//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Apa gunanya berdoa???  (Read 68014 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #60 on: 22 September 2010, 11:23:33 PM »
Kepada siapa kita bersyukur??

Setiap orang punya kebebasan untuk bersyukur kepada siapa saja... Ada yang bersyukur kepada Tuhan. Ada yang bersyukur kepada Buddha. Ada yang bersyukur kepada Bodhisattva. Ada yang bersyukur kepada dewa-dewi, dst.

Offline Ingyastuti

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 213
  • Reputasi: 6
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #61 on: 22 September 2010, 11:47:16 PM »
Kepada siapa kita bersyukur??

Setiap orang punya kebebasan untuk bersyukur kepada siapa saja... Ada yang bersyukur kepada Tuhan. Ada yang bersyukur kepada Buddha. Ada yang bersyukur kepada Bodhisattva. Ada yang bersyukur kepada dewa-dewi, dst.

Bukannya dalam agama buddha selalu percaya pada karma yach??Apa yang diperbuat itulah yang diterimanya.. ^-^ ^-^ ^-^
Bersyukur dalam agama buddha bisa dengan cara berdana,malaksanakan sila&samadi..bener ga??Aku si kurang jelas juga ni... ^-^ ^-^

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #62 on: 23 September 2010, 01:20:19 AM »
Bukannya dalam agama buddha selalu percaya pada karma yach??Apa yang diperbuat itulah yang diterimanya.. ^-^ ^-^ ^-^
Bersyukur dalam agama buddha bisa dengan cara berdana,malaksanakan sila&samadi..bener ga??Aku si kurang jelas juga ni... ^-^ ^-^

Jika kita anggap definisi dari "bersyukur" adalah berterimakasih ataupun bersikap senang dengan apa yang sedang dan atau sudah didapatkan; maka sikap bersyukur dalam Buddhisme yaitu puas dengan apa yang kita miliki sekarang (santhuti).

Offline kamala

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 592
  • Reputasi: 44
  • Gender: Female
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #63 on: 23 September 2010, 09:30:31 AM »
sebenarnya tidak ada dikenal dalam ajaran Buddha istilah "berdoa"
berdoa ini lebih ditekankan di ajaran K baik itu untuk memohon ampun , meminta berkah dan lain sebagainya

jika kita memiliki keinginan lebih baik kita lakukan tindakan nyata
contohnya ingin pintar ya belajar dengan rajin , ingin sehat ya lakukan olahraga hindari makanan cepat saji dll, dan juga untuk hal lainnya

bersama ini saya copas-kan artikel tanya jawab dari Bhante Uttamo MT tentang "berdoa" :
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang dijumpai adanya kisah doa yang 'seolah-olah' terkabul seperti yang diceritakan dalam pertanyaan di atas. Padahal, menurut pandangan Buddhis, terwujudnya suatu harapan atau doa sangatlah tergantung pada timbunan kamma baik yang dimiliki oleh orang yang berharap tersebut. Apabila ia mempunyai kamma baik yang cukup dan matang pada saat diperlukan, maka kondisi inilah yang disebut masyarakat sebagai 'harapan atau doa yang terkabul'.
Namun, apabila ia tidak mempunyai kamma baik yang sesuai untuk mendukung terwujudnya harapan yang ia miliki, maka usaha keras dan doa yang tekun juga tidak akan memberikan kebahagiaan seperti harapannya.
Oleh karena itu, cukup banyak dijumpai dalam masyarakat adanya orang yang tetap menderita walaupun mereka sudah banyak berdoa. Semua kejadian ini bukan karena mereka tidak mempunyai kepercayaan atau keyakinan, namun mereka tidak mempunyai kamma baik yang yang matang pada saat yang tepat untuk mendukung terwujudnya kebahagiaan.
Dengan demikian, dalam pandangan Buddhis, apabila seseorang ingin mendapatkan kebahagiaan hidup, ia hendaknya selalu dan terus mengembangkan kebajikan melalui ucapan, badan serta pikirannya.
Salah satu kebajikan yang dapat dilakukan adalah membaca paritta. Ritual ini sesungguhnya mengkondisikan orang untuk mengembangkan kebajikan melalui ucapan, badan dan juga pikiran.
Jadi, semakin banyak seseorang membaca paritta atau dalam istilah lain disebut 'berdoa', maka semakin besar pula potensi yang ia miliki untuk mencapai kebahagiaan. Jika kamma baiknya telah mencukupi, maka umat Buddha inipun dapat disebut sebagai umat yang telah terkabul doa atau harapannya.
Semoga jawaban ini dapat menambah semangat para umat serta simpatisan Buddhis untuk terus berjuang mengembangkan kebajikan di setiap saat agar dapat mencapai kebahagiaan dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang selanjutnya.
Semoga demikianlah adanya.
Salam metta,
B. Uttamo
Daripada seribu kata yang tak berarti,
adalah lebih baik sepatah kata yang bermanfaat,
yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya.

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #64 on: 23 September 2010, 09:41:49 AM »
Yang saya maksudkan dalam kata "semua" adalah semua hal (perbuatan). Sedangkan "kebanyakan orang melarikan diri" bukanlah yang saya maksudkan dari kata "semua".
juga sama. melarikan diri itu untuk hal2 yg saya tuliskan di atas, bukan "semua".
untuk hal2 yg saya sebutkan di atas, tidak ada yang lebih dewasa antara satu dengan yang lain.

Apakah tujuan dari mengamati, mengenali dan mengakrabi dukkha sampai akhirnya dukkha itu lenyap? Tujuannya adalah melarikan diri dari dukkha, bukan? Tujuannya adalah melepaskan diri dari dukkha, bukan? Tujuannya adalah untuk mencapai kebahagiaan, bukan?
anda benar. apabila di balik pengamatan itu ada ambisi2, tujuan2 dan ideal2 maka usaha itu menjadi pelarian juga.

btw, saya rangkum apa yg kita obrolkan sampe sekarang untuk topik ini:
* melihat hasil akhirnya, terlepas dari bener tidaknya, berdoa juga memberi manfaat (anda bilang setuju)
* mencari kenyamanan dalam uang, materi, guru2, doktrin2 maupun kepercayaan2 (dalam hal ini berdoa) adalah sama aja, sama2 melarikan diri dari dukkha kepada satu pelindungan yg dipercayai bisa menyembuhkan dukkha. gak ada yg lebih "dewasa" ataupun lebih "pinter" (ini anda setuju atau gak? kalo gak setuju, tolong terangkan dimana kelebihandewasaannya)
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #65 on: 23 September 2010, 10:34:24 AM »
juga sama. melarikan diri itu untuk hal2 yg saya tuliskan di atas, bukan "semua".
untuk hal2 yg saya sebutkan di atas, tidak ada yang lebih dewasa antara satu dengan yang lain.

