//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)  (Read 129771 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #120 on: 25 September 2010, 11:31:31 PM »
Namo Buddhaya,

Wah mulai banyak yang reply, sebelumnya terima kasih buat semua kawan-kawan di Dhammacitta.  :)


Bro Triyana yang baik, bila seseorang yang belum mendalami mengenai rokok mungkin menganggap setiap asap rokok sama saja, padahal bagi mereka yang telah mendalami (perokok tulen) mereka bisa membedakan antara rokok gudang garam dengan ji sam su misalnya..

Demikian juga pengertian Moksa dan Nibbana berbeda, karena pada waktu moksa ada atman yang kembali kepada Paramatman, sedangkan Nibbana Buddhis tak ada atman, yang ada hanya kumpulan unsur-unsur kemelekatan (pancakhandha) yang timbul oleh kondisi-kondisi

Berhentinya kondisi-kondisi itulah yang disebut Nibbana.

Menurut perkiraan saya moksa adalah masuk ke alam Jhana (yang dapat turun dan terlahir kembali). Sedangkan Nibbana adalah terlepas/terbebas dari seluruh 31 alam kehidupan dan tak akan terlahir kembali.
 
_/\_


Bro Fabian yang baik, didalam Agama Hindu memang mengakui adanya Atman (http://en.wikipedia.org/wiki/Ātman_(Hinduism) ) tetapi kita tidak boleh serta merta mengangap hal tersebut keliru, didalam Agama Buddha-pun dikenal Atman (http://en.wikipedia.org/wiki/Ātman_(Buddhism) ).

Tentang pengertian Moksa dan Pencapaian Nibbana/Nirvana juga tidak dapat dikatakan suatu hal yang berbeda, dalam bahasa mungkin tapi tidak dalam arti. Saya kira bro Febian salah memaknai Diri dan diri, didalam Agama Buddha dikenal adanya Diri yaitu hakikat Kebuddhaan seseorang yang sudah ada, sekarang ada dan akan tetap ada didalam orang tersebut. Sedangkan diri adalah rasa keakuan anda yang terdelusi oleh avidya. Ketika seseorang mencapai Kebuddhaan individualitas-nya tidaklah lenyap tetapi Kesadaran terdalam orang tersebut menjadi tercerahkan dan mengetahui segalanya.

 Dr. Kosho Yamamoto, who translated the entire Mahāparinirvāṇa Sūtra into English, tells of how the Buddha speaks in that scripture of doctrines previously not articulated. Now, in order to correct people’s misunderstanding of the Dharma, the Buddha - according to Yamamoto - tells of how He speaks of the positive qualities of nirvana, which includes the self:


"He [i.e. the Buddha] says that he is now ready to speak about the undisclosed teachings. Men abide in upside-down thoughts. So he will now speak of the affirmative attributes of Nirvana, which are none other than the Eternal, Bliss, the Self and the Pure.[16]"

"The true self of the Buddha is indeed said to be pure, real and blissful, and to be attainable by anyone in the state of mahāparinirvāna"

"the Mahabheriharaka Sutra insists: "... at the time one becomes a Tathagata, a Buddha, he is in nirvana, and is referred to as 'permanent', 'steadfast', 'calm', 'eternal', and 'Self' [atman]"

"" Similarly, the Śrīmālā Sūtra declares unequivocally: "When sentient beings have faith in the Tathagata [Buddha] and those sentient beings conceive [him] with permanence, pleasure, self, and purity, they do not go astray. Those sentient beings have the right view. Why so? Because the Dharmakaya [ultimate nature] of the Tathagata has the perfection of permanence, the perfection of pleasure, the perfection of self, the perfection of purity. Whatever sentient beings see the Dharmakaya of the Tathagata that way, see correctly."

"An early Buddhist tantra, the Guhyasamājā Tantra, declares: "The universal Self of entities sports by means of the illusory samādhi. It performs the deeds of a Buddha while stationed at the traditional post" (i.e. while never moving). The same tantra also imbues the self with radiant light (a common image): "The pure Self, adorned with all adornments, shines with a light of blazing diamond ..."

"the All-Creating King Tantra (the Kunjed Gyalpo Tantra, a scripture of the Nyingma school of Tibetan Buddhism, also designated a sutra) has the primordial Buddha, Samantabhadra, state, "... the root of all things is nothing else but one Self … I am the place in which all existing things abide."[29]"

"Furthermore, the Tibetan Buddhist scripture entitled The Expression of Manjushri's Ultimate Names (Mañjuśrī-nāma-saṅgīti), as quoted by the Tibetan Buddhist master, Dolpopa,[30] applies the following terms to the Ultimate Buddhic Reality:

"the Pervasive Lord"

"the Supreme Guardian of the world"

"Buddha-Self"

"the Beginningless Self"

"the Self of Thusness"

"the Self of primordial purity"

"the Source of all"

"the Single Self"

"the Diamond Self"

"the Solid Self"

"the Holy, Immovable Self"

"the Supreme Self"

"the Supreme Self of All Creatures".


"Moreover, with reference to one of Vasubandhu's commentarial works, Dolpopa affirms the reality of the pure self, which is not the worldly ego, in the following terms:

"... the uncontaminated element is the buddhas' supreme Self ... because buddhas have attained pure Self, they have become the Self of great Selfhood. Through this consideration, the uncontaminated is posited as the supreme Self of buddhas."[31]"

The 14th Dalai Lama on the "subtle person or self"

In 2005, commenting on the Tibetan Book of the Dead, a text in the highest yoga tantra, the 14th Dalai Lama explained how this tantra conceives both of a temporary person, and a subtle person or self, which it links to the Buddha nature. He writes:

… when we look at [the] interdependence of mental and physical constituents from the perspective of Highest Yoga Tantra, there are two concepts of a person. One is the temporary person or self, that is as we exist at the moment, and this is labeled on the basis of our coarse or gross physical body and conditioned mind, and, at the same time, there is a subtle person or self which is designated in dependence on the subtle body and subtle mind. This subtle body and subtle mind are seen as a single entity that has two facets. The aspect which has the quality of awareness, which can reflect and has the power of cognition, is the subtle mind. Simultaneously, there is its energy, the force that activates the mind towards its object – this is the subtle body or subtle wind. These two inextricably conjoined qualities are regarded, in Highest Yoga Tantra, as the ultimate nature of a person and are identified as buddha nature, the essential or actual nature of mind.[32]

Sedangkan dalam aliran Theravada dari buku-buku yang saya baca juga membenarkan adanya suatu Diri (ingat bukan diri dengan d kecil) walaupun dengan bahasa yang berbeda Mind contohnya atau Kesadaran dll tetapi pada hakekatnya mengafirmasi bahwa orang yang mencapai tataran Arahat tidak kehilangan individualitasnya. Contoh nyata lainnya kalau kita melihat Bhikku di Thailand yang oleh masyarakat luas dianggap telah mencapai KeArahatan saya yakin tetap memiliki individualitas walaupun kemungkinan besar amat berbeda dengan kita orang biasa yang individualitasnya terdelusi.

Tentang Moksa saya kira sudah jelas bahwa ia telah terbebas dari lingkaran reinkarnasi merujuk pada definisi :

In Indian religions, Moksha (Sanskrit: मोक्ष mokṣa) or Mukti (Sanskrit: मुक्ति), literally "release" (both from a root muc "to let loose, let go"), is the liberation from samsara and the concomitant suffering involved in being subject to the cycle of repeated death and rebirth (reincarnation).

Demikian dari saya dan silahkan didebat, kritik dan sanggah  :)

 _/\_

Alex: Now we get into another topic that is difficult for us Westerners to deal with, which is the concept of no beginning. Just as there is no beginning to samsara, there is no beginning to people achieving Buddhahood. Although in the Kalachakra teachings we have the term Adi-Buddha, it doesn’t refer to the first one who ever achieved Buddhahood. There is no historical first Buddha. There is no logical way of presenting a first Buddha within the context of cause and effect. How would they have become a Buddha? By having some special creativity in them? Someone had to teach them and show them the way, and that someone would have had to have reached Buddhahood himself beforehand. “Adi-Buddha” means Buddhahood based on the primordial state, the primordial basic purity of the mind. There have always been Buddhas and teachings, though they may not have always taught them to others. Of course, there have been dark ages – we are talking about samsara, it goes up and down.

http://www.berzinarchives.com/web/en/archives/sutra/level2_lamrim/initial_scope/karma/examining_karma_after_sep_11/session_3.html?query=adi+buddha
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #121 on: 25 September 2010, 11:43:54 PM »
BTW, soal Mahaparinirvana Sutra, yang dipakai terjemahan versi http://www.nirvanasutra.net/
Yang menurut saya agak bias dan....... terlalu banyak memakai kata "SELF"

Malah jadi sepertinya penerjemah berusaha memaksakan adanya Atman di dalam ajaran Buddha. Padahal seumur-umur aku belajar Mahayana, belum pernah ketemu konsep Atman.

Setelah aku baca, yang punya website menyamakan  Budha Nature/ Benih keBuddhaan/ Tathagata-garbha/ Dharmakaya sebagai Atman (Hindu). Sebuah konsep yang sangat asing di Mahayana, dan hanya dia sendiri yang percaya.
Coba aja lihat tulisan dan komentar para master Mahayana, tidak pernah ada yang bilang ada Atman/ Self
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #122 on: 26 September 2010, 01:35:18 PM »
Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Sekarang kembali ke MN 72 Aggivacchagotta Sutta, kalau saya seumpamanya ditanya kemanakah api yang padam itu arahnya, menurut sains tentu saja ia terurai dan menjadi satu dengan udara, nah disini ada udara sebagai basis penampung bagi elemen-elemen api yang padam. 

tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, tapi saya lebih percaya Sang Buddha daripada anda = itu bukan jawaban atas pertanyaan saya, sekarang ijinkanlah saya untuk memperjelas : Bukankah kalau api padam maka ia akan terurai dan kembali kepada udara bro, artinya ada udara sebagai elemen yang menampung api yang padam tersebut, ini fakta yang tidak dapat dibantah.  :)

Silahkan ditanggapi  :)

 _/\_


api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini?

itu bukan jawaban atas pertanyaan saya kalimat di atas adalah komentar anda ditandai dengan kalimat "ijinkanlah saya untuk berkomentar", jadi anda tidak bertanya, jadi kenapa saya dibilang tidak menjawab?

api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini? = Yang jujur bro, semua yang dibakar habis akan terurai dan kembali keelemen udara.  ^-^

 _/\_

loh saya memang menjawab dengan jujur, makanya saya minta referensi ilmiahnya supaya saya bisa menerima pandangan anda, karena saya mencoba masak air tanpa menyalakan kompor tapi kok bisa mendidih?

Tanpa elemen udara  tidak ada api yang bisa menyala, berarti api tergantung pada udara.

Silahkan ditanggapi bro Indra  ^-^

 _/\_
apabila api sudah padam dan pembentuk api itu sudah tidak ada, apakah api itu akan muncul lagi?
apakah udara bisa menjadi api? apakah api itu akan sama dengan api yang sebelumnya?

apabila api sudah padam dan pembentuk api itu sudah tidak ada, apakah api itu akan muncul lagi?
apakah udara bisa menjadi api? apakah api itu akan sama dengan api yang sebelumnya? = Tentu saja api kalo sudah padam ya habis terurai tetapi tidak hilang artinya ia masih ada tetapi telah terurai menjadi unsur-unsur lain.  _/\_

 _/\_

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #123 on: 26 September 2010, 01:37:11 PM »
Namo Buddhaya,

hmm.. saya pikir seh bukan begitu ya..
api mungkin akan kembali ke anasir api. bukan ke anasir udara. mungkib begitu...

Mengenai padamnya api, mungkin itu hanyalah simbolik...
padamnya api LDM

api mungkin akan kembali ke anasir api. bukan ke anasir udara. mungkib begitu... = Kalo dibakar habis ya terurai kembali keelemen yang lebih halus, udara.  :)

 _/\_


Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #124 on: 26 September 2010, 01:42:41 PM »
Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Sekarang kembali ke MN 72 Aggivacchagotta Sutta, kalau saya seumpamanya ditanya kemanakah api yang padam itu arahnya, menurut sains tentu saja ia terurai dan menjadi satu dengan udara, nah disini ada udara sebagai basis penampung bagi elemen-elemen api yang padam. 

tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, tapi saya lebih percaya Sang Buddha daripada anda = itu bukan jawaban atas pertanyaan saya, sekarang ijinkanlah saya untuk memperjelas : Bukankah kalau api padam maka ia akan terurai dan kembali kepada udara bro, artinya ada udara sebagai elemen yang menampung api yang padam tersebut, ini fakta yang tidak dapat dibantah.  :)

Silahkan ditanggapi  :)

 _/\_


api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini?

itu bukan jawaban atas pertanyaan saya kalimat di atas adalah komentar anda ditandai dengan kalimat "ijinkanlah saya untuk berkomentar", jadi anda tidak bertanya, jadi kenapa saya dibilang tidak menjawab?

api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini? = Yang jujur bro, semua yang dibakar habis akan terurai dan kembali keelemen udara.  ^-^

 _/\_

loh saya memang menjawab dengan jujur, makanya saya minta referensi ilmiahnya supaya saya bisa menerima pandangan anda, karena saya mencoba masak air tanpa menyalakan kompor tapi kok bisa mendidih?

Tanpa elemen udara  tidak ada api yang bisa menyala, berarti api tergantung pada udara.

Silahkan ditanggapi bro Indra  ^-^

 _/\_

saya setuju bahwa api dapat menyala dengan bergantung pada udara, anda menggeliat lagi, yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara?

yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara? = Api kalo sudah padam maka unsur-unsur pembentuknya akan terurai dan melebur ke udara  :)

Pandangan anda sendiri bagaimana, silahkan diuraikan dengan gamblang  _/\_

 _/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #125 on: 26 September 2010, 01:47:01 PM »
Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Sekarang kembali ke MN 72 Aggivacchagotta Sutta, kalau saya seumpamanya ditanya kemanakah api yang padam itu arahnya, menurut sains tentu saja ia terurai dan menjadi satu dengan udara, nah disini ada udara sebagai basis penampung bagi elemen-elemen api yang padam. 

tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, tapi saya lebih percaya Sang Buddha daripada anda = itu bukan jawaban atas pertanyaan saya, sekarang ijinkanlah saya untuk memperjelas : Bukankah kalau api padam maka ia akan terurai dan kembali kepada udara bro, artinya ada udara sebagai elemen yang menampung api yang padam tersebut, ini fakta yang tidak dapat dibantah.  :)

Silahkan ditanggapi  :)

 _/\_


api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini?

itu bukan jawaban atas pertanyaan saya kalimat di atas adalah komentar anda ditandai dengan kalimat "ijinkanlah saya untuk berkomentar", jadi anda tidak bertanya, jadi kenapa saya dibilang tidak menjawab?

api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini? = Yang jujur bro, semua yang dibakar habis akan terurai dan kembali keelemen udara.  ^-^

 _/\_

loh saya memang menjawab dengan jujur, makanya saya minta referensi ilmiahnya supaya saya bisa menerima pandangan anda, karena saya mencoba masak air tanpa menyalakan kompor tapi kok bisa mendidih?

Tanpa elemen udara  tidak ada api yang bisa menyala, berarti api tergantung pada udara.

Silahkan ditanggapi bro Indra  ^-^

 _/\_

saya setuju bahwa api dapat menyala dengan bergantung pada udara, anda menggeliat lagi, yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara?

yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara? = Api kalo sudah padam maka unsur-unsur pembentuknya akan terurai dan melebur ke udara  :)

Pandangan anda sendiri bagaimana, silahkan diuraikan dengan gamblang  _/\_

 _/\_

maaf bro,  saya juga tidak pernah meneliti api, walaupun benar bahwa saya pernah meletakkan sepanci air di atas kompor yg tidak dinyalakan dari malam sampai pagi dan tidak mendidih. mohon maaf saya tidak bisa menjawab soal api ini, mungkin ada member lain yg kebetulan adalah peneliti api bisa membantu saya?

tapi saya tertarik dengan pendapat anda mengenai unsur pembentuk api. apakah unsur pembentuk api itu?


Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #126 on: 26 September 2010, 02:14:19 PM »
Namo Buddhaya,

Bro Triyana, hanya pandangan pribadi

Sutra Mahayana tidak bisa langsung diambil artinya secara literal. Kalau sutta pali kebanyakan bisa, tetapi sutra Mahayana tidak bisa begitu. Banyak kiasan dan perlambang, dan bahasa yang digunakan adalah bahasa sastra njelimet tingkat tinggi

Dan Sutra Mahayana itu dikhotbahkan kepada mereka yang sudah siap. Siap disini artinya sudah menguasai ajaran Buddha yang umum (Theravada). Dan hanya kepada mereka yang mau jadi Buddha (Samma Sambuddha) dan mempunyai benih/ kecenderungan untuk itu.

Karena itu, membantah Sutta Theravada dengan Sutra Mahayana sebenarnya tidak tepat.

Jika belajar Lamrim (tahapan jalan pencerahan), salah satu poin yang diajarkan adalah bahwa sebenarnya ajaran Buddha tidak ada kontradiksi. Persepsi kontradiksi muncul karena pemahaman yang tidak sempurna terhadap ajaran Buddha.

Hal ini misalnya, jika anak SMP baca buku Fisika universitas, pasti dia bingung karena sepertinya Fisika Kuantum bertentangan dengan apa yang dia pelajari di sekolah, karena baru belajar mekanika gerak Newton. Apakah teori newtonian dan Einstein kontradiksi?
Tidak, keduanya benar, tetapi aplikasi dan sudut pandangnya berbeda.

aku akan cari soal Sanghyang Adi Buddha....

Bro Xeno yang baik,

Sutra Mahayana tidak bisa langsung diambil artinya secara literal. Kalau sutta pali kebanyakan bisa, tetapi sutra Mahayana tidak bisa begitu. Banyak kiasan dan perlambang, dan bahasa yang digunakan adalah bahasa sastra njelimet tingkat tinggi = Sepengetahuan saya memang dalam belajar Sutra-Sutra Mahayana ada pengelompokan-pengelompokan dalam hal tafsir, dalam Mahaparinirvana Sutra ia cukup jelas mengatakan bahwa ada Atman/Diri Buddha, pun dalam Chan/ Zen dikenal hal tersebut terutama Buddhisme Tiongkok dan Jepang yang cenderung menganut paham Yogacara selain Madhyamaka.


Dan Sutra Mahayana itu dikhotbahkan kepada mereka yang sudah siap. Siap disini artinya sudah menguasai ajaran Buddha yang umum (Theravada). Dan hanya kepada mereka yang mau jadi Buddha (Samma Sambuddha) dan mempunyai benih/ kecenderungan untuk itu. = Ya kita semua yang Mahayana memang menjalankan Jalan Bodhisattva baik anda siap atau tidak dan tujuannya adalah pencapaian Kebuddhaan, tetapi biasanya buat pemula dikenalkan dahulu dengan Agama Sutra yang memang memiliki kesamaan dengan Ajaran Theravada. Tetapi pada dasarnya Mahaparinirvana Sutra adalah Sutra bukan Tantra, yang boleh dibaca siapa saja tanpa memerlukan inisiasi tertentu dari seorang Guru (Lama atau Suhu).

Karena itu, membantah Sutta Theravada dengan Sutra Mahayana sebenarnya tidak tepat = Saya menanggapi pertanyaan dari bro Indra yang kekeh  :), itu saja  :) pun cendekiawan Theravada yang cukup disegani Dr.Walpola Rahula Maha Thera mengatakan

Some people think that Voidness or Sunyata discussed by Nagarjuna is purely a Mahayana teaching. It is based on the idea of Anatta or non-self, on the Paticcasamuppada or the Dependent Origination, found in the original Theravada Pali texts. Once Ananda asked the Buddha, "People say the word Sunya. What is Sunya?" The Buddha replied, "Ananda, there is no self, nor anything pertaining to self in this world. Therefore, the world is empty." This idea was taken by Nagarjuna when he wrote his remarkable book, "Madhyamika Karika". Besides the idea of Sunyata is the concept of the store-consciousness in Mahayana Buddhism which has its seed in the Theravada texts. The Mahayanists have developed it into a deep psychology and philosophy.

http://www.urbandharma.org/udharma3/theramaya.html

Tentang Dr.Walpola Rahula Maha Thera : http://en.wikipedia.org/wiki/Walpola_Rahula

Jika belajar Lamrim (tahapan jalan pencerahan), salah satu poin yang diajarkan adalah bahwa sebenarnya ajaran Buddha tidak ada kontradiksi. Persepsi kontradiksi muncul karena pemahaman yang tidak sempurna terhadap ajaran Buddha.

Hal ini misalnya, jika anak SMP baca buku Fisika universitas, pasti dia bingung karena sepertinya Fisika Kuantum bertentangan dengan apa yang dia pelajari di sekolah, karena baru belajar mekanika gerak Newton. Apakah teori newtonian dan Einstein kontradiksi?
Tidak, keduanya benar, tetapi aplikasi dan sudut pandangnya berbeda.
= Memang benar dikatakan oleh Guru-Guru suci demikian  _/\_

 _/\_

Offline JimyTBH

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 120
  • Reputasi: 2
  • antara Suggati N Duggati (
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #127 on: 26 September 2010, 02:15:21 PM »
Adi budha = brahmann

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #128 on: 26 September 2010, 02:20:43 PM »
Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Sekarang kembali ke MN 72 Aggivacchagotta Sutta, kalau saya seumpamanya ditanya kemanakah api yang padam itu arahnya, menurut sains tentu saja ia terurai dan menjadi satu dengan udara, nah disini ada udara sebagai basis penampung bagi elemen-elemen api yang padam. 

tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, tapi saya lebih percaya Sang Buddha daripada anda = itu bukan jawaban atas pertanyaan saya, sekarang ijinkanlah saya untuk memperjelas : Bukankah kalau api padam maka ia akan terurai dan kembali kepada udara bro, artinya ada udara sebagai elemen yang menampung api yang padam tersebut, ini fakta yang tidak dapat dibantah.  :)

Silahkan ditanggapi  :)

 _/\_


api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini?

itu bukan jawaban atas pertanyaan saya kalimat di atas adalah komentar anda ditandai dengan kalimat "ijinkanlah saya untuk berkomentar", jadi anda tidak bertanya, jadi kenapa saya dibilang tidak menjawab?

api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini? = Yang jujur bro, semua yang dibakar habis akan terurai dan kembali keelemen udara.  ^-^

 _/\_

loh saya memang menjawab dengan jujur, makanya saya minta referensi ilmiahnya supaya saya bisa menerima pandangan anda, karena saya mencoba masak air tanpa menyalakan kompor tapi kok bisa mendidih?

Tanpa elemen udara  tidak ada api yang bisa menyala, berarti api tergantung pada udara.

