//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: 40 objek meditasi  (Read 45029 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: 40 objek meditasi
« Reply #15 on: 11 February 2012, 10:46:46 PM »
BAGIAN EMPAT

Perhatian pada pernafasan

T. Apakah perhatian pada pernafasan ? Bagaimanakah praktiknya? Apakah karakteristik utama, fungsi dan penyebab langsungnya? Apakah manfaatnya? Bagaimanakah prosedurnya?

J. Menarik nafas  adalah nafas masuk. Mengembuskan nafas  adalah nafas keluar. Memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar – ini adalah penuh kesadaran, perhatian dan perhatian benar. Ke-diam-an pikiran yang tidak terganggu (dalam perhatian ini) adalah praktiknya. Membangkitkan persepsi sehubungan dengan pernafasan adalah karakteristik utamanya. Memperhatikan kontak  adalah fungsinya. Melenyapkan berbagai macam pikiran  adalah penyebab langsungnya.

Manfaat

“Apakah manfaatnya?”: Jika seseorang mempraktikkan perhatian pada perhafasan, ia akan mencapai kedamaian, keindahan, kecantikan, dan kebahagiaan dalam hidup. Ia menyebabkan kejahatan dan kondisi jahat menjadi lenyap dan musnah segera setelah kemunculannya.  Ia tidak lengah sehubungan dengan tubuhnya atau organ penglihatannya. Tubuhnya dan pikirannya tidak mengembara atau bergetar.  Ia memenuhi empat landasan perhatian murni, tujuh faktor penerangan sempurna dan kebebasan. Ini telah dipuji oleh Sang Buddha. Ini adalah alam Para Mulia, para Brahma dan Tathāgata.

Prosedur

“Bagaimanakah prosedurnya?”: Seorang yogi pergi ke hutan, ke bawah pohon atau ke ruang terbuka yang luas, duduk, dengan kaki bersilang, dengan tubuh tegak, dengan perhatian di arahkan ke depan. Ia penuh perhatian pada pernafasan. Menyadari nafas keluar, yogi tersebut mengetahui, ketika ia mengembuskan nafas panjang: “Aku mengembuskan nafas panjang”; [430] ketika ia menarik nafas panjang, ia mengetahui: “Aku menarik nafas panjang”; ketika ia menarik nafas pendek, ia mengetahui: “Aku menarik nafas pendek”; ketika ia mengembuskan nafas pendek, ia mengetahui: “Aku mengembuskan nafas pendek”. Demikianlah ia mengetahui. “Aku menarik nafas, dengan cara begini”, demikianlah ia melatih dirinya. “Aku mengembuskan nafas dengan cara begini”, demikianlah ia melatih dirinya. (Mengalami di seluruh tubuh; menenangkan bentukan-bentukan jasmani), mengalami kegembiraan, mengalami kebahagiaan, mengalami bentukan-bentukan bathin, menenangkan bentukan-bentukan bathin, (mengalami pikiran), menggembirakan pikiran, mengkonsentrasikan pikiran, membebaskan pikiran, mengamati ketidak-kekalan, mengamati ke-tiada-an nafsu, mengamati pelenyapan, mengamati meninggalkan keduniawian, demikianlah ia melatih dirinya. “Mengamati meninggalkan keduniawian, aku mengembuskan nafas, dengan cara begini”, demikianlah ia melatih dirinya; ”Mengamati meninggalkan keduniawian, aku menarik nafas, dengan cara begini”, demikianlah ia melatih dirinya.

Di sini, ia melatih dirinya dalam “menarik nafas” artinya: “perhatian terpusat pada ujung-hidung atau bibir”.  Ini adalah tempat-tempat yang berhubungan dengan nafas masuk dan nafas keluar. Yogi tersebut memperhatikan nafas masuk di sini. Ia merenungkan kontak dari nafas masuk dan nafas keluar, melalui perhatian yang terpusat pada ujung-hidung atau bibir. Dengan penuh perhatian, ia menarik nafas; dengan penuh perhatian, ia mengembuskan nafas. Ia tidak merenungkan (nafas) yang telah masuk dan juga yang telah keluar.  Ia memperhatikan kontak dari nafas masuk dan nafas keluar di ujung-hidung atau bibir, dengan penuh perhatian. Ia menarik nafas dan mengembuskan nafas dengan penuh perhatian. Ini seperti seseorang yang sedang menggergaji kayu. Orang itu tidak memperhatikan gergaji yang maju mundur. Demikian pula yogi tersebut tidak memperhatikan persepsi nafas masuk dan keluar dalam perenungan pernafasan. Ia menyadari kontak di ujung-hidung atau di bibir, dan ia bernafas masuk dan keluar dengan penuh perhatian.  Jika, ketika nafas masuk atau keluar, yogi tersebut memperhatikan di dalam dan di luar, pikirannya akan menjadi kacau. Jika pikirannya menjadi kacau, jasmani dan pikirannya akan mengembara dan bergetar. Ini adalah situasi yang merugikan. Ia tidak boleh dengan sengaja bernafas panjang atau pendek. Jika ia dengan sengaja bernafas panjang atau pendek, pikirannya akan menjadi kacau. Jika pikirannya menjadi kacau, jasmani dan pikirannya akan mengembara dan bergetar. Ini adalah situasi yang merugikan.

Ia tidak boleh terikat dengan berbagai persepsi yang berhubungan dengan nafas masuk dan nafas keluar. Jika ia terikat, faktor-faktor bathin lainnya akan terganggu. Jika bathinnya terganggu, maka tubuh dan pikirannya akan mengembara dan bergetar. Rintangan-rintangan yang muncul karena titik-titik sentuhan nafas masuk dan nafas keluar adalah tidak terhingga banyaknya. Ia harus waspada dan tidak membiarkan pikirannya menjadi kacau. Ia tidak boleh berusaha terlalu keras juga tidak boleh terlalu lemah. Jika ia berusaha dengan terlalu lemah, ia akan jatuh dalam kekakuan dan ketumpulan. Jika ia berusaha terlalu keras, ia akan menjadi gelisah. Jika yogi tersebut jatuh dalam kekakuan dan ketumpulan atau menjadi gelisah, tubuh dan pikirannya akan menjadi bergetar dan mengembara.  Ini adalah situasi yang merugikan.

Bagi yogi yang memperhatikan nafas masuk dengan pikiran yang bersih dari sembilan kekotoran kecil, gambaran bathin  muncul dengan perasaan nikmat yang menyerupai apa yang dihasilkan dalam tindakan memintal kapas atau sutera. Dan juga, ini menyerupai perasaan nikmat yang disebabkan oleh tiupan angin yang sepoi-sepoi . Demikianlah dalam nafas masuk dan keluar, udara menyentuh hidung atau bibir dan menyebabkan terbetuknya perhatian persepsi udara. Ini tidak bergantung pada warna atau bentuk.  Ini disebut gambaran bathin. Jika yogi tersebut mengembangkan gambaran bathin tersebut dan meningkatkannya di ujung hidung. Di antara alis mata, di kening atau mengembangkannya di beberapa tempat , ia merasakan seolah-olah kepalanya dipenuhi dengan udara. Melalui peningkatan dengan cara ini, seluruh tubuhnya terisi dengan kebahagiaan. Ini disebut kesempurnaan.

Dan juga, ada seorang yogi: ia melihat beberapa gambaran bathin sejak awal. Ia melihat berbagai bentuk seperti asap, kabut, debu, butir-butiran emas, atau ia mengalami sesuatu yang menyerupai tusukan jarum atau gigitan semut. Jika pikirannya tidak jernih sehubungan dengan gambaran-gambaran ini, ia akan menjadi bingung. Demikianlah ia memenuhi penaklukan dan tidak mencapai persepsi pernafasan. Jika pikirannya bersih, yogi tersebut tidak mengalami kebingungan. Ia memperhatikan pernafasan dan tidak memunculkan persepsi lainnya. Dengan bermeditasi demikian, ia mampu  mengakhiri kebingungan dan memperoleh gambaran bathin yang halus. Dan ia memperhatikan pernafasan dengan pikiran yang bebas. Gambaran bathin tersebut bebas. Karena gambaran bathin tersebut bebas, keinginan muncul. Dengan bebasnya keinginan, yogi tersebut memperhatikan pernafasan dan menjadi gembira. Dengan bebasnya keinginan dan kegembiraan, ia memperhatikan pernafasan dengan keseimbangan. Dengan bebasnya keinginan, kegembiraan dan keseimbangan, ia memperhatikan pernafasan dan pikirannya tidak terganggu. Jika pikirannya tidak terganggu, ia dapat menghancurkan rintangan-rintangan, dan membangkitkan faktor-faktor meditasi (jhāna). Demikianlah, yogi tersebut akan mencapai meditasi, jhāna keempat yang tenang dan luhur. Ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Menghitung, hubungan, menyentuh dan memusatkan

Selanjutnya, para guru-guru masa lalu  mengajarkan empat cara mempraktikkan perhatian pada pernafasan. Yaitu, menghitung, hubungan, menyentuh dan memusatkan.  T. Apakah menghitung? J. Seorang yogi baru menghitung nafas dari satu hingga sepuluh, dimulai dari nafas keluar dan berakhir dengan nafas masuk. Ia tidak menghitung lebih dari sepuluh. Selanjutnya, diajarkan bahwa ia menghitung dari satu hingga lima tetapi tidak lebih dari lima. Ia tidak boleh terlewat. Pada saat itu (yaitu, saat ia terlewat) ia harus menghitung (berikutnya) atau menghentikan hitungan tersebut. Demikianlah ia berdiam dalam perhatian pada pernafasan, memperhatikan obyek. Demikianlah memahami menghitung.

“Hubungan”: dengan menghitung, ia mengikuti pernafasan dengan penuh perhatian, secara terus-menerus. Ini disebut hubungan.

“Menyentuh”: Setelah membangkitkan persepsi udara, ia berdiam, memperhatikan kontak pernafasan di ujung hidung atau di bibir. Ini disebut menyentuh.

“Memusatkan”: Setelah memperolah kemahiran dalam menyentuh, ia harus memantapkan gambaran bathin, dan ia harus memantapkan kegembiraan dan kebahagiaan dan kondisi lainnya yang muncul di sini. Demikianlah memusatkan dipahami.

Penghitungan menekan keragu-raguan. Menyebabkan pelepasan keragu-raguan. Hubungan melenyapkan berbagai pikiran kasar dan menyebabkan perhatian pada pernafasan yang tidak terputus. Menyentuh melenyapkan kekacauan dan mendukung kemantapan persepsi. Seseorang mencapai keluhuran melalui kebahagiaan.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: 40 objek meditasi
« Reply #16 on: 11 February 2012, 10:47:55 PM »
Enam belas cara berlatih perhatian pada pernafasan

(1) dan (2) “Menarik nafas panjang, mengembuskan nafas pendek, menarik nafas pendek, demikianlah ia melatih dirinnya”  ……………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… Pengetahuan memunculkan ketidak-bingungan dan obyeknya. T. Apakah ketidak-bingungan dan apakah obyeknya? J. Yogi baru memperoleh ketenangan jasmani dan bathin dan berdiam dalam perhatian pada pernafasan. Pernafasan menjadi halus. Karena halusnya sehingga sulit ditangkap. Jika pada saat itu, si yogi bernafas panjang, ia, melalui pemusatan, mengetahui nafas panjang. Jika gambaran muncul, ia merenungkannya melalui ciri-cirinya. Demikianlah ketidak-bingungan dipahami. Dan selanjutnya, ia harus merenungkan nafas, apakah panjang atau pendek (sesuai keadaannya). Demikianlah ia mempraktikkan. Dan selanjutnya, yogi tersebut menyebabkan munculnya gambaran bathin yang jernih melalui obyek. Demikianlah seseorang berlatih.

(3) “’Mengalami di seluruh tubuh, aku menarik nafas’, demikianlah ia berlatih”: Dalam dua cara ia mengetahui seluruh tubuh, melalui ketidak-bingungan dan melalui obyeknya. T. Apakah pengetahuan atas seluruh tubuh melalui ketidak-bingungan? J. Seorang yogi mempraktikkan perhatian pada pernafasan dan mengembangkan konsentrasi melalui kontak yang disertai dengan kegembiraan dan kebahagiaan, seluruh tubuh menjadi tidak-bingung. T. Apakah pengetahuan atas seluruh tubuh melalui obyeknya? J. Nafas masuk dan nafas keluar yang terdiri dari faktor-faktor tubuh yang berdiam dalam satu alam. Obyek pernafasan dan pikiran dan kelompok-kelompok bathin disebut “tubuh”. Faktor-faktor tubuh ini disebut “tubuh”.  Demikianlah seluruh tubuh dipahami. Yogi tersebut mengetahui seluruh tubuh sebagai berikut: “Meskipun ada tubuh, namun tidak ada makhluk atau jiwa”.

Tiga latihan

“Demikianlah ia melatih dirinya” merujuk pada tiga latihan. Pertama adalah latihan moralitas yang lebih tinggi, kedua adalah latihan pikiran yang lebih tinggi, ketiga adalah latihan kebijaksanaan yang lebih tinggi.  Moralitas benar disebut latihan moralitas yang lebih tinggi; konsentrasi benar disebut latihan pikiran yang lebih tinggi; dan kebijaksanaan benar disebut latihan kebijaksanaan yang lebih tinggi. Yogi tersebut melalui tiga jenis latihan ini bermeditasi pada obyek, merenungkan obyek dan melatih dirinya. Ia berlatih berulang-ulang. Ini adalah makna dari “Demikianlah ia melatih dirinya".

(4) “’Menenangkan bentuk-bentuk tubuh, aku bernafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Yang manakah bentukan-bentukan tubuh? Ia menarik dan mengembuskan nafas dengan bentukan-bentukan tubuh seperti menunduk; membungkuk, menunduk ke segala arah, membungkuk ke depan, bergerak, menggigil, gemetar, menggeleng.  Dan kemudian, ia menenangkan bentukan-bentukan tubuh yang kasar dan melatih meditasi, jhāna pertama melalui bentukan-bentukan tubuh halus. Dari sana, ia maju menuju meditasi, jhāna kedua, melalui bentukan-bentukan tubuh yang lebih halus lagi. Dari sana, ia maju menuju meditasi, jhāna ketiga, melalui bentukan-bentukan tubuh yang lebih lebih halus lagi. Dari sana, ia maju menuju meditasi, jhāna keempat, setelah mengakhiri (bentukan-bentukan tubuh) tanpa sisa. T. Jika ia mengakhiri pernafasan tanpa sisa , bagaimanakah ia mampu melatih perhatian pada pernafasan? J. Karena ia menangkap dengan baik karakteristik-karakteristik umum, gambaran bathin muncul bahkan ketika pernafasan berhenti. Dan karena banyak karakteristik ini, ia mampu mengembangkan gambaran bathin dan memasuki meditasi, jhāna.

(5) “’Mengalami kegembiraan melalui obyek, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”. [431] Ia memperhatikan pernafasan. Ia membangkitkan kegembiraan dalam dua meditasi, jhāna. Kegembiraan ini dapat diketahui melalui dua cara: melalui ketidak-bingungan dan melalui obyeknya . Di sini, yogi tersebut memasuki konsentrasi dan mengalami kegembiraan melalui ketidak-bingungan, melalui penyelidikan, melalui penaklukan dan melalui obyek.

(6) “’Mengalami kebahagiaan, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Ia memperhatikan pernafasan. Ia membangkitkan kebahagiaan dalam tiga meditasi, jhāna. Kebahagiaan ini dapat diketahui melalui dua cara: melalui ketidak-bingungan dan melalui obyeknya. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya.

(7) “’Mengalami bentukan-bentukan bathin, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih diri”: “Bentukan-bentukan bathin” artinya: “Persepsi dan perasaan”. Ia membangkitkan bentukan-bentukan bathin ini dalam empat meditasi, jhāna. Ia mengetahui melalui dua cara: melalui ketidak-bingungan dan melalui obyeknya. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya.

(8) “’Menenangkan bentukan-bentukan bathin, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Bentukan-bentukan bathin disebut persepsi dan perasaan. Ia menenangkan bentukan-bentukan bathin yang kasar dan melatih dirinya. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya.

(9) “’Mengalami pikiran, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Ia memperhatikan masuknya dan keluarnya nafas. Pikiran menyadari masuknya dan keluarnya obyek, melalui dua cara: Melalui ketidak-bingungan dan melalui obyeknya. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya.

(10) “’Menggembirakan pikiran, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: kegembiraan artinya kegirangan. Dalam dua meditasi, jhāna, ia menyebabkan pikirannya bersuka-ria. Demikianlah ia melatih dirinya. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya.

(11) “’Mengkonsentrasikan pikiran, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Yogi tersebut memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar. Melalui perhatian dan melalui meditasi, jhāna, ia menyebabkan pikirannya terpusat pada obyek. Menempatkan pikiran dengan baik ia memantapkannya.  Demikianlah ia melatih dirinya.

(12) “’Membebaskan pikiran, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Yogi tersebut memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar. Jika pikirannya lamban dan kendur, ia membebaskannya dari kekakuan; jika pikirannya terlalu aktif, ia membebaskannya dari kegelisahan. Demikianlah ia melatih dirinya. Jika pikirannya gembira, ia membebaskannya dari nafsu. Demikianlah ia melatih dirinya. Jika pikirannya tertekan, ia membebaskannya dari kebencian. Demikianlah ia melatih dirinya. Jika pikirannya ternoda, ia membebaskannya dari kekotoran-kekotoran kecil. Demikianlah ia melatih dirinya. Dan kemudian, jika pikirannya tidak tertuju pada obyek dan tidak menyenanginya, ia mengusahakan agar pikirannya tertuju pada obyek. Demikianlah ia melatih dirinya.

(13) “’Mengenali ketidak-kekalan, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Ia memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar. Mengenali nafas masuk dan keluar, obyek nafas masuk dan keluar, pikiran dan kelompok-kelompok bathin dan muncul dan lenyapnya, ia melatih dirinya.

