//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: J KrishnaMurti  (Read 177226 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
BUKU KEHIDUPAN (07/04):
« Reply #180 on: 05 July 2008, 09:34:51 AM »
KEBAHAGIAAN BUKAN PERASAAN

Pikiran tidak pernah menemukan kebahagiaan. Kebahagiaan bukan sesuatu untuk dikejar dan ditemukan, seperti perasaan. Perasaan dapat diperoleh berkali-kali, karena setiap kali perasaan selalu lenyap; tetapi kebahagiaan tidak bisa ditemukan. Ingatan akan kebahagiaan hanyalah perasaan, suatu reaksi yang memihak atau menentang saat kini. Yang sudah lenyap bukanlah kebahagiaan; pengalaman akan kebahagiaan yang sudah lenyap adalah perasaan, oleh karena ingatan adalah masa lampau, dan masa lampau adalah perasaan. Kebahagiaan bukan perasaan. ...

Apa yang Anda ketahui adalah masa lampau, bukan saat kini; dan masa lampau adalah perasaan, reaksi, ingatan. Anda ingat dulu Anda berbahagia; dan dapatkah masa lampau menguraikan apa kebahagiaan itu? Ia bisa mengingat-ingat, tapi ia tidak bisa menghadirkan. Pengenalan bukanlah kebahagiaan; tahu artinya berbahagia bukanlah kebahagiaan. Pengenalan adalah respons ingatan; dan dapatkah batin, timbunan rumit dari ingatan, pengalaman, pernah berbahagia? Pengenalan itu sendiri menghalangi proses mengalami.

Jika Anda sadar Anda berbahagia, adakah kebahagiaan? Jika terdapat kebahagiaan, apakah Anda sadar akan itu? Kesadaran hanya muncul bersama konflik, konflik ingatan akan hal yang dulu lebih. Kebahagiaan bukanlah ingatan akan hal yang dulu lebih. Bila terdapat konflik, tidak ada kebahagiaan. Konflik ada di pikiran. Pikiran pada tingkat apa pun adalah respons dari ingatan; dengan demikian pikiran mau tidak mau menghasilkan konflik. Pikiran adalah perasaan, dan perasaan bukanlah kebahagiaan. Perasaan terus-menerus mencari pemuasan. Tujuannya adalah perasaan, tetapi kebahagiaan bukanlah tujuan; ia tidak bisa dicari.

[J Krishnamurti - THE BOOK OF LIFE]

SEMAR:

Kata-kata Krishnamurti kadang-kadang bisa membingungkan, seperti dalam kutipan di atas.

Namun kalau kita memahami beberapa prinsip dari proses berpikir & merasa dalam batin kita, kutipan di atas menjadi sangat jelas:

(1) Proses berpikir & merasa dimulai dengan adanya rangsangan (stimuli) yang masuk ke dalam kesadaran melalui pancaindra atau muncul sebagai ingatan (memori).

(2) Batin menanggapi rangsangan ini dengan berpikir (thinking) yang menghasilkan pikiran (thought), disertai perasaan (emotion). - Dari sini tertimbunlah pengenalan (recognition), pengetahuan & pengalaman, dan konflik.

(3) Di dalam proses menanggapi ini, muncul dan berperan aku (ego, diri, nafs, atta/atman).

(4) Semua itu (rangsangan, tanggapan, pikiran, perasaan, aku) terkena hukum ketidakkekalan (anicca), kefanaan sebagai sunnatullah - selalu timbul dan lenyap.

(5) Semua itu juga berada di saat lalu (sesaat yang lalu), BUKAN di saat kini. -- Si aku & tanggapan batin yang mengejar berbagai hal SELALU berada di saat lalu (sekalipun baru sesaat lalu).

(6) Untuk melihat 'apa yang ada' pada saat kini, si aku, tanggapan, pikiran, perasaan, keinginan dsb harus berhenti ... Kalau semua itu berhenti, di situ terdapat KEBAHAGIAAN yang sejati.

Jadi, 'kebahagiaan' yang dibicarakan oleh Krishnamurti di sini adalah 'kebahagiaan' ketika si aku, pikiran, perasaan & keinginan berakhir. Ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Sang Buddha tentang 'nibbana' (nirvana) (= 'kepadaman'): "Nibbanam paramam sukham" ("Kepadaman adalah kebahagiaan tertinggi.") -- Ini tidak bisa dikejar oleh si aku!

