa yang melebihi Y.A. Mogallana.

Mengenai referensi coba Samaneri browsing ke perpustakaan di kampus pasti ada, mungkin sedang dipinjam orang.
 
_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata