sebenarnya itu menunjukan Agama Buddha mampu masuk dlm cultur budaya Chinnese, dan bener2 cocok dengan etnik chinnese, kakao sangat menghargai leluhur kakao juga orang tua kakao yang sembahyang keklenteng, soalnya sebelum tuh Agama Buddha masuk Indo, mereka memang dari keturunan China, mata sipit, kulit item langsat
1.sekarang gini, bakar membakar itu hak orang lain, yang dipertahankan oleh Orangtionghoa adalah Budaya nya, bukan hanya sekedar membakar barang, tapi budayanya yang dipertahankan, mungkin orang2 agama lain berpikir ribet, sementara Agama Buddha yang masih pegang teguh tradisi msh mau melakukan itu, haknya die, punya duit, lakukan, itu aja nggak dilakukan jg nggak apa, cuma yang sayang disini adalah Budayanya.
2.masalah pemborosan uang, bisa dikatakan ada benarnya, namun setau kakao masyarakat bukan hanya org yang menilai, tp tetangga jg menilai, jika ada org tua meninggal, trus setahun nggak ada acara bakar2an rumah, hp dll, ntar disangka wah anaknnya udah nggak peduli lagi tuh, setahunnya aja di skip gitu, atau ada yang beranggapan gini, anaknya pada pindah agama kali
, nah sekarang uang jika dibandingkan kehormatan keluarga, kakao akan milih kehormatan keluarga
kl km sih terserah.
3.Vihara bertuliskan China dan bangunan mirip China karena didirikan oleh etnis Tionghoa, coba kalau yang bangun etnis jawa beragama Buddha, pasti mirip bangunan jawa
4.Agama Buddha bukan milik orang Tionghoa, kakao sering keborobudur, kl kamu kesana pasti akan menemukan orang jawa beragama Buddha, bahkan kebaktian disono pake bahasa jawa
5. Agama Buddha nggak ngawur, cuma pola pikir aja yang belum dalem, kayak upil kakao nih, gali terus sampe dalem