Silahkan ditanggapi bro Indra  ^-^

 _/\_

saya setuju bahwa api dapat menyala dengan bergantung pada udara, anda menggeliat lagi, yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara?

yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara? = Api kalo sudah padam maka unsur-unsur pembentuknya akan terurai dan melebur ke udara  :)

Pandangan anda sendiri bagaimana, silahkan diuraikan dengan gamblang  _/\_

 _/\_

maaf bro,  saya juga tidak pernah meneliti api, walaupun benar bahwa saya pernah meletakkan sepanci air di atas kompor yg tidak dinyalakan dari malam sampai pagi dan tidak mendidih. mohon maaf saya tidak bisa menjawab soal api ini, mungkin ada member lain yg kebetulan adalah peneliti api bisa membantu saya?

tapi saya tertarik dengan pendapat anda mengenai unsur pembentuk api. apakah unsur pembentuk api itu?



Kalo anda tidak bisa menjelaskan bagaimana anda bisa yakin tentang peryataan anda ini "yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara". Aneh to  ^-^

Tentang api : http://en.wikipedia.org/wiki/Fire

 _/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #129 on: 26 September 2010, 02:31:25 PM »
penjelasan dari Walopla Rahula ini tidak lengkap, mungkin Bro Triyana sudi menjelaskan

Quote
Some people think that Voidness or Sunyata discussed by Nagarjuna is purely a Mahayana teaching. It is based on the idea of Anatta or non-self, on the Paticcasamuppada or the Dependent Origination, found in the original Theravada Pali texts. Once Ananda asked the Buddha, "People say the word Sunya. What is Sunya?" The Buddha replied, "Ananda, there is no self, nor anything pertaining to self in this world. Therefore, the world is empty." This idea was taken by Nagarjuna when he wrote his remarkable book, "Madhyamika Karika". Besides the idea of Sunyata is the concept of the store-consciousness in Mahayana Buddhism which has its seed in the Theravada texts. The Mahayanists have developed it into a deep psychology and philosophy.

Some people think that Voidness or Sunyata discussed by Nagarjuna is purely a Mahayana teaching. It is based on the idea of Anatta or non-self, on the Paticcasamuppada or the Dependent Origination, found in the original Theravada Pali texts.

Di sini hanya dikatakan berdasarkan pada Anatta, Paticcasamupada, tetapi tidak dijelaskan bagaimana hubungannya. namun demikian saya bisa menerima jika Sunyata dikaitkan dengan Anatta dalam arti tanpa-diri. yang dijelaskan dalam kalimat berikutnya,

Once Ananda asked the Buddha, "People say the word Sunya. What is Sunya?" The Buddha replied, "Ananda, there is no self, nor anything pertaining to self in this world. Therefore, the world is empty."

tetapi kemudian
This idea was taken by Nagarjuna when he wrote his remarkable book, "Madhyamika Karika". Besides the idea of Sunyata is the concept of the store-consciousness in Mahayana Buddhism which has its seed in the Theravada texts. The Mahayanists have developed it into a deep psychology and philosophy.

Di sini tidak dijelaskan bersumber dari teks theravada hubungan itu.

saya menyimpulkan bahwa Bhante Walpola di sini hanya menghubungkan doktrin Sunyata dari Mahayana dengan doktrin Anatta dari Theravada, tetapi sama sekali tidak menyinggung pertanyaan saya sehubungan dengan DIRI yg BESAR ataupun KECIL. mohon penjelasan dari Bro Triyana

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #130 on: 26 September 2010, 02:32:22 PM »
Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Sekarang kembali ke MN 72 Aggivacchagotta Sutta, kalau saya seumpamanya ditanya kemanakah api yang padam itu arahnya, menurut sains tentu saja ia terurai dan menjadi satu dengan udara, nah disini ada udara sebagai basis penampung bagi elemen-elemen api yang padam. 

tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, tapi saya lebih percaya Sang Buddha daripada anda = itu bukan jawaban atas pertanyaan saya, sekarang ijinkanlah saya untuk memperjelas : Bukankah kalau api padam maka ia akan terurai dan kembali kepada udara bro, artinya ada udara sebagai elemen yang menampung api yang padam tersebut, ini fakta yang tidak dapat dibantah.  :)

Silahkan ditanggapi  :)

 _/\_


api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini?

itu bukan jawaban atas pertanyaan saya kalimat di atas adalah komentar anda ditandai dengan kalimat "ijinkanlah saya untuk berkomentar", jadi anda tidak bertanya, jadi kenapa saya dibilang tidak menjawab?

api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini? = Yang jujur bro, semua yang dibakar habis akan terurai dan kembali keelemen udara.  ^-^

 _/\_

loh saya memang menjawab dengan jujur, makanya saya minta referensi ilmiahnya supaya saya bisa menerima pandangan anda, karena saya mencoba masak air tanpa menyalakan kompor tapi kok bisa mendidih?

Tanpa elemen udara  tidak ada api yang bisa menyala, berarti api tergantung pada udara.

Silahkan ditanggapi bro Indra  ^-^

 _/\_

saya setuju bahwa api dapat menyala dengan bergantung pada udara, anda menggeliat lagi, yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara?

yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara? = Api kalo sudah padam maka unsur-unsur pembentuknya akan terurai dan melebur ke udara  :)

Pandangan anda sendiri bagaimana, silahkan diuraikan dengan gamblang  _/\_

 _/\_

maaf bro,  saya juga tidak pernah meneliti api, walaupun benar bahwa saya pernah meletakkan sepanci air di atas kompor yg tidak dinyalakan dari malam sampai pagi dan tidak mendidih. mohon maaf saya tidak bisa menjawab soal api ini, mungkin ada member lain yg kebetulan adalah peneliti api bisa membantu saya?

tapi saya tertarik dengan pendapat anda mengenai unsur pembentuk api. apakah unsur pembentuk api itu?



