//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Agama Buddha versi apakah yang kita masing-masing anut dan jalankan?  (Read 5455 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Dear All,


Sekuntum teratai tuk Anda semua, para calon Buddha.


Karena berbagai sebab dan kondisi yang ada, maka saya terdorong untuk menuliskan sharing ini. Semoga pengetahuan, pemahaman, insight, dan pengalaman yang serba minim dan sangat mungkin masih keliru ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi para pembaca.
Berdasarkan pengalaman saya sendiri dan juga dari hasil pengamatan terhadap fenomena umum yang terjadi di lingkungan Buddhis yang pernah saya jumpai dan masih jumpai, seringkali terdengar pernyataan-pernyataan seperti agama Buddha adalah ini ataupun itu, agama Buddha seharusnya begini atau begitu, dan kondisi agama Buddha saat ini adalah seperti ini ataupun seperti itu.

Yang manakah dari pernyataan-pernyataan tersebut yang lebih mendekati pandangan dan praktik Buddhis yang "sesungguhnya"? Karena kondisi-kondisi yang muncul menyertai pernyataan-pernyataan tersebut (termasuk yg dari saya sendiri) kerap bertolak belakang dengan pesan dan praktik cinta kasih, welas asih, toleransi, pengertian, dan kedamaian yang dapat kita baca dalam literatur Buddhis arus utama yang otentik* (yg diakui dan dipakai oleh para praktiksi dan scholar praktisi dari silsilah praktik masing-masing tradisi serta ketika diteliti, dapat ditemukan benang merahnya yaitu tentang duka dan pengakhirannya) dan yang dapat kita rasakan dan saksikan hingga kadar tertentu, mungkin karena keterbatasan persepsi kita sendiri, mewujud dalam diri para praktisi "besar" Buddhis dari tradisi apapun.

Mengapa demikian?

Jawabannya adalah karena agama Buddha yang umumnya kita anut dan kita jalankan adalah agama Buddha versi kita masing-masing. Dengan kata lain, kita menganut dan menjalankan agama Buddha yang berdasarkan persepsi keliru kita sendiri.

Berdasarkan potongan-potongan informasi yang kita dengar dan kita baca di sana sini yang kemudian kita cerna dan serap berdasarkan kumpulan emosi negatip, rintangan karma, rintangan konseptual, dan rintangan energi kebiasaan yang sudah ada di dalam diri kita masing-masing sejak masa tak berawal, maka terbentuklah agama Buddha versi kita sendiri. Dan mayoritas dari kita kemudian mencengkram erat-erat dan melekat kuat -kuat pada agama Buddha bentukan kita sendiri itu dan menganggapnya sebagai agama Buddha yang sesungguhnya.

Dan dalam menjalankan keseharian hidup kita dan ketika berinteraksi dengan dunia di luar kita, agama Buddha bentukan kita sendiri itulah yang menjadi landasan kita. Maka tidak mengherankan, ketika perbuatan ucapan, tubuh, dan pikiran kesaharian kita dicocokkan dengan deskripsi perbuatan ucapan, tubuh, dan pikiran Buddhistik dalam literatur Buddhis yang otentik serta dicocokkan dengan perbuatan ucapan, tubuh, dan pikiran para praktiksi besar Buddhis terdapat jurang perbedaan yang amat lebar dan dalam.

Karena agama Buddha bentukan kita masing-masing itu adalah yang paling banyak dan paling terlihat dalam lingkungan Buddhis, maka tidak mengherankan kalau agama Buddha seperti itulah yang kemudian dianggap oleh publik sebagai agama Buddha yang sesungguhnya.

Lalu apa manfaatnya bagi diri kita sendiri, makhluk lain, masyarakat, bangsa dan negara, serta lingkungan hidup jika agama Buddha yang kita anut dan berusaha kita jalankan itu ternyata adalah agama Buddha versi kita sendiri itu?

Jawabannya adalah tergantung. Tergantung pada seberapa mendekati agama Buddha bentukan kita sendiri itu di tingkat individual, kolektif, dan institusi, dengan pandangan dan praktik Buddhis yang otentik dan seberapa banyak jumlah individu, kolektif, dan institusi yg mendekati pandangan dan praktik Buddhis yg otentik tersebut, serta peran para individu, kolektif, dan institusi tersebut di masyarakat dan negara. Dan bahasan tentang faktor tergantung ini berada di luar cakupan tulisan ini.

Pada kesempatan ini, saya hanya ingin mengajak saudara-saudari sekalian tuk mencocokkan agama Buddha yang sudah ada di benak saudara/i dengan beberapa kutipan yang berkaitan dengan beberapa pandangan fundamental Buddhis.

