//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku  (Read 69066 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline 2nd

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 22
  • Reputasi: 0
  • Gender: Male
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #120 on: 20 June 2011, 11:21:38 AM »
kalau menurut saya contoh sederhana....kek adik teman ku yg sedikit miring ^^
karena dia mmg ada sedikit "miring/gila" mungkin karena dulu jatuh kali yah di tangga...nah pas ULTAH teman nya dia kagak di undang....
malah dia berpikir " sy tidak di undang karena saya vege" padahal tidak begitu kan?

kedua
jika anda seorang pengusaha, ketika anda berusaha memberikan term pembayaran kredit pada orang...jelas kita harus memikirkan sisi negatif..kalau positif terus( beranggapan bahwa costumer anda baik ) maka bangkrut lah anda.

maksud nya disini adalah sisi negatif dan positif itu harus kita imbangi....jangan jadi orang bodoh yg selalu beranggapan dunia ini hanya warna putih.
Terimakasih masukannya bro Marcedes.. saya sependapat dengan pernyataan 'sisi negatif dan positif harus diimbangi, jangan beranggapan dunia ini hanya berwarna putih'.. kalau saya boleh mengartikan, harus bijak dalam menyikapi permasalahan. mohon dikoreksi jika salah  _/\_


Bro Upasaka, terimakasih tanggapannya. dari hasil survey memang mengatakan demikian. Tetapi saya masih agak bingung dengan bagaimana hal itu bisa terjadi..  :hammer:

Kemudian saya ingin bertanya, terkait dengan pernyataan yang saya bold di bawah ini..
Mengenai teknik "memberi kepastian" atau memberikan semangat pikiran positif, saya sudah pernah sedikit menyinggungnya di thread lain. Intinya, membangun pikiran positif tidak selamanya baik. Pada orang-orang yang memang sudah mempunyai kepercayaan diri, afirmasi pikiran positif bisa menguatkan semangat dan gairah baru. Namun pada orang-orang yang krisis kepercayaan diri (khususnya yang punya sifat melankolis kental), afirmasi pikiran positif justru bisa membuatnya makin frustrasi. Jadi afirmasi berpikir positif sebenarnya tidak tepat diterapkan oleh orang-orang yang bahkan kurang bisa memotivasi dirinya sendiri.

Seperti yang pernah dijawab oleh Ajahn Brahm saat interview dengan Desi Anwar: "Orang-orang berusaha berpikir positif saat dalam kekhawatiran atau kecemasan. Namun semakin mereka berpikir positif, justru mereka semakin frustrasi karena mereka tahu kalau mereka tidak bisa berpikir positif..."

Yang ingin saya tanyakan adalah :
1. Kembali lagi saya bertanya hal yang sama..  :hammer: Bagaimana pikiran positif bisa tidak baik bagi orang yang melankolis?, jika ada contoh konkrit lebih baik. hehe. mohon dishare.. _/\_
2. Dari pernyataan Ajahn Brahm, dikatakan bahwa orang yang pada saat khawatir atau cemas mencoba untuk berpikir positif, menjadi semakin frustasi. Lantas bagaimana sebaiknya menyikapi permasalahan? karena umumnya orang mencoba untuk berpikir positif ketika sedang ada masalah, dan masalah seringkali membuat orang khawatir dan cemas...
3. Terkait pernyataan 'Jadi afirmasi berpikir positif sebenarnya tidak tepat diterapkan oleh orang-orang yang bahkan kurang bisa memotivasi dirinya sendiri'. saya melihat poin nya adalah pada memotivasi diri sendiri, mohon dikoreksi jika salah.. yg ingin saya tanyakan adalah bagaimana metode yg digunakan oleh motivator untuk kasus ini. dari orang yang kurang bisa memotivasi diri sendiri menjadi orang yang bisa memotivasi diri sendiri?..

