Karena Bhikkhu Pilindavaccha telah mencapai Arahat, meskipun beliau menyapa seseorang dengan sebutan 'vasala / kasta rendah' cara mengungkapkanya mungkin dan ini hanya mungkin akan lebih halus, tidak disertai dengan emosi. Seperti satu kalimat diucapkan dengan dua cara, satu dengan lemah lembut dan lainnya dengan kemarahan.. Sebagai contoh adalh pada kalimat:
"Kamu keluar...."
"Kamu keluar...!"
Be happy
Samanera yang baik,
Mau nambahin perumpamaan lain nih, bisa juga saya menyapa kenalan lama yang sangat akrab seperti saudara sendiri dengan panggilan "Hey gembel gemblung kemana aja lu? bikin gua kangen aja..." sambil tebar pesona senyum akrab, apakah dia akan merasa marah atau terhina dikatakan gembel gemblung?
Walaupun dia marah, yang jelas saya tak memiliki cetana buruk dengan sapaan tersebut. Karena itu adalah sapaan akrab yang sering saya ucapkan terhadap dia.
It doesn't really matter the word you're saying, The way how you say it, is really matter.
Mbah hanya menduga kan, bisa ngomong gitu karena ada pembenaran Sang Buddha lalu karena tertulis maka melihat berbagai kemungkinan. Maka hal yang sama terjadi pada Luangta dapat memiliki berbagai kemungkinan. Maka tidak ada yang tau persis bukan . Alasan mbah tidak membuktikan tentang kondisi Luangta.
Ini saya postingkan tanggapan mbah Fabian tentang arahat bunuh diri :
by fabian
Saudara Kelana yang baik,
Perbuatan bunuh diri yang dilakukan Arahat kadang sulit dimengerti, apa yang dilakukan oleh Y.A. Dabba Mallaputta, Y.A. Ananda, Y.A. Channa merupakan bunuh diri bagi umat awam (puthujana). Ini tak dapat dibantah dan saya rasa tak perlu dibantah, karena memang demikianlah dalam pandangan orang yang masih menganggap bahwa kita memiliki atta.
Namun pada seorang Arahat ia merasa tak ada yang dibunuh karena tak ada pandangan mengenai atta (siapakah yang dibunuh Arahat bila ia hanya melihat bahwa diriNya hanya merupakan bentukan yang merupakan penggabungan dari kesadaran, jasmani, perasaan dsbnya?) Inilah sebabnya Sang Bhagava mengatakan Y.A.Channa tak tercela.
Mengapa demikian? pada umat awam pembunuhan diri sendiri selalu disebabkan oleh lobha, dosa atau moha, karena ia belum bersih dari lobha, dosa, moha. Maka ia akan terlahir kembali di alam-alam rendah, sedangkan bila Arahat yang bunuh diri (bunuh diri adalah kata yang tepat untuk puthujana, sedangkan untuk Ariya Puggala tidak dikatakan bunuh diri tetapi Parinibbana) rantai kelahiran kembali telah terputus, sehingga tak akan terlahir kembali (tak ada yang dibunuh, tak ada pengharapan terlahir kembali, tak ada pandangan salah disana). Inilah sebabnya mengapa yang satu dibilang blameless sedangkan yang lain dibilang blameful.
Mengenai cara Parinibbana yang dipilih, kengerian kita akan pemotongan leher merupakan suatu konsep pemikiran, padahal inti sebenarnya adalah mengakhiri kehidupan entah dengan cara apapun. Pambakaran tubuh yang dilakukan oleh Y.A. Ananda dan Y.A. Dabba Malaputta tak kalah ngerinya dengan menggorok leher. Kedua hal ini menakutkan bagi umat awam disebabkan masih memiliki kemelekatan terhadap batin dan jasmaninya. Sedangkan bagi Arahat tak ada hal apapun yang membuat mereka takut, karena telah terbebas dari kemelekatan.
Mengapa bunuh diri pada umat awam dianggap blameful? ini umumnya disebabkan bunuh diri pada umat awam disebabkan penolakan terhadap kehidupan ini (dosa) atau menganggap ada kehidupan yang jauh lebih baik di alam sana (lobha) atau tidak tahu bahwa yang dilakukannya tidak baik (moha).
Kalau alasannya diatas saya juga bisa bilang tangisan Luangta adalah tangisan arahat. karena penyebab dasarnya adalah kebahagiaan dan tangisan arahat tidak mengandung emosi yanga mana hanya merupakan reaksi rupakhanda akibat ingatan nibbana.