(14) “’Mengenali ketiadaan-nafsu, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Ia memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar (dengan berpikir) sebagai berikut: “Ini adalah tidak kekal; ini adalah ketiadaan-nafsu; ini adalah pemadaman, ini adalah Nibbāna”. Demikianlah ia menarik nafas dan melatih dirinya.

(15) “’Mengenali lenyapnya, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Mengenali banyak rintangan, sesuai kenyataan, (ia berpikir), “Semua ini adalah tidak kekal, hancurnya semua ini adalah pemadaman, Nibbāna”. Demikianlah dengan pandangan yang ditenangkan ia melatih dirinya.

(16) “’Mengenali meninggalkan keduniawian, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Mengenali kesengsaraan sesuai kenyataan, (ia berpikir), “Semua ini adalah tidak kekal”, dan membebaskan dirinya dari kesengsaraan, ia berdiam dalam kedamaian pemadaman, Nibbāna. Demikianlah ia melatih dirinya dan mencapai kebahagiaan. Ketenangan dan keluhuran dipahami sebagai berikut: Semua aktivitas berhenti. Semua kekotoran ditinggalkan. Keterikatan dihancurkan. Nafsu tidak ada. Ini adalah kedamaian padamnya.

Dari enam belas ini, dua belas pertama memenuhi ketenangan dan pandangan terang, dan dikenali sebagai ketidak-kekalan. Empat terakhir hanya memenuhi pandangan terang. Demikianlah ketenangan dan pandangan terang dipahami.

Dan selanjutnya, semua ini terdiri dari empat jenis. Pertama adalah bahwa praktik yang mengarah menuju lengkapnya pengenalan. Ada saat ketika seseorang mengenali (ketidak-kekalan) melalui memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar. Ini disebut pengetahuan panjang dan pendeknya melalui latihan. Menenangkan bentukan-bentukan jasmani dan bentukan-bentukan bathin, menggembirakan pikiran, mengkonsentrasikan pikiran, dan membebaskan pikiran – ini disebut munculnya pengetahuan atas seluruh tubuh, kebahagiaan dan bentukan-bentukan bathin. “Mengalami pikiran” artinya: “Lengkapnya pengenalan”, “Ada saat ketika seseorang mengenali” dan seterusnya merujuk pada empat aktivitas yang selalu dimulai dengan pengenalan ketidak-kekalan.

Dan selanjutnya, praktik artinya mencapai kondisi (meditasi, jhāna) melalui perhatian pada pernafasan. Ini adalah praktik. Melalui perhatian pada pernafasan ini, seseorang mencapai kondisi yang (bahkan, tidak) dengan permulaan pikiran. Itu adalah kondisi yang disertai dengan permulaan pikiran dan kelangsungan pikiran, dan kondisi yang disertai dengan kelangsungan pikiran.  Mengalami kegembiraan adalah kondisi dari meditasi, jhāna kedua. Mengalami kebahagiaan adalah kondisi dari meditasi, jhāna ketiga. Mengalami pikiran adalah kondisi dari meditasi, jhāna keempat.

Dan selanjutnya, semua ini terdiri dari dua jenis. Yaitu praktik dan pemenuhan. Praktik demikian seperti yang terdapat di dalam pemenuhan tidak menyebabkan menurunnya enam belas landasan. Praktik adalah bagaikan benih; yaitu penyebab bagi jasa. Pemenuhan adalah bagaikan bunga atau buah, karena berasal dari benda yang serupa.

Jika perhatian pada pernafasan dipraktikkan, empat landasan perhatian terpenuhi. Jika empat landasan perhatian dipraktikkan, tujuh faktor penerangan sempurna terpenuhi. Jika tujuh faktor penerangan sempurna dipraktikkan, kebebasan dan kebijaksanaan terpenuhi.

Empat landasan perhatian murni

T. Bagaimanakah kondisi tersebut dicapai?

J. Landasan perhatian murni yang dimulai dengan nafas masuk yang panjang dan nafas keluar yang panjang adalah peninjauan terhadap tubuh. Yang dimulai dengan mengalami kegembiraan adalah peninjauan terhadap perasaan. Yang dimulai dengan mengalami pikiran adalah peninjauan terhadap pikiran. Yang dimulai dengan mengenali ketidak-kekalan adalah peninjauan terhadap kondisi-kondisi. Demikianlah seseorang yang mempraktikkan perhatian pada pernafasan memenuhi empat landasan perhatian murni.

Tujuh faktor Penerangan Sempurna

Bagaimanakah tujuh faktor penerangan sempurna dipenuhi melalui praktik empat landasan perhatian murni? Jika yogi tersebut mempraktekkan (empat) landasan perhatian murni, ia mampu berdiam tanpa bingung dalam perhatian; ini disebut faktor penerangan sempurna perhatian. Yogi itu, berdiam dalam perhatian, menyelidiki keadaan menderitakan, ketidak-kekalan dan fenomena; ini disebut faktor penerangan sempurna menyelidiki kondisi-kondisi. Dengan menyelidiki kondisi-kondisi (dhammā) demikian, ia berusaha dengan tekun tanpa kendur; ini disebut faktor penerangan sempurna usaha. Dengan mengembangkan usaha, ia membangkitkan kegembiraan yang murni; ini disebut faktor penerangan sempurna kegembiraan. Dengan pikiran yang penuh kegembiraan, jasmani dan bathinnya memiliki ketenangan; ini disebut faktor penerangan sempurna ketenangan. Melalui ketenangan, jasmaninya mencapai kenyamanan dan pikirannya terkonsentrasi; ini disebut faktor penerangan sempurna konsentrasi. Berkat konsentrasi, bathinnya mencapai keseimbangan; ini disebut faktor penerangan sempurna keseimbangan. Demikianlah, karena praktik empat landasan perhatian murni, tujuh faktor penerangan sempurna terpenuhi.

Bagaimanakah kebebasan dan kebijaksanaan dipenuhi melalui praktik tujuh faktor penerangan sempurna? Yogi yang sering mempraktikkan tujuh faktor penerangan sempurna, memperoleh dalam sesaat  kebijaksaan Sang Jalan dan Buah Kebebasan. Demikianlah, karena praktik tujuh faktor penerangan sempurna, kebijaksanaan dan kebebasan terpenuhi.

T. Semua bentukan-bentukan  memiliki permulaan dan kelangsungan pikiran menurut alam-alam kehidupan.  Kalau begitu, mengapa hanya permulaan pikiran yang ditekan dalam perhatian pada pernafasan, dan bukan yang lainnya?

J. Ini  digunakan di sini dalam pengertian lain. Pikiran yang mengembara adalah suatu rintangan bagi meditasi, jhāna. Dalam pengertian ini, maka ini  ditekan.

Mengapakah kontak udara menyenangkan? Karena menenangkan pikiran. Ini dapat diumpamakan dengan kenyamanan pikiran musisi surgawi (gandhabba) karena suara merdu. Dengan ini pikiran yang mengembara ditekan. Dan juga, ini seperti seseorang yang berjalan di tepi sungai. Pikirannya tenang, terarah ke satu obyek dan tidak mengembara. Oleh karena itu dalam perhatian pada pernafasan, menekan pikiran yang mengembara diajarkan.

Perhatian pada pernafasan berakhir

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: 40 objek meditasi
« Reply #17 on: 11 February 2012, 10:49:00 PM »
Perenungan kematian

T. Apakah perenungan kematian? Bagaimanakah praktiknya? Apakah karakteristik utama, fungsi dan penyebab langsungnya? Apakah manfaatnya? Bagaimanakah prosedurnya?

J. Terputusnya kemampuan hidup – ini disebut kematian. Perhatian yang tidak terganggu dari kematian – ini disebut praktiknya. Terputusnya kehidupan seseorang adalah karakateristik utamanya. Ketidak-senangan adalah fungsinya. Kesejahteraan adalah penyebab langsungnya.

Apakah manfaatnya? Ia yang mempraktikkan perenungan kematian memiliki ketekunan sehubungan dengan kondisi kebajikan yang lebih tinggi, dan ketidak-sukaan sehubungan dengan kejahatan. Ia tidak menimbun pakaian dan perhiasan. Ia tidak kikir. Ia berumur panjang, tidak melekat kepada benda-benda, memiliki persepsi ketidak-kekalan, persepsi penderitaan dan persepsi tanpa-diri. Ia memperoleh kemakmuran dan mendekati surga. Ketika menjelang kematian, ia tidak mengalami kebingungan.

Bagaimanakah prosedurnya? Seorang yogi baru pergi ke tempat sunyi dan menjaga pikirannya. Ia merenungkan kematian makhluk-makhluk dengan pikiran tenang sebagai berikut: “Aku akan mati; akan akan memasuki alam kematian; aku tidak dapat menghindari kematian”. Demikianlah yang diajarkan dalam Nettipada Sutta:  “Jika seseorang ingin bermeditasi pada kematian, ia harus merenungkan seseorang yang menjelang kematian dan ia harus mengetahui penyebab kematiannya”.

Di sini ada empat jenis perenungan kematian: (1) Berhubungan dengan kegelisahan, (2) Berhubungan dengan ketakutan, (3) Berhubungan dengan ketidak-berbedaan, (4) Berhubungan dengan kebijaksanaan.

Perenungan yang berhubungan dengan kehilangan seseorang yang dicintai adalah berhubungan dengan kegelisahan. Perenungan yang berhubungan dengan kematian yang mendadak dari seseorang yang dicintai adalah berhubungan dengan ketakutan. Perenungan kematian oleh seorang petugas pembakar (jenazah) adalah berhubungan dengan ketidak-berbedaan. Mengingat (sifat) dunia, seseorang mengembangkan kebosanan – ini disebut berhubungan dengan kebijaksanaan. Di sini, yogi tersebut tidak boleh mempraktikkan perenungan yang berhubungan dengan kegelisahan. Ketakutan atau ketidak-berbedaan, karena [432] melaluinya ia tidak akan mampu melenyapkan tekanan. Tekanan hanya mampu dilenyapkan melalui perenungan yang berhubungan dengan kebijaksanaan.

Ada tiga jenis kematian sebagai berikut: kematian menurut pendapat umum, kematian sebagai pemutusan total, kematian sesaat. Apakah “kematian menurut pendapat umum”? Kematian yang dipahami dalam bahasa umum. Ini disebut “kematian menurut pendapat umum”. “Kematian sebagai pemutusan total” artinya: “Yang Sempurna telah memutuskan kekotoran-kekotoran”. “Kematian sesaat” artinya: “Lenyapnya sesaat semua bentukan-bentukan”. 

Dan selanjutnya, ada dua jenis kematian: kematian yang terjadi tidak pada waktunya dan kematian yang terjadi pada waktunya. Kematian karena bunuh-diri, pembunuhan atau penyakit, atau karena terputus di tengah-tengah kehidupan tanpa penyebab (yang semestinya) disebut kematian yang terjadi tidak pada waktunya. Kematian karena berakhirnya umur kehidupan atau karena usia-tua disebut kematian yang terjadi pada waktunya.  Seseorang harus mengingat kedua jenis kematian ini.

Dan selanjutnya, para guru masa lampau  telah mengajarkan perenungan kematian dalam delapan cara berikut ini:  melalui kehadiran seorang pembunuh; melalui tidak adanya penyebab yang efisien;*  melalui kesimpulan; melalui tubuh yang sama bagi banyak orang; melalui lemahnya prinsip-kehidupan; melalui perbedaan waktu; melalui tidak adanya gambaran; melalui singkatnya suatu saat. Bagaimanakah seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui kehadiran seorang pembunuh”? J. Bagaikan seseorang yang dibawa ke suatu tempat untuk dibunuh. Ketika orang tersebut melihat pembunuh mengeluarkan pedang dan mengikutinya, ia berpikir: “Orang ini bermaksud membunuhku; aku dapat dibunuh setiap saat; aku dapat dibunuh pada setiap langkah. Aku pasti terbunuh jika aku berbalik. Aku pasti terbunuh jika aku duduk; aku pasti terbunuh jika aku tidur”. Demikianlah seharusnya seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui kehadiran seorang pembunuhan”. T. Bagaimanakah seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui tidak adanya penyebab yang efisien”? Tidak ada penyebab atau keterampilan yang dapat menyebabkan kehidupan abadi. Ketika matahari dan bulan terbit, tidak ada penyebab atau keterampilan yang dapat membuatnya berbalik. Demikianlah yogi tersebut mempraktikkan perenungan kematian. T. Bagaimanakah seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui kesimpulan”? J. Banyak raja-raja yang memiliki harta yang sangat banyak, banyak kendaraan-raja, Mahā Sudassana yang memiliki kekuasaan luar biasa, Mandhātu dan semua raja-raja lainnya memasuki kondisi kematian. Dan juga, banyak para bijaksana masa lampau, Vessamitta dan Yamataggi, yang memiliki kesaktian luar biasa dan yang membuat api dan air memancar dari tubuhnya, juga memasuki kondisi kematian. Pendengar mulia masa lampau seperti Yang Mulia Sariputta, Moggallāna dan lainnya, yang memiliki kebijaksanaan dan kekuatan besar juga memasuki kondisi kematian. Banyak Pacceka-buddha yang mencapai Penerangan Sempurna tanpa memiliki guru, dan yang memiliki semua kebajikan, juga memasuki kondisi kematian. Dan juga, Mereka yang datang dan pergi di jalan yang sama, Yang Sempurna, Yang Tercerahkan Sempurna, Yang Tanpa Tandingan, memiliki pengetahuan dan perilaku, yang telah memenangkan pantai seberang kebajikan – banyak yang demikian juga memasuki kondisi kematian. Bagaimanakah aku dengan umur yang singkat ini menghindari diri dari memasuki kondisi kematian? Demikianlah yogi tersebut mempraktikkan perenungan kematian “melalui kesimpulan”. T. Bagaimanakah seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui tubuh yang sama bagi banyak orang”? J. Karena ketidak-teraturan angin dan cairan, kondisi kematian terpenuhi. Karena gangguan banyak ulat atau karena kurangnya minuman dan makanan, kondisi kematian terpenuhi. Atau karena gigitan ular berbisa, kelabang, atau tikus, kematian terpenuhi. Atau karena diserang singa, harimau atau macan, atau karena diserang makhluk jahat (nāga), atau karena tertanduk sapi, kematian terpenuhi. Atau karena dibunuh oleh manusia atau bukan manusia, kematian terpenuhi. Demikianlah seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui tubuh yang sama bagi banyak orang”. T. Bagaimanakah seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui lemahnya prinsip-kehidupan”? J. Dalam dua cara seseorang mempraktikkan perenungan kematian melalui lemahnya prinsip-kehidupan. Karena kondisi ditempatkan dalam ketidak-berdayaan dan karena ketergantungan pada ketidak-berdayaan, kelemahan dari prinsip-kehidupan terpenuhi.

Perumpamaan busa, batang pisang dan gelembung

T. Bagaimanakah prinsip kehidupan lemah karena kondisi ditempatkan dalam ketidak-berdayaan? J. Tidak ada inti dalam tubuh ini seperti yang diajarkan dalam perumpamaan busa, dalam perumpamaan batang pisang dan perumpamaan gelembung,  karena hampa dari kenyataan dan terpisah dari kenyataan. Demikianlah melalui kondisi ditempatkan dalam ketidak-berdayaan, prinsip-kehidupan menjadi lemah. T. Bagaimanakah prinsip-kehidupan yang lemah karena ketergantungan pada ketidak-berdayaan? J. Ini disatukan oleh nafas masuk dan nafas keluar, dengan empat pokok utama, dengan minuman dan makanan, dengan empat postur dan dengan kehangatan. Demikianlah ia bergantung pada ketidak-berdayaan. Oleh karena itu prinsip-kehidupan lemah. Demikianlah seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui lemahnya prinsip-kehidupan” dalam dua cara. T. Bagaimanakah seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui perbedaan waktu”? J. Semua makhluk yang terlahir di masa lampau (dan mengalami kematian), di masa sekarang, (hampir) semuanya memasuki kondisi kematian sebelum mencapai seratus tahun. Demikianlah seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui perbedaan waktu”. Dan selanjutnya, seseorang mempraktikkan sebagai berikut: “Apakah mungkin aku hidup selama sehari dan semalam. Apakah selama masa itu aku mampu mengingat Ajaran Sang Buddha – apakah aku mendapatkan kesempatan tersebut! Apakah aku dapat hidup selama satu hari saja. Atau dapatkah aku hidup selama setengah hari, atau selama waktu yang singkat. Dapatkah aku hidup cukup lama untuk menikmati satu porsi makan, setengah porsi makanan, atau bahkan cukup lama untuk mengumpulkan dan memakan empat atau lima suap makanan! Dapatkah aku hidup cukup lama untuk mengembuskan nafas yang telah kutarik, atau dapatkah aku hidup cukup lama untuk menarik nafas yang telah kuembuskan”.  (Demikianlah) seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui perbedaan waktu”.

T. Bagaimanakah seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui tidak adanya gambaran”? J. Tidak ada gambaran. Oleh karena itu tidak ada waktu yang pasti untuk mati. Demikianlah seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui tidak adanya gambaran”. T. Bagaimanakah seseorang mempraktikkan perenungan kematian “melalui singkatnya suatu saat”?  J. Jika seseorang menghitung penyebab dari masa sekarang dan bukan masa lalu atau masa depan, makhluk-makhluk ada hanya selama satu saat kesadaran. Tidak ada yang muncul selama dua saat. Demikianlah semua makhluk tenggelam dalam saat kesadaran.  Diajarkan dalam Abhidhamma sebagai berikut: Dalam saat kesadaran masa lalu, seseorang tidak telah hidup, seseorang tidak sedang hidup dan tidak akan hidup. Dalam saat kesadaran masa depan, seseorang tidak telah hidup, seseorang tidak sedang hidup dan tidak akan hidup. Dalam saat kesadaran masa sekarang, seseorang tidak telah hidup, seseorang tidak akan hidup, seseorang hanya sedang hidup.”

Dan selanjutnya, diajarkan dalam syair berikut:

   “Hidup dan individu, penderitaan, kebahagiaan dan semuanya
    Bergabung dalam satu pikiran; dengan cepat saat berlalu.
 Melalui yang-belum-ada, tidak ada yang dilahirkan;
 melalui masa sekarang, seseorang hidup.
Ketika pikiran hancur, dunia mati;  maka akhir dunia diajarkan”.