Terimakasih..  _/\_
« Last Edit: 20 June 2011, 11:30:37 AM by 2nd »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #121 on: 20 June 2011, 11:35:01 AM »
Quote from: 2nd
Terkait dengan pertanyaan sebelumnya kepada bro Upasaka, yang saya tanyakan disini adalah terkait dengan pernyataan yang saya bold di bawah ini..
Yang ingin saya tanyakan adalah :
1. Bagaimana pikiran positif bisa tidak baik bagi orang yang melankolis?, jika ada contoh konkrit lebih baik. hehe
2. Dari pernyataan Ajahn Brahm, dikatakan bahwa orang yang pada saat khawatir atau cemas mencoba untuk berpikir positif, menjadi semakin frustasi. Lantas bagaimana sebaiknya menyikapi permasalahan? karena umumnya orang mencoba untuk berpikir positif ketika sedang ada masalah, dan masalah seringkali membuat orang khawatir dan cemas...
3. Terkait pernyataan 'Jadi afirmasi berpikir positif sebenarnya tidak tepat diterapkan oleh orang-orang yang bahkan kurang bisa memotivasi dirinya sendiri'. saya melihat poin nya adalah pada memotivasi diri sendiri, mohon dikoreksi jika salah.. yg ingin saya tanyakan adalah bagaimana metode yg digunakan oleh motivator untuk kasus ini. dari orang yang kurang bisa memotivasi diri sendiri menjadi orang yang bisa memotivasi diri sendiri?..

Terimakasih..  _/\_

1. Orang yang tidak percaya diri, akan mengalami dilema internal ketika mengucapkan kalimat positive thinking. Sebab dia sadar bahwa dia bukanlah orang yang pantas dicintai (namanya juga orang minder), lalu dengan mengucapkan kalimat itu; dia seolah membohongi dirinya sendiri. Dia sadar membohongi diri sendiri adalah kepalsuan, dan dia semakin frustrasi karena tidak ada hal yang bisa dilakukannya selain mengakui dirinya tidak pantas dicintai, atau terus membohongi dirinya sendiri.

2. Menurut versi Ajahn Brahm, tidak perlu terlibat dalam pemikiran positif atau negatif, namun fokus pada kedamaian di saat ini. Menurut versi saya, tidak perlu melekat pada hal-hal positif atau negatif; lakukan apa yang bisa dilakukan untuk mengembangkan diri, dan itulah pandangan realistis.

3. Para motivator tidak akan mau dan mungkin tidak akan bisa membuat seorang peserta seminar (pembaca bukunya) menjadi motivator mandiri untuk diri sendiri. Untuk menjadi motivator diri sendiri, butuh rekonstruksi hidup yang signifikan. Pengembangan diri versi saya dimulai dari hal-hal sepele dahulu: seperti cara kamu makan nasi, cara kamu berjalan, bagaimana cara kamu berdiri, bagaimana cara kamu mengekspresikan emosi lewat wajah, dan seterusnya hingga bagaimana cara kamu menghadapi situasi-situasi sulit dalam hidup ini.

Offline aitristina

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.758
  • Reputasi: 52
  • Gender: Female
  • every1 is #1...
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #122 on: 20 June 2011, 11:40:22 AM »
cinta membuat kita "HIDUP"

namun cinta juga "MEMATIKAN"

itu dia, mengapa banyak bunuh diri krn patah hati, yg baru2 ini dilakonkan oleh slh satu aktor korea...

katanya : " saat mengenalnya serasa memiliki seluruh dunia"....

begitulah cinta ... bukan metta...

ada EGO, dan terlebih lagi kemelekatan....rasa takut , khawatir akan berpisah, ditinggalkan, disakiti...

Mengapa Cinta Membuat Kita “Gila” ?
Feb 10th, 2009
by kelly.

Tak ada yang bisa menyangkal, euforia cinta terkadang bisa membuat Anda “gila”! Pernah teringat saat Anda pertama kali pacaran dan mengirimkan makan siang hampir setiap hari ke kantor si dia? Atau, Anda mendadak jadi rajin bekerja setengah mati saat sedang naksir rekan kerja satu divisi? Masih ada yang lebih gila lagi. Anda tersenyum-senyum sendiri di depan komputer sambil memandangi koleksi foto si dia di desktop!

Perasaan selalu gembira saat jatuh cinta bisa jadi hal yang positif. Tapi, tak jarang hal ini juga bisa membuat Anda jatuh ke jurang nista. Tak ingin hal tersebut jatuh menimpa Anda? Berikut cara untuk merasakan cinta tanpa harus jadi “gila”!