PS: Semua yang saya sebutkan di atas diajarkan oleh Sang Buddha dalam Mulapariyaya-sutta (M.N.,1). Semua itu pada dewasa ini diperkuat oleh temuan dalam disiplin psikologi (setidak-tidaknya sampai #6).

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
BUKU KEHIDUPAN (07/05):
« Reply #181 on: 05 July 2008, 02:33:21 PM »
DAPATKAH KEBAHAGIAAN DIPEROLEH MELALUI SESUATU?

Kita mencari kebahagiaan melalui benda-benda, melalui hubungan, melalui pikiran, gagasan-gagasan. Jadi benda-benda, hubungan dan gagasan-gagasan itu menjadi mahapenting, bukan kebahagiaan. Bila kita mencari kebahagiaan melalui sesuatu, maka sesuatu itu menjadi lebih bernilai daripada kebahagiaan itu sendiri. Bila dirumuskan seperti ini, masalahnya terdengar sederhana, dan memang sederhana. Kita mencari kebahagiaan di dalam harta benda, di dalam keluarga, di dalam ketenaran; maka harta benda, keluarga, gagasan menjadi mahapenting, oleh karena dengan begitu kebahagiaan dicari melalui suatu cara, lalu cara itu menghancurkan tujuan. Dapatkah kebahagiaan ditemukan melalui cara apa pun, melalui apa pun yang dibuat oleh tangan atau oleh pikiran? Benda, hubungan dan gagasan jelas sekali tidak kekal, kita terus-menerus dibuat tidak bahagia olehnya. ... Benda-benda tidak kekal, mereka aus dan lenyap; hubungan merupakan pergesekan terus-menerus dan kematian menunggu; gagasan dan kepercayaan tidak mempunyai kemantapan atau keabadian. Kita mencari kebahagiaan di dalam hal-hal itu, namun tidak menyadari ketidakkekalannya. Maka kesedihan menjadi teman kita terus-menerus, dan mengatasinya menjadi masalah kita.
Untuk menemukan makna sejati dari kebahagiaan, kita harus menjelajahi sungai pengetahuan-diri. Pengetahuan-diri bukan tujuannya sendiri. Adakah sumber dari sebuah sungai? Setiap tetes air dari awal sampai akhir membentuk sungai itu. Membayangkan bahwa kita akan menemukan kebahagiaan pada sumbernya adalah keliru. Ia akan ditemukan ketika Anda berada di dalam sungai pengetahuan-diri.

[J Krishnamurti - THE BOOK OF LIFE]

SEMAR:

"Ia akan ditemukan ketika Anda berada di dalam sungai pengetahuan-diri." - Maksudnya, kebahagiaan itu akan muncul dengan sendirinya apabila kita bisa diam, berada bersama 'apa adanya' pada saat kini sepenuhnya. 

Ini sesuai pula dengan sebuah Hadits Qudsi: "Barang siapa mengenal dirinya, ia akan mengenal Tuhannya."

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Bagaikan sekuntum mawar ... <Re: BUKU KEHIDUPAN (07/02):>
« Reply #182 on: 05 July 2008, 10:03:07 PM »
[Dari: ]

KITA PERLU MENYELAM DALAM UNTUK MENGETAHUI SUKACITA

RIANG MENTARI:

lahir -> belajar sedikit -> menderita -> punya anak -> memiliki tanggung jawab...
ini adalah pola yang saya sadari akhir2 ini (walaupun saya belum punya anak&istri)

saya tidak melihatnya sebagai pola hidup semua orang
tapi pola hidup saya, seorang riang_mentari
saya hidup di masa depan
saya bersedia menderita saat ini untuk kebahagiaan di masa depan
saya "prihatin" untuk kesuksesan di masa depan

"mainnya nanti, sekarang belajar biar bisa masuk kuliah yang bagus"
"seneng2nya nanti, kalau sudah kerja"
"sudah kerja, sudah saatnya mikir tanggung jawab...di masa depan"

itu adalah kehidupan yang diajarkan kepada saya

bukan saya mengatakan bahwa hidup prihatin itu tidak baik
bahwa berhemat untuk sesuatu yg berada dimasa depan itu itu jelek
bahwa memilih belajar daripada pergi bersama teman-teman itu salah

terutama bahwa apa yang "saya rasakan" pada sebuah "pilihan"
bahwa saya terlalu banyak memberi porsi untuk masa depan