Lihat bunuh diri (yang ekstrem) diperkenankan karena arahat dan karena tertulis Tipitaka. Jadi masalah Luangta tidak ada tertulis sehingga mbah bilang itu kepastian dia bukan arahat, sangat dan absolut tidak berlaku dan tidak valid. Cuma gara2 yang satu arahat dan yang satu putthujana. Lihat bagimana penilaian mbah sangat subjektif sekali.
Dalam abhidhamma dikatakan menangis adalah dosamula citta. Dan selalu dikatakan pasti dosamula citta. Sama dengan putthujana bunuh diri pasti karena lobha, dosa atau moha.
Tetapi nyatanya penyebab bunuh diri dan ada pengecualian kalau dia sudah arahat. Maka saya juga bisa katakan menangis juga ada pengecualian bagi arahat. Penyebabnya jelas kusala citta dan tangisannya tidak ada emosi.
Kalau masalah tidak ada 'atta' saya juga bisa bilang siapa yang menangis...tidak 'atta' lalu siapa yang emosi?. Dan saat reaksi rupakhanda terjadi pada Luangta dengan cepat menyadarinya. berartikan satinya tinggi. bukan masalah emosi putthujana yang dijadikan standarnya. Sama halnya bunuh diri bukan penyebab putthujana yang jadi standardnya.
Sutta dan abhidhamma tidak menjelasakan ini bukan? . Tetap saja yang paling otentik yang sangat sesuai sutta adalah apabila Ko Fabian sudah arahat dan bisa menilai batin orang lain dengan abinna. Ini pembuktian yang paling OTENTIK.
Saudara Bond yang baik,
Saya tidak memiliki Abhinna, wajar bila saya tak memiliki kemampuan mengetahui Luangta Arahat atau bukan, tetapi saya memiliki referensi Tipitaka. Di referensi (Tipitaka/atthakata) ada dikatakan mengenai Arahat tak mungkin terikat pada pancakhandha. (ingatan pada Nibbana adalah bentuk kemelekatan pada pancakhandha) disebabkan tak ada kemelekatan terhadap ingatan (ingatan adalah bagian dari pancakhandha), oleh karena itu maka tak ada
emosi bahagia yang muncul sehingga Arahat tak akan menangis.
Jangankan Arahat, pada seorang siswa vipassana bila muncul ingatan lalu diperhatikan seketika lenyap. Apakah sempat emosi bahagia yang menyebabkan air mata muncul, bila sebabnya telah lenyap? Padahal siswa vipassana itu masih puthujana. Patut diingat bahwa batin seorang Arahat selalu waspada.
Oh ya, dimanakah ada referensi Arahat menangis?
Saudara Bond sangat yakin bahwa beliau Arahat, mungkin saudara Bond memiliki kemampuan batin, bisa melihat pencapaian orang lain? Jadi tahu pasti beliau Arahat?
Benar... putthujana bunuh diri karena lobha dosa, dan moha. Apakah ketiga sifat itu hadir pada Arahat? Setahu saya menurut Visuddhi Magga bagi seorang meditator Anapanasati tahu kapan akhir dari vitalitas hidupnya. Memang benar mereka memilih cara mereka sendiri Parinibbana dengan cara mereka sendiri, tetapi bila mereka tidak Parinibbana dengan cara yang mereka pilih, mereka akan tetap Parinibbana hari itu juga karena vitalitas hidupnya akan berakhir hari itu.
Saya beri satu gambaran:
Dalam visuddhi magga, diceritakan pada suatu ketika ada seorang bhikkhu yang senior, mengetahui bahwa vitalitas hidupnya akan berakhir hari itu, beliau kemudian bertanya kepada para bhikkhu murid beliau: "avuso ada berapa macam cara Parinibbana yang telah avuso sekalian lihat?" para bhikkhu yang hadir ada yang menjawab "Saya pernah melihat parinibbana dalam posisi duduk bhante", yang lain berkata,"Saya pernah melihat Parinibbana dalam posisi berdiri bhante", lalu bhikkhu tersebut bertanya, "apakah ada yang melihat cara parinibbana dalam posisi berjalan?" semua bhikkhu serentak menjawab "belum bhante".
Lalu beliau berkata ,"Baiklah , saya akan perlihatkan Parinibbana dalam posisi berjalan, perhatikan saya akan berjalan dari sini ke batas garis itu (kalau tidak salah hanya beberapa langkah) dan parinibbana di garis batas itu", lalu beliau mulai berjalan, setelah sampai di garis batas yang ditunjuk lalu Parinibbana.
Apakah beliau dianggap bunuh diri? Padahal kenyataannya bila beliau tidak Parinibbana pada saat itu, toh juga Parinibbana hari itu. Inilah latar belakang yang melandasi tindakan para Arahat yang nampaknya bunuh diri. Hal itu disebabkan vitalitasnya juga akan berakhir hari itu .