Masa-masa Indah

Pacar baru saja menelepon dan bilang sayang. Mendadak, omelan bos galak terasa terdengar merdu di telinga! Betul, saat Anda sedang jatuh cinta, bagian otak yang kaya dengan dopamin jadi aktif. Anda pun akan terus menerus merasa senang. Dopamin juga menaikkan produksi testosteron, hormon yang bisa menaikkan libido Anda. Tak heran, gairah sering tak tertahankan dan Anda bahkan punya stamina seksual bak Wonder Woman!

Anda juga kemungkinan besar memproduksi norepinephrine, sebuah substansi kimia dalam tubuh yang menstimulasi gairah seksual dan kerap diasosiasikan dengan peningkatan kemampuan Anda dalam mengingat suatu hal. Jadi kini Anda tahu, bukan, kenapa Anda tiba-tiba punya kemampuan super untuk mengingat semua detail, bahkan yang paling kecilpun, tentang si dia? Pokoknya, semua yang indah tentang si dia jadi Anda ingat terus!

Masa-masa Sulit

Ada kabar buruk tentang cinta untuk Anda, perasaan bahagia terkadang bisa jadi racun. Pasalnya, jatuh cinta bisa menyebabkan penurunan aktivitas pada amygdala atau bagian otak yang membuat Anda memiliki perasaan takut. Itulah sebabnya Anda kerap punya kecenderungan bersikap nekad saat sedang jatuh cinta.

Norepinephrine ternyata juga turut pegang peranan. Memang, substansi tersebut akan membuat ingatan Anda fokus pada hal-hal secara mendetail, tapi ingatan tersebut hanya berlaku bila berkaitan dengan si dia. Selebihnya Anda mendadak jadi pelupa pada hal-hal lain. Begitu kuatnya kekuatan otak untuk memperhatikan pasangan kita sampai-sampai orang lain atau pekerjaan hanya akan mendapatkan sisa dari perhatian Anda.

Masa-masa Paling Sulit

Ingin tahu yang lebih buruk lagi? Tahukah Anda bahwa perasaan cinta bisa memberi efek ketagihan bagai drugs? Saat bersama si dia, Anda akan serasa terbang di awang-awang. Namun ketika ia sulit dihubungi, Anda bisa langsung jatuh tersungkur. Semakin dekat hubungan Anda dengan si dia, semakin tinggi pula tingkat kecanduannya, dan Anda akan semakin depresi bila tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkan. Persis seperti narkoba!

Perasaan jatuh cinta juga dianggap menurunkan tingkat serotonin, substansi kimia di otak yang membuat Anda merasa tenang dan damai. Jika serotonin turun sampai pada level yang rendah, maka Anda kemungkinan dapat mengidap obsessive-compulsive disorder. Alhasil, Anda tak keberatan mengunjungi ramahnya berpuluh-puluh kali dalarn seminggu atau menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menganalisa maksud di balik kata-katanya yang sebenarnya sederhana saja.

Selain itu, rasa ketertarikan dapat meningkatkan oxytocin, substansi kimia yang muncul dalam tubuh saat kita sedang berpelukan, sehingga menyebabkan perasaan senang terhadap pasangan Anda. Secara alami hal tersebut akan membuat Anda terikat dengan pria, tak peduli apakah ia pantas mendapatkannya atau tidak. Intinya, Anda bisa dibutakan oleh cinta.

Tak mau, kan, bila Anda disangka tidak waras saat mengalami masa-masa jatuh cinta? Coba jawab tiga pertanyaan berikut ini dengan jujur:

    Apakah Anda membuat lebih dari satu keputusan yang kemudian Anda sesali?
    Apakah Anda sudah meninggalkan teman-teman dekat ataupun keluarga Anda?
    Apakah Anda mengorbankan suatu hal yang amat penting dalam hidup demi mendapatkan waktu lebih banyak untuk bersama si dia?

Jika Anda menjawab “ya” untuk setidaknya dua pertanyaan saja, maka rasanya Anda perlu berhati-hati.

Tahan diri untuk tidak menghabiskan seluruh waktu Anda bersama pasangan. Sebagai gantinya, luangkan sedikit waktu Anda untuk para sahabat dan keluarga. Biar bagaimanapun, Anda tetap membutuh mereka untuk menjaga agar Anda jadi tidak lepas kontrol. Selain itu, begitu “masa-masa girang” itu sudah usai, Anda pasti menginginkan kehidupan Anda yang lama kembali seperti sediakala.