Yang saya maksudkan dari kata "semua" adalah semua contoh kasus yang Anda sebutkan di postingan sebelumnya.

anda benar. apabila di balik pengamatan itu ada ambisi2, tujuan2 dan ideal2 maka usaha itu menjadi pelarian juga.

btw, saya rangkum apa yg kita obrolkan sampe sekarang untuk topik ini:
* melihat hasil akhirnya, terlepas dari bener tidaknya, berdoa juga memberi manfaat (anda bilang setuju)
* mencari kenyamanan dalam uang, materi, guru2, doktrin2 maupun kepercayaan2 (dalam hal ini berdoa) adalah sama aja, sama2 melarikan diri dari dukkha kepada satu pelindungan yg dipercayai bisa menyembuhkan dukkha. gak ada yg lebih "dewasa" ataupun lebih "pinter" (ini anda setuju atau gak? kalo gak setuju, tolong terangkan dimana kelebihandewasaannya)

  • Untuk poin pertama, saya setuju kalau bagi sebagian orang; berdoa dapat memberi manfaat.
  • Untuk poin kedua, saya tidak sepenuhnya setuju. Untuk mempersingkat aspek perbandingan, saya ambil contoh kasus "mengejar kekayaan" dengan "berdoa" saja. Mengejar kekayaan memang cenderung dimotivasi oleh keinginan untuk lepas dari penderitaan kemiskinan. Namun motivasi dari ingin lepas dari kemiskinan ini bisa saja didahului oleh motivasi lain, misalnya ingin membahagiakan orangtua dan keluarga yang miskin. Sedangkan berdoa cenderung dimotivasi oleh keinginan untuk memuja Tuhan, perintah agama, dan ketidak-tahuan akan kammassakatanana. Lalu motivasi dari ingin memuja Tuhan, mentaati perintah agama, ataupun berdoa sebagai ucap syukur / berserah kepada Tuhan itu pun didahului oleh motivasi lain; misalnya karena ingin disayang Tuhan, ingin masuk surga, tidak ingin masuk neraka, ataupun supaya permohonannya bisa dikabulkan Tuhan. Karena itu saya tidak setuju jika "semua" hal disama-ratakan sebagai hal yang sama

Mengejar kekayaan dan berdoa bisa sama-sama dikatakan mengejar kenikmatan duniawi (hidup). Namun perbedaannya, objek dari mengejar kekayaan adalah hal yang nyata. Dengan mendapatkan kekayaan, seseorang bisa melakukan suatu hal yang belum bisa dilakukan sebelumnya. Sedangkan objek dari berdoa adalah Tuhan, yang bahkan tidak bisa dibuktikan keberadaannya. Seseorang yang percaya atau tidak pada Tuhan, hidupnya tetap bisa berjalan dengan baik. Berdoa pada sosok yang belum pernah dilihat hanyalah sebuah pemuasan daya imajinasi. Sama seperti seseorang yang berimajinasi bahwa mendiang ayahnya akan selalu menjaga di siang dan malam. Membutuhkan sosok yang tidak real untuk memuaskan indria, itu adalah perbuatan yang lebih "kanak-kanak" daripada mengejar kekayaan.

---------------------------------------

Sebelum melangkah ke babak selanjutnya, saya punya pertanyaan: "apakah definisi dari kata "berdoa" bagi Anda sama dengan definisi yang saya miliki ini?"

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #66 on: 23 September 2010, 12:59:55 PM »
Untuk poin kedua, saya tidak sepenuhnya setuju. Untuk mempersingkat aspek perbandingan, saya ambil contoh kasus "mengejar kekayaan" dengan "berdoa" saja. Mengejar kekayaan memang cenderung dimotivasi oleh keinginan untuk lepas dari penderitaan kemiskinan. Namun motivasi dari ingin lepas dari kemiskinan ini bisa saja didahului oleh motivasi lain, misalnya ingin membahagiakan orangtua dan keluarga yang miskin. Sedangkan berdoa cenderung dimotivasi oleh keinginan untuk memuja Tuhan, perintah agama, dan ketidak-tahuan akan kammassakatanana. Lalu motivasi dari ingin memuja Tuhan, mentaati perintah agama, ataupun berdoa sebagai ucap syukur / berserah kepada Tuhan itu pun didahului oleh motivasi lain; misalnya karena ingin disayang Tuhan, ingin masuk surga, tidak ingin masuk neraka, ataupun supaya permohonannya bisa dikabulkan Tuhan. Karena itu saya tidak setuju jika "semua" hal disama-ratakan sebagai hal yang sama

Mengejar kekayaan dan berdoa bisa sama-sama dikatakan mengejar kenikmatan duniawi (hidup). Namun perbedaannya, objek dari mengejar kekayaan adalah hal yang nyata. Dengan mendapatkan kekayaan, seseorang bisa melakukan suatu hal yang belum bisa dilakukan sebelumnya. Sedangkan objek dari berdoa adalah Tuhan, yang bahkan tidak bisa dibuktikan keberadaannya. Seseorang yang percaya atau tidak pada Tuhan, hidupnya tetap bisa berjalan dengan baik. Berdoa pada sosok yang belum pernah dilihat hanyalah sebuah pemuasan daya imajinasi. Sama seperti seseorang yang berimajinasi bahwa mendiang ayahnya akan selalu menjaga di siang dan malam. Membutuhkan sosok yang tidak real untuk memuaskan indria, itu adalah perbuatan yang lebih "kanak-kanak" daripada mengejar kekayaan.
justru itu menurut saya kedua2nya sama saja...

setahu saya, berdoa tidak lah selalu "seegois" kutipan anda di atas. ada orang yg berdoa bagi kebahagiaan orang tua ataupun keluarganya, bagi orang banyak, bagi bangsanya. sama saja seperti pengejar materi di contoh anda. semua tergantung si pendoa itu sendiri.

bicara soal nyata atau semu, juga sama aja. harta, cinta, badan, doktrin maupun kepercayaan semuanya akan berubah, sirna dan terpisah. semuanya tidak kekal, semuanya dukkha...