saya melupakan saat ini, apa yang saya miliki saat ini
apa yang bisa saya syukuri saat ini
apa yang bisa saya rayakan saat ini

masa depan ilusi, jika saya tidak memberikan yang terbaik untuk saat ini
memberikan yang terbaik saat ini dimulai dengan rasa syukur
rasa syukur diawali dengan menyadari apa yang ada

saat ini saya berhenti sejenak
untuk merasakan sekeliling saya
sinar senja yang merasuk dari jendela samping
musik mengalun dari ruangan kantor sebelah
gurat2 meja
dengung suara komputer

seperti sebuah kalimat yg menyapa saya kemarin,
tidak ada lagi penari-penari, yang ada adalah tarian...semesta...

=========================================
mohon koreksinya eyang,
maaf kalau terlalu sering posting.
sbelumnya saya ini orangnya introvert, karena saya ingin terlihat keren, hebat, misterius
dan saya pikir... semakin sedikit saya memunculkan diri
semakin sedikit kebodohan saya terungkap

tp entah kenapa akhir2 ini saya tidak peduli dengan "kebodohan" saya, juga terserah apakah saya ada di tingkat yg lebih rendah dari orang lain
jadinya malah (agak) sering posting...
mohon maaf sekali lagi,
dan terima kasih banyak....buat eyang dan kawan2 seperjalanan

SEMAR:

Tidak ada yang perlu dikoreksi, Mas Riang Mentari. Teruskan menulis ...

Kalau si aku ini sudah tipis ... ia tidak peduli lagi dibilang orang "salah" atau "benar". ... Bagaikan sekuntum mawar di tepi jalan yang terus memancarkan keharumannya ke sekelilingnya, tanpa peduli apakah orang yang melintas akan menghiraukannya atau tidak.

Salam,
semar

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
BUKU KEHIDUPAN (07/06):
« Reply #183 on: 06 July 2008, 04:24:42 PM »
KEBAHAGIAAN YANG BUKAN DARI PIKIRAN

Kita mungkin bergerak dari satu penghalusan kepada penghalusan lain, dari satu kedalaman kepada kedalaman lain, dari satu penikmatan kepada penikmatan lain; tetapi di pusat semua itu, terdapat sang ‘aku’—sang ‘aku’ yang menikmati, yang menginginkan lebih banyak kebahagiaan, sang ‘aku’ yang menjelajah, yang mencari, mendambakan kebahagiaan, sang ‘aku’ yang berjuang, sang ‘aku’ yang makin lama makin halus, tetapi tidak pernah mau berakhir. Hanya apabila sang ‘aku’ dalam segala bentuknya yang halus berakhir, maka terdapat keadaan nikmat yang tidak bisa dicari, suatu ekstase, suatu sukacita sejati tanpa kesakitan, tanpa perusakan. …

Bila batin mengatasi pikiran tentang sang ‘aku’, tentang dia yang mengalami, si pengamat, si pemikir, maka terdapat kemungkinan munculnya suatu kebahagiaan yang tidak pernah rusak. Kebahagiaan seperti itu tidak mungkin permanen, dalam arti yang biasa kita gunakan terhadap kata itu. Tetapi batin kita mencari kebahagiaan yang kekal, sesuatu yang akan berlangsung terus, yang akan berlanjut. Keinginan akan kelangsungan itu sendiri adalah perusakan (corruption). ...

Jika kita bisa memahami proses kehidupan tanpa menyalahkan, tanpa berkata itu benar atau salah, maka saya rasa, maka ada suatu kebahagiaan kreatif yang bukan ‘milikmu’ atau ‘milikku’. Kebahagiaan kreatif itu seperti sinar matahari. Jika Anda ingin memiliki sinar matahari untuk diri Anda sendiri, itu bukan lagi matahari yang cerah, hangat, dan memberi hidup. Demikian pula, jika Anda menginginkan kebahagiaan oleh karena Anda menderita, atau oleh karena Anda kehilangan seseorang, atau oleh karena Anda tidak sukses, maka itu sekadar suatu reaksi. Tetapi jika batin bisa mengatasi hal-hal itu, maka terdapat kebahagiaan yang bukan dari pikiran.