Anda bisa mengatur perubahan mood selama masa-masa jatuh cinta dengan berolahraga. Penelitian terbaru menunjukkan, bila Anda berlatih kardio secara rutin, akan dapat meningkatkan efek dopamin sekaligus menambah endorfin yang akan membuat Anda tetap waras. Endorfin ini adalah sebuah penghilang stres yang secara alami diproduksi oleh tubuh. Jadi berolah-ragalah secara rutin setidaknya selama 30 menit, tiga kali dalam seminggu. Maka kepala Anda akan selalu bisa berpikir jernih.

Dan jika perasaan Anda sedikit berlebihan, jangan khawatir. Perasaan itu hanya bersifat sementara saja. Para peneliti berspekulasi bahwa fase romantis ini hanya akan bertahan antara 12 sampai 18 bulan saja. Makanya, nikmati masa-masa indah Anda dengan dirinya selagi bisa.


Life is about living...

Offline 2nd

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 22
  • Reputasi: 0
  • Gender: Male
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #123 on: 20 June 2011, 12:30:43 PM »
Terima kasih penjelasannya bro Upasaka.. _/\_

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #124 on: 20 June 2011, 12:31:29 PM »
Terima kasih penjelasannya bro Upasaka.. _/\_

Sama-sama.

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #125 on: 20 June 2011, 01:47:27 PM »
Nah, Bro sobat-dharma ini sengingat saya juga tertarik pada Ilmu Psikologi. Coba dirangkum saja Bro apa pesan dari artikel tersebut! ;)

Benar, aku memang tertarik dengan psikologi. Soal artiikelnya, kalau cuma rangkuman tidak akan terasa manfaatnya. Cob baca saja, nggak panjang kok.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #126 on: 20 June 2011, 01:54:51 PM »
Benar, aku memang tertarik dengan psikologi. Soal artiikelnya, kalau cuma rangkuman tidak akan terasa manfaatnya. Cob baca saja, nggak panjang kok.

OK, nanti saya baca.

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #127 on: 20 June 2011, 02:08:51 PM »

Bagi orang (partisipan) yang sudah memiliki kepercayaan diri, kalimat positive thinking itu membantunya mendapatkan motivasi sehingga membuat dirinya merasa lebih baik dan lebih mudah diterima orang lain. Sementara orang (partisipan) yang sejak awal sudah minder, kurang percaya diri, low self esteem; justru merasa semakin parah setelah mengucapkan kalimat itu. Bahkan orang-orang (partisipan) dari golongan ini memiliki kualitas emosi yang lebih buruk daripada orang-orang yang tidak menggunakan kalimat positive thinking itu.

Saya sependapat dengan yang ini bro. Sedari dulu saya merasa metode Self-affirmation itu janggal. Banyak teman-teman saya yang psikolog menggunakan cara ini dalam praktiknya, tapi saya merasa ada yang tidak benardengan metode ini. Meskipun waktu itu saya belum memiliki bukti mengenai dampak negatif dari metode ini.   

Jika seseorang yang meyakini bahwa dirinya "tidak cantik" lalu dipaksa untuk menyatakan dirinya dengan kata "saya menarik" sebanyak berkali-kali, sama saja menghasilkan tuntutan baru dalam dirinya. Menanamkan ide "saya menarik", lama-lama akan tersisipkan ide baru dalam bagian sub-sadarnya, yaitu "saya harus menjadi menarik."  Lama-lama malah menjadi: "saya harus selalu menarik." Ketika seseorang menciptakan kata "harus" terhadap dirinya, maka ia dengan mudah terjerumus dalam rasa semakin frustrasi. Karen Horney, seorang psikoanalis, menyebutnya sebagai "tyranni of the shoulds", yaitu kecenderungan seseorang untuk menciptakan ideal-ideal dalam dirinya yang akhirnya membuatnya selalu merasa tidak pernah puas dengan dirinya dan dunia sekitarnya. Ini adalah akar dari depresi.

Hal ini sangat bertentangan dengan self-esteem yang sehat: di mana daripada sibuk menjadi sesuatu yang bukan-dirinya, sebaiknya kita lebih mulai dari melakukan self-acceptance (penerimaan-diri). Melihat segala kekurangan dan kelebihan kita secara jujur, tanpa-bias, dan tidak membela diri sendiri, lantas menerima dirinya apa adanya. Dengan demikian kitajuga bisa menerima segala kekurang dan kelebihan dalam lingkungan kita. Tidak terlalu menuntut diri sendiri pun tidak terlalu menuntut lingkungan dan orang lain.