Demikianlah seseorang mempraktikkan perenungan kematian melalui singkatnya suatu saat. Yogi tersebut melalui cara-cara ini mempraktikkan perenungan kematian dan mengembangkan (persepsi) tidak menyenangkan. Berkat keterampilan ini dalam (persepsi) tidak menyenangkan dan berkat keterampilan dalam perenungan, pikirannya tidak terganggu. Ketika pikirannya tidak terganggu, ia mampu menghancurkan rintangan-rintangan dan membangkitkan faktor-faktor meditasi (jhāna) dan mencapai konsentrasi-pendahuluan.

T. Apakah perbedaan antara persepsi ketidak-kekalan dan perenungan kematian?

J. Persepsi lenyapnya kelompok-kelompok kehidupan disebut persepsi ketidak-kekalan. Perhatian pada penghancuran indria disebut perenungan kematian. Praktik persepsi ketidak-kekalan dan persepsi tanpa-diri disebut penolakan kebanggaan. Ia yang mempraktikkan perenungan kematian dapat berdiam dalam persepsi ketidak-kekalan dan persepsi penderitaan melalui pikiran pemutusan kehidupan dan kehancuran pikiran. Ini adalah perbedaan antara dua hal tersebut.

Perenungan kematian berakhir

Perhatian pada jasmani


T. Apakah perhatian pada jasmani? Bagaimanakah praktiknya? Apakah karakteristik utama dan fungsinya? Apakah manfaatnya? Bagaimanakah prosedurnya?

J. Perhatian sehubungan dengan sifat-sifat jasmani adalah praktiknya. Perhatian adalah perhatian dan perhatian benar. Demikianlah perhatian pada jasmani dipahami. Ke-diam-an pikiran yang tidak terganggu dalam perhatian ini adalah praktiknya. Sifat-sifat jasmani yang teramati adalah karakteristik utamanya. Persepsi tidak menyenangkan adalah fungsinya. Gambaran ketidak-nyataan adalah manifestasinya..

Apakah manfaatnya? Seseorang yang mempraktikkan perhatian pada jasmani mampu bertahan. Ia mampu bertahan melihat hal yang menakutkan dan ia mampu bertahan dari panas, dingin dan sejenisnya. Ia memiliki persepsi ketidak-kekalan, persepsi tanpa-diri, persepsi kekotoran dan persepsi penderitaan. Ia mencapai empat meditasi, jhāna, dengan mudah, memiliki pandangan jernih atas banyak hal, gembira dengan praktiknya, memperoleh kemakmuran dan mendekati surga.

Bagaimanakah prosedurnya? Seorang yogi baru pergi ke tempat sunyi, duduk dan menjaga pikirannya. Dengan pikiran tidak terganggu, ia bermeditasi pada sifat-sifat dari jasmaninya. Bagaimanakah ia mempraktikkan perhatian pada jasmani?

Tiga puluh dua bagian jasmani

Jasmani ini terdiri dari rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sum-sum, ginjal, hati, jantung, limpa, paru-paru, empedu, lambung, minyak, lemak, otak , sekat rongga badan, usus, selaput pelindung organ dalam tubuh (mesentery), tinja, air seni, nanah, darah, dahak, keringat, cairan sendi, air mata, ingus, air liur, dan adalah tidak murni. Yogi baru pertama-tama harus membacakan dengan bersuara ke-tiga-puluh-dua bagian tubuh ini dalam urutan maju dan dalam urutan mundur. Ia harus senantiasa membacakan dengan baik dan menyelidiki hal-hal ini (tiga-puluh-dua bagian). Sambil membacakan dengan baik ia harus senantiasa menyelidiki. Selanjutnya ia harus merenungkannya dalam hati dalam empat cara berikut: melalui warna, melalui kelompok-kelompok, bentuk, landasan. Ia dapat, dengan membedakan, mengambil satu atau dua [433] atau lebih dan menangkap gambaran kasar. Demikianlah si yogi mampu memunculkan perwujudan tiga kecenderungan pikiran, yaitu, melalui warna, ketidak-senangan dan ruang. Jika si yogi memunculkan gambaran melalui warna, ia mampu bermeditasi dengan terampil melalui kasiṇa warna. Jika ia memunculkan gambaran melalui ketidak-senangan, ia mampu bermeditasi dengan terampil terhadap ketidak-sucian. Jika si yogi memunculkan gambaran melalui ruang, ia mampu bermeditasi dengan terampil pada unsur-unsur. Jika si yogi mempraktikkan kasiṇa, ia akan mencapai meditasi, jhāna keempat. Jika yogi tersebut mempraktikkan ketidak-sucian, ia akan mencapai meditasi, jhāna pertama. Jika ia mempraktikkan unsur-unsur, ia akan mencapai konsentrasi pendahuluan.

Di sini, seorang yang berjalan dalam kebencian memunculkan perwujudan gambaran melalui warna; seorang yang berjalan dalam nafsu, melalui ketidak-senangan; dan seorang yang berjalan dalam kebijaksanaan, melalui unsur-unsur. Selanjutnya, seorang yang berjalan dalam kebencian harus bermeditasi melalui warna; seorang yang berjalan dalam nafsu, melalui ketidak-senangan dan seorang yang berjalan dalam kebijaksanaan, melalui unsur-unsur.

Perhatian dalam tiga belas cara

Selanjutnya, seseorang harus memperhatikan sifat jasmani dalam tiga belas cara: melalui benih, tempat, kondisi, mengalir, pembentukan perlahan-lahan, ulat-ulat, sambungan , kumpulan, kejijikan, ketidak-murnian, bergantungan, tidak menyadari kewajiban, terbatas.

T. Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “benih”?

J. Bagaikan serbuk elaeagnus, kosātaki* , dan sejenisnya terbakar, demikian pula jasmani ini yang dihasilkan dari benih tidak suci dari orang tua juga terbakar. Ini adalah ketidak-murnian. Demikianlah seseorang merenungkan sifat jasmani ini melalui “benih”.

T. Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “tempat”?

J. Jasmani ini tidak muncul dari uppala* , kumuda* , atau pundarika* . Jasmani ini muncul dari ketidak-sucian, bau dan ketidak-bersihan yang digabung menjadi satu. Jasmani ini terbaring dalam rahim dari kiri ke kanan. Bersandar pada tulang punggung sang ibu, terbungkus dalam selaput. Tempat ini tidak-murni. Oleh karena itu jasmani ini juga tidak murni. Demikianlah seseorang merenungkan sifat jasmani ini melalui “tempat”.

T. Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “kondisi”?

J. Jasmani ini tidak diberi makan dengan emas, perak atau permata. Tidak tumbuh karena diberi makan candana* , tagara*,  kayu gaharu dan sejenisnya. Jasmani ini tumbuh dalam rahim ibu dan bercampur dengan ingus, ludah, liur dan air mata yang tertelan oleh sang ibu. Jasmani ini diberi makan dengan makanan dan minuman bau yang dihasilkan dalam rahim sang ibu. Nasi, susu , buncis, ingus, ludah, liur dan dahak yang tertelan oleh ibu membentuk bagian dari jasmani ini. Dari cairan bau dan kotor ini jasmani ini dibesarkan. Demikianlah seseorang merenungkan sifat jasmani ini melalui “kondisi”

T. Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “mengalir”?

J. Jasmani ini bagaikan sebuah kantung kulit dengan banyak lubang yang memancarkan kotoran dan air kencing. Jasmani ini berisi kotoran dan air kencing. Jasmani ini merupakan gabungan dari minuman dan makanan yang masuk, berupa ingus, ludah, kotoran dan air kencing. Berbagai ketidak-murnian ini memancar dari sembilan lubang.  Demikianlah seseorang merenungkan sifat jasmani ini melalui “mengalir”.

T. Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “pembentukan perlahan-lahan”?

J. Jasmani ini perlahan-lahan membentuk dirinya sendiri sesuai dengan kamma sebelumnya. Dalam minggu pertama, kalala* terbentuk.
Dalam minggu kedua, abbuda* terbentuk.
Dalam minggu ketiga, pesi* terbentuk.
Dalam minggu keempat, ghana* terbentuk.
Dalam minggu kelima, lima bagian  terbentuk.
Dalam minggu keenam, empat bagian terbentuk.
Dalam minggu ketujuh, empat bagian lagi terbentuk.
Dalam minggu kedelapan, dua puluh delapan bagian terbentuk.
Dalam minggu kesembilan dan kesepuluh, tulang punggung terbentuk.
Dalam minggu kesebelas, tiga ratus tulang terbentuk.
Dalam minggu kedua belas, delapan ratus bagian terbentuk.
Dalam minggu ketiga belas, sembilan ratus bagian terbentuk.
Dalam minggu keempat belas, seratus gumpalan daging terbentuk.
Dalam minggu kelima belas, darah terbentuk.
Dalam minggu keenam belas, sekat rongga badan terbentuk.
Dalam minggu ketujuh belas, kulit terbentuk.
Dalam minggu kedelapan belas, warna kulit terbentuk.
Dalam minggu kesembilan belas, angin sesuai kamma mengisi tubuh.
Dalam minggu kedua puluh, sembilan lubang terbentuk.
Dalam minggu kedua puluh lima, tujuh belas ribu jaringan kulit terbentuk.
Dalam minggu kedua puluh enam, tubuh menjadi lebih keras.
Dalam minggu kedua puluh tujuh, tubuh memiliki kekuatan.
Dalam minggu kedua puluh delapan, sembilan puluh sembilan ribu pori-pori terbentuk.
Dalam minggu kedua puluh sembilan, seluruh tubuh lengkap. Dan juga diajarkan bahwa dalam minggu ketujuh, tubuh bayi telah lengkap, dan ia bersandar pada punggungnya dengan kepala tergantung dengan posisi meringkuk. Dalam minggu keempat puluh dua, dengan bantuan angin yang dihasilkan oleh kamma, ia membalik posisinya. Pada saat ini ia lahir. Di dunia ini dikenal sebagai makhluk. Demikianlah seseorang merenungkan sifat jasmani ini melalui “pembentukan perlahan-lahan”.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: 40 objek meditasi
« Reply #18 on: 11 February 2012, 10:49:45 PM »
Ulat yang bergantung pada tubuh

T. Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “ulat-ulat”?

J. Jasmani ini digerogoti oleh delapan puluh ribu ulat. Ulat yang bergantung pada rambut disebut “besi-rambut”. Ulat yang bergantung pada tengkorak disebut “telinga bengkak”. Ulat yang bergantung pada otak disebut “penggila”. Dalam kelompok ini terdapat empat jenis. Yang pertama disebut ukurimba*. Yang kedua disebut shibara*. Yang ketiga disebut daraka*. Yang keempat disebut dakashira*. Ulat yang bergantung pada mata disebut “penjilat-mata”. Ulat yang bergantung pada telinga disebut “penjilat-telinga”. Ulat yang bergantung pada hidung disebut “penjilat-hidung”. Di sini ada tiga jenis. Yang pertama disebut rukamuka*. Yang kedua disebut aruka*.  Yang ketiga disebut manarumuka*. Ulat yang bergantung pada lidah disebut muka*. Ulat yang bergantung pada akar lidah disebut motanta*. Ulat yang bergantung pada gigi disebut kuba*. Ulat yang bergantung pada akar gigi disebut ubakuba*. Ulat yang bergantung pada tenggorokan disebut abasaka*. Ulat yang bergantung pada leher ada dua jenis. Yang pertama disebut rokara*. Yang kedua disebut virokara*. Ulat yang bergantung pada bulu badan disebut “penjilat bulu-badan”. Ulat yang bergantung pada kuku disebut “penjilat kuku”. Ulat yang bergantung pada kulit ada dua jenis. Yang pertama disebut tuna*. Yang kedua disebut tunanda*. Ulat yang bergantung pada sekat rongga badan ada dua jenis. Yang pertama disebut viramba*. Yang kedua disebut maviramba*. Ulat yang bergantung pada daging ada dua jenis. Yang pertama disebut araba*. Yang kedua disebut raba*. Ulat yang bergantung pada darah ada dua jenis. Yang pertama disebut bara*. Yang kedua disebut badara*. Ulat yang bergantung pada urat ada empat jenis. Yang pertama disebut rotara*. Yang kedua disebut kitaba*. Yang ketiga disebut baravatara*. Yang keempat disebut ranavarana*. Ulat yang bergantung pada pembuluh darah ada dua jenis. Yang pertama disebut sivara*. Yang kedua disebut ubasisira*. Ulat yang bergantung pada tulang ada empat jenis. Yang pertama disebut kachibida*. Yang kedua disebut anabida*. Yang ketiga disebut chiridabida*. Yang keempat disebut kachigokara*. Ulat yang bergantung pada sumsum ada dua jenis. Yang pertama disebut bisha*. Yang kedua disebut bishashira*. Ulat yang bergantung pada limpa ada dua jenis. Yang pertama disebut nira*. Yang kedua disebut bita. Ulat yang bergantung pada jantung ada dua jenis. Yang pertama disebut sibita*. Yang kedua disebut ubadabita*. Ulat yang bergantung pada akar jantung ada dua jenis. Yang pertama disebut manka*. Yang kedua disebut sira*. Ulat yang bergantung pada lemak ada dua jenis. Yang pertama disebut kara*. Yang kedua disebut karasira*. Ulat yang bergantung pada kandung kemih ada dua jenis. Yang pertama disebut bikara*. Yang kedua disebut mahakara*. Ulat yang bergantung pada akar kandung kemih ada dua jenis. Yang pertama disebut kara*. Yang kedua disebut karasira*. Ulat yang bergantung pada perut ada dua jenis. Yang pertama disebut rata*. Yang kedua disebut maharata*. Ulat yang bergantung pada selaput pembungkus organ dalam tubuh ada dua jenis. Yang pertama disebut sorata*. Yang kedua disebut maharata*. Ulat yang bergantung pada akar selaput pembungkus organ dalam tubuh ada dua jenis. Yang pertama disebut (si-)ba*. Yang kedua disebut mahasiba*. Ulat yang bergantung pada usus ada dua jenis. Yang pertama disebut anabaka*. Yang kedua disebut kababaka*. Ulat yang bergantung pada lambung ada empat jenis. Yang pertama disebut ujuka*. Yang kedua disebut ushaba*. Yang ketiga disebut chishaba*. Yang keempat disebut senshiba*. Ulat yang bergantung pada rahim yang matang ada empat jenis. Yang pertama disebut vakana*. Yang kedua disebut mahavakana*. Yang ketiga disebut unaban*. Yang keempat disebut punamaka*. Ulat yang bergantung pada empedu disebut hitasoka*. Ulat yang bergantung pada ludah disebut senka*. Ulat yang bergantung pada keringat disebut sudasaka*. Ulat yang bergantung pada minyak disebut jidasaka*. Ulat yang bergantung pada organ kelamin ada dua jenis. Yang pertama disebut subakama*. Yang kedua disebut samakita*. Ulat yang bergantung pada akar organ kelamin ada tiga jenis. Yang pertama disebut sukamuka*. Yang kedua disebut darukamuka*. Yang ketiga disebut sanamuka*. Ada lima  jenis ulat: yang bergantung pada bagian depan dari tubuh dan menggerogoti bagian depan tubuh; yang bergantung pada bagian belakang dari tubuh dan menggerogoti bagian belakang tubuh; yang bergantung pada bagian kiri dari tubuh dan menggerogoti bagian kiri tubuh; yang bergantung pada bagian kanan dari tubuh dan menggerogoti bagian kanan tubuh. Ulat-ulat ini disebut candasira*, sinkasira*, hucura*, dan seterusnya. Ada tiga jenis yang bergantung pada dua lubang bagian bawah. Yang pertama disebut kurukulayuyu*. Yang kedua disebut sarayu*. Yang ketiga disebut kandupada*. Demikianlah seseorang merenungkan sifat jasmani ini melalui “ulat-ulat”.

T. Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “sambungan”?

J. Tulang kering kaki bersambungan dengan tulang kaki; tulang kering bersambungan dengan tulang paha; tulang paha bersambungan dengan tulang panggul; tulang panggul bersambungan dengan tulang punggung; tulang punggung bersambungan dengan tulang belikat; tulang belikat bersambungan dengan tulang lengan; tulang lengan bersambungan dengan tulang leher; tulang leher bersambungan dengan tengkorak; tengkorak bersambungan dengan tulang pipi; tulang pipi bersambungan dengan gigi. Demikianlah melalui sambungan tulang-belulang dan dibungkus oleh kulit, tubuh yang tidak bersih ini dapat berdiri dan lengkap. Jasmani ini terlahir oleh kamma. Tidak ada seorangpun yang menciptakannya. Demikianlah seseorang harus merenungkan sifat jasmani melalui “sambungan”.

Tulang-belulang dari tubuh

Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “kumpulan”? Ada sembilan tulang di kepala, dua tulang pipi, tiga puluh dua gigi, tujuh tulang leher, empat belas tulang rusuk, dua puluh empat tulang sisi, delapan belas sendi tulang punggung, dua tulang panggul, enam puluh empat tulang tangan, enam puluh empat tulang kaki, dan enam puluh empat tulang lunak yang melekat pada daging. Tiga ratus tulang ini dan delapan atau sembilan ratus urat daging saling bersambungan satu sama lain. Ada sembilan ratus otot, tujuh belas ribu jaringan kulit, delapan juta rambut kepala, sembilan puluh sembilan ribu bulu badan, enam puluh celah kecil, delapan puluh ribu ulat. Empedu, ludah dan otak masing-masing beratnya satu palata*  - dalam satuan Ryo ini sama dengan empat ryo – dan darah beratnya satu attha* - dalam satuan Ryo ini sama dengan tiga sho. Semua ini dalam berbagai bentuk hanyalah tumpukan kotoran, timbunan air kencing yang disebut badan. Demikianlah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “kumpulan”.

Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “kejijikan”? Sesorang sangat menjunjung tinggi kemurnian. Hal-hal yang disukai oleh orang adalah hal-hal untuk memperindah diri seperti parfum yang harum, salep, dan pakaian indah, dan penutup kasur, bantal, alas tidur dan alas duduk yang digunakan untuk tidur dan duduk, bantal guling, selimut, kanopi, ranjang, dan berbagai jenis makanan dan minuman, tempat tinggal dan hadiah. Seseorang akan memperlihatkan kemelekatan terhadap hal-hal ini (pada awalnya) dan sesudahnya tidak menyukainya lagi. Demikianlah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “kejijikan”.

Ketidak-murnian jasmani

Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “ketidak-murnian”? Ketika pakaian dan perhiasan menjadi kotor, benda-benda tersebut dapat dicuci kembali. Kemurniannya dapat diperbarui karena sifatnya yang murni. Namun jasmani ini tidak murni. Demikianlah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “ketidak-murnian”.

Beberapa penyakit

Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “bergantungan”? Begantung pada sebuah kolam, bunga-bunga dihasilkan. Bergantung pada sebuah kebun, buah-buahan dihasilkan. Demikian pula, bergantung pada jasmani ini, berbagai kekotoran dan penyakit dihasilkan. Dengan demikian sakit mata, telinga, hidung, lidah, badan, kepala, mulut, gigi, sakit-tenggorokan, sesak nafas, panas dan dingin, sakit perut, sakit-jantung, epilepsi, masuk angin, diare, lepra, gondok, muntah darah, gatal-gatal, cacar, sakit-kulit, demam, penyakit menular, gonorea, kedinginan dan sebagainya menyebabkan kesulitan tanpa akhir pada tubuh ini. Demikianlah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “bergantungan”.

Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “tidak menyadari kewajiban”? Sekarang, seseorang menyiapkan makanan dan minuman lezat dan memakannya demi tubuhnya. Ia mandi dan mengharumkan tubuhnya dan membungkusnya dengan pakaian untuk tidur dan duduk. Demikianlah ia merawat tubuhnya. Akan tetapi sebaliknya, dengan tidak berterima kasih, tubuh ini yang bagaikan sebatang pohon beracun menjadi rusak, karena penyakit dan kematian. Jasmani ini bagaikan seorang sahabat yang tidak menyadari kewajibannya. Demikianlah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “tidak menyadari kewajiban”.

Bagaimanakah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “terbatas”? tubuh ini akan habis karena terbakar atau dimangsa (oleh binatang) atau terbuang percuma. Jasmani ini adalah terbatas. Demikianlah seseorang merenungkan sifat jasmani melalui “terbatas”.

Si yogi, melalui berbagai cara ini, mempraktikkan perhatian pada jasmani. Melalui pencapaian kemahiran dalam perhatian dan kebijaksanaan, pikirannya menjadi tidak terganggu. Saat pikirannya tidak terganggu, ia mampu menghancurkan rintangan-rintangan, memunculkan faktor-faktor meditasi (jhāna) dan mencapai keluhuran yang ia inginkan.

Perhatian pada jasmani berakhir.

Perenungan kedamaian

T. Apakah perenungan kedamaian? Bagaimanakah praktiknya? Apakah karakteristik utama, fungsi dan penyebab langsungnya? Apakah manfaatnya? Bagaimanakah prosedurnya? J. Kedamaian adalah diamnya gerakan bathin dan jasmani. Diam total disebut damai. Seseorang mengingat kedamaian dalam pikirannya dengan baik. Ini adalah ingatan, renungan dan ingatan benar. Ini disebut perenungan kedamaian. Ke-diam-an pikiran yang tidak terganggu dalam merenungkan disebut praktiknya. Manifestasi dari jasa dalam waktu yang lama adalah karakteristik utamanya. Ketidak-gelisahan adalah fungsinya. Kebebasan luhur adalah penyebab langsungnya.

Apakah manfaatnya? Ketika seseorang mempraktikkan perenungan kedamaian, ia tidur dengan bahagia, bangun tidur dengan bahagia, memiliki ketenangan. Indria-nya tenang dan ia mampu memenuhi keinginannya. Ia berpenampilan menyenangkan, bersikap rendah hati dan dihormati oleh orang lain. Ia memperoleh kemakmuran dan mendekati surga.

Bagaimanakah prosedurnya? Seorang yogi mendatangi tempat yang sunyi dan duduk dengan pikiran terpusat (pada perenungan kedamaian) dan tidak terganggu. Jika bhikkhu ini menenangkan indria-nya, pikirannya akan menjadi tenang dan ia akan menikmati ketenangan dengan segera. Bhikkhu ini melihat dan mendengar, melalui tindakan jasmani, ucapan dan pikiran, melalui perenungan kedamaian dan melalui kualitas kekuatan kedamaian. Diajarkan oleh Sang Buddha sebagai berikut: “Bhikkhu tersebut memiliki moralitas, memiliki konsentrasi, memiliki kebijaksanaan, memiliki kebebasan dan memiliki pengetahuan akan kebebasan. Besar, Aku menyatakan, keuntungannya, besar manfaatnya bagi seseorang  yang melihat bhikkhu tersebut. Besar, Aku mengatakan, manfaatnya bagi seseorang yang mendengarkan bhikkhu tersebut. Besar, Aku mengatakan, manfaatnya bagi seseorang yang mendekati bhikkhu tersebut. Besar, Aku mengatakan, manfaatnya bagi seseorang yang memberi hormat kepada bhikkhu tersebut. Besar, Aku mengatakan, manfaatnya bagi seseorang yang merenungkan bhikkhu tersebut atau menjalani hidup suci di bawah bimbingannya.

“Bagaimana bisa demikian? Para bhikkhu yang mendengarkan kata-kata dari bhikkhu tersebut akan mampu memperoleh dua ketenangan, yaitu, ketenangan jasmani dan bathin.”

Dalam perenungan kedamaian, seseorang merenungkan (bhikkhu tersebut) sebagai berikut: Ketika bhikkhu tersebut memasuki meditasi, jhāna pertama, ia menghancurkan rintangan-rintangan. Seseorang merenungkan: Ketika ia memasuki meditasi, jhāna kedua, ia menghancurkan awal dan kelangsungan pikiran. Seseorang merenungkan: Ketika ia memasuki meditasi, jhāna ketiga, ia menghancurkan kegembiraan. Seseorang merenungkan: Ketika ia memasuki meditasi, jhāna keempat, ia menghancurkan kebahagiaan. Seseorang merenungkan: Ketika ia memasuki alam ruang tanpa batas, ia menghancurkan persepsi bentuk, persepsi reaksi indria dan persepsi yang beraneka-ragam. Seseorang merenungkan: Ketika ia memasuki alam kesadaran tanpa batas, ia menghancurkan ruang. Seseorang merenungkan: Ketika ia memasuki alam kekosongan, ia menghancurkan persepsi alam kesadaran tanpa batas. Seseorang merenungkan: Ketika ia memasuki alam bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi, ia menghancurkan persepsi alam kekosongan. Seseorang merenungkan: Ketika ia memasuki keadaan lenyapnya persepsi dan sensasi, ia menghancurkan persepsi dan sensasi. Seseorang merenungkan: Ketika ia mencapai Buah Memasuki-Arus, ia menghancurkan kekotoran-kekotoran yang menyertai pandangan-pandangan (sehubungan dengan pandangan-pandangan) . Seseorang merenungkan: Ketika ia mencapai Buah Yang-Kembali-Sekali, ia menghancurkan nafsu kasar, kebencian-kasar dan kekotoran-kekotoran kasar . Seseorang merenungkan: Ketika ia mencapai Buah Yang-Tidak-Kembali, ia mnghancurkan kekotoran-kekotoran halus, nafsu halus dan kebencian halus . Seseorang merenungkan: Ketika ia mencapai Buah Yang-Sempurna, ia menghancurkan semua kekotoran.  Dan seseorang merenungkan: Ketika ia mencapai pemadaman, Nibbana, ia menghancurkan segalanya. Demikianlah dalam perenungan kedamaian (seseorang mengingat bhikkhu tersebut dalam pikirannya.)

Yogi itu, dalam cara-cara ini dan melalui keunggulan-keunggulan ini mengingat kedamaian dalam pikirannya, dan memiliki keyakinan. Karena tidak terhalangi dalam hal keyakinan, ia mengingat dengan mudah, pikirannya tidak terganggu. Ketika pikirannya tidak terganggu, ia menghancurkan rintangan-rintangan, memunculkan faktor-faktor meditasi (jhāna) dan mencapai meditasi-pendahuluan.

Perenungan kedamaian berakhir

Berbagai ajaran

Berikut ini adalah berbagai ajaran sehubungan dengan sepuluh perenungan ini. Seseorang mengingat dalam pikirannya kualitas-kualitas para Buddha di masa lampau dan di masa depan – ini disebut praktik perenungan Buddha. Dengan cara yang sama, seseorang mengingat para Pacceka-buddha. Jika seseorang mengingat dalam pikirannya ajaran-ajaran yang telah diajarkan, ini disebut praktik Perenungan Dhamma. Jika seseorang mengingat dalam pikirannya kualitas-kualitas kehidupan seorang pendengar, ini disebut perenungan Sangha. Jika seseorang mengingat moralitas dalam pikirannya, ini disebut praktik perenungan moralitas. Jika seseorang merenungkan kedermawanan, ini disebut perenungan kedermawanan. Jika seseorang bergembira dalam perenungan kedermawanan, ia memberikan kepada orang-orang yang layak menerima, dan bertekad untuk menjadikan (pemberian) tersebut sebagai obyeknya. [435] Jika ia diberikan makanan yang tidak (layak untuk) dipersembahkan, ia tidak boleh memakannya meskipun hanya sesuap. Perenungan dewata menghasilkan keyakinan dalam diri seseorang. Ada lima ajaran. Seseorang harus mempraktikkan perenungan dewata.

« Last Edit: 11 February 2012, 10:51:29 PM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: 40 objek meditasi
« Reply #19 on: 11 February 2012, 10:52:36 PM »

BAGIAN LIMA


Pikiran Cinta-Kasih Tanpa Batas

T. Apakah cinta-kasih ? Bagaimanakah praktiknya? Apakah karakteristik utama, fungsi dan manfestasinya? Apakah manfaatnya? Bagaimanakah prosedurnya?

J. Sebagai orangtua, sewaktu melihat anak tunggalnya yang tersayang, akan muncul pikiran cinta-kasih dan kebaikan terhadap anaknya tersebut, demikian pula hendaknya seseorang memunculkan pikiran cinta kasih dan kebaikan terhadap semua makhluk. Demikianlah cinta-kasih dipahami. Ke-diam-an pikiran yang tidak terganggu dalam praktik ini disebut praktiknya. Memunculkan kebaikan adalah karakteristik utamanya. Pikiran cinta-kasih adalah fungsinya. Ketidak-bencian adalah manifestasinya. Jika seseorang mempraktikkan cinta-kasih, ia akan memperoleh sebelas manfaat: ia tidur dengan bahagia; bangun tidur dengan bahagia; ia tidak mengalami mimpi buruk; ia disayangi oleh para manusia; ia disayangi oleh para makhluk bukan manusia; para dewa melindunginya; api, racun, pedang dan tongkat tidak dapat melukainya; ia mudah mengkonsentrasikan pikirannya; wajahnya cerah; saat menjelang kematian ia tidak bingung; jika ia belum mencapai kesucian, ia akan terlahir kembali di alam Brahma.

Kerugian dari kemaraham dan kekesalan

Bagaimanakah prosedurnya? Seorang yogi yang bertekad untuk melatih cinta-kasih, pertama-tama harus merenungkan keugian-kerugian dari kemarahan dan kekesalan dan manfaat-manfaat dari kesabaran dan menahan sabar dalam pikirannya. Apakah yang dimaksud dengan “pertama-tama harus merenungkan kerugian-kerugian dari kemarahan dan kekesalan”? Jika seseorang memunculkan kemarahan dan kekesalan , pikiran cinta-kasihnya akan termakan dan pikirannya menjadi tidak murni. Selanjutnya ia akan merengut; selanjutnya ia akan mengucapkan kata-kata kasar; selanjutnya ia akan mengambil tongkat dan pedang; selanjutnya ia akan mengamuk dan meludahkan darah; selanjutnya ia akan melemparkan barang-barang berharga; selanjutnya ia akan merusak banyak benda; selanjutnya ia akan membunuh orang lain atau membunuh dirinya sendiri. Dan kemudian, jika seseorang selalu marah dan kesal, ia, karena pikiran jahatnya, mungkin dapat membunuh orangtuanya sendiri, atau membunuh Yang Sempurna atau menyebabkan perpecahan di dalam Sangha, atau melukai tubuh seorang Buddha. Perbuatan-perbuatan yang menakutkan itu mungkin ia lakukan. Demikianlah seseorang harus merenungkan.

Perumpamaan dalam pepatah kuno

Dan lagi, seseorang harus merenungkan sebagai berikut: Aku disebut seorang pendengar; aku harus malu, jika aku tidak melenyapkan kemarahan dan kekesalan. Aku mengingat perumpamaan dalam pepatah kuno.  Aku ingin menikmati keadaan (pikiran) yang baik; jika sekarang aku memunculkan kemarahan dan kekesalan, aku bagaikan seorang yang ingin mandi, tetapi memasuki jamban. Aku adalah seorang yang telah mendengar banyak;  jika aku tidak mengatasi kemarahan dan kekesalan, aku akan ditinggalkan bagaikan dokter yang menderita diare. Aku dihormati di dunia; jika aku tidak melenyapkan kemarahan dan kekesalan, aku akan dikucilkan oleh dunia bagaikan vas bunga indah yang berisi kotoran dan tidak tertutup. (Lebih jauh lagi, seseorang merenungkan sebagai berikut:) Ketika seorang bijaksana mengembangkan kemarahan dan kekesalan, ia mengalami penderitaan hebat. Karena itu ia akan binasa oleh ketakutan akan hukuman berat. Jika seseorang yang digigit oleh seekor ular memiliki penangkal dan tidak mau meminumnya, ia bagaikan seorang yang menyukai penderitaan bukannya kebahagiaan. Demikian pula, seorang bhikkhu yang memunculkan kemarahan dan kekesalan dan tidak menekannya, dengan segera, dikatakan sebagai seorang yang menyukai penderitaan bukannya kebahagiaan, karena ia mengumpulkan lebih banyak kamma yang lebih menakutkan daripada kemarahan dan kekesalan ini. Dan lagi, seseorang harus merenungkan kemarahan dan kekesalan sebagai berikut: Ia yang membangkitkan kemarahan dan kekesalan akan ditertawakan oleh musuh-musuhnya, dan menyebabkan teman-temannya menjadi malu karenanya. Walaupun ia mungkin memiliki moralitas yang dalam, ia akan diremehkan oleh orang lain. Jika sebelumnya ia dihormati, ia akan dipandang rendah setelahnya. Menginginkan kebahagiaan, ia akan mendapatkan penderitaan. Di luar terlihat tenang, namun di dalam ia gelisah. Memiliki mata, ia tidak melihat. Meskipun cerdas, ia menjadi bodoh. Demikianlah seseorang harus merenungkan kerugian-kerugian dari kemarahan dan kekesalan.

T. Apakah yang dimaksud dengan “Seseorang harus merenungkan manfaat-manfaat dari kesabaran”?

J. Kesabaran adalah kekuatan.  Ini adalah perisai. Ini melindungi diri dengan baik dan melenyapkan kemarahan dan kekesalan. Ini adalah kehormatan. Ini dipuji oleh para bijaksana. Ini menyebabkan kebahagiaan tidak jatuh. Ini adalah pelindung. Ini melindungi segalanya. Ini membantu seseorang untuk memahami makna dari segala sesuatu dengan baik. Ini disebut “Membuat orang lain menjadi malu”. Dan lebih jauh lagi, seseorang harus merenungkan sebagai berikut: Aku telah mencukur rambutku; sekarang aku harus melatih kesabaran.  Aku telah menerima persembahan dari suatu desa; aku akan menyebabkan para pemberi memperoleh jasa besar, melalui pikiran kesabaran. Aku berpenampilan seperti Yang Sempurna;  kesabaran adalah praktik para Mulia; karena itu aku tidak akan membiarkan kemarahan muncul dalam pikiranku. Aku disebut seorang pendengar. Aku akan membuat orang lain menyebutku sebagai seorang pendengar dalam kebenaran. Para pemberi dana memberikan banyak kepadaku; melalui kesabaran aku akan menyebabkan mereka memperoleh jasa besar. Aku memiliki keyakinan; kesabaran ini adalah tempat bagi keyakinan dalam diriku. Aku memiliki pengetahuan; kesabaran ini adalah alam kesabaran dalam diriku. Jika terdapat racun kemarahan dan kekesalan dalam diriku, kesabaran ini adalah penangkal yang akan menawarkan racun dalam diriku. Demikianlah seseorang harus merenungkan kerugian-kerugian dari kemarahan dan kekesalan dan manfaat-manfaat dari kesabaran, dan bertekad: “Aku akan mencapai kesabaran. Jika orang lain menyalahkan aku, aku akan sabar, aku tidak akan melawan dan tidak sombong”.  Demikianlah sang yogi maju ke arah kebahagiaan kesabaran dan mendapatkan manfaat bagi dirinya. Ia memasuki sebuah tempat sunyi, dan dengan pikiran tidak terganggu mulai mengisi tubuhnya (dengan pikiran) sebagai berikut: “Aku bahagia. Pikiranku tidak menerima penderitaan”.  Apakah yang dimaksud dengan “Aku tidak memiliki musuh; aku tidak memiliki kemarahan; aku bahagia karena bebas dari semua kekotoran dan melakukan semua kebaikan”? Yogi tersebut mengendalikan pikirannya dan membuatnya lunak. Ia membuat bathinnya mampu memperoleh pencapaian. Jika pikirannya lunak, dan mampu menerima obyek, ia harus mempraktikkan cinta-kasih. Ia harus memperlakukan semua makhluk seperti (memperlakukan) dirinya sendiri. Dalam mempraktikkan cinta-kasih kepada semua makhluk, seorang yogi tidak boleh memulai dengan mengembangkan cinta-kasih kepada musuh-musuh, orang-orang jahat, makhluk-makhluk yang tidak memiliki jasa dan orang-orang yang telah meninggal dunia. Yogi tersebut mengembangkan cinta-kasih kepada seseorang dimulai dari orang yang ia hormati, yang tidak ia rendahkan, dan yang ia anggap sederajat, dan dari siapa ia mendapatkan manfaat dan, karena itu, kepada siapa yang ia tidak merasa iri-hati dan berpikiran jahat. Ia harus mengembangkan cinta-kasih kepada orang-orang demikian, sebagai berikut: “Aku menghargai seseorang yang memiliki sifat-sifat seperti berikut ini, yaitu, seseorang yang memiliki kehormatan, pelajaran, moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan. Aku mendapatkan manfaat melalui persembahan, kata-kata ramah, kedermawanan dan kesungguh-sungguhan dalam hal tersebut. Ini adalah keuntungan bagi diriku”. Demikianlah ia mengingat moralitas yang ia junjung tinggi dan manfaat-manfaat yang ia peroleh (dalam dan melalui diri orang tersebut), dan mengembangkan cinta-kasih kepada orang tersebut. Seseorang harus mengembangkan pikiran baik dan selalu merenungkan dan menyelidiki. Seseorang harus memiliki pikiran yang tanpa kemarahan dan kekesalan. Seseorang harus selalu mengharapkan memiliki ketenangan, bebas dari kebencian, memiliki semua kebaikan dan memperoleh manfaat-manfaat baik. Seseorang harus mengharapkan imbalan yang baik, nama baik, memperoleh keyakinan, memperoleh kebahagiaan, memiliki moralitas, pengetahuan, kedermawanan dan kebijaksanaan. Seseorang harus mengharapkan dapat tidur dengan bahagia dan bangun dengan bahagia. Seseorang harus mengharapkan agar tidak bermimpi buruk. Seseorang harus mengharapkan agar disayang oleh manusia dan dihormati oleh mereka.  Seseorang harus mengharapkan agar disayang oleh para makhluk bukan manusia dan dihormati oleh mereka. Seseorang harus mengharapkan agar dilindungi oleh para dewa. Agar tidak terluka oleh api, racun, pedang atau tongkat dan sejenisnya; agar dapat berkonsentrasi dengan cepat; agar memiliki kulit yang cerah; agar terlahir di negeri tengah;  berkumpul dengan orang-orang baik; untuk menyempurnakan dirinya; mengakhiri keserakahan; agar berumur panjang; dan agar mencapai kedamaian dan kebahagiaan di alam surga.