[J Krishnamurti - THE BOOK OF LIFE]

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
BUKU KEHIDUPAN (07/07): (penting)
« Reply #184 on: 07 July 2008, 08:41:43 AM »
MEMAHAMI PENDERITAAN

Mengapa kita bertanya, ”apa kebahagiaan itu”? Apakah itu pendekatan yang tepat? Apakah itu pengkajian yang tepat? Kita tidak bahagia. Jika kita bahagia, dunia kita akan lain sama sekali; peradaban kita, budaya kita akan lain secara radikal, seluruhnya. Kita adalah manusia yang tidak bahagia, remeh, sengsara, bergulat, angkuh, mengelilingi diri kita dengan berbagai hal yang tak berharga, sia-sia, merasa puas dengan ambisi remeh, dengan uang, dan kedudukan. Kita adalah makhluk yang tidak bahagia, sekalipun kita mempunyai pengetahuan, sekalipun kita mungkin mempunyai uang, rumah mewah, banyak anak, mobil, pengalaman. Kita adalah manusia yang tidak bahagia, menderita; dan oleh karena kita menderita, kita menginginkan kebahagiaan, lalu kita dibelokkan oleh orang-orang yang menjanjikan kebahagiaan ini—sosial, ekonomis, spiritual. ...

Apa gunanya saya bertanya adakah kebahagiaan, bila saya menderita? Bisakah saya memahami penderitaan? Itulah masalah saya, bukan bagaimana menjadi bahagia. Saya bahagia bila saya tidak menderita, tetapi pada saat saya menyadarinya, itu bukan kebahagiaan lagi. ... Jadi saya harus memahami apa itu penderitaan. Bisakah saya memahami apa penderitaan itu bila sebagian dari batin saya lari mengejar kebahagiaan, mencari jalan keluar dari kesengsaraan ini? Jadi, jika saya ingin memahami penderitaan, bukankah saya harus menyatu sepenuhnya dengan itu, bukan menolaknya, bukan membenarkannya, bukan membandingkannya, melainkan sepenuhnya berada bersamanya dan memahaminya?

Kebenaran dari apakah kebahagiaan itu akan muncul jika saya tahu bagaimana menyimak. Saya perlu tahu bagaimana menyimak terhadap penderitaan; jika saya mampu menyimak terhadap penderitaan, saya dapat menyimak terhadap kebahagiaan, oleh karena itu adalah saya.

[J Krishnamurti - THE BOOK OF LIFE]

SEMAR:

Itulah sebabnya Sang Buddha mengajarkan 'dukkha', bukan "kebahagiaan" ... sedangkan agama-agama mengajarkan "kebahagiaan".



Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Review Buku Eckhart Tolle vs buku J Krishnamurti
« Reply #185 on: 28 July 2008, 05:22:37 AM »
Di Indonesia sudah terbit terjemahan buku "The Power of Now" tulisan Eckhart Tolle. Buku ini sangat laris di Barat. Banyak orang mengatakan bahwa ajaran yang terkandung dalam buku ini sangat mirip, kalau tidak hendak dikatakan persis sama, dengan ajaran Krishnamurti. Tetapi mereka yang cukup mendalami K akan melihat perbedaan yang nyata antara ajaran Tolle dan ajaran K, perbedaan yang tidak terlihat oleh mereka yang tidak atau kurang memahami K.

Di situs Amazon.com buku "The Power of Now" (TPON) jelas menjadi bestseller, terbukti dari banyaknya orang yang me-review buku itu; tidak kurang dari 903 review. Sedangkan kumpulan tulisan Krishnamurti yang terbaru, "Total Freedom" (TF), hanya di-review oleh tidak lebih dari 19 orang. Yang menarik adalah, dari 900+ review terhadap TPON, sekitar 13% di antaranya memberikan 'bintang satu' (sangat jelek) atau 'bintang dua' (jelek), sedangkan di antara ke-19 pe-review TF semuanya memberikan 'bintang lima' (sangat bagus) atau 'bintang empat' (bagus), hanya satu yang memberikan 'bintang tiga'. Jadi jelas, para pembaca TPON sangat bervariasi: ada pencari spiritual yang serius, tapi banyak pula yang sekadar "spiritual shopping". Fakta bestseller tampaknya disebabkan karena buku Tolle memenuhi harapan ego banyak orang akan pencerahan spiritual; orang-orang ini tidak tertarik pada ajaran K yang tidak menjanjikan apa-apa.