Kalo anda tidak bisa menjelaskan bagaimana anda bisa yakin tentang peryataan anda ini "yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara". Aneh to  ^-^

Tentang api : http://en.wikipedia.org/wiki/Fire

 _/\_


saya tidak setuju mungkin karena anda tidak dapat memberikan penjelasan yg masuk akal bagaimana api menyatu dengan udara, dan sejauh ini memang anda belum memberikan penjelasan yg logis.

saya juga sudah membaca link mengenai api yg anda berikan, tapi saya tidak menemukan bagian yg menjelaskan bahwa api yg padam menyatu dengan udara, mungkin bahasa inggris saya yg payah, sudikah anda men-copas bagian itu?
« Last Edit: 26 September 2010, 02:34:54 PM by Indra »

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #131 on: 26 September 2010, 02:36:42 PM »
Namo Buddhaya,

hiks.....njelimet abis

ini penjelasan tentang alaya vijnana, yang berbeda dengan ATMAN

http://www.berzinarchives.com/web/en/archives/advanced/tantra/level4_advanced_points/alaya_impure_02.html

Chittamatra and Madhyamaka Assertions

All four traditions of Tibetan Buddhism accept that the Chittamatra (sems-tsam, mind-only) system of Indian Buddhist tenets asserts alayavijnana (kun-gzhi rnam-shes, all-encompassing foundation consciousness, storehouse consciousness) as a truly existent (bden-grub) unclear consciousness that underlies all moments of cognition before enlightenment. It serves as the basis for imputation of the habits of unawareness and of karma, continues from lifetime to lifetime, but ceases with the attainment of Buddhahood.


The non-Gelug traditions – Sakya, Kagyu, Nyingma – accept that the Madhyamaka tenet systems that make positive assertions about reality (all Madhyamaka systems other than Prasangika) also assert alayavijnana. These Madhyamaka systems, however, assert only a conventionally existent (tha-snyad-du yod-pa) alayavijnana, not an ultimately existent one (don-dam-du yod-pa). The conventionally existent alayavijnana, however, lacks true existence.

The Gelug tradition asserts that no Madhyamaka system accepts even the conventional existence of an alayavijnana.


Sakya Explanation

The mainstream Sakya tradition asserts, in a similar manner to Gelug, that when clear-light mental activity is manifest, it gives rise to only pure appearances (dag-pa’i snang-ba). The habits (bag-chags) of unawareness (ma-rig-pa, ignorance) imputed on the clear-light mind do not give rise to impure appearances (ma-dag-pa’i snang-ba) at that time. They only give rise to impure appearances when clear-light mental activity is not manifest. In this context, impure appearances refer to appearances that are not beyond words and concepts, while pure appearances refer to appearances that are beyond words and concepts.

Sakya calls clear-light mental activity the "causal alaya continuum" (kun-gzhi rgyu’i rgyud, the causal everlasting continuum of the all-encompassing foundation) and the "ultimate alaya" (mthar-thug-gi kun-gzhi, ultimate all-encompassing foundation). It is the ultimate foundation or source of both impure and pure appearances as defined above. Gelug does not apply the term alaya to clear-light mental activity.

Sakya does not explain alayavijnana, then, as a source of impure appearances distinct from the causal alaya continuum. With the attainment of enlightenment, the alayavijnana transforms (gnas-‘gyur) into the causal alaya continuum, but not in the manner in which a seed transforms into a sprout. Both the alayavijnana and the causal alaya continuum have been ever present before enlightenment. With the attainment of enlightenment, only the causal alaya continuum goes on. The continuity of the alayavijnana ceases.

The provisional alaya (gnas-skabs-kyi kun-gzhi, provisional all-encompassing foundation), uniquely asserted by Sakya, refers to the four mandala-seats (gdan dkyil-‘khor bzhi):

   1. energy-channels,
   2. subtle syllables within them,
   3. creative energy-drops,
   4. energy-winds.

Based on these, the appearance-making aspects (gsal-cha, clarity) of ultimate alayas produce two inseparable quantum levels of appearances of our bodies, speech, minds, and the inseparable simultaneity of the three. The two quantum levels are their gross appearances in our usual human forms and their subtle appearances as Buddha-figures. In this context, impure appearances refer to the former and pure appearances to the latter.

The provisional alaya ceases with the attainment of enlightenment and the four mandala-seats transform into the four Buddha-bodies.


Karma Kagyu Explanation

The Karma Kagyu tradition differentiates the deep-awareness alaya (kun-gzhi ye-shes, deep-awareness that is an all-encompassing foundation) from the specific-awareness alaya (kun-gzhi rnam-shes, specific awareness that is an all-encompassing foundation). Specific-awareness alaya is synonymous with alayavijnana. As in the relationship between the environment in which sentient beings are based (or live) (rten) and sentient beings themselves who are based (who live) in it (brten), specific-awareness alaya is the environment in which deep-awareness alaya is based and deep-awareness alaya is what is based on it.

Although the two alayas are mixed like milk and water, the habits of unawareness are imputed only on the latter. When clear-light mental activity is manifest, these habits do not give rise to impure appearances, not beyond words and concepts. They give rise to them only when that activity is not manifest.


Nyingma Explanation

The Nyingma tradition differentiates basis pure awareness (gzhi’i rig-pa, basis rigpa), as the primordial deepest alaya (ye-don kun-gzhi, primordial deepest all-encompassing foundation) from the alaya for constant habits (bag-chags-kyi kun-gzhi, all-encompassing foundation for habits). The latter is synonymous with alayavijnana.

Before enlightenment, the everlasting continuum of basis rigpa has with it a factor of dumbfoundedness (rmongs-cha). This factor is equivalent to the unawareness of not knowing how rigpa exists – a type of unawareness included within unawareness regarding all phenomena and preventing omniscience. Because of this factor of dumbfoundedness, basis rigpa functions as an alaya for constant habits and, through a complex mechanism, produces impure appearances, not beyond words and concepts, during conceptual and nonconceptual cognition with limited awareness (sems).

When we access essence pure awareness (ngo-bo’i rig-pa, essence rigpa), which is the primal purity (ka-dag) aspect of rigpa – primally pure of all fleeting stains such as habits – basis rigpa does not function as an alaya for constant habits. It gives rise only to pure appearances, beyond words and concepts.