Selanjutnya, seseorang harus merenungkan: Jika ia belum melakukan kejahatan, ia harus mengharapkan agar tidak melakukannya; dan jika ia telah melakukannya, ia harus mengharapkan agar menghancurkannya. Jika ia belum melakukan kebaikan, ia harus mengharapkan agar melakukannya; dan jika ia telah melakukannya, ia harus mengharapkan agar meningkatkannya.  Dan kemudian, seseorang tidak boleh mengharapkan agar menghasilkan keadaan yang tidak diinginkan dan jika ia telah menghasilkannya, ia harus mengharapkan untuk menghancurkannya. (Seseorang harus mengharapkan agar menghasilkan) keadaan pikiran yang diinginkan, (dan jika ia telah menghasilkannya, ia harus mengharapkan untuk meningkatkannya).

Yogi tersebut mampu mendapatkan keyakinan melalui hati yang baik, melalui keyakinan yang bebas, ia dapat memantapkan pikirannya. Melalui kemantapan yang bebas, ia dapat berdiam dalam perhatian. Melalui perhatian yang bebas, melalui kemantapan yang bebas dan melalui keyakinan yang bebas, ia memiliki bathin yang tidak tergoyahkan, dan ia memahami kondisi (bathin) yang tidak tergoyahkan. Yogi tersebut melalui hal-hal ini dan melalui aktivitas-aktivitas ini mengembangkan pikiran cinta-kasih kepada dirinya sendiri, mengulanginya dan memahami ketidak-goyahan. [436] Setelah melalui hal-hal ini dan melalui aktivitas-aktivitas ini mengembangkan pikiran cinta kasih dan mengulanginya, ia membuat bathinnya menjadi lunak dan perlahan-lahan mengembangkan pikiran cinta-kasih kepada orang yang ia sayangi. Setelah mengembangkan pikiran cinta-kasih kepada orang yang ia sayangi, ia perlahan-lahan mengembangkan pikiran cinta-kasih kepada orang yang netral. Setelah mengembangkan pikiran cinta-kasih kepada orang yang netral, ia perlahan-lahan mengembangkan pikiran cinta-kasih kepada musuhnya. Demikianlah ia melingkupi semua makhluk (dengan cinta-kasih) dan menganggap mereka sama dengan dirinya. Jika ia tidak mengembangkan cinta-kasih kepada orang yang netral atau tidak mampu melakukannya dan mengembangkan ketidak-sukaan, ia harus merenungkan sebagai berikut: “Dalam diriku terdapat keburukan. Aku memiliki rasa tidak-suka. Karena mengharapkan untuk mendapat jasa, aku mengembangkan keyakinan dan ditahbiskan. Dan selanjutnya, aku berkata, ‘Aku akan mengembangkan cinta-kasih dan belas-kasihan demi kesejahteraan semua makhluk, melalui kualitas Guru Agung’. Jika aku tidak mampu mengembangkan cinta-kasih kepada orang yang netral, bagaimana aku mampu mengembangkan cinta-kasih kepada musuh?”. Jika yogi tersebut masih tidak mampu menghancurkan ketidak-sukaan dan kebencian, yogi tersebut sebaiknya tidak berusaha mengembangkan cinta-kasih, namun harus menggunakan cara lain untuk melenyapkan kebencian terhadap orang tersebut.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: 40 objek meditasi
« Reply #20 on: 11 February 2012, 10:53:22 PM »
Dua belas cara melenyapkan kebencian

T. Apakah makna berhasil dalam melenyapkan kebencian?

J. (1) Seseorang harus berbagi untuk memberikan manfaat kepada orang lain (yang ia benci). Seseorang harus merenungkan: (2) kualitas kebaikan, (3) sikap baik dan bersahabat, (4) kammanya sendiri, (5) pembayaran-hutang, (6) hubungan kekeluargaan, (7) kesalahannya sendiri, (8) seseorang tidak boleh memikirkan penderitaan yang ia alami. Ia harus merenungkan: (9) sifat dari indria-indria, (10) penghancuran sementara kondisi-kondisi, (11) dan kelompok-kelompok kehidupan. (12) Seseorang harus menyelidiki kekosongan. Seseorang harus mengingat hal-hal ini dalam pikirannya.

(1) Bahkan jika seseorang sedang marah, ia harus memberi kepada orang lain apa yang diminta, menerima apa yang diberikan. Dan dalam berbicara dengan orang tersebut, ia harus selalu menggunakan kata-kata yang sopan. Seseorang harus melakukan apa yang dilakukan orang lain. Dengan perbuatan-perbuatan demikian, maka penghancuran kemarahan dalam dirinya dan orang lain terjadi. (2) Kebaikan – jika seseorang melihat kualitas kebaikan dalam diri orang lain, ia harus berpikir: “Ini adalah kualitas baik. Ini bukanlah kualitas buruk.”

Perumpamaan kolam

Hal ini adalah seperti berikut ini: Ada sebuah kolam yang permukaannya tertutup oleh tanaman-tanaman, dan seseorang, setelah menyingkirkan tanaman-tanaman tersebut, mengambil air.  Jika orang lain tidak memiliki kualitas baik; ia pasti akan berpikiran buruk”.  (3) Sikap baik dan bersahabat – seseorang harus berpikiran sebagai berikut (untuk mendapatkan sikap baik dan bersahabat dari orang lain:) Jika seseorang tidak menghormati (orang lain), maka ia harus membangkitkan pikiran bersahabat dan sikap baik. Jika ia tidak dihormati, ia harus melakukan kebaikan. Dan juga, menghancurkan kejahatan berarti kebahagiaan. Demikianlah perubahan dari kebencian menjadi sikap baik dan persahabatan harus dipahami. (4) kammanya sendiri – seseorang harus merenungkan kamma  buruknya sendiri sebagai berikut: “Kejahatan yang kulakukan akan menyebabkan orang lain menjadi marah”. (5) Pembayaran-hutang – (seseorang harus berpikir:) “Karena kamma masa lampauku, seseorang marah kepadaku. Sekarang aku bebas dari hutangku. Merenungkan kenyataan ini (pembayaran hutang), aku gembira”. (6) Hubungan kekeluargaan – ia mengingat bahwa makhluk-makhluk silih-berganti bersaudara satu sama lain dalam (lingkaran) kelahiran dan kematian, sebagai berikut: “Ini adalah sanak keluargaku”, dan memunculkan pikiran persaudaraan.  (7) Kesalahan dirinya sendiri – seseorang memunculkan persepsi-diri sendiri sebagai berikut: “Kemarahan orang itu muncul karena diriku. Aku mendapatkan keburukan darinya”. Demikianlah dengan memunculkan persepsi-diri sendiri, seseorang melihat kesalahannya sendiri. (8) Seseorang tidak boleh memikirkan – seseorang tidak boleh memikirkan persepsi (penderitaan diri sendiri) yang tidak berhubungan dengan kebencian. Penderitaan – (seseorang memikirkan sebagai berikut:) “Karena kebodohanku sendiri, aku melihat penderitaanku sendiri sebagai suatu rintangan.” Demikianlah seharusnya seseorang melihat. Seseorang menderita karena dirinya sendiri, karena ia tidak memunculkan pikiran cinta-kasih. Hal tersebut muncul demikian (yaitu, sebagai rintangan) karena penderitaan bathin. Menghindari tempat-tempat di mana musuh berada, ia harus menetap di mana ia tidak mendengar (suara) atau melihatnya. (9) Sifat dari indria – seseorang harus menyelidiki sebagai berikut: “Terikat dengan yang dicintai dan yang tidak dicintai adalah sifat dari indria. Oleh karena itu aku membenci. Karena hal ini aku menjadi tidak ada perhatian”. (10) Penghancuran sementara kondisi-kondisi – seseorang harus menyelidiki sebagai berikut: “Orang itu menderita karena kelahiran. Semua kondisi ini lenyap dalam satu saat pikiran. Dengan kondisi yang manakah dari dirinya yang menyebabkan aku menjadi marah?” (11) Kelompok-kelompok kehidupan – seseorang harus menyelidiki sebagai berikut: “Kelompok-kelompok kehidupan dalam dan luar menghasilkan penderitaan. Tidaklah mungkin bagiku untuk marah kepada bagian atau tempat yang manapun”. (12) Kekosongan – seseorang harus menyelidiki sebagai berikut: dalam pengertian mutlak tidak dapat dikatakan, “Orang ini menyebabkan penderitaan” atau “Orang ini menderita”. Tubuh ini adalah hasil dari sebab dan kondisi. Tidak ada entitas-diri dalam kelompok-kelompok kehidupan.

Oleh karena itu Sang Buddha mengucapkan syair berikut ini:

   Ia yang menetap di tengah-tengah hutan desa,
   Mengalami kesenangan dan kesakitan,
   Tidak terbakar karena diri sendiri atau orang lain,
   Tetapi karena pikirannya bernafsu,
   Jika pikirannya bersih dari noda nafsu,
   Siapakah yang mampu menyentuh orang tidak ternoda tersebut?

Demikianlah setelah yogi tersebut telah benar-benar memahami cara menghancurkan kebencian, telah mengidentifikasikan teman-teman, orang-orang yang netral dan musuh-musuh, dan mencapai kemahiran dalam praktik, ia harus perlahan-lahan membangkitkan pikiran cinta-kasih dan mengembangkannya kepada para bhikkhu di tempat tinggal(nya). Setelah itu ia harus mengembangkan cinta-kasih kepada Sangha di tempat tinggal(nya). Setelah itu ia harus mengembangkan cinta-kasih kepada para dewa di tempat tinggal(nya). Setelah itu ia harus mengembangkan cinta-kasih kepada makhluk-makhluk di desa di luar tempat tinggalnya. Demikianlah (ia mengembangkan cinta-kasih kepada makhluk-makhluk) dari desa ke desa, dari negeri ke negeri. Setelah itu ia harus mengembangkan (cinta-kasih kepada makhluk-makhluk) di satu arah. Yogi tersebut “melingkupi satu arah dengan pikiran cinta kasih; dan setelah itu, arah kedua; dan setelah itu, arah ketiga, dan setelah itu, arah keempat. Demikianlah ia memancarkan cinta-kasih kepada semua makhluk di empat penjuru, ke atas, ke bawah dan melingkupi seluruh dunia dengan pikiran cinta-kasih yang besar tidak terbatas, tanpa permusuhan, tanpa kebencian.  Demikianlah yogi tersebut mengembangkan cinta-kasih dan mencapai meditasi-kokoh dalam tiga cara: dengan melingkupi semua makhluk, dengan melingkupi semua desa-wilayah dan dengan melingkupi semua penjuru. Ia mencapai meditasi-kokoh, jhāna, dengan mengembangkan cinta-kasih kepada satu makhluk, dan dengan cara yang sama, kepada dua, tiga dan kepada semua makhluk. Ia mencapai meditasi-kokoh, jhāna, dengan mengembangkan cinta-kasih kepada makhluk-makhluk di satu desa, dan dengan cara yang sama kepada (makhluk-makhluk di ) banyak desa. Ia mencapai meditasi-kokoh, jhāna, dengan mengembangkan cinta-kasih kepada makhluk-makhluk di satu arah, dan dengan cara yang sama (kepada makhluk-makhluk) di semua arah. Di sini jika seseorang mengembangkan cinta-kasih kepada satu makhluk, jika makhluk tersebut mati, obyek tersebut hilang. Jika ia kehilangan obyek, maka ia tidak dapat membangkitkan cinta-kasih. Karena itu ia harus mengembangkan pikiran cinta-kasih secara luas. Demikianlah dengan mempraktikkannya ia dapat memenuhi buah dan jasa yang besar.

T. Apakah akar, manifestasi, pemenuhan, bukan-pemenuhan dan obyek dari cinta-kasih?

J. Tidak adanya keserakahan adalah sebuah akar; tidak adanya kebencian adalah sebuah akar; tidak adanya khayalan adalah sebuah akar. Kemauan adalah sebuah akar. Pertimbangan benar  adalah sebuah akar. Apakah “manifestasi”nya? Membuat akar-akar ini terlihat adalah manifestasinya. Apakah “pemenuhan”nya? Ketika seseorang memiliki cinta-kasih, ia menghancurkan kebencian, melenyapkan kasih-sayang yang tidak murni dan memurnikan perbuatan jasmani, ucapan dan pikirannya. Ini disebut “pemenuhan”. Apakah “bukan-pemenuhan”nya? Karena dua penyebab seseorang gagal dalam mempraktikkan cinta-kasih: karena menganggap teman sebagai musuh dan karena kasih-sayang tidak murni. “Bukan pemenuhan” dihasilkan ketika seseorang membangkitkan perasaan permusuhan dan persaingan. Demikianlah “bukan-pemenuhan” dipahami. Apakah “obyek”nya? Makhluk-makhluk adalah “obyek”nya.

Sepuluh kesempurnaan

T. Itu salah. Dalam pengertian mutlak tidak ada yang disebut makhluk. Mengapa dikatakan bahwa makhluk adalah obyeknya? J. Karena perbedaan dalam indria, dalam bahasa biasa, dikatakan bahwa ada makhluk. Sekarang, Bodihisatta dan Mahāsatta* mengembangkan cinta-kasih terhadap semua makhluk dan memenuhi sepuluh kesempurnaan.

T. Bagaimanakah itu? J. Bodhisatta dan Mahāsatta mengembangkan cinta-kasih terhadap semua makhluk dan bertekad untuk memberikan manfaat kepada semua makhluk dan memberikan rasa aman kepada mereka.  Demikianlah mereka memenuhi kesempurnaan kedermawanan.

Bodhisatta dan Mahāsatta mengembangkan cinta-kasih terhadap semua makhluk. Demi kesejahteraan semua makhluk, mereka memisahkan penderitaan dan tidak kehilangan kemampuan kejujuran. Ini bagaikan hubungan antara seorang ayah dengan anak-anaknya. Demikianlah mereka memenuhi kesempurnaan moralitas.

Bodhisatta dan Mahāsatta mengembangkan cinta-kasih terhadap semua makhluk. Demi kesejahteraan semua makhluk, mereka melatih ketidak-serakahan, dan untuk melenyapkan kejahatan makhluk-makhluk, mereka mecapai meditasi, jhāna  dan memasuki keadaan tanpa-rumah. Demikianlah mereka memenuhi kesempurnaan meninggalkan keduniawian.

Bodhisatta dan Mahāsatta mengembangkan cinta-kasih terhadap semua makhluk. Demi kesejahteraan semua makhluk, mereka mempertimbangkan kebaikan dan kejahatan. Memahaminya sesuai dengan kebenaran, memikirkan dengan bijaksana, mereka menolak yang buruk dan mengambil yang baik. Demikianlah mereka memenuhi kesempurnaan kebijaksanaan.

Bodhisatta dan Mahāsatta mengembangkan cinta-kasih terhadap semua makhluk. Demi kesejahteraan semua makhluk, mereka, tanpa meninggalkan usaha, mengerahkannya usaha mereka setiap saat. Demikianlah mereka memenuhi kesempurnaan usaha.

Bodhisatta dan Mahāsatta mengembangkan cinta-kasih terhadap semua makhluk. Demi kesejahteraan semua makhluk, mereka mempraktikkan kesabaran dan tidak menumbuhkan kemarahan saat orang lain menyalahkan atau membenci mereka. Demikianlah mereka memenuhi kesempurnaan kesabaran.

Bodhisatta dan Mahāsatta [743] mengembangkan cinta-kasih terhadap semua makhluk. Demi kesejahteraan semua makhluk, mereka mengucapkan kejujuran, berdiam dalam kejujuran dan mempertahankan kejujuran. Demikianlah mereka memenuhi kesempurnaan kejujuran.

Bodhisatta dan Mahāsatta mengembangkan cinta-kasih terhadap semua makhluk. Demi kesejahteraan semua makhluk, mereka tidak pernah melanggar janji mereka melainkan menepatinya dengan penuh kesetiaan hingga akhir hidup mereka. Demikianlah mereka memenuhi kesempurnaan tekad.