« Last Edit: 20 June 2011, 02:14:44 PM by sobat-dharma »
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #128 on: 20 June 2011, 02:16:47 PM »
Saya sependapat dengan yang ini bro. Sedari dulu saya merasa metode Self-affirmation itu janggal. Banyak teman-teman saya yang psikolog menggunakan cara ini dalam praktiknya, tapi saya merasa ada yang tidak benardengan metode ini. Meskipun waktu itu saya belum memiliki bukti mengenai dampak negatif dari metode ini.   

Jika seseorang yang meyakini bahwa dirinya "tidak cantik" lalu dipaksa untuk menyatakan dirinya dengan kata "saya menarik" sebanyak berkali-kali, sama saja menghasilkan tuntutan baru dalam dirinya. Menanamkan ide "saya menarik", lama-lama akan tersisipkan ide baru dalam bagian sub-sadarnya, yaitu "saya harus menjadi menarik."  Lama-lama malah menjadi: "saya harus selalu menarik." Ketika seseorang menciptakan kata "harus" terhadap dirinya, maka ia dengan mudah terjerumus dalam rasa semakin frustrasi. Karen Horney, seorang psikoanalis, menyebutnya sebagai "tyranni of the shoulds", yaitu kecenderungan seseorang untuk menciptakan ideal-ideal dalam dirinya yang akhirnya membuatnya selalu merasa tidak pernah puas dengan dirinya dan dunia sekitarnya. Ini adalah akar dari depresi.

Hal ini sangat bertentangan dengan self-esteem yang sehat: di mana daripada sibuk menjadi sesuatu yang bukan-dirinya, sebaiknya kita lebih mulai dari melakukan self-acceptance (penerimaan-diri). Melihat segala kekurangan dan kelebihan kita secara jujur, tanpa-bias, dan tidak membela diri sendiri, lantas menerima dirinya apa adanya. Dengan demikian kitajuga bisa menerima segala kekurang dan kelebihan dalam lingkungan kita. Tidak terlalu menuntut diri sendiri pun tidak terlalu menuntut lingkungan dan orang lain.

Setuju! Afirmasi pikiran positif sebenarnya bisa menjadi metode motivasi yang baik bagi yang sudah memiliki kualitas di dalam dirinya. Pada orang yang belum mempunyai kualitas dalam dirinya, yang dibutuhkan adalah penyadaran bahwa dirinya tidak berkualitas, sehingga perlu berusaha untuk mengembangkan diri.

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #129 on: 20 June 2011, 02:36:06 PM »
Pada orang yang belum mempunyai kualitas dalam dirinya, yang dibutuhkan adalah penyadaran bahwa dirinya tidak berkualitas, sehingga perlu berusaha untuk mengembangkan diri.

Pada dasarnya, dalam diri semua orang, entah itu sudah berkualitas ataupun tidak, selalu saja banyak kekurangan dan kelebihan. Orang dengan self-esteem rendah cenderung membesar-besarkan kekurangan-kekurangannya dan mengecilkan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Sedangkan orang yang terlampau tingi self-esteemnya terlalu membesar-besarkan kelebihannya dan mengecilkan kekurangan-kekurangnya. Keduanya sama tidak sehatnya.

Lebih tepatnya adalah setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan dalam dirinya, dan kita sebaiknya mengenali semuanya dengan netral, tanpa-bias, dan tidak membela diri sendiri. Ini adalah langkah awal. Selanjutnya kita baru bisa mengembangkan segi positif diri kita masing-masing, sambil mengatasi kekurangan kita. Dalam hal ini kita tidak membenci kekurangan-kekurangan kita dan berusaha untuk melenyapkannya, tapi mengenalinya dengan baik.

Dalam hal pengalaman, saya selalu senantiasa ingat bahwa ada kekurangan yang memang bisa diatasi dengan segera, namun ada beberapa kekurangan yang sudah berusaha diperbaiki entah berapa kali pun ia selalu kembali lagi ketika kita lengah. Terhadap kekurangan yang  pertama, kita bisa memperbaikinya dengan cepat. Namun untuk jenis kekurangan yang kedua, kita harus berdamai dengannya.

