//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Jalan sejati menjadi seorang insan  (Read 3944 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline hariyono

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 253
  • Reputasi: 17
Jalan sejati menjadi seorang insan
« on: 07 November 2009, 11:20:42 AM »
Mengapa kita memperlakukan orang asing dengan lebih sopan dari pada terhadap kawan dan keluarga ?

Sebahagian orang sangat santun ter hadap orang - orang yang tidak akrab dengan mereka .
Mereka menjaga etika pergaulan dan melewatkan waktu denagn gembira  ,
Namun ,
Setelah mereka melewatkan waktu bersama -sama ...
dan menjadi semakin akrab ,
keakraban menjurus pada urakan dan mereka tidak lagi mengindahkan tata krama .

Oleh karena itulah ,
sebahagian orang berkata bahwa kebencian muncul dari cinta .
Pada mulanya ,
ketika setiap orang saling sopan ,
mereka mampu saling menghormati dan mengasihi .
Namun kemudian , ketika mereka semakin akrab satu sama lain ..
dan perhatian mereka terhadap sopan santun ber angsur -angsur luntur ,
rasa cuek mulai muncul !!
Kita seyogyanya mempertahankan sikap santun seperti saat pertama kali bertemu .
Inilah jalan sejati menjadi seorang insan dan bergaul dengan orang lain .

sadu.sadhu.sadhu.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Jalan sejati menjadi seorang insan
« Reply #1 on: 07 November 2009, 02:47:09 PM »
Saya pikir ada yang keliru dari analisa di sini sebab menganggap bahwa keadaan bathin kita waktu bertemu adalah "baik" dan kemudian berangsur-angsur "memburuk".

Menurut saya tidak demikian, namun ketika kita baru bertemu, maka kita menggunakan topeng setebal-tebalnya sehingga terlihat baik, lalu semakin dekat, semakin kelihatan aslinya. Oleh karena itu, semakin lama, juga semakin kelihatan menyenangkan atau menyebalkannya seseorang tersebut.


Offline hariyono

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 253
  • Reputasi: 17
Re: Jalan sejati menjadi seorang insan
« Reply #2 on: 07 November 2009, 04:44:51 PM »
terima kasih rekan
Kainyn_Kutho
telah memberikan analisa sesuai dengan pandangan Anda dalam kaca mata fenonema realita saat ini .
Pandangan Anda memberikan lebih sempurnanya posting saya .
terima kasih mohon terus untuk dibimbing dalam posting pembabaran Dharma .

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Jalan sejati menjadi seorang insan
« Reply #3 on: 07 November 2009, 11:31:58 PM »
Kita memang selalu "Jaim" bila ketemu orang baru dikenal  ;D
"ego' dan benturan kepentingan belum terjadi ......

dari kehidupan manusia zaman dulu sampe yg akan datang, fenonema ini akan terus berlangsung ......

Apakah ada yg salah??  ::)
Gw rasa : Tidak!!! ......   ;)
karna LDM  :)
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Jalan sejati menjadi seorang insan
« Reply #4 on: 09 November 2009, 09:18:20 AM »
terima kasih rekan
Kainyn_Kutho
telah memberikan analisa sesuai dengan pandangan Anda dalam kaca mata fenonema realita saat ini .
Pandangan Anda memberikan lebih sempurnanya posting saya .
terima kasih mohon terus untuk dibimbing dalam posting pembabaran Dharma .

Di sini kita bukan siapa membimbing siapa, tetapi sesama rekan saling membimbing dan berbagi.
 _/\_


Kita memang selalu "Jaim" bila ketemu orang baru dikenal  ;D
"ego' dan benturan kepentingan belum terjadi ......

dari kehidupan manusia zaman dulu sampe yg akan datang, fenonema ini akan terus berlangsung ......

Apakah ada yg salah??  ::)
Gw rasa : Tidak!!! ......   ;)
karna LDM  :)

Ya, betul. Kalau hubungan tidak dekat, maka jarang ada konflik kepentingan. Juga yang dibicarakan hanya sebatas "basa-basi", bukan hal yang mendalam.