Daripada repot-repot menjelaskan apa perbedaan antara ajaran Eckhart Tolle dan ajaran J. Krishnamurti, di bawah ini saya sampaikan tulisan yang dibuat oleh seorang yang menamakan dirinya "Northern Light" terhadap buku TF dan buku TPON sebagai review di Amazon.com. Penulisnya memberikan 'bintang lima' untuk TF dan 'bintang satu' untuk TPON.

Salam,
hudoyo

==========================================
<bintang lima> The austere beauty of Truth , May 13, 2005
By  NorthernLights (Beijing, China) 

Krishnamurti...

Who reads him nowadays? Who ever listened to him when he was still with us? At the end of his life, people were deriding him because apparently nobody, not a single child in all the schools he had founded in Europe, America and India, had awakened. Apparently, it was all a failure and today Brockwood Park, the school he helped set up in England, is begging money because hardly anybody sends gifts or remembers K's noble educational cause in his will.

This message is truly an austere and challenging message of no hope, of no tomorrow of guaranteed liberation. There is no comforting Krishnamurtite doctrine to hold onto. This the mind must irrevocably hate if it is flippant, looking for pleasure or security.

I first read Krishnaji when I was still a staunch traditionalist Catholic. I think the title of the unassuming little volume was "Letters to Students". Although it was couched in very simple terms and contained no slick neo-advaita paradoxes about nonpeople having ever bought any shoes, I didn't understand a word of what was said and thought the man must be some sort of crazy radical. The only idea that stuck with me was the saying "a truly humble man doesn't know he is humble". That sounds awfully trite, but it isn't. It is so true.

We never know it. We can never say: "This is it!"

Krishnamurti truly has nothing to offer you. Most of what he says are questions, invitations to enquire. But he also knows how to write delightful prose, describing nature and people with a love that is both quiet and poignant. In his essays, which make up about half of this superb collection of Krishnamurti's works, one is first invited to wonder at the fragile beauty of the world and to rest for a timeless moment in the innocence of trees, rivers, mountains and a clear starry night sky, before being taken to the enquiry and the clarity of its burning flame.

Who can enquire at all?, some clever neo-advaitists will perhaps ask derisively. You. You can look at your life and see all the deception and mischief wrought by the predatory "me", the "self". Although it is true that K. speaks of going beyond the self, there is not so much as a hint in all of K's works that people are walking nobodies devoid of volition. Buddha, who preached anatta, non-ego, also enjoined people to act. Krishnamurti assumed as a given truth that we could truly do something about ourselves and therefore about the terrible state of the world. But the doing was first and foremost a seeing. One is invited to see, and to keep seeing.

Seeing what? One's desperate and ugly face, one's mean ego and its for ever reborn attempts at escaping reality. To see it in the chaos and violence in the world outside and also within, for "the world is you and you are the world". This coming face to face with oneself happened through the teachings, which he liked to compare to a mirror.

It is important to see in the context of rampant teachings about Consciousness Already Realized and Being Perfect Right Now that the image K showed his hearers wasn't a hypothetical and dogmatically asserted feel-good "perfect oneness", but "what is" in all its disturbing crudeness. Therefore it is no wonder that the Ultimate Mystery, when he talked about it, which he did rarely, was expressed by the word "Otherness". How could "otherness" be "already the case"?

For that to arise, the reality of evil had to be faced. But it was to be faced without judgment, in choiceless or passive awareness. Then and only then, would the transformation occur as the observer would realize his fundamental identity with the observed. It is certainly one of the great and painful paradoxes of this teaching that it vehemently denounces evil within and without, but at the same time shows that colllective and individual holy wars against it will inevitably not only fail, but aggravate the situation. Yoga, rituals, breathing techniques and the rest of the religious arsenal of self-improvement are dismissed as so many routines of the ego. There only remains a passionate inquiry, which is wisdom in search of itself.

Asked by a swami how he would sum up his whole message, he reluctantly said: "Look". It is important to see, specially in our sense and eye-obsessed culture, that he didn't say, "See this", "this" referring to the outside world. K. is not inviting you to lose yourself in the object. Rather he is inviting you to observe, relentlessly but affectionately, the movement of thought, which is the ego. When its utter destructiveness is recognized WITHOUT any judgment or preconception, something else arises, which K. always refused to theorize about.

The difference between "Look" and "See this", which is the slogan of neo-advaita, is a crucial one, one that distinguishes a teaching about immanence and transcendence and the creative and challenging tension between the two, and one that confuses the Absolute with sensual experience and thereby dissolves all creative tension in the mere frictionless movement of the "already" known.

