//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Cara Berbahagia  (Read 1770 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Cara Berbahagia
« on: 18 June 2009, 11:51:58 PM »
Jiwa yang sejahtera menggambarkan seberapa positif seseorang
menghayati dan menjalani fungsi-fungsipsikologisnya. Peneliti psycho-
logical well-being, Ryff (1995) menyatakan, seseorang yang jiwanya
sejahtera apabila ia tidak sekadar bebas dari tekanan atau masalah
mental yang lain. Lebih dari itu, ia juga memiliki penilaian positif
terhadap dirinya dan mampu bertindak secara otonomi, serta tidak
mudah hanyut oleh pengaruh lingkungan

DAKAH manusia yang tak ingin bahagia? Andaikan pun ada, pasti sangat
sulit ditemukan. Bahkan, ketika menyaksikan sepenggal kisah kehidupan
manusia dalam film yang notabene sengaja dibuat, penonton berharap-
harap pada suatu happy ending, yakni akhir cerita bahagia. Sebagian
orang menganggap kebahagiaan bersifat relatif, sehingga ukuran
bahagia bagi setiap orang berbeda satu sama lain. Kebutuhan uang
mendorong orang bertekun mencari dan memperolehnya. Berbagai cara pun
ditempuh, termasuk korupsi. Setelah memenuhi seluruh kebutuhannya,
dapatkah yang bersangkutan disebut bahagia?

Bayangkanlah suatu keadaan saat Anda tidak dipenuhi berbagai tugas,
kewajiban, dan tanggung jawab. Tidak ada tagihan-tagihan, tidak ada
rencana berlibur atau membeli sesuatu yang cukup mahal, tidak ada
tenggat yang mengejar. Juga tidak ada jadwal rapat yang padat atau
deretan daftar janji, dan sebagainya. Apabila dibandingkan dengan
keadaan ketika semua itu memenuhi keseharian Anda, manakah yang
paling membahagiakan? Wajar jika Anda kesulitan menentukan pilihan.
Sebab bahagia itu relatif dan tidak terukur.


Bahagia dan Puas

Sebelum menemukan cara berbahagia, ada baiknya menyamakan paradigma
bahagia terlebih dahulu. Keadaan bahagia sering kali diasosiasikan
dengan puas. Kendati kedua hal itu memiliki ukuran yang sangat
berbeda. Tak jarang orang menyatakan dirinya berbahagia pada saat ia
merasa puas telah memperoleh apa yang diinginkannya. Bahagia yang
dimaknai sebagai kepuasan memang bersifat relatif. Puas bagi
seseorang belum tentu dapat diukurkan bagi orang lain. Ada yang sudah
puas memiliki sepuluh keping, tapi yang lain belum. Sebaliknya,
bahagia yang sejati justru dapat diterima oleh semua orang. Indikasi
kunci dari perasaan bahagia adalah kesejahteraan psikis
(psychological well-being).

Jiwa yang sejahtera menggambarkan seberapa positif seseorang
menghayati dan menjalani fungsi-fungsi psikologisnya. Peneliti
psychological well-being, Ryff (1995) menyatakan, seseorang yang
jiwanya sejahtera apabila ia tidak sekadar bebas dari tekanan atau
masalah mental yang lain. Lebih dari itu, ia juga memiliki penilaian
positif terhadap dirinya dan mampu bertindak secara otonomi, serta
tidak mudah hanyut oleh pengaruh lingkungan. Tentu saja orang
tersebut memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, menyadari
bahwa hidupnya bermakna dan bertujuan. Ia merasakan dirinya tetap
berkembang dan bertumbuh, serta mampu menguasai lingkungannya.

Kebahagiaan seseorang mempengaruhi sekelilingnya secara positif
karena orang yang bahagia memancarkan energi positif. Sedangkan puas
tidak mempunyai makna sedalam itu. Sebab perasaan puas lekas surut,
kemudian muncul kembali tuntutan pemuasan terhadap rasa tidak puas
yang lain. Begitu seterusnya, lingkaran puas-tidak puas itu berputar.
Puas berarti terpenuhinya kebutuhan pada level tertentu, padahal
kebutuhan manusia terus meningkat, sehingga puas tidak pernah benar-
benar tercapai.

Puas berorientasi pada hasil, sedangkan bahagia adalah proses mengisi
hidup secara bermakna. Bahagia mengandung makna kenikmatan tertinggi,
dibandingkan dengan puas yang cenderung berupa kenikmatan temporer
dan fluktuatif. Ambil contoh perilaku makan. Hal biasa yang dilakukan
orang terkait kebutuhan primer. Ketika merasa lapar, orang segera
menyantap makanan yang tersedia dengan lahap, lalu merasa kenyang.
Nikmat dan nyaman sesaat terlepas dari lapar merupakan satu bentuk
kepuasan.

Berbeda ketika pertama-tama orang mensyukuri makanan yang terhidang
di hadapannya. Selanjutnya ia mulai mengunyah perlahan-lahan, sembari
merasakan sensasi dari setiap rasa yang menyentuh rongga mulut,
lidah, tenggorokan, bahkan seolah-olah merasakan perjalanan makanan
di ruang lambung. Kenikmatan menyentuh seluruh indra hingga ke
perasaan, sehingga setiap kali memperoleh makanan, orang ingin
mengulang sensasi tersebut. Cara ini mengubah makna makan lebih dari
sekadar mengisi perut dan merasa kenyang.