Jangan sampai kekurangan-kekurangan dalam diri kita, terutama yang melekat kuat dengan diri kita, membuat kita membenci diri kita sendiri. Ketika kita membenci diri, maka kita semakin terpisah dengan kekurangan tersebut dan akhirnya ia akan lepas dari pengawasan kita. Namun, ketika kita menerima ia sebagai bagian dari diri kita, maka kita senantiasa sadar akan kekurangan tersebut, sehingga kita tidak terperosok olehnya.

Dalam hal ini, saya selalu mengingat filosofi dalam Film Kungfu Panda (hehehe, mohon maaf kalau referensinya terkesan kurang berkelas): menanam benih tidak bisa dipaksakan untuk tumbuh sesuai dengan harapan kita, namun kita harus sabar membiarkan benih itu tumbuh sendiri dalam diri kita. Saya selalu mengingat akan bahaya illussion of control, yaitu keyakinan bahwa kita bisa mengendalikan segalanya. Dalam mengembangkan diri kita, saat kita berusaha untuk mengendalikan segalanya, ada kalanya segalanya malah menjadi kacau.

 

« Last Edit: 20 June 2011, 02:38:10 PM by sobat-dharma »
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #130 on: 20 June 2011, 02:46:14 PM »
Pada dasarnya, dalam diri semua orang, entah itu sudah berkualitas ataupun tidak, selalu saja banyak kekurangan dan kelebihan. Orang dengan self-esteem rendah cenderung membesar-besarkan kekurangan-kekurangannya dan mengecilkan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Sedangkan orang yang terlampau tingi self-esteemnya terlalu membesar-besarkan kelebihannya dan mengecilkan kekurangan-kekurangnya. Keduanya sama tidak sehatnya.

Lebih tepatnya adalah setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan dalam dirinya, dan kita sebaiknya mengenali semuanya dengan netral, tanpa-bias, dan tidak membela diri sendiri. Ini adalah langkah awal. Selanjutnya kita baru bisa mengembangkan segi positif diri kita masing-masing, sambil mengatasi kekurangan kita. Dalam hal ini kita tidak membenci kekurangan-kekurangan kita dan berusaha untuk melenyapkannya, tapi mengenalinya dengan baik.

Dalam hal pengalaman, saya selalu senantiasa ingat bahwa ada kekurangan yang memang bisa diatasi dengan segera, namun ada beberapa kekurangan yang sudah berusaha diperbaiki entah berapa kali pun ia selalu kembali lagi ketika kita lengah. Terhadap kekurangan yang  pertama, kita bisa memperbaikinya dengan cepat. Namun untuk jenis kekurangan yang kedua, kita harus berdamai dengannya.

Jangan sampai kekurangan-kekurangan dalam diri kita, terutama yang melekat kuat dengan diri kita, membuat kita membenci diri kita sendiri. Ketika kita membenci diri, maka kita semakin terpisah dengan kekurangan tersebut dan akhirnya ia akan lepas dari pengawasan kita. Namun, ketika kita menerima ia sebagai bagian dari diri kita, maka kita senantiasa sadar akan kekurangan tersebut, sehingga kita tidak terperosok olehnya.

Dalam hal ini, saya selalu mengingat filosofi dalam Film Kungfu Panda (hehehe, mohon maaf kalau referensinya terkesan kurang berkelas): menanam benih tidak bisa dipaksakan untuk tumbuh sesuai dengan harapan kita, namun kita harus sabar membiarkan benih itu tumbuh sendiri dalam diri kita. Saya selalu mengingat akan bahaya illussion of control, yaitu keyakinan bahwa kita bisa mengendalikan segalanya. Dalam mengembangkan diri kita, saat kita berusaha untuk mengendalikan segalanya, ada kalanya segalanya malah menjadi kacau.

;D Saya sependapat, tapi yang saya tulis di postingan sebelumnya hanya dalam satu aspek; tidak meluas sampai semua aspek dalam kehidupan.

Spoiler: ShowHide

Misalnya:

Pada orang yang sudah cantik, afirmasi positif: "Saya adalah wanita yang cantik!" bisa menjadi motivasi untuk tampil percaya diri saat akan maju ke depan panggung.

Namun pada orang yang (maaf) tidak cantik, yang dibutuhkan adalah penyadaran bahwa dirinya kurang cantik, sehingga tidak perlu menuntut diri bahwa harus cantik untuk percaya diri.