Sebelum itu, saya hendak menambahkan dari apa yang sudah saya pahami.

Dharma ada 2 jenis yaitu Dharma instruksi dan Dharma realisasi.

Dharma instruksi adalah Dharma yang tercatat di kitab seperti Tipitaka/Tripitaka dan Tantra berikut kitab ulasannya (shastra). Lihat catatan di bawah tentang *Literatur Buddhis yang otentik.

Sedangkan Dharma realisasi mengacu pada silsilah realisasi Dharma yang diturunkan secara tidak terputus dari Buddha Gotama/Sakyamuni. Dengan kata lain, belajar Dharma instruksi saja tidak cukup dan kita jg perlu melengkapinya dengan praktik dan mendapatkan bimbingan dan verifikasi dari para Guru yang telah mendapatkan realisasi, yang sebelumnya juga telah mendapatkan bimbingan dan verifikasi dari para Guru di atas mereka yg telah tercerahkan, yang sebelumnya jg telah mendapatkan bimbingan dari para Guru di atasnya lagi yg telah mempunyai realisasi. Silsilah realisasi ini dapat ditelusuri hingga ke realisasi Buddha Gotama/Sakyamuni. (topik bagaimana mencari Guru dan menjadi murid serta hubungan antara Guru dan murid merupakan sebuah topik yang perlu kita gali jika kita ingin memperdalam praktik kita. Semoga lain kali ada kesempatan tuk menuliskan topik ini.)

Balajar Dharma sendiri dari buku2 dan mendengarkan ceramah Dharma di sana sini dan kemudian berusaha mempraktikkan semampu kita apa yang telah kita pahami merupakan permulaan yang baik. Namun, sangat rentan tuk memunculkan pandangan dan praktik yg keliru di dalam diri kita, jika kita hanya terpaku pada pendekatan tersebut.

Yang lebih aman dan mantap adalah jika kita dapat memperoleh keduanya secara lengkap dengan cara mengakarkan diri kita pada perguruan praktik tradisional Buddhis pilihan kita masing-masing, apakah Theravada, Mahayana, ataupun Vajrayana. Perguruan2 praktik tradisional Buddhis yang memang sudah terbukti memfasilitasi munculnya para Makhluk Agung di sepanjang sejarah Buddhis.

Berikut adalah beberapa kutipan tersebut. Silakan mencocokkannya dengan pemahaman yang sudah saudara/i miliki dan akan jauh lebih baik lagi, jika saudara/i bersedia melengkapi sharing ini dan mengoreksi bagian dari pemahaman saya yang keliru.

Beberapa pandangan dasar Buddhis.

Dalam ceramahnya di Universitas Thammasat pada bulan Januari 1966 yang berisikan prinsip-prinsip fundamental Buddhis yang kemudian dibukukan dengan judul "Buddha Dhamma for Students" dan diterbitkan ulang dengan judul "The Truth of Nature" yang sudah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Karaniya,  Ajahn Buddhadasa menyampaikan:

"1. Apa subyek yang diajarkan Buddha?

Cara terbaik untuk menjawab pertanyaan ini adalah dengan mengutip sabda Buddha sendiri, "Ketahuilah ini, Oh para Biku, sekarang, seperti sebelumnya, aku hanya mengajarkan tentang duka dan pelenyapan duka."

Apakah jawaban ini sesuai atau tidak dengan apa yang ada di benak Anda, camkanlah baik-baik. Ada banyak cara lain untuk menjawab pertanyaan ini, tapi satu sabda Buddha ini merangkum ajaran Beliau secara intisarinya.

Dari pertanyaan di atas, kita kemudian bisa masuk ke pertanyaan kedua.

2,  Secara khususnya apa yang diajarkan Beliau?

A. Seperti yang dapat Anda lihat, ini merupakan topik besar yang dapat dijawab dari banyak sudut pandang. Jika ditanya pertanyaan ini, pertama kita dapat menjawab Beliau mengajarkan kita untuk menapaki Jalan Tengah, tidak terlalu ketat maupun terlalu kendur, tidak ke satu ekstrim maupun ekstrim lainnya.

B. Kita juga bisa menjawab dengan sama baiknya dengan mengatakan bahwa Beliau mengajarkan harus ada upaya dari diri sendiri dalam menolong diri sendiri.

C. Cara lain untuk menjawab pertanyaan ini adalah dengan mengatakan  bahwa segala sesuatu terjadi sebagai akibat dari sebab-sebab dan kondisi-kondisi dan sesuai dengan hukum ini.