Sebelum melangkah ke babak selanjutnya, saya punya pertanyaan: "apakah definisi dari kata "berdoa" bagi Anda sama dengan definisi yang saya miliki ini?"
saya memakai pengertian sehari2 orang samawi aja, di sekitar kita, di filem2, di lingkungan, di bacaan2...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #67 on: 23 September 2010, 01:19:45 PM »
sebagai selingan saya kasih sutta yang mungkin berhubungan dengan thread ini :

11  Cūḷasīhanāda Sutta
Khotbah pendek tentang Auman Singa

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu: “Para bhikkhu.” – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2. “Para bhikkhu, hanya di sini terdapat seorang petapa, hanya di sini terdapat petapa ke dua, hanya di sini terdapat petapa ke tiga, hanya di sini terdapat petapa ke empat. Doktrin-doktrin dari yang lain adalah kosong [64] dari petapa: itu adalah bagaimana kalian dapat dengan benar mengaumkan auman singa kalian.

3. “Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa para pengembara sekte lain menanyakan: ‘Tetapi atas kekuatan [argumen] apakah atau dengan dukungan [otoritas] apakah Yang Mulia berkata demikian?’ Para petapa sekte lain yang bertanya demikian dapat dijawab dengan cara ini: ‘Teman, empat hal telah dinyatakan kepada kami oleh Sang Bhagavā yang mengetahui dan melihat, sempurna dan tercerahkan sempurna; setelah melihat hal ini dalam diri kami, kami mengatakan: “hanya di sini terdapat seorang petapa, hanya di sini terdapat petapa ke dua, hanya di sini terdapat petapa ke tiga, hanya di sini terdapat petapa ke empat. Doktrin-doktrin dari yang lain adalah kosong dari petapa.” Apakah empat ini? Kami memiliki keyakinan pada Sang Guru, kami memiliki keyakinan pada Dhamma, kami telah memenuhi aturan-aturan moral, dan teman-teman kami dalam Dhamma menyayangi dan menyenangi kami apakah mereka umat awam atau mereka yang telah meninggalkan keduniawian. Ini adalah empat hal yang dinyatakan kepada kami oleh Sang Bhagavā yang mengetahui dan melihat, sempurna dan tercerahkan sempurna, ketika melihatnya dalam diri kami, kami mengatakan apa yang kami lakukan.’

4. “Adalah mungkin, para bhikkhu, para pengembara sekte lain akan berkata sebagai berikut: ‘Teman-teman, kami juga memiliki keyakinan pada Sang Guru, yaitu, pada Guru Kami; kami juga memiliki keyakinan pada Dhamma, yaitu, pada Dhamma kami, kami juga telah memenuhi aturan-aturan moral, yaitu aturan-aturan kami; dan teman-teman kami dalam Dhamma juga menyayangi dan menyenangi kami apakah mereka umat awam atau mereka yang telah meninggalkan keduniawian. Apakah bedanya di sini, sahabat-sahabat, apakah perbedaan antara kalian dan kami?’

5. “Para pengembara dari sekte lain yang bertanya demikian dapat dijawab seperti ini: ‘Bagaimanakah, teman-teman, apakah tujuannya satu atau banyak?’ jika menjawab dengan benar, maka para pengembara dari sekte lain akan menjawab: ‘Teman-teman, tujuannya adalah satu bukan banyak.’  – ‘Tetapi, teman-teman, apakah tujuan itu untuk seorang yang terpengaruh oleh nafsu atau bebas dari nafsu?’ Jika menjawab dengan benar, maka para pengembara dari sekte lain akan menjawab: ‘Teman-teman, tujuan itu adalah untuk seorang yang bebas dari nafsu, bukan untuk seorang yang terpengaruh oleh nafsu.’ - ‘Tetapi, teman-teman, apakah tujuan itu untuk seorang yang terpengaruh oleh kebencian atau bebas dari kebencian?’ Jika menjawab dengan benar, maka para pengembara dari sekte lain akan menjawab: ‘Teman-teman, tujuan itu adalah untuk seorang yang bebas dari kebencian, bukan untuk seorang yang terpengaruh oleh kebencian.’ - ‘Tetapi, teman-teman, apakah tujuan itu untuk seorang yang terpengaruh oleh kebodohan atau bebas dari kebodohan?’ Jika menjawab dengan benar, maka para pengembara dari sekte lain akan menjawab: ‘Teman-teman, tujuan itu adalah untuk seorang yang bebas dari kebodohan, bukan untuk seorang yang terpengaruh oleh kebodohan.’ - ‘Tetapi, teman-teman, apakah tujuan itu untuk seorang yang terpengaruh oleh keinginan atau bebas dari keinginan?’ [65] Jika menjawab dengan benar, maka para pengembara dari sekte lain akan menjawab: ‘Teman-teman, tujuan itu adalah untuk seorang yang bebas dari keinginan, bukan untuk seorang yang terpengaruh oleh keinginan.’ - ‘Tetapi, teman-teman, apakah tujuan itu untuk seorang yang terpengaruh oleh kemelekatan atau bebas dari kemelekatan?’ Jika menjawab dengan benar, maka para pengembara dari sekte lain akan menjawab: ‘Teman-teman, tujuan itu adalah untuk seorang yang bebas dari kemelekatan, bukan untuk seorang yang terpengaruh oleh kemelekatan.’ - ‘Tetapi, teman-teman, apakah tujuan itu untuk seorang yang memiliki penglihatan atau tanpa penglihatan?’ Jika menjawab dengan benar, maka para pengembara dari sekte lain akan menjawab: ‘Teman-teman, tujuan itu adalah untuk seorang yang memiliki penglihatan, bukan untuk seorang yang tanpa penglihatan.’ - ‘Tetapi, teman-teman, apakah tujuan itu untuk seorang yang menyukai dan menolak, atau untuk seorang yang tidak menyukai dan tidak menolak?’ Jika menjawab dengan benar, maka para pengembara dari sekte lain akan menjawab: ‘Teman-teman, tujuan itu adalah untuk seorang yang tidak menyukai dan tidak menolak.’  - ‘Tetapi, teman-teman, apakah tujuan itu untuk seorang yang bergembira dan menikmati proliferasi, atau untuk seorang yang tidak bergembira dalam dan tidak menikmati proliferasi?’ Jika menjawab dengan benar, maka para pengembara dari sekte lain akan menjawab: ‘Teman-teman, tujuan itu adalah untuk seorang yang tidak bergembira dalam dan tidak menikmati proliferasi.’