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #131 on: 20 June 2011, 02:52:24 PM »
;D Saya sependapat, tapi yang saya tulis di postingan sebelumnya hanya dalam satu aspek; tidak meluas sampai semua aspek dalam kehidupan.

Spoiler: ShowHide

Misalnya:

Pada orang yang sudah cantik, afirmasi positif: "Saya adalah wanita yang cantik!" bisa menjadi motivasi untuk tampil percaya diri saat akan maju ke depan panggung.

Namun pada orang yang (maaf) tidak cantik, yang dibutuhkan adalah penyadaran bahwa dirinya kurang cantik, sehingga tidak perlu menuntut diri bahwa harus cantik untuk percaya diri.


Okey, dipahami. Trims :)
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #132 on: 20 June 2011, 02:57:20 PM »
Okey, dipahami. Trims :)

Asyik, ada member yang demen bahas psikologi juga di sini. ;D

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #133 on: 20 June 2011, 06:49:24 PM »
Pada dasarnya, dalam diri semua orang, entah itu sudah berkualitas ataupun tidak, selalu saja banyak kekurangan dan kelebihan. Orang dengan self-esteem rendah cenderung membesar-besarkan kekurangan-kekurangannya dan mengecilkan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Sedangkan orang yang terlampau tingi self-esteemnya terlalu membesar-besarkan kelebihannya dan mengecilkan kekurangan-kekurangnya. Keduanya sama tidak sehatnya.

Lebih tepatnya adalah setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan dalam dirinya, dan kita sebaiknya mengenali semuanya dengan netral, tanpa-bias, dan tidak membela diri sendiri. Ini adalah langkah awal. Selanjutnya kita baru bisa mengembangkan segi positif diri kita masing-masing, sambil mengatasi kekurangan kita. Dalam hal ini kita tidak membenci kekurangan-kekurangan kita dan berusaha untuk melenyapkannya, tapi mengenalinya dengan baik.

Dalam hal pengalaman, saya selalu senantiasa ingat bahwa ada kekurangan yang memang bisa diatasi dengan segera, namun ada beberapa kekurangan yang sudah berusaha diperbaiki entah berapa kali pun ia selalu kembali lagi ketika kita lengah. Terhadap kekurangan yang  pertama, kita bisa memperbaikinya dengan cepat. Namun untuk jenis kekurangan yang kedua, kita harus berdamai dengannya.

Jangan sampai kekurangan-kekurangan dalam diri kita, terutama yang melekat kuat dengan diri kita, membuat kita membenci diri kita sendiri. Ketika kita membenci diri, maka kita semakin terpisah dengan kekurangan tersebut dan akhirnya ia akan lepas dari pengawasan kita. Namun, ketika kita menerima ia sebagai bagian dari diri kita, maka kita senantiasa sadar akan kekurangan tersebut, sehingga kita tidak terperosok olehnya.

Dalam hal ini, saya selalu mengingat filosofi dalam Film Kungfu Panda (hehehe, mohon maaf kalau referensinya terkesan kurang berkelas): menanam benih tidak bisa dipaksakan untuk tumbuh sesuai dengan harapan kita, namun kita harus sabar membiarkan benih itu tumbuh sendiri dalam diri kita. Saya selalu mengingat akan bahaya illussion of control, yaitu keyakinan bahwa kita bisa mengendalikan segalanya. Dalam mengembangkan diri kita, saat kita berusaha untuk mengendalikan segalanya, ada kalanya segalanya malah menjadi kacau.
_/\_ saya sangat sependapat... :jempol:
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline Elin

  • DhammaCitta Press
  • KalyanaMitta
  • *
  • Posts: 4.377
  • Reputasi: 222
  • Gender: Female
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #134 on: 06 August 2011, 02:35:10 AM »
Kalo saya pribadi, jika stress, sedih, patah hati, enaknya tidur :)

Bangun tidur, seger, perasaan pun senang.. haha

Kok sama dgn Elin  :))
Emang bener, patah hati enak nya tiduuur, soalnya otak bener2 berhenti berpikir sedih dan kehilangan..
Tp kadang berbeda saat bangun tidurnya..
Masih merasa sedih dan mau nangis lagi, krn masih terlalu melekat   :))

 

anything