D.  Menjawab dengan cara lain lagi, sebagai aturan latihan, Buddha mengajarkan "Hindari kejahatan, lakukan kebajikan, sucikan pikiran." Ketiga hal ini disebut Ovada Patimokkha yang berarti ringkasan dari semua nasihat.

E. Berikut adalah ajaran penting lainnya, sebuah pengingat yang berharga. Beliau mengajarkan, "Semua bentukan (semua hal dan semua makhluk di dunia ini) selamanya terus mengalir, selamanya terus terurai (semuanya tidak kekal).  Mari semua lengkapilah diri sepenuhnya dengan perhatian murni!"

3. "Sampaikanlah sesingkat mungkin, apa pesan inti agama Buddha?"

Pertanyaan ini bisa dijawab dengan satu kalimat singkat, sebuah sabda dari Buddha sendiri: Jangan mencengkram atau melekat pada apapun."

Lalu di dalam ceramah Dharmanya yang berjudul "Pulau Diri, Tiga Stempel Dharma" di Plum Village pada tanggal 28 Juli 1998, Bhante Thich Nhat Hanh mengatakan:

"Buddha memberikan kita sebuah ajaran yang disebut ajaran tentang Tiga Stempel Dharma. Stempel adalah sesuatu yang Anda gunakan untuk menjamin bahwa sesuatu itu asli, bukan palsu. Oleh karena itu, setiap ajaran yang tidak mengandung tanda dari Tiga stempel Dharma ini tidak bisa dikatakan ajaran asli Buddhis...

Ketidakkekalan, Anitya, adalah Stempel Dharma yang pertama. Setiap ajaran yang tidak mengandung tanda ketidakkekalan bukanlah ajaran Buddhis. Apa arti ketidakkekalan dalam konteks ajaran Buddha? Ketidakkekalan artinya adalah segala sesuatu selalu berubah setiap saat. Tidak ada sesuatupun yang dapat tetap sama pada dua saat yang berurutan—Anda juga. “Anda” yang ada pada menit ini bukan lagi “Anda” semenit yang lalu. Jadi Anda tidak sama dengan diri Anda pada dua saat yang berurutan. Secara intelek, kita paham hal ini, tapi secara praktik, kita tidak berperilaku seperti halnya kalau kita sudah melihat kenyataan itu...

Apa yang dimaksud dengan tanpa diri, Anatta (Pali)? Artinya adalah ketidakkekalan. Jika segalanya tidak kekal, maka mereka tidak akan tetap sama selamanya. Anda yang ada pada saat ini tidak sama dengan Anda semenit yang lalu. Tidak ada sebuah entitas yang kekal dalam diri kita, yang ada hanyalah arus keberadaan (stream of being). Selalu saja ada banyak input dan output. Input dan output terjadi setiap detik dan kita harus belajar cara melihat kehidupan sebagai arus-arus keberadaan dan bukan sebagai entitas-entitas yang terpisah. Ini adalah ajaran Buddha yang sangat mendalam. Sebagai contoh, melihat ke dalam sekuntum bunga, Anda dapat melihat bahwa bunga itu terbuat dari banyak elemen yang dapat kita sebut elemen nonbunga. Ketika Anda menyentuh bunga itu, Anda menyentuh awan. Anda tidak dapat menghilangkan awan dari bunga, karena jika Anda keluarkan awan dari bunga, bunga itu akan langsung runtuh. Anda tidak harus menjadi penyair untuk melihat awan yang berserakan di dalam bunga dan Anda juga paham sekali bahwa tanpa awan tidak akan ada hujan dan tidak akan ada air untuk bunga itu tumbuh. Jadi awan adalah bagian dari bunga dan jika Anda kembalikan elemen awan ke langit, tidak akan ada bunga. Awan adalah elemen nonbunga. Dan sinar mentari...Anda juga dapat menyentuh sinar mentari dalam bunga itu. Jika Anda kembalikan elemen sinar mentari, bunga itu akan lenyap. Sinar mentari merupakan elemen nonbunga lainnya. Lalu tanah dan tukang kebun ...jika Anda teruskan, Anda akan melihat banyak sekali elemen nonbunga di dalam bunga itu. Sebenarnya, sekuntum bunga hanyalah terdiri dari elemen-elemen nonbunga. Ia tidak punya sebuah diri yang terpisah...

Jadi, tanpa diri adalah sebuah panduan lain yang diberikan Buddha kepada kita agar kita dapat berhasil dalam mempraktekkan melihat secara mendalam. Apa artinya melihat secara mendalam? Melihat secara mendalam artinya adalah melihat secara sedemikian rupa sehingga sifat dasar ketidakkekalan dan tanpa diri dapat menyingkapkan diri mereka kepada Anda. Melihat ke dalam diri Anda, melihat ke dalam bunga, Anda dapat menyentuh hakikat ketidakkekalan dan tanpa diri dan jika Anda dapat menyentuh hakikat ketidakkekalan dan tanpa diri secara mendalam, Anda juga dapat menyentuh sifat dasar nirvana, yang merupakan Stempel Dharma yang Ketiga."