Dr.Alexander Berzin adalah salah satu praktisi Vajrayana yang saya kagumi  _/\_

Sekarang saya coba komentari :

Saya kira anda yang keliru mencermati :
The conventionally existent alayavijnana, however, lacks true existence. = Kesadaran tertinggi adalah Sugatagarbha atau Amala Vijnana, jadi alayavijnana lacks true existence itu sudah tepat.

The Gelug tradition asserts that no Madhyamaka system accepts even the conventional existence of an alayavijnana. = Sudah saya jelaskan diatas.  :)

Ya memang artikel itu benar apa yang musti didebat :), dalam Yogacara ada Kesadaran Kebuddhaan yang disebut Sugatagarbha (baca buku Melatih Pikiran dan Mengembangkan Kasih Sayang karya Vidyadara Chogyam Trungpa), tentang Kesadaran Terdalam kita yang kekal (baca buku Setenang Dasar Lautan karya Lama Yeshe cari disesi tanya jawab), tentang Kesadaran (baca buku Belaskasih Universal karya H.H. YA. Dalai Lama bagian Kesadaran).

 _/\_
« Last Edit: 26 September 2010, 02:42:41 PM by Triyana2009 »

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #132 on: 26 September 2010, 02:40:38 PM »
Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Sekarang kembali ke MN 72 Aggivacchagotta Sutta, kalau saya seumpamanya ditanya kemanakah api yang padam itu arahnya, menurut sains tentu saja ia terurai dan menjadi satu dengan udara, nah disini ada udara sebagai basis penampung bagi elemen-elemen api yang padam. 

tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, tapi saya lebih percaya Sang Buddha daripada anda = itu bukan jawaban atas pertanyaan saya, sekarang ijinkanlah saya untuk memperjelas : Bukankah kalau api padam maka ia akan terurai dan kembali kepada udara bro, artinya ada udara sebagai elemen yang menampung api yang padam tersebut, ini fakta yang tidak dapat dibantah.  :)

Silahkan ditanggapi  :)

 _/\_


api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini?

itu bukan jawaban atas pertanyaan saya kalimat di atas adalah komentar anda ditandai dengan kalimat "ijinkanlah saya untuk berkomentar", jadi anda tidak bertanya, jadi kenapa saya dibilang tidak menjawab?

api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini? = Yang jujur bro, semua yang dibakar habis akan terurai dan kembali keelemen udara.  ^-^

 _/\_

loh saya memang menjawab dengan jujur, makanya saya minta referensi ilmiahnya supaya saya bisa menerima pandangan anda, karena saya mencoba masak air tanpa menyalakan kompor tapi kok bisa mendidih?

Tanpa elemen udara  tidak ada api yang bisa menyala, berarti api tergantung pada udara.

Silahkan ditanggapi bro Indra  ^-^

 _/\_

saya setuju bahwa api dapat menyala dengan bergantung pada udara, anda menggeliat lagi, yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara?

yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara? = Api kalo sudah padam maka unsur-unsur pembentuknya akan terurai dan melebur ke udara  :)

Pandangan anda sendiri bagaimana, silahkan diuraikan dengan gamblang  _/\_

 _/\_

maaf bro,  saya juga tidak pernah meneliti api, walaupun benar bahwa saya pernah meletakkan sepanci air di atas kompor yg tidak dinyalakan dari malam sampai pagi dan tidak mendidih. mohon maaf saya tidak bisa menjawab soal api ini, mungkin ada member lain yg kebetulan adalah peneliti api bisa membantu saya?

tapi saya tertarik dengan pendapat anda mengenai unsur pembentuk api. apakah unsur pembentuk api itu?



Kalo anda tidak bisa menjelaskan bagaimana anda bisa yakin tentang peryataan anda ini "yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara". Aneh to  ^-^

Tentang api : http://en.wikipedia.org/wiki/Fire

 _/\_


saya tidak setuju mungkin karena anda tidak dapat memberikan penjelasan yg masuk akal bagaimana api menyatu dengan udara, dan sejauh ini memang anda belum memberikan penjelasan yg logis.

saya juga sudah membaca link mengenai api yg anda berikan, tapi saya tidak menemukan bagian yg menjelaskan bahwa api yg padam menyatu dengan udara, mungkin bahasa inggris saya yg payah, sudikah anda men-copas bagian itu?

"yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara" menurut bro Indra api yang padam menyatu dengan apa ?  :)

 _/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #133 on: 26 September 2010, 02:42:25 PM »
Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Sekarang kembali ke MN 72 Aggivacchagotta Sutta, kalau saya seumpamanya ditanya kemanakah api yang padam itu arahnya, menurut sains tentu saja ia terurai dan menjadi satu dengan udara, nah disini ada udara sebagai basis penampung bagi elemen-elemen api yang padam. 

tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, tapi saya lebih percaya Sang Buddha daripada anda = itu bukan jawaban atas pertanyaan saya, sekarang ijinkanlah saya untuk memperjelas : Bukankah kalau api padam maka ia akan terurai dan kembali kepada udara bro, artinya ada udara sebagai elemen yang menampung api yang padam tersebut, ini fakta yang tidak dapat dibantah.  :)

Silahkan ditanggapi  :)

 _/\_


api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini?

itu bukan jawaban atas pertanyaan saya kalimat di atas adalah komentar anda ditandai dengan kalimat "ijinkanlah saya untuk berkomentar", jadi anda tidak bertanya, jadi kenapa saya dibilang tidak menjawab?

api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini? = Yang jujur bro, semua yang dibakar habis akan terurai dan kembali keelemen udara.  ^-^

 _/\_

loh saya memang menjawab dengan jujur, makanya saya minta referensi ilmiahnya supaya saya bisa menerima pandangan anda, karena saya mencoba masak air tanpa menyalakan kompor tapi kok bisa mendidih?

Tanpa elemen udara  tidak ada api yang bisa menyala, berarti api tergantung pada udara.

