Well...
Bagi yang tidak memahami proses terjadinya sebuah karya (buku atau apapun) memang adakalanya memperlakukan karya itu seenaknya.
Sebuah karya yang dengan susah payah dihasilkan, dan ketika diperkenalkan ke publik terkadang terjadi penolakan dan pegolakan dalam masyarakat... Tidak jarang banyak karya yang mati. Tetapi karya yang hidup, setelah melalui pertarungan panjang, akan selalu dikenang.
Atas dasar itulah (perjalanan panjang suatu karya untuk terus bertahan hidup), maka seorang penerjemah yang ingin menejemahkan karya itu, sesulit apapun usaha yg dilakukannya, tetap tidak bisa dibandingkan perjuangan panjang seorang 'penulis asli' dan karya itu sendiri.
So, bila tidak bisa memahami hal itu, janganlah menjadi penerjemah.. Karena sesungguhnya, seorang penerjemah pastilah orang pertama, jika bukan kedua, yang melihat karya itu sungguh berharga dan akan membawa manfaat bagi orang lain yang membacanya. Dan tentu saja, misi lain dari seorang penerjemah adalah ingin orang lain menyukai karya itu, yang juga artinya mengagumi seseorang di balik lahirnya karya itu. Bukan malah sebaliknya..
With respect to the authors that struggle on blank pages,
Huiono