6. “Para bhikkhu, terdapat dua pandangan ini: pandangan penjelmaan dan pandangan tanpa penjelmaan. Petapa atau brahmana manapun yang menganut pandangan penjelmaan, mengadopsi pandangan penjelmaan, menerima pandangan penjelmaan, adalah berlawanan dengan pandangan tanpa penjelmaan. Petapa atau brahmana manapun yang menganut pandangan tanpa penjelmaan, mengadopsi pandangan tanpa penjelmaan, menerima pandangan tanpa penjelmaan, adalah berlawanan dengan pandangan  penjelmaan.

7. “Petapa atau brahmana manapun yang tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula, lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri  sehubungan dengan kedua pandangan ini adalah terpengaruh oleh nafsu, terpengaruh oleh kebencian, terpengaruh oleh kebodohan, terpengaruh oleh keinginan, terpengaruh oleh kemelekatan, terpengaruh oleh penglihatan, terpengaruh oleh menyukai dan menolak, dan mereka bergembira dalam dan menikmati proliferasi. Mereka tidak terbebas dari kelahiran, penuaan, dan kematian; dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan; mereka tidak terbebas dari penderitaan, Aku katakan.

8. “Petapa atau brahmana manapun yang memahami sebagaimana adanya asal-mula, lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan kedua pandangan ini adalah tanpa nafsu, tanpa kebencian, tanpa kebodohan, tanpa keinginan, tanpa kemelekatan, memiliki penglihatan, tanpa menyukai dan tanpa menolak, dan mereka tidak bergembira dalam dan tidak menikmati proliferasi. Mereka terbebas dari kelahiran, penuaan, dan kematian; dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan; mereka terbebas dari penderitaan, Aku katakan. [66]

9. “Para bhikkhu, terdapat empat jenis kemelekatan. Apakah empat ini? Kemelekatan pada segala jenis kenikmatan, kemelekatan pada pandangan, kemelekatan pada aturan dan upacara, dan kemelekatan pada doktrin diri.

10. “Walaupun para petapa dan brahmana tertentu mengaku mampu mengemukakan pemahaman penuh atas segala jenis kemelekatan, mereka tidak sepenuhnya menggambarkan pemahaman penuh atas segala jenis kemelekatan.  Mereka menggambarkan hanya pemahaman penuh atas kemelekatan pada kenikmatan indria tanpa menggambarkan pemahaman penuh atas kemelekatan pada pandangan, kemelekatan pada aturan dan upacara, dan kemelekatan pada doktrin diri. Mengapakah? Para petapa dan brahmana baik itu tidak memahami ketiga jenis kemelekatan ini sebagaimana adanya. Oleh karena itu, walaupun para petapa dan brahmana tertentu mengaku mampu mengemukakan pemahaman penuh atas segala jenis kemelekatan, mereka tidak sepenuhnya menggambarkan pemahaman penuh atas segala jenis kemelekatan, mereka menggambarkan hanya pemahaman penuh atas kemelekatan pada kenikmatan indria tanpa menggambarkan pemahaman penuh atas kemelekatan pada pandangan, kemelekatan pada aturan dan upacara, dan kemelekatan pada doktrin diri.

11. “Walaupun para petapa dan brahmana tertentu mengaku mampu mengemukakan pemahaman penuh atas segala jenis kemelekatan … mereka menggambarkan pemahaman penuh atas kemelekatan pada kenikmatan indria dan kemelekatan pada pandangan tanpa menggambarkan pemahaman penuh atas kemelekatan pada aturan dan upacara dan kemelekatan pada doktrin diri. Mengapakah? Karena mereka tidak memahami kedua jenis kemelekatan ini … oleh karena itu mereka menggambarkan hanya pemahaman penuh atas kemelekatan pada kenikmatan indria dan kemelekatan pada pandangan tanpa menggambarkan pemahaman penuh atas kemelekatan pada aturan dan upacara dan kemelekatan pada doktrin diri.

12. “Walaupun para petapa dan brahmana tertentu mengaku mampu mengemukakan pemahaman penuh atas segala jenis kemelekatan … mereka menggambarkan pemahaman penuh atas kemelekatan pada kenikmatan indria dan kemelekatan pada pandanganm dan  kemelekatan pada aturan dan upacara tanpa menggambarkan pemahaman penuh  atas kemelekatan pada doktrin diri. Mereka tidak memahami satu jenis kemelekatan ini … oleh karena itu mereka menggambarkan hanya pemahaman penuh atas kemelekatan pada kenikmatan indria dan kemelekatan pada pandangan dan kemelekatan pada aturan dan upacara tanpa menggambarkan pemahaman penuh atas kemelekatan pada doktrin diri.

13. “Para bhikkhu, dalam Dhamma dan Disiplin demikian, jelas bahwa keyakinan pada Sang Guru tidak diarahkan dengan benar, bahwa keyakinan pada Dhamma tidak diarahkan dengan benar, bahwa pemenuhan aturan-aturan moral tidak diarahkan dengan benar, dan bahwa kasih sayang di antara teman-teman dalam Dhamma tidak diarahkan dengan benar. Mengapakah? Karena itu adalah bagaimana ketika Dhamma dan Disipklin [67] dinyatakan dengan buruk dan dibabarkan dengan buruk, tidak membebaskan, tidak mendukung kedamaian, dibabarkan oleh seorang yang tidak tercerahkan sempurna.

14. “Para bhikkhu, ketika seorang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sepenuhnya, mengaku mampu mengemukakan pemahaman penuh atas segala jenis kemelekatan, Beliau secara lengkap menggambarkan pemahaman penuh atas segala jenis kemelekatan: beliau menggambarkan pemahaman penuh atas kemelekatan pada kenikmatan indria, kemelekatan pada pandangan, kemelekatan pada aturan dan upacara, dan kemelekatan pada doktrin diri.

15. “Para bhikkhu, dalam Dhamma dan Disiplin demikian, jelas bahwa keyakinan pada Sang Guru diarahkan dengan benar, bahwa keyakinan pada Dhamma diarahkan dengan benar, bahwa pemenuhan aturan-aturan moral diarahkan dengan benar, dan bahwa kasih sayang di antara teman-teman dalam Dhamma diarahkan dengan benar. Mengapakah? Karena itu adalah bagaimana ketika Dhamma dan Disipklin dinyatakan dengan baik dan dibabarkan dengan baik, membebaskan, mendukung kedamaian, dibabarkan oleh seorang yang tercerahkan sempurna.