Silahkan ditanggapi bro Indra  ^-^

 _/\_

saya setuju bahwa api dapat menyala dengan bergantung pada udara, anda menggeliat lagi, yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara?

yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara? = Api kalo sudah padam maka unsur-unsur pembentuknya akan terurai dan melebur ke udara  :)

Pandangan anda sendiri bagaimana, silahkan diuraikan dengan gamblang  _/\_

 _/\_

maaf bro,  saya juga tidak pernah meneliti api, walaupun benar bahwa saya pernah meletakkan sepanci air di atas kompor yg tidak dinyalakan dari malam sampai pagi dan tidak mendidih. mohon maaf saya tidak bisa menjawab soal api ini, mungkin ada member lain yg kebetulan adalah peneliti api bisa membantu saya?

tapi saya tertarik dengan pendapat anda mengenai unsur pembentuk api. apakah unsur pembentuk api itu?



Kalo anda tidak bisa menjelaskan bagaimana anda bisa yakin tentang peryataan anda ini "yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara". Aneh to  ^-^

Tentang api : http://en.wikipedia.org/wiki/Fire

 _/\_


saya tidak setuju mungkin karena anda tidak dapat memberikan penjelasan yg masuk akal bagaimana api menyatu dengan udara, dan sejauh ini memang anda belum memberikan penjelasan yg logis.

saya juga sudah membaca link mengenai api yg anda berikan, tapi saya tidak menemukan bagian yg menjelaskan bahwa api yg padam menyatu dengan udara, mungkin bahasa inggris saya yg payah, sudikah anda men-copas bagian itu?

"yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara" menurut bro Indra api yang padam menyatu dengan apa ?  :)

 _/\_

itu sudah saya jawab sebelumnya pada pertanyaan anda, "lenyap kemana?" dan saya memberikan perumpamaan yg diberikan Sang Buddha tentang api kepada Vacchagotta, silahkan anda balik ke halaman2 sebelumnya jika anda lupa

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha dan Agama Hindu kesamaan dan perbedaan. (Mari kita diskusi)
« Reply #134 on: 26 September 2010, 02:45:58 PM »
Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Namo Buddhaya,

Sekarang kembali ke MN 72 Aggivacchagotta Sutta, kalau saya seumpamanya ditanya kemanakah api yang padam itu arahnya, menurut sains tentu saja ia terurai dan menjadi satu dengan udara, nah disini ada udara sebagai basis penampung bagi elemen-elemen api yang padam. 

tanpa mengurangi rasa hormat saya pada anda, tapi saya lebih percaya Sang Buddha daripada anda = itu bukan jawaban atas pertanyaan saya, sekarang ijinkanlah saya untuk memperjelas : Bukankah kalau api padam maka ia akan terurai dan kembali kepada udara bro, artinya ada udara sebagai elemen yang menampung api yang padam tersebut, ini fakta yang tidak dapat dibantah.  :)

Silahkan ditanggapi  :)

 _/\_


api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini?

itu bukan jawaban atas pertanyaan saya kalimat di atas adalah komentar anda ditandai dengan kalimat "ijinkanlah saya untuk berkomentar", jadi anda tidak bertanya, jadi kenapa saya dibilang tidak menjawab?

api yg padam, ya padam saja, saya tidak setuju bahwa udara menjadi elemen penampung api yang padam. adakah referensi ilmiah sehubungan dengan hal ini? = Yang jujur bro, semua yang dibakar habis akan terurai dan kembali keelemen udara.  ^-^

 _/\_

loh saya memang menjawab dengan jujur, makanya saya minta referensi ilmiahnya supaya saya bisa menerima pandangan anda, karena saya mencoba masak air tanpa menyalakan kompor tapi kok bisa mendidih?

Tanpa elemen udara  tidak ada api yang bisa menyala, berarti api tergantung pada udara.

Silahkan ditanggapi bro Indra  ^-^

 _/\_

saya setuju bahwa api dapat menyala dengan bergantung pada udara, anda menggeliat lagi, yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara?

yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara".
apakah menurut anda, api yg padam itu tetap ada hanya saja sekarang berada di udara? = Api kalo sudah padam maka unsur-unsur pembentuknya akan terurai dan melebur ke udara  :)

Pandangan anda sendiri bagaimana, silahkan diuraikan dengan gamblang  _/\_

 _/\_

maaf bro,  saya juga tidak pernah meneliti api, walaupun benar bahwa saya pernah meletakkan sepanci air di atas kompor yg tidak dinyalakan dari malam sampai pagi dan tidak mendidih. mohon maaf saya tidak bisa menjawab soal api ini, mungkin ada member lain yg kebetulan adalah peneliti api bisa membantu saya?

tapi saya tertarik dengan pendapat anda mengenai unsur pembentuk api. apakah unsur pembentuk api itu?



Kalo anda tidak bisa menjelaskan bagaimana anda bisa yakin tentang peryataan anda ini "yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara". Aneh to  ^-^

Tentang api : http://en.wikipedia.org/wiki/Fire

 _/\_


saya tidak setuju mungkin karena anda tidak dapat memberikan penjelasan yg masuk akal bagaimana api menyatu dengan udara, dan sejauh ini memang anda belum memberikan penjelasan yg logis.

saya juga sudah membaca link mengenai api yg anda berikan, tapi saya tidak menemukan bagian yg menjelaskan bahwa api yg padam menyatu dengan udara, mungkin bahasa inggris saya yg payah, sudikah anda men-copas bagian itu?

"yg tidak saya setujui adalah "api yg padam menyatu dengan udara" menurut bro Indra api yang padam menyatu dengan apa ?  :)

 _/\_

itu sudah saya jawab sebelumnya pada pertanyaan anda, "lenyap kemana?" dan saya memberikan perumpamaan yg diberikan Sang Buddha tentang api kepada Vacchagotta, silahkan anda balik ke halaman2 sebelumnya jika anda lupa

Oh ya, lalu apa jawabannya mohon diketikkan dengan jelas disini supaya saya dan rekan-rekan semua bisa tahu dengan jelas jawaban anda  _/\_ atau jangan-jangan anda tidak tahu ?

 _/\_

 

anything