Bodhisatta dan Mahāsatta mengembangkan cinta-kasih terhadap semua makhluk. Demi kesejahteraan semua makhluk, mereka menganggap semua makhluk sama seperti mereka dan memenuhi kesempurnaan cinta-kasih.

Bodhisatta dan Mahāsatta mengembangkan cinta-kasih terhadap semua makhluk. Demi kesejahteraan semua makhluk, mereka menganggap teman-teman, orang-orang netral dan musuh-musuh, sama dan sederajat, tanpa kebencian dan tanpa kemelekatan. Demikianlah mereka memenuhi kesempurnaan keseimbangan.

Dalam cara-cara inilah Bodhisatta dan Mahasatta mempraktikkan cinta-kasih dan memenuhi sepuluh kesempurnaan.

Aku akan menjelaskan (lebih jauh lagi) tentang cinta kasih dan empat tekad.

Sekarang, Bodhisatta dan Mahāsatta setelah mempraktikkan cinta-kasih, setelah memenuhi sepuluh kesempurnaan, memenuhi empat tekad. Yaitu tekad kejujuran, tekad kedermawanan, tekad kedamaian dan tekad kebijaksanaan.

Di sini, kesempurnaan kejujuran, kesempurnaan tekad dan kesempurnaan usaha memenuhi tekad kejujuran.

Kesempurnaan memberi, kesempurnaan moralitas dan kesempurnaan meninggalkan keduniawian, memenuhi tekad kedermawanan.

Kesempurnaan kesabaran, kesempurnaan cinta-kasih dan kesempurnaan keseimbangan memenuhi tekad kedamaian.

Kesempurnaan kebijaksanaan memenuhi tekad kebijaksanaan.

Demikianlah Bodhisatta dan Mahāsatta setelah mempraktikkan cinta-kasih dan memenuhi sepuluh kesempurnaan, memenuhi empat tekad dan mencapai dua keadaan, yaitu, ketenangan dan pandangan terang.

Di sini, tekad kejujuran, tekad kedermawanan dan tekad kedamaian memenuhi ketenangan. Tekad kebijaksanaan memenuhi pandangan terang. Melalui pemenuhan ketenangan, mereka mencapai semua meditasi, jhāna, dan memegang kuat-kuat pembebasan dan konsentrasi. Mereka menyebabkan munculnya konsentrasi keajaiban- ganda  dan konsentrasi pencapaian belas-kasih agung.  Dengan pencapaian Pandangan Terang, mereka memiliki semua pengetahuan supernormal , pengetahuan analitis , kekuatan-kekuatan,  keyakinan . Dan setelahnya mereka membangkitkan pengetahuan alami , dan kemahatahuan.  Demikianlah Bodhisatta dan Mahāsatta mempraktikkan cinta-kasih dan perlahan-lahan mencapai Kebuddhaan.

Cinta-kasih berakhir.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: 40 objek meditasi
« Reply #21 on: 11 February 2012, 10:54:03 PM »
Pikiran Belas-Kasihan Tanpa Batas

T. Apakah belas-kasihan? Bagaimanakah praktiknya? Apakah karakteristik utama, fungsi dan manifestasinya? Apakah manfaatnya? Bagaimanakah prosedurnya?

J. Bagaikan orangtua saat melihat penderitaan anak tunggalnya yang tersayang, berbelas-kasihan, mengatakan, “O, Betapa menderitanya engkau!”, demikian pula seseorang berbelas-kasihan terhadap semua makhluk. Seseorang berdiam dalam belas-kasihan – ini disebut praktiknya. Bukan manifestasi dari bukan-keuntungan adalah karakteristik utamanya. Kebahagiaan adalah fungsinya. Keselamatan  adalah manifestasinya. Manfaatnya sama dengan manfaat cinta-kasih.

Bagaimanakah prosedurnya? Seorang yogi baru pergi ke tempat sunyi dan duduk dengan pikiran terpusat dan tidak terganggu. Jika ia melihat atau mendengar seseorang diserang oleh penyakit, atau seseorang menderita karena tua, atau seseorang yang penuh keserakahan, ia merenungkan sebagai berikut: “Orang itu diserang oleh penderitaan. Bagaimanakah ia menyelamatkan diri dari penderitaan?”.  Dan kemudian, jika ia melihat atau mendengar seseorang yang sesat dan terbelenggu oleh kekotoran, atau seseorang yang memasuki kebodohan, atau seseorang, yang, telah melakukan kebajikan di masa lampau, namun tidak melatih dirinya dalam kehidupan sekarang, ia merenungkan sebagai berikut: “Orang itu diserang oleh penderitaan, ia mengembara dalam kejahatan. Bagaimanakah ia menyelamatkan diri dari penderitaan?”.  Dan kemudian, jika melihat atau mendengar seseorang yang mengikuti ajaran jahat dan tidak mengikuti ajaran yang baik, atau seseorang yang mengikuti ajaran yang tidak menyenangkan dan tidak mengikuti ajaran yang menyenangkan, ia merenungkan sebagai berikut: “Orang itu diserang oleh penderitaan, ia mengembara dalam kejahatan. Bagaimanakah ia menyelamatkan diri dari penderitaan?”.

Yogi tersebut dengan cara-cara ini dan melalui aktivitas-akivitas ini mengembangkan pikiran belas-kasihan terhadap orang tersebut dan mengulanginya. Setelah dengan cara-cara ini dan melalui aktivitas-akivitas ini mengembangkan pikiran belas-kasihan terhadap orang tersebut dan mengulanginya, ia membuat bathinnya menjadi lunak, dan mampu memusatkan pikiran pada obyek. Setelah itu, ia perlahan-lahan mengembangkan (belas-kasihan) terhadap orang-orang yang netral dan musuh. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya. Demikianlah ia memenuhi empat penjuru.

T. Apakah pemenuhan belas-kasihan dan apakah, bukan-pemenuhan? J. Ketika seseorang memenuhi belas-kasihan, ia memisahkan diri dari mencelakai dan dari membunuh. Ia tidak menderita. Ia memisahkan diri dari kasih-sayang yang tidak murni. Melalui dua penyebab belas-kasihan tidak terpenuhi: melalui kekesalan yang muncul dari diri sendiri dan melalui penyiksaan.

T. Semua tidak menderita. Penderitaan tidak selalu terjadi. Kalau begitu, bagaimana mungkin berbelas-kasih kepada semua makhluk? J. Karena semua makhluk pernah di masa lalu mengalami penderitaan, mereka dapat menangkap gambaran dengan baik dan mempraktikkan belas-kasihan di segala tempat. Dan lagi, penderitaan karena kelahiran dan kematian adalah peristiwa yang pasti terjadi pada semua makhluk. Oleh karena itu semua makhluk dapat mempraktikkan belas-kasihan di segala tempat.

Belas-kasihan berakhir.

Pikiran Kegembiraan altruistik Tanpa Batas

T. Apakah kegembiraan altruistik? Bagaimanakah praktiknya? Apakah karakteristik utama, fungsi dan manifestasinya? Apakah manfaatnya? Bagaimanakah prosedurnya?

J. Bagaikan orangtua, yang, melihat kebahagiaan anak tunggalnya yang tersayang, menjadi gembira, dan berkata, “Sādhu!”, demikian pula seseorang mengembangkan kegembiraan altruistik terhadap semua makhluk. Demikianlah kegembiraan altruistik dipahami. Ke-diam-an pikiran yang tidak terganggu dalam kegembiraan altruistik – ini disebut praktiknya. Kegembiraan adalah karakteristik utamanya. Ketidak-takutan adalah fungsinya. Penghancuran ketidak-sukaan adalah manifestasinya. Manfaat-manfaatnya sama dengan manfaat-manfaat cinta-kasih.

Bagaimanakah prosedurnya? Seorang yogi baru pergi ke tempat sunyi dan duduk dengan pikiran terpusat dan tidak terganggu. Ketika ia melihat atau mendengar tentang kualitas-kualitas seseorang yang dihormati oleh orang lain, dan bahwa orang tersebut berada dalam keadaan damai dan gembira, ia berpikir: “Sādhu! sādhu! Semoga ia terus gembira hingga waktu yang lama!”, dan kemudian, ketika ia melihat atau mendengar seseorang tidak mengikuti ajaran jahat, atau orang tersebut tidak mengikuti ajaran yang tidak menyenangkan dan bahwa orang tersebut mengikuti ajaran yang menyenangkan, ia berpikir: : “Sādhu! sādhu! Semoga ia terus gembira hingga waktu yang lama!”. Yogi tersebut dengan cara-cara ini dan melalui aktivitas-aktivitas ini mengembangkan pikiran kegembiraan altruistik dan mengulanginya. Setelah, dengan cara-cara ini dan melalui aktivitas-aktivitas ini mengembangkan pikiran kegembiraan altruistik dan mengulanginya, ia membuat bathinnya menjadi lunak, dan mampu memusatkan pikiran pada obyek. Setelah itu perlahan-lahan ia mengembangkan kegembiraan altruistik kepada orang yang netral dan musuh. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya. Demikianlah ia memenuhi empat penjuru dengan kegembiraan altruistik.

T. Apakah pemenuhan kegembiraan altruistik? Apakah bukan-pemenuhannya? J. Ketika seseorang memenuhi kegembiraan altruistik, ia melenyapkan ketidak-bahagiaan, tidak membangkitkan kasih-sayang yang tidak murni dan tidak mengatakan apa yang tidak benar. Melalui dua cara kegembiraan altruistik tidak dipenuh: melalui kekesalan yang muncul dalam diri dan perbuatan mengejek. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya.

Kegembiraan altruistik berakhir.

Pikiran Keseimbangan tanpa batas

T. Apakah keseimbangan? Bagaimanakah praktiknya? Apakah karakteristik utama, fungsi dan manifestasinya? Apakah manfaatnya? Bagaimanakah prosedurnya?

J. Bagaikan orangtua yang tidak terlalu penuh perhatian juga tidak tanpa perhatian terhadap anaknya yang manapun juga, tetapi menganggap semua anaknya sama dan mempertahankan kesetaraan terhadap mereka, demikian pula melalui keseimbangan seseorang mempertahankan pikiran kesetaraan terhadap semua makhluk. Demikianlah keseimbangan dipahami. Ke-diam-an yang tidak terganggu dalam keseimbangan – ini disebut praktiknya. Ketidak-melekatan adalah karakteristik utamanya. Kesetaraan adalah fungsinya. Penekanan rasa suka dan tidak suka adalah manifestasinya. Manfaat-manfaatnya sama dengan manfaat-manfaat cinta kasih.

T. Bagaimanakah prosedurnya? Yogi tersebut pertama-tama masuk ke dalam meditasi, jhāna ketiga, dengan cinta-kasih, dengan belas-kasihan, dengan kegembiraan altruistik. Setelah mencapai meditasi, jhāna ketiga, dan memperoleh keterampilan di sana, ia melihat ujian berat dari cinta-kasih, belas-kasihan dan kegembiraan altruistik. Suka dan tidak-suka adalah dekat. Hal-hal ini (cinta kasih, dan sebagainya) adalah berhubungan dengan keramahan, kegembiraan dan kesenangan. Keunggulan dari keseimbangan adalah mengatasi ujian berat ini. Yogi tersebut, setelah melihat ujian berat dari cinta-kasih, belas-kasihan dan kegembiraan altruistik dan keunggulan dari keseimbangan, mengembangkan keseimbangan terhadap orang yang netral  dan menenangkan pikirannya. Setelah mengembangkan dan mengulanginya, ia membuat pikirannya menjadi lunak dan mampu memusatkan perhatian pada obyek. Setelah itu, ia perlahan-lahan mengembangkan(nya) terhadap musuh dan terhadap teman. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya. Demikianlah ia memenuhi empat penjuru. Yogi tersebut dengan mempraktikkan demikian mencapai meditasi, jhāna keempat melalui keseimbangan. Dalam tiga cara ia mencapai meditasi kokoh, jhāna, dengan melingkupi makhluk-makhluk, dengan melingkupi desa-desa dan dengan melingkupi segala penjuru.

T. Ketika yogi tersebut mempraktikkan keseimbangan, bagaimanakah ia merenungkan makhluk-makhluk?   

J. Yogi tersebut merenungkan sebagai berikut: “dalam cinta-kasih, belas-kasihan dan kegembiraan altruistik, seseorang bergembira terhadap makhluk-makhluk”, dan dengan melenyapkan kegembiraan, ia membangkitkan keseimbangan. Bagaikan seseorang yang kegirangan saat bertemu dengan temannya yang telah lama berpisah [438] dan kemudian, menjadi tenang, setelah bersama-sama selama beberapa waktu, demikian pula setelah menetap lama bersama cinta-kasih, belas-kasihan dan kegembiraan altruistik, yogi tersebut mencapai keseimbangan. Dan kemudian, ada seseorang. Ia berbicara tentang makhluk-makhluk, “Dengan merenungkan sebagai berikut: Apakah pemenuhan dari keseimbangan? Apakah bukan-pemenuhannya?” Ketika keseimbangan dipenuhi, seseorang menghancurkan rasa suka dan tidak-suka dan tidak memunculkan kebodohan. Melalui dua penyebab keseimbangan tidak dipenuhi: melalui kekesalan yang muncul dalam dirinya dan melalui munculnya kebodohan.

Berbagai ajaran

Saya akan menjelaskan lagi makna dari empat tidak terbatas.

Apakah berbagai ajaran sehubungan dengan empat tidak terbatas?

Seseorang mencapai keluhuran dalam empat tidak terbatas dengan cara mempraktikkannya terhadap binatang, orang tidak bermoral, orang yang bermoral, mereka yang tidak menyukai nafsu, para Pacceka Buddha dan para Buddha yang teragung, menganggap mereka bagaikan seorang ibu menganggap anaknya sesuai tahap-tahap kehidupan (umur) mereka  ;

T. Mengapakah hanya tingkat ketiga dan bukan meditasi, jhāna keempat, yang dicapai dalam cinta-kasih, belas-kasihan dan kegembiraan altruistik?

J. Karena terus-menerus berdiam dalam penderitaan (makhluk lain) seseorang mengembangkan cinta-kasih, belas-kasihan dan kegembiraan altruistik. (Dan dengan demikian tidak ada keseimbangan). Oleh karena itu hanya meditasi, jhāna ketiga yang dicapai dan bukan keempat.

Juga, alam keseimbangan adalah milik meditasi, jhāna keempat karena memiliki dua keseimbangan, yaitu, perasaan netral , dan netralitas dalam hal kondisi-kondisi.  Berdiam di alam keseimbangan dan menganggap semua makhluk setara, seseorang mencapai keseimbangan. Karena sifat-sifat dari tiga tak terbatas, meditasi, jhāna ketiga dan bukan keempat, dihasilkan. Dan lagi, disebutkan bahwa empat meditasi, jhāna dihasilkan melalui empat tidak terbatas. Buddha menyatakan: “Lebih jauh lagi, O para bhikkhu, kalian harus mengembangkan konsentrasi yang memiliki permulaan dan kelangsungan pikiran; kalian harus mengembangkan konsentrasi yang tidak memiliki permulaan, dan hanya memiliki kelangsungan pikiran; kalian harus mengembangkan konsentrasi yang tidak memiliki permulaan dan tidak memiliki kelangsungan pikiran; kalian harus mengembangkan konsentrasi yang memiliki kegembiraan; (kalian harus mengembangkan konsentrasi yang tidak memiliki kegembiraan); kalian harus mengembangkan konsentrasi yang disertai dengan keseimbangan.

T. Mengapa empat tidak terbatas ini dan bukan lima atau tiga yang diajarkan? J. Keragu-raguan dapat muncul sehubungan dengan segala hal. Dan juga, untuk mengatasi kebencian, kekejaman, ketidak-sukaan dan nafsu, seseorang mencapai empat tidak terbatas. Dan lagi, disebutkan bahwa empat ini adalah (diatasi dengan) hanya cinta-kasih. Jika seseorang memunculkan (dalam dirinya) kebencian, kekejaman, ketidak-bahagiaan, maka ia melalui penekanan dalam empat cara, mencapai keluhuran.

Keseimbangan adalah pemurnian cinta-kasih, belas-kasihan dan kegembiraan altruistik, karena melaluinya kebencian dan nafsu dihancurkan.

Lagi jauh lagi, harus dimengerti bahwa empat tidak terbatas memiliki hanya satu sifat meskipun gambarannya berbeda. Dengan demikian karena penekanan penderitaan, karena obyek yang terdiri dari makhluk-makhluk, karena keinginan untuk mensejahterakan, maka empat ini memenuhi satu karakteristik.

Dan lagi, disebutkan bahwa karena keluhuran dalam kondisi-kondisi, karena sesuainya obyek (?) dan manfaat, empat ini berbeda, seperti yang diajarkan oleh Buddha dalam Haliddavasana Sutta : “Dalam alam keindahan, cinta-kasih adalah yang pertama;* dalam alam ruang (tanpa batas), belas-kasihan adalah yang pertama**; dalam alam kesadaran (tanpa batas), kegembiraan altruistik adalah yang pertama+; dalam alam kekosongan, keseimbangan adalah yang pertama.”++

T. Mengapa harus dipahami demikian? J. Harus dipahami demikian karena merupakan kondisi yang diperlukan.

T. Bagaimana? J. Jika seseorang mengembangkan pikiran cinta-kasih, semua makhluk ia sayangi. Karena ia menyayangi semuanya, ia menyebabkan pikirannya merenungkan kasiṇa warna biru-kehijauan, kuning (atau lainnya), dan mencapai meditasi kokoh, jhāna, tanpa kesulitan. Pada saat ini, yogi tersebut mencapai meditasi, jhāna keempat dari unsur bentuk. Oleh karena itu cinta-kasih adalah yang pertama dalam (alam) keindahan.   Saat itu yogi tersebut, bergantung pada cinta-kasih yang ia kembangkan dalam meditasi, jhāna keempat dari unsur bentuk, melampaui (unsur) tersebut.