16. “Sekarang empat jenis kemelekatan ini memiliki apakah sebagai sumbernya, apakah sebagai asal-mulanya, dari apakah timbulnya dan dihasilkan? Empat jenis kemelekatan ini memiliki keinginan sebagai sumbernya, keinginan sebagai asal-mulanya, timbul dan dihasilkan dari keinginan.  Keinginan memiliki apakah sebagai sumbernya …? Keinginan memiliki perasaan sebagai sumbernya … Perasaan memiliki apakah sebagai sumbernya …? Perasaan memiliki kontak sebagai sumbernya … Kontak memiliki apakah sebagai sumbernya …? Kontak memiliki enam landasan sebagai sumbernya … Enam landasan memiliki apakah sebagai sumbernya …? Enam landasan memiliki batin-jasmani sebagai sumbernya … Batin-jasmani memiliki apakah sebagai sumbernya …? Batin-jasmani memiliki kesadaran sebagai sumbernya … Kesadaran memiliki apakah sebagai sumbernya …? Kesadaran memiliki bentukan-bentukan sebagai sumbernya … Bentukan-bentukan  memiliki apakah sebagai sumbernya …? Bentukan-bentukan memiliki kebodohan sebagai sumbernya, kebodohan sebagai asal-mulanya, timbul dan dihasilkan dari kebodohan.

17. “Para bhikkhu, ketika kebodohan ditinggalkan dan pengetahuan sejati muncul dalam diri seorang bhikkhu, maka dengan meluruhnya kebodohan dan munculnya pengetahuan sejati ia tidak lagi melekat pada kenikmatan indria, tidak lagi melekat pada pandangan, tidak lagi melekat pada aturan dan upacara, tidak lagi melekat pada doktrin diri.  Ketika ia tidak melekat, ia tidak gelisah. Ketika ia tidak gelisah, ia oleh dirinya sendiri mencapai Nibbāna. Ia memahami: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.” [68]

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #68 on: 23 September 2010, 02:40:27 PM »
justru itu menurut saya kedua2nya sama saja...

setahu saya, berdoa tidak lah selalu "seegois" kutipan anda di atas. ada orang yg berdoa bagi kebahagiaan orang tua ataupun keluarganya, bagi orang banyak, bagi bangsanya. sama saja seperti pengejar materi di contoh anda. semua tergantung si pendoa itu sendiri.

bicara soal nyata atau semu, juga sama aja. harta, cinta, badan, doktrin maupun kepercayaan semuanya akan berubah, sirna dan terpisah. semuanya tidak kekal, semuanya dukkha...

Apa motivasi dari memohon agar Tuhan memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan kepada orangtua, keluarga, orang banyak atau bangsanya? Motivasinya adalah karena mengikuti perintah agama, bahwa Tuhan adalah tempat di mana bisa disandarkan doa. Ujung-ujungnya, kembali lagi kepada "ketergantungan pada sosok yang tidak real".

Berbeda antara hal yang "tidak kekal" dengan hal yang "tidak nyata". Semua hal yang berkondisi, misalnya cinta, badan, doktrin maupun kepercayaan; semuanya akan berubah, sirna, akan terpisah, tidak kekal, dan membawa dukkha. Namun semua hal itu adalah nyata. Bagaimana dengan Tuhan? Tuhan adalah sosok yang tidak bisa dibuktikan ada. Orang hanya memiliki paradigma bahwa Tuhan itu ada melalui premis-premis yang berat sebelah.

Sekarang, apakah menurut Anda "tidak kekal" itu sama dengan "tidak nyata"?


saya memakai pengertian sehari2 orang samawi aja, di sekitar kita, di filem2, di lingkungan, di bacaan2...

OK, sepertinya definisi kita sama.

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #69 on: 23 September 2010, 08:43:41 PM »
Namo Buddhaya,

Bersama ini saya copas-kan artikel tanya jawab dari Bhante Uttamo MT tentang "berdoa" :
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang dijumpai adanya kisah doa yang 'seolah-olah' terkabul seperti yang diceritakan dalam pertanyaan di atas. Padahal, menurut pandangan Buddhis, terwujudnya suatu harapan atau doa sangatlah tergantung pada timbunan kamma baik yang dimiliki oleh orang yang berharap tersebut. Apabila ia mempunyai kamma baik yang cukup dan matang pada saat diperlukan, maka kondisi inilah yang disebut masyarakat sebagai 'harapan atau doa yang terkabul'.
Namun, apabila ia tidak mempunyai kamma baik yang sesuai untuk mendukung terwujudnya harapan yang ia miliki, maka usaha keras dan doa yang tekun juga tidak akan memberikan kebahagiaan seperti harapannya.
Oleh karena itu, cukup banyak dijumpai dalam masyarakat adanya orang yang tetap menderita walaupun mereka sudah banyak berdoa. Semua kejadian ini bukan karena mereka tidak mempunyai kepercayaan atau keyakinan, namun mereka tidak mempunyai kamma baik yang yang matang pada saat yang tepat untuk mendukung terwujudnya kebahagiaan.
Dengan demikian, dalam pandangan Buddhis, apabila seseorang ingin mendapatkan kebahagiaan hidup, ia hendaknya selalu dan terus mengembangkan kebajikan melalui ucapan, badan serta pikirannya.
Salah satu kebajikan yang dapat dilakukan adalah membaca paritta. Ritual ini sesungguhnya mengkondisikan orang untuk mengembangkan kebajikan melalui ucapan, badan dan juga pikiran.
Jadi, semakin banyak seseorang membaca paritta atau dalam istilah lain disebut 'berdoa', maka semakin besar pula potensi yang ia miliki untuk mencapai kebahagiaan. Jika kamma baiknya telah mencukupi, maka umat Buddha inipun dapat disebut sebagai umat yang telah terkabul doa atau harapannya.
Semoga jawaban ini dapat menambah semangat para umat serta simpatisan Buddhis untuk terus berjuang mengembangkan kebajikan di setiap saat agar dapat mencapai kebahagiaan dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang selanjutnya.
Semoga demikianlah adanya.
Salam metta,
B. Uttamo



Apabila anda mengikuti wejangan Bhante Uttamo ini maka anda telah "berdoa"(kalo boleh saya menggunakan kalimat ini buat yang antipati kata "doa") atau membaca paritta dengan maksud dan tujuan yang benar.