Nikmatnya tidak terletak pada variasi menu makanan, rasa atau
banyaknya makanan yang tersedia. Namun lebih pada saat berlangsungnya
proses makan itu sendiri. Cara menyantap dan menikmati sensasi di
seluruh raga dan rasa, menghadirkan perasaan puncak yang tak
tertandingi. Bahkan, oleh harga makanan maupun rasa kenyang.
Demikianlah kira-kira keadaan ini beranalogi dengan bahagia.

Kebahagiaan dapat mempengaruhi lingkungan. Pernahkah kita yang sedang
tidak lapar tiba-tiba tergiur untuk menikmati makanan yang tengah
disantap seseorang di dekat kita? Sebabnya bukan karena kita tahu
makanan itu enak atau mengenyangkan, tapi orang yang sedang makan itu
tampak sangat menikmati. Rasa kenyang seseorang tidak dapat dinikmati
orang lain. Namun kenikmatan yang tertangkap pada orang yang
bersantap menggugah orang-orang di sekelilingnya.


Meraih Bahagia

Cara berbahagia adalah upaya meraih kebahagiaan. Bahagia berarti
mencapai kesejahteraan psikis pada setiap kondisi dan situasi. Hidup
tidak hanya hitam dan putih, namun dipenuhi beragam warna. Berbagai
situasi dan kondisi hidup, entah itu senang, susah, biasa-biasa,
rutin, monoton, semua harus bisa dan berani dihadapi. Berpijak pada
uraian-uraian sebelumnya, paradigma, dan pemahaman bahagia, merupakan
langkah untuk memiliki bahagia.

Pertama, bahagia bukan tujuan, tapi proses. Adalah sia-sia jika
seseorang menempatkan bahagia di ujung harapan, lalu berangan
menggapainya. Upaya ini rentan mendekatkan manusia pada kondisi
depresi. Bahagia ada di dalam proses hidup, apa pun tujuan kepuasan
yang ingin dicapai. Dengan menikmati setiap gulir waktu, peristiwa,
persoalan, pemecahan masalah, maka bahagia dengan sendirinya telah
dimiliki. Pada saat orang mampu memberi makna positif pada setiap
detail kehidupannya, maka ia memiliki bahagia. Makna positif itu
adalah membiarkan seluruh diri melebur di dalam waktu. Melepaskan
kecemasan dan ketakutan, membebaskan pikiran dari upaya-upaya
pembelaan diri yang kaku. Merasakan denyut nadi, detak jantung, dan
aliran darah, secara alamiah, hingga melonggarkan manusia dari pola-
pola tidak sehat. Menyerahkan jiwa sepenuhnya pada proses kehidupan
yang tengah bergulir atau dengan kata lain pasrah.

Kedua, bahagia memiliki kekuatan resonansi. Kebahagiaan yang dimiliki
seseorang akan dapat menggetarkan sekelilingnya, sehingga orang lain
turut merasakannya dan memiliki bahagia. Cara kita menikmati proses
demi proses kehidupan adalah inspirasi bagi orang lain. Berbuat
sesuatu yang inspiratif seharusnya jauh dari perbuatan buruk,
melanggar norma ataupun merugikan orang lain. Menginspirasikan nilai
hidup positif bagi orang lain adalah kebahagiaan. Apabila kebahagiaan
seseorang menimbulkan prasangka buruk di dalam lingkungannya tentu
saja nilai kepuasan akan hilang. Namun proses yang dibiarkan mengalir
didasari niat tulus dan jiwa tenang beralaskan prinsip adalah bahagia
yang menetap, waktulah yang bertugas menjawabnya.

Ketiga, keadaan bahagia bukannya tanpa kesulitan hidup. Keliru besar
jika seseorang ingin memiliki bahagia dengan cara menjauhi masalah-
masalah kehidupan. Justru kebahagiaan menyusup, ketika dengan berani,
pribadi matang, pengendalian diri, dan dengan bijak, orang menghadapi
persoalan hidup. Barangkali ada yang bertanya, bagaimana mungkin saya
berbahagia pada saat orang yang sangat saya kasihi pergi meninggalkan
saya untuk selama-lamanya? Kenapa tidak mungkin? Ketika Anda
menangis, bersedih, meratap, pasti Anda tahu bahwa ada kondisi
kebalikannya. Menyadari betapa beruntungnya Anda pernah memiliki saat-
saat indah bersamanya, merupakan proses bahwa Anda bahagia memiliki
semua, baik di saat senang maupun saat susah.

Keempat, materi bukan ukuran kebahagiaan. Jika bahagia semata materi,
maka depresi pun mengintai jiwa manusia. Orang akan terjebak pada
lingkaran puas-tidak puas. Bahagia adalah perasaan cinta yang
dibiasakan dan dipilih setiap orang, sehingga mencari cara untuk
berbahagia dengan memiliki seluruh dunia adalah sia-sia. Bahagia
bukan hal yang relatif, namun adalah karakter yang dibangun dari
kebiasaan orang dalam proses mengisi hidup agar sungguh-sungguh
bermakna. Menikmati hidup dengan tidak memusatkannya pada situasi dan
kondisi yang baik atau buruk. Setiap orang bebas memilih untuk mau
berbahagia atau tidak. Apabila orang sungguh-sungguh ingin berbahagia
maka ia tahu bahagia sudah dimilikinya. (Rinny S-SuaraPemb)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))