There can be no rest and its corollary, dogmatism, in this. Krishnaji often summed up our existential condition by conjuring the striking metaphor of someone living in a small room with a deadly cobra. As he often said, "It is only the serious man who lives". One is invited to realize the danger and seriousness of living in the world. And even when the transformation has occurred, it isn't the case that one simply self-contentedly celebrates, but there is a constant "learning", a deepening without end and without accumulation because Life is never known completely, because Life is for ever new. To use a word that is greatly appreciated in some quarters, there is for ever more "oneness" because the content of "oneness" is inexhaustible.

Therefore learn, o eternal beginner!

================================
<bintang satu> Beside the mark, May 19, 2005
By  NorthernLights (Beijing, China) 

This review is from: The Power of Now: A Guide to Spiritual Enlightenment (Hardcover)
Many years ago I went through a spell of compulsive thinking that was particularly acute and painful. One day, while I was in the grip of these tormenting thoughts, I walked into my garden. Suddenly I saw my cat jump on a small rodent. I immediately rushed to the rescue of the tiny animal. After I had delivered it and given my cat a good but useless scolding, I remembered my previous painful engagement with thought. To my utter astonishment, the problem and the thinking that went with it-- or rather had created it--had totally disappeared!

This simple anecdote may serve to illustrate the main error of Eckhart Tolle's teachings. The mournful round of thoughts had come to an abrupt end not because I had tried to stop it, but because there was a sudden, unpremeditated gap in it, caused by an unexpected incident that had required all my attention. Now what Eckhart wants you to do is to bring about this change through effort, and he gives you tricks to achieve it. All this obviously implies a motive (putting an end to an unpleasant state), compulsion and time, all of which indicate that thought--the cause of all the mischief and misery--is still active. Instead of identifying with thought or resisting the now, what one is now doing is trying to disidentify oneself from it or to say "yes" to the now. This is another game by exactly the same actor.

Therefore this path is not going to lead you very far. It is as simple as that.

The book itself is written in very simple English and in a question and answer format. I noted that the author claims that his words, specially the repetitive parts of the book, can draw you into the nothingness from which they came. Maybe. What I have found is that the Power of Now is mostly very vapid prose full of cheap and hackneyed notions spiced up with a few Gospel and Zen quotes. The aim seems to be the "end of suffering", which makes enlightenment a kind of Ultimate Prozac. The author insists that it is something that is "felt" and speaks of the unending bliss resulting from residing in Being. All this seems too superficial, too epidermic to be true. And creates tremendous expectation. No wonder people start making superhuman efforts to be awake after reading the book. Unfortunately, when you try to force thinking to stop, it comes back at your throat with a vengeance. Remember the anecdote at the beginning of this review.

If you are a serious spiritual seeker, I recommend J.Krishnamurti instead of E.T. See my own review of "Total freedom" for more information.

Finally, let me tell you something: Eckhart Tolle sells photographs of his uninspiring face on his website. Five dollars for a view of his congested face absorbed in meditation or smiling at the disciple/customer. Isn't that enough to show the vulgarity of the whole thing?

Move on, truth is not to be found here.

« Last Edit: 28 July 2008, 05:25:56 AM by hudoyo »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: J KrishnaMurti
« Reply #186 on: 28 July 2008, 09:06:58 AM »
Quote
After I had delivered it and given my cat a good but useless scolding, I remembered my previous painful engagement with thought. To my utter astonishment, the problem and the thinking that went with it-- or rather had created it--had totally disappeared!

Sejujurnya saya tidak terlalu mengerti karena belum baca bukunya. Tapi sepertinya yang dipermasalahkan oleh NorthernLights adalah bagian yang di-bold di atas? Ato hal lainnya?

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: J KrishnaMurti
« Reply #187 on: 28 July 2008, 09:13:20 AM »
Quote
Now what Eckhart wants you to do is to bring about this change through effort, and he gives you tricks to achieve it. All this obviously implies a motive (putting an end to an unpleasant state), compulsion and time, all of which indicate that thought--the cause of all the mischief and misery--is still active. Instead of identifying with thought or resisting the now, what one is now doing is trying to disidentify oneself from it or to say "yes" to the now. This is another game by exactly the same actor.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: J KrishnaMurti
« Reply #188 on: 28 July 2008, 09:16:52 AM »
Quote
After I had delivered it and given my cat a good but useless scolding, I remembered my previous painful engagement with thought. To my utter astonishment, the problem and the thinking that went with it-- or rather had created it--had totally disappeared!
Sejujurnya saya tidak terlalu mengerti karena belum baca bukunya. Tapi sepertinya yang dipermasalahkan oleh NorthernLights adalah bagian yang di-bold di atas? Ato hal lainnya?