Namun menurut Mahayana, Sang Buddha dan Para Bodhisattva Mahasattva Agung memiliki  punna/punya/merit yang tidak terbatas dan apabila anda membaca Sutra-Sutra Suci/Dharani-Dharani Suci/Mantra-Mantra Suci yang telah dibabarkan Sang Buddha dan Para Bodhisattva Mahasattva Agung maka Ia akan memberikan manfaat sangat besar sehingga anda dapat memupuk karma baik dan selanjutnya akan menyebabkan matangnya karma baik.
Jadi didalam Mahayana adalah mungkin suatu hal yang baik itu datang dengan tiba-tiba ketika anda tekun dan bersungguh-sungguh  membaca Sutra-Sutra Suci/Dharani-Dharani Suci/Mantra-Mantra Suci yang telah dibabarkan Sang Buddha dan hal ini tidak menyalahi hukum karma karena memang karma baik kita telah matang dan kita akan menuai hasil yang baik  :)



 _/\_



Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #70 on: 24 September 2010, 10:25:46 AM »
justru itu menurut saya kedua2nya sama saja...

setahu saya, berdoa tidak lah selalu "seegois" kutipan anda di atas. ada orang yg berdoa bagi kebahagiaan orang tua ataupun keluarganya, bagi orang banyak, bagi bangsanya. sama saja seperti pengejar materi di contoh anda. semua tergantung si pendoa itu sendiri.

bicara soal nyata atau semu, juga sama aja. harta, cinta, badan, doktrin maupun kepercayaan semuanya akan berubah, sirna dan terpisah. semuanya tidak kekal, semuanya dukkha...

Apa motivasi dari memohon agar Tuhan memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan kepada orangtua, keluarga, orang banyak atau bangsanya? Motivasinya adalah karena mengikuti perintah agama, bahwa Tuhan adalah tempat di mana bisa disandarkan doa. Ujung-ujungnya, kembali lagi kepada "ketergantungan pada sosok yang tidak real".

Berbeda antara hal yang "tidak kekal" dengan hal yang "tidak nyata". Semua hal yang berkondisi, misalnya cinta, badan, doktrin maupun kepercayaan; semuanya akan berubah, sirna, akan terpisah, tidak kekal, dan membawa dukkha. Namun semua hal itu adalah nyata. Bagaimana dengan Tuhan? Tuhan adalah sosok yang tidak bisa dibuktikan ada. Orang hanya memiliki paradigma bahwa Tuhan itu ada melalui premis-premis yang berat sebelah.

Sekarang, apakah menurut Anda "tidak kekal" itu sama dengan "tidak nyata"?
menurut saya motivasinya adalah untuk memberikan kenyamanan bagi batin mereka yang menderita.
doa dan duit sama2 dianggap memberi kenyamanan melegakan dukkha.

coba saya simpulkan cara berpikir anda:
menyandarkan diri kepada sesuatu yang tidak "real" itu kalah dewasa dengan menyandarkan diri kepada sesuatu yang "real"  ???
apakah cinta real? apakah harta real? apakah doktrin real? apakah kepercayaan real?
apakah cinta bisa dibuktikan ada? apakah kepercayaan bisa dibuktikan ada?
apa itu dewasa?

kayaknya seribu satu definisi akan keluar dan seribu satu perbedaan pendapat akan muncul.
mungkin dialog ini gak akan ada hasilnya...

iseng2, beberapa kutipan dari film the matrix:
Quote
what is real? how do you define real?
If real is what you can feel, smell, taste and see, then 'real' is simply electrical signals interpreted by your brain
Have you ever had a dream, Neo, that you were so sure was real? What if you were unable to wake from that dream? How would you know the difference between the dream world and the real world?
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #71 on: 24 September 2010, 11:42:27 AM »
menurut saya motivasinya adalah untuk memberikan kenyamanan bagi batin mereka yang menderita.
doa dan duit sama2 dianggap memberi kenyamanan melegakan dukkha.

coba saya simpulkan cara berpikir anda:
menyandarkan diri kepada sesuatu yang tidak "real" itu kalah dewasa dengan menyandarkan diri kepada sesuatu yang "real"  ???
apakah cinta real? apakah harta real? apakah doktrin real? apakah kepercayaan real?
apakah cinta bisa dibuktikan ada? apakah kepercayaan bisa dibuktikan ada?
apa itu dewasa?

kayaknya seribu satu definisi akan keluar dan seribu satu perbedaan pendapat akan muncul.
mungkin dialog ini gak akan ada hasilnya...

iseng2, beberapa kutipan dari film the matrix:
Quote
what is real? how do you define real?
If real is what you can feel, smell, taste and see, then 'real' is simply electrical signals interpreted by your brain
Have you ever had a dream, Neo, that you were so sure was real? What if you were unable to wake from that dream? How would you know the difference between the dream world and the real world?

Begini saja, saya tidak ingin muter lama-lama...

Menurut saya: uang, jabatan, makanan enak, pacar, ayah-ibu, saudara dan sahabat, kitab suci agama-agama, lagu-lagu hits, pakaian mewah; itu semua adalah real. Itu semua adalah hal-hal yang nyata dan ada, namun sifatnya tidak kekal. Seseorang yang membutuhkan hal-hal nyata seperti itu dalam hidupnya adalah wajar. Tapi menjadi tidak wajar bila melekat pada hal-hal seperti itu yang sifatnya tidak kekal.

Sedangkan menurut saya, Tuhan adalah sosok yang tidak real. Karena tidak real, maka tidak nyata dan tidak ada. Seseorang yang membutuhkan hal tidak nyata seperti itu dalam hidupnya juga wajar. Tapi itu menunjukkan bahwa dirinya membutuhkan sosok "khayalan" untuk menghibur diri.

Kedua-duanya saya akui merupakan objek untuk menghibur diri dari ketidak-puasan dalam hidup. Tapi, orientasinya berbeda. Yang satu membutuhkan sesuatu yang jelas ada untuk menghibur diri, yang satu membutuhkan sesuatu yang tidak jelas ada untuk menghibur diri. Contoh analoginya: "saya mencari sahabat dalam hidup ini untuk bersosialisasi; sedangkan ada orang lain yang lebih mencari sahabat yang bahkan tidak nyata untuk membuat dirinya merasa dijaga oleh sahabat itu".

Saya harap Anda sudah mengerti maksud saya. Jika Anda sudah mengerti namun masih menyangkal perbedaan ini, maka kita harus sependapat bahwa kita saling berbeda pendapat. :)

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #72 on: 24 September 2010, 01:39:26 PM »
Begini saja, saya tidak ingin muter lama-lama...

