Perlu berhati2x juga Pak Hud, nanti orang kira bahwa Pikiran itu adalah benar2x si Atta. Padahal telah jelas Nama Rupa itu bukan Atta. Nanti orang2x mengira kita berusaha menghilangkan atta (si pikiran), padahal memang tidak ada atta, yang ada hanya pandangan atta itu.
Seorang puthujana itu memiliki pandangan tidak selalu pikiran saja yang dikira aku, komponen nama rupa ini jg dianggap atta. saya sih lebih suka pakai kutip "Atta" atau "aku" utk menghindari pengertian yang salah.
Soal hanya menghafal secara intelektual, tentu ini tidak perlu dibahas. Semua hal juga demikian seperti memasak, mengemudi mobil. Hanya sebatas tahu di ingatan itu semua tidak berguna.
"Melihat demikian, murid yang ariya ... berpaling dari nama-rupa. Setelah berpaling, dia menjadi tidak tertarik. Setelah tidak tertarik, dia terbebas sepenuhnya. Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini.'"
Soal murid yang ariya, coba baca kembali pak. Sebelumnya 5 pertapa itu adalah sotapanna, masih belum terbebaskan, setelah menyadari, dia kecewa terhadap nama-rupa, setelah kecewa maka dia menjadi tidak tertarik, lalu terbebaskan (arahatta). Artinya dari belum terbebaskan menjadi terbebaskan setelah memahami dan melepas.
Utk fenomena nama-rupa apapun ..... itu merupakan instruksi kepada yang belum terbebaskan
"Karena itu, para bhikkhu, siapapun dimasa lampau, masa depan, atau masa sekarang; didalam atau diluar; kasar atau halus; biasa atau indah; jauh atau dekat; siapapun dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'
"Sensasi apapun...
"Persepsi apapun...
"Bentukan apapun...
"Kesadaran apapun dimasa lampau, masa depan, atau masa sekarang; didalam atau diluar; kasar atau halus; biasa atau indah; jauh atau dekat: setiap kesadaran dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'
"Melihat demikian, murid mulia yang telah diinstruksikan dengan baik menjadi kecewa pada tubuh, kecewa pada sensasi, kecewa pada persepsi, kecewa pada bentukan, kecewa pada kesadaran. Setelah kecewa, dia menjadi tidak tertarik. Setelah tidak tertarik, dia terbebas sepenuhnya. Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini.'"
Setelah khotbah ini selesai mereka menjadi arahant.
Nah ... jadi yang bisa melihat 'Ini bukan milikku; ini bukan aku; ini bukan diri/atta-ku,' HANYALAH seorang ariya ... Dengan kata lain, FAKTA 'anatta' HANYA bisa dilihat oleh seorang ariya. ...
Tapi instruksi demikian utk melihat seperti itu kepada yang belum arahant, bisa mencerahkan.
Hal tersebut bisa dilihat, setelah melihat mereka baru tercerahkan. Bukan tercerahkan dahulu baru melihat.