Lalu dalam artikelnya yang berjudul

""Apa yang membuat diri Anda seorang Buddhis?"

Bukan pakaian yang Anda kenakan, upacara yang Anda lakukan, atau meditasi yang Anda jalankan, kata Dzongsar Jamyang Khyentse Rinpoche. Bukan apa yang Anda makan, Anda minum minuman keras atau tidak, atau dengan siapa Anda berhubungan seks. Yang membuat Anda seorang Buddhis adalah apakah Anda setuju atau tidak dengan empat penemuan fundamental yang ditemukan Buddha di bawah pohon Bodhi, dan kalau Anda setuju, Anda dapat menyebut diri Anda seorang Buddhis...

Ketika terjadi percakapan seperti dengan teman duduk saya di pesawat terbang, seorang non Buddhis secara sambil lalu bisa bertanya, "Apa yang membuat seseorang Buddhis?" Itu merupakan pertanyaan tersulit untuk dijawab. Jika orang itu betul-betul tertarik, jawaban lengkapnya bukanlah untuk perbincangan ringan saat makan malam dan penyamarataan bisa menimbulkan kesalahpahaman. Anggaplah Anda memberikan mereka jawaban yang benar, jawaban yang menunjuk pada fondasi dari tradisi berumur 2500 tahun ini. Seseorang adalah Buddhis jika dia menerima empat kebenaran berikut:

1. Semua bentukan tidak kekal.

2. Semua emosi adalah duka.

3. Segala sesuatu tidak mempunyai eksistensi yang inheren (dengan kata lain, tidak bisa menjadi ada oleh dan dari dalam dirinya sendiri).

4. Nirwana di luar jangkauan konsep.

Keempat kalimat ini, yang diucapkan oleh Buddha sendiri, dikenal sebagai "empat stempel." Secara tradisional, stempel merupakan sesuatu seperti cap yang meneguhkan keaslian. Demi kesederhaan dan alur (materi) ini, kita akan merujuk kalimat-kalimat tersebut sebagai stempel dan "kebenaran," yang jangan dibingungkan dengan Empat Kebenaran Arya Buddhisme yang hanya berkenaan dengan aspek penderitaan saja. Meskipun keempat stempel ini dipercayai mencakup seluruh agama Buddha, kelihatannya orang tidak mau mendengar tentang keempat hal itu. Tanpa penjelasan lebih lanjut, keempat hal ini hanya akan melemahkan semangat dan gagal menginspirasi ketertarikan lebih lanjut dalam banyak kasus...

Silakan saudara-saudari sekalian mencocokkan ketiga kutipan tersebut dengan agama Buddha yang ada di benak Anda.

Semoga sharing ini dapat memberikan manfaat.

Sekali lagi, silakan melengkapi sharing ini dan mengoreksi bagian yang salah dalam pemahaman saya.

Terima kasih.

Saya mewakili ko jimy lominto dan saya sendiri mewakili penengah diskusi ini semoga bermanfaaat bagi anda sendiri dalam menjalankan pengertian dhamma dari pemikiran anda sendiri dan aliran anda sendiri, daripada membahas sesuatu yang tidak jelas dan menghabiskan waktu, lebih baik bahas ini.

Offline K

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Agama Buddha versi apakah yang kita masing-masing anut dan jalankan?
« Reply #1 on: 21 September 2009, 09:54:03 PM »
Dear Purnama,

jika boleh saya melengkapi..
Anicca jangan hanya diartikan ketidakkekalan = segala sesuatu selalu berubah setiap saat.
karena Anicca itu sendiri asalnya dari kalimat "Sabbe sankhara anicca", yang lebih lengkapnya "Segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak kekal" jadi dengan kata lain hal-hal yang tidak berkondisi adalah kekal.

Kemudian, untuk Anatta secara harfiah adalah "Tanpa aku, atau tanpa inti", diambil dari kalimat "Sabbe dhamma anatta" yang lebih lengkapnya "Segala sesuatu adalah tanpa inti". Sang Buddha sendiri tidak pernah mengatakan "saya", "aku", dan sejenisnya, beliau lebih sering menyebut dirinya "tathagata", atau istilah lainnya, karena beliau telah menyadari "Aku" ini sebenarnya tidak ada..

hmm.. CMIIW..

may all beings be happy.

 

anything