T. Mengapa begitu dangkal ?  J. Ia mempraktikkan cinta-kasih; oleh karena itu ia mengetahui penderitaan dari unsur bentuk. Bagaimana? Melihat penderitaan makhluk-makhluk ia mengembangkan cinta-kasih melalui penyebab material. Setelah itu ia memahami penderitaan dari unsur bentuk. Ia menyebabkan pikirannya mempertimbangkan untuk melepaskan bentuk dan ruang, dan mencapai meditasi kokoh, jhāna, tanpa kesulitan dalam alam ruang tanpa batas, karena ia bergantung padanya. Oleh karena itu dikatakan bahwa belas-kasihan adalah yang pertama dalam alam ruang tanpa batas.  Yogi tersebut melampaui alam ruang tanpa batas melalui kegembiraan altruistik.

T. Apakah artinya? J. Yogi tersebut, ketika ia mempraktikkan kegembiraan altruistik, merenungkan kesadaran tanpa batas, dan tidak melekat pada apapun. Bagaimanakah? (Melalui) kegembiaan altruistik ini (yogi tersebut) mencapai meditasi kokoh, jhāna, melalui perenungan makhluk-makhluk dalam alam kesadaran tanpa batas yang tidak terikat. Setelah itu, karena tidak terikat, ia menggenggam obyek kesadaran tanpa batas. Bebas dari bentuk dan terikat kepada ruang, ia merenungkan kesadaran tanpa batas dan melalui perenungan banyak obyek, ia mencapai meditasi kokoh tanpa kesulitan. Oleh karena itu, dalam alam kesadaran tanpa batas, kegembiraan altruistik adalah yang pertama.

T. Yogi tersebut melampaui alam kesadaran tanpa batas melalui keseimbangan. Apakah artinya?

J. Yogi tersebut, dengan mempraktikkan keseimbangkan, memenuhi kebebasan dari kemelekatan. Bagaimana? Jika seseorang tidak mempraktikkan keseimbangan, ia akan terikat (kepada hal-hal) dan (berpikir), “Makhluk ini bahagia”, (atau makhluk ini) “menderita”. Atau ia bergantung pada kegembiraan atau kebahagiaan. Selanjutnya ia berpaling dari semua kemelekatan. Ia berpaling dari alam kesadaran tanpa batas  dan bahagia. Ia mencapai meditasi kokoh, jhāna, tanpa kesulitan. Pikirannya tidak terikat pada obyek apapun. Mengapa? Karena dalam alam kekosongan ia tidak dapat terikat kepada kesadaran atau ketiada-batasan. Oleh karena itu, dalam alam kekosongan, keseimbangan adalah yang pertama.

Berbagai ajaran berakhir.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: 40 objek meditasi
« Reply #22 on: 11 February 2012, 10:54:41 PM »
Menentukan Empat Unsur

T. Apakah menentukan empat unsur? Bagaimanakah praktiknya? Apakah karakteristik utama, fungsi dan manfestasinya? Apakah manfaatnya? Bagaimanakah prosedurnya?

J. Melihat empat unsur dalam jasmani diri sendiri – ini disebut membedakan empat unsur. Ke-diam-an pikiran yang tidak terganggu (dalam menentukan) – ini disebut praktiknya. Penyelidikan dari dekat atas empat unsur adalah karakteristik utamanya. Memahami kekosongan adalah fungsinya. Melenyapkan pikiran atas makhluk  adalah manifestasinya.

Apakah manfaatnya? Ada delapan manfaat: Seseorang yang mempraktikkan menentukan empat unsur mengatasi rasa takut, kesenangan duniawi dan ketidak-puasan, berpikiran seimbang terhadap (obyek-obyek) yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, menghancurkan gagasan laki-laki dan perempuan, memiliki kebijaksanaan, memperoleh kemakmuran dan mendekati surga. Kondisi pikirannya jernih. Ia mampu menyempurnakan perbuatannya.

Bagaimanakah prosedurnya? Seorang yogi baru menangkap unsur-unsur dalam dua cara: secara sekilas dan secara seksama. T. Bagaimanakah menangkap unsur-unsur secara sekilas? Yogi tersebut pergi ke tempat sunyi, dan dengan pikiran terpusat merenungkan: “Jasmani ini harus dikenal dari empat unsur. Dalam jasmani ini terdapat sifat padat – yaitu unsur tanah;  (terdapat) sifat lembab – yaitu unsur air;  (terdapat) sifat panas – yaitu unsur api;  (terdapat) sifat gerakan – yaitu unsur angin.  Demikianlah dalam jasmani ini hanya terdapat unsur-unsur. Tidak ada makhluk . Tidak ada jiwa”.6 Demikianlah seseorang menangkap unsur-unsur secara sekilas.  Juga dikatakan bahwa yogi tersebut menangkap unsur-unsur secara sekilas. Ia memahami jasmani ini melalui pemahaman atas sekat rongga badan, warnanya, bentuknya, tempatnya. Yogi tersebut, setelah memahami jasmani ini melalui pemahaman atas sekat rongga badan, warnanya, bentuknya, tempatnya, memahami jasmani ini melalui pemahaman atas daging, warnanya, bentuknya, tempatnya. Yogi tersebut, setelah memahami jasmani ini melalui pemahaman atas daging, warnanya, bentuknya, tempatnya, memahami jasmani ini melalui pemahaman atas urat, warnanya, bentuknya, tempatnya. Yogi tersebut, setelah memahami jasmani ini melalui pemahaman atas urat, warnanya, bentuknya, tempatnya, memahami jasmani ini melalui pemahaman atas tulang, warnanya, bentuknya, tempatnya. Yogi tersebut, dalam empat cara ini menguasai pikirannya. Setelah menguasai pikirannya, ia membuat pikirannya menjadi lunak dan mampu memusatkan perhatian pada obyek. Yogi tersebut, setelah dalam empat cara ini menguasai pikirannya dan setelah membuat pikirannnya lunak dan mampu memusatkan perhatian pada obyek, dalam empat cara (lain) ini mengetahui yang mana yang memiliki sifat padat sebagai unsur tanah; yang mana yang memiliki sifat lembab sebagai unsur air; yang mana yang memiliki sifat panas sebagai unsur api; yang mana yang memiliki sifat bergerak sebagai unsur angin. Demikianlah yogi tersebut, dalam empat cara ini, mengetahui bahwa hanya ada unsur-unsur dan tidak ada makhluk dan tidak ada jiwa. Di sini cara-cara lain juga dipenuhi. Demikianlah seseorang menangkap unsur-unsur secara sekilas.

Dua puluh cara menangkap unsur tanah

Bagaimanakah seseorang menangkap unsur tanah secara seksama? Seseorang menangkap unsur tanah secara seksama melalui dua puluh cara, yaitu, (melalui) rambut kepala dan bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, otot, urat, tulang, sum-sum, ginjal, jantung, hati, paru-paru, limpa, lambung, usus, selaput pembungkus organ dalam tubuh, sekat rongga badan, kotoran, otak (yang terdapat) dalam tubuh ini.

ua belas cara menangkap unsur air

Seseorang menangkap unsur air secara seksama melalui dua belas cara, yaitu, (melalui) empedu, ludah, nanah, darah, keringat, lemak, air-mata, minyak, liur, ingus, cairan sendi, [439] air kencing (yang terdapat) dalam tubuh ini.

Empat cara menangkap unsur api

Seseorang menangkap unsur api secara seksama melalui empat cara, yaitu, (melalui) panas karena demam dan panas normal dari tubuh, cuaca, keseimbangan dingin dan panas dan (panas) yang disebabkan oleh apa yang dicerna yaitu makanan atau minuman yang dikonsumsi seseorang. Ini disebut unsur api.

Enam cara menangkap unsur angin

Seseorang menangkap unsur angin secara seksama melalui enam cara, yaitu, (melalui) angin yang mengalir ke atas, angin yang mengalir ke bawah, angin yang bergantung pada perut, angin yang bergantung pada punggung,  angin yang bergantung pada organ-organ tubuh, angin dari nafas masuk dan keluar.

Demikianlah ketika seseorang melihat tubuh ini dalam empat puluh dua cara, hanya unsur-unsur yang memperlihatkan dirinya, tidak ada makhluk. Tidak ada jiwa. Demikianlah unsur-unsur ditangkap secara seksama.

Dan juga, guru-guru terdahulu  mengatakan bahwa seseorang harus menentukan empat unsur melalui sepuluh cara, yaitu, melalui makna dari istilah-istilah,  melalui obyek, kelompok-kelompok kehidupan, serbuk,  ketidak-berpisahan, kondisi,  karakteristik,  kemiripan dan ketidak-miripan,  kesamaan dan perbedaan,  boneka.

Pertama, bab yang merujuk pada makna dari istilah-istilah adalah sebagai berikut: -

T. Bagaimanakah seseorang menentukan unsur-unsur melalui istilah-istilah?

J. Dua istilah, yaitu, istilah umum dan khusus. Di sini empat utama adalah (istilah) umum. Unsur-tanah, unsur-air, unsur-api, unsur angin adalah istilah khusus.

T. Apakah makna dari “empat utama”?

J. Penjelmaan besar disebut utama. Besar; tidak nyata; tetapi seolah-olah nyata. Karena itu disebut “utama” “Besar”: Melalui yakkha dan lainnya istilah besar juga berlaku.

T. Mengapa “penjelmaan besar” disebut besar?

J. Unsur-unsur adalah “penjelmaan besar” seperti yang dinyatakan oleh Sang Buddha dalam syair berikut:

   “Aku menyatakan ukuran bumi ini adalah
   dua ratus ribu nahuta empat.
   Empat ratus ribu nahuta delapan
   Adalah kumpulan air; udara di angkasa
   Yang dihitung dalam nahuta adalah enam
   Sembilan kali seratus ribu; di dalam itulah   
   Dunia kita ini terletak. Di dunia ini terdapat   
   Api yang menyala besar hingga ke alam Brahma selama tujuh hari”

“Penjelmaan besar” adalah demikian. Karena itu disebut utama.

T. Bagaimanakah yang utama tersebut tidak nyata namun seolah-olah nyata?

J. Apa yang disebut utama bukanlah laki-laki dan bukan perempuan. Mereka hanya terlihat melalui bentuk seorang laki-laki atau seorang perempuan. Dan unsur bukanlah panjang atau pendek. Hanya terlihat dalam bentuk panjang atau pendek. Suatu unsur bukanlah pohon atau gunung, tetapi terlihat melalui bentuk pohon atau gunung. Demikianlah yang utama itu tidak nyata, tetapi terlihat seperti nyata dan disebut utama.

Apakah arti dari “melalui yakkha dan yang lainnya”? seperti yakkha yang merasuki seseorang dan menguasainya. Melalui yakkha, jasmani orang tersebut akan menjelma dalam empat kualitas: keras, air (yang berlebihan), panas dan ringan dalam bergerak. Demikian pula empat unsur yang tergabung dalam jasmani memenuhi empat kualitas. Melalui penggabungan dengan unsur tanah, kualitas keras terpenuhi. Melalui penggabungan dengan unsur air, cairan terpenuhi. Melalui penggabungan dengan unsur api, panas terpenuhi. Dan melalui penggabungan dengan unsur angin, ringan dalam bergerak terpenuhi. Oleh karena itu, utama-utama ini dikenal “melalui yakkha dan yang lainnya”. Utama adalah arti dari kata tersebut.


Empat unsur

T. Apakah arti dari unsur-tanah, unsur-air, unsur-api dan unsur-angin?

J. Luas dan padat disebut sebagai arti dari tanah. Dapat diminum dan pemeliharaan – ini merupakan arti dari air. Menerangi adalah arti dari api. Bergerak kesana-kemari adalah arti dari angin.

Apakah arti dari unsur? Artinya adalah ingatan terhadap jasmani, dan selanjutnya inti dari tanah adalah unsur tanah. Inti dari air adalah unsur air. Inti dari api adalah unsur api. Inti dari angin adalah unsur angin.

Apakah inti dari tanah? Sifat keras; sifat kuat; sifat padat; sifat tidak-bergerak; sifat aman; sifat menyokong. Semua ini disebut inti dari tanah.

Apakah inti dari air? Sifat mengalir; sifat lembab; sifat cair; sifat menetes; sifat terserap; sifat bertambah; sifat melompati; dan sifat kohesi. Semua ini disebut inti dari air.

Apakah yang disebut inti dari api? Sifat panas; sifat hangat; sifat menguap; sifat mematangkan; sifat menghanguskan; dan sifat menyergap. Semua ini disebut inti dari api.

Apakah inti dari angin? Sifat menyokong; sifat sejuk; sifat masuk dan keluar; sifat bergerak dengan mudah; sifat mencapai tempat rendah; dan sifat menyergap. Semua ini disebut inti dari angin.

Semua ini adalah arti dari unsur-unsur. Demikianlah seseorang menentukan unsur-unsur melalui makna istilah-istilah.

T. Bagaimanakah seseorang menentukan unsur-unsur melalui “obyek”?

J. Dalam unsur tanah, kestabilan adalah obyeknya. Dalam unsur air, kohesi adalah obyeknya. Dalam unsur api, mematangkan adalah obyeknya. Dalam unsur angin, penyergapan adalah obyeknya.

Dan lagi, dalam unsur tanah, menegakkan adalah obyeknya; dalam unsur air, mengalir adalah obyeknya; dalam unsur api, menyebabkan pergerakan ke atas adalag obyeknya; dalam unsur angin, berputar adalah obyeknya. Dan selanjutnya, karena dekatnya dua unsur, seseorang, pertama-tama, (dalam melangkah maju) mengangkat satu kakinya; dan setelah itu, karena dekatnya dua unsur, ia mengangkat kakinya yang lain. Dan karena dekatnya dua unsur, seseorang bangkit dan berjalan. Karena dekatnya dua unsur, pertama-tama, kelambanan dan ketumpulan muncul. Karena dekatnya dua unsur, seseorang menjadi bersemangat sesudahnya. Karena dekatnya dua unsur, seseorang menjadi tertekan oleh beban berat pada mulanya. Karena dekatnya dua unsur, ia menjadi ringat setelahnya. Demikianlah seseorang menentukan empat utama melalui “obyek”.

Bagaimanakah seseorang menentukan empat utama melalui “kelompok-kelompok kehidupan”? Kelompok-kelompok kehidupan terdiri dari unsur-tanah, unsur-air, unsur-api, unsur-angin. Melalui unsur-unsur ini, bentuk, bau-bauan, rasa kecapan, dan sentuhan terjadi. Delapan ini biasanya muncul bersama-sama; ada bersama-sama dan tidak berpisah. Kombinasi ini disebut kelompok kehidupan. Dan selanjutnya, ada empat jenis, yaitu, kelompok tanah, kelompok air, kelompok api dan kelompok angin. Dalam kelompok tanah, unsur-tanah adalah yang utama; dan unsur-air, unsur-api dan unsur-angin perlahan-lahan, berturut-berturut, berkurang. Dalam kelompok air, unsur-air adalah yang utama; dan unsur-tanah, unsur-angin dan unsur-api perlahan-lahan, berturut-berturut, berkurang. Dalam kelompok api, unsur-api adalah yang utama; dan unsur-tanah, unsur-angin dan unsur-air perlahan-lahan, berturut-berturut, berkurang. Dalam kelompok angin, unsur-angin adalah yang utama; dan unsur-api, unsur-air dan unsur-tanah perlahan-lehan, berturut-berturut, berkurang.  Demikianlah seseorang menentukan empat unsur melalui “kelompok-kelompok kehidupan”.

T. Bagaimanakah seseorang menentukan empat utama melalui “serbuk”?

J. Seseorang menentukan unsur tanah sebagai unsur paling halus diangkasa.  Tanah ini bercampur dengan air; karena itu tidak berserakan. Karena dimatangkan oleh api, maka menjadi tidak berbau; karena disokong oleh angin, maka berputar. Demikianlah seseorang menentukan. Juga, para pendahulu mengatakan: “Jika digiling menjadi debu, unsur tanah dalam tubuh dari seorang manusia akan sebanyak satu koku  dua sho. Kemudian, jika dicampur dengan air, maka menjadi enam sho lima go.  Dimatangkan oleh api, berputar oleh angin”. Demikianlah seseorang menentukan jasmani melalui “serbuk”.

T. Bagaimanakah seseorang menentukan jasmani ini melalui “ketidak-berpisahan”?

J. Unsur-tanah menyatu oleh air; dimatangkan oleh api; disokong oleh angin. Demikianlah tiga unsur bergabung. Unsur-air terletak di tanah; dimatangkan oleh api; disokong oleh angin; demikianlah tiga unsur saling menyatu. Unsur-api terletak di tanah; menyatu oleh air; disokong oleh air. Demikianlah tiga unsur dimatangkan. Unsur angin terletak di tanah; disatukan oleh air; dimatangkan oleh api. Demikianlah tiga unsur disokong. Tiga unsur tersebut terletak di tanah. Disatukan oleh air, tiga unsur tersebut tidak terpisah. Dimatangkan oleh api, tiga unsur tersebut menjadi tidak berbau. Disokong oleh angin, tiga unsur tersebut berputar, dan bersama-sama, tidak berserakan. Demikianlah empat unsur saling bergantungan satu sama lain dan tidak terpisah. Demikianlah seseorang menentukan unsur-unsur melalui ketidak-berpisahan.

T. Bagaimanakah seseorang menentukan unsur-unsur melalui “kondisi”?

J. Empat penyebab dan empat kondisi menghasilkan unsur-unsur. Apakah empat itu? Yaitu kamma, kesadaran, musim dan makanan. Apakah kamma? Empat unsur yang dihasilkan dari kamma memenuhi dua kondisi, yaitu, kondisi-menghasilkan  dan kondisi-kamma.  Unsur-unsur lainnya memenuhi kondisi-dukungan-penentuan.  Kesadaran: - Empat unsur yang dihasilkan dari kesadaran memenuhi enam kondisi, yaitu, kondisi-menghasilkan, kondisi-kemunculan,  kondisi-mendukung,  kondisi-makanan,  kondisi-indria,  kondisi-kehadiran.  Unsur-unsur lainnya memenuhi kondisi,  kondisi-mendukung dan kondisi-kehadiran.