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: Jalan sejati menjadi seorang insan
« Reply #5 on: 09 November 2009, 10:00:28 AM »
^
^
^

 _/\_

Saya setuju

Saya hanya menambahkan artikel saja

PERMASALAHAN BENAR DAN SALAH


Makan bersama dengan teman-teman atau rekanan ada banyak bentuknya, tetapi saya masih lebih menyukai bentuk yang saling menyemangati dan berbicara dari hati ke hati, akhirnya setelah selesai makan, saat hendak berpisah, kita saling tersenyum mengerti, hati dipenuhi dengan perasaan senang dan damai, kita saling mengerti bahwa dalam kehidupan yang nyata ini kita sedang berusaha, kemudian memiliki lebih banyak dorongan tidak henti-hentinya untuk maju ke depan.

Tetapi ada semacam obrolan yang sangat tidak saya senangi, mengobrol tentang permasalahan benar dan salah, tentang gosip, tentang orang ini bagaimana dan orang itu bagaimana, walaupun di dalam kehidupan ini memang terdapat manusia, persoalan dan benda-benda yang menyebabkan pertikaian, walaupun setiap tahun selalu terdapat banyak sekali kekacauan yang berada di seputar kita.

Ada orang yang tidak sabar untuk memperebutkan menang dan kalah, ada orang yang merasa di atas angin dan tidak mau memaafkan orang, ada orang yang berlaku licik untuk menyelamatkan diri, ada orang yang bicaranya sangat keras dan menyakitkan, ada orang yang senang  menatap orang lain dengan tatapan yang tajam atau sinis, tetapi mereka semua telah lupa untuk melihat tingkah laku dirinya sendiri.

Ini mungkin adalah watak dasar jahat dari manusia ( LDM ), yang lebih senang mendengarkan persoalan benar dan salah dari orang lain, mengritik kesalahan orang lain. Meskipun topik semacam ini juga telah mengungkapkan banyak sekali fakta dan keadaan yang tidak diketahui oleh dunia luar, akan tetapi setelah mengikuti makan bersama semacam ini, perasaan bukan menjadi senang, sebaliknya dalam hati akan timbul semacam kesedihan dan ketidak berdayaan.

Mendengarkan orang lain membicarakan orang lain, dengan topik, kejadian dan kritikan yang sama, dimana sudah pernah saya dengar berulang-ulang, walaupun orang yang dibicarakan itu memang sesungguhnya adalah demikian, tetapi, orang lain itu justru bagaikan sebuah cermin, merefleksikan hati kita sendiri ( guru kita) – apakah kita bersyukur? Gembira? Marah? Iri? Tidak peduli jenis yang manapun, kesemuanya bukan perasaan yang saya dambakan.

Karena ada eksistensi manusia, maka baru ada hati manusia, tetapi setelah dilihat-lihat, maka masalah antara manusia dengan manusia, hanyalah itu itu saja. Saya marah terhadap diri saya yang berada dalam keadaan itu, bukan hanya tidak dapat mengalihkan topik pembicaraan kepada hal-hal yang positif, juga hanya bisa bungkam seribu bahasa.

Dipikir-pikir secara mendalam, “Menutupi kekurangan dan memberitakan kebaikan” sungguh adalah kebajikan yang jarang ada. Bagaimanapun, setelah mengetahui pihak lawan adalah orang yang bagaimana, selain tidak mengikuti jejaknya, juga tidak memanas-manasi keadaan, tidak membicarakan dan tidak menyebarluaskan kejelekan pihak lain, berusaha sedapat mungkin melihat sisi kebaikan dia, tidak memikirkan sisi kejelekan dia, di manapun kita berada selalu memberitakan perbuatan kebajikan, ini sungguh bukan hal yang mudah.

Banyak sekali orang yang merasa senang jika melihat orang lain berbuat kesalahan, melakukan tindakan yang memalukan, tidak senang orang lain membicarakan kekurangan kita, akan tetapi jika mendengarkan orang lain sedang mengatai seseorang, dengan segera kita tambahkan untuk beberapa kata, mencelakakan orang yang sudah dalam keadaan gawat, untuk memamerkan bahwa diri sendiri lebih tahu dari pada yang lain. 