Betul. Agama itu pikiran, ajaran itu pikiran, spiritualitas itu pikiran, 4 Kebenaran Mulia itu pikiran, Jalan Mulia Berunsur Delapan itu pikiran, teknik meditasi itu pikiran, MMD itu pikiran, .... dst
Kenalilah pikiran ini sampai dia berhenti dengan sendirinya, bukan dibuat berhenti.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: J KrishnaMurti
« Reply #189 on: 28 July 2008, 09:18:01 AM »
Quote
Now what Eckhart wants you to do is to bring about this change through effort, and he gives you tricks to achieve it. All this obviously implies a motive (putting an end to an unpleasant state), compulsion and time, all of which indicate that thought--the cause of all the mischief and misery--is still active. Instead of identifying with thought or resisting the now, what one is now doing is trying to disidentify oneself from it or to say "yes" to the now. This is another game by exactly the same actor.

Betul. Usaha itu berasal dari pikiran pula.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: J KrishnaMurti
« Reply #190 on: 28 July 2008, 09:29:14 AM »
Quote
After I had delivered it and given my cat a good but useless scolding, I remembered my previous painful engagement with thought. To my utter astonishment, the problem and the thinking that went with it-- or rather had created it--had totally disappeared!
Sejujurnya saya tidak terlalu mengerti karena belum baca bukunya. Tapi sepertinya yang dipermasalahkan oleh NorthernLights adalah bagian yang di-bold di atas? Ato hal lainnya?

Betul. Agama itu pikiran, ajaran itu pikiran, spiritualitas itu pikiran, 4 Kebenaran Mulia itu pikiran, Jalan Mulia Berunsur Delapan itu pikiran, teknik meditasi itu pikiran, MMD itu pikiran, .... dst
Kenalilah pikiran ini sampai dia berhenti dengan sendirinya, bukan dibuat berhenti.

Berarti betul karena dia sendiri membuat label "painful" pada "previous engagement with thought". Menurut saya, memang mungkin juga dalam pengalaman lain, dia mengalami "sadar" akan pikiran, lalu kemudian pikirannya "merumuskannya" sebagai "not painful". Tetapi jika kemudian dia mengalami hal lain (dalam kasus ini, kucing yang menerkam tikus), ingatan akan "sadar" itu bisa membantu meredam pikirannya untuk tidak ke mana-mana, tetapi bukan menjadikannya sadar. Jadi metodenya memang hanya bisa mengkondisikan pikiran untuk lebih "jinak", tetapi masih berbeda dengan kesadaran akan pikiran itu sendiri.


Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: J KrishnaMurti
« Reply #191 on: 28 July 2008, 09:54:04 AM »
Saya tidak tahu secara mendetail pengalaman batin pe-review itu yang hanya ditulisnya secara singkat dalam satu paragraf. Saya hanya melihat paragraf itu sebagai intro kepada review-nya terhadap TPON yang mengandung jauh lebih banyak aspek.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: J KrishnaMurti
« Reply #192 on: 28 July 2008, 10:03:09 AM »
Ya, karena memang juga saya belum membaca, jadi tidak bisa menilai lebih dari itu. Mungkin paragraph itu juga bisa memiliki maksud yang berbeda dengan yang dimengerti oleh NorthernLights itu. Saya tidak tahu.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: J KrishnaMurti
« Reply #193 on: 28 July 2008, 10:14:17 AM »
... Mungkin paragraph itu juga bisa memiliki maksud yang berbeda dengan yang dimengerti oleh NorthernLights itu. ...

Maksudnya bagaimana? Bukankah paragraf itu ditulis oleh Northern Light?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: J KrishnaMurti
« Reply #194 on: 28 July 2008, 10:23:48 AM »
... Mungkin paragraph itu juga bisa memiliki maksud yang berbeda dengan yang dimengerti oleh NorthernLights itu. ...

Maksudnya bagaimana? Bukankah paragraf itu ditulis oleh Northern Light?

Maksudnya, Paragraph Eckhart Tolle yang dikutip oleh NorthernLights.  :)

 

anything