Menurut saya: uang, jabatan, makanan enak, pacar, ayah-ibu, saudara dan sahabat, kitab suci agama-agama, lagu-lagu hits, pakaian mewah; itu semua adalah real. Itu semua adalah hal-hal yang nyata dan ada, namun sifatnya tidak kekal. Seseorang yang membutuhkan hal-hal nyata seperti itu dalam hidupnya adalah wajar. Tapi menjadi tidak wajar bila melekat pada hal-hal seperti itu yang sifatnya tidak kekal.

Sedangkan menurut saya, Tuhan adalah sosok yang tidak real. Karena tidak real, maka tidak nyata dan tidak ada. Seseorang yang membutuhkan hal tidak nyata seperti itu dalam hidupnya juga wajar. Tapi itu menunjukkan bahwa dirinya membutuhkan sosok "khayalan" untuk menghibur diri.

Kedua-duanya saya akui merupakan objek untuk menghibur diri dari ketidak-puasan dalam hidup. Tapi, orientasinya berbeda. Yang satu membutuhkan sesuatu yang jelas ada untuk menghibur diri, yang satu membutuhkan sesuatu yang tidak jelas ada untuk menghibur diri. Contoh analoginya: "saya mencari sahabat dalam hidup ini untuk bersosialisasi; sedangkan ada orang lain yang lebih mencari sahabat yang bahkan tidak nyata untuk membuat dirinya merasa dijaga oleh sahabat itu".

Saya harap Anda sudah mengerti maksud saya. Jika Anda sudah mengerti namun masih menyangkal perbedaan ini, maka kita harus sependapat bahwa kita saling berbeda pendapat. :)
saya mengerti maksud anda dengan jelas sejak posting2 awal anda...

awal ketidaksepakatan kita berasal dari postingan anda. saya kutipkan lagi tulisan anda:
Quote
Bagi orang yang suka menghibur diri, memang berdoa sangat bermanfaat baginya. Saya setuju dengan hal ini... Namun bagi yang sudah dewasa, mereka tidak lagi membutuhkan cara "menghibur diri".
di sini anda belom membawa2 masalah motivasi, real atau bukan.
lalu saya reply bahwa semua cara2 menghibur diri mulai dari uang, cinta, doktrin sampai kepercayaan sama saja:
"satu dengan yg lain, tidak ada yang lebih dewasa. semuanya sama2 melarikan diri dari dukkha, hanya remedy dan caranya berbeda"

mari berhenti di satu point ini.
setujukah anda ini semua cuman menghibur diri? sama2 melarikan diri?
setujukah anda tidak ada yg dewasa dan yang kanak2?

sepertinya anda menyadari memang semuanya sama2 menghibur diri, lalu anda meralatnya dengan:
Quote
berdoa pada suatu pribadi yang bahkan tidak bisa dibuktikan keberadaannya, adalah suatu penghiburan diri melalui daya imajinasi
jadi anda menambahkan "daya imajinasi" di sini.
saya masih berpegang bahwa semuanya sama2 melarikan diri, mencari penghiburan atas dukkha.

kemudian anda berpaling ke "motivasi", dst, dst.

saya pikir dialog ini gak akan ada hasilnya dan gak abis2. terus bergeser. saya sudahi di sini saja...

penutup dari saya:
* berdoa bisa saja ada manfaatnya, secara mental maupun fisik
* berdoa itu gak selalu bodoh dan gak selalu egois
* berdoa, cinta, materi, kepercayaan dan doktrin itu sama saja, sama2 menghibur diri dan melarikan diri dari dukkha. gak ada yg lebih dewasa, sama2 berpegang pada kenyamanan yang semu dibatin masing2

silakan anda teruskan dari sisi anda.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #73 on: 24 September 2010, 02:26:16 PM »
saya mengerti maksud anda dengan jelas sejak posting2 awal anda...

awal ketidaksepakatan kita berasal dari postingan anda. saya kutipkan lagi tulisan anda:

Quote
Bagi orang yang suka menghibur diri, memang berdoa sangat bermanfaat baginya. Saya setuju dengan hal ini... Namun bagi yang sudah dewasa, mereka tidak lagi membutuhkan cara "menghibur diri".

di sini anda belom membawa2 masalah motivasi, real atau bukan.
lalu saya reply bahwa semua cara2 menghibur diri mulai dari uang, cinta, doktrin sampai kepercayaan sama saja:
"satu dengan yg lain, tidak ada yang lebih dewasa. semuanya sama2 melarikan diri dari dukkha, hanya remedy dan caranya berbeda"

mari berhenti di satu point ini.
setujukah anda ini semua cuman menghibur diri? sama2 melarikan diri?
setujukah anda tidak ada yg dewasa dan yang kanak2?

sepertinya anda menyadari memang semuanya sama2 menghibur diri, lalu anda meralatnya dengan:
Quote
berdoa pada suatu pribadi yang bahkan tidak bisa dibuktikan keberadaannya, adalah suatu penghiburan diri melalui daya imajinasi

jadi anda menambahkan "daya imajinasi" di sini.
saya masih berpegang bahwa semuanya sama2 melarikan diri, mencari penghiburan atas dukkha.

kemudian anda berpaling ke "motivasi", dst, dst.

saya pikir dialog ini gak akan ada hasilnya dan gak abis2. terus bergeser. saya sudahi di sini saja...

penutup dari saya:
* berdoa bisa saja ada manfaatnya, secara mental maupun fisik
* berdoa itu gak selalu bodoh dan gak selalu egois
* berdoa, cinta, materi, kepercayaan dan doktrin itu sama saja, sama2 menghibur diri dan melarikan diri dari dukkha. gak ada yg lebih dewasa, sama2 berpegang pada kenyamanan yang semu dibatin masing2

silakan anda teruskan dari sisi anda.

Benar, jika saya menggunakan cara pandang Anda: "saya harus mengatakan bahwa mencari teman, mencari kekayaan, ataupun berdoa pada Tuhan: sama-sama melarikan diri dari dukkha". Dan tidak hanya itu, sebenarnya mengamati, mengenali dan mengakrabi dukkha sampai akhirnya dukkha itu lenyap juga termasuk melarikan diri dari dukkha. Ada kontradiksi di sini, dan Anda mengakuinya dengan "syarat". Mari saya quote-kan tulisan Anda di sini...