Dalam kesadaran pada saat memasuki rahim, jasmani memenuhi tujuh kondisi, yaitu, kondisi-kemunculan, kondisi-kebersamaan,  kondisi-mendukung, kondisi-makanan, kondisi-indria, kondisi-akibat,  kondisi-kehadiran.

Kesadaran dari yang-akan-terlahir memenuhi tiga kondisi sehubungan dengan jasmani yang-belum-dilahirkan, yaitu, kondisi-setelah-kemunculan,  kondisi-mendukung dan kondisi-kehadiran. Empat utama yang  dihasilkan dari musim memenuhi dua kondisi, yaitu, kondisi-menghasilkan dan kondisi-kehadiran. Unsur-unsur lainnya memenuhi dua kondisi, yaitu, kondisi-mendukung dan kondisi-kehadiran. Makanan: - empat utama yang dihasilkan dari makanan memenuhi tiga kondisi, yaitu, kondisi-menghasilkan, kondisi-makanan dan kondisi-kehadiran. Unsur-unsur lainnya memenuhi dua kondisi, yaitu, kondisi-mendukung dan kondisi-kehadiran. Di sini, empat unsur yang dihasilkan dari kamma adalah unsur-unsur kemunculan. (Unsur-unsur yang saling bergantungan) memenuhi empat kondisi, yaitu, kondisi-kemunculan, kondisi-kebersamaan, kondisi-mendukung, kondisi-kehadiran. Demikianlah seseorang harus mengetahui (unsur-unsur) yang dihasilkan dari kesadaran, dihasilkan dari musim dan dihasilkan dari makanan. Unsur-tanah menjadi kondisi bagi unsur-unsur lainnya sebagai wadah. Unsur-air menjadi kondisi bagi unsur-unsur lainnya sebagai pengikat. Unsur-api menjadi kondisi bagi unsur-unsur lainnya untuk mematangkan. Unsur-angin menjadi kondisi bagi unsur-unsur lainnya sebagai penyokong. Demikianlah seseorang menentukan unsur-unsur melalui “kondisi”.

[440] Bagaimanakah seseorang menentukan unsur-unsur melalui “karakteristik”? J. Karakteristik dari unsur tanah adalah keras. Karakteristik dari unsur air adalah mengalir. Karakteristik dari unsur api adalah panas. Karakteristik dari unsur angin adalah sejuk. Demikianlah seseorang menentukan unsur-unsur melalui “karakteristik”.

T. Bagaimanakah seseorang menentukan unsur-unsur melalui “kemiripan dan ketidak-miripan”?  J. Unsur tanah dan unsur air mirip karena keduanya dapat ditimbang. Unsur api dan unsur angin mirip karena keduanya ringan. Unsur air dan unsur api tidak mirip. Unsur air dapat melawan keringnya unsur api; oleh karena itu tidak mirip. Karena berlawanan, unsur tanah dan unsur angin tidak mirip. Unsur tanah menghalangi aliran unsur angin; unsur aingin dapat menghancurkan unsur tanah. Oleh karena itu tidak mirip. Dan lagi, empat unsur mirip karena sifat yang sama atau tidak mirip karena karakteritik alaminya. Demikianlah seseorang menentukan unsur-unsur menurut “kemiripan dan ketidak-miripan”.

T. Bagaimanakah seseorang menentukan unsur-unsur melalui “kesamaan dan perbedaan”? J. Empat unsur yang dihasilkan dari kamma memiliki satu sifat, karena dihasilkan oleh kamma; dari segi karakteristik, empat unsur tersebut berbeda. Dengan cara yang sama seseorang harus memahami empat unsur yang dihasilkan dari kesadaran, dari musim dan dari makanan.

(Bagian-bagian) dari unsur-tanah dari empat sebab dan kondisi memiliki satu sifat karena karakteristik; dari segi sebab, unsur tersebut berbeda. Dengan cara yang sama, seseorang harus memahami unsur-angin, unsur-api dan unsur-air dari empat sebab dan kondisi. Empat unsur memiliki satu sifat karena sama-sama merupakan unsur, karena merupakan utama-utama besar; memiliki satu sifat karena merupakan benda; memiliki satu sifat karena ketidak-kekalannya; memiliki satu sifat karena penderitaannya; memiliki satu sifat karena tiada-inti. Berbeda karena karakteristik-karakteristiknya; berbeda karena obyek; berbeda karena kamma; berbeda karena perbedaan sifat kesadaran; berbeda karena perbedaan sifat musim; berbeda karena perbedaan sifat makanan; berbeda karena perbedaan-perbedaan sifat; berbeda karena perbedaan-perbedaan kemunculan; berbeda karena perbedaan kelahiran; berbeda karena perbedaan makanan. Demikianlah seseorang menentukan unsur-unsur melalui “Kesamaan dan perbedaan”.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: 40 objek meditasi
« Reply #23 on: 11 February 2012, 10:57:33 PM »
Perumpamaan boneka

T. Bagaimanakah seseorang menentukan unsur-unsur melalui “boneka”? J. Ini bagaikan seorang pengrajin boneka ahli yang membuat (patung) manusia dari kayu, lengkap dengan setiap bagiannya, dalam bentuk laki-laki atau perempuan, dan membuatnya berjalan, menari, duduk atau jongkok dengan menarik tali. Demikianlah boneka-boneka ini disebut jasmani; si pengrajin boneka adalah kekotoran masa lampau yang karenanya jasmani ini menjadi lengkap; tali-temali adalah urat; tanah liat adalah daging; cat adalah kulit; celah-celah adalah ruang. (Dengan) permata, pakaian dan perhiasan, (mereka) disebut laki-laki dan perempuan. Pikiran (dari laki-laki dan perempuan) dikenali sebagai sentakan oleh unsur-angin. Demikianlah mereka berjalan, diam, keluar, masuk, meregang, menunduk, berbalik atau berbicara.

Orang-orangan boneka ini, terlahir bersama dengan unsur kesadaran, akan mengalami kegelisahan, kesedihan dan penderitaan melalui sebab-sebab dan kondisi-kondisi kegelisahan dan siksaan. Mereka tertawa atau bersenang-senang atau memikul. Makanan memelihara boneka-boneka ini; dan kemampuan hidup  membuat boneka-boneka ini terus bergerak. Akhir kehidupan berakibat dalam pecah berserakannya boneka ini. Jika ada kamma yang mengotori, sekali lagi boneka baru akan muncul. Awal pertama dari boneka demikian tidak dapat terlihat; juga, akhir dari boneka demikian tidak dapat terlihat.  Demikianlah seseorang menentukan unsur-unsur melalui “boneka”. Dan yogi tersebut dengan cara-cara ini dan melalui aktivtas-aktivitas ini melihat jasmani ini melalui “boneka” sebagai: “Tidak ada makhluk; tidak ada jiwa”.

Ketika yogi tersebut telah menyelidiki melalui obyek unsur-unsur dan melalui munculnya perasaan, persepsi, bentukan-bentukan dan kesadaran, ia melihat nama dan bentuk. Setelah itu, ia melihat bahwa nama-dan-bentuk adalah penderitaan, adalah keserakahan, adalah sumber penderitaan; dan ia melihat bahwa dalam hancurnya keserakahan terdapat hancurnya penderitaan, dan bahwa Jalan Mulia Delapan mengarah menuju penghancuran penderitaan secara total. Demikianlah yogi tersebut melihat Empat Kebenaran Mulia dengan lengkap. Pada saat itu ia melihat tekanan penderitaan melalui ketidak-kekalan, penderitaan dan tanpa-diri. Dengan selalu memperhatikan hal-hal ini, pikirannya menjadi tidak terganggu. Ia melihat keunggulan dari hancurnya penderitaan melalui kebijaksanaan, ketenangan dan ketiadaan-nafsu. Dengan cara ini, yogi tersebut, melihat tekanan penderitaan dan keunggulan dari lenyapnya, berdiam dengan damai memiliki kemampuan, kekuatan dan faktor-faktor penerangan sempurna.  Ia mewujudkan kesadaran yang maju dari persepdi bentukan-bentukan dan mencapai unsur kemuliaan tertinggi.

Menentukan empat unsur berakhir

Kejijikan terhadap makanan

T. Apakah persepsi kejijikan terhadap makanan?  Bagaimanakah praktiknya? Apakah karakteristik utama, fungsi, penyebab langsung  dan manifestasinya? Apakah manfaatnya? Bagaimanakah prosedurnya?

J. Sang yogi, memperhatikan kejijikan dari apa yang terdapat dalam bentuk makanan dikunyah, dijilat, diminum atau dimakan,  dan mengetahui dengan baik persepsi ini. Ini disebut persepsi kejijikan terhadap makanan. Ke-diam-an pikiran yang tidak terganggu dalam persepsi ini adalah praktiknya. Memahami cacat dari makanan adalah karakteristik utamanya. Ketidak-senangan adalah fungsinya. Mengatasi keinginan adalah manifestasinya.

Apakah manfaatnya? Yogi tersebut memperoleh delapan manfaat: ia yang mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan mengetahui sifat dari makanan; ia memahami benar lima keinginan; ia mengetahui kelompok materi (jasmani); ia mengetahui persepsi ketidak-murnian; ia mengembangkan secara penuh perhatian terhadap bagian dalam tubuh; pikirannya menyusut dari keinginan akan makanan lezat;  ia memperoleh kemakmuran; ia mendekati surga.

Bagaimanakah prosedurnya? Yogi baru pergi ke tempat sunyi, duduk dengan pikiran terpusat dan tidak terganggu, dan merenungkan kejijikan dari apa yang terdapat dalam bentuk makanan dikunyah, dijilat, diminum atau dimakan sebagai berikut: “Ini dan itu adalah beberapa ratus jenis makanan lezat yang dimasak bersih. Memuaskan bagi orang. Warna dan baunya sempurna. Layak bagi para mulia. Tetapi setelah makanan-makanan ini memasuki tubuh, makanan tersebut menjadi tidak murni, menjijikkan, busuk, buruk sekali”.

Seseorang mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan dalam lima cara: melalui (tugas) mencarinya; melalui (tugas) mengunyahnya; melalui wadahnya; melalui keluaran; dan melalui kelompok kehidupan.

T. Bagaimanakah yogi tersebut mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan melalui (tugas) “mencarinya”?

J. Yogi tersebut melihat bahwa banyak makhluk mengalami banyak kesulitan dalam mencari minuman dan makanan; mereka melakukan banyak perbuatan jahat seperti membunuh dan mencuri (demi memperoleh makanan). Lebih jauh lagi, ia melihat bahwa makhluk-makhluk ini adalanh penerima berbagai bentuk penderitaan dan terbunuh atau kehilangan kebebasannya. Dan lagi, ia melihat bahwa makhluk-makhluk demikian melakukan berbagai perbuatan jahat seperti berkeinginan kuat dalam mencari benda-benda, menipu dan berpura-pura bersemangat. Demikianlah makhluk-makhluk ini melakukan kejahatan. Melihat makanan dengan cara demikian, ia mengembangkan ketidak-senangan melalui pikiran: “air kencing dan kotoran yang tidak murni adalah karena minuman dan makanan”.

Tempat tinggal tanpa rumah

Selanjutnya, ia melihat orang yang bertempat tinggal tanpa rumah di hutan yang bersih di mana bunga-bunga harum mekar, di mana burung-burung berkicau dan suara-suara binatang-binatang liar terdengar. Di tempat yang sangat mendukung itu di mana orang baik tersebut berlatih, terdapat bayangan-bayangan keteduhan pohon-pohon, belukar dan air yang memikat hati orang-orang. Tanahnya datar dan sangat bersih; tidak ada yang tidak rata.  Melihat ini, orang-orang mengaguminya dengan terpesona. Di sini tidak ada pertengkaran dan keributan. Tempat ini di mana orang-orang tanpa rumah berlaltih untuk mencapai Pencerahan adalah seperti tempat tinggal Brahma.  Di tempat seperti ini pikiran tidak terbelenggu; dan ia, senantiasa membacakan (Dhamma) dan mengembangkan konsentrasi, menikmati praktik perbuatan-perbuatan baik. (Meningggalkan tempat tersebut) seorang tanpa rumah pergi mencari makanan dalam cuaca dingin dan panas, berangin dan berdebu, lumpur dan hujan. Ia melintasi jalan-jalan curam. Dengan mangkuk di tangan, ia meminta makanan, dalam meminta-minta tersebut ia memasuki rumah-rumah lainnya.  Melihat hal itu, yogi itu memunculkan pikiran tertekan dalam pikirannya sebagai berikut: “Minuman dan makanan adalah tidak murni. Keluar dalam bentuk kotoran dan air kencing. Demi kotoran itu seseorang pergi mencari makanan”. Demikianlah ia melepaskan, ia harus mencari kebahagiaan tertinggi.

Dan lagi, yogi tersebut melihat praktik dari seorang tanpa rumah. Ketika ia (orang tanpa tumah) meminta, ia harus melewati tempat-tempat di mana kuda-kuda liar, gajah-gajah liar dan binatang lainnya berkumpul dan tempat-tempat di mana anjing-anjing dan babi-babi menetap. Ia harus pergi ke tempat-tempat di mana para pelaku kejahatan menetap. Ia harus menginjak lumpur atau kotoran di tempat-tempat yang tidak bersih. Ia harus berdiri di pintu rumah-rumah orang lain, dengan diam, selama beberapa saat. Ia harus menutupi tubuhnya dengan pakaian. Lebih jauh lagi, ia ragu-ragu sehubungan dengan makanan yang diperoleh.  Yogi tersebut berpikir: “Makanan orang ini seperti makanan anjing”, dan ia memunculkan ketidak-senangan sehubungan dengan makanan sebagai berikut: “Mencari makanan sungguh membosankan. Bagaimana aku dapat memakan makanan ini? Aku akan meminta dari orang lain.” Demikianlah seseorang mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan melalui “mencarinya”.

T. Bagaimanakah yogi tersebut mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan melalui “mengunyahnya”?

J. Yogi tersebut melihat seseorang yang, setelah mencari dan memperoleh minuman dan makanan, duduk di hadapan makanan itu. Ia membuat (makanan keras) menjadi lunak dengan mencampurnya dengan saus ikan. Ia meremasnya dengan tangannya, mengunyahnya dalam mulutnya, mengumpulkannya dengan bibirnya, menggilingnya dengan giginya, membaliknya dengan lidahnya, mengaduknya dengan ludah dan serum.  Hal ini sangat menjijikkan seperti muntahan anjing. Demikianlah seseorang mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan melalui “mengunyah”.

T. Bagaimanakah seseorang mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan melalui “wadah”?

J. Demikianlah makanan-makanan ini ditelan dan masuk ke perut bercampur dengan kotran dan sisa-sisa yang ada di sana. Setelah itu, makanan itu masuk ke usus. Dimakan oleh ratusan jenis cacing (ulat). Dipanaskan kemudian dicerna. Demikianlah makanan itu menjadi sangat menjijikkan. Ini seperti muntahan seseorang yang ditampung dalam sebuah mangkuk kotor. Demikianlah seseorang mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan melalu “wadah”.

T. Bagaimanakah seseorang mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan melalui “keluaran”?

J. Makanan-makanan ini dicerna oleh panas dan bercampur dengan kotoran-kotoran lama dan baru. Bagaikan alkohol fermentasi yang memancar keluar dari kendi yang pecah, makanan itu mengalir ke seluruh tubuh. Dengan mengalir, makanan itu memasuki pembuluh darah, jaringan kulit, muka dan mata. Makanan tersebut mengalir keluar melalui sembilan lubang dan sembilan puluh sembilan ribu pori-pori. Demikianlah melalui aliran, [441] makanan-makanan ini terpisah dalam lima bagian; satu bagian dimakan oleh ulat; satu bagian berubah menjadi panas; satu bagian memelihara tubuh; satu bagian menjadi air kencing; dan satu bagian berasimilasi dengan tubuh. Demikianlah seseorang mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan melalui “keluaran”.

T. Bagaimanakah seseorang mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan melalui “kelompok kehidupan”?

J. Minuman dan makanan ini yang mengalir menjadi rambut kepala dan bulu badan, kuku dan lainnya. Minuman dan makanan ini membentuk seratus satu bagian dari tubuh. Jika tidak menetes keluar. Minuman dan makanan ini akan menyebabkan seratus satu penyakit. Demikianlah seseorang mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan melalui “kelompok kehidupan”.

Yogi tersebut dengan cara-cara ini dan melalui aktivitas-aktivitas ini mengembangkan persepsi kejijikan terhadap makanan. Melalui ketidak-senangan, pikirannya menjadi bebas dan tidak kacau. Karena pikirannya tidak kacau, ia menghancurkan rintangan-rintangan, memunculkan faktor-faktor meditasi (jhāna) dan berdiam dalam konsentrasi-pendahuluan.

Persepsi kejijikan terhadap makanan berakhir.+

Alam kekosongan dan alam bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi adalah sama seperti yang telah dijelaskan dalam bagian kasiṇa tanah sebelumnya.

Di sini sebuah syair mengatakan: -
   
   Subyek-subyek meditasi di sini   
   Ditunjukkan kepada sang yogi secara singkat
   Bagaikan seseorang yang menunjukkan jalan menuju Pātaliputta .
   Apa yang diajarkan secara singkat dapat ia ketahui seluruhnya
   Dan dengan mengamati ia memahami
        kebenaran dari ketidak-benaran.
        Dari apa yang ada di sini secara terperinci diungkapkan,
        Yaitu, tanda-tanda dan kualitas-kualitas lengkap,
        Seseorang harus mengetahui, seperti apa adanya, cakupan   
        Dari Jalan Kebebasan.


Empat Puluh Objek Meditasi Selesai

Offline chietra

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 1
  • Reputasi: 0
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: 40 objek meditasi
« Reply #24 on: 24 March 2012, 05:23:31 PM »
maksudnya perenungan  4 unsur apaan yah????;D

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: 40 objek meditasi
« Reply #25 on: 25 March 2012, 12:12:43 AM »
maksudnya perenungan  4 unsur apaan yah????;D

coba baca dari awal sampe habis, ada penjelasannya kok.
btw, anda apakah chietra yg itu?