Akan tetapi, kebiasaan “mengritik” dan “mengadu kekurangan” semacam ini, dapatkah disebut baik? Perkataan dan perbuatan yang bagaimana baru benar-benar bisa membantu orang lain? Prinsip yang berada di depan mata, mengapa saya tidak dapat melaksanakan? 

Perkataan yang sangat sederhana tetapi memiliki bobot yang sangat berat : Lebih banyak melihat kebaikan orang lain, sedikit melihat kekurangan orang lain. Saya kira tidak peduli bagaimanapun juga, saya harus melakukan dengan baik, jika kita tidak bisa merubah lingkungan, setidaknya kita harus bisa MENJAGA SIKAP DAN PERILAKU kita sebaik-baiknya.

Saya ingat wejangan YM Bhante Sri Pannavaro, jika orang lain boleh berbuat hal yang tidak bermoral, maka saya harus berani mengatakan “SAYA, TIDAK !"

 _/\_ 

Offline chubby

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 374
  • Reputasi: 29
  • ponakan tercinta.....
Re: Jalan sejati menjadi seorang insan
« Reply #6 on: 15 November 2009, 12:27:45 AM »
menurutku kalo sudah kenal sangat dekat maka rasa sungkan itu sudah tidak ada maka itu sering kita berlakutidak menyenangkan terhadap anggota keluarga kita, karena kita sudah merasa tidak sungkan lagi dengan mereka. sedangkan dengan orang baru kita cenderung merasa sungkan karena tidak terbiasa
hy2 salam kenal ya semuanya

Offline inJulia

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 256
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Jalan sejati menjadi seorang insan
« Reply #7 on: 07 December 2009, 11:16:43 AM »
Hai Bro Change,

Jumpa lagi  ;D

Quote from: CHANGE link=topic=13604.msg222094#msg222094
date=1257735628
PERMASALAHAN BENAR DAN SALAH
<del...>
Dipikir-pikir secara mendalam, “Menutupi kekurangan dan memberitakan kebaikan” sungguh adalah kebajikan yang jarang ada. Bagaimanapun, setelah mengetahui pihak lawan adalah orang yang bagaimana, selain tidak mengikuti jejaknya, juga tidak memanas-manasi keadaan, tidak membicarakan dan tidak menyebarluaskan kejelekan pihak lain, berusaha sedapat mungkin melihat sisi kebaikan dia, tidak memikirkan sisi kejelekan dia, di manapun kita berada selalu memberitakan perbuatan kebajikan, ini sungguh bukan hal yang mudah.

Menurut saya,
Bukan dengan diam membisu atas keburukan orang lain, maka kita boleh merasa telah melakukan kabijaksanaan. Tergantung situasi dan motivasi kita sendiri.

Ketika dalam organisasi satu anggota melakukan kekeliruan, maka berdiam diri akan merugikan oanggota lainnya.

Ketika kita merasa benar, membuat pengaduan FAKTA, mungkin di sana tanpa kita sadari terkontaminasi LDM kita sendiri. Tapi demi kepentingan organisasi, anggota yang lain kita mesti berusaha menyampaikan keburukan teman ini se bijak mungkin, dengan emosi serendah mungkin, dan niat jahat, menyakiti seminimal mungkin, kepada orang yang tepat (guru, misalnya). Itu jelas ada konsekuensinya.

Dibandingkan, kita berdiam diri saja alias EGP. Takut menerima konsekuensi: dianggap menyebarkan keburukan orang, takut dimusuhi, takut dianggap menjelek-jelekan teman organisasi.

Saya ingat wejangan YM Bhante Sri Pannavaro, jika orang lain boleh berbuat hal yang tidak bermoral, maka saya harus berani mengatakan “SAYA, TIDAK !"
nah, apa cukup dengan berkata "SAYA TIDAK!", dan DIAM SAJA tanpa berani mengambil resiko dicap: jelek, berniat buruk, mencelakakan teman? Apa sebaiknya tindakan yang positif?

 _/\_