Quote from: morpheus
anda benar. apabila di balik pengamatan itu ada ambisi2, tujuan2 dan ideal2 maka usaha itu menjadi pelarian juga.

Melihat dari sudut pandang Anda, semua hal yang dilakukan untuk lari dari dukkha disebut sebagai pelarian diri dari dukkha. Jika begitu, mengamati, mengenali dan mengakrabi dukkha itu dilakukan untuk apa? Untuk terbebas dari dukkha. Kenapa ingin terbebas dari dukkha? Karena ingin lari dari dukkha. Inilah kontradiksinya di pandangan Anda. Anda sepertinya menyadari hal ini dan lalu Anda mengatakan bahwa "hal itu benar apabila pengamatan itu ada ambisi untuk lari dari dukkha". Dan sadarkah Anda, bahwa mengamati, mengenali dan mengakrabi dukkha merupakan salah satu cara untuk lari dari dukkha?. Jika disimpulkan, ketiga hal itu adalah suatu cara untuk melarikan diri dari dukkha dengan cara menerima dukkha. Oleh karena itu, menerima dukkha dilakukan dengan ambisi untuk melarikan diri dari dukkha. Silakan tolak lagi kesimpulan ini dengan cara-cara Anda.

Sedangkan yang saya katakan adalah bahwa "berdoa itu menghibur diri", lalu saya tambahkan "menghibur diri melalui daya imajinasi"; itu adalah penjelasan lanjut yang saya berikan. Saya mengatakan bahwa berdoa itu "menghibur diri" dengan tanda kutip di postingan sebelumnya. Apa makna tanda kutip ini? Maknanya adalah makna konotatif. Karena sepertinya Anda kurang jelas atau hendak memancing saya, maka saya jelaskan bahwa "menghibur diri" itu adalah menghibur diri melalui daya imajinasi.

Saya pikir diskusi ini juga tidak ada habisnya. Saya juga sudahi di sini... Sedikit kesimpulan saya:
  • Berdoa bisa memberi manfaat bagi sebagian orang.
  • Berdoa tidak selalu bodoh dan egois; namun merupakan salah satu bentuk kehausan akan sosok pelindung imajinatif.
  • Berdoa, cinta, materi, kepercayaan dan doktrin itu sama-sama menghibur diri dan melarikan diri dari dukkha. Namun ada perbedaannya: "ada yang membutuhkan "pangeran dari negeri dongeng" supaya bisa tidur dengan nyaman, ada juga yang membutuhkan rumah yang teduh supaya bisa tidur dengan nyaman".

:)

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Apa gunanya berdoa???
« Reply #74 on: 24 September 2010, 05:15:35 PM »
Namo Buddhaya,

Bersama ini saya copas-kan artikel tanya jawab dari Bhante Uttamo MT tentang "berdoa" :
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang dijumpai adanya kisah doa yang 'seolah-olah' terkabul seperti yang diceritakan dalam pertanyaan di atas. Padahal, menurut pandangan Buddhis, terwujudnya suatu harapan atau doa sangatlah tergantung pada timbunan kamma baik yang dimiliki oleh orang yang berharap tersebut. Apabila ia mempunyai kamma baik yang cukup dan matang pada saat diperlukan, maka kondisi inilah yang disebut masyarakat sebagai 'harapan atau doa yang terkabul'.
Namun, apabila ia tidak mempunyai kamma baik yang sesuai untuk mendukung terwujudnya harapan yang ia miliki, maka usaha keras dan doa yang tekun juga tidak akan memberikan kebahagiaan seperti harapannya.
Oleh karena itu, cukup banyak dijumpai dalam masyarakat adanya orang yang tetap menderita walaupun mereka sudah banyak berdoa. Semua kejadian ini bukan karena mereka tidak mempunyai kepercayaan atau keyakinan, namun mereka tidak mempunyai kamma baik yang yang matang pada saat yang tepat untuk mendukung terwujudnya kebahagiaan.
Dengan demikian, dalam pandangan Buddhis, apabila seseorang ingin mendapatkan kebahagiaan hidup, ia hendaknya selalu dan terus mengembangkan kebajikan melalui ucapan, badan serta pikirannya.
Salah satu kebajikan yang dapat dilakukan adalah membaca paritta. Ritual ini sesungguhnya mengkondisikan orang untuk mengembangkan kebajikan melalui ucapan, badan dan juga pikiran.
Jadi, semakin banyak seseorang membaca paritta atau dalam istilah lain disebut 'berdoa', maka semakin besar pula potensi yang ia miliki untuk mencapai kebahagiaan. Jika kamma baiknya telah mencukupi, maka umat Buddha inipun dapat disebut sebagai umat yang telah terkabul doa atau harapannya.
Semoga jawaban ini dapat menambah semangat para umat serta simpatisan Buddhis untuk terus berjuang mengembangkan kebajikan di setiap saat agar dapat mencapai kebahagiaan dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang selanjutnya.
Semoga demikianlah adanya.
Salam metta,
B. Uttamo



Apabila anda mengikuti wejangan Bhante Uttamo ini maka anda telah "berdoa"(kalo boleh saya menggunakan kalimat ini buat yang antipati kata "doa") atau membaca paritta dengan maksud dan tujuan yang benar.

Namun menurut Mahayana, Sang Buddha dan Para Bodhisattva Mahasattva Agung memiliki  punna/punya/merit yang tidak terbatas dan apabila anda membaca Sutra-Sutra Suci/Dharani-Dharani Suci/Mantra-Mantra Suci yang telah dibabarkan Sang Buddha dan Para Bodhisattva Mahasattva Agung maka Ia akan memberikan manfaat sangat besar sehingga anda dapat memupuk karma baik dan selanjutnya akan menyebabkan matangnya karma baik.
Jadi didalam Mahayana adalah mungkin suatu hal yang baik itu datang dengan tiba-tiba ketika anda tekun dan bersungguh-sungguh  membaca Sutra-Sutra Suci/Dharani-Dharani Suci/Mantra-Mantra Suci yang telah dibabarkan Sang Buddha dan hal ini tidak menyalahi hukum karma karena memang karma baik kita telah matang dan kita akan menuai hasil yang baik  :)



 _/\_


Bro Triyana
Bhante Uttamo menyatakan kalau baca Paritta anda sebut istilah Doa, itu silahkan
Tapi kalau anda maksud arti kata Doa seperti terjemahan KBBI, yang pasti tidak cocok dengan Buddha Dhamma

 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

 

anything